finti muliati - fkik

82
7/21/2019 finti muliati - fkik http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 1/82 i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK DAUN PAKU Pyrrosia lanceolata (L.) Farw. TERHADAP PENGHAMBATAN DENATURASI PROTEIN SECARA I N VITRO  SKRIPSI FINTI MULIATI 1110102000047 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2014

Upload: auliyani-rosdiana-khoirunisa

Post on 05-Mar-2016

71 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

finti muliati - fkik

TRANSCRIPT

Page 1: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 1/82

i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK

DAUN PAKU Pyrr osia lanceolata (L.) Farw. TERHADAP

PENGHAMBATAN DENATURASI PROTEIN SECARA

I N VITRO  

SKRIPSI

FINTI MULIATI1110102000047

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANPROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2014

Page 2: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 2/82

ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK

DAUN PAKU Pyrr osia lanceolata (L.) Farw. TERHADAP

PENGHAMBATAN DENATURASI PROTEIN SECARA

I N VITRO  

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Farmasi

FINTI MULIATI

1110102000047

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2014 

Page 3: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 3/82

Page 4: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 4/82

iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Page 5: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 5/82

v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Page 6: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 6/82

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

ABSTRAK

 Nama : Finti Muliati

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi :Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Daun Paku Pyrrosia lanceolata (L.) Farw. terhadap Penghambatan Denaturasi

Protein secara In Vitro 

Komala (2010) melaporkan bahwa ekstrak etanol tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata (L.) Farw memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 

70,55 µg/mL. Di Afrika Selatan  Pyrrosia lanceolata (L.) Farw digunakan untuk

mengatasi flu dan radang tenggorokan. Senyawa antiioksidan bekerja dengan

menghambat radikal bebas, dimana radikal bebas diketahui sebagai inflamasi.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi dari ekstrak

n-heksana, etil asetat dan metanol tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata (L) Farw.

terhadap penghambatan denaturasi  Bovine Serum Albumin  secara in vitro. Natrium diklofenak digunakan sebagai kontrol positif. Telah diketahui ekstrak

tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata (L.) Farw memiliki aktivitas antiinflamasi

terhadap penghambatan denaturasi protein sebesar 21,860 % (konsentrasi 100

 ppm ekstrak n-heksana), 30,994 % (konsentrasi 10 ppm ekstrak etil asetat) dan

52,788 % (konsentrasi 10 ppm ekstrak metanol). Data analisa statistik

menunjukan bahwa konsentrasi 10 ppm ekstrak n-heksana dan etil asetat berbeda

 bermakna dan ekstrak metanol tidak berbeda bermakna terhadap natrium

diklofenak. Ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata berpotensi sebagai obat antiinflamasi karena nilai persentase

inhibisi denaturasi protein lebih dari 20 %.

Kata kunci : Tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata (L.) Farw, antiinflamasi,

antidenaturasi protein, Bovine Serum Albumin.

Page 7: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 7/82

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

ABSTRACT

 Name : Finti Muliati

Program Study : PharmacyTitle : The Antiinflammatory Effect of Extracts

 Pyrrosia lanceolata  (L) Farw. on the Inhibition of Protein

Denaturation in vitro.

Komala (2010) reported that ethanol extract of ferns Pyrrosia lanceolata (L) Farw

have antioxidant activity with IC50 value 70.55 µg/mL. In South Africa,  Pyrrosia

lanceolata used to treat the flu and strep throat. Antioxidant compounds work by

inflammatory diseases. The aim of this research is to determine the anti-

inflammatory activity of n-hexane, ethyl acetate and methanol extracts of ferns Pyrrosia lanceolata  (L) Farw. on the inhibition of  Bovine Serum Albumin

denaturation in vitro. Natrium diclofenac was used as positive control. The result

showed that  Pyrrosia lanceolata  (L) Farw. extract has antiinflammatory activity

on the inhibition of protein denaturation 21.860% (100 ppm n-hexane extract),

30.994% (10 ppm ethyl acetate extract ) and 52.788% (10 ppm methanol extract).

Statistical analysis of the data showed that the concentration of 10 ppm n-hexane

extract and ethyl acetate significant difference and methanol ectract was not

significant against diclofenac sodium. Extract n-hexane, ethyl acetate and

methanol ferns  Pyrrosia lanceolata  (L) Farw have potency to develope as

antiinflammatory drug due to their inhibition of protein denaturation percentage

are higher than 20%.

Keywords: Frens  Pyrrosia lanceolata  (L.) Farw, antiinflammatory,

antidenaturation protein, Bovine Serum Albumin.

Page 8: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 8/82

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi,

Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat, karunia, hidayah, serta inayah-Nya,

saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan

dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah,

Jakarta.

Saya sepenuhnya menyadari, bahwa tanpa bantuan, arahan dan

 bimbingan dari berbagai pihak, dari awal masa perkuliahan sampai pada

 penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit dan penuh rasa tanggung jawab untuk

menyelesaikan skripsi ini. oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih

kepada:

1.  Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph. D., Apt. selaku pembimbing pertama dan

Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt. selaku pembimbing kedua yang telah

meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk membimbing dan mengarahkan,

memberikan ilmu, masukan dan saran, sejak proposal skripsi, pelaksanaan

 penelitian sampai pada penyusunan skripsi.

2.  Bapak Prof. DR. dr. (hc), M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3.  Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. selaku Ketua Jurusan Program Studi

Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4.  Segenap Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan

hingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

5.  Para laboran laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

Page 9: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 9/82

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

memberikan kemudahan dalam hal penggunaan alat dan bahan untuk

keperluan penelitian.

6. 

Kedua Orang tua saya, ayahanda Mujiono dan ibunda Sarinah, kakak

kandung saya Emi Restu Sayekti serta kakak ipar saya, Rudi Amran dan

keluarga besar yang selalu memberikan dorongan moril, materil, spiritual

hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, semoga segala amal dan

 jerih payah kalian semua mendapat balasan yang sebaik-baiknya disisi Allah

SWT.

7.  Kanda Arum Samudra yang selalu membantu dan memberikan motivasi dan

saran hingga skripsi ini dapat terselesaikan

8. 

Teman-teman seperjuangan penelitian tim BSA, Ninik, Ipho, Mirza, dan Hadi

serta sahabatku Yanti, Ninik, Riefa, Niswah, Nurul yang telah membantu

segala hal dalam penelitian ini.

9.  Teman-teman farmasi angkatan 2010 ANDALUSIA yang sama-sama

 berjuang selama 4 tahun untuk menyelesaikan pendidikan ini.

10.  Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut

membantu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena

itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna tercapainya

kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis

 berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan

akademis dan dunia ilmu pengetahuan, khususnya bagi mahasiswa farmasi, serta

masyarakat pada umumnya.

Jakarta, 10 Juli 2014

Penulis

Page 10: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 10/82

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Page 11: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 11/82

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

DAFTAR ISI

HalamanHALAMAN JUDUL.......................................................................................

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...........................................

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................

ABSTRAK........................................................................................................

ABSTRACT ....................................................................................................

KATA PENGANTAR.....................................................................................

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...............

DAFTAR ISI....................................................................................................

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................

DAFTAR TABEL............................................................................................DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1.1

 

Latar Belakang ......................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................

1.4.1  Aspek Teoritis .............................................................................

1.4.2 

Aspek Aplikatif ...........................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................2.1

 

 Pyrrosia lanceolata (L.) Farw ..............................................................

2.1.1  Klasifikasi Tanaman ...................................................................

2.1.2  Sinonim .......................................................................................

2.1.3  Deskripsi Tanaman .....................................................................

2.1.4  Penggunaan Tradisional ..............................................................

2.1.5  Penggunaan Medis ......................................................................

2.1.6  Kandungan Kimia .......................................................................

2.2  Simplisia................................................................................................. 

2.3  Ekstrak dan Ekstraksi ........................................................................... 

2.3.1  Ekstraksi Cara Dingin ................................................................. 

2.3.2 

Ekstraksi Cara Panas ................................................................... 2.4 

Pelarut ................................................................................................... 2.5

 

Vacuum Rotary Evaporator  ................................................................. 

2.6  Inflamasi ............................................................................................... 2.6.1

 

Definisi ........................................................................................ 

2.6.2  Mekanisme Inflamasi Akut ......................................................... 

2.6.3  Obat-obat Antiinflamasi.......................................................................

2.7  Bovine Serum Albumin (BSA) .............................................................. 

2.8  Penapisan Fitokimia ............................................................................. 2.9  Spektrofotometer UV-Visible ............................................................... 

BAB III METODE PENELITIAN...............................................................

3.1 

Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 

ii

iii

iv

v

vi

vii

viii

x

xi

xiii

xivxv

11

3

3

3

3

3

44

4

4

5

5

5

5

6

6

7

89

11

11

11

12

14

14

15

15

17

17

Page 12: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 12/82

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

3.2 Alat dan Bahan ..................................................................................... 3.2.1

 

Alat .............................................................................................. 

3.2.2  Bahan........................................................................................... 3.3

 

Rancangan Penelitian............................................................................ 

3.4 

Prosedur Kerja....................................................................................... 3.4.1  Determinasi Tumbuhan................................................................

3.4.2  Penyiapan Simplisia.....................................................................

3.4.3  Pembuatan Ekstrak.......................................................................

3.4.4  Penapisan Fitokimia.....................................................................

3.4.5  Uji In Vitro Aktivitas Antiinflamasi............................................

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................4.1 Hasil penelitian......................................................................................

4.1.1 Ekstrak ...........................................................................................

4.1.2 Penapisan fitokimia........................................................................

4.1.3 Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Daun Tumbuhan Paku

 Pyrrosia lanceolata terhadap Penghambatan Denaturasi Proteinsecara In Vitro................................................................................

4.1.4 Hasil Perhitungan IC50...................................................................

4.1.5 Hasil Analisa Data Statistik............................................................

4.2 Pembahasan .........................................................................................

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................

5.1 Kesimpulan..........................................................................................

5.2 Saran ....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

LAMPIRAN.....................................................................................................

17

17

17

18

1919

19

19

20

21

2424

24

25

25

31

32

33

37

37

37

38

42

Page 13: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 13/82

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Gambar 2.2Gambar 2.3

Gambar 4.1

Gambar 4.2

Gambar 4.3

Gambar 4.4

Gambar 4.5

Gambar 4.6

Gambar 4.7

Gambar 4.8

 Pyrrosia lanceolata (L.) Farw...................................................

Mekanisme Inflamasi Akut ......................................................Jalur Asam Arakhidonat ...........................................................

Aktivitas antiinflamasi natrium diklofenak...............................

Perbandingan aktivitas antiinflamsi ekstrak n-heksana daun

tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata  dan Natrium

diklofenak.................................................................................

Perbandingan aktivitas antiinflamasi ekstrak etil asetat daun

tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata  dan Natrium

diklofenak.................................................................................

Perbandingan aktivitas antiinflamasi ekstrak metanol daun

tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata  dan Natrium

diklofenak.................................................................................Perbandingan aktivitas antiinflamasi ekstrak n-heksana, etil

asetat dan metanol daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata...................................................................

Perbandingan Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Metanol Daun

Tumbuhan Paku  Pyrrosia lanceolata  dan Natrium

diklofenak.................................................................................

Grafik Regresi Linear Aktivitas Antiinflamasi Natrium

diklofenak.................................................................................

Grafik Regresi Linear Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak

Metanol....................................................................................

4

1313

26

27

28

29

30

31

31

32

Page 14: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 14/82

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1

Tabel 4.1

Tabel 4.2

Tabel 4.3

Tabel 4.4

Tabel 4.5

Tabel 4.6

Tabel 4.7

Tabel 4.8

Tabel 4.9

Rancangan Penelitian.......................................................................

Organoleptik ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol dauntumbuhan paku Pyrrosia lanceolata................................................

Jumlah ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata..........................................................................

Hasil penapisan fitokimia ekstrak n-heksana, etil asetat dan

metanol daun tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata..........................

Aktivitas antiinflamasi natrium diklofenak......................................

Aktivitas antiinflamasi ekstrak n-heksana daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata..........................................................................

Aktivitas antiinflamasi ekstrak etil asetat daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata........................................................................

Aktivitas antiinflamasi ekstrak metanol daun tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata..........................................................................

Perbandingan Aktivitas antiinflamasi ekstrak n-heksana, etil

asetat dan metanol daun tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata.........

Aktivitas antiinflamasi ekstrak metanol daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata dengan perluasan kosentrasi uji.......................

18

24

24

25

26

27

28

29

30

30

Page 15: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 15/82

Page 16: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 16/82

1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki

keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Penggunaan bahan-bahan alami sebagai

 bahan obat telah dikenal sejak lama dan masyarakat menggunakannya secara

turun temurun berdasarkan pengalaman, secara tradisional dan belum banyak

diketahui kandungan senyawa dan manfaat lainnya. Bahan-bahan alami ini berasal

dari tumbuhan, hewan, mineral maupun bahan campuran dari bahan-bahan

tersebut. Sampai terakhir ini tumbuhan masih merupakan sumber bahan obat

utama bagi mayoritas masyarakat dunia (Darnaedi, 2000).

Tumbuhan dapat menjadi sumber obat bagi suatu penyakit dengan adanya

metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuhan tersebut, dimana metabolit

sekunder tersebut memiliki kemampuan sebagai aktivitas biologis. Metabolit

sekunder adalah senyawa yang tidak memberi fungsi penting bagi kelangsungan

hidup suatu tumbuhan tersebut. Contoh senyawa metabolit sekunder tersebut

adalah flavonoid, terpenoid, alkaloid, kumarin dan lain-lain (Vickery, 1981).

WHO pada tahun 2008 mencatat bahwa 68% penduduk dunia menggantungkan

sitem pengobatan tradisional yang melibatkan tumbuhan untuk menyembuhkan

 penyakit (Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011) dan Jumlah sediaan obat tradisional

yang didaftarkan di Badan POM akhir tahun 2006 adalah 14217 produk

(Dewoto, 2007).

