giri carakan rojo angkoso-fkik

Upload: usman-cyio-cahyono

Post on 10-Mar-2016

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

  • ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI BERDASARKAN ASPEK PEKERJAAN

    PADA PEKERJA LAUNDRY SEKTOR USAHA INFORMAL

    DI KECAMATAN CIPUTAT TIMUR KOTA TANGERANG SELATAN

    TAHUN 2012

    SKRIPSI

    OLEH :

    GIRI CARAKAN ROJO ANGKOSO

    NIM : 105101003230

    PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1434 H/2013 M

  • ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI BERDASARKAN ASPEK PEKERJAAN

    PADA PEKERJA LAUNDRY SEKTOR USAHA INFORMAL

    DI KECAMATAN CIPUTAT TIMUR KOTA TANGERANG SELATAN

    TAHUN 2012

    SKRIPSI

    Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

    Disusun Oleh :

    GIRI CARAKAN ROJO ANGKOSO

    NIM : 105101003230

    PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1434 H/2013 M

  • i

  • ii

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

    Skripsi, Juni 2012

    Giri Carakan Rojo Angkoso, NIM : 105101003230

    Analisis Tingkat Risiko Ergonomi Berdasarkan Aspek Pekerjaan Pada Pekerja

    Laundry Sektor Usaha Informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang

    Selatan Tahun 2012

    xvii + 204 halaman, 37 tabel, 43 gambar

    ABSTRAK

    Gerakan tubuh yang berlebihan (overexertion), gerakan yang berulang ulang (repetitive motions) dan postur janggal pada pekerjaan laundry memiliki risiko yang

    dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

    mempengaruhi produktifitas, efisiensi dan efektifitas pekerja dalam menyelesaikan

    pekerjaannya.

    Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan alat

    penilaian observasi postur Rapid Entire Body Assessment (REBA) untuk mengetahui

    tingkat risiko ergonomi melalui penilaian terhadap postur janggal (leher, tulang

    punggung, kaki, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan), beban, genggaman

    tangan dan aktifitas pada pekerja laundry sektor informal. Penelitian ini dilaksanakan

    di wilayah Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan pada bulan Mei Juni 2012.

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat risiko pada proses

    penimbangan, pencucian dan pemerasan serta pengemasan dengan posisi berdiri

    dalam kategori risiko menengah. Sedangkan, pada proses pengeringan dan

    penyetrikaan dalam kategori risiko tinggi. Pada proses pengemasan dengan posisi

    duduk dalam kategori risiko rendah. Saran untuk penelitian ini adalah alat timbangan

    diletakkan diatas meja, dimana tinggi meja harus disesuaikan tinggi dan jangkauan

    pekerja saat dilakukan penimbangan, mesin pengering pakaian yang digunakan

    diberikan dudukan pada kaki mesin, menggunakan wadah pakaian yang memiliki

    desain pegangan yang baik, mendesain tempat duduk yang dapat disesuaikan dengan

    ketinggian meja setrika dan antropometri pekerja.

    Daftar Bacaan : 30 (1989 2010)

  • iii

    FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

    COMMUNITY HEALTH STUDY

    SAFETY AND HEALTH

    Thesis, June 2012

    Giri Carakan Angkoso Rojo, NIM: 105101003230

    Ergonomics Risk Level Analysis Based on Aspect Work In Laundry Workers in

    the Informal Sector in Ciputat Timur District, South Tangerang City in 2012

    xvii + 204 pages, 37 tables, 43 pictures

    ABSTRACT

    Excessive body movement (overexertion), repetitive movements and awkward

    posture at work laundry has risks that can lead to musculoskeletal disorders in

    workers. This can affect the productivity, efficiency and effectiveness of workers in

    completing the work.

    This research is a qualitative study using observation assessment tool posture

    Rapid Entire Body Assessment (REBA) to determine the level of ergonomic risk

    assessment through awkward posture (neck, spine, leg, upper arm, forearm, wrist),

    weight, hand grip and activities in the informal sector laundry workers. This research

    was conducted in Ciputat Timur District, South Tangerang City in May-June 2012.

    The results of this study indicate that the level of risk in the process of

    weighing, washing and packing in a standing position, in the medium risk category.

    Meanwhile, the process of drying and ironing in the high risk category. In the

    packaging process in a sitting position in the low risk category. Suggestions for this

    study is a tool weight placed on the table where the high table should be adjustable in

    height and outreach workers currently weighing is done, clothes dryers were used

    given the stand on the feet, use a container that has a design clothes a good grip,

    designed seat that can be adjusted the height of the ironing board and anthropometry

    workers.

    References: 30 (1989 - 2010)

  • iv

  • v

  • vi

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    A. Data Pribadi

    Nama : Giri Carakan Rojo Angkoso

    TTL : Tangerang, 08 Oktober 1987

    Alamat : Jl. H. Jaung No. 06 RT. 04/01 Kelurahan Jurumudi

    Kecamatan Benda Kota Tangerang Banten 15124

    Agama : Islam

    Status : Belum Menikah

    Telepon / HP : (021) 5415495 / 085691344921

    Email : [email protected]

    B. Riwayat Pendidikan

    1993 1999 : SD Negeri Pegadungan 01 Pagi

    1999 2002 : SMP Negeri 45 Jakarta

    2003 2005 : SMA Negeri 84 Jakarta

    2005 2012 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

    Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

    Jurusan Kesehatan Masyarakat

    Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah. Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan begitu

    banyak nikmat, hidayah dan kesempatan kepada saya sehingga saya masih diberikan

    amanah untuk dapat menyelesaikan studi ini. Shalawat serta salam, saya haturkan

    kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW, semoga kita semua bisa bertemu dengan

    Beliau di JannahNya. Amin.

    Saya bersyukur kepada Allah SWT atas semua kemudahan-kemudahan,

    pertolongan dan kekuatan sampai hari ini. Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-

    besarnya kepada kedua orang tua saya tercinta (Bapak Tukiman dan Ibu Asiyah) atas

    doa, semangat, dukungan, kesabaran yang tiada pernah putus kepada saya sehingga

    saya akhirnya bisa menyelesaikan studi ini selama 7 tahun. Selanjutnya kepada adik

    saya, Fitrah All Burman, SE yang selalu memberikan doa dan semangat kepada saya.

    Bidadari kecil saya My Little Mujahidah Anniza Hazzanova Corie yang

    memotivasi saya untuk menjadi ayah yang baik.

    Selama proses pengerjaan skripsi ini, saya berterima kasih kepada semua

    pihak yang telah membantu saya karena saya tidak mampu berjuang sendiri tanpa

    motivasi dari semua pihak. Dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur yang

    terdalam, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

  • viii

    1. Ibu Ir. Febrianti M.Si, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat

    FKIK UINSH Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

    untuk bisa menyelesaikan studi ini.

    2. Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, selaku Pembimbing Skripsi I, yang telah

    memberikan ilmu, kesempatan dan kesabaran untuk membimbing saya

    sehingga saya bisa menyelesaikan studi ini.

    3. Ibu Minsarnawati, M.Kes, selaku Pembimbing Skripsi II, yang telah banyak

    memotivasi, membimbing dan meluangkan waktu, pikiran dan kesabaran serta

    doanya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini.

    4. Ibu Raihana N. Alkaff, M.MA, Ibu Yuli Amran, MKM, dan Ibu Dewi Utami

    Iriani, PhD selaku Penguji Sidang Skripsi yang telah memberikan saran dan

    masukan dalam penyempurnaan skripsi saya.

    5. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat mulai dari tahun 2005

    hingga kini, (Pak Baequni, Bu Narila Mutia, Bu Hoirun Nisa, Bu Fajar

    Ariyanti, Bu Febrianti, Bu Catur Rosidati, Bu Iting Shofwati, Bu Ella, Pak

    Farid Hamzens, Pak Yuli Prapanca Satar), yang telah membantu saya

    menggali khazanah ilmu kesehatan masyarakat di FKIK UINSH Jakarta.

    Semoga saya dapat mengamalkan ilmu untuk kemaslahatan umat.

    6. Pak Ahmad Gozali yang banyak membantu saya dalam administrasi kuliah.

    7. Seluruh teman-teman yang banyak membantu saya selama studi di FKIK

    mulai dari angkatan 2004 hingga 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu

    persatu, yang telah memotivasi, mendukung dan mendoakan saya untuk

    menjadi insan yang lebih baik.

  • ix

    8. Segenap keluarga besar Komda FKIK, KADAFI FKIK, LDK Syahid, BEMJ

    Kesmas, BEM FKIK, DPMU, ISMKMI, dll. Terima Kasih atas Idealismenya.

    9. Saudaraku yang senantiasa saling mengingatkan dalam kebaikan dan

    kesabaran. Sang Murobbi Ka Hafidz, Salman, Syahru, Indra, Musoffa,

    Furqon, Terima kasih atas ukhuwahnya.

    10. Sahabat-sahabatku yang senantiasa membantu selama proses skripsi, Nurul,

    Hari, Retno, Eka, Endah, Jeje, Jalil, Arif, dll. Terima kasih atas semangatnya.

    11. Untuk Sahabatku Ka Umar Al Faruq dan Latifah Hariri (Ka Ipun) dan adik-

    adik mujahidah di Alquran Center Ummu Habibah. Terima kasih atas doa

    dan tilawahnya selama saya disana.

    12. Serta semua pihak yang mungkin belum saya sebutkan dan tidak dapat saya

    sebutkan satu persatu. Terima kasih atas doanya.

    13. Semoga Allah SWT mempertemukan kita semua di dalam naungan Ridho dan

    JannahNya. Amin.

    Saya menyadari bahwa pembuatan skripsi ini masih sangat jauh dari

    sempurna. Dengan segala kekurangan yang ada pada skripsi ini, saya dengan senang

    hati menanti saran, kritik dan rekomendasi yang membangun dari Bapak, Ibu dan

    rekan-rekan serta pembaca untuk memperbaiki dan melengkapi skripsi ini agar

    skripsi ini bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan ini.

