wahyu manggala putra - fkik

185

Click here to load reader

Upload: coklatstrawberry

Post on 15-Sep-2015

109 views

Category:

Documents


23 download

DESCRIPTION

sds

TRANSCRIPT

  • ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN

    KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM

    KOTA TANGERANG SELATAN

    TAHUN 2014

    SKRIPSI

    Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar

    Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

    Disusun Oleh :

    WAHYU MANGGALA PUTRA

    NIM :1110101000058

    PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2014 M/1435 H

  • LEMBAR PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa:

    1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

    salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S-1) di Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan karya ilmiah ini telah

    saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

    atau merupakan tindakan plagiarisme terhadap karya orang lain, maka saya

    bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

    Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Jakarta, 9 Mei 2014

    Wahyu Manggala Putra

  • ii

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

    Skripsi, Maret - April 2014

    Wahyu Manggala Putra, NIM: 1110101000058

    ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN

    NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

    TAHUN 2014

    xxi + 138 Halaman + 7 Tabel + 6 Bagan + 1 Grafik + 11 Lampiran

    ABSTRAK

    Jaminan kesehatan di Indonesia bukanlah barang baru, dari tahun 1985

    Indonesia sudah mengenal asuransi kesehatan untuk tenaga kerja, lalu berkembang

    menjadi PT ASKES (Persero) dan PT Jamsostek (Persero). Untuk menuju

    penjaminan kesehatan yang lebih baik dan menyeluruh, awal tahun 2014 pemerintah

    Indonesia melalui Undang-Undang No. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

    meluncurkan program yang dikenal dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

    Namun pada pelaksanaannya masih banyak terdapat kendala, terutama pada provider

    tingkat lanjutan (Rumah Sakit) yang belum maksimal memberikan pelayanan

    kesehatan. Masalah yang diteliti adalah gambaran implementasi kebijakan Jaminan

    Kesehatan Nasional pada Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

    Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang didukung oleh data

    primer berupa hasil wawancara mendalam serta data sekunder berupa telaah

    dokumen. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis konten. Penelitian ini

    dilakukan dari bulan Maret hingga April 2014.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi Jaminan Kesehatan

    Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan belum maksimal dalam pelaksanaannya,

    terutama dalam hal pencairan klaim yang masih terlambat, nilai tarif pelayanan yang

    berbeda dengan paket INA-CBGs, teknologi informasi yang belum maksimal, serta

    SDM non-medis yang masih kurang mencukupi.

    Untuk itu disarankan RSU Kota Tangerang Selatan agar meningkatan performa

    dalam penyelenggaraan JKN dalam hal pemberkasan klaim JKN dengan

    penjadwalan yang tepat, perhitungan proporsi SDM non-medis, serta peningkatan

    kapasitas manajemen rumah sakit agar semakin baik.

    Kata Kunci: Implementasi, JKN, RSU Kota Tangerang Selatan

    Daftar Bacaan: 43 sumber (1981-2014)

  • iii

    FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

    PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH

    SPECIALIZATION OF HEALTH CARE MANAGEMENT

    Undergraduate Thesis, March - April 2014

    Wahyu Manggala Putra, NIM: 1110101000058

    POLICY IMPLEMENTATION ANALYSIS OF NATIONAL HEALTH

    INSURANCE IN SOUTH TANGERANG CITY HOSPITAL 2014

    xxi + 138 Pages + 7 Tables + 6 Frames + 1 Chart + 11 Appendixes

    ABSTRACT

    Health insurance in Indonesia is not new, since 1985 Indonesia had known

    health insurance for workers, and develop into PT ASKES and PT Jamsostek. To

    reach better health guarantee and thorough, beginning in 2014 the Indonesian

    government through Act No. 40 of the National Social Security System launched a

    program known as the National Health Insurance (NHI). However, in practice there

    are still many obstacles, especially at an advanced level provider (Hospital) are not

    maximal provide health services. The problem is to describe policy implementation

    of the National Health Insurance in South Tangerang City Hospital.