Tumbuhan paku (pteridophyta) merupakan salah satu golongan tumbuhanyang hampir dapat dijumpai pada setiap wilayah di Indonesia. Secara taksonomi

tumbuhan paku berada diantara tumbuhan tingkat tinggi (gymnosperma dan

angiosperma) dan tumbuhan lumut (bryophyta) (Pooja, 2004). Bagi manusia,

tumbuhan paku telah banyak dimanfaatkan baik secara tradisional maupun

aktivitas biologisnya. Penggunaan tumbuhan paku secara tradisional antara lain

sebagai obat batuk, pengobatan sakit ginjal, pengobatan luka lecet, tifus, TBC,

sakit tenggorokan (Lai et al ., 2011). Tumbuhan paku dapat dimanfaatkan sebagai

1

Page 17: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 17/82

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

 patung yang diukir, dan bahan kerajinan seperti tempat bunga. Bagian tumbuhan

 paku yang digunakan yaitu batang kayu yang tumbuh baik dan yang sudah keras

(Sastrapradja, Afriastini, Darnaedi dan Widjaja, 1979). Telah dilaporkan beberapa

tumbuhan paku memiliki aktivitas biologis antara lain antiinflamasi dan

antinosiseptik (Zakaria et al , 2006).

 Pyrrosia lanceolata merupakan salah satu tumbuhan paku yang sangat

mudah ditemukan di Indonesia yang digunakan sebagai pengobatan penyakit. Di

Afrika Selatan  Pyrrosia lanceolata digunakan untuk mengatasi flu dan radang

tenggorokan (Benjamin dan Manickam, 2007). Pada penelitian sebelumnya

(Komala, 2010), telah melaporkan bahwa ekstrak etanol 70% dari tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata yang didapat dari wilayah kampus Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki aktivitas antioksidan

dengan nilai IC50  70,55 µg/mL. Radikal bebas yang berasal dari oksigen

merupakan salah satu mediator terjadinya inflamasi. Radikal bebas ini cenderung

menimbulkan kerusakan pada jaringan saat inflamasi (Pringgoutomo, 2002). Oleh

karena itu, perlu dilakukan pengujian aktivitas biologis lainnya dari tumbuhan

 paku Pyrrosia lanceolata sebagai antiinflamasi.

Tanaman lain yang mempunyai aktivitas sebagai antiinflamasi dan

antioksidan ialah  Peperomea pellucida (Sheikh et al ., 2013), Croton argyratus 

(Ali et al ., 2012),  Hemigraphis colorata  (Akhil dan Prabhu, 2013),

Taxandria fragrans (Hammer et al ., 2008), Centella asiatica

(Chippada dan Vangalapati, 2011).

Dalam penelitian ini, metode uji antiinflamasi menggunakan metode

 penghambatan denaturasi protein dengan  Bovine Serum Albumin  (BSA)

(Williams et al ., 2008). Denaturasi protein pada jaringan adalah salah satu penyebab penyakit inflamasi dan artritis. Produksi dari antigen-auto pada penyakit

artritis dapat mengakibatkan denaturasi protein secara in vivo. Oleh karena itu,

dibutuhkan suatu agen tertentu yang dapat mencegah denaturasi protein yang akan

 bermanfaat pada pengembangan obat antiinflamasi (Chatterjee et al ., 2012).

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dilakukan penelitian untuk menguji

aktivitas antiinflamasi dari ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana dari daun

Page 18: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 18/82

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

 paku  Pyrrosia lanceolata secara  in-vitro terhadap kemampuan penghambatan

denaturasi protein yang menggunakan spektrofotometer UV-Visible.

1.2  Rumusan Masalah Penelitian

Apakah ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol dari daun paku

 Pyrrosia lanceolata memiliki aktivitas antiinflamasi ? 

1.3  Tujuan Penelitian

Menguji aktivitas antiinflamasi ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol

dari daun paku Pyrrosia lanceolata. 

1.4  Manfaat Penelitian

1.4.1  Aspek Teoritis

Penelitian ini memberikan informasi secara ilmiah tentang aktivitas

antiinflamasi dari ekstrak n-heksana, etil asetat, serta metanol dari daun paku

 Pyrrosia lanceolata.

1.4.2  Aspek Aplikatif

Dapat dilakukan uji aktivitas antiinflamasi secara in vivo  jika nantinya

terbukti bahwa daun paku  Pyrrosia lanceolata memiliki aktivitas sebagai

antiinflamasi secara in vitro dan dapat memberikan nilai ekonomi pada

 penggunaan sumber daya hayati.

Page 19: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 19/82

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Pyrrosia lanceolata (L.) Farw. 

Gambar 2.1. Pyrrosia lanceolata (L.) Farw.

(Sumber : Koleksi Pribadi, 11 Februari 2014)

2.1.1  Klasifikasi Tanaman (GBIF, 2013)

 Kingdom  : Plantae

 Divisio : Pteredophyta

Class  : Polypodiopsida

Order   : Polypodiales

 Family : Polypodiaceae

Genus : Pyrrosia

Species  : Pyrrosia lanceolata (L.) Farw.

2.1.2  Sinonim

 Pyrrosia adnascens  (Swartz) Ching,  Pyrrosia varia  (Kaulfuss) Farwell,

 Acrostichum lanceolatum  L., Candollea lanceolata  Mirb. ex Desv. dan

Cyclophorus lanceolatus Alston (Hartini, 2006).

4

Page 20: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 20/82

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

2.1.3  Deskripsi Tanaman

Tumbuhan ini mempunyai akar rimpang setebal 1,2-2,1 mm, menjalar

 panjang, ditutupi oleh sisik-sisik yang tersebar. Daun dimorfik, tidak jelas sampai

 jelas bertangkai. Daun fertil tangkainya sampai 9 cm, helaian 3,5-31 cm x 0,3-3,5

cm, bagian pangkal perlahan menyempit, paling lebar di bagian tengah atau di

 bawahnya, ujung tumpul. Daun steril bertangkai sampai 5 cm, helaian 2-24 cm x

0,3-4,3 cm, paling lebar di bagian tengah atau di atasnya, ujung membundar atau

tumpul. Sori berderet di sepanjang tepi daun atau menyebar di seluruh permukaan

daun.

Pada umumnya tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata tumbuh secara epifit,

kadang epilitik, dan jarang yang terestrial, umumnya ditemukan di berbagai

situasi, kebanyakan di dataran rendah (Hartini, 2006).

2.1.4  Penggunaan Tradisional

Di Afrika Selatan Pyrrosia lanceolata digunakan untuk mengatasi flu dan

radang tenggorokan. Di Mexico, dibuat teh dari daun digunakan untuk menahan

gatal. (Benjamin dan Manickam, 2007). 

2.1.5  Penggunaan Medis

Daun dibuat menjadi pasta dengan lada dan diminum untuk mengobati

sakit tenggorokan dan gatal-gatal (Sekar et al ., 2011). 

2.1.6  Kandungan Kimia

Laporan ilmiah mengenai kandungan kimia dari tumbuhan paku  Pyrrosia

lanceolata  masih terbatas. Dari penelitian sebelumnya melaporkan kandungankimia tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata ialah terpenoid (Komala, 2010). Tetapi

spesies lain dari genus  Pyrrosia  yaitu  Pyrrosia  piloselloides  diketahui bahwa

tumbuhan ini mengandung senyawa golongan saponin, tanin, minyak atsiri,

triterpen, flavonoid dan gula (Hariana, 2006; Dalimartha, 1999). Secara umum

senyawa bioaktif yang paling banyak terdapat didalam tumbuhan paku adalah

senyawa golongan terpenoid (triterpenoid, diterpenoid, dan seskuiterpenoid),

Page 21: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 21/82

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

senyawa fenolik (derivat fenilpropanoid), golongan alkaloid dan flavonoid

(Ho, 2011).

2.2  Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat dan

 belum mengalami pengolahan apapun, kecuali dinyatakn lain, berupa bahan yang

telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani

dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa

tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan

ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan

cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannnya dan belum berupa senyawa kimia

murni (Depkes RI, 2000).

2.3  Ekstrak dan Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Depkes, 2010).

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair, dibuat dengan menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai diluar pengaruh cahaya

matahari langsung (Tiwari et al ., 2011).

Adapun faktor yang mempengaruhi pada mutu ekstrak yaitu faktor biologi

dan faktor kimia (Depkes, 2010) :

a. 

Faktor Biologi  Lokasi tumbuhan asal, hal ini merupakan faktor eksternal, yaitu

lingkungan (tanah dan atmosfer) dimana tumbuhan berinteraksi berupa

energi (temperatur, cahaya, air).

  Periode pemanenan hasil tumbuhan merupakan dimensi waktu dari proses

kehidupan tumbuhan terutama metabolisme sehingga menentukan

senyawa kandungan.

Page 22: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 22/82

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

  Penyimpanan bahan tumbuhan merupakan faktor eksternal yang dapat

diatur karena dapat berpengaruh pada stabilitas bahan serta adanya

kontaminasi (biotik dan abiotik).

  Umur tumbuhan dan bagian yang digunakan.

 b.  Faktor Kimia

  Faktor internal, meliputi jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi

kualitatif dan kuantitatif senyawa aktif.

  Faktor Eksternal, meliputi metode ekstraksi, ukuran, kekerasan dan

keringanan bahan, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan

logam berat serta kandungan pestisida.

Macam-macam perbedaan metode ekstraksi yang akan mempengaruhi

kuantitas dan kandungan metabolit sekunder dari ekstrak, antara lain:

a.  Tipe ekstraksi

 b. Waktu ekstraksi

c.  Suhu ekstraksi

d. Konsentrasi pelarut

Ekstraksi adalah proses penyarian senyawa kimia yang terdapat dalam

tumbuhan atau bahan alam lainnya. Ada beberapa metode ekstraksi yang dikenal.

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi dua cara,

yaitu cara panas dan cara dingin (DepKes, 2000).

2.3.1  Ekstraksi Cara Dingin

a.  Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

 pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar

(DepKes, 2000). Adapun keuntungan dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan

 peralatan yang digunakan sederhana, sedangkan kerugiannya yakni cara

 pengerjaanya lama, membutuhkan pelarut banyak dan penyarian kurang

sempurna. Dalam cara maserasi, serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang

kontak dengan pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu

dengan pengadukan yang sering untuk meningkatkan kinerjanya, sampai zat

Page 23: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 23/82

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

tertentu dapat terlarut. Metode ini paling cocok digunakan untuk senyawa yang

termolabil (Tiwari et al ., 2011).

b.  Perkolasi

Perkolasi merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

 penyarian sempurna yang umunya dilakukan pada temperatur ruang (Depkes RI,

2000). Satu-satuya peralatan yang diperlukan untuk melakukan ekstraksi dengan

cara perkolasi adalah kontainer perkolasi atau dikenal dengan nama perkolator.

Dengan perkolator aliran pelarut dapat diatur sedemikian rupa sehingga tetesan

 pelarut akan turun sedikit demi sedikit. Perkolasi adalah proses ekstraksi yang

 berkesinambungan. Pelarut yang telah jenuh harus digantikan dengan pelarut yang

segar (Silva,1998).

2.3.2  Ekstraksi Cara Panas

a.  Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, dengan

menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah

 pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).

Keuntungan penggunaan cara sokletasi adalah penyarian yang dilakukan

secara terus menerus secara automatis dan pelarut yang dibutuhkan sedikit. Pada

cara ini pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi dipanaskan sehingga uap

nantinya akan turun membasahi sampel yang diletakkan terpisah dari pelarut.

Proses ini terjadi berulang-ulang sampai proses ekstraksi selesai. Kelemahannya

adalah karena menggunakan pemanasan maka bisa saja senyawa kimia yang

dikandung oleh sampel tumbuhan telah rusak (Silva, 1998).b.  Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur

titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif

konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000). 

c.  Infusa

Infusa adalah ekstraksi yang menggunakan air sebagai pelarut pada

temperatur penangas air dimana bejana infus tercelup dalam penangas air

Page 24: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 24/82

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

mendidih, temperatur yang digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20

menit ) (Depkes RI, 2000). Cara ini menghasilkan larutan encer dari komponen

yang mudah larut dari simplisia (Tiwari et al ., 2011).

d.  Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (lebih dari 30 menit) dan

temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000). Dekok adalah ekstraksi

dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 30 menit. Metode ini digunakan

untuk ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan kontituen yang stabil terhadap

 panas (Tiwari et al ., 2011).

e.  Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada

temperatur lebih tinggi dari temperatur suhu kamar, yaitu secara umum dilakukan

 pada temperatur 40-500C (Depkes RI, 2000).

Digesti merupakan maserasi dengan pengadukan kontinyu pada temperatur

lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya 25-30oC). Ini adalah jenis ekstraksi

maserasi dimana suhu sedang digunakan selama proses ekstraksi

(Tiwari et al ., 2011).

2.4  Pelarut

Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat

lain. Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat

tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi

(Ncube et al ., 2008). Sifat pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari

 pelarut yang rendah, mudah menguap pada suhu yang rendah, dapat

mengekstraksi komponen senyawa dengan cepat (Tiwari et al ., 2011).Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain :

a.  Air

Air adalah pelarut universal, biasanya digunakan untuk mengekstraksi

 produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba. Meskipun pengobatan secara

tradisional menggunakan air sebagai pelarut, tetapi ekstrak tumbuhan dari pelarut

organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas antimikroba lebih konsisten

dibandingkan dengan ekstrak air (Tiwari et al ., 2011).

Page 25: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 25/82

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

b.  Aseton

Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik

dari tumbuhan. Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air,

mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah (Tiwari et al ., 2011).

c.  Alkohol

Aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan

dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang lebih

tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air. Konsentrasi yang

lenih tinggi dari senyawa flavonoid terdeteksi dengan etanol 70% karena

 polaritasnya yang kebih tinggi daripada etanol murni (Tiwari et al ., 2011). 

