hasil diskusi

21
1. Jelaskan kebijakan nasional dalam menangani kegawatdaruratan dan bencana ? Di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010 – 2014 tertera masalah pelayanan kesehatan lain yang perlu mendapat perhatian adalah antisipasi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi penduduk di daerah rawan bencana dan didaerah rawan terjadinya rawan sosial. Letak geografis Indonesia yang terletak di antara dua lempeng bumi, rawan dengan terjadinya bencana alam. Tantangan ke depan adalah meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat melalui sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai untuk merespons dinamika karakteristik penduduk dan kondisi geografis. Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan penanganan gawat darurat mulai dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat rumah sakit dan rujukan antara rumah sakit dengan pendekatan lintas program dan multisektoral. Penanggulangan gawat darurat menekankan respon cepat dan tepat dengan prinsip Time Saving is Life and Limb Saving. Public Safety Care (PSC) sebagai ujung tombak safe community adalah sarana publik/masyarakat yang merupakan perpaduan dari unsur pelayanan ambulans gawat darurat, unsure pengamanan (kepolisian) dan unsur penyelamatan. PSC merupakan penanganan pertama kegawatdaruratan yang membantu memperbaiki pelayanan pra RS untuk menjamin respons cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan, sebelum dirujuk ke Rumah Sakit yang dituju. Pelayanan di tingkat Rumah Sakit Pelayanan gawat darurat meliputi suatu system terpadu yang dipersiapkan mulai dari IGD, HCU, ICU dan kamar jenazah serta rujukan antar RS mengingat kemampuan tiap-tiap Rumah Sakit untuk penanganan efektif (pasca gawat darurat) disesuaikan dengan Kelas Rumah Sakit. Untuk meningkatkan kemampuan para pimpinan RS dalam manajemen penanggulangan gawat darurat dan bencana, Kementerian Kesehatan bersama ikatan profesi dan Persatuan Rumahsakit Seluruh Indonesia (PERSI) telah mengembangkan pelatihan HOPE (Hospital Preparedness for Emergency and Disaster) yang sampai saat ini telah diikuti oleh 802 manajemen rumah sakit. Dengan pelatihan tersebut maka diharapkan semua pimpinan RS dapat membuat dokumen perencanaan dalam penanggulangan bencana yang biasa disebut Hospital Disaster Plan (Hosdip) baik bencana di dalam rumah sakit (internal disaster) maupun bencana di luar rumah sakit (external disaster). Kebijakan dan penanganan krisis pada kondisi Gawat Darurat dan Bencana, meliputi : 1. Reevaluasi dalam standarisasi model dan prosedur pelayanan Gawat Darurat & Bencana dipelbagai strata fasilitas kesehatan secara berjenjang serta reaktivasi jejaring antar fasilitas kesehatan satu dengan yang lain. 2. Perkuat kemampuan dan aksesibilitas pelayanan Gawat Darurat diseluruh fasilitas kesehatan dengan prioritas awal di daerah rawan bencana dan daerah penyangganya. 1

Upload: mega-noviasari

Post on 29-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hasil Diskusi

1. Jelaskan kebijakan nasional dalam menangani kegawatdaruratan dan bencana ?

Di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun

2010 – 2014 tertera masalah pelayanan kesehatan lain yang perlu mendapat perhatian adalah antisipasi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi

penduduk di daerah rawan bencana dan didaerah rawan terjadinya rawan sosial. Letak geografis Indonesia yang terletak di antara dua lempeng

bumi, rawan dengan terjadinya bencana alam. Tantangan ke depan adalah meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat

melalui sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai untuk merespons dinamika karakteristik penduduk dan kondisi geografis.

Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan

penanganan gawat darurat mulai dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat rumah sakit dan rujukan antara rumah sakit dengan pendekatan lintas

program dan multisektoral. Penanggulangan gawat darurat menekankan respon cepat dan tepat dengan prinsip Time Saving is Life and Limb

Saving. Public Safety Care (PSC) sebagai ujung tombak safe community adalah sarana publik/masyarakat yang merupakan perpaduan dari unsur

pelayanan ambulans gawat darurat, unsure pengamanan (kepolisian) dan unsur penyelamatan. PSC merupakan penanganan pertama

kegawatdaruratan yang membantu memperbaiki pelayanan pra RS untuk menjamin respons cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa dan

mencegah kecacatan, sebelum dirujuk ke Rumah Sakit yang dituju.