    Jakarta, Januari 2013

    Hormat Saya,

    Giri Carakan Rojo Angkoso

  • x

    DAFTAR ISI

    Halaman

    LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ i

    ABSTRAK ....................................................................................................... ii

    LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... vi

    KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii

    DAFTAR ISI .................................................................................................... x

    DAFTAR TABEL............................................................................................ xiv

    DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi

    BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

    1.1.Latar Belakang ................................................................................ 1

    1.2.Rumusan Masalah ........................................................................... 6

    1.3.Pertanyaan Penelitian ...................................................................... 6

    1.4.Tujuan Penelitian ............................................................................. 7

    1.4.1.Tujuan Umum........................................................................ 7

    1.4.2.Tujuan Khusus ....................................................................... 7

    1.5.Manfaat Penelitian ........................................................................... 8

    1.5.1. Bagi Peneliti ......................................................................... 8

    1.5.2. Bagi Tempat Penelitian ........................................................ 9

    1.5.3. Bagi Institusi......................................................................... 9

    1.6.Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... 9

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 11

    2.1. Ergonomi ........................................................................................ 11

    2.1.1. Definisi Ergonomi ................................................................ 11

    2.1.2. Ruang Lingkup Ergonomi .................................................... 14

    2.1.3. Tujuan Ergonomi .................................................................. 18

    2.1.4. Konsep Keseimbangan Dalam Ergonomi ............................ 19

  • xi

    2.2. Faktor Faktor Risiko Ergonomi ................................................... 22

    2.2.1 Berdasarkan Pekerjaan .......................................................... 22

    2.2.1.1. Postur ....................................................................... 22

    2.2.1.2. Frekuensi .................................................................. 34

    2.2.1.3. Durasi ....................................................................... 35

    2.2.1.4. Beban ....................................................................... 35

    2.2.1.5. Peregangan Otot Yang Berlebihan ........................... 36

    2.2.2. Faktor Lingkungan ................................................................ 37

    2.2.2.1. Getaran ..................................................................... 37

    2.2.2.2. Mikroklimat ............................................................. 37

    2.2.3. Faktor Perorangan ................................................................. 38

    2.2.3.1. Umur ........................................................................ 38

    2.2.3.2. Jenis Kelamin ........................................................... 39

    2.2.3.3. Kebiasaan Merokok ................................................. 39

    2.2.3.4. Kesegaran Jasmani ................................................... 40

    2.3. Musculoskeletal Disorders (MSDs) ............................................... 40

    2.3.1. Gangguan Kesehatan Pada Muskuloskeletal Tiap

    Bagian Tubuh ......................................................................... 41

    2.4. Pengendalian Risiko Ergonomi ...................................................... 45

    2.5. Metode Penilaian Risiko Ergonomi ............................................... 48

    2.5.1. Rapid Upper Limb Assessment (RULA) ............................. 48

    2.5.2. The Ovako Working Analysis System (OWAS) .................. 50

    2.5.3. Ergonomic Assessment Survey (EASY) .............................. 52

    2.5.4. Base Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF) ...... 52

    2.5.5. Rapid Entire Body Assessment (REBA) .............................. 53

    2.5.6 Alasan Pemilihan Metode REBA ......................................... 67

    2.6. Kerangka Teori ............................................................................... 69

    BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ........ 71

    3.1. Kerangka Konsep ........................................................................... 71

    3.2. Definisi Operasional ....................................................................... 73

  • xii

    BAB IV METODOLOGI PENELITIAN...................................................... 76

    4.1. Jenis Penelitian ............................................................................... 76

    4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 76

    4.3. Objek Penelitian ............................................................................. 76

    4.4. Pengumpulan dan Pengolahan Data ............................................... 77

    4.4.1. Pengumpulan Data ............................................................... 77

    4.4.2. Alat Pengumpulan Data........................................................ 78

    4.4.3. Pengolahan Data ................................................................... 78

    4.4.4. Analisis Data ........................................................................ 84

    BAB V HASIL ................................................................................................. 86

    5.1. Karakteristik Lingkungan Kerja ..................................................... 86

    5.2. Gambaran Proses Kerja .................................................................. 87

    5.2.1.Penimbangan ......................................................................... 87

    5.2.2.Pencucian dan Pemerasan ..................................................... 87

    5.2.3.Pengeringan ........................................................................... 88

    5.2.4.Setrika dan Pelipatan ............................................................ 88

    5.2.5.Pengemasan ........................................................................... 89

    5.3. Gambaran Postur Tubuh Pekerja Laundry .................................... 89

    5.3.1. Penimbangan ........................................................................ 90

    5.3.2. Pencucian dan Pemerasan .................................................... 92

    5.3.3. Pengeringan .......................................................................... 96

    5.3.4. Setrika dan Pelipatan ............................................................ 100

    5.3.5. Pengemasan .......................................................................... 104

    5.4. Gambaran Beban Kerja, Coupling dan Nilai Aktifitas Pekerja

    Laundry ......................................................................................... 106

    5.5. Analisis REBA Terhadap Keseluruhan Tubuh Yang Digunakan

    Pekerja ........................................................................................... 111

    5.5.1. Penimbangan ........................................................................ 111

    5.5.2. Pencucian dan Pemerasan .................................................... 115

    5.5.3. Pengeringan .......................................................................... 122

  • xiii

    5.5.4. Setrika dan Pelipatan ............................................................ 130

    5.5.5. Pengemasan .......................................................................... 137

    BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................. 142

    6.1. Keterbatasan Penelitian .................................................................. 142

    6.2. Pembahasan Langkah Kerja ........................................................... 142

    6.2.1.Penimbangan ........................................................................ 142

    6.2.2. Pencucian dan Pemerasan .................................................... 149

    6.2.3.Pengeringan ........................................................................... 161

    6.2.4.Setrika dan Pelipatan ............................................................. 173

    6.2.5.Pengemasan ........................................................................... 185

    BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 191

    7.1. Simpulan ......................................................................................... 191

    7.2. Saran ............................................................................................... 192

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 194

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1. Tabel REBA Kelompok A ................................................................. 63

    Tabel 2.2. Tabel REBA Kelompok B ................................................................. 64

    Tabel 2.3. Tabel REBA Kelompok C ................................................................. 65

    Tabel 4.1. Tabel REBA Kelompok A ................................................................. 80

    Tabel 4.2. Tabel REBA Kelompok B ................................................................. 82

    Tabel 4.3. Tabel REBA Kelompok C ................................................................. 83

    Tabel 5.1. Gambaran Beban Kerja, Coupling dan Nilai Aktifitas Pekerja

    Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota

    Tangerang Selatan .............................................................................. 106

    Tabel 5.2. Analisis REBA Pada Proses Penimbangan Menggunakan

    Timbangan Pegas di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

    Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ............................................. 111

    Tabel 5.3. Analisis REBA Pada Proses Penimbangan Menggunakan

    Timbangan Biasa di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

    Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ............................................. 113

    Tabel 5.4. Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian ke Dalam

    Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

    Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ............................................. 115

    Tabel 5.5. Analisis REBA Pada Proses Mengeluarkan Pakaian Dari Mesin

    Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat

    Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 117

    Tabel 5.6. Analisis REBA Pada Proses Membilas di Laundry Sektor Usaha

    Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ........... 119

    Tabel 5.7. Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian Kedalam

    Wadah Di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat

    Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 120

  • xv

    Tabel 5.8. Analisis REBA Pada Proses Mengangkat Wadah Pakaian di

    Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota

    Tangerang Selatan .............................................................................. 123

    Tabel 5.9. Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian Kedalam

    Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

    Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ............................................. 125

    Tabel 5.10. Analisis REBA Pada Proses Mengeluarkan Pakaian Dari Mesin

    Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat

    Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 126

    Tabel 5.11. Analisis REBA Pada Proses Penjemuran Pakaian di Laundry

    Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang

    Selatan ................................................................................................ 128

    Tabel 5.12. Analisis REBA Pada Proses Setrika Dan Pelipatan Dengan Posisi

    Berdiri Menggunakan Meja Setrika Tanpa Kursi di Laundry

    Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang

    Selatan ................................................................................................ 130

    Tabel 5.13. Analisis REBA Pada Proses Setrika dan Pelipatan Dengan Posisi

    Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Dengan Sandaran

    Punggung di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat

    Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 133

    Tabel 5.14. Analisis REBA Pada Proses Setrika dan Pelipatan Dengan Posisi

    Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Tanpa Sandaran

    Punggung di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat

    Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 135

    Tabel 5.15. Analisis REBA Pada Proses Pengemasan Dengan Posisi Berdiri

    di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur

    Kota Tangerang Selatan ..................................................................... 137

    Tabel 5.16. Analisis REBA Pada Proses Pengemasan Dengan Posisi Duduk

    Dilantai di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat

    Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 140

  • xvi

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1. Ruang Lingkup Ergonomi dan Keterkaitan dengan Ilmu Lainnya 15

    Gambar 2.2. Konsep Dasar Dalam Ergonomi .................................................... 20

    Gambar 2.3. Postur Pinch Grip Pada Jari-jari Tangan ....................................... 25

    Gambar 2.4. Postur Janggal Tangan, Finger Press ............................................ 25

    Gambar 2.5. Posisi Deviasi Ulnar (a) dan Posisi Deviasi Radial (b)

    Pada Pergelangan Tangan.............................................................. 25

    Gambar 2.6. Posisi Fleksi (a) dan Posisi Ekstensi (b) Pada Pergelangan

    Tangan ........................................................................................... 26

    Gambar 2.7. Postur Power Grip ........................................................................ 26

    Gambar 2.8. Pergerakan Siku yang Janggal, Posisi Lengan Bawah Rotasi

    (a) dan Siku Ekstensi Penuh (b) ................................................... 27

    Gambar 2.9 Posisi Janggal Pada Bahu, Bahu Diangkat Sebesar 45 (a)

    dan Posisi Bahu ke Arah Belakang (b) .......................................... 28

    Gambar 2.10. Posisi Leher Menunduk 20 ....................................................... 28

    Gambar 2.11. Posisi Leher Miring ....................................................................... 29

