hasil diskusi tatap muka 2

29
LAPORAN HASIL DISKUSI MODUL 2 Topik : GAP KOMUNIKASI Kelompok : D Tanggal Diskusi : 7 April 2015 Pembimbing : Bambang Soemarjono, drg., M.Kes Ananta Tantri B., drg., M.Kes, SpKG(K) Penyusun : No . Nama NIM 1. DeaSyarafina P.W. 021411131034 2. Lisa Rosullia 021411131035 3. AfrizalErviyansyah 021411131036 4. Anita Firdausi 021411131037 5. M. Egiarta Bimarahmanda 021411131038 6. Sugandi Mastia Anugrah 021411131039 7. Nafilah Karimah 021411131040 8. Bilqis Inas Nur Hanifah 021411131041 9. Santri Khumairo’ 021411131042

Upload: dea-syarafina

Post on 11-Nov-2015

245 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

hambatan dalam komunikasi

TRANSCRIPT

LAPORAN HASIL DISKUSI MODUL 2

Topik: GAP KOMUNIKASIKelompok: DTanggal Diskusi: 7 April 2015Pembimbing: Bambang Soemarjono, drg., M.Kes Ananta Tantri B., drg., M.Kes, SpKG(K)

Penyusun :No.NamaNIM

1.DeaSyarafina P.W.021411131034

2.Lisa Rosullia021411131035

3.AfrizalErviyansyah021411131036

4.Anita Firdausi021411131037

5.M. Egiarta Bimarahmanda 021411131038

6.Sugandi Mastia Anugrah021411131039

7.Nafilah Karimah021411131040

8.Bilqis Inas Nur Hanifah021411131041

9.Santri Khumairo Jelita021411131042

10.Bhetari Dwitya Dhinugrahini021411131043

11.Ni Putu Clara Pita Loka021411131044

12.Mariera Anisa021411133017

13.Hazimi Bin Ismail021411133019

14.Natasya Radityarini021411133020

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS AIRLANGGA2015BAB 1 PENDAHULUAN

Latar BelakangKomunikasi dokter pasien adalah hubungan yang berlangsung antara dokter/dokter gigi dengan pasiennya selama proses pemeriksaan/pengobatan. Komunikasi sangat dibutuhkan antara dokter gigi dan pasien. Hal ini penting karena rasa percaya dimulai dari komunikasi yang baik. Dokter gigi harus mempunyai skills komunikasi yang mumpuni agar perawatan dapat terlaksana. Pasien yang telah menaruh kepercayaan kepada dokter gigi akan mampu digali informasi lebih dalam sehingga dokter gigi dapat mendiagnosa lebih mudah dan memperkirakan rencana perawatan yang tepat. Komunikasi yang terjadi antara dokter gigi dan pasien sendiri dikatakan baik dan efektif ketika pasien mengerti dan menyepakati setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan oleh dokter gigi sebagai wujud pengobatan terhadap penyakit yang dideritanya.SkenarioSeorang pasien perempuan usia 25 tahun datang ke dokter gigi untuk memperbaiki gigi anteriornya yang patah dan tidak pernah sakit. Setelah pemeriksaan, pasien diberi alternatif perawatannya, dan dokter gigi menyarankan untuk dibuatkan mahkota porselen agar kuat namun butuh waktu dan biaya untuk pembuatannya. Dengan berbagai alasan pasien meminta ditumpat saat itu juga. Akhirnya permintaan pasien dipenuhi karena dokter gigi merasa sudah memberi penjelasan untung ruginya. Sebulan kemudian pasien tersebut menghubungi dokter gig melalui telepon, mengeluh kalau tambalannya patah dan menyalahkan dokter gigiRumusan Masalah1. Apa yang dimaksud dengan gap komunikasi?2. Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam gap komunikasi?3. Faktor apa yang mempengaruhi terjadinya gap komunikasi?4. Bagaimana cara mengatasi gap komunikasi?Tujuan Penulisan1. Mampu memahami gap komunikasi 2. Mampu melakukan komunikasi dengan baik 3. Mampu memahami cara berkomunikasi dengan baik 4. Mampu melakukan komunikasi dengan orang tanpa terjadinya gap komunikasiBAB 2TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Konsep DiriKonsep diri adalah semua bentuk kepercayaan, perasaan, dan penilaian yang diyakini individu tentang dirinya sendiri dan mempengaruhi proses interaksi sosial dengan lingkungan sekitar. Konsep diri tidaklah langsung dimiliki ketika seseorang lahir di dunia melainkan suatu rangkaian proses yang terus berkembang dan membedakan individu satu dengan yang lainnya. Perkembangan konsep diri dipengaruhi oleh berbagai faktor dimana faktor-faktor tersebut akan memunculkan stressor bagi individu yang memungkinkan memacu permasalahan gangguan konsep diridimana salah satunya merupakan konsep diri kurang (Murwani, 2008).Konsep diriadalah pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu (Mulyana, 2000).Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimiliki individu dapat diketahui lewat informasi, pendapat, penilaian atau evaliasi dari orang lain mengenai dirinya. Individu akan mengetahui dirinya cantik, pandai, atau ramah jika ada informasi dari orang lain mengenai dirinya. Sebaliknya, individu tidak tahu bagaimana ia dihadapkan orang lain tanpa ada informasi atau masukan dari lingkungan maupun orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung individu telah menilai dirinya sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri itu meliputi watak dirinya, orang lain dapat menghargai dirinya atau tidak, dirinya termasuk orang yang berpenampilan menarik, cantik atau tidak.Menurut Adi W. Gunawan (2005), yang menyebut dirinya seorang Re-Educator dan Mind Navigator mengatakan konsep diri diibaratkan sebagai sebuah sistem yang menjalankan komputer mental yang mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Konsep diri yang telah ter-install akan masuk ke pikiran bawah sadar dan mempunyai bobot pengaruh sebesar 88% terhadap level kesadaran seseorang. Semakin baik konsep diri maka akan semakin mudah seseorang untuk berhasil.Konsep diri merupakan cara individu melihat pribadinya secara utuh, menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial, dan spiritual. Termasuk di dalamnya adalah persepsi individu tentang sifat dan potensi yang dimilikinya, interaksi individu dan orang lain maupun lingkungannya, nilai nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, serta tujuan, harapan dan keinginannya (Sunaryo, 2004).Konsep diri akan memberikan pengaruh terhadap proses berpikir, perasaan, keinginan,nilai maupun tujuan hidup seseorang (Clemes dan Bean, 2001).Dari beberapa pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwapengertian konsep diri adalahcara pandang secara menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan terdekatnyaMemiliki konsep diri yang negatif dapat mengakibatkan seseorang selalu memiliki pikiran negatif terhadap orang lain. Konsep diri negatif sangat merugikan bagi pemiliknya, karena dapat mengurangi open area terhadap orang lain di ingkungannya.