Pelayanan di tingkat Rumah Sakit Pelayanan gawat darurat meliputi suatu system terpadu yang dipersiapkan mulai dari IGD, HCU, ICU dan kamar

jenazah serta rujukan antar RS mengingat kemampuan tiap-tiap Rumah Sakit untuk penanganan efektif (pasca gawat darurat) disesuaikan dengan

Kelas Rumah Sakit.

Untuk meningkatkan kemampuan para pimpinan RS dalam manajemen penanggulangan gawat darurat dan bencana, Kementerian Kesehatan

bersama ikatan profesi dan Persatuan Rumahsakit Seluruh Indonesia (PERSI) telah mengembangkan pelatihan HOPE (Hospital Preparedness for

Emergency and Disaster) yang sampai saat ini telah diikuti oleh 802 manajemen rumah sakit. Dengan pelatihan tersebut maka diharapkan semua

pimpinan RS dapat membuat dokumen perencanaan dalam penanggulangan bencana yang biasa disebut Hospital Disaster Plan (Hosdip) baik

bencana di dalam rumah sakit (internal disaster) maupun bencana di luar rumah sakit (external disaster).

Kebijakan dan penanganan krisis pada kondisi Gawat Darurat dan Bencana, meliputi :

1. Reevaluasi dalam standarisasi model dan prosedur pelayanan Gawat Darurat & Bencana dipelbagai strata fasilitas kesehatan secara berjenjang

serta reaktivasi jejaring antar fasilitas kesehatan satu dengan yang lain.

2. Perkuat kemampuan dan aksesibilitas pelayanan Gawat Darurat diseluruh fasilitas kesehatan dengan prioritas awal di daerah rawan bencana

dan daerah penyangganya.

3. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan SDM di bidang Gawat Darurat dan manajemen Bencana secara berjenjang.

4. Penanganan krisis menitik beratkan pada upaya sebelum terjadinya bencana.

5. Optimalisasi pengorganisasian penanganan krisis (gawat darurat dan bencana) baik di tingkat pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota dengan

semangat desentralisasi/otonomi daerah serta memperkuat koordinasi dan kemitraan.

6. Pemantapan jaringan lintas program dan lintas sektoral dalam penanganan krisis.

7. Membangun jejaring sistem informasi yang terintegrasi dan online agar diperoleh data yang valid dan real time serta mampu memberikan

pelbagai informasi tentang situasi terkini pada saat terjadi bencana.

8. Setiap korban akibat krisis diupayakan semaksimal mungkin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan cepat, tepat dan ditangani secara

profesional.

9. Memberdayakan kemampuan masyarakat (Community Empowerement) khususnya para stakeholder yang peduli dengan masalah krisis di

bidang kesehatan dengan melakukan sosialisasi terhadap pengorganisasian, prosedur, sistem pelaporan serta dilibatkan secara aktif dalam proses

perencanaan, monitoring dan evaluasi.

10. Pemantapan regionalisasi penanganan krisis untuk mempercepat reaksi tanggap darurat.

1

Page 2: Hasil Diskusi

Guna mencapai SPDGT dan Penanggulangan Krisis akibat bencana, dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :

1. Reevaluasi terhadap kemampuan dan sumber daya yang ada, serta sejauhmana sistem tersebut masih berjalan saat ini yang harus

ditindaklanjuti dengan perencanaan dan prioritas dalam penganggarannya.

2. Revisi dan penyempurnaan terhadap peraturan pelaksanaan/pedoman, standar, SPO, pengorganisasian dan modul pelatihan untuk disesuaikan

dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kondisi lingkungan saat ini yang terkait dengan keterpaduan dalam penanganan gawat

darurat dan manajemen bencana.