    Gambar 2.12. Posisi Leher ke ke Arah Belakang/Mendongak ke Atas ............... 30

    Gambar 2.13. Posisi Leher Memutar ke Samping................................................ 30

    Gambar 2.14. Gerakan Punggung Membungkuk 20 ke Depan ....................... 31

    Gambar 2.15. Punggung Deviasi ke Samping ...................................................... 32

    Gambar 2.16 Posisi Punggung Deviasi ke Samping ........................................... 32

    Gambar 2.17. Postur Kaki Janggal, Posisi Berjongkok (a); Posisi Berdiri

    dengan Bertumpu Pada Satu Kaki (b); dan Posisi Berlutut (c) ..... 33

  • xvii

    Gambar 2.18. Postur Leher................................................................................... 58

    Gambar 2.19. Postur Punggung ............................................................................ 60

    Gambar 2.20. Postur Kaki .................................................................................... 60

    Gambar 2.21. Postur Lengan Bagian Atas ........................................................... 61

    Gambar 2.22. Postur Lengan Bagian Bawah ....................................................... 62

    Gambar 2.23. Postur Pergelangan Tangan ........................................................... 62

    Gambar 2.24. Skor REBA .................................................................................... 66

    Gambar 2.25. REBA Decision ............................................................................. 66

    Gambar 2.26. Kerangka Teori .............................................................................. 70

    Gambar 3.1. Kerangka Konsep .......................................................................... 72

    Gambar 4.1. Skor REBA ................................................................................... 80

    Gambar 5.1. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Penimbangan

    Menggunakan Timbangan Pegas di Laundry Sektor Usaha

    Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ....... 90

    Gambar 5.2. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Penimbangan

    Menggunakan Timbangan Biasa di Laundry Sektor Usaha

    Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ....... 91

    Gambar 5.3. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Memasukkan Pakaian ke

    Dalam Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal

    Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ...................... 92

    Gambar 5.4. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Mengeluarkan Pakaian

    Dari Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal

    Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ...................... 93

    Gambar 5.5. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Pembilasan di Laundry

    Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota

    Tangerang Selatan ......................................................................... 94

    Gambar 5.6. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Memasukkan Pakaian ke

    Dalam Wadah di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

    Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ......................................... 95

  • xviii

    Gambar 5.7. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Mengangkat Wadah

    Pakaian Untuk Dibawa ke Mesin Pengering di Laundry

    Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota

    Tangerang Selatan ......................................................................... 96

    Gambar 5.8. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Memasukkan Pakaian ke

    Dalam Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal

    Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ...................... 97

    Gambar 5.9. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Mengeluarkan Pakaian

    Dari Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal

    Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ...................... 98

    Gambar 5.10. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Penjemuran Pakaian di

    Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur

    Kota Tangerang Selatan ................................................................ 99

    Gambar 5.11. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Setrika dan Pelipatan

    Dengan Posisi Berdiri Menggunakan Meja Setrika Tanpa

    Kursi di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat

    Timur Kota Tangerang Selatan ..................................................... 100

    Gambar 5.12. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Setrika dan Pelipatan

    Dengan Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi

    Dengan Sandaran Punggung di Laundry Sektor Usaha

    Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ....... 102

    Gambar 5.13. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Setrika dan Pelipatan

    Dengan Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi

    Tanpa Sandaran Punggung di Laundry Sektor Usaha

    Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ....... 103

    Gambar 5.14. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Pengemasan Dengan

    Posisi Berdiri di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

    Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ......................................... 104

    Gambar 5.15. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Pengemasan Dengan

    Posisi Duduk di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

    Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ......................................... 105

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Industrialisasi menuntut dukungan penggunaan teknologi maju dan

    canggih, yang di satu pihak akan memberi kemudahan dalam proses produksi

    dan meningkatkan produktivitas. Di lain pihak cenderung meningkatkan risiko

    kecelakaan dan penyakit yang timbul sehubungan dengan pekerjaan. Selain itu,

    di tempat kerja terdapat banyak potensi bahaya, yaitu bahaya fisik, kimia,

    biologi, ergonomi dan psikososial yang berdampak pada kesehatan pekerja

    (Kurniawati, 2009).

    Bahaya tersebut merupakan hasil interaksi antar elemen-elemen yang

    terlibat yaitu pekerja, alat/mesin yang digunakan dalam melakukan pekerjaan

    maupun lingkungan kerja. Interaksi antara ketiga elemen ini menghasilkan

    dampak langsung maupun tidak langsung terhadap pekerja yang meliputi bahaya

    terhadap keselamatan kerja maupun kesehatan kerja. Salah satu masalah

    kesehatan kerja yang jarang diperhatikan adalah masalah ergonomi.

    Ergonomi adalah studi ilmiah terapan mengenai manusia terhadap desain

    objek, sistem, lingkungan untuk aplikasi kerja manusia (Pheasant, 1991). Sistem

    kerja yang tidak ergonomi seringkali kurang mendapat perhatian atau dianggap

  • 2

    sepele. Sebagai contoh adalah pada cara, sikap dan posisi kerja yang tidak benar,

    fasilitas kerja yang tidak sesuai, dan faktor lingkungan kerja yang kurang

    mendukung. Hal ini secara sadar maupun tidak akan berpengaruh terhadap

    produktifitas, efisiensi dan efektifitas pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya

    (Budiono, 2003).

    Penerapan ergonomi yang kurang diperhatikan dapat menyebabkan

    timbulnya masalah-masalah yang ergonomi. Salah satu gejala umum yang timbul

    akibat kerja adalah gangguan musculoskeletal. Gangguan musculoskeletal adalah

    keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai

    dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban

    statis secara berulang-ulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat

    menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon.

    Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan gangguan

    musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera pada sistem musculoskeletal

    (Grandjean, 1993; Lemasters, 1996 dalam Tarwaka 2004).

    Menurut Tarwaka (2004), studi tentang MSDs pada beberapa jenis industri

    telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang

    sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu,

    lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah.

    Berdasarkan laporan the Bureau of Labur Statistics (LBS) tahun 1994,

    terdapat sekitar 32 % (705.800 kasus) merupakan penyakit akibat kerja yang

  • 3

    berasal dari pekerjaan berat (overexertion) dan pergerakan kerja yang berulang-

    ulang (repetitive motion) dalam pekerjaan manual handling. (NIOSH, 1997).

    Besarnya biaya kompensasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan secara pasti

    belum dapat diketahui. Namun demikian, hasil estimasi yang dipublikasikan oleh

    NIOSH menunjukkan bahwa biaya kompensasi untuk keluhan otot skeletal sudah

    mencapai 13 milyar US dollar setiap tahun (Tarwaka, 2004).

    Salah satu sektor industri yang memiliki potensi menimbulkan gangguan

    musculoskeletal pada pekerja yaitu industri laundry. Perkembangan industri ini

    meningkat pesat setiap tahunnya, khususnya di wilayah perkotaan. Industri ini

    awalnya hanya dikelola oleh hotel, rumah sakit, dll. Namun seiring dengan

    tingginya kebutuhan akan jasa laundry ini, maka industri ini mulai dikelola oleh

    masyarakat umum khususnya sektor informal.

    Menurut laporan data OHSAH (1999) selama tahun 1995 hingga 1999,

    terdapat 577 kasus gangguan musculoskeletal pada pekerja di sektor industri jasa

    laundry, dimana 491 kasus tersebut disebabkan gerakan tubuh yang berlebihan

    (overexertion), gerakan yang berulang ulang (repetitive motions) dan postur

    janggal. Selain itu, biaya kompensasi untuk keluhan musculoskeletal tersebut

    mencapai 3.666.260 dollar.

    Hasil studi Departemen Kesehatan tentang profil masalah kesehatan di

    Indonesia tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5 persen penyakit yang

    diderita pekerja berhubungan dengan pekerjaannya, gangguan kesehatan yang

  • 4

    dialami pekerja, menurut studi yang dilakukan terhadap 9.482 pekerja di 12

    kabupaten/kota di Indonesia, umumnya berupa penyakit musculoskeletal (16%),

    kardiovaskuler (8%), gangguan syaraf (6%), gangguan pernafasan (3%) dan

    gangguan THT (1,5%) (Triawan, 2007). Selain itu, hasil Pusat Studi Kesehatan

    dan Ergonomi ITB tahun 2006 2007 diperoleh data sebanyak 40%-80% pekerja

    melaporkan keluhan pada bagian musculoskeletal sesudah bekerja (Yassierli,

    2008).

    Menurut Bird (2005), untuk mengatasi masalah gangguan musculoskeletal

    (MSDs) dapat dilakukan dengan melakukan intervensi ergonomi secara proaktif

    dan reaktif. Intervensi secara proaktif melibatkan penilaian ergonomi terhadap

    stasiun kerja atau proses kerja dengan menilai lingkungan dan proses kerja untuk

    mengidentifikasi faktor-faktor risiko ergonomi. Selain itu, intervensi secara

    reaktif melibatkan penilaian dalam merespon keluhan pekerja (misalnya rasa

    sakit dan kelelahan) atau bukti efisiensi kerja yang buruk (misalnya kerusakan

    peralatan).

    Tahun 1994, NOHSC menghasilkan National Code of Practice for the

    Prevention of Occupational Overuse Syndrome untuk memberikan pedoman

    praktis dalam mencegah risiko, mengidentifikasi, penilaian (assessment) dan

    pengendalian risiko yang berasal dari pekerjaan yang dilakukan dilingkungan

    kerja.

  • 5

    Identifikasi risiko ergonomi yang meliputi analisis penyakit akibat kerja

    dan dokumen kecelakaan, konsultasi dengan pekerja dan observasi langsung

    terhadap pekerja, pekerjaan dan lingkungan kerja. Penilaian risiko ergonomi

    meliputi penilaian terhadap lingkungan kerja dan desain kerja, postur kerja,

    durasi dan frekuensi aktifitas kerja, tekanan yang diterima, organisasi kerja,

    tingkat kemampuan dan pengalaman pekerja serta faktor individu (Lingard dan

    Rowlinson, 2005).

