hakikat manusia menurut islam.docx

28
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia pada dasarnya adalah makhluk ciptaan Allah SWT. Secara biologi, manusia itu merupakan makhluk hidup yang paling sempurna, dimana terbagi menjadi dua jenis (laki-laki dan perempuan). Secara sosiologi, manusia merupakan makhluk sosial dimana perlu berinteraksi antara satu sama lain. Dalam pandangan Islam, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, manusia memiliki tugas tertentu dalam mejalankan kehidupannya di dunia ini. Oleh sebab itu, manusia dikaruniai akal dan pikiran oleh Allah SWT. Akal dan pikiran tersebut yang akan menuntun manusia dalam menjalankan perannya. Seiring dengan perjalanan hidupnya, manusia lalai akan peran dan tugas utamanya di dunia ini. Hiruk pikuk dan kesenangan duniawi yang semu acap kali menjadi penyebab mereka lalai akan tugas dan peran masing-masing. Padahal dengan seua kelebihan yang dimilikinya manusia sudah selayaknya menjalankan peran dan tugasnya. Oleh karena itu, hakikat manusia yang sebenar-benarnya, harus diresapi dengan baik agar manusia itu sendiri kembali pada tujjuan asal mula ia diciptakan. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas maka terdapat beberapa rumusan masalah, diataranya : 1. Bagaimana proses penciptaan manusia? 2. Bagaimana hakikat manusia menurut pandangan islam? 3. Apa fungsi dan tanggung jawab manusia? 1.3 TUJUAN Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka didapat tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

Upload: ilham-bayu-tiasmoro

Post on 29-Nov-2015

64 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Hakikat Manusia Menurut Islam

TRANSCRIPT

Page 1: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANGManusia pada dasarnya adalah makhluk ciptaan Allah SWT. Secara biologi,

manusia itu merupakan makhluk hidup yang paling sempurna, dimana terbagi menjadi dua jenis (laki-laki dan perempuan). Secara sosiologi, manusia merupakan makhluk sosial dimana perlu berinteraksi antara satu sama lain. Dalam pandangan Islam, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, manusia memiliki tugas tertentu dalam mejalankan kehidupannya di dunia ini. Oleh sebab itu, manusia dikaruniai akal dan pikiran oleh Allah SWT. Akal dan pikiran tersebut yang akan menuntun manusia dalam menjalankan perannya.

Seiring dengan perjalanan hidupnya, manusia lalai akan peran dan tugas utamanya di dunia ini. Hiruk pikuk dan kesenangan duniawi yang semu acap kali menjadi penyebab mereka lalai akan tugas dan peran masing-masing. Padahal dengan seua kelebihan yang dimilikinya manusia sudah selayaknya menjalankan peran dan tugasnya. Oleh karena itu, hakikat manusia yang sebenar-benarnya, harus diresapi dengan baik agar manusia itu sendiri kembali pada tujjuan asal mula ia diciptakan.

1.2 RUMUSAN MASALAHBerdasarkan latar belakang diatas maka terdapat beberapa rumusan masalah, diataranya :1. Bagaimana proses penciptaan manusia?2. Bagaimana hakikat manusia menurut pandangan islam?3. Apa fungsi dan tanggung jawab manusia?

1.3 TUJUANBerdasarkan rumusan masalah diatas, maka didapat tujuan dari penulisan makalah ini adalah :1. Menjelaskan proses penciptaan manusia.2. Menjelaskan hakikat manusia menurut pandangan islam.3. Menjelaskan fungsi dan tanggung jawab manusia.

1.4 MANFAATBerdasarkan tujuan diatas, maka didapat manfaat antara lain :1. Pembaca dapat megetahui proses penciptaan manusia.2. Pembaca dapat mengetahui kelebihan dirinya terhadap makhluk lain sehingga

diharapkan semakin bersyukur terhadap apa yang dimilikinya.3. Pembaca dapat mengetahui fungsi penciptaan dirinya dan tanggung jawab dirinya

sehingga diharapkan semakin istiqomah.4. Pembaca dapat mengetahui hakikat manusia menurut pandangan islam.

Page 2: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 PROSES PENCIPTAAN MANUSIA

1. Tahap Penciptaan Manusia

Allah berfirman di dalam al-Qur’an berkenaan tahap-tahap penciptaan manusia

“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (Al-Hajj : 5)

Page 3: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

“12. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. 13. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). 14. kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (Al-Mu’minun : 12-14)

Kata ‘alaqoh memiliki 3 makna, makna pertama adalah ‘lintah’, makna kedua adalah ‘sesuatu yang tergantung’ dan makna yang ketiga adalah ‘segumpal darah’.Ketika membandingkan lintah air tawar dengan embrio pada tahap ‘alaqoh, Profesor Moore, salah seorang saintis anatomi dan embriologi terkemuka di dunia menemukan kesamaan yang banyak pada keduanya. Beliau berkesimpulan bahwa embrio selama tahap ‘alaqoh mendapatkan penampakan yang sangat mirip dengan lintah.

