agama islam.docx

58
TUGAS MANDIRI KEHIDUPAN BERAGAMA DI LINGKUNGAN KELUARGA Mata Kuliah : Agama Islam Nama Mahasiswa : Andrew Guruh Wirawan NPM : 140910354 Dosen : Tim Dosen PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS

Upload: andrewguruhwirawan

Post on 17-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TUGAS MANDIRIKEHIDUPAN BERAGAMA DI LINGKUNGANKELUARGAMata Kuliah : Agama Islam

Nama Mahasiswa: Andrew Guruh Wirawan NPM: 140910354 Dosen: Tim Dosen

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNISUNIVERSITAS PUTERA BATAM

2015

KATA PENGANTAR

BismillahirrahmanirrahimSegala puji bagi Allah SWT Yang Maha Kuasa, sehingga atas izin dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih pada Dosen pembimbing mata kuliah Agama Islam yang telah memberikan materi yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini sebagai tugas mandiri mata kuliah Agama Islam.Pendidikan agama di lingkungan keluarga sangat besar peranannya dalam pembentukan kepribadian bagi anak-anak, karena di lingkungan keluargalah anak-anak pertama kali menerima pendidikan yang mempengaruhi perkembangannya selanjutnya. Agar anak-anak memiliki kepribadian yang baik dan terhindar dari pelanggaran-pelanggaran moral, maka perlu adanya pembinaan agama sejak dini kepada anak-anak dalam keluarga, hingga dewasa. Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menjelaskannya. Tak ada jalan yang tak retak, maka begitu pula lah penulisan makalah ini yang jauh dari kesempurnaan dan banyak kekeliruan disana-sini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Untuk itu, penulis menerima saran, kritik, dan pertanyaan demi perbaikan di masa yang akan datang.

Batam, 13 Juni 2015

Andrew Guruh WirawanDAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................iDaftar Isi......................................................................................................iiBAB I: PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang..................................................................................11.2. Rumusan Masalah............................................................................31.3. Tujuan Penulisan..............................................................................31.4. Manfaat Penulisan............................................................................3BAB II: LANDASAN TEORI2.1. Pendidikan Agama Islam...................................................................42.2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam.....................................62.3. Metode Pendidikan Agama Islam......................................................82.4. Materi Pokok Pendidikan Agama Islam...........................................11BAB III: PEMBAHASAN3.1. Peran Keluarga Bagi Anak-Anak.....................................................143.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian.............................193.3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Anak Berkepribadian Buruk.......223.4. Peran Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga terhadap Pembentukan Kepribadian Anak............................................................26BAB IV: PENUTUP4.1. Kesimpulan......................................................................................32Agama Islam | 35

Daftar Pustaka .. 34BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangIslam adalah agama yang suci, agama yang sangat memperhatikan agar pertumbuhan dan perkembangan anak berada di bawah naungan keluarga harmonis. Di dalamnya semua orang dapat menunaikan kesempatannya dan mengetahui hak serta kewajibannya. Selain itu, mereka bisa memasuki lingkungan masyarakat di sela-sela suasana keluarga yang telah membekali mereka dengan dasar-dasar yang sangat penting berupa pendidikan maupun akhlak yang benar.Keluarga merupakan masyarakat kecil dan menjadi pilar bagi tegaknya masyarakat makro yaitu umat. Sebuah keluarga dapat terbentuk karena adanya ikatan laki-laki dan perempuan melalui sebuah pernikahan yang sah baik menurut hukum negara maupun syariat Islam. Kemudian Allah SWT memberikan nikmat kepada mereka yang menjadi perhiasan dan perekat dalam berumah tangga yakni anak. Rumah keluarga muslim adalah benteng utama tempat anak dibesarkan melalui pendidikan Islam. Yang dimaksud dengan keluarga muslim adalah keluarga yang mendasarkan aktifitasnya pada pembentukan keluarga yang sesuai dengan syari'at Islam.Para ahli pendidikan pada umumnya mengatakan pendidikan di dalam keluarga ini merupakan pendidikan pertama dan utama. Dikatakan demikian karena di dalam keluarga inilah anak mendapatkan pendidikan pertama kalinya. Di samping itu, pendidikan di dalam keluarga mempunyai pengaruh yang dalam bagi kehidupan anak terutama bagi pertumbuhan dan perkembangan psikis serta nilai-nilai sosial dan religius pada diri anak. Pendidikan yang diberikan di lingkungan keluarga berbeda dengan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah, karena pendidikan dalam keluarga bersifat informal yang tidak terikat oleh waktu dan program khusus.Peran pendidikan sendiri adalah menjaga generasi sejak masa kecil dari berbagai penyelewengan ala jahiliyah, mengembangkan pola hidup, perasaan dan pemikiran mereka sesuai dengan fitrah agar menjadi pondasi yang kuat, pendidikan yang diberikan akan mempengaruhi anak dan akan menjadi bagian dari kepribadiannya. Untuk membangun pondasi yang kuat, dalam diri anak dibutuhkan pendidikan agama semenjak usia dini. Seorang anak memiliki dua potensi yaitu bisa menjadi lebih baik dan bisa menjadi lebih buruk. Baik buruknya anak sangat berkaitan erat dengan pembinaan dalam pembinaan agama Islam dalam keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan. Sejalan dengan semakin pesatnya arus globalisasi yang dicirikan dengan derasnya arus informasi dan teknologi ternyata dari satu sisi memunculkan persoalan-persoalan baru yang kerap kita temukan pada diri individu dalam suatu masyarakat. Masalah kepribadian adalah suatu masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja. Munculnya kenakalan remaja, tawuran antar pelajar, narkoba, penyimpangan seksual, kekerasan serta berbagai bentuk penyimpangan penyakit kejiwaan, seperti stress, depresi, dan kecemasan adalah bukti yang tak ternafikan dari adanya dampak negatif dari kemajuan peradaban kita. Hal ini kemudian secara tidak langsung berpengaruh tidak baik pula pada kemapanan dan tatanan masyarakat damai seperti kita semua harapkan. Buruknya kepribadian yang disebutkan di atas adalah di antara macam-macam kelakuan anak-anak yang menggelisahkan orang tuanya sendiri dan juga ada yang menggelisahkan dirinya sendiri. Tidak sedikit orang tua yang mengeluh kebingungan menghadapi anak-anak yang tidak bisa lagi dikendalikan baik oleh orang tua itu sendiri maupun guru-gurunya. Contoh-contoh dalam hal ini sangat banyak, dapat kita rasakan, saksikan, dan perhatikan sendiri.Berdasarkan uraian di atas, perlu kiranya kita memikirkan tentang model pendidikan agama bagi anak-anak di lingkungan keluarga, sehingga anak-anak remaja kita saat memiliki kepribadian yang baik akan berdampak pula terhadap kehidupan bangsa ini.

1.2. Rumusan Masalaha. Apa itu pendidikan agama islam dalam keluarga?b. Apakah dasar, tujuan, dan metode pendidikan agama islam dalam keluarga?c. Apasajakah yang diajarkan dalam keluarga?d. Bagaimana peran keluarga dalam mendidik anak?1.3. Tujuan Penulisana. Menjelaskan bagaimana pendidikan agama islam dalam keluarga.b. Menjabarkan dasar, tujuan, dan metode pendidikan Islam dalam keluarga.c. Menjabarkan materi pendidikan agama islam yang harus diajarkan dalam keluarga.d. Menjelaskan peran keluarga dalam mendidik anak.1.4. Manfaat Penulisana. Bagi masyarakat, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan pendidikan agama dalam keluarga dalam hal pembentukan kepribadian anak.b. Bagi saya dan mahasiswa, dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya dalam hal peranan pendidikan agama islam dalam pembentukan kepribadian diri kita sendiri.