3. Meningkatkan upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan penanganan krisis dan masalah kesehatan lain.

4. Mendorong terbentuknya unit kerja untuk penanganan masalah krisis kesehatan lain di daerah.

5. Mengembangkan sistem manajemen penanganan masalah krisis dan masalah kesehatan lain hingga ke tingkat Desa. Setiap Provinsi dan

Kabupaten/Kota berkewajiban membentuk satuan tugas kesehatan yang memiliki kemampuan dalam penanganan krisis dan masalah kesehatan di

wilayahnya secara terpadu berkoordinasi.

6. Menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung pelayanan kesehatan bagi korban akibat krisis dan masalah kesehatan lain

dengan memobilisasi semua potensi.

7. meningkatkan pemberdataan dan kemandirian masyarakat dalam mengenal, mencegah dan mengatasi krisis dan masalah kesehatan lain di

wilayahnya.

8. Mengembangkan sistem regionalisasi penanganan krisis dan masalah kesehatan lain melalui pembentukan pusat-pusat penanganan regional.

9. Monitoring evaluasi secara berkesinambungan dan ditindak lanjuti dengan pelatihan dan simulasi untuk selalu meningkatkan profesional dan

kesiap siagaan. Itu sebabnya diperlukan upaya untuk selalu meningkatkan kualitas dan kuantitas petugas melalui pendidikan dan latihan.

10. Pengembangan sistem e-health, secara bertahap disesuai dengan prioritas kebutuhan khususnya sistem informasi dan komunikasi.

11. Memperkuat jejaring informasi dan komunikasi melalui peningkatan intensitas pertemuan koordinasi dan kemitraan lintas program/lintas

sektor, organisasi non Pemerintah, masyarakat dan mitra kerja Internasional secara berkala. Dengan berjalannya SPGDT tersebut, diharapkan

terwujudlah Safe Community yaitu suatu kondisi/keadaan yang diharapkan dapat menjamin rasa aman dan sehat masyarakat dengan melibatkan

peran aktif seluruh masyarakat khususnya dalam penanggulangan gawat darurat sehari-hari maupun saat bencana.

INITIAL ASSESSMENT DAN PENGELOLAANNYA

Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu

berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment

( penilaian awal ).

Penilaian awal meliputi:

1. Persiapan

2. Triase

3. Primary survey (ABCDE)

4. Resusitasi

5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi

6. Secondary survey

7. Tambahan terhadap secondary survey

8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan

9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik

Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam

INITIAL ASSESSMENT DAN PENGELOLAANNYA

I. PERSIAPAN

2

Page 3: Hasil Diskusi

A. Fase Pra-Rumah Sakit

1. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan

2. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian.

3. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan

riwayat penderita.

B. Fase Rumah Sakit

1. Perencanaan sebelum penderita tiba

2.Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau

3. Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau

4. Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-waktu dibutuhkan.

5. Pemakaian alat-alat proteksi diri

II. TRIASE

Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Dua jenis triase :

A. Multiple Casualties

Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa

dan multi trauma akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

B. Mass Casualties

Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar

dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal :

A. Label hijau

Penderita tidak luka . Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan.

B. Label kuning

Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor UGD.

C. Label merah

Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD apabila

sewaktu-waktu akan dilakukan operasi

D. Label biru

Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD disiapkan untuk masuk intensive care unit atau

masuk kamar operasi.

E. Label hitam

Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah.

3

Page 4: Hasil Diskusi

Gambar 1Alur Skema Triase

4

Ukur Tanda Vital dan Tingkat Kesadaran

GCS<14 atau Tek. Darah Sistolik<90 atau RR<10 atau >29 atau RTS<11 atau PTS<9

YA. Panggil tim trauma TIDAK. Nilai anatomi cedera

Flail chest Paralisis ekstremitas Fraktur 1/lebih fraktur tulang Fraktur pelvis Panjang Kombinasi trauma-luka bakar Amputasi proks. Wrist/ankle Luka bakar luas Cedera Tembus kepala, leher, toraks abdomen, proksimal lutut/siku Fr. Tengkorak, terbuka dan impresi

YA. Panggil tim trauma TIDAK. Nilai mekanismecedera dan bukti benturan keras

Terlempar dari mobil Waktu ekstrikasi >20 menit Meninggal di mobil yang sama Jatuh > 6 m Pejalan kaki terlempar/terlindas Mobil terbalik Mobil kecepatan tinggi Pejalan kaki X Mobil kecepatan