Arti kedua dari ‘alaqoh adalah ‘sesuatu yang tergantung’, dan hal ini adalah apa yang dapat kita lihat pada penempelan embrio di uterus/rahim selama tahap ‘alaqoh. Arti ketiga adalah ‘segumpal darah’. Hal ini signifikan untuk mengamati, sebagaimana pernyataan Profesor Moore, bahwa embrio selama tahap ‘alaqoh mengalami peristiwa internal yang sudah ma’lum, seperti pembentukan darah pada pembuluh tertutup, sampai siklus metabolisme selesai di plasenta. Selama tahap ‘alaqoh, darah ditangkap di dalam pembuluh tertutup dan inilah alasan mengapa embrio memiliki penampakan seperti gumpalan darah, sebagai tambahan dari penampakan seperti lintah

Al-Qur’an mengidentifikasikan tahapan perkembangan prenatal sebagai berikut:- Nuthfah, yang berarti “setetes” atau “sejumlah kecil air”- ‘Alaqoh yang berarti “struktur seperti lintah”- Mudghah yang berarti “struktur bekas kunyahan”- ‘Idhaam yang berarti “tulang” atau “rangka”- Kisaa al-‘Idham bil laham, yang bermakna membungkus tulang dengan daging atau otot.- An-Nasy’a yang berarti “formasi/pembentukan fetus yang sudah jelas”

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwa Adam (manusia pertama) diciptakan dari saripati tanah, kemudian menusia-manusia sesudahnya diciptkanNya dari setetes air mani. Seperti yang tersurat dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala berfirman :

kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. (As-Sajdah : 8)

Page 4: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

Bersatunya air mani dengan sel telur di dalam rahim ini disebut dengan nuthfah. Kemudian setelah lewat 40 hari, dari air mani tersebut Allah menjadikannya segumpal darah yang disebut ‘alaqoh

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah .(Al-Alaq : 2)

Kemudian setelah lewat 40 hari dari fase ‘alaqoh beralih ke fase mudhghah, yaitu segumpal daging. Allah Ta’ala berfirman :

“....kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna....” (Al-Hajj : 5)

Kemudian setelah lewat 40 hari dari fase mudhghah tersebut, Allah subhanahu wa Ta’ala menciptakan daging yang bertulang, dan Dia memerintahkan malaikat untuk meniupkan ruh padana serta mencatat empat kalimat, yaitu rizki, ajal, amal dan sengsara atau bahagia. Jadi, ditiupkannya ruh kepada janin setelah ia berumur 120 hari.

2. Peniupan Ruh

Peniupan ruh terjadi setelah janin berusia empat bulan, memasuki bulan kelima. Pada masa inilah segala hukum mulai berlaku padanya. Karena itu, wanita yang ditinggal mati suaminya menajalani masa ‘iddah selama empat bulan sepuluh hari, untuk memastikan bahwa ia tidak hamil dari suaminya yang meninggal, agar tidak menimbulkan keraguan ketika ia menikah lagi lalu hamil.

Ruh adalah segala sesuatu yang membuat mabusia hidup dan hal tersebut merupakan sepenuhnya urusan Allah subhanahu wa Ta’ala. Pada fase ini, para ruh tersebut mengaku bahwa TuhanNya (yang menciptakan ruh-ruh tersebut) ialah Allah subhanahu wa Ta’ala.

‘’dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (Al-A’raaf : 172)

Page 5: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

“dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (Al-Isra’ : 85)

4. Wajibnya Beriman Kepada Qadar

Allah subhanahu wa Ta’ala telah menakdirkan nasib manusia sejak di alam rahim. Pada hakikatnya, Allah telah menakdirkan segala sesuatu sejak 50.000 tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :“Allah telah mencatat seluruh takdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi” (HR. Muslim)

Kemudian di alam rahim, Allah Ta’ala pun memerintahkan malaikat untuk mencatat kembali empat kalimat, yaitu rizki, ajal, amal, sengsara atau bahagia. Allah yang Maha Pemurah telah menetapkan rizki bagi seluruh makhlukNya, dan memerintahkan hamba-hambaNya untuk berjalan mencari rizki di segala penjuru bumi.

“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (Al-Mulk : 15)

Allah Maha Kuasa untuk menghidupkan makhluk, mematikan, dan membangkitkannya kembali. Dan setiap makhluk tidak mengetahui berapa jatah umurnya, juga tidak mengetahui kapan serta dimana akan dimatikan oleh Allah Ta’ala. Ajal makhluk Allah sudah tercatat, tidak dapat dimmajukan atau diundurkan. Allah Ta’ala berfirman :

“tiap-tiap umat mempunyai batas waktu (ajal); Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”(Al-A’raf : 34)

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mencatat amal-amal setiap makhlukNya, baik dan buruknya. Allah dan Rasulnya memerintahkan para hambaNya untuk beramal baik. Orang yang celaka ialah orang-orang yang dimasukkan ke dalam neraka. Sedankan yang dimaksud bahaia ialah golongan orang-orang yang sejahtera dengan dimasukkan ke surga.

Page 6: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

Tentang keempat hal tersebut, tidak ada seorang pun yang mengetahui hakikatnya. Oleh karenanya, tidak boleh bagi seseorang pun enggan untuk beramal salih, dengan alasan bahwa semuanya telah ditakdirkan Allah subhanahu wa Ta’ala. Meskipun setiap manusia telah ditentukan menjadi penghuni surga atau menjadi penghuni neraka, namun setiap manusia tidak dapat bergantung kepada ketetapan ini, karena setiap manusia tidak ada yang mengetahui apa-apa yang dicatat di Lauhul Mahfuzh. Kewajiban manusia ialah berusaha dan beramal kebaikan, serta banyak memohon kepada Allah agar dimasukkan surga.