Pengertian KomunikasiPengertian komunikasi secara umum (Uchjana, 1992:3) dapat dilihat dari dua sebagai: 1. Pengertian komunikasi secara etimologis Komunikasi berasal dari bahasa latin communication, dan bersumber juga dari kata communis yang artinya sama, dalam arti kata sama makna. Jadi komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan.1. Pengertian komunikasi secara terminologis Komunikasi yang berarti penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Komunikasi menurut beberapa ahli diantaranya adalah menurut Everett Rogers dalam Hafied Cangara (1998:20) Komunikasi didefinisikan sebagai proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk merubah tingkah laku mereka. Sedangkan menurut Arni Muhammad (2005:5) Komunikasi dedefinisikan sebagai Pertukaran pesan verbal maupun non verbal antara si pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi sebagai suatu proses pengiriman dan penyampaian pesan baik berupa verbal maupun non verbal oleh seseorang kepada orang lain untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tidak langsung melalui media. Komunikasi yang baik harus disertai dengan adanya jalinan pengertian antara kedua belah pihak (pengirim dan penerima), sehingga yang dikomunikasikan dapat dimengerti dan dilaksanakan.2.2.1 Psikologi KomunikasiKomunikasi dan Psikologi adalah bidang yang saling berkaitan satu sama lain, terlebih sama-sama melibatkan manusia. Komunikasi adalah kegiatan bertukar informasi yang dilakukan oleh manusia untuk mengubah pendapat atau perilaku manusia lainnya. Sementara, perilaku manusia merupakan objek bagi ilmu psikologi. Sehingga, terbentuklahteori psikologi komunikasi.Komunikasi merupakan sebuah peristiwasosialyang terjadi ketika seorang manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Secara psikologis, peristiwa sosial akan membawa kita kepada psikologi sosial. Pendekatan psikologi sosial adalah juga pendekatan psikologi komunikasi.Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri komunikasi, psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang memengaruhi perilaku komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak sifat-sifatnya dan bertanya : Apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi berhasil dalam memengaruhi orang lain, sementara sumber komunikasi yang lain tidak?Psikologi juga tertarik pada komunikasi diantara individu : bagaimana pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respon pada individu lainnya. Komunikasi boleh ditujukan untuk memberikan informasi, menghibur, atau memengaruhi. Persuasif sendiri dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi dan mengendalikan perilaku orang lain melalui pendekatan psikologis.Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang dapat menghasilkan feedback yang baik antara pendengar dan pemicara. Feedback adalah sensori informasi yang diterima seseorang sebagai hasil meresponnya (Rink, 1985).