Etanol lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak sel

untuk mengekstrak bahan intraseluler dari bahan tumbuhan. Metanol lebih polar

dibanding etanol.

d.  Kloroform

Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut

menggunakan n-heksan, kloroform dan metanol dengan konsentrasi aktivitas

tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform. Kadang-kadang tanin dan terpenoid

ditemukan dalam fase air, tetapi lebih sering diperoleh dengan pelarut semipolar

(Tiwari et al ., 2011).

e.  Eter

Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan

asam lemak (Tiwari et al ., 2011).

f.  n-heksan

n-heksan mempunyai karakteristik sangat tidak polar, volatil, mempunyai

 bau khas yang dapat menyebabkan pingsan. Berat molekul n-heksan adalah 86,2gram/mol dengan titik leleh 94,3-95,30C. Titik didih n-heksan pada tekanan 760

mmHg adalah 66-710C (Daintith, 1994). n-heksan biasanya digunakan sebagai

 pelarut untuk ekstraksi minyak nabati.

g.  Etil Asetat

Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar. Etil asetat

secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol dan

terpenoid (Pranoto et al ., 2012).

Page 26: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 26/82

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

2.5  Vacuum Rotary Evaporator

Vacuum Rotary Evaporator merupakan alat yang berfungsi untuk

memisahkan suatu larutan dari pelarutnya sehingga dihasilkan ekstrak dengan

kandungan kimia tertentu sesuai yang diinginkan. Cairan yang ingin diuapkan

 biasanya ditempatkan dalam suatu labu yang kemudian dipanaskan dengan

 bantuan penangas, dan diputar. Uap cairan yang dihasilkan didinginkan oleh suatu

 pendingin (kondensor) dan ditampung pada suatu tempat (receiver flask ). Setelah

 pelarutnya diuapkan, akan dihasilkan ekstrak yang dapat berbentuk padatan atau

cairan (Nugroho et al ., 1999).

Kelebihan dari alat Vacuum Rotary Evaporator  adalah diperoleh kembali

 pelarut yang diuapkan. Penggunaan Vacuum Rotary Evaporator   meningkatkan

 presentase pelarut yang terevaporasi dibandingkan dengan menggunakan

waterbath  (Mutairi dan Jasser, 2012). Prinsip kerja alat ini didasarkan pada titik

didih pelarut dan adanya tekanan yang menyebabkan uap dari pelarut terkumpul,

serta adanya kondensor yang menyebabkan uap ini mengembun dan akhirnya

 jatuh ke tabung penerima (receiver flask ).

2.6  Inflamasi

2.6.1  Definisi

Peradangan adalah reaksi jaringan terhadap cedera, infeksi atau iritasi.

Enzim lisosomal dilepaskan selama peradangan menghasilkan berbagai gangguan

yang mengarah ke cedera jaringan yang merusak makromolekul dan peroksidasi

lipid membran yang dianggap bertanggung jawab untuk kondisi patologis tertentu

sebagai serangan jantung, guncangan septik dan arthritis rheumatoid. Aktivitas

selular enzim ini dikatakan berhubungan dengan peradangan akut atau kronis(Chippada, et al ., 2011).

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan

yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat

mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak

organisme yang menyarang, menghilangkan zat iritan dan mengatur derajat

 perbaikan jaringan. Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator kimiawi dari

 jaringan yang rusak dan migrasi sel (Mycek, Harvey, dan Champe, 2001). Ketika

Page 27: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 27/82

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

 proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular dimana cairan, elemen-

elemen darah, sel darah putih dan mediator kimia berkumpul pada tempat cidera

 jaringan atau infeksi.

Adapun tanda-tanda pokok peradangan:

a.   Rubor (kemerahan) ini merupakan hal pertama saat mengalami peradangan,

karena banyak darah mengalir ke dalam mikrosomal lokal pada tempat

 peradangan.

 b.   Kalor (panas) dikarenakan lebih banyak darah yang disalurkan pada tempat

 peradangan dari pada yang disalurkan ke daerah normal. Fenomena panas

lokal ini tidak terlihat pada tempat peradangan jauh di dalam tubuh karena

 jaringan sudah mempunyai suhu 370C.

c.   Dolor (rasa sakit) dikarenakan pembengkakan jaringan mengakibatkan

 peningkatan tekanan lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan

zat kimia bioaktif lainnya.

d.  Tumor (pembengkakan) pengeluaran ciran-cairan ke jaringan interstisial.

e.   Fungsio laesa (perubahan fungsi) adalah reaksi peradangan yang telah

dikenal, tetapi tidak diketahui secara mendalam dengan cara apa fungsi

 jaringan yang meradang itu terganggu (Taufik, 2008).

2.6.2  Mekanisme Inflamasi Akut

Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator kimiawi dari jaringan yang

rusak dan migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik bervariasi dengan tipe proses

 peradangan dan metabolit amin, seperti histamin, prostaglandin, interleukin-1.

Prostaglandin dan senyawa yang berkaitan diproduksi dalam jumlah kecil oleh

semua jaringan. Asam arakhidonat suatu asam lemak 20-karbon yang merupakan prekusor utama prostaglandin dan senyawa yang berkaitan. Asam arakhidonat

terdapat dalam komponen fosfolipid membran sel (Mycek , Harvey, dan Champe,

2001).

Page 28: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 28/82

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Adapun mekanisme akut inflamasi sebagai berikut :

Gambar 2.2. Mekanisme Inflamasi Akut

(Sumber: Katzung, 2002)

Adapun jalur asam arakhidonat sebagai berikut :

Gambar 2.3. Jalur asam arakhidonat(Sumber: Tjay dan Rahardja, 2008)

Page 29: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 29/82

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

2.6.3  Obat-obat Antiinflamasi

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antiinflamasi terbagi ke

dalam golongan :

a.  Antiinflamasi Steroid

Obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat fosfolipase, suatu enzim

yang bertanggung jawab terhadap pelepasan asam arakidonat dari membran

lipid. Termasuk golongan obat ini adalah : prednison, hidrokortison,

deksametason, dan betametason (Katzung, 2006).

 b.  Antiinflamasi Non Steroid (AINS)

Obat AINS bekerja menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi

asam arakidonat menjadi prostaglandin menjadi terganggu. Termasuk

golongan obat ini adalah : aspirin, ibuprofen, indometasin, diklofenak,

fenilbutazon dan pirosikam (Katzung, 2006).

Satu diantara obat golongan AINS yang sering digunakan untuk mengatasi

inflamasi dan nyeri adalah natrium diklofenak. AINS derivat fenil asetat ini,

memiliki aktivitas analgesik dan antipiretik serta memiliki potensi efek

antiinflamasi kuat dengan efek samping iritasi terhadap saluran cerna yang

lebih rendah jika dibandingkan dengan indometasin, naproxen dan piroxicam.

Obat natrium diklofenak ini sering digunakan untuk mengatasi radang pada

 penyakit karena arthritis (Health Professions Division, 1996).

2.7  Bovine Serum A lbumin  (BSA)

Albumin memiliki berat molekul relatif rendah, yang larut dalam air,

mudah mengkristal, dan mengandung asam amino. BSA adalah rantai polipetida

tunggal yang terdiri dari sekitar 583 residu asam amino dan mengandung 17 jembatan rantai disulfida dan 1 kelompok sulfihidril. . Serbuk BSA disimpan pada

suhu 2-80C. Stabilitas larutan BSA sangat baik. Bahkan, Albumin sering

digunakan sebagai stabilisator untuk protein terlarut lainnya (misalnya, enzim

labil ). Namun, albumin mudah digumpalkan oleh pemanasan. Ketika dipanaskan

sampai 500C atau di atas, albumin cukup pesat membentuk agregat hidrofobik

yang tidak kembali ke monomer pada saat pendinginan. Pada suhu yang lebih

Page 30: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 30/82

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

rendah agregasi juga diharapkan terjadi, tetapi pada tingkat yang relatif lebih

lambat (www.sigma-aldrich.com )

 Bovine Serum Albumin  (BSA) digunakan untuk stabilisasi enzim selama

 penyimpanan dan untuk reaksi enzimatik (Thermo Fisher Scientific, 2012).

2.8  Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia merupakan suatu tahap pemeriksaan awal untuk

mendeteksi keberadaan golongan senyawa kimia yang terdapat yang terdapat pada

suatu bahan baik yang berasal dari tumbuhan, hewan ataupun mikroorganisme.

Penapisan fitokimia dimulai dengan pengumpulan sampel sebanyak

mungkin. Oleh karena kegiatan ini memakan waktu cukup lama maka penapisan

fitokimia memegang peranan terbesar dari kegiatan kimia bahan alam. Sekalipun

kegiatan ini bertitik tolak pada daya tarik kimiawi, hal ini tidaklah mengurangi

manfaat hasil penelitian. Spesies-spesies yang telah dianalisis secara fitokimia

akan diinventarisasi untuk ditelaah lebih lanjut mengenai struktur kimia senyawa-

senyawa aktifnya (Farnswort, 1996). Senyawa metabolit sekunder yang biasanya

dilakukan penapisan fitokimia pada tumbuhan biasanya antara lain alkaloid,

flavonoid, kumarin, saponin, tannin, terpenoid dan steroid.

2.9  Spektrofotometer UV-Visible  

Spektrum serapan kandungan tumbuhan dapat diukur dalam larutan yang

sangat encer dengan pembanding blanko pelarut serta menggunakan

spektrofotometer yang merekam otomatis. Senyawa tanpa warna diukur pada

 jangka 200-400 nm, senyawa warna pada jangka 200-700 nm. Prinsip kerja

Spektrofotometer UV-Visible ialah interaksi sinar ultraviolet atau tampak denganmolekul sampel. Energi cahaya akan mengeksitasi elektron terluar molekul ke

orbital lebih tingggi (Harbone, 1987).

Spektra UV-Visible  dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan

sekaligus dapat digunakan untuk analisis kuantitatif .

1.  Aspek Kualitatif (Sudjadi, 2007) 

Data spektra UV-visible  secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk

identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi jika digabung dengan

Page 31: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 31/82

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

cara lain seperti spektroskopi infra merah, resonansi magnet inti, dan spektroskopi

massa, maka dapat digunakan untuk maksud identifikasi atau analisis kualitatif

suatu senyawa tersebut. Data yang diperoleh dari spektroskopi UV dan Visible 

adalah panjang gelombang maksimal, intensitas, efek pH, dan pelarut; yang

kesemuanya itu dapat diperbandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan.

2.  Aspek Kuantitatif (Sudjadi, 2007) 

Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan

(larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya.

Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas

sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies

 penyerap lain-lain.

Page 32: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 32/82

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1  Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari - Juni 2014 dan bertempat

di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia serta Laboratorium Penelitian I

Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. 

3.2  Alat dan Bahan

3.2.1  Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: blender, timbangan

analitik (AND), pH meter (HORIBA), vortex, termometer, waterbath (EYELA),

alumunium foil, kertas saring, kapas, labu ukur 1000 ml, 100 ml, 10 ml dan 5 ml

(IWAKI PYREX), beker gelas (Schott Duran), gelas ukur 100 ml (YZ), corong

(Schott Duran), erlenmeyer 1000 ml (Schott Duran), pipet tetes, tabung reaksi

(IWAKI PYREX), rak tabung reaksi, batang pengaduk, kaca arloji, spatula, plat

tetes, seperangkat alat vacuum rotary evaporator   (EYELA), melting point,

mikropipet, botol kaca gelap.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer  

UV-Visible (HITACHI). 

3.2.2  Bahan

Sampel tumbuhan yang digunakan adalah daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata yang diperoleh di wilayah kampus Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selanjutnya dideterminasidi Herbarium Bogoriense (LIPI), Cibinong, Bogor.

Media uji yang digunakan adalah  Bovine Serum Albumin  (BSA) yang

diperoleh dari Sigma-Aldrich (PT. ELO KARSA UTAMA Jakarta).

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : n-heksana,

etil asetat, metanol, aquades, NaCl, Tris base dan Tris buffer saline. Reagen kimia

antara lain : dragendrof, mayer , asam sulfat, natrium hidroksida, asam asetat

glasial, klorofom, ferri klorida, asam klorida, asam asetat anhidrat.

17

Page 33: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 33/82

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Standar obat kimia yang digunakan sebagai kontrol positif adalah Natrium

Diklofenak (Dipharma).

3.3  Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental untuk menguji aktivitas antiinflamasi

dari ekstrak tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata  terhadap kemampuan

 penghambatan denaturasi protein secara in vitro. Terdapat tiga perlakuan

kelompok uji aktivitas antiinflamasi yaitu kelompok kontrol negatif, kontrol

 positif (Natrium Diklofenak) dan larutan uji (ekstrak n-heksana, etil asetat dan

metanol dari tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata). Kelompok perlakuan uji

aktivitas antiinflamasi ini akan diperjelaskan dalam tabel 3.1:

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

No. Kelompok Perlakuan Parameter

1. Kontrol negatif 50 µL pelarut (metanol/etil

asetat/n-heksana) dan larutan 0,2%

BSA hingga volume campuran

larutan 5 mL.

Denaturasi

 protein

2. Kontrol positif(Natrium diklofenak)

50 µL dari masing-masing serikonsentrasi Natrium diklofenak

dalam metanol dan larutan 0,2%

BSA hingga volume campuran

larutan 5 mL.

Denaturasi protein

3. Larutan uji (Ekstrak

n-heksana, etil asetat

dan metanol

tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata)

50 µL dari masing-masing seri

konsentrasi ekstrak dalam pelarut

ekstrak (metanol/etil asetat/n-

heksana) dan larutan 0,2% BSA

hingga volume campuran larutan

5 mL.

Denaturasi

 protein

Semua perlakuan diatas di inkubasi pada suhu 25 C selama 30 menit

kemudian dipanaskan selama 5 menit pada suhu 720C dalam waterbath.

Didiamkan selama 25 menit pada suhu 230C kemudian larutan di vortex dan

diukur absorbansi dengan spektrofotometer UV-Visible  pada panjang

gelombang 660 nanometer.