2. HAKIKAT MANUSIA DALAM ISLAM

Hakikat manusia merupakan sesuatu yang essensial dan merupakan ciri khas manusia sebagai makhluk yang dapat menjadikan manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Seperti yang tersurat dalam firman Allah, manusia merupakaan ciptaan Allah yang palng sempurna.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS. At-Tin:4)

Kesempurnaan manusia dapat terlihat dari akal pikirannya, struktur tubuhnya, gejala-gejala yang ditimbulkan jiwanya, mekanisme yang terjadi pada setiap organ tubuhnya, proses pertumbuhannya melalui tahapan tertentu, dan sebagainya. Hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya, menandakan bahwa adanya kekuasaan yang berada diluar batas kemampuan manusia. Sehingga sepantasnya manusia sebagai makhluk penciptaan Allah subhanahu wa Ta’ala menyadari kelemahannya. Adapun kelemahan manusia berupa sifat yang melekat pada dirinya ialah sebagai berikut :

“dan apabila manusia ditimpa bahaya Dia berdoa kepada Kami dalam Keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, Dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah Dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (Yunus : 12)

”dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu

Page 7: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Ibrahim : 14)

“dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.” (Al-Isra’ : 11)

“dan Sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.” (Al-Kahfi : 54)

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.” (Al-Ma-arij : 19)

“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya,” (Al-Adiyat : 6)

” dan Sesungguhnya Dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta[1597].” (Al-Adiyat : 8)

Manusia dilengkapi dengan akal perasaan dan kehendak. Dengan akal dan kehendaknya manusia akan tunduk dan patuh kepada Allah, tetapi dengan akal dan kehendaknya pula manusia dapat ingkar terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah telah menunjukkan jalan kepada manusia, dan manusia dapat menjalani jalan itu dan dapt pula tidak mengikutinya. Manusia memiliki akhlaq, sehingga mampu membedakan antara yang baik dengan yang buruk. Dalam islam, kedudukan akhlaq sangat penting, ia menjadi komponen ketiga dalam islam. Keddudukan unu dapat dilihat di dalam sunnah Nabi yang mengatakan bahwa beliau diutus hanyalah untuk meyempurnakan akhlaq manusia. Suri tauladan Nabi yang dilakukan semasa hidupnya seharusnya menjadi contoh bagi umat manusia.

Para pemikir Islam seperti Al-Farabi, Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd (Muhaimin & Mujib, 1993) menyatakan bahwa manusia merupakan rangkaian utuh antara dua unsur, yaitu unsur yang bersifat materi (jasmani) dan unsur yang bersifat immateri (rohan). Unsur-unsur tersebut merupakan satu totallitas yang tidak bisa dipisahkan.

1. Ruh Dalam surat Al-Hijr Allah berfirman :

Page 8: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

“dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud[796].” (Al-Hijr : 28-29)

Berdasarkan penggalan ayat diatas, ruh adalah unsur terakhir yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia, dengan demikian dapat diambil pemahaman bahwa ruh adalah unsur yang sangat penting karena merupakan unsur terakhir yang menyempurnakan proses penciptaan manusia.

Dalam memahami sifat-sifat ruh, ada beberapa ulama dan para sarjana muslim yang mencoba memahaminya dengan berpijak pada disiplin ilunya masing-masing. Al Qayyim (1991) dan Al Razy (Ash-Shiddieqy, 1969 dan Hadi, 1981) berpendapat bahwa ruh adalah suatu jisim (benda) yang sifatnya sangat halus dan tidak dapat diraba. Ruh merupakan jisim nurani yang tinggi dan ringan, hidup dan selalu bergerak menembus dan menjalar ke dalam setiap anggota tubuh.

Al Ghazali (1989) membagi ruh dalam dua pengertian. Pertama, ruh yang bersifat jasmani yang merupakan bagian dari tubuh manusia, yaitu zat yang amat halus bersumber dari relung hati (jantung), yang menjadi pusat semua urat (pembluh darah), yang mampu menjadikan manusiahidup dan bergerak, serta merasakan berbagai rasa. Ruh dapat diibaratkan sebagai lampu yang menerangi seluruh ruangan. Ruh sering pula diistilahkan sebagai nyawa. Kedua, ruh yang bersifat rohani yang merupakan bagian dari rohani manusia untuk mengenal dirinya sendiri, mengenal Tuhannya, dan memperoleh serta menguasai ilmu yang bermacam-macam.

Syaltout (1972) berpendapat bahwa ruh adalah suatu kekuatan yang dapat menyebabkan adanya kehidupan pada makhluk seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Ruh pada diri manusia juga dapat memberikan kemampuan kepada manusia untuk merasa dan berpikir. Hakikat ruh sulit ditangkap tetapi keberadaannya dapat dirasakan.

Ansari (1992) menyatakan, salah satu kapasitas khusus yang hanya dimiliki oleh manusia. Pernyataan Asari tersebut didasarkan pada Al-qur’an surat Al-baqarah ayat 31 sebagai berikut :

“dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (Al-Baqarah : 31)

Adam diajarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala berbagai nama-nama benda setelah unsur ruh ditiupkan kedalam tubuhnya, hal ini meniratkan bahwa keberadaan unsur ruh menyebabkan manusia mempunyai kemampuan untuk menerima dan memperoleh pengetahuan yang luas.