2.2.2 Komunikasi InterpersonalSecara konstektual, komunikasi interpersonal digambarkan sebagai suatu komunikasi antara dua individu atau sedikit individu, yang mana saling berinteraksi, saling memberikan umpan balik satu sama lain. Namun, memberikan definisi konstektual saja tidak cukup untuk menggambarkan komunikasi interpersonal karena setiap interaksi antara satu individu dengan individu lain berbeda-beda. Arni Muhammad (2005:159) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal merupakan proses penyampaian informasi, pikiran dan sikap tertentu antara dua orang atau lebih yang terjadi pergantian pesan baik sebagai komunikan maupun komunikator dengan tujuan untuk mencapai saling pengertian, mengenai masalah yang akan dibicarakan yang akhirnya diharapkan terjadi perubahan perilaku. Melakukan komunikasi interpersonal dengan baik akan menghasilkan umpan balik yang baik pula. Komunikasi interpersonal diperlukan untuk mengatur tata krama pergaulan antar manusia, sebab dengan melakukan komunikasi interpersonal dengan baik akan memberikan pengaruh langsung pada struktur seseorang dalam kehidupannya (Cangara, 2006). Komunikasi interpersonal dalam keluarga sangat penting karena dengan adanya komunikasi interpersonal antar sesama anggota keluarga maka akan tercipta hubungan yang harmonis dan dapat diketahui apa yang diinginkan dan yang tidak diinginkan oleh salah satu anggota keluarga. Yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal dalam keluarga yaitu hubungan timbal balik antara anggota keluarga untuk berbagi berbagai hal dan makna dalam keluarga. Tujuan dari komunikasi interpersonal dalam keluarga yaitu untuk mengetahui dunia luar, untuk mengubah sikap dan prilaku. Oleh karena itu dengan melakukan komunikasi interpersonal yang baik diharapkan perkembangan pemahaman moral akan berjalan baik pada seorang remaja. (Widjaya, 2000). Faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal agar menjadi lebih efektif adalah (Widjaya,2000) :1. Keterbukaan Sifat keterbukaan menunjukkan paling tidak dua aspek tentang komunikasi interpersonal. Aspek pertama yaitu, bahwa kita harus terbuka pada orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Dari sini orang lain akan mengetahui pendapat, pikiran dan gagasan kita. Sehingga komunikasi akan mudah dilakukan. Aspek kedua dari keterbukaan merujuk pada kemauan kita untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain dengan jujur dan terus terang segala sesuatu yang dikatakannya, demikian sebaliknya.

2. EmpatiEmpati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada peranan atau posisi orang lain. Mungkin yang paling sulit dari faktor komunikasi adalah kemampuan untuk berempati terhadap pengalaman orang lain. Karena dalam empati, seseorang tidak melakukan penilaian terhadap perilaku orang lain tetapi sebaliknya harus dapat mengetahui perasaan, kesukaan, nilai, sikap dan perilaku orang lain.3. Perilaku SportifKomunikasi interpersonal akan efektif bila dalam diri seseorang ada perilaku sportif, artinya seseorang dalam menghadapi suatu masalah tidak bersikap bertahan (defensif).

BAB 3KERANGKA KONSEP

Keywords: perempuan, usia, gigi anterior patah, waktuSEBAGAI DOKTER GIGI HARUS: Membina hub. Interpersonal yang baik Membangun kepercayaan pada pasien Menggunakan gaya bahasa yang mudah diterima Mampu menjadi pendengar yang efektif Membangun kerjasama yang baik dengan pasienCARA MENGATASIDOKTER: Gaya Bahasa Pendekatan InterpersonalPASIEN: Kebutuhan EkspektasiFAKTORGAP KOMUNIKASIPENYEBAB:Kepercayaan antara dokter gigi dengan pasien