Page 34: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 34/82

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

3.4  Prosedur Kerja

3.4.1  Determinasi Tumbuhan

Untuk memastikan kebenaran simplisia yang digunakan dalam penelitian

ini, maka dilakukan determinasi di Pusat Penelitian Herbarium Bogoriense, LIPI,

Cibinong, Bogor.

3.4.2  Penyiapan Simplisia

Bahan yang digunakan sebagai simplisia dalam penelitian ini adalah

semua daun tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata yang diperoleh dari halaman

kampus Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Sampel daun tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata sebanyak 1,1 kg

disortasi basah dan dilakukan pencucian dengan meggunakan air mengalir hingga

 bersih. Selanjutnya sampel dikering anginkan. Sampel yang telah kering, disortasi

kering kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender. Serbuk simplisia

disimpan dalam wadah tertutup rapat dan terhindar dari cahaya matahari.

3.4.3  Pembuatan Ekstrak

Prosedur ekstraksi menggunakan metode ekstraksi cara dingin yaitu

dengan teknik maserasi. Pelarut yang digunakan antara lain metanol, etil asetat,

dan n-heksana. Serbuk simplisia 161,0584 gram dimasukkan ke dalam wadah

gelap sehingga terhindar dari cahaya matahari. Selanjutnya melakukan maserasi

 bertingkat dengan terlebih dahulu maserasi dengan pelarut non polar, semi polar,

hingga pelarut polar (n-heksana, etil asetat, dan metanol) ke dalam wadah yang

 berisi serbuk simplisia hingga serbuk terendam ±3 cm di atas permukaan simplisia

yang diukur dengan penggaris.Maserasi dengan pelarut n-heksana membutuhkan waktu mencapai 15

hari, pelarut etil asetat hingga 13 hari dan pelarut metanol hingga 15 hari dengan

 beberapa kali pengadukan dan pengulangan. Setelah maserasi selesai dan didapat

hasil maserasi yang kemudian disaring dengan kertas saring untuk memisahkan

filtrat dengan ampas. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan vacuum rotary

evaporator  sehingga diperoleh ekstrak kental.

Page 35: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 35/82

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

3.4.4  Penapisan Fitokimia 

a.  Uji Alkaloid (Tiwari et al ., 2011)

Ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol dari tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian disaring dan

filtrat yang dihasilkan dilakukan pengujian dengan tes Mayer  dan tes Dragendrof .

  Tes  Mayer   : filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian

ditambahkan reagen  Mayer   ( Potassium Mercuri Iodide). Terbentuk

endapan kuning mengindikasikan adanya senyawa alkaloid.

  Tes  Dragendrof   : filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian

ditambahkan reagen  Dragendrof   (larutan  Potassium Bismuth Iodide)

terbentuknya endapan berwarna merah mengindisikan adanya senyawa

alkaloid.

b.  Uji Flavonoid (Tiwari et al ., 2011) 

Ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol dari tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata diletakkan di dalam plat tetes lalu beberapa tetes NaOH.

Terbentuknya kuning intens yang jika ditambahkan dengan larutan asam, warna

kuning akan memudar, hal ini menunjukkan adanya senyawa flavonoid.

c.  Uji Fenol (Tiwari et al ., 2011) 

Ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol dari tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata dilakukan pengujian dengan tes  Ferric Chloride. Ekstrak

ditambahkan 3 - 4 tetes larutan FeCl3  akan terbentuknya warna hitam kebiruan

yang mengindikasikan senyawa fenol.

d.  Uji Steroid dan Terpenoid

  Tes Salkowski : Ekstrak  Pyrrosia lanceolata dilarutkan dalam kloroform

dan disaring. Kemudian filtrat ditambahkan beberapa tetes asam sulfat dandikocok. Terbentuknya warna merah kecoklatan yang mengindikasikan

senyawa terpenoid (Ayoola et al ., 2008).

  Tes Lieberman Buchardat : Ekstrak  Pyrrosia lanceolata dilarutkan dalam

kloroform dan disaring, filtrat ditambahkan asam asetat anhidrat,

kemudian dipanaskan dan didinginkan. Selanjutnya larutan ditambahkan

 beberapa tetes asam sulfat. Terbentuknya cincin coklat yang

mengindisikan adanya senyawa steroid (Tiwari et al ., 2011).

Page 36: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 36/82

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

e.  Uji tanin (Ayoola et al., 2008)

Ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol dari tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata  sebanyak 0,5 gram di didihkan dalam 10 ml air di dalam

tabung reaksi dan kemudian disaring. Tambahkan beberapa tetes FeCl3 0,1% lalu

diamati. Jika terjadi perubahan warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman

menunjukkan adanya senyawa tanin.

f.  Uji Saponin (Tiwari et al ., 2011) 

Ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol dari tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata dilakukan pengujian dengan tes  Foam dengan  melarutkan

ekstrak ke dalam 2 ml aquades di dalam tabung reaksi, kemudian larutan dikocok.

Terbentuknya  foam  tidak kurang dari 10 menit menunjukkan adanya senyawa

saponin.

3.4.5  Uji In Vitro  Aktivitas Antiinflamasi (Williams et al ., 2008) 

Pengujian aktivitas antiinflamasi ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol

dari tanaman paku Pyrrosia lanceolata (L.) Farw secara in vitro meliputi tahapan-

tahapan yang diawali dengan pembuatan larutan TBS (Tris Buffer Salline)

sebanyak 1000 mL pH 6,2  –   6,5, pembuatan larutan 0,2% BSA ( Bovine Serum

 Albumin) sebanyak 100 mL, pembuatan larutan kontrol negatif sebanyak 5 mL,

 pembuatan larutan konsentrasi uji (ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol),

 pembuatan larutan konsentrasi kontrol positif, pengukuran aktivitas antiinflamasi,

 perhitungan persentase penghambatan denaturasi protein dan perhitungan

 presentase nilai IC50. Tahapan-tahapan ini dijelaskan sebagai berikut :

1.  Pembuatan Larutan TBS (Tr is Buffer Saline )Sebanyak 1,21 gram tris base dan 8,7 gram NaCl lalu tambahkan aquades

sampai 900 mL.  Adjust  pH dengan asam asetat glasial sampai pH 6,2-6,5

(pH patologis) kemudian tambahkan aquadest sampai 1000 mL dalam labu

ukur 1000 mL (Mohan, 2003).

Page 37: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 37/82

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

2.  Pembuatan 0,2% BSA (Bovine Serum Albumin)  

Sebanyak 0,2 gram BSA (Bovine Serum Albumin) dimasukkan ke dalam

labu ukur 100 mL. Kemudian ditambahkan dengan larutan TBS (Tris

 Buffer Saline) hingga volume 100 mL (William et al ., 2008).

3.  Pembuatan Larutan Kontrol Negatif

Sebanyak 50 µL pelarut metanol/etil asetat/n-heksana lalu ditambahkan

larutan 0,2% BSA ke labu ukur hingga volume mencapai 5 mL.

4.  Pembuatan Larutan Uji (Ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol)

Sebanyak 500 mg ekstrak tumbuhan  Pyrrosia lanceolata  (L.) Farw.

dilarutkan dalam pelarut ekstrak (metanol/etil asetat/n-heksana) di dalam

labu ukur 25 mL, kemudian dicukupkan dengan pelarut sampai volume 25

mL, sehingga didapatkan konsentrasi 20.000 ppm sebagai larutan induk.

Larutan dengan konsentrasi 20.000 ppm dibuat seri konsentrasi, sehingga

menjadi larutan uji dengan konsentrasi 10000 ppm, 1000 ppm dan 100

 ppm untuk setiap ekstrak.

5.  Pembuatan Larutan Kontrol Positif

Sebanyak 100 mg Natrium Diklofenak kemudian dilarutkan dengan

metanol ke dalam labu ukur 25 mL dan dicukupkan dengan metanol

sampai 25 mL, sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi 4000 ppm

yang dijadikan sebagai larutan induk. Dari larutan induk 4000 ppm ini,

selanjutnya dibuat seri konsentrasi larutan kontrol positif menjadi 4.000

 ppm, 2.000 ppm, 1.000 ppm, 500 ppm, 250 ppm dan 130 ppm.

6.  Pengukuran Aktivitas Antiinflamasi

Diambil sebanyak 50 µL dari setiap konsentrasi larutan (larutan uji dan

larutan kontrol positif), kemudian ditambahkan larutan 0,2% BSA hingga

volume mencapai 5 mL. Dari campuran tersebut akan menghasilkan

konsentrasi 1 ppm, 10 ppm dan 100 ppm untuk setiap konsentrasi ekstrak

dan 1,3 ppm, 2,5 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 20 ppm dan 40 ppm larutan

Page 38: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 38/82

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

konsentrasi natrium diklofenak. Kemudian diinkubasi pada suhu 250C

selama 30 menit kemudian dipanaskan selama 5 menit pada suhu 720C,

lalu didiamkan selama 25 menit pada suhu 230C. Setelah dingin, larutan

divortex dan dilakukan pengukuran absorbansi dengan spektrofotometri

Uv-Visible  pada panjang gelombang 660 nanometer. Uji aktivitas

antiinflamasi dilakukan sebanyak tiga kali (triplo).

7.  Perhitungan Persentase Penghambatan Denaturasi Protein

Presentase penghambatan denaturasi protein diukur dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

% inhibisi =

 x 100%

Senyawa yang menghambat denaturasi protein lebih besar dari 20%

dianggap memiliki sifat antiinflamasi dan dapat digunakan sebagai nilai

acuan untuk pengembangan obat (Williams et al., 2008).

8.  Perhitungan Presentase Nilai IC50 

 Nilai IC50 dihitung dengan membuat persamaan regresi linear antara

konsentrasi (X) dengan % inhibisi (Y). Sehingga didapatkan nilai IC50 dari

ekstrak Pyrrosia lanceolata (L.) Farw. dan Natrium Diklofenak.

9.  Analisa Data Statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk   untuk melihat

distribusi data dan analisis dengan uji  Levene untuk melihat homogenitas

data. Jika data normal dan homogenitas maka dilanjutkan dengan uji

Analisa Varians (ANOVA) satu arah dengan taraf kepercyaan sehingga

dapat diketahui apakah perbedaan yang diperoleh bermakna atau tidak.

Jika data normal dan tidak homogenitas dilanjutkan dengan uji  Kruskal

Wallis (Santoso, 2007).

Page 39: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 39/82

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil Penelitian

4.1.1  Ekstrak

Daun tumbuhan paku yang diperoleh dari wilayah kampus Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, dilakukan determinasi di Pusat Penelitian Bogoriense (LIPI), Cibinong,

Bogor, yang bertujuan untuk mengetahui keaslian tumbuhan yang akan digunakan

dalam penelitian ini. Hasilnya adalah tumbuhan yang diperoleh merupakan

tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata (L.) Farw (Lampiran 6). Sebanyak 1,1 gram

daun  Pyrrosia lanceolata  dikering anginkan selama ±30 hari, diperoleh serbuk

simplisia sebanyak 161,058 gram dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi

 bertingkat. Organoleptik dari ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol dapat

dilihat pada tabel 4.1. Ekstrak kental dari tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata 

dapat dilihat dari tabel 4.2 yang :

Tabel 4.1 Organoleptik ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol daun

tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata 

Organoleptik

ekstrak

Ekstrak

n-heksana

Ekstrak

Etil asetat

Ekstrak

Metanol

Warna Kuning kehijauan Hijau kehitaman Hijau kehitaman

Bentuk Kental pasta Kental pasta Kental

Bau/aroma Khas Khas Khas

Tabel 4.2. Jumlah ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol daun

tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata

Total Simplisia

(gram)

Ekstrak Jumlah Ekstrak

(gram)

Rendemen

(%)

161,058

n-heksana 3,034 1,884

Etil Asetat 3,889 2,415

Metanol 16,336 10,143

24

Page 40: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 40/82

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

4.1.2  Penapisan Fitokimia

Dari tiga ekstrak yang diperoleh yaitu ekstrak n-heksana, etil asetat dan

metanol dari daun tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata dilakukan penapisan

fitokimia, senyawa yang terdapat dalam ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol

daun tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata dapat dilihat pada tabel 4.3 :

Tabel 4.3 Hasil penapisan fitokimia ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol

tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata 

Golongan

Senyawa Kimia

Ekstrak

n-heksana

Ekstrak

etil asetat

Ekstrak

metanol

Alkaloid - - -

Flavonoid - + +

Steroid - - -

Terpenoid + - -

Tanin - + +

Fenol - - -

Saponin - - -

Berdasarkan tabel 4.3 bahwa ekstrak n-heksana memiliki senyawa

terpenoid. Sedangkan ekstrak etil asetat dan metanol memiliki senyawa tanin dan

flavonoid.