Page 9: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

Menurut Arifin (1994), keberadaan ruh pada dri manusia dapat menyebabkan tumbuh dan berkembangnya daging, tulang, darah, kulit, dan bulu, ruh pula yang menyebabkan tubuh manusia dapat bergerak, berketurunan, dan berkembang biak. Di samping itu ruh pula yang membuat manusia dapat melihat, mendengar, merasa, berpikir, berkesadaran, dan berpengertian.

Di samping ruh, istilah lain yang dijumpai dalam Al-Qur’an untuk menamakan unsur rohani manusia ialah nafs. Ruh dan nafs adalah dua buah istilah yang pada hakikatnya sama.

2. Nafs

Menurut Amjad (1992), istilah ruh hanya digunakan untuk menunjukkan unsur rohani manusia pada tingkatan yang lebih tinggi dari nafs, ruh dipandang sebagai dimensi khas insani yang merupakan sarana gaib untuk menerima petunjuk dan bimbingan Tuhan, serta mempunyai kesadaran tentang adanya Tuhan, sedangkan istilah nafs digunakan untuk menggambarkan unsur rohani manusia yang mengandung kualitas-kualitas insaniyah atau kemanusiaan.

Dalam Alquran ditemukan tiga buah istilah yang dikaitkan dengan kata nafs, yaitu al-nafs al-mutma’innah seperti yang terdapat dalam surah al-Fajr ayat 27, al-nafs al-lawwamah seperti yang terdapat dalam surah al-Qiyaamah ayat 2, dan al-nafs laammaratun bi al-su’ seperti yang terdapat dalam surah Yusuf ayat 53. Ketiga buah istilah yang dikaitkan dengan kata nafs tersebut menyiratkan adanya tiga buah pembagian kualitas unsur rohani yang terdapat pada manusia.

Al-nafs al-mutma’innah secara etimologi berarti jiwa yang tenang, dinamakan jiwa yang tenang karena dimensi jiwa ini selalu berusaha untuk meninggalkan sifat-sifat tercela dan menumbuhkan sifat-sifat yang baik sehingga memperoleh ketenangan. Dimensi jiwa ini secara umum dinamakan qalb atau hati (Ahmad, 1992; Mujib, 1999).

Al-nafs al-lawwamah secara literlik berarti jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri, maksudnya bila ia telah berbuat kejahatan maka ia menyesal telah melakukan perbuatan tersebut, dan bila ia berbuat kebaikan maka ia juga menyesal kenapa tidak berbuat lebih banyak (Departemen Agama RI, 1978; Surin, 1978). Dimensi jiwa ini dinamakan oleh para filosof Islam sebagai aql atau akal (Ahmad, 1992; Mujib, 1999). Al-nafs laammaratun bi al-su’ secara harfiah berarti jiwa yang memerintah kepada kejahatan, yaitu aspek jiwa yang menggerakkan manusia untuk berbuat jahat dan selalu mengejar kenikmatan. Menurut para kaum sufi, dimensi jiwa ini dinamakan sebagai hawa atau nafsu (Sudewo, 1968; Ahmad, 1992; dan Mujib, 1999). Ahmad (1992) menyebutkan, meskipun unsur rohani manusia yang diistilah-kan dengan nafs disebut dengan tiga buah istilah yang berbeda-berbeda sehingga seolah-olah ketiganya berdiri sendiri-sendiri, namun hakikat ketiganya merupakan satu kesatuan. Ketiga buah istilah tersebut menggambarkan bahwa secara garis besar terdapat tiga buah fungsi dan sifat yang dimainkan oleh unsur rohani manusia.

Page 10: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

Dari pendapat beberapa ulama dan sarjana muslim di atas, dapat diambil simpulan bahwa meskipun Al-Qur’an meggunakan istilah berbeda-beda dalam menggambarkan unsur rohani manusia, yaitu ruh dan nafs, namun unsur-unsur rohani tersebut hakikatnya satu, disebut dengan istilah yang berbeda adalah untuk membedakan sifat-sifat rohani manusia. Keberadaan unsur rohani tersebut menyebabkan manusia dapat hidup dan bergerak, berpkir, merasa dan menyadari keberadaan dirinya, bahkan menyadari akan keberadaan sesuatu yang menciptakan dirinya, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala.

3. QalbMenurut Ahmad (1992) dan Mujib (1999), qalb adalah istilah dari al-nafs al-

mutma‟innah yang digunakan di dalam Alquran untuk menggambarkan salah satu unsur potensi rohani yang dimiliki oleh manusia. Istilah qalb dapat dijumpai antara lain di dalam Alquran surah al-Hajj ayat 46 sebagai berikut:

”Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj : 46)

dapat pula dijumpai pada Hadis Rasulullah saw sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari (1979: 19)“Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika ia baik maka baik pula semua tubuhnya, dan jika ia rusak maka rusak pula semua tubuhnya, ingatlah! itulah yang dinamakan hati/qalb.”