BAB IILANDASAN TEORI

2.1. Pendidikan Agama Islam Pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Orang tua mendidik anaknya, anak mendidik orang tuanya, guru mendidik muridnya, murid mendidik gurunya, bahkan anjing mendidik tuannya. Semua yang kita sebut atau kita lakukan dapat disebut mendidik kita. Begitu juga yang disebut dan dilakukan orang lain terhadap kita, dapat disebut juga mendidik kita. Dalam pengertian ini kehidupan adalah pendidikan, dan pendidikan adalah kehidupan. (Lodge, 1974: 23). Menurut Marimba (1989: 19) bahwa yang dinamakan pendidikan ialah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (piker, karsa, rasa, cipta dan budi nurani) dan jasmani (panca indra serta keterampilan-kerampilan).Pendidikan adalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya di usahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang yang sedang di didik. Dari beberapa pendapat yang telah di uraikan di atas, maka dapat di simpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar melalui bimbingan, pengarahan dan latihan untuk membantu mengarahkan anak didik agar berkepribadian tinggi menuju yang sempurna serta mampu melaksanakan kewajibannya terhadap agama dan Negara.Istilah agama memiliki berbagai macam pengertian. Agama itu bersumber dari dua kata, yaitu A yang berarti tidak dan Gama yang berarti kacau balau, tidak teratur. Jadi, agama artinya tidak kacau atau tidak teratur. Ada pula yang berpendapat bahwa agama berasal dari kata bahasa sangsekerta yang artinya haluan, peraturan, jalan atau kebaikan kepada Tuhan.Agama adalah peraturan-peraturan yang harus di taati yang mempersatukan seluruh umat manusia itu sejahtera, damai dan mendapat kedudukan yang terpuji atau sikap terhadap dunia yang mencakup acuan yang menunjukkan lingkungan lebih luas dari pada lingkungan dunia ffisik yang terikat ruang dan waktu.Pendidikan agama ialah pendidikan yang menyangkut dengan penanaman nilai-nilai keagamaan dengan ajaran agama dan kepercayaan masing-masing. Namun, dalam hal ini ialah pendidikan agama Islam.Menurut Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya ia dapat memahami apa yang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan serta berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Pendidikan agama islam merupakan upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama islam dari sumber utamanya yaitu kitab suci Al-Quran dan Hadits melalui kegiatan bimbingan pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman, agar kelak dapat berguna menjadi pedoman hidupnya untuk mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.Di dalam dunia pendidikan Islam, istilah pendidikan berkisar pada konsep-konsep yang dirumuskan dalam istilah-istilah sebagai berikut:a. Taklim; pendidikan yang menitikberatkan masalah pada pengajaran, penyampaian informasi, dan pengembangan ilmu.b. Tarbiyah; pendidikan yang menitikberatkan masalah pada pendidikan, pembentukan, dan pengembangan pribadi dan kode etik (norma-norma etika/akhlak).c. Ta'dib; pendidikan yang memandang bahwa proses pendidikan merupakan usaha yang mencoba membentuk keteraturan susunan ilmu yang berguna bagi dirinya sebagai muslim yang harus melaksanakan kewajiban serta fungsionalisasi atas niat atau sistem sikap yang direalisasikan dalam kemampuan berbuat yang teratur, sistematik, terarah, dan efektif.

Hal itu senada dengan rumusan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional Indonesia yang tertuang dalam Undang-undang no 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 sebagai bertikut: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

2.2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama IslamDasar adalah landasan tempat terpijak atau tempat tegaknya sesuatu. Dalam hubungannya dengan pendidikan agama islam, dasar-dasar itu merupakan pegangan untuk memperkokoh nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.Adapun yang menjadi dasarnya adalah:a. Al-Quran; sebagai kitab suci telah di pelihara dan di jaga kemurnianya oleh Allah SWT dari segala sesuatu yang dapat merusak sepanjang masa dari sejak diturunkannya sampai hari kiamat kelak. b. Hadits; merupakan perkataan ataupun perbuatan Nabi Muhammad SAW yang memberikan gambaran tentang segala sesuatu hal, yang juga di jadikan dasar dan pedoman dalam Islam dan sebagai umat Islam kita harus mentaati apa yang telah di sunnahka an Rasulullah dalam Haditsnya.c. Undang-undang Dasar 1945, pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi: i. Negara berdasarkan azas Ketuhanan Yang Maha Esaii. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-masingMenurut Prof. Ahmad tafsir dalam bukunya ilmu pendidikan dalam persfektif islam (2007: 157), ada dua arah mengenai kegunaan pendidikan agama dalam keluarga. Pertama, penanaman nilai dalam arti pandangan hidup yang kelak mewarnai perkwembangan jasmani akalnya. Kedua, penanaman sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai guru dan pengetahuan di sekolah.Setiap usaha yang dilakukan secara sadar oleh setiap manusia, pasti tidak lepas dari tujuan. Tujuan utama Pendidikan Agama Islam adalah mencari ridha Allah SWT. Dengan pendidikan, di harapkan akan lahir individu-individu yang baik, bermoral, berkualitas sehingga bermanfaat kepada dirinya, keluarga, masyarakat, negaranya dan umat manusia secara keseluruhan. Jadi tujuan pendidikan adalah perkara yang amat penting, sebab tujuan itulah yang menentukan sifat-sifat metode dan kandungan pendidikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, tujuan pendidikan dalam keluarga adalah terciptanya kesempurnaan dari masing-masing anggota keluarga. Selain itu dapat saling berakhlak baik kepada Allah SWT dengan cara menjalankan perintah dan menjauhi larangannya, berbuat baik kepada sesama manusia, diri sendiri, maupun makhluknya.