Kecepatan >64 km/jam > 8 km/jam Mobil penyok >50 cm KLL motor kecepatan > 32 km/jam Instruksi dalam kabin > 30 cm atau moto-pengendara terpisah

YA. Panggil tim trauma ataurujuk ke pusat trauma

TIDAK

Umur < 5 atau > 55 tahun Penyakit jantung-paru Hamil IDDM, Sirosis Imunosupresi morbid obesity, koagulopati

YA. Panggil tim traumarujuk ke pusat trauma

TIDAK, Re evaluasi bersama control medik

LANGKAH 1

LANGKAH 2

LANGKAH 3

LANGKAH 4

Page 5: Hasil Diskusi

III. PRIMARY SURVEY

A. Airway dengan kontrol servikal

1. Penilaian

a. Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)

b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi

2. Pengelolaan airway

a. Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi

b. Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid

c. - Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal

- Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabel 1 )

3. Fiksasi leher

4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan

kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.

5. Evaluasi

Tabel 1- Indikasi Airway Definitif

Kebutuhan untuk perlindungan airway Kebutuhan untuk ventilasi

Tidak sadar Apnea

• Paralisis neuromuskuler

• Tidak sadar

Fraktur maksilofasial Usaha nafas yang tidak adekuat

• Takipnea

• Hipoksia

• Hiperkarbia

• Sianosis

Bahaya aspirasi

• Perdarahan

• Muntah - muntah

Cedera kepala tertutup berat yang

membutuhkan hiperventilasi singkat,

bila terjadi penurunan keadaan neurologis

Bahaya sumbatan

• Hematoma leher

• Cedera laring, trakea

• Stridor

5

Page 6: Hasil Diskusi

Gambar 2Algoritme Airway

Keperluan Segera Airway Definitif

Kecurigaan cedera servikal

Oksigenasi/Ventilasi

Apneic BernafasIntubasi orotrakeal Intubasi Nasotrakealdengan imobilisasi atau orotrakeal

servikal segaris dengan imobilisasiservikal segaris*

Cederamaksilofasial berat

Tidak dapat intubasi Tidak dapat intubasi Tidak dapat intubasi

Tambahan farmakologik

Intubasi orotrakeal

Tidak dapat intubasi

Airway Surgical

* Kerjakan sesuai pertimbangan klinis dan tingkat ketrampilan/pengalaman

B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi

1. Penilaian

a. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi

b. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan

c. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau

tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.

d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor

e. Auskultasi thoraks bilateral

2. Pengelolaan

a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit)

b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask

c. Menghilangkan tension pneumothorax

d. Menutup open pneumothorax

e. Memasang pulse oxymeter

3. Evaluasi

6

Page 7: Hasil Diskusi

C. Circulation dengan kontrol perdarahan

1. Penilaian

a. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal

b. Mengetahui sumber perdarahan internal

c. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan

pertanda diperlukannya resusitasi masif segera.

d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.

e. Periksa tekanan darah

2. Pengelolaan

a. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal

b. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah.

c. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes

kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).

d. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.

e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.

f. Cegah hipotermia

3. Evaluasi

D. Disability

1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS

2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi

3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.

E. Exposure/Environment

1. Buka pakaian penderita

2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.

IV. RESUSITASI

A. Re-evaluasi ABCDE

B. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat ( lihat tabel 2 )

C. Evaluasi resusitasi cairan

1. Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal ( lihat gambar 3, tabel 3 dan tabel 4 )

2. Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta awasi tanda-tanda syok

D. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal.

1. Respon cepat

- Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance

- Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah

- Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan

- Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih diperlukan

2. Respon Sementara

- Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah

- Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif

- Konsultasikan pada ahli bedah ( lihat tabel 5 ).