BAB 4PEMBAHASAN

Penyebab Gap KomunikasiKomunikasi yang baik antara dokter dan pasien sangat diperlukan karena komunikasi merupakan salah satu kunci keberhasilan dokter dalam upaya pelayanan medis. Jika komunikasi yang terjalin antara dokter dan pasien tidak terjalin dengan baik, maka dapat menimbulkan kendala maupun perselisihan dalam upaya penanganan medis. Dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh dokter dan pasien tidak hanya komunikasi secara verbal dengan cara lisan maupun tulisan, tetapi juga mencakup komunikasi non verbal dengan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan sebagainya. Seorang dokter yang memiliki kemampuan komunikasi baik akan mudah dalam menciptakan hubungan interpersonal dengan pasien, dapat menggali informasi yang dibutuhkan secara tepat dari pasien, berkaitan dengan rencana perawatan medis yang akan dilakukan maupun dalam pengambilan suatu keputusan medis. Efektifitas komuniksi yang baik antara kedua belah pihak akan berdampak pada kesehatan yang lebih baik, kenyamanan, kepuasan pada pasien, dan penurunan resiko malpraktik, serta perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dokter dan pasien. Salah satu anggota Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), dr. Khie Chen yang dikutip (Dianne Berry, 2007:27) mengemukakan bahwa terjadinya sengketa medis lebih sering disebabkan kesenjangan persepsi antara dokter dan pasien. Pada sisi lain, pasien dan keluarga merasa kurang puas dengan proses atau hasil pengobatan yang dilakukan, sedangkan pada sisi lain, dokter dan pihak rumah sakit merasa sudah melakukan pengobatan secara optimal. Sengketa medis ini terjadi karena adanya perbedaan persepsi antara dokter dan pasien mengenai penyakit, adanya ekspektasi yang berlebihan dari pasien terhadap dokter, adanya perbedaan bahasa, makna pesan, dokter dengan pasien, dan atau ketidaksiapan dokter untuk menjalin komunikasi yang empatik. Kemampuan dokter untuk menciptakan hubungan interpersonal yang baik dengan pasien dapat menimbulkan kedekatan dengan pasien. Ketika kedekatan itu terjalin dan pasien merasa nyaman maka akan timbul rasa kepercayaan dari pasien sehingga pasien akan terbuka untuk menyampaikan informasi mengenai dirinya secara tepat untuk menunjang dokter dalam melakukan rencana perawatan medis kepada pasien. Kepercayaan pasien kepada dokter adalah hal yang sangat penting. Tingkat kepercayaan dan keyakinan pasien kepada dokter akan meningkat dengan signifikan jika dokter menciptakan komunikasi yang baik. Seorang pasien biasanya akan sembuh setelah berobat kepada dokter jika tiga hal berikut ini terpenuhi, yaitu: dokter cukup pintar (memiliki pengetahuan) dan berpengalaman untuk mendiagnosis serta mengobati penyakitnya, semua harapan pasien atas penyembuhan penyakitnya (expectation values) dapat terpenuhi, dan pasien memiliki kepercayaan bahwa dokter yang mengobatinya mempunyai kemampuan untuk menyembuhkannya (Hartono, 2006). Sering pula pasien belum pernah bertemu dengan dokter, namun ia sudah percaya bahwa dokter yang menangani pasti akan menyembuhkannya. Kepercayaan tersebut dapat timbul karena dokter tersebut dikenal memiliki track record yang baik dalam menangani pasien, berperilaku baik, dan dapat melakukan komunikasi yang baik kepada pasien sehingga menimbulkan rasa percaya pasien untuk menyerahkan sepenuhnya kepada dokter.Permasalahan yang terjadi pada topik diskusi ini adalah timbulnya gap komunikasi antara dokter dengan pasien. Berdasarkan hasil diskusi kelompok kami, gap komunikasi yang timbul disebabkan karena kurangnya rasa kepercayaan antara dokter dengan pasien. Dalam hal ini dokter kurang dapat menciptakan hubungan interpersonal yang baik dengan pasien sehingga tidak terjadi kedekatan antara dokter dan pasien yang menyebabkan timbulnya rasa kurang percaya. Untuk menciptkan hubungan interpersonal yang baik, dokter harus dapat menyesuaikan dan memahami karakteristik pasien, dalam kasus ini pasien yang ditangani adalah wanita muda berusia 25 tahun dengan keluhan gigi anteriornya yang patah. Hubungan interpersonal yang baik dapat dicapai dengan melakukan komunikasi yang baik dengan pasien. Komunikasi ini mencakup komunikasi verbal dan non verbal untuk menimbulkan kepercayaan pada pasien bahwa tindakan yang dilakukan dokter adalah tindakan yang terbaik. Dokter harus dapat memberikan informasi secara lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti pasien, jika perlu penyampaian informasi ditunjang dengan gadget atau media lain sehingga dapat dengan mudah diterima pasien dan pasien dapat percaya. Ketika informasi yang dijelaskan oleh dokter tersampaikan dengan baik kepada pasien maka akan menimbulkan rasa kepercayaan pasien kepada dokter untuk menyerahkan sepenuhnya kepada dokter dalam menangani masalahnya. Dokter harus benar-benar menyampaikan informasi secara lengkap misalnya dokter harus menjelaskan prosedur perawatan, biaya, resiko perawatan, maupun alternatif perawatan yang terbaik untuk pasien jika diperlukan. Dokter harus bisa menjelaskan informasi semua hal tersebut termasuk mengenai alternatif perawatan dengan benar, dan berusaha meyakinkan pasien bahwa alternatif yang diberikan adalah alternatif perawatan yang terbaik agar pasien dapat membuka pikirannya, mau dirawat, dan percaya kepada dokter. Kemampuan berkomunikasi, mendengarkan, dan kompetensi dokter sangat penting bagi dokter dalam melakukan interaksi dengan pasien sehingga akan memuaskan pasien dan menimbulkan rasa percaya. Hasil dari kepuasaan dan kepercayaan pasien ini adalah loyalitas pasien terhadap dokter. Namun kurangnya rasa saling percaya antara dokter dengan pasien akan menimbulkan hambatan dalam melakukan suatu tindakan medis. Kurangnya kepercayaan pasien terhadap dokter dapat disebabkan karena dokter tersebut kurang mampu menciptakan kedekatan yang baik dengan pasien yang menyebabkan pasien menjadi kurang terbuka dalam menyampaikan informasi. Selain itu, mungkin dalam hal ini dokter kurang mampu melakukan komunikasi yang baik dengan pasien sehingga informasi tidak dapat disampaikan dan diterima dengan baik sehingga menyebabkan adanya gap komunikasi.Faktor Terjadinya Gap Komunikasi4.2.1 Ditinjau dari Aspek Dokter Gigi Sebagai seorang dokter gigi yang memperikan pelayanan hendaknya memiliki skill dan Comunication skill yang baik. Comunication skill utama untuk mengurangi adanya GAP adalah gaya bahasa dan pendekatan intrapersonal dengan pasien yang baik. Comunication skill juga merupakan tools untuk diagnostic. Tanpa Comunication skill yang baik, dokter tidak dapat memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dari pasien untuk Anamnesa. Comunication skill juga membantu dokter gigi untuk mempengaruhi pasien dalam memilih perawatan yang sesuai dengan diagnosis. Dengan adanya Comunication skill yang baik, akan timbul kepercayaan antara pasien dan dokter gigi. Kepercayaan berikut nantinya akan menjadi hubungan kerjasama yang baik, sehingga akan menimbulkan pencitraan sebagai Dokter Gigi yang baik. Pasal 39 Undang-undang Nomor: 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menentukan Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.Yang dimaksud dengan praktik kedokteran dalam ketentuan tersebut adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Hubungan hukum antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam praktik kedokteran timbul,karena adanya kesepakatan antara kedua pihak, atau didasarkan kepada perjanjian diantara mereka.Untuk terjadinya perjanjian terpeutik, Pasal 45 Undang-undang Praktik Kedokteran menentukan setiap tindakan kedokteran atau kedokteran yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasiennya, harus mendapat persetujuan. Dan persetujuan tersebut diberikan setelah pasiaen mendapat penjelasan secara lengkap sekurang-kurangnya mencakup:1. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;2. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;3. Alternatif tindakan lain dan risikonya;4. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.Persetujuan pasien yang dikenal dengan informed consent dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan. Terhadap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditanda tangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. Kesepakatan dalam kontrak terapeutik terjadi pada saat pasien atau orang yang berhak memberikan persetujuan terhadap tindakan media yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi ditanda tangani.Adami Chazawi (Ibid,39) mengemukakaninformed consentberfungsi ganda. Bagi dokter, informed consent dapat membuat rasa aman dalam menjalankan tindakan medis pada pasien, sekaligus dapat digunakan sebagai pembelaan diri terhadap kemungkinan adanya tuntutan atau gugatan dari pasien atau keluarganya apabila timbul akibat yang tidak dikehendaki.Bagi pasien,informed consent merupakan penghargaan terhadap hak haknya oleh doktrer dan dapat digunakan sebagai alasan gugatan terhadap dokter apabila terjadi penyimpangan praktik dokter dari maksud diberikannya persetujuan pelayanan kesehatan (informed consent). Lebih lanjut Adami Chazawi mengemukakan bahwainformed consentpasien atau keluarganya hanya sekedar membebaskan risiko hukum bagi timbulnya akibat yang tidak dikehendaki dalam hal perlakuan medis yang benar dan tidak menyimpang. Walaupun ada persetujuan semacam itu,apabila perlakuan medis dilakukan secara salah sehingga menimbulkan akibat yang tidak dikehendaki,dokter juga tetap terbebani tanggung jawab terhadap akibatnya. Informed consent dari asas hukum perjanjian berfungsi sebaga pemenuhan asas konsensualisme,yang mengandung makna bahwa sejak tercapainya kesepakatan (consensus) diantara para pihak mengenai pokok pokok isi perjanjian,maka perjanjian sudah terjadi. Kedua belah pihak sudah terikat sejak tercapainya kesepakatan, untuk memenuhi kewajiban yang timbul dari perjanjian tersebut dan memperoleh hak haknya sesuai dengan perjanjian atau menurut ketentuan hukum yang berlaku.Bahder Johan (Hukum Kesehatan, Pertanggungjawaban Dokter, 2005:11) mengemukakan Objek dari perjanjian ini adalah berupa upaya atau terapi untuk penyembuhan pasien. Menurut hukum, objek dalam perjanjian dalam trasaksi terapeutik bukan kesmbuhan pasien, melainkan mencari upaya yang tepat untuk kesembuhan pasien. Sementara itu Adami Chazawi (Malpraktik Kedokteran, 2007:44) mengemukakan Kontrak terapeutik antara dokter-pasien bukan termasuk perjanjian resultaats karena objek perjanjian bukan hasil pelayanan medis oleh dokter, tetapi tingkah laku atau perlakuan pelayanan medis yang dilakukan oleh dokter. Perikatan hukum dokter-pasien oleh pakar hukum dimasukkan dalam jenis perikatan yang disebut inspanningsverbintenis yaitu suatu perikatan dimana dokter menjanjikan suatu upaya atau usaha yang terbaik sesuai dengan bidang keahliannya untuk melakukan serangkaian tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien.Ukuran upaya yang terbaik dalam hubungan ini adalah sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional, kebutuhan medis pasien, dan standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.

