hiv

4
JUDUL Anastasia Citra Purwani Cepatnya penularan HIV/AIDS di Indonesia menempatkannya sebagai peringkat pertama di Asia Tenggara. Berdasarkan data statistik Ditjen PP & PL Kemenkes RI ada 10.210 penderita HIV dan 780 penderita AIDS dalam triwulan Januari sampai dengan Juni 2013, angka sebesar itu didominasi oleh penderita di kawasan DKI Jakarta. Menurut transmisinya , jumlah terbesar dimiliki oleh pelaku heteroseksual dengan usia 20-29 tahun. Di bawah ini penulis akan menguraikan beberapa faktor risiko dari penyebaran HIV/AIDS. Presentase terbesar ditempati oleh pelaku heteroseksual kemudian diikuti transmisi perinatal,homoseksual,IDU dan transfusi darah. Pelaku heteroseksual tidak terpaku pada hubungan resmi suami istri melainkan penyebab terbesarnya ialah karena perilaku menyimpang seperti prostitusi. Dalam proses penindaklanjutan kasus tersebut, pemerintah memiliki program pengendalian HIV/AIDS di sektor kesehatan, programnya sebagai berikut : 1. Intervensi Perubahan Perilaku 2. Konseling dan Tes HIV 3. Perawatan, Dukungan dan Pengobatan 1

Upload: anastasia-citra-purwani

Post on 16-Apr-2017

217 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hiv

JUDUL

Anastasia Citra Purwani

Cepatnya penularan HIV/AIDS di Indonesia menempatkannya sebagai

peringkat pertama di Asia Tenggara. Berdasarkan data statistik Ditjen PP & PL

Kemenkes RI ada 10.210 penderita HIV dan 780 penderita AIDS dalam triwulan

Januari sampai dengan Juni 2013, angka sebesar itu didominasi oleh penderita di

kawasan DKI Jakarta. Menurut transmisinya , jumlah terbesar dimiliki oleh

pelaku heteroseksual dengan usia 20-29 tahun. Di bawah ini penulis akan

menguraikan beberapa faktor risiko dari penyebaran HIV/AIDS. Presentase

terbesar ditempati oleh pelaku heteroseksual kemudian diikuti transmisi

perinatal,homoseksual,IDU dan transfusi darah. Pelaku heteroseksual tidak

terpaku pada hubungan resmi suami istri melainkan penyebab terbesarnya ialah

karena perilaku menyimpang seperti prostitusi. Dalam proses penindaklanjutan

kasus tersebut, pemerintah memiliki program pengendalian HIV/AIDS di sektor

kesehatan, programnya sebagai berikut :

1. Intervensi Perubahan Perilaku

2. Konseling dan Tes HIV

3. Perawatan, Dukungan dan Pengobatan

4. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak

5. Pengendalian IMS

6. Pengurangan Dampak Buruk NAPZA Suntik

7. Kolaborasi TB-HIV

8. Kewaspadaan Universal

9. Pengamanan Darah.

Pada poin kedua yaitu konseling dan tes HIV pemerintah memfasilitasi beberapa

puskesmas dan rumah sakit dengan poli VCT(Voluntary Counseling and Testing).

VCT adalah salah satu strategi kesehatan masyarakat yang dilakukan untuk

menangani penyebaran HIV/AIDS (Depkes RI, 2006). Sasarannya mencakup

beberapa kelompok, kelompok risiko tinggi non lokalisasi( panti pijat, pekerja

1

Page 2: Hiv

seksual panggilan, pekerja seksual jalanan), kelompok risiko tinggi lokalisasi,

klien rujukan dari LSM(waria,gay), ODHA dan keluarga serta masyarakat

sekitarnya. Kegiatan Proses konseling pre testing, konseling post testing, dan

testing HIV secara sukarela yang bersifat confidental (rahasia) dan secara lebih

dini membantu orang mengetahui status HIV dilakukan di VCT. Pelaksanaan

VCT terdiri dari tiga tahap seperti yang dituliskan di kalimat sebelumnya, pada

tahap konseling pre testing konselor mencari tahu tingkat pengetahuan klien

tentang HIV/AIDS, menjelaskan tentang keuntungan dilakukan tes HIV dan

kerugian menolak atau menunda tes HIV, menjelaskan makna hasil testing,

memberikan penjelasan mengenai dampak pribadi, keluarga, dan sosial terhadap

hasil testing dan mendiskusikan kemungkinan tindak lanjut setelah ada hasil tes.

Testing HIV merupakan paket dari konseling dan testing HIV sukarela untuk

mengetahui status HIVnya dan dilakukan melalui proses pengambilan darah.

Testing HIV hanya akan dilakukan jika klien bersedia untuk diambil darahnya dan

menandatangani surat persetujuan (informed consent) tes HIV. Jika klien tidak

menyetujui untuk dites, konselor akan menawarkan kepada klien untuk datang

kembali sewaktu-waktu bila masih memerlukan dukungan dan/atau untuk

dilakukan tes. Tahap terakhir ialah konseling post testing, pada proses ini konselor

akan membacakan hasil tes HIV pada klien, memberi waktu pada klien untuk

memahami hasil tes dan bereaksi, mendampingi klien dalam mengendalikan

reaksi emosional,memberikan dukungan yang sesuai, membahas rencana lebih

lanjut dan membahas tindak lanjut medis serta strategi perubahan perilaku,

merencanakan perawatan untuk masa depan, meningkatkan kualitas kesehatan

pribadi, mencegah infeksi HIV dari ibu ke bayi, memfasilitasi akses pelayanan

sosial, medis dan memfasilitasi kegiatan sebaya serta dukungan. Manfaat VCT di

tingkat masyarakat adalah sebagai pemutus rantai penularan HIV dalam

masyarakat, mengurangi reaksi takut dan mitos terhadap HIV, normalisasi

HIV/AIDS, mempromosikan dukungan pada ODHA melalui mobilisasi

masyarakat dan kerjasama antar pihak terkait. Namun berdasarkan data

kementerian kesehatan diperkirakan terdapat 186.000 orang dengan HIV/AIDS.

Dari total itu, yang ditemukan terinfeksi melalui layanan konseling VCT sebanyak

34.257 orang. Sementara, jumlah populasi di Indonesia yang rawan tertular HIV

2

Page 3: Hiv

mencapai 6,3 juta orang. Saat ini terdapat 2000 orang konselor di seluruh

Indonesia dengan 388 klinik VCT aktif. Meskipun sudah merata di seluruh

provinsi, namun baru 192.076 orang yang melakukan tes HIV padahal yang

ditargetkan sejumlah 300.000 orang (PKVHI, 2010). Berdasarkan data di atas,

penulis dapat menyebutkan bahwa jumlah kunjungan VCT tidak diimbangi

dengan peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS.

Rendahnya jumlah kunjungan VCT memberi akibat buruk pada ODHA

dan masyarakat.

3