3. Tanpa respon

- Konsultasikan pada ahli bedah

7

Page 8: Hasil Diskusi

- Perlu tindakan operatif sangat segera

- Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio miokard

- Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya ( lihat tabe

Tabel 2- Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah,

Berdasarkan Presentasi Penderita Semula

KELAS I Kelas II Kelas III Kelas IV

Kehilangan Darah (mL) Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000

Kehilangan Darah (%

volume darah)

Sampai 15% 15%-30% 30%-40% >40%

Denyut Nadi <100 >100 >120 >140

Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun

Tekanan nadi

(mm Hg)

Normal atau Naik Menurun Menurun Menurun

Frekuensi Pernafasan 14-20 20-30 30-40 >35

Produksi Urin

(mL/jam)

>30 20-30 5-15 Tidak berarti

CNS/ Status

Mental

Sedikit cemas Agak cemas Cemas,

bingung

Bingung,lesu

(lethargic)

Penggantian Cairan

(Hukum 3:1)

Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan darah Kristaloid dan darah

Table 3-Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok

KONDISI PENILAIAN (Pemeriksaan

Fisik)

PENGELOLAAN

Tension

Pneumothorax

• Deviasi Tracheal

• Distensi vena leher

• Hipersonor

• Bising nafas (-)

• Needle decompression

• Tube thoracostomy

Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal

• Vena leher kolaps

• Perkusi : dullness

• Venous access

• Perbaikan Volume

• Konsultasi bedah

8

Page 9: Hasil Diskusi

• Bising nafas (-) • Tube thoracostomy

Cardiac tamponade • Distensi vena leher

• Bunyi jantung jauh

• Ultrasound

Pericardiocentesis

• Venous access

• Perbaikan Volume

• Pericardiotomy

• Thoracotomy

Perdarahan Intraabdominal • Distensi abdomen

• Uterine lift, bila hamil

• DPL/ultrasonography

• Pemeriksaan Vaginal

• Venous access

• Perbaikan Volume

• Konsultasi bedah

• Jauhkan uterus dari vena cava

Perdarahan Luar • Kenali sumber perdarahan Kontrol Perdarahan

• Direct pressure

• Bidai / Splints

• Luka Kulit kepala yang

berdarah : Jahit

Tabel 4-Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok

KONDISI IMAGE FINDINGS SIGNIFICANCE INTERVENSI

Fraktur Pelvis Pelvic x-ray

• Fraktur Ramus Pubic

• Kehilangan darah kurang

dibanding jenis lain

• Mekanisme

Kompresi Lateral

• Perbaikan Volume

• Mungkin Transfuse

• Hindari manipulasi

berlebih

• Open book • Pelvic volume ↑ • Perbaikan Volume

• Mungkin Transfusi

• Pelvic volume

• Rotasi Internal Panggul

• PASG

• Vertical shear • Sumber perdarahan banyak • External fixator

• Angiography

• Traksi Skeletal

• Konsultasi Ortopedi

Cedera Organ

Dalam

CT scan

• Perdarahan

intraabdomimal

• Potensial kehilangan darah

• Hanya dilakukan bila

hemodinamik stabil

• Perbaikan Volume

• Mungkin Transfusi

• Konsultasi Bedah

9

Page 10: Hasil Diskusi

Tabel 5-Transient Responder

ETIOLOGI PEM.FISIK PEM.DIAGNOSTIK

TAMBAHAN

INTERVENSI

Dugaan Jumlah

perdarahan kurang atau

Perdarahan Berlanjut

• Distensi Abdomen

• Fraktur Pelvis

• Fraktur Pelvis

• Perdarahan Luar

• DPL atau ultrasonografi • Konsultasi Bedah

• Perbaikan Volume

• Mungkin Transfusi

• Pasang bidai

Nonhemorrhagic

• Cardiac tamponade

• Distensi vena leher

• Bunyi jantung jauh

• Ultrasound

•Bising nafas normal

• Pericardiocentesis • Reevaluasi toraks

• Dekompresi jarum

Tube thoracostomy

• Recurrent/

persistent tension

pneumothorax

• Deviasi Tracheal

•Distensi versa leher

• Hipersonor

• Bising nafas (-)

Tabel 6-Non responder

ETIOLOGI PEM.FISIK PEM.DIAGNOST

TAMBAHAN

INTERVENSI

Massive blood loss

(Class III atau IV)

• Intraabdominal

bleeding

• Distensi Abdomen • DPL/USG • Intervensi segera (ahli

bedah)