4.2.2 Ditinjau dari Aspek PasienSetiap orang dapat melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi. Kebutuhan pasien perlu diperhatikan. Dalam kasus ini, pasien tersebut diberi alternatif perawatan untuk gigi anteriornya yang patah dan menyarankan untuk dibuat mahkota porselen agar kuat namun butuh waktu dan biaya untuk pembuatanya. Walaupun dokternya sudah memberi tahu pasien itu tentang rawatan yang terbaik untuk kasus yang giginya patah, pasien tersebut tetap meminta gigi anteriornya yang patah itu ditumpat saat itu juga. Hal ini menunjukkan kebutuhan perawatan yang penting dari pihak pasien. Ini bisa saja dikarenakan pasiennya seorang wanita yang biasanya sangat memperdulikan penampilannya. Dengan gigi anteriornya patah, sudah pasti penampilannya berubah dari semula dan sudah pasti kurang baik dalam segi estetik. Selain itu kemungkinan adanya emosi pada pasien tersebut juga besar, mengingat bahwa kebiasaan wanita yang seringkali emosinya tidak stabil. Kepatahan gigi anterior ini dapat mengganggu emosi pasien secara langsung dan menyebabkan dia kehilangan keyakinan terhadap diri sendiri. Dengan kebutuhan pasien ini, secara tidak langsung pasien ini tidak mendengar saranan dokternya tentang rawatan yang terbaik untuk gigi yang patah dan menginginkan cara perawatan yang paling cepat. Hal inilah yang menyebabkan ada gap komunikasi antara pasien dan dokternya.Hal lain yang menyebabkan gap komunikasi adalah kemungkinan pasien tersebut mempunyai ekspentansi yang tinggi terhadap dokter dan rawatannya. Pasiennya menyangka dengan ditumpat saat itu juga, gigi anteriornya yang patah sudah kembali seperti biasa walaupun sudah diberi tahu untung dan ruginya oleh dokter gigi tersebut. Cara Mengatasi Gap KomunikasiKomunikasi kesehatan melibatkan dokter, pasien, dan keluarga adalah komunikasi yang tidak dapat dihindari dalam kegiatan kesehatan atau klinikal. Pasien datang merobat menyampaikan keluhannya, didengar, dan ditanggapi oleh dokter sebagai respon dari keluhan tersebut. Seorang pasien yang datang berobat memiliki harapan akan kesembuhan penyakitnya, sedangkan seorang dokter mempunyai kewajiban memberikan pengobatan sebaik mungkin. Salah satu anggota Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), dr. Khie Chen yang dikutip (Dianne Berry, 2007:27) mengemukakan bahwa terjadinya sengketa medis lebih sering disebabkan kesenjangan persepsi antara dokter dan pasien. Pada sisi lain, pasien dan keluarga merasa kurang puas dengan proses atau hasil pengobatan yang dilakukan, sedangkan pada sisi lain, dokter dan pihak rumah sakit merasa sudah melakukan pengobatan secara optimal. Sengketa medis ini terjadi karena adanya perbedaan persepsi antara dokter dan pasien mengenai penyakit, adanya ekspektasi yang berlebihan dari pasien terhadap dokter, adanya perbedaan bahasa, makna pesan, dokter dengan pasien, dan atau ketidaksiapan dokter untuk menjalin komunikasi yang empatik.Pelayanan kesehatan yang pada hakekatnya merupakan upaya penyembuhan itu telah mengalami perkembangan. Pada mulanya, pada jamannya HIpocrates upaya penyembuhan/upaya kesehatan hanya terbatas atau menitik beratkan pada segi kuratif (saja) dan hanya menyangkut hubungan interpersonal antara sang pengobat dan sang penderita. Sekarang hal itu telah berkembang kea rah kesatuan upaya kesehatan yang mencakup upaya pramatif (peningkatan), preventif (pencegahan) kuratif (penyembuhan) dan rehabilitative (pemulihan) yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Ini menyangkut hubungan dengan seluruh anggota masyarakat sebab untuk seluruh masyarakat dan dengan peran serta seluruh masyarakat.