    Sumber gangguan musculoskeletal di sektor industri jasa laundry, dapat

    disebabkan dari desain kerja, desain lingkungan kerja, peralatan kerja, mesin

    maupun peralatan lainnya yang seringkali didesain tanpa mempertimbangkan

    faktor ergonomi khususnya pada pekerja yang akan mengoperasikannya. Hal ini

    dapat menimbulkan masalah seperti masalah ketinggian permukaan yang tidak

    sesuai, postur kerja yang janggal. Beberapa problem tersebut dapat menyebabkan

    masalah ergonomi seperti gangguan musculoskeletal. Pekerjaan laundry

    umumnya meliputi mendorong, menarik, melipat, mengangkat dan membawa

    material (manual handling) dapat menimbulkan efek pada kesehatan, baik untuk

    jangka pendek maupun jangka panjang (OHSAH, 1999).

    Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan pada 5 pekerja laundry

    yang terdapat di wilayah Kecamatan Ciputat Timur, diketahui bahwa seluruh

    pekerja laundry mengeluhkan sakit dan pegal-pegal pada bagian tubuh seperti

    leher, punggung dan tangan pada saat bekerja maupun setelah bekerja. Oleh

    karena itu, perlu adanya upaya penilaian risiko ergonomi terhadap proses

  • 6

    pekerjaan di industri jasa laundry khususnya di sektor usaha informal dengan

    melihat aktifitas kerja yang dilakukan para pekerja.

    Penilaian dilakukan berdasarkan aspek pekerjaan yang dinilai sebagai

    parameter risiko ergonomi berdasarkan postur tubuh, tekanan beban yang

    digunakan, jenis pergerakan atau aksi, pengulangan posisi tangan saat

    bersentuhan dengan objek. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik

    untuk melakukan penelitian tentang analisis tingkat risiko ergonomi berdasarkan

    aspek pekerjaan pada pekerja laundry sektor usaha informal di Kecamatan

    Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan tahun 2012.

    1.2. Rumusan Masalah

    Pekerjaan pada industri laundry memiliki risiko ergonomi yang dapat

    berisiko terjadinya gangguan musculoskeletal yang terkait dengan postur tubuh

    pekerja pada saat melakukan aktifitas kerjanya. (Laraswati, 2009). Berdasarkan

    penelitian pendahuluan yang dilakukan pada 5 pekerja laundry yang terdapat di

    wilayah Kecamatan Ciputat Timur, diketahui bahwa seluruh pekerja laundry

    mengeluhkan sakit dan pegal-pegal pada bagian tubuh seperti leher, punggung

    dan tangan pada saat bekerja maupun setelah bekerja. Oleh karena itu, sebagai

    langkah pengendalian risiko gangguan musculoskeletal, maka dilakukan

    penilaian terhadap risiko ergonomi khususnya pada pekerja laundry sektor

    informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan menggunakan

    metode REBA (Rapid Entire Body Assesment).

  • 7

    1.3. Pertanyaan Penelitian

    1. Bagaimana gambaran identifikasi proses kerja laundry sektor informal di

    Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012?

    2. Bagaimana skor penilaian postur yang meliputi leher, punggung, kaki lengan

    atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan pada pekerja laundry sektor

    informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012?

    3. Bagaimana skor penilaian berat beban, coupling, dan nilai aktifitas pada

    pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang

    Selatan Tahun 2012?

    4. Bagaimana tingkat risiko ergonomi berdasarkan penilaian Rapid Entire Body

    Assement (REBA) pada pekerjaan laundry sektor informal di Kecamatan

    Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012?

    1.4. Tujuan Penelitian

    1.4.1. Tujuan Umum

    Diketahuinya tingkat risiko ergonomi berdasarkan aspek pekerjaan pada

    pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota

    Tangerang Selatan Tahun 2012.

    1.4.2. Tujuan Khusus

    1. Diketahuinya gambaran identifikasi proses kerja laundry sektor informal

    di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012.

  • 8

    2. Diketahuinya skor penilaian postur yang meliputi leher, punggung, kaki

    lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan pada pekerja

    laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang

    Selatan Tahun 2012.

    3. Diketahuinya skor penilaian berat beban, coupling, dan nilai aktifitas

    pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota

    Tangerang Selatan Tahun 2012.

    4. Diketahuinya tingkat risiko ergonomi berdasarkan penilaian Rapid

    Entire Body Assement (REBA) pada pekerjaan laundry sektor informal

    di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012.

    1.5. Manfaat Penelitian

    1.5.1. Bagi Peneliti

    1. Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan di bidang

    keselamatan dan kesehatan kerja, baik yang telah dipelajari di

    perkuliahan dan pengalaman serta kemampuan khususnya dalam

    mengenali faktor risiko ergonomi.

    2. Dapat mengidentifikasi dan menganalisa tingkat risiko ergonomi

    khususnya pada aspek pekerjaan dengan menggunakan metode Rapid

    Entire Body Assessment (REBA) pada pekerja laundry sektor informal

    di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan.

  • 9

    1.5.2. Bagi Tempat Penelitian

    1. Mengetahui informasi mengenai adanya dan besaran mengenai faktor

    risiko ergonomi yang dialami pekerja laundry yang memiliki

    kemungkinan adanya masalah risiko ergonomi pada pekerja akibat

    pekerjaan.

    2. Memberikan gambaran mengenai penilaian risiko khususnya risiko

    ergonomi, sehingga pemilik usaha dapat melakukan tindakan

    pengendalian dan pencegahan terkait risiko ergonomi dalam rangka

    meningkatkan produktifitas kerja, efisiensi serta kenyamanan pekerja.

    1.5.3. Bagi Institusi

    Menjadi bahan referensi dalam pengembangan keilmuan bagi

    program studi kesehatan masyarakat khususnya peminatan keselamatan

    dan kesehatan kerja.

    1.6. Ruang Lingkup Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat risiko ergonomi

    berdasarkan aspek pekerjaan pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan

    Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012. Penelitian ini dilaksanakan

    oleh mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri

    Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni

    2012. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain

  • 10

    studi kasus pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Timur Kota

    Tangerang Selatan terkait dengan pekerjaannya dimana peneliti melakukan

    pengamatan pada setiap pekerjaan yang dilakukan pekerja untuk melihat besaran

    potensi risiko ergonomi dengan penilaian observasi postur menggunakan metode

    Rapid Entire Body Assesment (REBA). Metode ini digunakan untuk

    mendapatkan tingkat risiko ergonomi terkait postur janggal, beban, genggaman

    dan aktifitas yang dibantu dengan kamera digital dan handycam, sehingga

    didapatkan hasil tingkat risiko ergonomi dari masing-masing pekerjaan.

  • 11

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Ergonomi

    Istilah ergonomi diperkenalkan oleh W.B. Jastrzebowski tahun 1857,

    dimana terminologi dari kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu

    Ergon yang artinya kerja dan nomos yang berarti peraturan / hukum. Secara

    harfiah, ergonomi diartikan sebagai ilmu tentang kerja (Budiono, 2003). Studi

    terhadap aspek pekerjaan dimulai sejak peralihan menuju abad 20 dimana

    pengembangan terhadap pengukuran ini dikembangkan oleh Frank dan Lilian

    Gilbreth serta Frederick Taylor. Dalam ruang lingkup yang luas, ergonomi

    adalah sebuah studi multidisiplin mengenai hukum yang mengatur interaksi

    antara manusia, mesin, dan lingkungan. Menurut International Ergonomics

    Association (IEA), seorang ahli ergonomi berkontribusi dalam mendesain dan

    mengevaluasi tugas, pekerjaan, produk, lingkungan dan sistem untuk

    menciptakan keserasian terhadap kebutuhan, kemampuan dan keterbatasan

    manusia (Rom, 2007).

    2.1.1. Definisi Ergonomi

    Definisi mengenai ergonomi telah banyak dijabarkan oleh peneliti

    maupun lembaga. Oleh karena itu, untuk lebih memahami pengertian

  • 12

    mengenai ergonomi, maka penulis akan menjelaskan berbagai macam

    definisi ergonomi yang berasal dari dari beberapa literatur, antara lain :

    a) Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk

    menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau yang

    setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-

    optimalnya, hal ini meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga

    kerja secara timbal balik untuk efisiensi dan kenyamanan kerja

    (Sumamur, 1989).

    b) Ergonomi adalah studi ilmiah terapan mengenai manusia terhadap

    desain objek, sistem, lingkungan untuk aplikasi kerja manusia

    (Pheasant, 1991).

    c) Ergonomi adalah ilmu pengetahuan untuk menganalisa efek dari

    proses kerja, desain kerja, dan lingkungan kerja terhadap kinerja atau

    performa dan kesehatan manusia (Bird, 2005).

    d) Ergonomi adalah sudut pandang keilmuan, berpikir tentang manusia

    dan bagaimana interaksinya dengan seluruh aspek di dalam

    lingkungan, peralatan dan situasi kerja (Oborne, 1995).

    e) Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari mengenai interaksi antara

    manusia dan objek yang mereka pergunakan serta lingkungan kerjanya

    (Pulat, 1997).

    f) Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusahan

    menyerasikan pekerja dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya

  • 13

    dengan tujuan tercapainya produktifitas dan efisiensi yang setinggi-

    tingginya melalui pemanfaatan manusia seoptimal mungkin (Budiono,

    2003).

    g) Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia

    dengan mesin serta faktor faktor yang mempengaruhi interaksi

    tersebut (Bridger, 2003).

    h) Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk

    menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang

    digunakan baik dalam beraktifitas maupun istirahat dengan

    kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental

    sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik

    (Tarwaka, 2004).

    i) Ergonomi adalah istilah yang digunakan sebagai dasar studi dan desain

    hubungan antara manusia dan mesin untuk mencegah penyakit dan

    cidera serta meningkatkan prestasi atau kinerja (ACGIH, 2007).

    j) Ergonomi didefinisikan sebagai penerapan ilmu biologi yang sejalan

    dengan ilmu rekayasa yang bertujuan agar didapatkan penyesuaian

    yang saling menguntungkan antara pekerja dengan pekerjaannya

    secara optimal dengan tujuan agar bermanfaat untuk efisiensi dan

    kesejahteraan (ILO, 1998).

    Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

    ergonomi adalah suatu konsep keilmuan dimana pusat kajiannya adalah

  • 14

    manusia yang didasarkan pada keterbatasan terhadap kemampuan maupun

    kapasitas manusia sehingga dibutuhkan penyerasian antara lingkungan

    kerja dan pekerjaan, dengan manusia yang berinteraksi dengan elemen

    tersebut sebagai upaya untuk mencegah cidera maupun gangguan,

    meningkatkan produktifitas dan upaya efisiensi serta efektifitas pada aspek

    manusia.

    2.1.2. Ruang Lingkup Ergonomi

    Ergonomi merupakan bidang antar cabang ilmu pengetahuan yang

    melibatkan konsep-konsep yang terkait dengan biomekanik, rekayasa

    faktor manusia, kinesiologi, keselamatan dan kedokteran (Bird, 2005).

    Ergonomi merupakan perpaduan antara beberapa bidang ilmu, antara lain;

    ilmu faal, anatomi dan kedokteran, psikologi faal, ilmu fisika dan teknik.

    Ilmu faal dan anatomi memberikan gambaran bentuk tubuh manusia,

    kemampuan tubuh/anggota gerak untuk mengangkat atau ketahanan

    terhadap suatu gaya yang diterimanya, satuan ukuran besaran panjangnya

    suatu anggota tubuh.

    Psikologi faal memberikan gambaran terhadap fungsi otak dan

    sistem persyarafan dalam kaitannya dengan tingkah laku, sementara

    eksperimental mencoba memahami suatu cara bagaimana mengambil

    sikap, memahami, mempelajari, mengingat serta mengendalikan proses

    motorik. Sedangkan ilmu fisika dan teknik memberikan informasi yang

  • 15

    sama untuk disain dan lingkungan dimana pekerja melakukan pekerjaannya

    (Oborne, 1995).

    Gambar 2.1.

    Ruang Lingkup Ergonomi dan Keterkaitan dengan Ilmu Lainnya

    Sumber : Budiono (2003)

    Menurut International Ergonomist Association (IEA), dalam Rom

    (2007), disipin keilmuan ergonomi terdiri dari 3 (tiga) bidang spesialisasi,

    antara lain :

    1. Physical Ergonomics

    Physical ergonomics lebih menekankan pada anatomi manusia,

    antropometri, fisiologi, dan karakteristrik biomekanik yang berkaitan

    dengan aktifitas fisik. Bahasan yang terkait meliputi postur kerja,

    material handling, pergerakan pekerjaan repetitif (berulang), gangguan

    muskuloskeletal akibat kerja, layout kerja, keselamatan dan kesehatan

    kerja.

  • 16

    2. Cognitive ergonomics

    Cognitive ergonomics lebih menekankan pada proses-proses mental

    seperti persepsi, memori, alasan, dan respon motorik yang

    berhubungan dengan manusia lain dan elemen-elemen lain di dalam

    sistem. Bahasan yang terkait meliputi beban kerja, pengambilan

    keputusan, kinerja kerja, interaksi manusia-komputer, reliabilitas,

    stress kerja, dan training.

    3. Organizational ergonomics

    Organizational ergonomics lebih menekankan pada optimalisasi

    sistem sosioteknikal, termasuk struktur organisasi, kebijakan dan

    proses mereka.

    Studi mengenai ergonomi fisik (physical ergonomics) disusun dalam

    ke dalam tiga area bahasan utama :

    1. Antropometri

    Antropometri adalah ilmu pengetahuan mengenai pengukuran

    dan ilmu terapan yang membentuk geometri fisika, keterangan massa,

    dan kemampuan kekuatan dari tubuh manusia. Hal ini merupakan

    informasi penting yang tersedia untuk mendesain furnitur, mesin,

    peralatan dan pakaian.

  • 17

    2. Fisiologi

    Fisiologi kerja lebih menekankan pada respons tubuh terhadap

    kebutuhan metabolism saat bekerja, Dengan mengukur aktifitas

    kardiovaskuler, respirasi dan sistem otot saat bekerja, informasi ini

    berguna untuk mencegah kelelahan pada beberapa bagian maupun

    seluruh tubuh.

    3. Biomekanik

    Biomekanik mempertimbangkan penerapan mekanisme normal

    dalam menganalisis sistem biologi. Aspek berbeda dari biomekanik

    adalah menggunakan beberapa bagian yang berbeda dari penerapan

    mekanika. Kebutuhan tersebut digunakan untuk meningkatkan kinerja

    pekerja dalam meminimalisir dampak gangguan muskuloskeletal yang

    terjadi dalam disiplin ilmu terapan, biomekanika pekerjaan. Hal

    tersebut merupakan penerapan pada bidang prinsip fisika dan konsep

    teknikal dalam meneliti interaksi fisik pekerja dengan peralatan, mesin,

    dan material. Dengan mengukur faktor tekanan kerja terhadap tubuh,

    maka dihasilkan informasi mengenai nilai toleransi dari sistem

    muskuloskeletal dan risiko kecelakaan.

  • 18

    2.1.3. Tujuan Ergonomi

    Menurut Tarwaka (2004), secara umum tujuan dari penerapan

    ergonomi adalah :

    1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya

    pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban

    kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan dan kepuasan

    kerja.

    2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas

    kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna

    dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia

    produktif maupun setelah tidak produkif.

    3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu

    aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem

    kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas

    hidup yang tinggi.

    Selain itu, menurut Bird (2005), tujuan dari ergonomi terapan

    adalah untuk mengurangi stressor pada tubuh manusia yang disebabkan

    oleh tugas-tugas kerja dan atau lingkungan kerja untuk mencegah

    masalah-masalah kesehatan dan meningkatkan efisiensi maupun

    produktifitas kerja.

  • 19

    Tujuan ergonomi menurut Budiono (2003), adalah bagaimana

    mengatur kerja agar tenaga kerja dapat melakukan pekerjaannya dengan

    rasa aman, selamat, efisien, efektif dan produktif, disamping juga rasa

    nyaman serta terhindar dari bahaya yang mungkin timbul ditempat kerja.

    2.1.4. Konsep Keseimbangan Dalam Ergonomi

    Ergonomi merupakan suatu ilmu, seni dan teknologi yang berupaya

    untuk menyerasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,

    kebolehan dan segala keterbatasan manusia, sehingga manusia dapat

    berkarya secara optimal tanpa pengaruh buruk dari pekerjaannya. Dari

    sudut pandang ergonomi, antara tuntutan tugas dengan kapasitas kerja

    harus selalu dalam garis keseimbangan sehingga dicapai performa kerja

    yang tinggi. Dalam kata lain, tuntutan tugas pekerjaan tidak boleh terlalu

    rendah (underload) dan juga tidak boleh terlalu berlebihan (overload).

    Karena keduanya, baik underload maupun overload akan menyebabkan

    stress.

    Konsep keseimbangan antara kapasitas kerja dengan tuntutan tugas

    tersebut dapat diilustrasikan seperti gambar dibawah :

  • 20

    Gambar 2.2.

    Konsep Dasar Dalam Ergonomi

    Sumber : Tarwaka (2004)

    1. Kemampuan kerja

    Kemampuan kerja seseorang sangat ditentukan oleh :

    a) Personal capacity (karakteristik pribadi) : meliputi faktor usia,

    jenis kelamin, antropometri, pendidikan, pengalaman, status

    sosial, agama, dan kepercayaan, status kesehatan, kesegaran

    tubuh.

    b) Physiological capacity (kemampuan fisiologis) : meliputi

    kemampuan dan daya tahan kardio-vaskuler, syaraf, otot, panca

    indera.

  • 21

    c) Psycological capacity (kemampuan psikologis) : berhubungan

    dengan kemampuan mental, waktu reaksi, kemampuan adaptasi,

    stabilitas emosi.

    d) Biomechanical capacity (kemampuan bio-mekanik) berkaitan

    dengan kemampuan dan daya tahan sendi dan persendian,

    tendon, dan jalinan tulang.

    2. Tuntutan Tugas

    Tuntutan tugas pekerjaan / aktifitas tergantung pada :

    a) Task and material characteristic (karakteristik tugas dan

    material) : ditentukan oleh karakteristik peralatan dan mesin,

    tipe, kecepatan dan irama kerja.

    b) Organization characteristics ; berhubungan dengan jam kerja

    dan jam istirahat, kerja malam, dan bergilir, cuti dan libur,

    manajemen.

    c) Environmental characteristic ; berkaitan dengan manusia teman

    setugas, suhu dan kelembaban, bising dan getaran, penerangan,

    sosio-budaya, tabu, norma, adat dan kebiasaan, bahan-bahan

    pencemar.

  • 22

    3. Performa

    Performa atau tampilan seseorang sangat tergantung kepada

    rasio dari besarnya tuntutan tugas dengan besarnya kemampuan yang

    bersangkutan. Dengan demikian, apabila :

    a) Bila rasio tuntutan tugas lebih besar daripada kemampuan

    seseorang atau kapasitas kerjanya, maka akan terjadi penampilan

    akhir berupa ketidaknyamanan, overstress, kelelahan,

    kecelakaan, cedera, rasa sakit, penyakit dan tidak produktif.

    b) Sebaliknya, bila tuntutan tugas lebih rendah daripada

    kemampuan seseorang atau kapasitas kerjanya, maka akan

    terjadi penampilan akhir berupa understress, kebosanan,

    kejemuan, kelesuan, sakit dan tidak produktif.

    c) Agar penampilan menjadi optimal maka perlu adanya

    keseimbangan dinamis antara tuntutan tugas dengan kemampuan

    yang dimiliki sehingga tercapai kondisi dan lingkungan yang

    sehat, aman, nyaman dan produktif.