•Perbaikan Volume

• Resusitasi Operatif

Nonhemorrhagic

• Tension pneumothorax

• Distensi Vena Leher

• Trachea tergeser

• Suara nafas

menghilang

• Hipersonor

• Chest Decompresion

(Needle

thoracocentesis diteruskan

dengan tube thoracostomy)

• Mungkin diperlukan

penggunaan monitoring

invasive

Nonhemorrhagic

•Cardiac tamponade

• Distensi vena leher

• Bunyi jantung jauh

• Ultrasound

•Bising nafas normal

•Pericardiocentesis • Nilai ulang ABCDE

• Nilai ulang jantung

• Pericardiocentesis

• Cedera tumpul jantung • Nadi # teratur

• Perfusi jelek

• EKG : kelainan iskemik

• Transesophageal

echocardiography

• Ultrasonography

(pericardial)

• Persiapan OK

• Invasive monitoring

• Inotropic support

• Pertimbangkan operasi

10

Page 11: Hasil Diskusi

V. TAMBAHAN PADA PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASI

A. Pasang EKG

1. Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus dicurigai adanya hipoksia dan hipoperfusi

2. Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia

B. Pasang kateter uretra

1. Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi pemasangan kateter urine

2. Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau BPH, jangan dilakukan manipulasi atau instrumentasi,

segera konsultasikan pada bagian bedah

3. Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine

4. Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal dan hemodinamik penderita

5. Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi

C. Pasang kateter lambung

1. Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma maksilofacial yang merupakan kontraindikasi pemasangan nasogastric

tube, gunakan orogastric tube.

2. Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena bahaya aspirasi bila pasien muntah.

D. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium

Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah, Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine

dan pemeriksaan laboratorium darah.

E. Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST

1. Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral, menggunakan mesin x-ray portabel dan atau FAST bila terdapat kecurigaan

trauma abdomen.

2. Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat

dilakukan pada saat secondary survey.

3. Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus dilakukan.

VI. SECONDARY SURVEY

A. Anamnesis

Anamnesis yang harus diingat :

A : Alergi

M : Mekanisme dan sebab trauma

M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)

P : Past illness

L : Last meal (makan minum terakhir)

E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.

B. Pemeriksaan Fisik ( lihat tabel 7 )

11

Page 12: Hasil Diskusi

Tabel 7- Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey

Hal yang

dinilai

Identifikasi/

tentukanPenilaian Penemuan Klinis Konfirmasi dengan

Tingkat

Kesadaran

• Beratnya trauma

kapitis

• Skor GCS • 8, cedera kepala

berat

• 9 -12, cedera kepala

sedang

• 13-15, cedera kepala

ringan

• CT Scan

• Ulangi tanpa

relaksasi Otot

Pupil • Jenis cedera kepala

• Luka pada mata

• Ukuran

• Bentuk

• Reaksi

• "mass effect"

• Diffuse axional injury

• Perlukaan mata

• CT Scan

Kepala • Luka pada kulit

kepala

• Fraktur tulang

tengkorak

• Inspeksi adanya luka

dan fraktur

• Palpasi adanya

fraktur

• Luka kulit kepala

• Fraktur impresi

• Fraktur basis

• CT Scan

Maksilofasial • Luka jaringan lunak

• Fraktur

• Kerusakan syaraf

• Luka dalam

mulut/gigi

• Inspeksi : deformitas

• Maloklusi

• Palpasi : krepitus

• Fraktur tulang wajah

• Cedera jaringan

lunak

• Foto tulang wajah

• CT Scan tulang wajah

Leher • Cedera pada faring

• Fraktur servikal

• Kerusakan vaskular

• Cedera esofagus

• Gangguan neurologis

• Inspeksi

• Palpasi

• Auskultasi

• Deformitas faring

• Emfisema subkutan

• Hematoma

• Murmur

• Tembusnya platisma

• Nyeri, nyeri tekan C

spine

• Foto servikal

• Angiografi/ Doppler

• Esofagoskopi

• Laringoskopi

Toraks • Perlukaan dinding

toraks

• Emfisema subkutan

• Pneumo/

hematotoraks

• Cedera bronchus

• Kontusio paru

• Kerusakan aorta

torakalis

• Inspeksi

• Palpasi

• Auskultasi

• Jejas, deformitas,

gerakan

• Paradoksal

• Nyeri tekan dada,

krepitus

• Bising nafas

berkurang

• Bunyi jantung jauh

• Krepitasi

mediastinum

• Nyeri punggung

hebat

• Foto toraks

• CT Scan

• Angiografi

• Bronchoskopi

• Tube torakostomi

• Perikardio sintesis

• USG Trans-Esofagus

12

Page 13: Hasil Diskusi

Tabel 7- Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey ( lanjutan )