Adanya Rasa Kepercayaan antara Dokter Gigi Dan PasienUmumnya orang memilih untuk datang ke dokter gigi hanya saat mereka sudah merasa tidak nyaman karena rasa sakit pada giginya. Mengapa fenomena ini bisa terjadi, Salah satunya adalah karena adanya ketakutan atau kekhawatiran pada diri pasien.Rasa takut itu bisa saja ditimbulkan oleh beberapa hal, antara lain karena pernah mengalami riwayat pengobatan terhadap masalah gigi yang kurang menyenangkan, pengaruh orang tua dan lingkungan yang mungkin sejak kecil sudah menjadikan klinik gigi sebagai "ancaman" bagi anak-anak mereka agar tidak nakal, atau karena "penampilan" operator dalam hal ini dokter atau perawat gigi.Dalam profesi kedokteran, komunikasi antara dokter dengan pasien adalah sangat penting. Kemampuan dokter untuk berkomunikasi dengan pasien secara efektif menentukan keberhasilan perawatan. Memang tidak mudah untuk menggali informasi yang lengkap dari pasien yang datang ke klinik atau tempat praktek. Dibutuhkan hubungan saling percaya yang dilandasi dengan keterbukaan sehingga pasien mau memberikan keterangan yang lengkap yang nantinya akan membantu kita sebagai dokter dalam mendiagnosis dan membuat rencana perawatan yang tepat bagi pasien.Komunikasi yang terjadi antara dokter gigi dan pasien sendiri dikatakan baik dan efektif ketika pasien mengerti dan menyepakati setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan oleh dokter gigi sebagai wujud pengobatan terhadap penyakit yang dideritanyaApabila komunikasi efektif antara dokter dengan pasien telah terwujud dengan baik, pasien pun tidak lagi merasa takut atau khawatir bahkan justru merasa nyaman dan puas dengan pelayanan yang diberikan oleh dokter. sekali lagi, komunikasi memegang peranan yang penting dalam menentukan skap pasien dalam menerima diagnosis, bersedia dengan disiplin mematuhi anjuran perawatan yang diberikan oleh dokter dan menentukan sikap pasien pada kunjungan selanjutnya. Lebih jauh, dokter perlu memiliki ketrampilan dalam berkomunikasi agar diperoleh keterangan selengkap-lengkapnya dari pasien mengenai keluhannya sehingga dapat dengan tepat memilih pengobatan atau perawatan yang sesuai dan dengan demikian malpraktek pun dapat dihindari.