2.3. Metode Pendidikan Agama IslamPola atau dapat disebut juga sebagai metode merupakan suatu cara yang dilakukan oleh pendidik dalam menyampaikan nilai-nilai atau materi pendidikan pada peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri sebagai salah satu komponen penting dalam proses pendidikan, pola atau metode dituntut untuk selalu dinamis sesuai dengan dinamika dan perkembangan peradaban manusia.Pola atau metode pendidikan agama dalam Islam pada dasarnya mencontoh pada perilaku Nabi Muhammad Saw dalam membina keluarga dan sahabatnya. Karena segala apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad merupakan manifestasi dari kandungan al-Quran. Adapun dalam pelaksanaannya, Nabi memberikan kesempatan pada para pengikutnya untuk mengembangkan cara sendiri selama cara tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan yang dilakukan oleh Nabi.Abdulrahman Al-Nahlawi dalam bukunya Ushulu al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Ashalibiha (1983) mencoba mengembangkan metode pendidikan Qurani.(Syahidin, 2005: 59) yang disebut metode pendidikan Qurani ialah salah satu metode pendidikan yang berdasarkan kandungan al-Quran dan as-Sunnah. Dalam hal ini, segala bentuk upaya pendidikan didasarkan kepada nilai-nilai yang terdapat dalam al-Quran dan as-Sunnah.Metode pendidikan agama yang dapat di gunakan dalam keluarga :a. Metode keteladananPendidikan dengan teladan berarti pendidikan dengan memberi contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berpikir dan sebagainya. Keteladanan merupakan metode yang paling baik dalam rangka proses kehidupannya, mereka memerlukan keteladanan yang baik dan sholeh. Teladan dari orang tua akan jauh lebih membekas dari pada semua kata yang mereka ajarkan. Dengan demikian keteladanan yang diberikan orang tua pada anaknya akan sangat menentukan keberhasilan orang tua dalam membimbing anak-anaknya. Metode ini yang paling efektif untuk membimbing anaknya. Orang tua tidak hanya memberikan bimbingan secara lisan melainkan juga langsung memberikan contoh kepada anak-anaknya.b. Metode Kisah Dalam islam banyak kisah para Nabi yang dapat di petik pelajaran moral yang di paparkan melalui metode cerita. Sebagai contoh : kisah Nabi Muhammad, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Yunus, Nabi Musa dan lain-lain. Dari kisah tersebut, orang tua menceritakan kepada anak-anaknya dengan metode yang sangat berkesan dan dengan ungkapan dalam kehidupannya.c. Metode NasehatDi antara metode pendidikan yang popular sejak dulu adalah dengan cara nasehat, sebab manusia itu senang dan selalu memperhatikan jika mendengar nasehat dari orang yang disintainya. Oleh sebab itu, dalam kondisi yang demikian ini, nasehat sangat mampu berpengaruh pada diri orang yang mendengarkan nasehat maka oleh sebab itu sebagai orang tua hendaknya memahami dalam memberikan nasehat dalam mendidik anak-anaknya sehingga akhirnya dapat menjadi anak yang baik berfikir jerrnih serta berwawasan luas.d. Metode PengawasanMetode pengawasan ini adalah peran orang tua disini adalah melakukan pengawasan, maksudnya yaitu mendampingi anak dalam upaya pembentukan kepribadian yang baik serta mengawasi dan mempersiapkan keadaannya baik dalam jasmani maupun rohani. Pengawasan merupakan metode yang tidak bisa di abaikan oleh orang tua, karena anak tidak selamanya berada di tengah-tengah keluarganya dia akan semakin besar dan makin luas dunianya. Oleh sebab itu, orang tua harus melakukan pengawasan yang baik terhadap anaknya mulai sejak dini.e. Metode HukumanBila teladan dan nasehat tidak mampu, maka harus di adakan tindak tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang benar, tindakan tegas itu adalah hukuman. Hukuman merupakan metode terburuk, tetapi dalam kondisi tertentu harus di gunakan karena hukuman adalah cara yang paling terakhir. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang hendak di perhatikan pendidik dalam menggunakan hukuman antara lain adalah : Menghukum bertujuan untuk memperbaiki kesalahan untuk tidak melakukan lagi di manapun dan kapanpun. Metode hukuman digunakan apabila metode ini tidak berhasil digunakan lagi dalam memperbaiki peserta didik. Sebelum dijatuhkan hukuman, terlebih dahulu hendaknya memberi kesempatan untuk bertobat dan memperbaiki diri. Hukuman yang diberikan hendaknya dapat dimengerti olehnya,sehingga dia sadar dengan kesalahan dan tidak mengulaginya lagi. Hukuman hendaknya melihat kondisi atau latar belakang peserta didik. Menjatuhkan hukuman hendaknya yang logis, yakitu hukumandisesuaikan dengan jenis kesalahan. Hukuman piskis lebih baik dari pada pisik.Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa anak benar-benarmembutuhkan perhatian dari keluarga, khususnya orang tua. Oleh karena ituorang tua memang harus menjadi teladan yang utama bagi anak-anaknya setadapat memberikan nasehat-nasehat bila anaknya ada masalah yang mungkin tidak dapat diselesaikan denagn sendiri oleh anak.2.4. Materi Pokok Pendidikan Agama Islama) Pendidikan AkidahSesungguhnya tujuan utama kehidupan manusia sebagaimana digambarkan dalam al-Quran adalah mengesakan dan menyembah Allah SWT, mengenal-Nya dengan sebenar-benarnya, dan memakmurkan alam semesta ini sesuai dengan syariat yang ditetapkan. Para mufassir menyebutkan makna al-ibadah dalam ayat ini dalam beberapa pendapat: pertama, tauhid; kedua, melaksanakan ibadah dan menjaga ketaatannya; ketiga, mengenal Allah (marifatullah).Sebagaimana tujuan utama pernikahan dalam Islam adalah membina generasi imani yang mempunyai keimanan kuat dalam hatinya dan terlihat pengaruhnya pada akhlak dan perbuatannya, Nabi Muhammmad saw juga telah menegaskan betapa besar pengaruh orang tua dalam memberikan bimbingan akidah yang benar bagi anak- anaknya. Nabi Muhammmad saw bersabda:

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, nasrani, atau majusi.Dasar-dasar akidah paling penting yang wajib diajarkan kepadaanak-anak adalah: mengesakan Allah (tauhidullah), Allah menaklukkan semua makhluk untuk berkhidmat kepada manusia, beriman kepada qadha dan qadar serta bertawakal kepada Allah, menanamkan kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw. b) Pendidikan IbadahMateri dalam pendidikan ibadah yang dimaksud di sini adalah meliputi: Shalat, karena shalat adalah mediator antara hamba dan Tuhannya. Selain itu, shalat merupakan tiang agama Islam, siapa yang menegakkannya maka berarti telah menegakkan Islam dan barangsiapa yang merobohkannya maka roboh pula Islam. Bersama dengan lainnya; syahadatain, haji, puasa, dan zakat, shalat menjadi tiang (fondasi) bangunan Islam. Shalat adalah satu-satunya ibadah yang pelaksanaannya harus diperintahkan kepada seorang anak, bahkan dapat diberi ganjaran dengan pukulan apabila si anak menunjukkan keengganan untuk melaksanakannya. Ayat tersebut menjelaskan pendidikan shalat tidak terbatas tentang kaifiyah di mana menjalankan shalat lebih bersifat fiqhiyah melainkan termasuk menanamkan nilai-nilai di balik shalat. Dengan demikian mereka harus mampu tampil sebagai pelopor amar makruf nahi munkar serta jiwanya teruji sebagai orang yang sabar c) Pendidikan Pokok-Pokok Ajaran Islam1. Mengenal AllahMengenal Allah adalah merupakan bagian esensial dari ajaran islam yang pertama kali harus dilakukan sebelum seseorang mempelajari bagian ajaran Islam lainnya. Manusia dapat mengenal Allah dengan menggunakan potensi yang ada dalam dirinya, yaitu fitrah ke-Tuhanan atau unsur lahut yang ada dalam diri manusia. Melalui fitrah keberagamaan tersebut manusia dapat mengenal Tuhannya.2. Memahami Al-Quran dan HaditsAl-Quran dan Hadits merupakan dasar utama ajaran Islam,karena dari kedua dasar tersebut dapat dikembangkan berbagai disiplin studi Islam , seperti tafsir, hadits, fiqih, ilmu kalam, akhlak dan lain sebagainya. Selain itu al-Quran dan Hadits merupakan pedoman hidup umat Islam yang dapat menjamin keselamatan baik di dunia maupun di akhiratd) Pendidikan Akhlakul KarimahIslam bukanlah himpunan keyakinan dan ibadah semata. Islam adalah agama kehidupan dan sosial. Oleh karena itu, Islam menganjurkan untuk melatih anak-anak sejak kecil dengan dasar-dasar pokok adab pergaulan dan akhlak yang benar. Rasulullah menganjurkanuntuk memanfaatkan kesempatan dan menegur anak-anak bila ada kesalahan dalam sikap yang mereka lakukan. Tidak diragukan lagi jika seorang tidak belajar adab pergaulan yang benar sejak kecil, maka ia akan menuai banyak kecaman dari orang-orang di sekitarnya dan bahkan akan jatuh dalam posisi yang sulit dan memalukan. Oleh karena itu, salah satu kewajiban orang tua adalah memperhatikan hal santun umum ketika hadir di suatu majlis semisal adab berbicara, mendengarkan, minta izin, memperkenalkan namanya, berbicara di telepon, membalas salam, berjalan, makan minum, bercanda, dan menghormati orang lain.