    2.2. Faktor - Faktor Risiko Ergonomi

    2.2.1. Berdasarkan Pekerjaan

    2.2.1.1. Postur

    Postur adalah pergerakan aktif dan merupakan hasil dari

    banyak pergerakan tubuh , yang sebagian besar memiliki karakter

  • 23

    yang saling menguatkan (Bridger, 2003). Postur adalah istilah lain

    dari berbagai macam posisi anggota tubuh dalam beberapa aktifitas

    (OHSCO, 2007).

    Pembagian postur kerja dalam ergonomi didasarkan atas posisi

    tubuh dan pergerakan. Berdasarkan posisi tubuh, postur kerja dalam

    ergonomi terdiri dari :

    1. Posisi netral (Neutral posture), yaitu postur dimana seluruh

    anggota tubuh berada pada posisi yang wajar dan kontraksi pada

    otot tidak berlebihan sehingga anggota tubuh, jaringan syaraf

    lunak dan tulang tidak mengalami pergeseran, pembebanan dan

    kontraksi yang berlebihan.

    2. Postur Janggal (awkward posture) yaitu postur dimana posisi

    tubuh (lutut, sendi dan punggung) secara signifikan menyimpang

    dari posisi netral pada saat melakukan aktifitas yang disebabkan

    oleh keterbatasan tubuh manusia dalam menghadapi beban

    dalam waktu yang lama. Selain itu, postur janggal membutuhkan

    energi yang lebih besar, oleh karena itu, semakin banyak energi

    yang dibutuhkan untuk mempertahankan kondisi janggal

    tersebut, sehingga dampak pada kerusakan otot rangka semakin

    besar (Bridger, 1995).

    Hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan risiko terhadap

    postur janggal antara lain :

  • 24

    1. Persendian yang bergerak melebihi posisi netral.

    2. Otot berkontraksi pada level tekanan tinggi.

    3. Banyaknya gerakan postur tersebut.

    4. Lamanya waktu terhadap postur janggal (OHSCO, 2007).

    Berikut ini adalah yang termasuk postur berisiko dalam bekerja

    berdasarkan BRIEF Survey dari Humantech Inc. (1995) :

    1) Postur tangan dan pergelangan tangan

    Postur normal atau netral pada tangan dan pergelangan

    tangan dalam melakukan proses kerja adalah dengan posisi

    sumbu lengan terletak satu garis lurus dengan jari tengah.

    Apabila sumbu tangan tidak lurus tetapi mengarah ke berbagai

    posisi, maka dapat dikatakan posisi tersebut janggal atau tidak

    netral.

    Beberapa contoh posisi tangan yang berisiko adalah:

    a) Pinch grip, posisi menggenggam menggunakan jari-jari

    tangan dengan penekanan yang kuat pada jari-jari tangan

    ketika melakukan posisi ini. Posisi ini dilakukan pekerja

    seperti menjepit benda-benda seperti jarum, kertas, obeng

    dan sebagainya.

  • 25

    Gambar 2.3. Postur Pinch Grip Pada Jari-jari Tangan Sumber: Humantech, 1995

    b) Finger press, posisi jari-jari tangan menekan benda/obyek.

    Gambar 2.4. Postur Janggal Tangan, Finger Press Sumber: Humantech, 1995

    c) Deviasi ulnar dan radial. deviasi ulnar yaitu posisi tangan

    yang miring menjauhi ibu jari dan deviasi radial adalah

    posisi tangan yang miring mendekati ibu jari.

    (a) (b)

    Gambar 2.5. Posisi Deviasi Ulnar (a) dan Posisi Deviasi

    Radial (b) Pada Pergelangan Tangan

    Sumber: Humantech, 1995

  • 26

    d) Fleksi dan Ekstensi, fleksi yaitu posisi pergelangan tangan

    yang menekuk kearah dalam dan membentuk sudut 45.

    Sedangkan ekstensi berlawanan dari fleksi yaitu posisi

    pergelangan tangan yang menekuk kearah luar/punggung

    tangan dengan membentuk sudut 45.

    (a) (b)

    Gambar 2.6. Posisi Fleksi (a) dan Posisi Ekstensi (b)

    Pada Pergelangan Tangan

    Sumber: Humantech, 1995

    e) Power grip, posisi tangan menggenggam benda dengan

    melingkarkan seluruh jari-jari pada benda yang dipegang.

    Posisi ini termasuk janggal apabila benda yang digenggam

    memiliki beban 10 lbs (4,5 kg) (Humantech, 1995).

    Gambar 2.7. Postur Power Grip Sumber: Humantech, 1995

  • 27

    2) Postur Siku

    Posisi janggal pada siku tangan terjadi jika bagian tangan

    bawah (dari siku sampai jari-jari) melakukan gerakan

    memutar/rotasi. Pergerakan ini dapat ditemukan pada pekerja

    yang menggunakan obeng (screwdriver) untuk memutar mur

    atau benda lainnya. Gerakan lainnya pada siku adalah gerakan

    ekstensi penuh (full extension) dimana siku digerakkan secara

    berulang kali ke arah atas dan bawah, contoh dari postur ini

    adalah gerakan ketika memalu (hammering) atau mencangkul.

    (a) (b)

    Gambar 2.8. Pergerakan Siku yang Janggal, Posisi Lengan

    Bawah Rotasi (a) dan Siku Ekstensi Penuh (b)

    Sumber: Humantech, 1995

    3) Postur bahu

    Bahu termasuk posisi berisiko apabila posisi mengangkat

    pada bahu memebentuk sudut sebesar 45 dari arah vertikal

    sumbu tubuh, baik ke samping tubuh maupun ke arah depan

    tubuh. Posisi ini biasanya dilakukan pekerja jika obyek

    pekerjaannya berada jauh di depan atau samping dari tubuh

    pekerja. Selain itu, postur bahu yang janggal apabila bahu

  • 28

    melewati garis vertical sumbu tubuh. Pekerja melakukan posisi

    ini apabila obyek berada di belakang tubuhnya seperti menarik

    benda yang berada di belakang.

    (a) (b)

    Gambar 2.9 Posisi Janggal Pada Bahu, Bahu Diangkat

    Sebesar 45 (a)dan Posisi Bahu ke Arah Belakang (b) Sumber: Humantech, 1995

    4) Postur Leher

    a) Menunduk, postur janggal pada leher jika leher menunduk

    memebentuk sudut 20 dari garis vertikal dengan ruas

    tulang leher. Posisi menunduk dilakukan pekerja jika obyek

    yang sedang dikerjakannya berada lebih dari 20 di bawah

    pandangan mata, sehingga pekerja harus menundukkan

    kepala untuk melihat obyek tersebut.

    Gambar 2.10. Posisi Leher Menunduk 20 Sumber: Humantech, 1995

  • 29

    b) Miring (sideways), setiap gerakan dari leher yang miring,

    baik ke kanan maupun ke kiri, tanpa melihat besarnya sudut

    yang dibentuk oleh garis vertikal dengan sumbu dari ruas

    tulang leher. Posisi miring biasanya dilakukan jika

    benda/obyek yang dikerjakannya tidak tepat berada di depan

    pekerja, melainkan berada di samping kanan atau kiri atau

    berada di atas maupun bawah.

    Gambar 2.11. Posisi Leher Miring Sumber: Humantech, 1995

    c) Ke arah belakang/mendongak (backwards), posisi leher

    deviasi ke arah belakang yang nyata pada postur leher.

    Setiap postur dari leher yang tengadah (mendongak) ke atas

    tanpa melihat besar sudut yang dibentuk oleh garis vertikal

    dengan sumbu dari ruas tulang leher. Postur seperti ini

    biasanya ditemukan pada pekerjaan dimana obyek kerjanya

    berada di atas pandangan mata pekerja atau di atas kepala.

  • 30

    Gambar 2.12. Posisi Leher ke ke Arah

    Belakang/Mendongak ke Atas

    Sumber: Humantech, 1995

    d) Memutar (twisted), postur leher yang berputar, baik ke arah

    kanan maupun kiri, tanpa menilai besarnya sudut rotasi yang

    dilakukan. Biasanya pekerja melakukan posisi leher

    memutar jika obyek jauh berada di samping kanan atau kiri

    pekerja atau di belakang tubuh pekerja.

    Gambar 2.13. Posisi Leher Memutar ke Samping

    Sumber: Humantech, 1995

    5) Postur punggung

    a) Membungkuk, merupakan gerakan atau posisi tubuh ke arah

    depan sehingga antara sumbu badan bagian atas akan

    membentuk sudut 20 dengan garis vertikal. Posisi ini

    terjadi apabila benda berada jauh di depan tubuh atau dibawah

  • 31

    garis horizontal tubuh sehingga pekerja membungkuk untuk

    dapat meraih benda tersebut.

    Gambar 2.14.

    Gerakan Punggung Membungkuk 20 ke Depan Sumber: Humantech, 1995

    b) Miring (sideways), yaitu deviasi bidang median tubuh dari

    garis vertikal pada punggung tanpa memperhitungkan

    besarnya sudut yang dibentuk. Postur ini terjadi jika obyek

    yang sedang dikerjakan berada di samping kanan atau kiri

    tubuh pekerja.

    Gambar 2.15. Punggung Deviasi ke Samping

    Sumber: Humantech, 1995

    c) Memutar (twisted), yaitu postur punggung yang berputar

    baik ke kanan maupun ke kiri dimana garis vertikal menjadi

    sumbu tanpa memperhitungkan besarnya o rotasi yang

    dibentuk. Gerakan seperti ini dapat ditemukan pada

  • 32

    pekerjaan memindahkan barang dari satu sisi ke sisi lainnya

    dari tubuh pekerja.

    Gambar 2.16 Posisi Punggung Deviasi ke Samping

    Sumber: Humantech, 1995

    6) Postur kaki

    Postur janggal pada kaki antara lain posisi jongkok.

    Pekerja melakukan pekerjaannya sambil berjongkok, biasanya

    obyek yang dikerjakannya berada di bawah horizontal tubuh.