4.1.3  Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Daun Tumbuhan Paku

Pyrrosia lanceolata   terhadap Penghambatan Denaturasi Protein

secara In Vitro  

Ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata dilakukan uji aktivitas antiinflamasi terhadap penghambatan

denaturasi protein. Natrium diklofenak digunakan sebagai kontrol positif yang

memiliki aktivitas antiinflamasi. Aktivitas antiinflamasi dari natrium diklofenak

 beserta ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata sebagai berikut :

Page 41: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 41/82

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

4.1.3.1 Hasil aktivitas antiinflamasi dari natrium diklofenak terhadap

penghambatan denaturasi protein secara in vitro  

 Natrium diklofenak dengan variasi konsentrasi 40 ppm, 20 ppm, 10 ppm, 5

 ppm, 2,5 ppm dan 1,3 ppm kemudian dilakukan uji aktivitas antiinflamasi

terhadap penghambatan denaturasi protein. Hasil aktivitas antiinflamasi dari

natrium diklofenak dapat dilihat pada tabel 4.4 :

Tabel 4.4 Aktivitas antiinflamasi natrium diklofenak

Konsentrasi (ppm) Absorbansi±SD % inhibisi

Kontrol Negatif 1,626±0,036 0,000

1,3 1,519±0,097 6,5542,5 1,482±0,083  8,823

5 1,085±0,018  33,242

10 0,727±0,040  55,290

20 0,572±0,050  64,790

40 0,255±0,037  84,315

Gambar 4.1 Aktivitas antiinflamasi natrium diklofenak

Aktivitas antiinflamasi natrium diklofenak pada konsentrasi 5 ppm, 10

 ppm, 20 ppm dan 40 ppm nilai persentase inhibisi denaturasi protein lebih besar

dari 20%. Persentase inhibisi tertinggi natrium diklofenak pada konsentrasi 40

 ppm sebesar 84,315%.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

1,3 2,5 5 10 20 40

   %    I  n

   h   i   b   i  s   i

Konsentrasi (ppm)

Aktivitas Antiinflamasi Natrium Diklofenak

natrium

diklofenak

Page 42: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 42/82

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

4.1.3.2 Hasil aktivitas antiinflamasi ekstrak n-heksana daun tumbuhan paku

Pyrrosia lanceolata  terhadap penghambatan denaturasi protein secara

in vitro  

Ekstrak n-heksana daun tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata dilakukan uji

aktivitas antiinflamasi dengan konsentrasi ekstrak n-heksana yaitu 1  ppm, 10 ppm 

dan 100  ppm. Hasil aktivitas antiinflamasi ekstrak n-heksana dapat dilihat pada

tabel 4.5 :

Tabel 4.5 Aktivitas antiinflamasi ekstrak n-heksana daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata 

Konsentrasi (ppm) Absorbansi±SD % inhibisi

Kontrol Negatif 0,430±0,021 0,000

1 0,345±0,074 19,767

10 0,346±0,065 19,535

100 0,336±0,033 21,860

Gambar 4.2 Perbandingan aktivitas antiinflamsi ekstrak n-heksana daun tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata dan Natrium diklofenak  

Aktivitas antiinflamasi ekstrak n-heksana pada konsentrasi 1 ppm dan 10

 ppm persentase inhibisi denaturasi protein kurang dari 20% sedangkan pada

konsentrasi 100 ppm persentase inhibisi denaturasi protein sebesar 21,860%.

19,767 19,53521,860

55,290

0

10

20

30

40

50

60

1 10 100

   %    I   n

    h   i    b   i   s   i

Konsentrasi (ppm)

Perbandingan Aktivitas Antiinflamsi Ekstrak n-heksana Daun

Tumbuhan Paku Pyrrosia lanceolata dan Natrium diklofenak

n-heksana

natrium

diklofenak

Page 43: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 43/82

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

4.1.3.3 Hasil aktivitas antiinflamasi ekstrak etil asetat daun tumbuhan paku

Pyrrosia lanceolata  terhadap penghambatan denaturasi protein secara

in vitro  

Ekstrak etil asetat daun tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata dilakukan uji

aktivitas antiinflamasi dengan konsentrasi ekstrak etil asetat yaitu 1 ppm, 10 ppm

dan 100 ppm. Hasil aktivitas antiinflamasi ekstrak etil asetat terdapat pada

tabel 4.6 :

Tabel 4.6 Aktivitas antiinflamasi ekstrak etil asetat daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata 

Konsentrasi (ppm) Absorbansi±SD % inhibisi

Kontrol Negatif 0,855±0,020 0,000

1 0,661±0,062 22,690

10 0,590±0,027 30,994

100 0,992±0,053 -16,023

Gambar 4.3 Perbandingan aktivitas antiinflamasi ekstrak etil asetat daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata dan natrium diklofenak

Aktivitas antiinflamasi ekstrak etil asetat pada konsentrasi 1 ppm dan 10

 ppm persentase inhibisi denaturasi protein lebih besar dari 20% yaitu 22,69%

(konsentrasi 1 ppm) dan 30,99% (konsentrasi 10 ppm) sedangkan pada

konsentrasi 100 ppm (-16,02%).

22,690

30,994

-16,023

55,290

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

1 10 100

   %    i   n

    h   i    b   i   s   i

konsentrasi (ppm)

Perbandingan aktivitas antiinflamasi ekstrak etil asetat daun

tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata  dan natrium diklofenak

etil asetat

natrium

diklofenak

Page 44: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 44/82

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

4.1.3.4 Hasil aktivitas antiinflamasi ekstrak metanol daun tumbuhan paku

Pyrrosia lanceolata  terhadap penghambatan denaturasi protein secara

in vitro  

Ekstrak metanol daun tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata  dilakukan uji

aktivitas antiinflamasi dengan konsentrasi ekstrak metanol yaitu 1  ppm, 10  ppm 

dan 100 ppm. Hasil aktivitas antiinflamasi ekstrak metanol terdapat pada tabel 4.7:

Tabel 4.7 Aktivitas antiinflamasi ekstrak metanol daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata 

Konsentrasi (ppm) Absorbansi±SD % inhibisi

Kontrol Negatif 0,538±0,001 0,000

1 0,486±0,001 9,66510 0,254±0,003 52,788

100 0,650±0,007 -20,818

Gambar 4.4 Perbandingan Aktivitas antiinflamasi ekstrak metanol daun tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata dan Natrium Diklofenak

Aktivitas antiinflamasi ekstrak metanol pada konsentrasi 1 ppm kurang

dari 20% yaitu sebesar 9,665%. Pada konsentrasi 10 ppm persentase inhibisi

denaturasi protein lebih besar dari 20% yaitu 52,788% dan pada konsentrasi 100

 ppm (-21,818%).

Hasil aktivitas antiinflamasi dari ketiga ekstrak daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata  yaitu ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol yang

digambarkan pada tabel 4.8 :

9,665

52,788

-20,818

55,290

-40

-20

0

20

40

60

1 10 100   %    i   n

    h   i    b   i   s   i

konsentrasi (ppm)

Perbandingan aktivitas antiinflamasi ekstrak metanol daun

tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata  dan Natrium diklofenak

metanol

natrium

diklofenak

Page 45: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 45/82

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Tabel 4.8 Perbandingan aktivitas antiinflamasi ekstrak n-heksana, etil asetat dan

metanol daun tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata 

Larutan uji % Inhibisi

Konsentrasi

1 ppm

% Inhibisi

Konsentrasi

10 ppm

% Inhibisi

Konsentrasi

100 ppmEkstrak n-heksana 19,767 19,535 21,860

Ekstrak Etil asetat 22,690 30,994 -16,023

Ekstrak Metanol 9,665  52,788  -20,818 

 Natrium Diklofenak - 55,290 -

Gambar 4.5 Perbandingan Aktivitas antiinflamasi ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol dauntumbuhan paku Pyrrosia lanceolata 

Ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata  memiliki aktivitas antiinflamasi. Aktivitas antiinflamasi

tertinggi terdapat pada ekstrak metanol, sehingga pada ekstrak metanol dilakukan

 perluasan konsentrasi uji yang terdapat pada tabel 4.9:

Tabel 4.9 Aktivitas antiinflamasi ekstrak metanol daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata dengan perluasan konsentrasi ujiKonsentrasi (ppm) Absorbansi±SD % inhibisi

Kontrol Negatif 0,651±0,003 0,000

5 0,442±0,054 32,104

20 0,233±0,031 64,209

40 0,752±0,096 -15,514

19,767 19,535 21,860

22,69030,994

-16,023

9,665

52,788

-20,818

55,290

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

1 10 100

   %    I  n

   h   i   b   i  s   i

Konsentrasi (ppm)

Perbandingan Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Daun

Tumbuhan Paku Pyrrosia lanceolata

n-heksana

etil asetat

metanol

natriumdiklofenak

Page 46: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 46/82

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Gambar. 4.6 Perbandingan Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Paku

 Pyrrosia lanceolata dan Natrium diklofenak

Persentase inhibisi denaturasi protein dari uji kedua ekstrak metanol pada

konsentrasi 5 ppm sebesar 32,104 %, konsentrasi 20 ppm sebesar 64,209% dan

konsentrasi 40 ppm memicu denaturasi (-15,514%). Persentase inhibisi denaturasi

 protein ekstrak metanol tertinggi pada konsentrasi 20 ppm (64,209%).

4.1.4 Hasil Perhitungan IC50 

Persamaan regresi linear antara konsentrasi (X) dan % inhibisi (Y)

sehinggan didapat nilai IC50 natrium diklofenak dan ekstrak metanol.

Gambar 4.7 Grafik regresi linear aktivitas antiinflamasi natrium diklofenak

Berdasarkan perhitungan probit pada konsentrasi 10 ppm aktivitas

antiinflamasi natrium diklofenak (55,206%) telah melebihi 50% aktivitas

antiinflamasi, sehingga dihitung nilai IC50. Natrium diklofenak memiliki nilai

IC50 sebesar 8,966 µg/ml (lampiran 15).

9,665

32,104

52,788

64,209

-15,514 -20,818

55,290

-30

-20

-10

0

10

20

30

4050

60

70

1 5 10 20 40 100

   %    i  n

   h   i   b   i  s   i

Konsentrasi (ppm)

Perbandingan Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Metanol Daun

Tumbuhan Paku Pyrrosia lanceolata & Natrium diklofenak

ekstrak

metanol

natrium

diklofenak

y = 1,9928x + 3,1016

R² = 0,9493

0

2

4

6

0 0,5 1 1,5

   %   i   n    h   i    b   i   s   i

log konsentrasi

Na.diklofenak

Na.diklofenak

Linear(Na.diklofenak)

Page 47: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 47/82

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Gambar 4.8 Grafik regresi linear aktivitas antiinflamasi ekstrak metanol

Pada konsentrasi 10 ppm aktivitas antiinflamasi metanol (52,786%) telah

melebihi 50% aktivitas antiinflamasi, sehingga dihitung nilai IC50  didapat nilai

IC50 ekstrak metanol sebesar 10,144 µg/ml (lampiran 15). 

4.1.5 Hasil Analisa Data Statistik

Persentase inhibisi denaturasi protein konsentrasi 10 ppm ekstrak n-

heksana, etil asetat dan metanol daun tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata 

dibandingkan dengan konsentrasi 10 ppm natrium diklofenak dilakukan analisadata statistik menggunakan SPSS 16  Kruskal-Wallis test  dengan P (signifikansi)

ditetapkan jika ≤  0,05 menunjukkan perbedaan bermakna dari masing-masing

kelompok. Ekstrak n-heksana dan etil asetat pada konsentrasi 10 ppm berbeda

 bermakna terhadap kontrol positif (natrium diklofenak) artinya aktivitas

antiinflamasi kedua ekstrak ini lebih rendah dari kontrol positif. Sebaliknya

ekstrak metanol tidak berbeda bermakna dengan kontrol positif sehingga aktivitas

antiinflamasi ekstrak metanol menyerupai kontrol positif.

y = 1,3937x + 3,5976

R² = 0,9774

4,4

4,6

4,8

5

5,2

5,4

5,6

0 0,5 1 1,5

   %    i   n

    h   i    b   i   s   i

log konsentrasi

ekstrak metanol

metanol

Linear (metanol)

Page 48: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 48/82

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

4.1  Pembahasan

Tumbuhan paku yang diperoleh dari wilayah kampus Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

dilakukan determinasi tanaman untuk memastikan keaslian dari tumbuhan paku

ini, hasil determinasi menyatakan bahwa benar tumbuhan paku ini adalah

 Pyrrosia lanceolata (L.) Farw.

Daun tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata yang diperoleh sebanyak 1,1 kg

disortasi untuk memisahkan antara tumbuhan dengan kotoran yang terdapat pada

tumbuhan tersebut. Proses pengeringan dilakukan dengan cara diangin-anginkan

yang bertujuan untuk meminimalisir pemanasan yang dapat merusak senyawa-

senyawa yang terdapat dalam tumbuhan tersebut.

Penghalusan dilakukan untuk memperkecil ukuran partikel tumbuhan,

yang bertujuan untuk memaksimalkan dalam proses ekstraksi, karena semakin

kecil atau halus serbuk simplisia maka proses ekstraksi makin

efektif (Depkes RI, 2000). Dari 1,1 kg daun tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata

diperoleh 161,0584 gram simplisia kering yang selanjutnya simplisia disimpan

dalam wadah tertutup rapat untuk menghindari cemaran oleh mikroba dan

mikroorganisme lainnya.

Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan ekstraksi cara dingin, yaitu

dengan metode maserasi. Metode ekstraksi dengan cara dingin dipilih untuk

meminimalisir terjadinya pemanasan yang dapat menyebabkan kerusakan

terhadap senyawa yang tidak tahan panas. Pada teknik maserasi ini menggunakan

teknik maserasi bertingkat dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang

 berbeda yaitu n-heksana yang merupakan pelarut non polar, etil asetat yang

merupakan pelarut semi polar dan metanol yang merupakan pelarut polar.Alasannya menggunakan teknik maserasi bertingkat ialah untuk memaksimalkan

 proses ekstraksi. Dari proses maserasi, diperoleh 3 ekstrak kental, yaitu ekstrak

dari pelarut n-heksana yang memiliki bobot 3,034 gram, ekstrak etil asetat yang

memiliki bobot 3,889 gram dan ekstrak metanol yang memiliki bobot

16,336 gram.

Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi komponen apa saja

yang terkandung dalam tumbuhan. Dari hasil uji penapisan fitokimia, senyawa

Page 49: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 49/82

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

yang terdapat dalam ekstrak n-heksana adalah senyawa terpenoid sedangkan

senyawa yang terdapat dalam ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol daun

tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata adalah senyawa tanin dan flavonoid.

Kontrol negatif terdiri dari larutan 0,2% BSA dan pelarut n-heksana/etil

asetat/metanol dan kontrol positif terdiri dari natrium diklofenak dengan

konsentrasi 1,3 ppm, 2,5 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 20 ppm dan 40 ppm. Larutan uji

terdiri dari ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol dari daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata dengan konsentrasi 1 ppm, 10 ppm dan 100 ppm. Kemudian

masing-masing kontrol negatif, kontrol positif dan larutan ekstrak tersebut

dilakukan uji aktivitas antiinflamasi terhadap penghambatan denaturasi protein.