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1. Peran Keluarga Bagi Anak-AnakKeluarga secara etimologis berasal dari rangkaian kata kawula dan warga. Kawula artinya abdi yakni hamba sedangkan warga berarti anggota . Sebagai abdi di dalam keluarga, seseorang wajib menyerahkan segala kepentingan kepada keluarganya dan sebagai warga atau anggota, ia berhak untuk ikut mengurus segala kepentingan di dalam keluarganya.Sedangkan menurut M.I Sulaiman (1994 : 12) ciri hakiki suatu keluarga ialah bahwa keluarga itu merupakan : Satu persekutuan hidup yang dijalin kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan, yang bermaksud untuk saling menyempurnakan diri.Dalam Ensyclopedi Umum yang dimaksud dengan keluarga yaitu kelompok orang yang ada hubungan darah atau perkawinan yang terdiri dari ibu, ayah, anak anaknya (yang belum memisahkan diri sebagai keluarga.Dalam bahasa Inggris kata keluarga diartikan dengan Family. Everet Wilson mengartikan family (keluarga ) adalah the face to face group (kelompok tatap muka). Dia mengartikan lebih ke arah fungsi keluarga.Keluarga merupakan unit terkecil dalam suatu masyarakat yang terdiri atas ayah, ibu, anak-anak dan kerabat lainnya. Lingkungan keluarga merupakan tempat di mana anak-anak dibesarkan dan merupakan lingkungan yang pertama kali dijalanai oleh seorang anak di dalam mengarungi hidupnya, sehingga apa yang dilihat dan dirasakan oleh anak-anak dalam keluarga akan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jiwa seorang anak.Keluarga merupakan unit pertama dan institusi pertama dalam masyarakat di mana hubungan-hubungan yang terdapat di dalamnya, sebahagian besarnya bersifat hubungan langsung dan di situlah berkembang individu dan di situ pulalah terbentuknya tahap-tahap awal proses sosialisasi bagi anak-anak. Dari interaksi dalam keluarga inilah anak-anak memperoleh pengetahuan, keterampilan, minat, nilai-nilai, emosi dan sikapnya dalam hidup dan dengan itu pulalah mereka memperoleh ketenteraman dan ketenangan.Pembentukan keluarga dalam Islam bermula dengan terciptanya hubungan suci yang menjalin seorang laki-laki dan seorang perempuan melalui perkawinan yang halal, memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat sahnya perkawinan tersebut. Oleh karena itu, kedua suami dan isteri itu merupakan dua unsur utama dalam keluarga. Jadi, keluarga dalam pengertiannya yang sempit merupakan suatu unit sosial yang terdiri dari seorang suami dan seorang isteri, atau dengan kata lain, keluarga adalah perkumpulan yang halal antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bersifat terus menerus di mana yang satu merasa tenteram dengan yang lain sesuai dengan yang ditentukan oleh agama dan masyarakat. Dan ketika kedua suami isteri itu dikaruniai seorang anak atau lebih, maka anak-anak itu menjadi unsur utama ketiga pada keluarga tersebut di samping dua unsur sebelumnya.Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi setiap individu di mana ia berinteraksi. Dari interaksi dengan lingkungan pertama inilah individu memperoleh unsur-unsur dan ciri-ciri dasar daripada kepribadiannya. Juga dari situlah ia memperoleh akhlak, nilai-nilai, kebiasaan dan emosinya dan dengan itu ia merobah banyak kemungkinan-kemungkinan, kesanggupan-kesanggupan dan kesedian-nya menjadi kenyataan dalam hidup dan tingkah laku yang tampak. Jadi keluarga itu bagi seorang individu merupakan simbol atas nilai-nilai yang mulia, seperti keimanan yang teguh kepada Allah, pengorbanan, kesediaan berkorban untuk kepentingan kelompok, cinta kepada kebaikan, kesetiaan dan lain-lain lagi nilai mulia yang dengannya keluarga dapat menolong individu untuk menanamkannya pada dirinya.Individu itu perlu pada keluarga bukan hanya pada tingkat awal hidupnya dan pada masa kanak-kanak, tetapi ia memerlukannya sepanjang hidupnya, sebab di dalam keluargalah, baik anak-anak, remaja, orang dewasa, orang tua maupun manula mendapatkan rasa kasih sayang, rasa tenteram dan ketenangan.Keberadaan keluarga bukan hanya penting bagi seorang individu, tetapi juga bagi masyarakat, sehingga masyarakat menganggap keluarga sebagai institusi sosial yang terpenting dan merupakan unit sosial yang utama melalui individu-individu yang telah dipersiapkan di dalamnya, baik berupa nilai-nilai, kebudayaan, kebiasaan maupun tradisi yang ada di dalamnya. Dari segi inilah, maka keluarga dapat menjadi ukuran dalam sebuah masyarakat, dalam arti apabila masing-masing keluarga itu berada dalam keluarga yang sehat, maka akan sehatlah suatu masyarakat. Dan sebaliknya, jika masing-masing keluarga itu tidak sehat, dampaknya terhadap masyarakat pun akan menjadi tidak sehat.Keluarga sebagai tempat di mana anak-anak dibesarkan memiliki peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak, karena pertama-pertama yang akan dilihat dan dirasakan oleh anak sebelum orang lain adalah keluarga. Peranan pendidikan keluarga tidak akan tergeser oleh banyaknya institusi-institusi dan lembaga-lembaga pendidikan yang ada, seperti Taman Kanak-kanak, Sekolah-sekolah, Akademi- akademi dan lain-lainnya. Begitu juga dengan bertambahnya lembaga-lembaga kebudayaan, kesehatan, politik, agama tidak akan menggeser fungsi pendidikan keluarga.Walaupun begitu tingginya tingkat perkembangan dan perubahan yang berlaku disebahagian besar masyarakat modern, termasuk masyarakat muslim sendiri, tetapi keluarga tetap memelihara fungsi pendidikannya dan menganggap bahwa hal itu merupakan sebagian tugasnya, khususnya dalam rangka menyiapkan sifat cinta mencintai dan keserasian di antara anggota-anggotanya. Begitu juga ia harus memberi pemeliharaan kesehatan, psikologikal, spiritual, akhlak, jasmani, intelektual, emosional, sosial di samping menolong mereka menumbuhkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan kebiasaan yang diingini yang berguna dalam segala lapangan hidup mereka serta sanggup mengambil manfaat dari pelajaran lembaga-lembaga lain.Peranan pendidikan yang sepatutnya dipegang oleh keluarga bagi anggota- anggotanya secara umum adalah peranan yang paling pokok dibanding dengan peranan-peranan lain. Lembaga-lembaga lain dalam masyarakat, misalnya lembaga politik, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain tidak dapat memegang peranan itu.Walaupun lembaga-lembaga lain dapat menolong keluarga dalam tindakan pendidikan, akan tetapi ia tidak sanggup menggantikan, kecuali dalam keadaan- keadaan luar biasa, seperti ketika ibu bapak meninggal atau karena ibu bapak rusak akhlak dan menyeleweng dari kebenaran, atau mereka acuh tak acuh dan tidak tahu cara-cara yang betul dalam mendidik anak. Orang tua semacam ini tidak akan sanggup mendidik anak-anaknya menjadi orang yang baik dan terhormat, karenanya akan menjadi mashlahat apabila anak-anak itu dididik di luar keluarga mereka, misalnya dalam institusi-institusi yang yang baik, teratur dan bertanggungjawab atas baik dan buruknya kepribadian.Menurut Syamsu Yusuf (2007), keluarga dipandang sebagai penentu utama pembentukan kepribadian anak. Alasannya adalah: (1) keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak, (2) anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga, dan (3) para anggota keluarga merupakan significant people bagi pembentukan kepribadian anak.Di samping itu, keluarga juga dipandangn sebagai lembaga yang dapat memenuhi kebutuhan insani, terutama bagi pengemnbagan kepribadiannya dan pengembangan ras manusia. Melalui perlakuan dan perawatan yang baik dari orang tua, anak dapat memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik-biologis, maupun kebutuhan sosio psikologisnya. Apabila anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, maka dia cenderung berkembang menjadi seorang pribadi yang sehat.Perlakuan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan nilai-nilai kehidupan, baik nilai agama maupun nilai sosial budaya yang diberikan kepada anak merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan warga masyarakat yang sehat dan produktif.Suasana keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan agamis, yaitu suasana yang memberikan curahan kasih sayang, perhatian, dan bimbingan dalam bidang agama, maka perkembangan kepribadian anak tersebut cenderung positif, sehat. Sedangkan anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang berantakan, tidak harmonis, keras terhadap anak dan tidak memperhatikan nilai-nilai agama, maka perkembangan kepribadiannya cenderung mengalami distorsi atau mengalami kelainan dalam penyesuaian dirinya.Apabila fungsi keluarga dalam kajian psikologikal modern menekankan pendidikannya kepada pembinaan jiwa mereka dengan rasa cinta, kasih sayang dan ketenteraman, justeru para ahli ilmu jiwa Muslim jauh sebelum itu telah menekankan perkara ini dalam berbagai tulisannya. Ulama-ulama Muslim dahulu kala menekankan pentingnya peranan pendidikan keluarga itu pada tahun-tahun pertama usia anak-anak yang berdasar kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Di samping itu, nash-nash al-Quran dan as-Sunnah banyak yang menekankan pentingnya pendidikan dalam keluarga, di antaranya: Allah berfirman: Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (Q.S.(66):6). Juga Rasulullah bersabda: Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka ibu bapaknyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nashrani atau Majusi (H.R.Tabrani dan Baihaqi). Dalam sabdanya yang lain, Rasulullah menjelaskan: Awasilah anak-anakmu dan perbaikilah adabnya (H.R.Ibnu Majah).Dari bukti-bukti yang dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa mendidik anak dalam keluarga kewajiban paling utama. Kewajiban ini tidak dapat ditinggalkan kecuali karena udzur, dan juga tidak akan membebaskan ia dari tanggungjawab ini dengan adanya institusi-institusi pendidikan yang didirikan khusus untuk anak-anak dan generasi muda. Sebab, institusi itu tidak akan sanggup menggantikan keluarga dalam menanamkan rasa cinta dan kasih sayang kepada anak-anak.Keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama, pertama karena keluarga merupakan lingkungan awal sebelum anak itu mengenal luar dan utama karena keluarga menjadi lingkungan sosial dan emosional dimana hal itu sangat memberikan kualitas pengalaman sehingga menjadi faktor determinan untuk pembentukan kepribadian seorang anak.Menurut M.I. Sulaeman (1994: 84), fungsi keluarga itu ada delapan jenis, yaitu: (1) fungsi edukasi, (2) fungsi sosialisasi, (3) fungsi proteksi, (4) fungsi afeksi, (5) fungsi religius, (6) fungsi ekonomi, (7) fungsi rekreasi, (8) fungsi biologis.Berdasarkan kepada beberapa fungsi keluarga di atas terlihat bahwa salah satu fungsi keluarga ialah fungsi pendidikan. Hal ini berarti bahwa orangtua sebagai pendidik pertama dan utama mempunyai kewajiban dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya termasuk pendidikan nilai moral.