Hal yang

Dinilai

Identifikasi/ tentukan Penilaian Penemuan klinis Konfirmasi dengan

Abdomen/

pinggang

• Perlukaan dd.

Abdomen

• Cedera intra-

peritoneal

• Cedera

retroperitoneal

• Inspeksi

• Palpasi

• Auskultasi

• Tentukan arah

penetrasi

• Nyeri, nyeri tekan

abd.

• Iritasi peritoneal

• Cedera organ viseral

• Cedera

retroperitoneal

• DPL

• FAST

• CT Scan

• Laparotomi

• Foto dengan kontras

• Angiografi

Pelvis • Cedera Genito-

urinarius

• Fraktur pelvis

• Palpasi simfisis pubis

untuk pelebaran

• Nyeri tekan tulang

elvis

• Tentukan instabilitas

pelvis (hanya satu

kali)

• Inspeksi perineum

• Pem. Rektum/vagina

• Cedera Genito-

rinarius (hematuria)

• Fraktur pelvis

• Perlukaan perineum,

rektum, vagina

• Foto pelvis

• Urogram

• Uretrogram

• Sistogram

• IVP

• CT Scan dengan

kontras

Medula

spinalis

• Trauma kapitis

• Trauma medulla

spinalis

• Trauma syaraf perifer

• Pemeriksaan

motorik

• Pemeriksaan

sensorik

• "mass effect"

unilateral

• Tetraparesis

Paraparesis

• Cedera radiks syaraf

• Foto polos

• MRI

Kolumna

Vertebralis

• Fraktur

• lnstabilitas kolumna

Vertebralis

• Kerusakan syaraf

• Respon verbal

terhadap nyeri,

tanda lateralisasi

• Nyeri tekan

• Deformitas

• Fraktur atau

dislokasi

• Foto polos

• CT Scan

Ekstremitas • Cedera jaringan lunak

• Fraktur

• Kerusakan sendi

• Defisit neuro-

vascular

• Inspeksi

• Palpasi

• Jejas,

pembengkakan,

pucat

• Mal-alignment

• Nyeri, nyeri tekan,

Krepitasi

• Pulsasi hilang/

berkurang

• Kompartemen

• Defisit neurologis

• Foto ronsen

• Doppler

• Pengukuran tekanan

kompartemen

• Angiografi

VII. TAMBAHAN PADA SECONDARY SURVEY

A. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan teliti dan pastikan hemodinamik stabil

13

Page 14: Hasil Diskusi

B. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain

C. Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :

1. CT scan kepala, abdomen

2. USG abdomen, transoesofagus

3. Foto ekstremitas

4. Foto vertebra tambahan

5. Urografi dengan kontras

VIII. RE-EVALUASI PENDERITA

A. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap

resusitasi.

B. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin

C. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan

IX. TRANSFER KE PUSAT RUJUKAN YANG LEBIH BAIK

A. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien

yang masih memungkinkan untuk dirujuk.

B. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama perjalanan serta komunikasikan dengan dokter pada

pusat rujukan yang dituju.

1. Bagaimana prosedur evakuasi korban gawat darurat/bencana ?

Evakuasi korban

Alat Pengangkutan

Dalam melaksanakan proses evakusi korban ada beberapa cara atau alat bantu, namun hal tersebut sangat tergantung pada kondisi yang

dihadapi (medan, kondisi korban ketersediaan alat). Ada dua macam alat pengangkutan, yaitu:

1. Manusia

Manusia sebagai pengangkutnya langsung. Peranan dan jumlah pengangkut mempengaruhi cara angkut yang dilaksanakan.