Larutan kontrol negatif, larutan uji (ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol

daun tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata) dan kontrol positif (natrium

diklofenak) diinkubasi selama 30 menit pada suhu 250C kemudian dipanaskan

 pada suhu 720C selama 5 menit didalam waterbath  kemudian didiamkan dalam

suhu 230C selama 25 menit. Sebelumnya telah dilakukan optimasi terhadap lama

waktu perlakuan dan suhu yang digunakan. Menurut Williams et al., (2008)

 bahwa senyawa atau ekstrak yang beraktivitas sebagai antiinflamasi dengan

metode penghambatan denaturasi protein jika persentase inhibisi denaturasi

 protein lebih besar dari 20 persen.

Didapatkan bahwa hasil aktivitas antiinflamasi dari setiap konsentrasi

ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol berbeda. Semua ekstrak daun tumbuhan

 paku  Pyrrosia lanceolata  memiliki nilai persentase inhibisi denaturasi protein

lebih besar dari 20 persen. Ekstrak n-heksana mempunyai aktivitas antiinflamasi

 pada konsentrasi 100 ppm (21,860 %) sedangkan pada konsentrasi 1 ppm dan 10

 ppm nilai persentase inhibisi denaturasi protein < 20 % (1 ppm = 19,767% dan 10 ppm = 19,535%). Ekstrak etil asetat mempunyai aktivitas antiinflamasi pada

konsentrasi 1 ppm (22,690 %), konsentrasi 10 ppm (30,994 %) sedangkan

konsentrasi 100 ppm memicu denaturasi protein (-16,023%). Nilai persentase

inhibisi ekstrak metanol pada konsentrasi 1 ppm (9,665 %), 10 ppm (52,788 %)

dan konsentrasi 100 ppm memicu denaturasi protein (-20,818 %). Pada ekstrak

metanol aktivitas antiinflamasi tertinggi pada konsentrasi 10 ppm (52,788 %)

sehingga dilakukan pengujian ekstrak metanol dengan memperluas rentang

Page 50: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 50/82

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

konsentrasi untuk mengetahui pada konsentrasi berapa ekstrak metanol aktivitas

antiinflamasinya menurun. Pada uji aktivitas ekstrak metanol yang kedua

didapatkan hasil persentase inhibisi sebesar 32,104% (konsentrasi 5 ppm),

64,209% (konsentrasi 20 ppm) dan -15,514% (konsentrasi 40 ppm). Nilai

 persentase inhibisi denaturasi protein tertinggi ekstrak metanol terdapat pada

konsentrasi 20 ppm (64,209%) yang dapat dilihat pada gambar 4.6. Aktivitas

antiinflamasi ekstrak metanol berada pada rentang konsentrasi 10 ppm  –  20 ppm

dan pada konsentrasi 40 ppm persentase inhibisi denaturasi protein ekstrak

metanol menurun.

Aktivitas antiinflamasi penghambatan denaturasi protein natrium

diklofenak pada konsentrasi 1,3 ppm (6,554%), 2,5 ppm (8,823%), 5 ppm

(33,242%), 10 ppm (55,290%), 20 ppm (64,790%) dan 40 ppm (84,315%).

Terlihat pada konsentrasi 10 ppm persentase inhibisinya sudah mencapai nilai

55,290%, yang berarti telah melewati nilai IC50. Ekstrak metanol pada konsentrasi

10 ppm dengan persentase inhibisinya sebesar 52,788%, yang berarti telah

melewati nilai IC50. Perhitungan nilai IC50  dengan memplot konsentrasi dengan

 persen inhibisi memberikan nilai IC50  sebesar 8,966 µg/mL untuk natrium

diklofenak dan 10,144 µg/mL untuk ekstrak metanol.

Berdasarkan hasil data analisa statistik ekstrak n-heksana dan etil asetat

 pada konsentrasi 10 ppm berbeda bermakna terhadap kontrol positif (natrium

diklofenak) artinya aktivitas antiinflamasi kedua ekstrak ini lebih rendah dari

kontrol positif. Sebaliknya ekstrak metanol tidak berbeda bermakna dengan

kontrol positif sehingga aktivitas antiinflamasi ekstrak metanol menyerupai

kontrol positif.

Ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol daun tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata  memiliki aktivitas antiinflamasi dengan nilai persentase

inhibisi denaturasi protein lebih besar dari 20 %. Pada hasil penapisan fitokimia

tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata memiliki senyawa terpenoid, flavonoid dan

tanin. Nijveldt (2001) menyebutkan bahwa flavonoid menghambat jalur

lipooksigenase secara langsung pada inflamasi yang menyebabkan penghambatan

 biosintesis eikosanoid dan menginaktifkan radikal bebas yang dapat menarik

 berbagai mediator inflamasi. Senyawa tanin telah dilaporkan mempunyai peran

Page 51: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 51/82

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

sebagai antiinflamasi (Verma et al., 2011). Protein dalam tubuh rentan untuk

mengalami denaturasi yang disebabkan oleh pembentukan radikal bebas yang

menyebabkan mekanisme peradangan (inflamasi) dengan merangsang pelepasan

mediator inflamasi (Verma et al ., 2011). Denaturasi protein adalah sebuah proses

dimana protein kehilangan struktur tersier dan struktur sekunder oleh senyawa

eksternal, seperti asam kuat atau basa kuat, garam anorganik, pelarut organik dan

 pemanasan (Verma et al ., 2011). Kemungkinan adanya interaksi atau ikatan antara

molekul yang terdapat dalam  Bovine Serum Albumin  (BSA) terhadap molekul

yang terdapat pada masing-masing ekstrak dari daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata  sehingga ekstrak dapat menghambat terjadinya denaturasi

 protein.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua ekstrak daun

tumbuhan paku  Pyrrosia lanceolata  mempunyai aktivitas antiinflamasi dan

ekstrak metanol mempunyai aktivitas antiinflamasi yang tertinggi terhadap

 penghambatan denaturasi protein secara in vitro  dengan persentase inhibisi

sebesar 52,788% pada konsentrasi 10 ppm dibandingkan dengan ekstrak

n-heksana dan etil asetat.

Page 52: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 52/82

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1  Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya aktivitas antiinflamasi

 pada ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol dari daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata  terhadap penghambatan denaturasi protein secara in vitro.

Dapat disimpulkan bahwa:

a.  Ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata  memiliki aktivitas antiinflamasi terhadap

 penghambatan denaturasi protein secara in vitro  sebesar 21,860 % (100

 ppm ekstrak n-heksana), 30,994 % (10 ppm ekstrak etil aseatat), dan

52,788 % (10 ppm ekstrak metanol).

 b.  Berdasarkan analisis data statistik, ekstrak n-heksana dan etil asetat pada

konsentrasi 10 ppm berbeda bermakna terhadap kontrol positif (natrium

diklofenak) artinya aktivitas antiinflamasi kedua ekstrak ini lebih rendah

dari kontrol positif. Sebaliknya ekstrak metanol tidak berbeda bermakna

dengan kontrol positif sehingga aktivitas antiinflamasi ekstrak metanolmenyerupai kontrol positif.

c.  Ekstrak metanol mempunyai aktivitas antidenaturasi protein tertinggi dari

ekstrak n-heksana dan etil asetat secara in vitro (antiinflamasi).

5.2  Saran

a.  Dapat dilakukan uji aktivitas antiinflamasi dari ekstrak daun tumbuhan

 paku  Pyrrosia lanceolata (L.) Farw. secara in vivo serta mengukur kadarair dan uji homogenitas ekstrak. 

 b.  Dapat dilakukan uji aktivitas lainnya dari daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata  (L.) Farw. selain sebagai antioksidan dan

antiinflamasi dari daun tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata (L.) Farw.

37

Page 53: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 53/82

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

DAFTAR PUSTAKA

Akhil TT dan Prabhu P. (2013).  Evaluation of Anti-Oxidant, Anti-Inflammatory

and Cytotoxicity Potential of Hemigraphis colorata. International Journal

of Pharmaceutical Sciences and Research; Vol. 4(9): 3477-3483.

Ali et al ., (2012). Phytochemical Screening, Antioxidant and Analgesic Activities

of Croton argyratus Ethanolic Extracts. Journal of Medicinal Plants

Research Vol. 6(21), pp. 3724-3731.

Ayoola et al., (2008).  Phytochemical Screening and Antioxidant Activities of

Some Selected Medicinal Plants Used for Malaria Therapy in

Southwestern Nigeria. Tropical Journal of Pharmaceutical Research,

September; 7 (3): 1019-1024.

Benjamin A, Manickam V.S. (2007).  Medicinal Pteridophytes from The Western

Ghats. Indian Journal of Traditional Knowledge. Vol. 6(4), pp. 611-618.

BSA (Bovine Serum Albumin). Product Information by Sigma. www.sigma-

aldrich.com . Diakses pada tanggal 29/03/2014, 19.20 WIB.

Chatterjee. P, Chandra. S, Dey. P, Bhattacharya. S. (2012).  Evaluation of anti-

inflammatory effects of green tea and black tea: A comparative in vitro

 study. J. Adv. Pharm. Tech. Res.

Chippada SC and Vangalapati. (2011).  Antioxidant, an anti-inflammatory and

anti-arthritic activity of Centella asiatica extracts. J. Chem. Bio. Phy. Sci.,

Vol.1, No.2, Sec. B, 260 –  269.

Chippada SC, Volluri SS, Bammidi SR and Vangalapati M. (2011).  In Vitro Anti

 Inflammatory Activity of Methanolic Extract of Centella asiatica by HRBC

 Membrane Stabilisation. Rasayan J.Chem. Vol.4, No.2, 457-460.Daintith, J. (1994). Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Erlangga.

Dalimartha, S. (1999).  Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Jakarta : Trubus

Agriwidya.

Dewoto. (2007).  Pengembangan Obat Tradisonal Indonesia Menjadi

 Fitofarmaka. Jakarta: FKUI. Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 7,

Juli.

Page 54: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 54/82

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Darnaedi, Dedy. (2000).  Keanekaragaman Hayati Konservasi dan Pemanfaatan

 yang Berkelanjutan. Bogor: LIPI.

DEPKES. (2010). Farmakope Indonesia Edisi 4.

DEPKES RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.

Farnsworth, N.R. (1996).  Biological and Phytochemical Screnning of Plants. J.

Pharm.

Harbone, J.B. (1987).  Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan.  Penerjemah: Kosasih P., Soediro Iwang. Bandung: Penerbit

ITB.

Hariana, H.A. (2006). Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 3. Depok: Penebar

Swadaya.

Hartini, S. (2006). Tumbuhan Paku di Cagar Alam Sago Malintang, Sumatera

 Barat dan Aklimatisasinya di Kebun Raya Bogor . Biodiversitas. 7 (3):

230-236.

Health Professions Division. (1996). Goodman & Gilman’s The Pharmacological

Basis of Therapeutics, 9th edition. USA: McGraw-Hill,637.

Ho, R. Teai T. Bianchini J-P. Lafont R., Raharivelomanana, P. (2011).  Fren:

 From Traditional Uses to Pharmaceutical Development, Chemical

 Identification of Active Principles in Working with Fren. Spinger.

Hammer et al ., (2008).  Antimicrobial and Anti-inflammatory Activity of Five

Taxandria fragrans Oils in vitro. Microbiol Immunol; 52: 522 – 530.

Katzung, B. G. (2002) Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi II. Jakarta: Salemba

Medika.

Katzung, Bertram G. (2006). Basic and Cinical Pharmacology, 10th Edition.

McGraw Hill Lange.

Komala, I. (2010).  Laporan Penelitian Individu, Uji Aktivitas Antioksida

Tumbuhan Paku Indonesia. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah.

Lai, Y, H. Lim Y, Y. (2011).  Evaluation of Antioxidant Activities of the

 Methanolic Extracts of Selected Ferns in Malaysia. International Journal

of Environmental Science and Development, Vol. 2, No. 6.

Page 55: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 55/82

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Mohan. 2003. Buffers: A guide for the preparation and use of buffers in biological

 systems. Germany: Calbiochem.

Mutairi and Jasser. (2012).  Effect of using Rotary Evaporator on Date Dibs

Quality. Journal of American Science;8(11).

Mycek M, Harvey, dan Champe. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2.

Jakarta : Widia Medika.

 Ncube NS, Aafolayan AJ, Okoh Al. (2008).  Assesment Techniques of

 Antimicrobial Properties of Natural Compounds of Plant Origin: Current

 Methods and Future Trends. African Journal of Biotechnology; 7 (12).

 Nijveldt, R. J., E. van Nood, D.E.C. van Hoorn, P.G. Boelens, K. van Norren,

P.A.M. van Leeuwen. (2001).  Flavonoids: a review of probable

mechanisms of action and potential applications. American Journal of

Clinical and Nutrition 74: 418-425.

 Nugroho, B. W., Dadang, dan Prijono, D. (1999).  Pengembangan dan

 Pemanfaatan Insektisida Alami. Pusat Kajian Pengendalian Hama

Terpadu, IPB. Bogor.

Pranoto, E.N., Ma’ruf, W.F., dan Pringgenies, D. (2012). Kajian Aktivitas Bioaktif

 Ekstrak Teripang Pasir (Holothuria scabra) terhadap Jamur Candida

albicans. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 1(1): 1-8.

Pringgoutomo S, Himawan S, Tjarta A. (2002).  Buku Ajar Patologi I (Umum)

 Edisi ke-1. Jakarta : Sagung Seto.

Pooja. (2004).  Pterydophyta Discovery Publishing House. India: di dalam,

Komala, I. 2012. Uji Aktivitas Tumbuhan Paku Indonesia.

Saifudin, A., Rahayu, V. and Teruna, H.Y. 2011. Standardisasi Bahan Obat

 Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu.Santoso, S. 2007. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15. Jakarta:

PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Sastrapradja, S., Afriastini, J.J., Darnaedi, D. & Widjaja, E.A. (1979).  Jenis Paku

 Indonesia. Bogor: Lembaga Biologi Nasional –  LIPI. hlm. 7-101.

Sekar, et al ., (2011). Ethnomedicinal Uses of Pteridophytes in Kolli Hills, Eastern

Ghats of Tamil Nadu, India. J. Nat. Prod. Plant Resour., 1 (2):50-55.