    Posisi lainnya yaitu berdiri dengan bertumpu pada satu kaki dan

    kaki lainnya tidak dibebankan. Pekerja melakukan gerakan ini

    untuk meraih obyek yang berada melebihi jangkauan tangannya

    misalnya jauh di atas kepalanya.

    Contoh dari gerakan ini adalah pekerja yang mengambil

    atau meletakkan benda di rak yang letaknya tinggi. Kaki juga

    dapat dikatakan janggal apabila posisinya berlutut atau salah satu

    atau kedua lutut dijadikan tumpuan ketika sedang bekerja.

  • 33

    (a) (b) (c)

    Gambar 2.17.

    Postur Kaki Janggal, Posisi Berjongkok (a); Posisi Berdiri

    denganBertumpu Pada Satu Kaki (b); dan Posisi Berlutut (c)

    Sumber: Humantech, 1995

    Sedangkan berdasarkan pergerakan, postur kerja dalam ergonomi

    terdiri dari :

    1) Postur statis yaitu postur yang terjadi dimana sebagian besar tubuh

    tidak aktif atau hanya sedikit sekali terjadi pergerakan. Postur

    statis dalam jangka waktu lama menyebabkan otot berkontraksi

    secara terus menerut dan dapat menyebabkan tekanan pada

    anggota tubuh. (Bridger, 2003) dan dapat menyebabkan pekerjaan

    yang tidak efektif, kesakitan dan gangguan terhadap pekerja di

    akhir pekerjaan dan masalah kesehatan dalam jangka panjang.

    2) Postur dinamis yaitu postur yang terjadi dimana sebagian besar

    anggota tubuh bergerak. Walaupun pergerakan tubuh yang wajar

    membantu dalam mencegah masalah yang ditimbulkan postur

    statis, pergerakan yang berlebihan khususnya dalam mengangkat

  • 34

    beban berat dapat menyebabkan masalah kesehatan dan performa

    (Corlett, 1998).

    2.2.1.2. Frekuensi

    Frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya gerakan yang

    dilakukan dalam suatu periode waktu. Jika aktivitas pekerjaan

    dilakukan secara berulang, maka dapat disebut sebagai repetitif.

    Gerakan repetitif dalam pekerjaan, dapat dikarakteristikan baik sebagai

    kecepatan pergerakan tubuh, atau dapat di perluas sebagai gerakan

    yang dilakukan secara berulang tanpa adanya variasi gerakan.

    Posisi/postur yang salah dengan frekuensi pekerjaan yang sering

    dapat menyebabkan suplai darah berkurang, akumulasi asam laktat,

    inflamasi, tekanan pada otot, dan trauma mekanis. Frekuensi

    terjadinya sikap tubuh yang salah terkait dengan berapa kali terjadi

    pergerakan pengulangan dalam melakukan suatu pekerjaan. Keluhan

    otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja terus-

    menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Bridger,

    1995).

    Faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan pengulangan

    pergerakan (frekuensi pergerakan) antara lain :

    1. Jumlah dan kecepatan pergerakan.

    2. Otot yang digunakan untuk menangani tekanan pergerakan.

  • 35

    3. Persendian yang bergerak jauh dari posisi netral (OHSCO,

    2007).

    2.2.1.3. Durasi

    Durasi merupakan jumlah waktu dimana pekerja terpajan oleh

    faktor risiko. Durasi dapat dilihat sebagai menit-menit dari jam kerja /

    hari pekerja terpajan risiko. Durasi juga dapat dilihat sebagai

    pajanan/tahun faktor risiko atau karakteristik pekerjaan berdasarkan

    faktor risikonya. Secara umum, semakin besar pajanan durasi pada

    faktor risiko, semakin besar pula tingkat risikonya (Kurniawati, 2009).

    Menurut Bird (2005), durasi didefinisikan sebagai berikut :

    a) Durasi singkat : < 1 jam / hari.

    b) Durasi sedang : 1-2 jam / hari.

    c) Durasi lama : > 2 jam / hari.

    Beberapa penelitian menemukan dugaan adanya hubungan

    antara meningkatnya level atau durasi pajanan dan jumlah kasus MSDs

    pada bagian leher (NIOSH, 1997).

    2.2.1.4. Beban

    Beban dapat diartikan sebagai beban muatan (berat) dan

    kekuatan pada struktur tubuh. Satuan beban dinyatakan dalam

    newton atau pounds, atau dinyatakan sebagai sebuah proporsi dari

    kapasitas kekuatan individu (NIOSH, 1997). Pembebanan fisik pada

  • 36

    pekerjaan dapat mempengaruhi terjadinya kesakitan pada

    musculoskeletal tubuh. Pembebanan fisik yang dibenarkan adalah

    pembebanan yang tidak melebihi 30-40% dari kemampuan kerja

    maksimum yenaga kerja dalam 8 jam sehari dengan memperhatikan

    peraturan jam kerja yang berlaku. Semakin berat beban maka

    semakin singkat waktu pekerjaan (Sumamur, 1989).

    Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan untuk

    diangkat oleh seseorang adalah 23 25 kg. Bentuk dan ukuran objek

    juga mempengaruhi hal tersebut. Ukuran objek harus cukup kecil

    agar dapat diletakkan sedekat mungkin dari tubuh. Lebar objek yang

    besar dapat membebani otot pundak/ bahu adalah lebih dari 300

    400 mm, panjang lebih dari 350 mm dengan ketinggian lebih dari

    450 mm (Kurniawati, 2009).

    2.2.1.5. Peregangan Otot Yang Berlebihan

    Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada

    umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktifitas kerjanya

    menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti mengangkat,

    mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot

    yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan

    melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering

    dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot,

  • 37

    bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal (Tarwaka,

    2004).

    2.2.2. Faktor Lingkungan

    2.2.2.1. Getaran

    Bahaya getaran secara potensial ada jika menggunakan alat-alat

    listrik (getaran ekstrimitas) dan ketika berdiri atau duduk diatas

    sebuah mesin yang bergetar (getaran tubuh yang menyeluruh).

    Getaran meningkatkan gerakan otot, menarik pembuluh darah dan

    mengganggu ujung syaraf. Keterpaparan manusia oleh alat-alat atau

    peralatan yang bergetar harus dikurangi bilamanapun

    memungkinkan.

    Getaran ekstrimitas dapat menyebabkan kerusakan pembuluh

    darah dan jaringan pada jari-jari (misalnya sindrom jari putih) dan

    dapat mengakibatkan kondisi kondisi seperti Carpal Tunnel

    Syndrome. Keterpaparan tubuh secara menyeluruh, khususnya ketika

    sedang duduk, dapat mengakselerasikan pemburukan piringan sendi

    di tulang belakang (Bird, 2005).

    2.2.2.2. Mikroklimat

    Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan

    kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan

    pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan

  • 38

    menurunnya kekuatan otot (Astrand & Rodhl, 1977; Pulat, 1992;

    Wilson & Corlett, 1992 dalam Tarwaka, 2004). Demikian juga

    dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan

    suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang

    ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi

    dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan

    pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai

    energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar,

    suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat

    terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat

    menyebabkan rasa nyeri otot (Sumamur, 1982; Grandjean, 1993

    dalam Tarwaka, 2004).

    2.2.3. Faktor Perorangan

    2.2.3.1. Umur

    Chaffin (1979) dan Guo et al. (1995) menyatakan bahwa pada

    umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu

    25 65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35

    tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan

    bertambahnya umur (Tarwaka, 2004). Riihimaki (1989) menjelaskan

    bahwa umur mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan

    otot terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan ada beberapa ahli

  • 39

    lainnya yang menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama

    terjadinya keluhan otot (Tarwaka 2004).

    2.2.3.2. Jenis Kelamin

    Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli

    tentang pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan otot skeletal,

    namun beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan

    bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan

    otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita

    memang lebih rendah daripada pria. Astrand &Rodahl (1977)

    menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga

    kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi

    dibandingkan dengan wanita (Tarwaka, 2004).

    2.2.3.3. Kebiasaan Merokok

    Sama halnya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh kebiasaan

    merokok terhadap risiko keluhan otot juga masih diperdebatkan

    dengan para ahli, namun demikian, beberapa penelitian telah

    membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot sangat erat

    kaitannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin

    lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula

    tingkat keluhan otot yang dirasakan (Tarwaka, 2004).

  • 40

    2.2.3.4. Kesegaran Jasmani

    Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada

    seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup

    waktu untuk istirahat. Sebaliknya, bagi yang kesehariannya

    melakukan pekerjaan yang cukup istirahat, hampir dapat dipastikan

    akan terjadi keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan

    mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan

    meningkat sejalan dengan bertambahnya aktifitas fisik (Tarwaka,

    2004).

    2.3. Musculoskeletal Disorders (MSDs)

    Menurut NIOSH (1997) yang dimaksud dengan musculoskeletal disorders

    adalah sekelompok kondisi patologis yang mempengaruhi fungsi normal dari

    jaringan halus sistem muskuloskeletal yang mencakup sistem syaraf, tendon, otot

    dan struktur penunjang seperti discus intervertebral. MSDs dapat berupa

    peradangan dan penyakit degeneratif yang meyebabkan melemahnya fungsi

    tubuh. MSDs mempunyai nama lain seperti repetitive strain injury, repetitive

    motion injury, cumulative trauma disorders, occupational cervicoskeletal

    disorders, overuse syndrome, dan lainnya (Canada OH&S, 2005 dalam

    Kurniawati, 2009).

    MSDs adalah cidera pada otot, syaraf, tendon, ligamen, sendi,kartilago atau

    spinal disc. MSDs muncul tidak secara spontan atau langsung melainkan butuh

    waktu yang lama dan bertahap sampai gangguan musculoskeletal mengurangi

  • 41

    kemampuan tubuh manusia dengan menimbulkan rasa sakit. MSDs menjadi

    suatu masalah disebabkan karena (Bird, 2005) :

    a) Waktu kerja yang hilang karena sakit umumnya disebabkan penyakit otot

    rangka.

    b) MSDs terutama yang berhubungan dengan punggung merupakan masalah

    penyakit akibat kerja yang penanganannya membutuhkan biaya yang tinggi

    c) MSDs menimbulkan rasa sakit yang amat sangat sehingga membuat pekerja

    menderita dan menurunkan produktivitas kerja.

    d) Penyakit MSDs bersifat multikausal sehingga sulit untuk menentukan

    proporsi yang semata-mata akibat hubungan kerja.