Gaya bahasa yang digunakan dokter gigi dapat diterima oleh pasien dan dokter gigi harus menjadi pendengar yang efektifDalam komunikasi efektif antara dokter gigi dengan pasien, dibagi menjadi dua tahap. Pertama, tahap mengumpulkan informasi yang didalamnya terdapat proses anamnesis. Kedua, tahap penyampaian informasi. Tanpa penggalian informasi yang akurat, dokter gigi dapat terjerumus ke dalam tahap penyampaian informasi (termasuk nasihat, sugesti atau motivasi dan konseling) secara prematur. Akibatnya pasien tidak melakukan sesuai anjuran dokter.Dalam tahapan pertama, sebagai dokter gigi harus menjadi pendengar yang efektif. Karena pada tahapan ini dokter gigi dapat memperoleh informasi dari pasien maupun keluarga pasien yang berguna sebagai anamnesis. Juga tidak boleh dilakukan interupsi pada saat pasien menceritakan penyakitnya. Lalu dengan adanya dokter gigi sebagai pendengar efektif, pasien akan merasa nyaman untuk bercerita. Sehingga timbulah kepercayaan dari pasien terhadap dokter gigi tersebut. Dan terciptalah komunikasi yang baik antara dokter gigi dengan pasien.Sedangkan tahapan yang kedua, sebagai dokter gigi harus bisa menyampaikan solusi dari informasi yang baru saja diinfokan oleh pasien. Ada 6 hal yang penting dalam penyampaian informasi ke pasien, yaitu:1. Materi informasi apa yang disampaikan1. Siapa yang diberi informasi1. Berapa banyak atau sejauh mana info yang disampaikan1. Kapan menyampaikan informasi1. Dimana menyampaikan informasi1. Bagaimana menyampaikan informasiPenyampaian informasi tersebut harus dimengerti oleh pasien maupun keluarga pasien, sehingga pasien dapat memberikan kepercayaannya kepada dokter dan timbullah komunikasi yang baik antara dokter dengan pasien. Dan penyampaian informasi dilakukan ketika pemeriksaan telah selesai dilakukan di ruang praktik itu juga, sehingga tidak ada gap komunikasi antara dokter dan pasien.Penyampaian informasi yang dilakukan dokter terhadap pasiennya maupun keluarga pasien harus dengan gaya bahasa yang dapat dimengerti oleh pihak pasien. Meskipun harus dengan menggunakan bahasa orang awam maupun bahasa daerah dari pasien tersebut. Hal tersebut dilakukan agar pasien maupun keluarga dapat menerima penjelasan dari pasien, dan dapat memahami apa yang sedang dideritanya dan apa yang harus ditindaklanjuti oleh dokter tersebut. Sehingga tidak muncul gap komunikasi antara dokter dengan pasien.