3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi KepribadianKepribadian menurut Woodwort dalam Elizabeth B. Hurlock (1976) yaitu kualitas keseluruhan perilaku individu. Sedangkan menurut Allport masih dalam Elizabeth B. Hurlock (1976), kepribadian adalah organisasi atau tata aturan dinamis dalam diri seseorang dengan sstem psiko-fisiknya yang menentukan karakter tingkah laku dan pemikirannya.Kepribadian yang dimiliki seseorang tidak lepas dari pengaruh yang datang dari luar dirinya. Paling tidak, ada tiga faktor utama yang bekerja di dalam menentukan perkembangan kepribadian seseorang. Pertama, pengaruh keturunan individu; kedua, pengalaman awal dalam keluarga; dan ketiga, peristiwa-peristiwa penting di kemudian hari di luar lingkungan rumah. Dengan demikian, pola kepribadian bukanlah hasil belajar secara eksklusif atau keturunan eksklusif. Sebaliknya, itu berasal dari interaksi dari keduanya.Kepribadian yang dimiliki seseorang tidak bisa lepas dari faktor keturunan, terutama yag berkaitan dengan pematangan karakteristik fisik dan mental. Meskipun faktor lingkungan sosial dan lainnya besar pengaruhnya terhadap kepribadian, namun tidak lepas dari potensi yang ada dalam individu. Bahan baku utama kepribadian, seperti fisik, kecerdasan, dan temperamen adalah hasil dari keturunan. Anak memiliki warisan-warisan sifat bawaan yang berasal dari kedua orang tuanya, merupakan potensi tertentu yang sudah terbentuk dan sukar dirubah. Menurut H.C. Witherington dalam Uyoh Sadullah (2007) heriditas adalah proses penurunan sifat- sifat atau ciri-ciri tertentu dari suatu generasi ke generasi lain dengan perantaraan sel benih. Pada dasarnya yang diturunkan itu adalah struktur tubuh. Jadi, apa yang diturunkan orang tua kepada anak-anaknya berdasar kepada perpaduan gen-gen, yang pada umumnya haya mencakup sifat atau ciri-ciri struktur individu. Yang diturunkan itu sangat kecil menyangkut ciri atau sifat orang tua yang diperoleh dari lingkungan atau hasil belajar dari lingkungannya. Beberapa ciri atau sifat orang tua yang kemungkinan dapat diturunkan , misalnya: warna kulit, kecerdasan, bentuk fisik, seperti bentuk mata, hidung dan lain sebagainya yang berkaitan dengan struktur fisik individu.Selain dipengaruhi oleh faktor keturunan, kepribadian juga terbentuk dari interaksi figur yang signifikan dari semua anggota keluarga (pertama ibu, kemudian ayah dan saudara, dan kemudian figur keluarga yang lainnya) dengan anak. Anak itu membawa kepada interaksi ini, seperti konstitusi biologis tertentu, kebutuhan tertentu, dan kapasitas intelektual tertentu yang menentukan reaksinya dengan cara di mana ia menindaklanjuti figur yang signifikan tersebut.Dalam interaksi antara faktor dan lingkungan, individu memilih dari lingkungannya apa yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan dan menolak apa yang tidak. Oleh karena itu, pola kepribadian berkembang dimulai dari interaksi dengan lingkungannya sendiri.Salah satu alasan untuk menekankan peran keturunan dalam pengembangan pola kepribadian adalah fakta bahwa pola kepribadian merupakan sesuatu yang tunduk pada keterbatasan. Seseorang yang mewarisi kecerdasan tingkat rendah, misalnya, tidak bisa, bahkan di bawah kondisi lingkungan paling menguntungkan, mengembangkan pola kepribadian yang akan menyebabkan sama bagusnya penyesuaian pribadi dan sosial sebagai orang yang mewarisi tingkat yang lebih tinggi dari kemampuan intelektual.Selanjutnya, pengakuan keterbatasan yang dikenakan oleh keturunan menggarisbawahi fakta bahwa orang tidak benar-benar bebas untuk memilih dan mengembangkan jenis pola kepribadian yang mereka inginkan. Menggunakan kecerdasan lagi sebagai ilustrasi: Seseorang dengan kecerdasan tingkat rendah tidak dapat mengembangkan pola kepribadian seorang pemimpin meskipun ia ingin melakukannya dan walaupun keinginannya memberinya motivasi yang kuat untuk mencoba mengembangkan ciri kepribadian yang penting untuk kepemimpinan.Pendidikan dalam berbagai bentuk, khususnya, atau belajar di bawah bimbingan dan arahan yang lain, memainkan peran utama dalam pengembangan pola kepribadian. Sikap terhadap diri, model karakteristik menanggapi orang dan situasi, sikap terhadap asumsi peran sosial disetujui, dan metode penyesuaian pribadi dan sosial, termasuk penggunaan mekanisme pertahanan, dipelajari melalui pengulangan dan diperkuat oleh kepuasan yang mereka bawa. Secara bertahap, konsep-diri dibangun dan tanggapan belajar menjadi kebiasaan, yang merupakan ciri dalam pola kepribadian individu.Ada dua alasan, mengapa pendidikan memainkan peran dalam pengembangan pola kepribadian, yaitu: Pertama, ia memberitahu kita bahwa pengendalian dapat dilaksanakan untuk memastikan bahwa individu akan mengembangkan jenis pola kepribadian yang akan dapat menyesuaikan pribadi dan sosial yang baik. Kedua hal itu mengatakan kepada kita bahwa konsep diri yang tidak sehat dan pola sosial tidak dapat diterima penyesuaiannya dapat diubah dan dimodifikasi. Seperti dalam mempelajari semua, semakin cepat perubahan atau modifikasi dicoba, akan semakin mudah.