Qalb mempunyai arti fisik dan arti metafisik. Al-Ghazali (1984) dan Noersyam (1984) menyatakan, pengertian qalb menurut arti fisik adalah segumpal daging berbentuk lonjong yang terletak di dalam rongga dada sebelah kiri yang terus menerus berdetak selama manusia masih hidup. Qalb dalam pengertian fisik ini berfungsi untuk mengatur jalannya peredaran darah ke dalam seluruh tubuh. Qalb seperti ini terdapat pada manusia dan juga pada binatang. Adapun pengertian qalb secara metafisik, menurut Bastaman (1997), menunjuk kepada hati nurani atau suara hati. Memahami fungsi qalb dalam arti fisik sebagaimana yang digambarkan oleh Al-Ghazali dan Noersyam di atas, dapat diambil simpulan bahwa yang dimaksud qalb tersebut adalah organ tubuh yang disebut jantung (heart) dan bukan menunjuk kepada organ tubuh yang disebut hati (lever) .Haq (1992) menyatakan bahwa qalb dalam arti fisik (jantung) merupakan titik tempat interaksi antara tubuh dengan qalb dalam arti metafisik (hati nurani). Interaksi tersebut secara psikologis dapat dirasakan, ketika kondisi psikologis seseorang dalam keadaan normal maka qalb (jantung) berdetak secara teratur, namun ketika

Page 11: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

kondisi psikologis seseorang sangat senang atau terlalu cemas maka detak qalb (jantung) menjadi cepat. Kata qalb secara harfiah berarti berubah-rubah atau berbolak-balik, disebut demikian karena ia berpotensi untuk berbolak-balik, umpamanya dari perasaan senang menjadi susah, cinta menjadi benci, dari menerima menjadi menolak, dan sebagainya (Shihab, 1997).

Hati nurani tidak akan mendustakan apa yang dilihatnya, ia selalu cenderung pada kebenaran. Pernyataan ini didasarkan atas firman Allah swt dalam surah an-Najm ayat 11 sebagai berikut:

“hati nuraninya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.” (An-Najm : 11)

Jika hati nurani berfungsi secara normal, maka kehidupan manusia menjadi sesuai dengan fitrah aslinya, yaitu baik dan suci, dan dengan demikian manusia akan beriman kepada Allah. Iman adalah masalah gaib yang tidak dapat dijangkau oleh dunia nyata atau pengalaman empiris semata, iman hanya dapat dijangkau dengan dunia rasa. Dunia rasa hanya dapat dijangkau melalui hati nurani yang terdapat dalam dada manusia, bukan dengan rasio atau otak yang terdapat di kepala manusia karena rasio atau otak manusia tidak mampu menjangkau hal-hal yang gaib. Jika manusia tidak dapat menggunakan hati nuraninya maka dia tidak ada bedanya dengan binatang, bahkan bisa lebih sesat dari binatang sebagaimana yang dinyatakan dalam Alquran surah al-A‟raf ayat 179.

“dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (Al-A’raf : 179)

Qalb di samping mengandung sistem nilai moral seseorang juga mengandung sistem nilai spiritual sehingga seseorang mampu merasakan keberadaan Tuhan, beriman dan dapat menerima kebenaran dari-Nya.

4. AqlSecara etimologi aql berarti mengikat/al-ribath, menahan/al-imsak,

melarang/al-nahy, dan mencegah/man’u (Rasyidi & Cawidu, 1984). Berdasarkan makna bahasa ini, Mujib (1999) berpendapat bahwa yang disebut orang yang berakal (al-‘aqil) adalah orang yang mampu menahan dan mengikat dorongan-dorongan nafsunya, jika nafsunya terikat maka jiwa rasionalitasnya mampu bereksistensi sehingga manu-sia dapat menghindari perbuatan buruk atau jahat.

Page 12: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

Aql dalam bahasa Indonesia berarti akal, akal adalah subtansi yang bisa berpikir, dengan kata lain, berpikir adalah cara kerja dari akal, sehingga dapat dikatakan bahwa akal identik dengan pikiran, atau ratio dalam bahasa Latin, atau budi dalam bahasa Sansekerta, atau reason dalam bahasa Inggris. Mengutip pendapat al-Husain, Mujib (1999) menyatakan bahwa akal mempunyai dua makna, yaitu: (1) akal jasmani, yaitu salah satu organ tubuh yang terletak di kepala. Akal ini yang biasanya disebut dengan otak (al-dimagh), (2) akal ruhani, yaitu suatu kemampuan jiwa yang dipersiapkan dan diberi kemampuan untuk mem-peroleh pengetahuan (al-ma’rifah) dan kognisi (al-mudrikat).

Jika kerja qalb (hati nurani) dalam memutuskan sesuatu tanpa proses panjang seolah-olah keputusan itu di ilhamkan kepadanya, dengan memperhatikan beberapa aktivitas akal di atas, maka dapat dipahami bahwa kerja akal dalam memutuskan sesuatu melalui jalan yang berliku-liku lewat proses yang disebut berfikir. Dalam Islam, akal diakui sebagai salah satu sarana yang sangat penting bagi manusia, bahkan diakui merupakan sumber hukum Islam yang ketiga setelah Alquran dan Hadis yang diistilahkan dengan ijtihad.