    2.3.1. Gangguan Kesehatan Pada Muskuloskeletal Tiap Bagian Tubuh

    Macam-macam gejala kesehatan dirasakan pekerja disebabkan

    faktor risiko MSDs yang memajan tubuhnya. Tiap bagian tubuh memilki

    risiko ergonomi dan gangguan kesehatan yang dapat mengakibatkan

    melemahkan fungsi tubuh dan penurunan kinerja pekerja. Bagian-bagian

    tubuh seperti tangan, leher, bahu, punggung dan kaki merupakan bagian

    tubuh yang sering digunakan pekerja dalam melakukan pekerjaannya.

    Berikut ini adalah beberapa jenis cidera yang mungkin dialami pekerja

    disebabkan pekerjaannya (NIOSH, 2007):

    a) Cidera Pada Tangan

    Cidera pada bagian tangan, pergelangan tangan dan siku bisa

    disebabkan dari pekerjaan tangan yang intensif sehingga

  • 42

    memungkinkan terjadinya postur janggal pada tangan dengan durasi

    yang lama, pergerakan yang berulang/repetitif, dan tekanan dari

    peralatan/ material kerja. Sembilan belas studi menyatakan bahwa

    pekerjaan repetitif berpengaruh pada cidera pada tangan dan

    pergelangan tangan misalnya CTS (Bernard et al, 1997).

    1. Tendinitis. Peradangan (pembengkakan) atau iritasi pada tendon,

    biasanya terjadi pada titik dimana otot melekat pada tulang.

    Keadaan tersebut akan semakin berkembang ketika tendon terus

    menerus digunakan untuk mengerjakan hal-hal yang tidak biasa

    seperti tekanan yang kuat pada tangan, membengkokkan

    pergelangan tangan selama bekerja, atau menggerakkan

    pergelangan tangan secara berulang. Jika ketegangan otot tangan

    ini terus berlangsung, akan menyebabkan tendinitis.

    2. Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Penekanan yang terjadi pada

    syaraf tengah yang terletak pada pergelangan tangan yang

    dikelilingi jaringan dan tulang. Penekanan tersebut disebabkan

    oleh pembengkakan dan iritasi dari tendon dan lapisan

    penyelubung tendon. CTS biasanya ditandai dengan gejala

    seperti rasa sakit pada pergelangan tangan, perasaan tidak

    nyaman pada jari-jari, dan mati rasa/kebas. CTS dapat

    menyebabkan sulitnya seseorang menggenggam sesuatu pada

    tangannya.

  • 43

    3. Trigger finger. Tekanan yang berulang pada jari-jari (pada saat

    menggunakan alat kerja yang memiliki pelatuk) dimana menekan

    tendon secara terus menerus hingga ke jari-jari dan

    mengakibtakan rasa sakit dan tidak nyaman pada bagian jari-jari.

    4. Epicondylitis. Merupakan rasa nyeri atau sakit pada bagian siku.

    Rasa sakit ini berhubungan dengan perputaran ekstrim pada

    lengan bawah dan pembengkokan pada pergelangan tangan.

    Kondisi ini juga biasa disebut tennis elbow atau golfers elbbow.

    5. Hand-Arm Vibration Syndrome (HAVS). Cidera akibat

    penggunaan tangan, pergelangan tangan, dan lengan pada

    peralatan kerja yang memiliki getaran.vibrasi. Menggunakan

    peralatan yang memilki vibrasi secara terus menerus dapat

    mengekibatkan timbulnya gejala-gejala antar lain jari-jari pucat,

    perasaan geli, dan mati rasa/kebas.

    b) Cidera Pada Bahu dan Leher

    Pekerjaan dengan melibatkan bahu memiliki kemungkinan yang

    besar dalam menyebabkan cidera pada bagian tubuh tersebut.

    Beberapa postur bahu seperti merentang lebih dari 45 atau

    mengangkat bahu ke atas melebihi tinggi kepala. Durasi yang lama

    dan gerakan yang berulang juga mempengaruhi kesakitan pada bahu.

    Terdapat hubungan yang positif antara pekerjaan repetitif dan MSDs

    pada bahu dan leher, studi lainnya menyatakan bahwa kejadian cidera

  • 44

    bahu juga disebabkan karena eksposur dengan postur janggal dan

    beban yang diangkat (Bernard et al, 1997).

    1. Bursitis. Peradangan (pembengkakan) atau iritasi yang terjadi

    pada jaringan ikat yang berada pada sekitar persendian. Penyakit

    ini akibat posisi bahu yang janggal seperti mengangkat bahu di

    atas kepala dan bekerja dalam waktu yang lama.

    2. Tension Neck Syndrome. Gejala ini terjadi pada leher yang

    mengalami ketegangan pada otot-ototnya disebabkan postur

    leher menengadah ke atas dalam waktu yang lama. Sindroma ini

    mengakibatkan kekakuan pada otot leher, kejang otot, dan rasa

    sakit yang menyebar ke bagian leher.

    c) Cidera Pada Punggung dan Lutut

    Di beberapa jenis pekerjaan, dibutuhkan pekerjaan lantai atau

    mengangkat beban yang menyebabkan postur punggung tidak netral.

    Posisi berlutut, membungkuk, atau jongkok bisa menyebabkan sakit

    pada punggung bagian bawah atau pada lutut, jika dilakukan dalam

    waktu yang lama dan kontinyu mengakibatkan masalah yang serius

    pada otot dan sendi (NIOSH, 2007).

    1. Low Back Pain. Cidera pada punggung dikarenakan otot-otot

    tulang belakang mengalami peregangan jika postur punggung

    membungkuk. Diskus (discs) mengalami tekanan yang kuat dan

    menekan juga bagian dari tulang belakang termasuk syaraf.

  • 45

    Apabila postur membungkuk ini berlangsung terus menerus,

    maka diskus akan melemah yang pada akhirnya menyebabkan

    putusnya diskus (disc rupture) atau biasa disebut herniation.

    2. Penyakit muskuloskeletal yang terdapat di bagian lutut berkaitan

    dengan tekanan pada cairan di antara tulang dan tendon. Tekanan

    yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan cairan

    tersebut (bursa) tertekan, membengkak, kaku, dan meradang atau

    biasa disebut bursitis. Tekanan dari luar ini juga menyebabkan

    tendon pada lutut meradang yang akhirnya menyebabkan sakit

    (tendinitis).

    2.4. Pengendalian Risiko Ergonomi

    Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health

    Administration (OSHA), tindakan ergonomi untuk mencegah adanya sumber

    penyakit adalah melalui dua cara, yaitu rekayasa teknik (desain stasiun dan alat

    kerja) dan rekayasa manajemen (kriteria dan organisasi kerja) (Grandjean, 1993;

    Anis & McConville, 1996; Waters & Anderson, 1996; Manuaba, 2000; Peter Vi,

    2000 dalam Tarwaka, 2004). Langkah preventif ini dimaksudkan untuk

    mengeliminir overexertion dan mencegah adanya sikap kerja yang tidak alamiah.

    1. Rekayasa Teknik

    Rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa

    alternatif sebagai berikut :

  • 46

    a) Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal

    ini jarang bisa dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang

    mengharuskan untuk menggunakan peralatan yang ada.

    b) Substitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan alat/bahan baru

    yang aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan

    prosedur penggunaan peralatan.

    c) Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan

    pekerja, sebagai contoh, memisahkan ruang mesin yang bergetar dengan

    ruang kerja lainnya, pemasangan alat peredam getaran.

    d) Ventilasi yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi risiko

    sakit, misalnya akibat suhu udara yang terlalu panas.

    2. Rekayasa manajemen

    Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan

    sebagai berikut :

    a) Pendidikan dan pelatihan

    Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja menjadi lebih

    memahami lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan dapat

    melakukan penyesuaian dan inovatif dalam melakukan upaya

    upaya pencegahan terhadap risiko sakit akibat kerja.

    b) Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang

    Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam

    arti disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik

  • 47

    pekerjaan, sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan

    terhadap sumber bahaya.

    c) Pengawasan yang intensif

    Melalui pengawasan yang intensif dapat dilakukan

    pencegahan secara lebih dini terhadap kemungkinan terjadinya risiko

    sakit akibat kerja.

    Sebagai gambaran, berikut ini diberikan contoh tindakan untuk

    mencegah / mengatasi terjadinya keluhan otot skeletal pada berbagai

    kondisi / aktifitas seperti yang dijabarkan berikut ini :

    1. Aktifitas angkat-angkut material secara manual

    a. Usahakan meminimalkan aktifitas angkat-angkut secara manual.

    b. Upayakan agar lantai kerja tidak licin.

    c. Upayakan menggunakan alat bantu kerja yang memadai seperti

    crane, kereta dorong, pengungkit.

    d. Gunakan alas apabila harus mengangkat diatas kepala atau bahu.

    e. Upayakan agar beban angkat tidak melebihi kapasitas angkat

    pekerja.

    2. Berat bahan dan alat

    a. Upayakan untuk menggunakan bahan dan alat yang ringan.

    b. Upayakan menggunakan wadah / alat angkut dengan kapasitas <

    50 kg.

  • 48

    3. Alat tangan

    a. Upayakan agar ukuran pegangan tangan sesuai dengan lingkar

    genggam pekerja dan karakteristik pekerjaan (pekerjaan berat

    atau ringan).

    b. Pasang lapisan peredam getaran pada pegangan tangan.

    c. Upayakan pemeliharaan yang rutin sehingga alat selalu dalam

    kondisi layak pakai.

    d. Berikan pelatihan sehinga pekerja terampil dalam

    mengoperasikan alat.