3.3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Anak Berkepribadian BurukApabila bila kita analisis faktor-faktor yang menyebabkan anak-anak memiliki kepribadian buruk, sehingga mengakibatkan merosotnya moral pada masyarakat sangat banyak sekali. Menurut Zakiyah Darajat (1988), antara lain yang terpenting adalah:a. Kurang tertanamnya jiwa agama pada tiap-tiap orang dalam masyarakat.Keyakinan beragama yang didasarkan atas pengertian yang sungguh- sungguh dan sehat tentang ajaran agama yang dianutnya, kemudian diiringi dengan pelaksanaan ajaran-ajaran tersebut merupakan benteng moral yang paling kokoh. Apabila keyakinan beragama itu betul-betul telah menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang, maka keyakinannya itulah yag akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaannya. Jika terjadi tarikan orang kepada sesuatu yang tampaknya menyenangkan dan menggembirakan, maka keimanannya cepat bertindak meneliti apakanhal tersebut boleh atau terlarang oleh agamanya. Andaikan termasuk hal yang terlarang, betapapun tarikan luar itu tidak akan diindahkannya, karena ia takut melaksanakan yang terlarang dalam agama.Jika setiap orang kuat keyakinannya kepada Tuhan, mau menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, maka tidak perlu polisi, tidak perlu pengawasan yang ketat, karena setiap orang dapat menjaga dirinya sendiri, tidak mau melanggar hukum-hukum dan ketentuan Tuhannya. Semakin jauh masyarakat dari agama, semakin susah memelihara moral orang dalam masyarakat itu, dan semakin kacaulah suasana, karena semakin banyaknya pelanggaran-pelanggaran atas hak dan hukum.b. Keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi, sosial, dan politik.Faktor kedua yang ikut mempengaruhi moral masyarakat ialah kurang stabilnya keadaan, baik ekonomi, sosial, maupun politik. Kegoncangan atau ketidakstabilan suasana yang melingkungi seseorang menyebabkan gelisah dan cemas, akibat tidak dapatnya mencapai rasa aman dan ketenteraman dalam hidup. Demikian juga dengan keadaan sosial dan politik, jika tidak stabil, maka akan menyebabkan orang merasa takut, cemas dan gelisah, dan keadaan seperti ini akan mendorong pula kepada kelakuan-kelakuan yang mencari rasa aman yang kadang-kadang menimbulkan kecurigaan, tuduhan-tuduhan yang tidak beralasan, kebencian kepada orang lain, adu domba, fitnah dan lain sebagainya. Hal ini semua mudah terjadi pada orang yang kurang keyakinannya kepada agama, dan mudah menjadi gelisah.c. Pendidikan moral tidak terlaksana menurut mestinya, baik di rumah tangga, sekolah maupun masyarakat.Faktor ketiga yang juga penting adalah tidak terlaksananya pendidikan moral dengan baik dalam rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Pembinaan moral seharusnya dilaksanakan sejak anak kecil sesuai dengan kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak lahir belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-batas dan ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap-sikap yang dianggap baik untuk pertumbuhan moral, anak-anak aka dibesarkan tanpa mengenal moral itu.Juga perlu diingat bahwa pemahaman tentang moral belum dapat menjamin tindakan moral. Moral bukanlah suatu pelajaran atau ilmu pengetahuan yang dapat dicapai dengan mempelajari, tanpa membiasakan hidup bermoral dari kecil, karena moral itu tumbuh dari tindakan kepada pengertian. Di sinilah peranan orangtua, guru dan lingkungan yang sangat penting. Jika anak dilahirkan dan dibesarkan oleh orang tua yang tidak bermoral atau tidak mengerti cara mendidik, ditambah pula dengan lingkungan masyarakat yang goncang dan kurang mengindahkan moral, maka sudah barang tentu hasil yang akan terjadi tidak menggembirakan dari segi moral.d. Suasana rumah tangga yang kurang baik.Faktor yang terlihat pula dalam masyarakat sekarang ialah kerukunan hidup dalam rumah tangga kurang terjamin. Tidak tampak adanya saling pengertian, saling menerima, saling menghargai, saling mencintai di antara suami isteri. Tidak rukunnya ibu-bapak menyebabkan gelisahnya aak-anak, mereka menjadi takut, cemas dan tidak tahan berada ditengah-tengah orangtua yang tidak rukun. Maka anak-anak yang gelisah dan cemas itu mudah terdorong kepada perbuatan-perbuatan yang merupakan ungkapan dari rasa hatinya, biasanya akan mengganggu ketenteraman orang lain. Demikian juga halnya dengan anak-anak yang merasa kurang mendapat perhatian, kasih sayang dan pemeliharaan orang tua akan mencari kepuasan di luar rumah.