Meskipun akal mempunyai kedudukan dan posisi yang sangat penting, namun akal bukan merupakan faktor utama yang dapat menjadikan manusia menjadi makhluk yang paling baik dan mulia, sebab akal tidak dapat menentukan dan menetapkan kebenaran tanpa adanya bimbingan syari’at (hukum agama) dan iman yang bersumber dari hati (qalb). Akal mampu untuk mengetahui bahwa Tuhan itu ada, namun akal tidak mampu mengantar manusia untuk merasa dekat dengan Tuhannya, yang mampu mendekati Tuhan adalah rasa yang menggunakan qalb sebagai sarananya. Di sampig itu, kebenaran yang diperoleh dari akal bersifat nisbi atau relatif sebagaimana yang diakui oleh para ilmuwan dan filosof.

5. HawaSecara literlik hawa berarti menuruti kehendak. Hawa sering pula diistilahkan

dengan syahwat yang berarti nafsu, selera, atau keinginan (Munawwir, 1984: 801). Dalam bahasa Indonesia, hawa/syahwat diistilahkan dengan nafsu atau hawa nafsu. Nafsu merupakan karunia Tuhan yang diberikan kepada manusia, dengan nafsu manusia bisa menikmati segala keindahan dan kenikmatan yang terdapat di alam ini, nafsu mendorong akal manusia untuk memikirkan cara-cara hidup yang lebih baik, dan nafsu pula yang mendorong manusia untuk hidup berkeluarga dan berketurunan. Dalam surah Ali Imran ayat 14 Allah swt berfirman:

“dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Ali-Imran : 14)

Page 13: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

Berdasarkan surah Ali Imran ayat 14 di atas, Al-Falimbani (1995) dan membagi nafsu menjadi dua macam, yaitu nafsu seksual (syahwatul faraj) dan nafsu perut (syahwatul bathni). Nafsu seksual mendorong dan menyebabkan umat manusia berkembang dan berketurunan, sedang nafsu perut mendorong akal manusia untuk memikirkan cara-cara hidupnya yang lebih layak. Disamping nafsu seksual dan nafsu perut, Al-Ghazali (Sholeh, 1993) menye-butkan bahwa terdapat pula nafsu marah/angkara murka (ghadlab). Nafsu marah mendorong manusia untuk melakukan apa saja atau menentang apa saja yang dianggap mengancam dan merugikan dirinya.Manusia diperingatkan untuk selalu waspada terhadap sifat dan kekuatan nafsu yang selalu cenderung pada keburukan, jika tidak dikendalikan maka akan membuat manusia sesat. Dalam surah al-Jaatsiyah ayat 23 Allah swt berfirman:

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[1384] dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (Al-Jaatsiyah : 23)

Uraian tentang nafsu di atas menyiratkan bahwa apabila nafsu bekerja di bawah kontrol dan kendali hati dan akal, maka nafsu akan memberikan manfaat dan kebahagiaan kepada manusia, sebaliknya jika dorongan-dorongan nafsu terlalu kuat menguasai manusia sehingga hati dan akal tidak mampu mengontrol dan mengendalikannya, maka manusia akan tersesat dan celaka, nafsu seksual dan nafsu perut yang tidak terkendali akan menimbulkan “kerakusan”, sedang nafsu marah yang tidak terkendali akan menimbulkan “kebuasan”.

Islam memandang bahwa wujud/keberadaan manusia merupakan sebuah totalitas yang terdiri dari dua buah dimensi, yaitu dimensi jasad dan dimensi ruh/nafs, dimana dimensi ruh/nafs dapat dibedakan lagi menjadi qalb, „aql, dan hawa. Sedangkan kaum eksistensial-humanistik memandang manusia terdiri dari tiga buah dimensi, yaitu dimensi somatic, dimensi mental, dan dimensi spiritual.

3. FUNGSI DAN TANGGUNG JAWAB MANUSIA

Allah SWT dengan kehendak dan kebijaksanaanNya telah mencipta makhluk- makhluk yang di tempatkan di alam penciptaanNya. Manusia di antara makhluk Allah dan menjadi hamba Allah SWT. Sebagai hamba Allah tanggung jawab manusia adalah amat luas di dalam kehidupannya, meliputi semua keadaan dan tugas yang ditentukan kepadanya.

Page 14: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

Tanggung jawab manusia secara umum digambarkan oleh Rasulullah SAW di dalam hadis berikut. Dari Ibnu Umar RA katanya; “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud:

“Semua orang dari engkau sekalian adalah pengembala dan dipertanggungjawabkan terhadap apa yang digembalainya. Seorang laki-laki adalah pengembala dalam keluarganya dan akan ditanya tentang pengembalaannya. Seorang isteri adalah pengembala di rumah suaminya dan akan ditanya tentang pengembalaannya. Seorang khadam juga pengembala dalam harta tuannya dan akan ditanya tentang pengembalaannya. Maka semua orang dari kamu sekalian adalah pengembala dan akan ditanya tentang pengembalaannya.”

Manusia diciptakan untuk dikembalikan semula kepada Allah dan setiap manusia akan ditanya atas setiap usaha dan amal yang ia lakukan selama hidup di dunia. Terdapat tiga hal yang menjadi pertanggung jawaban manusia, yang pertama ialah harta. Dari manakah dia dapatkan harta tersebut, dan untuk apakah dia gunakan harta tersebut. Yang kedua, waktu, untuk apakah waktunya ia pergunakan. Dan yang terakhir ialah ilmu, untuk apakah ilmunya dipergunakan selama dia hidup di dunia. Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya dalam Al-Quran surat Az-Zariyat:

dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Az-Zariyat : 56)

Mengabdi kepada Allah Ta’ala dapat dilakukan dengan cara khusus dan cara umum. Cara khusus ialah dengan cara melaksanakan ibadah-ibadah yang telah dipaparkan dalam rukun islam, beserta syarat-syaratnya. Sedangkan dengan cara umum ialah melakukan perbuatan positif yang biasa disebut dengan amal shaleh.