Page 56: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 56/82

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Sheikh, et al ., (2013). Hypoglycemic, Anti-inflammatory and Analgesic Activity of

 Peperomea pellucida (L.) HBK (Piperaceae). IJPSR, Vol. 4, Issue 1.

Silva G.L. lee, I.S. Kinghorn A.D. (1998). Special Problem with Extraction of

 Plants in Chanell R.JP. (ed) Methods in Biotechnology 4. Natural Product

Isolation Human Press, Totowa, New Jersey, USA.

Sudjadi. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Thermo Fisher Scientific. (2012).  Product Information Bovine Serum Albumin

(BSA), molecular biology grade.

Tiwari, et al ., (2011).  Phytochemical screening and Extraction: A Review.

Internationale Pharmaceutica Sciencia Vol 1 Issue 1.

Tjay TH dan Rahardja K. (2008). Obat-obat Penting . Jakarta : PT Elex Media

Komputindo.

Verma et al., (2011).  Anti Denaturation and Antioxidant Activities of Annona

cherimola In Vitro. India: International Journal of Pharma and Bio

Sciences.

Vickery. M and Vickery B. (1980). Secondary Plant Metabolism. London: The

Maccmillan Press LTD.

Williams et al ., (2008). The in vitro Anti-denaturation Effects Induded by Natural

 Products and Non-steroidal Compounds in Heat Treated (Immunogenic)

 Bovine Serum Albumin is Prposed as a Screening Assay for the Detection

of Anti-inflammatory Compounds, without the uses of Animals, in the

 Early Stages of the Drug Discovery Process. West Indian Med J; 57 (4):

327-330.

Zakaria, et al . (2006).  Antinociceptine and Anti-inflamatory Activities of

 Dicranopteris Linearis Leaves Chloroform Extract in Experimental Animals. Yajugaju zasshi, 126, 1197-1203.

Page 57: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 57/82

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Lampiran 1. Tumbuhan Paku Pyrrosia lanceolata  (L.) Farw

(Sumber : Koleksi Pribadi, 11 Februari 2014)

Page 58: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 58/82

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Lampiran 2. Alur Penelitian

Determinasi

- Sortasi basah

- Pengeringan

- Penghalusan (blender)

Residu

- Ekstraksi dengan etil asetat

- Penyaringan

- Pemekatan (vacuum rotary evaporator )

ResiduEkstrak kental

etil asetat (semi polar)

Tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata 

Penyiapan Simplisia

Sampel kering

Penapisan Fitokimia

- Ekstraksi dengan n-heksana

- Penyaringan- Pemekatan (vacuum rotary evaporator )

Ekstrak kental n-heksana

(non polar)

Uji Aktivitas Antiinflamasi

secara In Vitro 

Ekstrak kentalmetanol (polar) Residu

- Ekstraksi dengan metanol

-  Penyaringan

-  Pemekatan (vacuum rotary

evaporator )

Page 59: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 59/82

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Lampiran 3. Alur Uji Aktivitas Antiinflamasi terhadap Penghamabatan

Denaturasi Protein secara I n Vitro

Larutan konsentrasi 1 ppm, 10 ppm dan 100 ppm ekstrak n-heksana, etil asetat

dan metanol serta larutan kosentrasi natrium diklofenak 1,3 ppm, 2,5 ppm, 5

 ppm, 10 ppm, 20 ppm dan 40 ppm dalam metanol.

Diambil sebanyak 50 µL dengan

mikropipet ke dalam labu ukur 5 mL

Larutan 0,2 %  BSA  dalam

TBS   hingga volume

mencapai 5 mL.

Larutan 5 mL terdiri dari larutan 0,2 %  BSA 

dan larutan uji dalam tabung reaksi.

Diinkubasi : suhu 25 C selama 30 menit

Dipanaskan : di waterbath pada suhu 72

o

C selama 5menit.

Diamkan : suhu 23oC selama 25 menit

Setelah larutan 5 mL tersebut dingin lalu di vortex dan

dilakukan pengukuran % inhibisi denaturasi protein

mengunakan alat spektofotometer Uv-Visible  pada panjang

gelombang 660 nanometer.

Page 60: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 60/82

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Lampiran 4. Analisis Statistik Konsentrasi 10 ppm Ekstrak n-heksana, etil

asetat dan metanol Daun Paku Pyrrosia lanceolata   terhadap

Natrium diklofenak.

1.  Uji Normalitas Shapiro-wilk

Tujuan : untuk melihat data persentase inhibisi denaturasi protein

terdistribusi normal atau tidak.

Hipotesis :

H0 : data persentase inhibisi denaturasi protein terdistribusi normal

Ha : data persentase inhibisi denaturasi protein tidak terdistribusi

normalPengambilan keputusan :

Jika nilai signifikansi ≥ 0,05, maka H0 diterima

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05, maka H0 ditolak

Hasil uji normalitas data persentase inhibisi denaturasi protein

Tests of Normality 

konsentrasi

Kolmogorov-Smirnova  Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Persen

inhibisi

1.  n-heksana .237 3 . .977 3 .706

2.  etil asetat .316 3 . .890 3 .354

3. metanol .278 3 . .940 3 .526

4.  Na.diklofenak .355 3 . .820 3 .163

Kesimpulan : Data persentase inhibisi denaturasi protein terdistribusi

normal.

2.  Uji Homogenitas Levene

Tujuan : untuk melihat data persentase inhibisi denaturasi protein

homogen atau tidak.

Hipotesis :

H0  : data persentase inhibisi denaturasi protein bervariasi

homogen

Page 61: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 61/82

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Ha : data persentase inhibisi denaturasi protein tidak bervariasi

homogen

Pengambilan keputusan :

Jika nilai signifikansi ≥ 0,05, maka H0 diterima

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05, maka H0 ditolak

Hasil uji homogenitas data persentase inhibisi denaturasi protein

Test of Homogeneity of Variances 

 perseninhibisi

Levene Statistic df1 df2 Sig.

5.494 3 8 .024

Keputusan : data persentase inhibisi denaturasi protein tidak bervariasi

homogen.

Kesimpulan : syarat normalitas pada semua kelompok uji terpenuhi akan

tetapi syarat homogenitas tidak terpenuhi, data persentase inhibisi

denaturasi protein tidak dapat dilanjutkan menggunakan ANOVA dan

dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis.

3.  Uji Kruskal Wallis terhadap Persentase Inhibisi Denaturasi Protein

Tujuan : untuk melihat data persentase inhibisi denaturasi protein

homogen atau tidak.

Hipotesis :

Ho : data persentase inhibisi denaturasi protein tidak berbeda secara

 bermakna

Ha : data persentase inhibisi denaturasi protein berbeda secara

 bermakna

Pengambilan keputusan :

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan

Jika nilai signifikansi ≥  0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat

 perbedaan

Page 62: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 62/82

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Hasil uji Kruskal Wallis data persentase inhibisi denaturasi protein

Test Statisticsa,b 

Persen inhibisi

Chi-Square 9.051

df 3

Asymp. Sig. .029

a. Kruskal Wallis Test

 b. Grouping Variable: konsentrasi

Keputusan : Data persentase inhibisi denaturasi protein berbeda secara

 bermakna, maka dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil)

dengan metode LSD (Least Significance Different). Uji BNT merupakanuji lanjutan yang dilakukan apabila hasil pengujian menunjukkan adanya

 perbedaan nilai secara bermakna tujuannya adalah untuk menentukan

kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna

dengan kelompok lainnya.

4.  Uji BNT (LSD) Persentase Inhibisi Denaturasi Protein

Tujuan : untuk mengetahui perbedaan persentase inhibisi denaturasi

 protein yang bermakna.

Hipotesis :

H0 : data %inhibisi tidak berbeda bermakna

Ha : data %inhibisi berbeda bermakna

Pengambilan keputusan :

Jika nilai siginifikansi ≤ 0,05 maka H0 ditolak, terdapat perbedaan

 bermakna

Jika nilai siginifikansi ≥  0,05 maka H0  diterima, tidak terdapat

 perbedaan bermakna

Page 63: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 63/82

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Hasil uji BNT (LSD) data persentase inhibisi denaturasi protein

Multiple Comparisons 

Persen inhibisi

LSD

(I)

konsentrasi (J) konsentrasi

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Heksana EA -12.256000 8.877661 .205 -32.72792 8.21592

Metanol -34.113000*  8.877661 .005 -54.58492 -13.64108

 Na.diklofenak -36.523000*  8.877661 .003 -56.99492 -16.05108

EA heksana 12.256000 8.877661 .205 -8.21592 32.72792

Metanol -21.857000 8.877661 .039 -42.32892 -1.38508

 Na.Diklofenak -24.267000*  8.877661 .026 -44.73892 -3.79508

Metanol heksana 34.113000 8.877661 .005 13.64108 54.58492

EA 21.857000*  8.877661 .039 1.38508 42.32892

 Na.Diklofenak -2.410000 8.877661 .793 -22.88192 18.06192

 Na.Diklofe

nak

heksana 36.523000 8.877661 .003 16.05108 56.99492

EA 24.267000*  8.877661 .026 3.79508 44.73892

Metanol 2.410000 8.877661 .793 -18.06192 22.88192

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keterangan : tanda * menunjukkan data berbeda secara bermakna.

Keputusan : persentase inhibisi ekstrak n-heksana dan etil asetat berbeda

 bermakna terhadap natrium diklofenak (P ≤ 0,05), sebaliknya persentase inhibisi

ekstrak metanol tidak berbeda bermakna terhadap natrium diklofenak (P ≥ 0,05) 

Page 64: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 64/82

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Lampiran 5. Spesifikasi Natrium Diklofenak

Page 65: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 65/82

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Page 66: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 66/82

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Lampiran 6. Hasil Determinasi Tumbuhan Paku Pyrrosia lanceolata (L.)

Farw.

Page 67: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 67/82

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Lampiran 7. Dokumentasi Pembuatan Ekstrak Daun paku

Pyrrosia lanceolata

Simplisia Pyrrosia lanceolata Botol maserasi Penyaringan hasil maserasi

Pemekatan ekstrak dengan alat

Vacuum Rotary Evaporator

Ekstrak n-heksana Ekstrak etil asetat

Ekstrak metanol

Page 68: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 68/82

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Lampiran 8. Dokumentasi Uji Penapisan Fitokimia Ekstrak Daun tumbuhan

Paku Pyrrosia l anceoloata

Flavonoid

Ekstrak ditambahkan beberapa tetes NaOH terbentuknya warna kuning emasintens yang jika ditambahan larutan asam warna kuning akan pudar.

n-heksana (-) Etil asetat (+) Metanol (+)

1. Sesudah + H2SO4 

2. Sebelum + H2SO4 

1. Sesudah + H2SO4 

2. Sebelum + H2SO4 

1. Sesudah + H2SO4 

2. Sebelum + H2SO4 Fenol

Ekstrak +beberapa tetes FeCl3, jika terbentuk warna biru kehitaman menunjukkan

adanya fenol.

n-heksana (-)  Etil asetat (-)  Metanol (-) 

AlkaloidEkstrak + HCl encer   disaring, filtrat di bagi 2: filtrat A + reagen mayer

endapan kuning (+ alkaloid). Filtrat B + reagen dragendrof  endapan merah

(+ alkaloid)

n-heksana (-)  Etil asetat (-)  Metanol (-) 

Dragendrof

Mayer

Dragendrof

Mayer

Dragendrof

Mayer

1.  2. 1.  2. 1.  2.

Page 69: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 69/82

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

SaponinEkstrak + 2 mL aquades   dikocok, jika terbentuk busa tidak kurang dari 10

menit (+ saponin).

n-heksana (-)  Etil asetat (-)  Metanol (-) 

Tanin

Ekstrak + 10 mL aquadest didihkan disaring  filtrat + FeCl3  terbentuk

warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman ( + tanin )

n-heksana (-)  Etil asetat (+)  Metanol (+) 

Hijau kecoklatan Hijau kecoklatan

Terpenoid

Ekstrak + kloroform   disaring   filtrat + beberapa tetes H2SO4   kocok  

terbentuk warna merah kecoklatan (+ terpenoid)

n-heksana (+)  Etil asetat (-)  Metanol (-) 

1. Sebelum + H2SO4 

2. Sesudah + H2SO4 

(merah kecoklatan)

1. Sebelum + H2SO4 

2. Sesudah + H2SO4 

1.  Sebelum + H2SO4 

2.  Sesudah + H2SO4 

SteroidEkstrak + kloroform disaring filtrat + beberapa tetes asam asetat anhidrat  

dipanaskan (waterbath)   diamkan   larutan tsb + H2SO4   terbetuk cincin

coklat (+ steroid)

n-heksana (-)  Etil asetat (-)  Metanol (-) 

1.  2. 1.  2.1.  2.

Page 70: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 70/82

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Lampiran 9. Dokumentasi Uji Aktivitas Antiinflamasi secara I n Vitro  

Variasi konsentrasi ekstrak n-heksana 1 ppm, 10 ppm dan 100 ppm daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata 

Variasi konsentrasi ekstrak etil asetat 1 ppm, 10 ppm dan 100 ppm daun tumbuhan paku

 Pyrrosia lanceolata

Variasi konsentrasi ekstrak metanol 1 ppm, 10 ppm dan 100 ppm daun tumbuhan paku Pyrrosia lanceolata

Pembuatan 1 liter Tris Buffer Saline (TBS) pH 6,2 - 6,5 dan larutan 0,2 % BSA sebanyak 100mL

Tris base (1,21 gram) NaCl (8,7 gram) TBS 1000 mL BSA

Page 71: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 71/82

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Inkubasi 30 menit pada suhu 250C

Pemanasan 5 menit suhu 72 C dalam

waterbath 

 pendiaman setelah dipanaskan selama 25

menit pada suhu 230C

Setelah didiamkan 25 menit dari pemanasan dan setelah divortek untuk ekstrak n-heksana

Setelah didiamkan 25 menit dari pemanasan dan setelah divortek untuk ekstrak etil asetat

Page 72: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 72/82

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Setelah didiamkan 25 menit dari pemanasan dan setelah divortek untuk ekstrak metanol

Pengukuran absorbansi dengan alat spektrofotometri UV- Visible pada panjanggelombang 660 nm

Page 73: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 73/82

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Lampiran 10. Perhitungan Konsentrasi Ekstrak dan Natrium Diklofenak

1.  Konsentrasi ekstrak

Sejumlah 500 mg ekstrak dilarutkan dalam 25 mL metanol/etil asetat/

n-heksana sehingga didapat konsentrasi larutan induk 20.000 ppm. 