e. Diperkenalkannya secara populer obat-obat dan alat-alat anti hamil.Suatu hal yang sementara pejabat tidak disadari bahayanya terhadap moral anak-anak muda adalah diperkenalkanya secara populer obat-obatan dan alat-alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Seperti kita ketahui bahwa usia muda adalah usia yang baru mengalami dorongan seksual akibat pertumbuhan biologis yang dilaluinya, mereka belum mempunyai pengalaman, dan jika mereka juga belum mendapat didikan agama yang mendalam, merka akan dengan mudah dapat dibujuk oleh orang-orang yag tidak baik, yang hanya melampiaskan hawa nafsunya. Dengan demikian, akan terjadilah obat atau alat- alat itu digunakan oleh anak-anak muda yang tidak terkecuali anak-anak sekolah atau mahasiswa yang dapat dibujuk oleh orang yang tidak baik itu oleh kemauan mereka sendiri yang mengikuti arus darah mudanya, tanpa terkendali. Orang tidak ada yang tahu, karena bekasnya tidak terlihat dari luar.f. Banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, siaran-siaran, kesenian-kesenian yang tidak mengindahkan dasar-dasar dan tuntunan moral.Suatu hal yang belakangan ini kurang mendapat perhatian kita ialah tulisan-tulisan, bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran, kesenian-kesenian,dan permainan-permainan yang seolah-olah mendorong aak muda untuk mengikuti arus mudanya. Segi-segi moral dan mental kurang mendapat perhatian, hasil-hasil seni itu sekedar ungkapan dari keinginan dan kebutuhan yang sesungguhnya tidak dapat dipenuhi begitu saja. Lalu digambarka dengan sangat realistis, sehingga semua yang tersimpan di dalam hati anak-anak muda diungkap dan realisasinya terlihat dalam cerita, lukisan atau permainan tersebut. Ini pun mendorong anak-anak muda ke jurang kemerosotan moral.g. Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang (leisure time) dengan cara yang baik, dan yang membawa kepada pembinaan moral.suatu faktor yang juga telah ikut memudahkan rusaknya moral anak-anak muda ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu luang dengan yang baik dan sehat. Umur muda adalah umur suka berkhayal, melamunkanhal yang jauh. Kalau mereka dibiarkan tanpa bimbingan dalam mengisi waktunya, maka akan banyak lamunan dan kelakuan yang kurang sehat timbul dari mereka.h. Tidak ada atau kurangnya markas-markas bimbingan dan penyuluhan bagi anak- anak dan pemuda-pemuda.Terakhir perlu dicatat, bahwa kurangnya markas bimbingan dan penyuluhan yang akan menampung dan menyalurkan anak-anak kearah mental yang sehat. Dengan kurangnya atau tidak adanya tempat kembali bagi anak-anak yang gelisah dan butuh bimbingan itu, maka pergilah mereka berkelompok dan bergabung dengan aak-anak yang juga gelisah. Dari sini akan keluarlah model kelakuan yang kurang menyenangkan.3.4. Peran Pendidikan Agama dalam Keluarga terhadap Pembentukan Kepribadian AnakSetelah kita mengetahui penyebab anak-anak memiliki kepribadian buruk yang mengakibatkan merosotnya moral seperti yang diuraikan di atas, menunjukkan betapa pentingnya pendidikan agama bagi anak-anak kita, dan betapa pula besarnya bahaya yang terjadi akibat kurangnya pendidikan agama itu. Untuk itu, perlu kiranya kita mencari jalan yang dapat mengantarkan kita kepada terjaminnya kepribadian anak-anak yang kita harapkan menjadi warga Negara yang cinta akan bangsa dan tanah airnya, dapat menciptakan dan memelihara ketenteraman dan kebahagiaan masyarakat dan bangsa di kemudian hari. Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam pendidikan agama bag anak-anaknya, terutama dalam pembentukan kepribadian. Menurut M.I. Soelaeman (1978: 66), salah satu fungsi keluarga ialah fungsi religius. Artinya keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga lainnya kepada kehidupan beragama. Untuk melaksanakannya, orang tua sebagai tokoh- tokoh inti dalam keluarga itu terlebih dulu harus menciptakan iklim religius dalam keluarga itu, yang dapat dihayati seluruh anggotanya, terutama anak-anaknya.Pendidikan agama harus dimulai sejak dini, terutama dalam keluarga, sebab anak-anak pada usia tersebut siap untuk menerima ajaran agama yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah tanpa harus menuntut dalil yang menguatkannya. Dalam pendidikan usia dini, ia juga tidak berkeinginan untuk memastikan atau membuktikan kebenaran ajaran agama yang diterimanya.Dalam penanaman pendidikan agama di lingkungan keluarga yang harus diberikan kepada anak-anak tidak terbatas kepada masalah ibadah seperti sholat, zakat, puasa, mengaji, tetapi harus mencakup keseluruhan hidup, sehingga menjadi pengendali dalam segala tindakan. Bagi orang yang menyangkan bahwa agama itu sempit, maka pendidikan agama terhadap anak-anak dianggap cukup dengan memanggil guru ngaji ke rumah atau menyuruh anaknya belajar mengaji ke madrasah atau ke tempat lainnya. Padahal yang terpenting dalam penanaman jiwa agama adalah di dalam keluarga, dan harus terjadi melalui pengalaman hidup seorang anak dalam keluarga. Apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan oleh anak sejak ia kecil akan mempengaruhi kepribadiannya.Supaya pembinaan nilai-nilai agama itu betul-betul membuat kuatnya jiwa anak-anak untuk menghadapi tantangan segala zaman dan suasana dikemudian hari, hendaknya ia dapat terbina sejak lahir, bahkan sejak dalam kandungan sampai ia mencapai usia dewasa dalam masyarakat.Hasan Langgulung (1986) mengemukakan bahwa pendidikan agama dan spiritual termasuk bidang-bidang pendidikan yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga terhadap anak-aaknya. Pendidikan agama dan spiritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada anak-anak melalui bimbingan agama yang sehat dan mengamalkan ajaran-ajaran agama dan upacara-upacaranya. Begitu juga membekali anak-anak dengan pengetahuan-pengetahuan agama dan kebudayaan Islam yang sesuai dengan umurnya dalam bidang aqidah, ibadah, muamalah dan sejarah. Begitu juga dengan mengajarkan kepadanya cara-cara yang betul untuk menunaokan syiar-syiar dan kewajiban-kewajiban agama, dan menolongnya mengembangkan sikap agama yang betul, dan yang pertama-tama harus ditanamkan ialah iman yang kuat kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhirat, dan selalu mendapat pengawasan dari orang tua dalam segala perbuatan dan perkataannya.Di antara cara-cara praktis yang patut digunakan oleh keluarga untuk menanamkan semangat keagamaan pada diri anak-anak adalah sebagai berikut:a. Memberi tauladan yang baik kepada mereka tentang kekuatan iman kepada Allah dan berpegang dengan ajaran-ajaran agama dalam bentuknya yang sempurna dalam waktu tertentu.b. Membiasakan mereka menunaikan syiar-syiar agama semenjak kecil sehingga penunaian itu menjadi kebiasaan yang mendarah daging, mereka melakukannya dengan kemauan sendiri dan merasa tentram sebab mereka melakukannya.c. Menyiapkan suasana agama dan spiritual yang sesuai di rumah di mana mereka berada.d. Membimbing mereka membaca bacaan-bacaan agama yang berguna dan memikirkan ciptaan-ciptaan Allah dan makhluk-makhluknya untuk menjadi bukti kehalusan sistem ciptaan itu dan atas wujud dan keagungannya.e. Menggalakkan mereka turut serta dalam aktivitas-aktivitas agama, dan lain-lain.Ketika keluarga menunaikan hal-hal tersebut di atas, sebelumnya menurut kepada petunjuk dari Al Qur-an, Sunnah Nabi s.a.w. dan peninggalan. Assalaf-Assaleh yang semuanya mengajak untuk melaksanakan pendidikan mengharuskan orangtua mendidik anak-anak nya akan iman dan akidah yang betul dan membiasakannya mengerjakan syariat, terutama sembahyang. Seperti firman Allah swt: Perintahlah keluargamu bersembahyang dan tekunlah engkau mengerjakannya. Kami tidak minta darimu rezeki. Kami memberimu rezeki. Akibat yang baik bagi taqwa. Sabda Rasulullah saw: Perintahlah anak-anak mu bersembahyang sedang mereka berumur tujuh tahun. Pukullah mereka kalau tidak mau jika mereka berumur sepuluh tahun. Dan pisahkanlah mereka dalam pembaringan. (H.R. Abu Daud, Al Turmuzi, Ahmad dan Al Hakim).Juga agama memestikan mereka menanamkan nilai-nilai agama dan kebiasaan-kebiasaan Islam pada jiwa anak-anak dan menyuruh mereka menghafal sebagian Al Qur-an, Sunnah Nabis.a.w. dan sejarah sahabat-sahabat dan Khulafaa Al Rasyidin supaya mereka terbimbing kejalan yang lurus.Rasulullah s.a.w. bersabda : Hak anak kepada ibu-bapaknya adalah bahwa ibu-bapak mengajarkannya Kitab Allah s.w.t., memanah, berenang dan memberinya warisan yang baik. Juga sabda Rasulullah s.a.w. mencintai keluarga Nabi s.a.w., dan membaca Al Qur-an.Selain pendidikan agama seperti yang dijelaskan di atas, pendidikan akhlak dalam keluarga juga sangat besar pengaruhnya terhadap kepribadian anak. Tidaklah berlebihan kalau kita katakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab yang baik adalah yang dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh agama. Sehingga nilai-nilai akhlak-akhlak keutamaan-keutamaan akhlak dalam masyarakat Islam adalah akhlak dan keutamaan yang diajarkan oleh agama.Sehingga seorang Muslim tidak sempurna agamanya sehingga akhlaknya menjadi baik. Hampir-hampir sepakat filosof-filosof pendidikan Islam, bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mendidik jiwa dan akhlak.Keluarga memegang peranan penting sekali dalam pendidikan akhlak untuk anak-anak sebagai institusi yang mula-mula sekali berinteraksi dengannya oleh sebab mereka mendapat pengaruh daripadanya atas segala tingkah lakunya. Oleh sebab itu haruslah keluarga mengambil berat tentang pendidikan ini, mengajar mereka akhlak yang muliayang diajarkan Islam seperti kebenaran, kejujuran,keikhlasan, kesabaran, kasih sayang, cinta kebaikan, pemurah, berani dan lain-lain sebagainya. Dia juga mengajarkan nilai dan faedahnya berpegang teguh pada akhlak di dalam hidup,membiasakan mereka berpegang kepada akhlak semenjak kecil. Sebab manusia itu sesuai dengan sifat asasinya menerima nasihat jika datangnya melalui rasa cinta dan kasih sayang, sedang ia menolaknya jika disertai dengan kekerasan dan biadab. Tepat sekali firman Allah s.w.t. : Jika engkau (hai Muhammad) kasar dan bengis tentu mereka akan meninggalkanmu (Ali Imran: 159).Di antara kewajiban keluarga dalam penanaman akhlak kepada anak-anak agar memiliki kepribadian yang baik adalah sebagai berikut:a. Memberi contoh yang baik bagi anak-anaknya dalam berpegang teguh kepada akhlak mulia. Sebab orang tua yang tidak berhasil menguasai dirinya tentulah tidak sanggup meyakinkan anak-anaknya untuk memegang akhlak yang diajarkannya. Di antara kata-kata mutiara yang terkenal dari Ali R.A. adalah : Medan perang pertama adalah dirimu sendiri, jika kamu telah mengalahkannya, tentu kamu akan mengalahkan yang lain. Jika kalah disitu, niscaya ditempat lain kamu akan lebih kalah. Jadi berjuanglah disitu lebih dahulu. Tepat sekali firman Allah s.w.t. :Adakah kamu memerintah orang berbuat baik sedang kamu melupakan dirimu sendiri. (Al Baqarah : 44).b. Menyediakan bagi anak-anaknya peluang-peluang dan suasana praktis di mana mereka dapat mempraktekkan akhlak yang diterima dari orang tuanya. Memberi tanggung jawab yang sesuai kepada anak-anaknya supaya mereka bebas memilih dalam tindak-tanduknya Menunjukkan bahwa keluarga selalu mengawasi mereka dengan sadar dan bijaksana.c. Menjaga mereka dari teman-teman yang menyeleweng dan tempat-tempat kerusakan, dan lain-lain lagi cara di mana keluarga dapat mendidik akhlak anak-anaknya. Di antara dalil-dalil yang digunakan pendidik-pendidik Islam tentang pentingnya pendidikan akhlak dan pentingnya peranan keluarga di situ, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam sejarahnya dari Nabi s.a.w. bersabda: Tidak memberi seorang bapak lebih baik daripada akhlak yang baik.Juga diriwayatkan oleh Al Turmudzi dan Al Tabarani dari Jabir bin Samrah katanya Rasulullah s.a.w. bersabda : Jika seseorang mengajar anaknya lebih baik baginya daripada ia bersedekah setiap hari setengah gantang kepada orang miskin. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dari Ibnu Abbas, mereka berkata : wahai Rasulullah engkau telah mengajar kami tentang hak orang tua terhadap anaknya. Maka apa pula hak anak terhadap orang tuanya, Beliau bersabda : Bahwa engkau memberi nama yang baik dan membaiki adabnya. Juga diriwayatkan bahwa beliau s.a.w. bersabda: Muliakanlah anak-anakmu dan baikanlah adab mereka (H.R.Ibnu Majah).