Tujuan hakiki dari semua anggota tubuh eksternal dan internal serta segala fitrah yang telah dikaruniakan kepada manusia adalah pemahaman, ibadah  dan kasih kepada Allah s.w.t.  Itulah sebabnya meski memiliki seribu jabatan di dunia, manusia tetap saja belum menemukan jati-dirinya yang hakiki kecuali dalam Tuhan-nya. Meski telah menghimpun kekayaan besar, menduduki jabatan yang tinggi, menjadi saudagar akbar, memiliki kekuasaan memerintah atau pun menjadi seorang filosof terkenal, pada akhirnya tetap saja akan merasa frustrasi ketika meninggalkan dunia. Kalbunya mengingatkan terus menerus tentang perhatiannya yang berlebihan terhadap dunia, sedangkan kesadarannya tidak membenarkan segala penipuan, kecurangan dan laku lajak yang telah dikerjakannya.

Tetapi jika kita perhatikan kemampuan tertinggi dari fitrat dan kekuasaan manusia, kita akan melihat bahwa ia dibekali dengan fitrat mencari Tuhan sedemikian rupa hingga ia mengharapkan bahwa ia menjadi demikian mengabdi pada kasih Ilahi sehingga dirinya sepenuhnya menjadi milik-Nya. Dengan demikian jelas bahwa

Page 15: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

kapasitas manusia yang tertinggi adalah bertemu dengan Allah s.w.t. sehingga yang menjadi tujuan hakiki dalam hidupnya adalah membuka jendela hatinya kepada Tuhan. Pertanyaannya adalah bagaimana dan dengan sarana apa manusia dapat mencapai tujuan tersebut?

Sarana pertama yang harus dicamkan untuk mencapai tujuan tersebut adalah

mengenali dan beriman kepada Tuhan yang benar. Jika langkah pertama ini sudah

salah, lalu manusia mengangkat burung, hewan, unsur alam atau pun manusia lainnya

sebagai sembahan, maka tidak mungkin diharapkan kalau langkah berikutnya akan

berada di jalan yang lurus. Tuhan yang benar akan menolong mereka yang mencari-

Nya sedangkan tuhan yang mati tidak mungkin menolong yang mati. Allah s.w.t.

telah menggambarkan hal ini secara indah dalam ayat:

“hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, Padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. dan doa (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.” (Ar-Ra’d : 14)

Sarana kedua, Sarana berikutnya guna mencapai tujuan hidup yang hakiki adalah kesadaran akan keindahan sempurna dari Allah yang Maha Perkasa karena keindahan adalah sesuatu yang secara naluriah akan menarik hati dan menghasilkan kecintaan. Keindahan Allah s.w.t. dengan Ketauhidan, Keagungan dan fitrat kebesaran lainnya sebagaimana yang diutarakan Kitab Suci Al-Quran dalam ayat:

“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (Al-Ikhlas : 1-4)

Al-Quran berulangkali menarik perhatian manusia kepada kesempurnaan dan

keagungan Allah s.w.t. serta mengungkapkan bahwa Tuhan demikian itulah yang

menjadi dambaan setiap hati, bukannya tuhan yang mati atau lemah atau pun tidak

memiliki rasa welas asih dan kekuasaan.Sarana ketiga untuk  mencapai tujuan hidup adalah menyadari sifat pengasih

dari Allah s.w.t. karena kecintaan akan muncul sebagai akibat dari keindahan dan sifat pengasih. Fitrat pengasih dari Allah yang Maha Agung dikemukakan secara singkat dalam Surah Fatihah yaitu:

Page 16: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

“dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (Al-Fatihah : 1-3)

Jelas kiranya bahwa kesempurnaan fitrat pengasih Allah s.w.t. meliputi juga pengertian bahwa Dia telah menciptakan hamba-Nya dari ketiadaan dan setelah itu karunia pemeliharaan-Nya dilimpahkan atas diri mereka dan Dia menjadi penopang dari segala hal dimana berbagai macam rahmat-Nya telah dimanifestasikan bagi para hamba-Nya. Fitrat penyayang-Nya tidak mengenal batas dan di luar kemampuan manusia menghitungnya sebagaimana seringkali diungkapkan dalam Al-Quran seperti:

“dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.” (Ibrahim : 34)

Sarana keempat untuk mencapai tujuan hidup yang hakiki adalah doa, sebagaimana dinyatakan:

“dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina". (Al-Mu’min : 60)

Ajakan berdoa dikemukakan secara berulangkali agar manusia menyadari bahwa ia bisa mencapai tujuan itu berkat kekuasaan Allah s.w.t. dan bukan karena tenaga sendiri.