=

 

 = 20.000

 

 (20.000 ppm)

Pengenceran konsentrasi :

1) 100 ppm V1 x 20.0000 ppm = 5 mL x 100 ppm

V1 = 500 / 20.000 = 0,025 ml = 25 µL2) 500 ppm

V1 x 20.0000 ppm = 5 mL x 500 ppm

V1 = 2.500 / 20.000 = 0,125 ml = 125 µL

3) 1.000 ppm

V1 x 20.0000 ppm = 5 mL x 1.000 ppm

V1 = 5.000 / 20.000 = 0,25 ml = 250 µL

4) 2.000 ppm

V1 x 20.0000 ppm = 5 mL x 2.000 ppmV1 = 10.000 / 20.000 = 0,5 ml = 500 µL

5) 4.000 ppm

V1 x 20.0000 ppm = 5 mL x 4.000 ppm

V1 = 20.000 / 20.000 = 1 ml = 1000 µL

6) 10.000 ppm

V1 x 20.0000 ppm = 5 mL x 10.000 ppm

V1 = 50.000 / 20.000 = 2,5 ml = 2500 µL

Konsentrasi akhir setelah pencampuran

ekstrak dengan larutan 0,2 % BSA

hingga 5 mL :

1)  100 ppm menjadi 1 ppm

100 µg/mL x 0,05 mL = 5 mL x V2

V2 = 5 µg / 5 mL = 1 µg/mL (1 ppm)2)  500 ppm menjadi 5 ppm

500 µg/mL x 0,05 mL = 5 mL x V2

V2 = 25 µg / 5 mL = 5 µg/mL (5 ppm)

3) 1.000 ppm menjadi 10 ppm1.000 µg/mL x 0,05 mL = 5 mL x V2

V2 = 50 µg / 5 mL = 10 µg/mL ( 10 ppm)

4) 2.000 ppm menjadi 20 ppm

2.000 µg/mL x 0,05 mL = 5 mL x V2

V2 = 1.000 µg / 5 mL = 10 µg/mL

(10 ppm)

5)  4.000 ppm menjadi 40 ppm

4.000 µg/mL x 0,05 mL = 5 mL x V2

V2 = 200 µg / 5 mL = 40 µg/mL(40 ppm)

6) 10.000 menjadi 100 ppm

10.000 µg/mL x 0,05 mL = 5 mL x V2

V2 = 500 µg / 5 mL = 100 µg/mL

(100 ppm)

Page 74: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 74/82

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

2.  Konsentrasi larutan natrium diklofenak

Sejumlah 100 mg ekstrak dilarutkan dalam 25 mL metanol sehingga didapat

konsentrasi larutan induk 4000 ppm.

=

 

 = 4000

 

 (4000 ppm) 

Pengenceran konsentrasi :

1)  130 ppm

V1 x 4000 ppm = 10 ml x 130 ppm

V1 = 1300/4000 = 0,325 mL = 325 µL

2)  250 ppm

V1 x 4000 ppm = 10 ml x 250 ppmV1 = 2500/4000 = 0,625 mL = 625 µL

3)  500 ppm

V1 x 4000 ppm = 5 ml x 500 ppm

V1 = 2500/4000 = 0,625 mL = 625 µL

4)  1000 ppm

V1 x 4000 ppm = 5 ml x 1000 ppm

V1 = 5000/4000 = 1,25 mL = 1250 µL

5)  2000 ppm

V1 x 4000 ppm = 5 ml x 2000 ppm

V1 = 10.000/4000 = 2,5 mL = 2500 µL

6)  4000 ppm

(larutan induk)

Konsentrasi akhir setelah pencampuran

natrium diklofenak dengan larutan

0,2 % BSA hingga 5 mL :1)  130ppm 1,3 ppm

130 µg/mL x 0,05 mL = 5 mL x V2V2 = 6,5 µg / 5 mL = 1,3 µg/mL

(1,3 ppm)

2)  250 ppm 2,5 ppm

250 µg/mL x 0,05 mL = 5 mL x V2V2 = 12,5 µg / 5 mL = 2,5 µg/mL

(2,5 ppm)

3)  500 ppm 5 ppm

500 µg/mL x 0,05 mL = 5 mL x V2

V2 = 25 µg / 5 mL = 5 µg/mL (5 ppm)

4)  1000 ppm 10 ppm1000 µg/mL x 0,05 mL = 5 mL x V2

V2 = 50 µg / 5 mL = 10 µg/mL (10 ppm)

5)  2000 ppm 20 ppm

2000 µg/mL x 0,05 mL = 5 mL x V2

V2 = 100 µg / 5 mL = 20 µg/mL(20 ppm)

6)  4000 ppm 40 ppm

4000 µg/mL x 0,05 mL = 5 mL x V2

V2 = 200 µg / 5 mL = 40 µg/mL

(40 ppm)

Page 75: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 75/82

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Lampiran 11. Perhitungan Persentase Inhibisi Natrium Diklofenak

1.  Konsentrasi 1,3 ppm

% inhibisi =

 x 100 %

=

 x 100%

= 6,554 % 

2.  Konsentrasi 2,5 ppm

% inhibisi =

 x 100 %

=

 x 100%

= 8,823 % 

3.  Konsentrasi 5 ppm

% inhibisi =

 x 100 %

=

 x 100%

= 33,242 % 

4.  Konsentrasi 10 ppm

% inhibisi =

 x 100 %

=

 x 100%

= 55,290 % 

5.  Konsentrasi 20 ppm

% inhibisi =

 x 100 %

=

 x 100%

= 64,790 % 

6.  Konsentrasi 40 ppm

% inhibisi =

 x 100 %

=

 x 100%

= 84,315 %

Page 76: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 76/82

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Lampiran 12. Perhitungan Persentase Inhibisi Ekstrak Daun Paku

Pyrrosia lanceolata

1.  Ekstrak n-heksana

a.  Konsentrasi 1 ppm

% inhibisi =

 x 100 %

=

 x 100%

= 19,767 %

b.  Konsentrasi 10 ppm

% inhibisi =

 x 100 %

=

 x 100%

= 19,535 %

c.  Konsentrasi 100 ppm% inhibisi =

 x 100 %

=

 x 100%

= 21,860 %

2.  Ekstrak etil asetat

a.  Konsentrasi 1 ppm

% inhibisi =

 x 100 %

=

 x 100%

= 22,690%

b. Konsentrasi 10 ppm

% inhibisi =

 x 100 %

=

 x 100%

= 30,994 %

c.  Konsentrasi 100 ppm

% inhibisi =

 x 100 %

=

 x 100%

= -16,023 %

d.  Ekstrak metanol

a.  Konsentrasi 1 ppm

% inhibisi =

 x 100 %

=

 x 100%

= 9,665 %

Page 77: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 77/82

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

b.  Konsentrasi 5 ppm

% inhibisi =

 x 100 %

=

 x 100%

= 32,104 %

c.  Konsentrasi 10 ppm

% inhibisi =

 x 100 %

=

 x 100%

= 52,788 %

d.  Konsentrasi 20 ppm

% inhibisi =

 x 100 %

=

 x 100%

= 64,209 %

e.  Konsentrasi 40 ppm

% inhibisi =

 x 100 %

=

 x 100%

= -15,514 %

f.  Konsentrasi 100 ppm

% inhibisi =

 x 100 %

=

 x 100%

= -20,818 %

Page 78: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 78/82

63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Lampiran 13. Perhitungan Rendemen Ekstrak Daun Tumbuhan Paku

Pyrrosia lanceolata

1.  Ekstrak n-heksana 

Rendemen =

x 100%

=

 x 100% = 1,884 %

2.  Ekstrak etil asetat 

Rendemen =

x 100%

=

 x 100% = 2,415 %

3.  Ekstrak metanol 

Rendemen =

x 100%=

 x 100% = 10,143 %

Page 79: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 79/82

64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Lampiran 14. Data Absorbansi setiap Ekstrak dan Nartium Diklofenak

1.  Natrium diklofenakKonsentrasi

(ppm)

Absorbansi

Uji ke 1

Absorbansi

Uji ke 2

Absorbansi

Uji ke 3

Absorbansi

rata-rata

% inhibisi

Kontrol

 Negatif

1,579 1,655 1,642

1,626 0,0001,579 1,651 1,642

1,580 1,663 1,641

1,3

1,547 1,613 1,395

1,519 6,5541,549 1,619 1,397

1,550 1,610 1,393

2,51,388 1,583 1,477

1,482 8,8231,390 1,580 1,477

1,390 1,579 1,477

51,226 0,988 1,043

1,085 33,2421,225 0,988 1,041

1,226 0,988 1,042

100,758 0,671 0,746

0,727 55,2900,757 0,674 0,750

0,758 0,675 0,753

20

0,638 0,538 0,542

0,572 64,7900,639 0,536 0,542

0,639 0,536 0,542

400,221 0,242 0,303

0,255 84,3150,220 0,242 0,303

0,220 0,242 0,302

2.  Ekstrak n-heksanaKonsentrasi

(ppm)

Absorbansi

(Uji ke 1)

Absorbansi

(Uji ke 2)

Absorbansi

(Uji ke 3)

Absorbansi

Rata-rata

% inhibisi

Kontrol

 Negatif

0,451 0,405 0,434

0,430 0,0000,452 0,405 0,434

0,453 0,404 0,434

1 0,435 0,266 0,336

0,345 19,7670,435 0,266 0,334

0,436 0,265 0,334

10 0,262 0,407 0,368

0,346 19,5350,262 0,408 0,369

0,264 0,406 0,370

100 0,375 0,302 0,326

0,336 21,8600,378 0,303 0,321

0,376 0,303 0,328

3.  Ekstrak Etil asetatKonsentrasi

(ppm)Absorbansi(Uji ke 1)

Absorbansi(Uji ke 2)

Absorbansi(Uji ke 3)

Absorbansirata-rata

% inhibisi

Kontrol

 Negatif

0,851 0,880 0,833

0,855 0,0000,850 0,879 0,834

0,850 0,880 0,836

1 0,743 0,616 0,623

0,661 22,6900,744 0,617 0,623

0,746 0,617 0,622

10 0,562 0,623 0,581

0,590 30,9940,563 0,624 0,583

Page 80: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 80/82

65

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

0,564 0,623 0,584

0,563 0,623 0,583

100 0,922 1,018 1,037

0,992 -16,0230,921 1,019 1,036

0,924 1,020 1,036

4.  Ekstrak MetanolKosentrasi

(ppm)Absorbansi(Uji ke 1)

Absorbansi(Uji ke 2)

Absorbansi(Uji ke 3)

Absorbansirata-rata

% inhibisi

Kontrol

 Negatif

0,539 0,539 0,536

0,538 0,0000,539 0,539 0,537

0,539 0,540 0,538

1 0,484 0,484 0,4860,486 9,6650,485 0,485 0,488

0,486 0,486 0,488

10 0,256 0,250 0,257

0,254 52,7880,255 0,251 0,256

0,256 0,251 0,257

100 0,659 0,649 0,6450,650 -20,8180,660 0,647 0,646

0,660 0,644 0,645

Konsentrasi(ppm)

Uji ke 1(Absorban)

Uji ke 2(Absorban)

Uji ke 3(Absorban)

Absorbanrata-rata

% inhibisi

Kontrol

 Negatif

0,649 0,657 0,650

0,651 0,0000,648 0,654 0,648

0,649 0,655 0,647

50,443 0,445 0,439

0,442 32,1040,444 0,446 0,438

0,444 0,444 0,438

20

0,273 0,218 0,208

0,233 64,2090,278 0,217 0,2080,274 0,218 0,208

40

0,622 0,762 0,863

0,752 -15,5140,619 0,766 0,863

0,649 0,765 0,863

Page 81: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 81/82

66

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

Lampiran 15. Perhitungan IC50 Natrium Diklofenak dan Ekstrak Metanol

1.   Natrium Diklofenak

Konsentrasi

(ppm)

% inhibisi Log konsentrasi

(X)

Probit

(Y)1,3 6,408 0,1139 3,4780

2,5 8,688 0,3979 3,6405

20 33,148 0,6989 4,5628

40 55,206 1 5,1307

Dari persamaan Y= b X + a

Y = 1,9928 X + 3,10165 = 1,9928 X + 3,1016

X =

 

X = 0,9526

Anti log X = 8,9660

2.  Ekstrak metanol daun paku Pyrrosia lanceolata (L.) Farw.

Konsentrasi

(ppm)

% inhibisi Log konsentrasi

(X)

Probit

(Y)5 32,104 0,699 4,535

10 52,786 1 5,065

20 64,055 1,301 5,374

y = 1,9928x + 3,1016

R² = 0,9493

0

1

2

34

5

6

0 0,5 1 1,5

   %   i   n    h   i    b   i   s

   i

log konsentrasi

Natrium diklofenak

Na.diklofenak

Linear

(Na.diklofenak)

Page 82: finti muliati - fkik

7/21/2019 finti muliati - fkik

http://slidepdf.com/reader/full/finti-muliati-fkik 82/82

67

Dari persamaan

 Y= b X + aY = 1,3937 X + 3,5976

5 = 1,3937 X + 3,5976

X =

 

X = 1,0062

Anti log X = 10,144

y = 1,3937x + 3,5976

R² = 0,9774

4,4

4,6

4,8

5

5,2

5,4

5,6

0 0,5 1 1,5

   %    i  n

   h   i   b   i  s   i

Log konsentrasi

Ekstrak Metanol

metanol

Linear (metanol)