BAB IVPENUTUP

4.1. KesimpulanDari apa yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Lingkungan keluarga sangat besar peranannya dalam pembentukan kepribadian bagi anak-anak, karena di lingkungan keluargalah anak-anak pertama kali menerima pendidikan yang dapat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.Ada beberapa faktor yang menyebabkan buruknya kepribadian anak-anak yang dapat menimbulkan kemerosotan moral pada anak-anak, di antaranya: (1) Kurang tertanamnya nilai-nilai keimanan pada anak-anak, (2) lingkungan masyarakat yang kurang baik, (3) Pendidikan moral tidak berjalan menurut semestinya, baik di keluarga, sekolah dan masyarakat, (4) Suasana rumah tangga yag kurang baik, (5) Banyak diperkenalkannya obat-obat terlarang dan alat-alat anti hamil, (6) Banyak tulisan-tulisan, gambar-gambar, saran-siaran yang tidak sejalan dengan nilai-nilai moral, (7) Kurang adanya bimbingan dalam mengisi waktu luang dengan cara yang baik yang membawa kepada pembinaan nilai moral, (8) Kurangnya markas-markas bimbingan da penyuluhan bagi anak-anak.Agar anak-anak memiliki kepribadian yang baik dan terhindar dari pelanggaran-pelanggaran moral, maka perlu adanya pembinaan agama sejak dini kepada anak-anak dalam keluarga dan adanya kerjasama antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebaik apa pun pendidikan moral dalam keluarga tanpa adanya dukungan dari sekolah dan masyarakat, sulit bagi anak-anak untuk memiliki kepribadian yang baik. Begitu juga pendidikan kepribadian di sekolah, tanpa adanya dukungan dari keluarga dan masyarakat sulit bagi anak untuk memiliki pribadi yang baik. Dengan demikian, ketiga jenis lembaga ini tidak bisa dipisahkan dan harus saling mendukung.Proses pembinaan nilai-nilai agama dalam membentuk kepribadian aak-anak dapat dimulai sejak anak lahir sampai ia dewasa. Ketika lahir diperkenalkan dengan kaliamah thoyyobah, kemudian setelah mereka tumbuh dan berkembang menjadi anak-anak, maka yang pertama harus ditanamkan ialah nilai-nilai agama yang berkaitan dengan keimanan, sehingga anak meyakini adanya Allah dan dapat mengenal Allah dengan seyakin-yakinnya (marifatullah).Bersamaan dengan itu, anak-anak juga dibimbing mengenai nilai-nilai moral, seperti cara bertutur kata yang baik, berpakaian yang baik, bergaul dengan baik, dan lain-lainnya. Kepada anak-anak juga ditanamkan sifat-sifat yang baik, seperti nilai-nilai kejujuran, keadilan, hidup serderhana, sabar dan lain-lainnya. Selain itu, agar anak-anak memiliki nilai-nilai moral yang baik, juga di dalam antara keduanya dan harus menjadi suri tauladan bagi anak-anaknya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Nasih Ulwan (2007), Pendidikan Anak dalam Islam, Jakarta: Pustaka Imani.Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam, Rumah, dan Masyarakat, terj. Shihabuddin, Jakarta: Gema Insani, 1995.Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Media Group, 2003A. Khudori Soleh (ed), Pemikiran Islam Kontemporer, Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2003.Alex Shobur, Anak Masa Depan, Bandung: Angkasa, 1991Chabib Thoha , Kapita Selekta pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1996.Djahiri,(1966). Menelusur Dunia Afektif. Pendidikan Nilai dan Moral. Bandung: Lab. Pengajaran PMP IKIP.Ihat Hatimah, dkk. (2007), Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan, Jakarta: Universitas terbuka.Linda, N.Eyre, Richard. 1995. Teaching Your Children Values. New York: Simon sand Chuster.M.I. Soelaeman (1978), Pendidikan dalam Keluarga, Diktat Kuliah.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.Muhammad Said Mursi, Seni Mendidik Anak Gazira. Abdi Ummah (penerj),Euis Jatiningsih (ed). Cet- I (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003)Muhammad Syarif ash-Shawwaf, ABG Islami: Kiat-kiat Efektif Mendidik Anak dan Remaja, penerj. Ujang Tatang Wahyuddin, Bandung: Pustaka Hidayah, 2003.Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1997.Rohmat Mulyana. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.Safyan Sauri (2010), Meretas Pendidikan Nilai, Bandung: Arfino Raya...................... (2011), Filsafat dan Teosofat Akhlak, Bandung: Rizqi Press.Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.Widodo Supriyono, Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1976Zakiah Darajat (1971), Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan BintangZainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara,1991.Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.