Sarana kelima untuk mencapai tujuan hidup adalah berjuang di jalan Allah dengan harta milik sendiri, kemampuan, dan nyawa, seperti yang diungkapkan dalam:

“Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (At-Taubah : 41)

Sarana keenam guna mencapai tujuan hidup ialah keteguhan hati atau istiqomah, dengan pengertian bahwa seorang pencari kebenaran jangan sampai merasa lelah atau mundur oleh segala rintangan seperti yang diungkapkan Allah s.w.t. dalam ayat:

Page 17: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

“Maka berpalinglah kamu dari mereka dan tunggulah, Sesungguhnya mereka (juga) menunggu. Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,” (As-Sajdah : 30-31)

Ayat ini mengindikasikan kalau keridhoan Allah s.w.t. bisa dimenangkan karena keteguhan hati. Memang benar bahwa istiqomah itu lebih dari mukjizat. Yang dimaksud dengan istiqomah yang hakiki adalah keadaan dimana meski ditingkar oleh musibah di segala penjuru, bahaya mengancam nyawa dan kehormatan, tidak terlihat adanya titik-titik terang yang meringankan, namun ia tetap tidak takut dan tidak akan mundur atau luntur kepercayaannya.

Keteguhan hati dan kesetiaannya tidak goyah, menerima dengan senang hati semua penghinaan, siap menghadapi kematian, tidak terlalu banyak mengharapkan bantuan kawan, tidak menunggu-nunggu kabar gembira dari Tuhan, tetap berdiri tegak meski merasa tak berdaya dan lemah serta kekurangan segala keselesaan. Ia akan menjulurkan batang lehernya sambil mengatakan: ‘Terjadilah apa yang harus terjadi’ dan menghadapi dengan berani apa pun yang ditakdirkan baginya serta tidak mengeluh dan menjadi tidak sabar sampai cobaan tersebut selesai. Inilah yang disebut keteguhan hati atau istiqomah yang ganjarannya adalah Tuhan sendiri. Inilah sifat kesalehan yang telah menjadikan debu dari para Nabi, Rasul, Siddiqi dan suhada masih saja tetap beraroma harum.

Pada saat diterpa cobaan dan kesulitan, Allah yang Maha Agung akan menurunkan nur cahaya ke kalbu mereka yang Dia kasihi sehingga mereka itu tenang menghadapi segala musibah, bahkan karena kelezatan keimanan, mereka itu malah menciumi rantai yang membelenggu kakinya akibat melakukan sesuatu di jalan Allah. Ketika musibah mendatangi seorang hamba Allah dan muncul tanda-tanda kematian yang telah mendekat, ia tidak akan menuntut Tuhan-nya agar ia diselamatkan karena memaksa memohon keselamatan pada saat demikian sama dengan melawan Tuhan dan jadinya bertentangan dengan hakikat penyerahan diri yang sempurna. Seorang pecinta hakiki akan maju terus di kala musibah dan menganggap nyawanya sama sekali tidak berarti serta menyerahkan diri sepenuhnya pada kehendak Allah s.w.t. dan hanya memohon keridhoan-Nya semata.

Sarana ketujuh guna mencapai tujuan hidup adalah memelihara silaturrahmi dengan orang-orang muttaqi dan mengikuti teladan mereka. Salah satu hal yang menyebabkan perlunya diturunkan para Nabi adalah agar manusia secara naluriah mencari teladan yang sempurna karena hal itu akan mengembangkan hasrat dan niat kebaikan seseorang. Ia yang tidak mengambil suri teladan yang baik, sesungguhnya malas dan tersesat. Hal ini dinyatakan Allah s.w.t. dalam ayat:

Page 18: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

“dan terhadap tiga orangyang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, Padahal bumi itu Luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (At-Taubah : 118)

BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan berbagai aspek yang telah di bahas, maka saya dapat menyimpulkan bahwa hakikat manusia dalam pandangan islam yaitu sebagai khalifah dan pengabdi di bumi ini. Khalifah yang mampu merubah bumi ini kearah yang lebih baik. Pengabdi yang tunduk pada aturanNya, sebagaimana telah dicantumkan pada Al-Qur’an. Hal yang menjadikan manusia sebagai khalifah adalah karena manusia memiliki kelebihan yang tidak dimiliki makhluk lainnya, seperti akal dan perasaan. Selain itu manusia diciptakan Allah dalam bentuk yang paling baik, ciptaan Allah yang paling sempurna.

3.2 SARAN

Sebagai manusia yang telah mengetahui perannya, sebagaimana telah di bahas di atas, alangkah baiknya jika kita melaksanakan peran kita, tugas kita sebagai seorang khalifah dan pengabdi di bumi ini dengan baik. Manusia telah diberi kelebihan oleh Allah SWT, oleh karena itu dengan kelebihan tersebut kita akan mampu menjalankan tugas kita sebagai seorang khalifah dan pengabdi dengan tetap berusaha untuk mendapatkan ridho Allah.

Page 19: HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM.docx

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an.Ancok, Djamaludin. 1995. Integrasi Psikologi dengan Islam. Yogyakarta : Yayasan Insan

Kamil.Ginajnar, Ary. 2006. ESQ Ways 165. Jakarta.

Hamka, Prof. DR. 1982. Falsafah Hidup. Jakarta : Uminda.

Jalaludin. 2004. Psikologi Agama. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Lubis, Mochtar. 1978. Manusia Indonesia, Sebuah Pertanggung Jawaban. Yogyakarta : Yayasan Sidayu.

Moore, Prof. Emeritus. 2003. The Developing Human. Toronto.