Membangun kerja sama yang baik antara dokter gigi dengan pasienMembangun kerja sama antara dokter dengan pasien, sehingga dapat bersama-sama dokter mencari alternatif untuk mengatasi permasalahannya. Kerja sama yang baik akan melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak. Dengan menjalin kerja sama yang baik akan meminimalkan hasil perawatan yang buruk atau yang tidak diinginkan pasien. Hasil perawatan yang tidak sesuai dengan kehendak pasien akan menurunkan nilai dari dokter gigi tersebut. Oleh karena itu, dokter gigi harus dapat menjalin kerja sama yang baik dengan pasien.Kerja sama yang baik dapat dijalin dengan melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan mengenai tindakan yang akan diperbuat dalam rangka pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan. Dengan memberlakukan informed consent sebagai bentuk kerja sama yang baik antara dokter gigi dengan pasien yaitu persetujuan individu (pasien) terhadap pelaksanaan suatu tindakan, seperti operasi atau prosedur diagnostik invasif, berdasarkan pemberitahuan lengkap tentang risiko, manfaat, alternatif, dan akibat penolakan. Pada kasus ini, setelah dokter gigi memberikan penjelasan bahwa pasien harus melakukan serangkaian perawatan terlebih dahulu dan membutuhkan waktu yang cukup lama, dan pasien mendesak untuk segera dilakukan tindakan tanpa perawatan terlebih dahulu, sebaiknya dokter gigi tersebut membuat informed consent sebelum melakukan tindakan penumpatan gigi anterior dari pasien, agar dikemudian hari tidak mendapat komplein sepihak dari pasien tersebut.Tidak hanya dengan informed consent, kerja sama yang baik pada kasus ini yang seharusnya dilakukan dokter gigi tersebut adalah dengan menyinergiskan kompetensi dokter gigi dengan kebutuhan pasien. Usaha penyinergisannya yaitu dengan menggunakan tumpatan sementara pada gigi anterior pasien. Dengan tumpatan sementara itu, pasien akan sedikit lebih puas dibanding dengan proses perawatan terlebih dahulu yang memakan waktu, karena gigi anterior yang dibiarkan dengan kondisi patah dalam waktu yang lama cukup menganggu rasa kepercayaan dirinya di hadapan sosial di usia mudanya sekarang. Pengambilan tindakan dengan tumpatan sementara juga meminimalkan hasil perawatan yang buruk, karena dengan tumpatan sementara pasien terpenuhi kebutuhan estetiknya dan pasien akan kembali untuk melakukan perawatan yang seharusnya dilakukan, sehingga hasil akhir perawatan dari tumpatan permanennya akan lebih tepat.Kerja sama yang baik juga dapat dijalin oleh dokter gigi dengan menyarankan dan mengingatkan pasien tentang kontrol yang harus dijalani. Hal tersebut dilakukan untuk memonitori dan mengecek tumpatan pada gigi anterior pasien secara berkala. Pelaksanaan kontrol yang dilakukan secara rutin, akan meminimalkan hasil perawatan yang buruk.

BAB 5PENUTUP

SimpulanDalam kasus ini, gap komunikasi terjadi karena pendekatan interpersonal yang kurang baik sehingga menyebabkan kurang terbentuk kepercayaan antara pasien dan dokter. Selain itu, kebutuhan yang mendesak dan ekspektasi pesien yang terlalu tinggi juga menjadi faktor lain terbentuknya gap komunikasi. Hal ini dapat diatasi dengan cara membina hubungan interpersonal dan kerjasama yang baik sehingga dapat timbul kepercayaan diantara kedua belah pihak.SaranDari paparan di atas, penulis memberikan saran bahwa menjadi seorang dokter gigi seharusnya:1. Dapat membina hubungan interpersonal yang baik dengan pasiennya2. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien3. Dapat membangun kepercayaan pada pasien4. Mampu menjadi pendengar yang efektif5. Mampu menjalin kerjasama yang baik dengan pasien

DAFTAR PUSTAKA

Cangara, H. (2006). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Clemes, H., Bean, R. 2001. Membangkitkan Harga Diri Anak. Alih bahasa: Anton Adiwiyoto. Jakarta: Mitra Utama.Dianne Berry. 2007. Health Communication: Theory and Practice. McGraw-Hill Education, New York, NY Gunawan, Adi W. (2005). Konsep diri positif:Kunci keberhasilan hidup. (http:/www.tempakul.com)Hartono Andri. 2006. Sembuhkarena, iman, harapandankasih. Kaninus.Yogyakarta. Pp. 37Murwani, Arita. (2008). Pengantar konsep dasar keperawatan. Yogyakarta : Fitramaya. Rink, Judith E. (1985). Teaching Physical Education for Learning. ST. Louis: Times Mirror/Mosby.Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawataan. Jakarta : EGCWidjaja. (2000). Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta : Rineka Cipta.