Bila satu orang maka penderita dapat:

· Dipondong : untuk korban ringan dan anak-anak

· Digendong : untuk korban sadar dan tidak terlalu berat serta tidak patah tulang

· Dipapah : untuk korban tanpa luka di bahu atas,

Bila dua orang maka penderita dapat:

Maka pengangkutnya tergantung cidera penderita tersebut dan diterapkan bila korban tak perlu diangkut berbaring dan tidak boleh untuk

mengangkut korban patah tulang leher atau tulang punggung.

14

Page 15: Hasil Diskusi

· Dipondong : tangan lepas dan tangan berpegangan

· Model membawa balok

· Model membawa kereta

2. Alat bantu

· Tandu permanen

· Tandu darurat

· Kain keras / ponco / jaket lengan panjang

· Tali / webbing

Persiapan :

Yang perlu diperhatikan:

1. Kondisi korban memungkinkan untuk dipindah atau tidak berdasarkanpenilaian kondisi dari: keadaan respirasi, pendarahan, luka, patah

tulang dan angguan persendian

2. Menyiapkan personil untuk pengawasan pasien selama proses evakuasi

3. Menentukan lintasan evakusi serta tahu arah dan tempat akhir korban diangkut

4. Memilih alat

5. Selama pengangkutan jangan ada bagian tuhuh yang berjuntai atau badan penderita yang tidak daolam posisi benar.

1. Apa tanda-tanda kegawatdaruratan (Emergency sign) dan tanda prioritas (Priority sign) kegawatdaruratan pada kasus traumatologi ?

Kata triase (triage) berarti memilih. Jadi triase adalah proses skrining secara cepat terhadap semua anak sakit segera setelah tiba di rumah sakit

untuk mengidentifikasi ke dalam salah satu kategori berikut:

- Dengan tanda kegawatdaruratan (EMERGENCY SIGNS): memerlukan penanganan kegawatdaruratan segera.

- Dengan tanda prioritas (PRIORITY SIGNS): harus diberikan prioritas dalam antrean untuk segera mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan

tanpa ada keterlambatan.

- Tanpa tanda kegawatdaruratan maupun prioritas: merupakan kasus NON-URGENT sehingga dapat menunggu sesuai gilirannya untuk

mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan.

15

Page 16: Hasil Diskusi

Periksa tanda kegawatdaruratan dalam 2 tahap:

• Tahap 1: Periksa jalan napas dan pernapasan, bila terdapat masalah, segera berikan tindakan untuk memperbaiki jalan napas dan berikan napas

bantuan.

• Tahap 2: Segera tentukan apakah anak dalam keadaan syok, tidak sadar, kejang, atau diare dengan dehidrasi berat.

SYOK

Syok adalah ketidaknormalan dari sistem peredaran darah yang mengakibatkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat.

Jenis-jenis syok :

1. Syok hemoragik (hipovolemik)

* Disebabkan kehilangan akut dari darah atau cairan tubuh.

* Jumlah darah yang hilang akibat trauma sulit diukur dengan tepat bahkan pada trauma tumpul sering diperkirakan terlalu rendah.

Ingat bahwa :

o Sejumlah besar darah dapat terkumpul dalam rongga perut dan pleura.

o Perdarahan patah tulang paha (femur shaft) dapat mencapai 1500-2000 .

o Perdarahan patah tulang panggul (pelvis) dapat melebihi 2000-3000 cc .

2. Syok kardiogenik

* Disebabkan berkurangnya fungsi jantung, antara lain akibat :

o Kontusio miokard

o Tamponade jantung

o Pneumotoraks tension

o Luka tembus jantung

o Infark miokard

* Penilaian tekanan vena jugularis sangat penting dan sebaiknya ECG dapat direkam.

3. Syok neurogenik

* Ditimbulkan oleh hilangnya tonus simpatis akibat cedera sumsum tulang belakang (spinal cord).

* Gambaran klasik adalah hipotensi tanpa disert takhikardiaa atau vasokonstriksi.

4. Syok septik

* Jarang ditemukan pada fase awal dari trauma, tetapi sering menjadi penyebab kematian beberapa minggu sesudah trauma (melalui

gagal organ ganda).

16

Page 17: Hasil Diskusi

* Palingsering dijumpai pada korban luka tembus abdomen dan luka bakar.

17