    This study used a qualitative approach, supported by the primary data in the

    form of in-depth interviews and secondary data such as document review. Using

    content analysis techniques, this study was conducted from March to April 2014.

    The results showed that the implementation of NHI in South Tangerang City

    Hospital is not maximized in practice, such as in terms of disbursement claims are

    late, rate the value of different services with INA-CBGs package, yet information

    technology support, and medical human resources still insufficient.

    It is recommended South Tangerang City Hospital in order to improve the

    performance of the organization in terms of filing NHI claim with proper scheduling,

    calculation proportion of non-medical human resources, and improving the

    management capacity of the hospital getting better.

    Key Words: Implementation, NHI, South Tangerang City Hospital

    Reading List: 43 resources (1981-2014)

  • iv

    PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

    Judul Skripsi

    ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN

    NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

    TAHUN 2014

    Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

    Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

    Disusun Oleh:

    WAHYU MANGGALA PUTRA

    NIM. 1110101000058

    Jakarta, Mei 2014

    Pembimbing I

    Febrianti, M.Si

    NIP. 19720221 200501 2 004

    Pembimbing II

    Riastuti Kusumawardani, MKM

    NIP. 1980516 200901 2 005

  • v

    PANITIA SIDANG SKRIPSI

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    Jakarta, Mei 2014

    ___________________________________

    Puput Oktamianti, SKM, MM

    Penguji I

    ___________________________________

    Ratri Ciptaningtyas, MHS

    Penguji II

  • vi

    LEMBAR PENGESAHAN

    Jakarta, 20 Mei 2014

    Mengesahkan,

    __________________________________________

    Febrianti, M.Si

    Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat

    ___________________________________________

    Prof. Dr (HC). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And

    Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

  • vii

    CURRICULUM VITAE

    Data Diri :

    Nama : Wahyu Manggala Putra

    Tempat, Tanggal Lahir : Pekanbaru, 9 Mei 1992

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Usia : 22 tahun

    Agama : Islam

    No. HP : +6285278196686

    Alamat : Jl. Letjend. S. Parman No. 15 Pekanbaru, Riau 28132

    E-mail : [email protected]

    Riwayat Pendidikan :

    1. S1 Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2010 - 2014

    2. SMA Negeri 5 Pekanbaru : 2007 - 2010

    3. SMP Negeri 13 Pekanbaru : 2004 - 2007

    4. SD Negeri 003 Sail Pekanbaru : 1998 - 2004

    5. TK Islam Agung An-Nur Pekanbaru : 1997 - 1998

    Riwayat Organisasi :

    1. Young On Top Campus Ambassador batch 4 periode 20132014.

    2. Kepala Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia FOSMA165

    Jadetabek periode 2013-2014.

    3. Kepala Departemen Pengabdian Masyarakat BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu

    Kesehatan periode 20122013.

    4. Kepala Departemen Pengabdian Masyarakat BEM Program Studi Kesehatan

    Masyarakat periode 2011-2012.

    5. Wakil Ketua FOSMA165 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2011-2012.

  • viii

    Sebuah persembahan sederhana untuk

    Ibunda Yulia Samrida, Ayahanda Naswardi Nasir,

    & kakek terbaik sepanjang masa Opa Basir Mahyuddin

    bila cinta merupakan pembuktian, barangkali tulisan ini adalah

    bukti cinta yang terlalu biasa serta tak berharga apalagi sebanding

    dengan berjuta cahaya yang mama, papa, dan opa hadirkan dalam hidupku.

    Saya teramat beruntung memiliki kalian.

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Assalammualaikum Wr. Wb.

    Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah yang telah memberikan berbagai

    nikmat kepada kita semua. Shalawat beserta salam tak lupa selalu tercurah kepada

    Nabi Muhammad yang telah memberikan umat manusia pencarahan menuju agama

    Allah, dengan memanjatkan rasa syukur atas segala nikmat-Nya penulis dapat

    menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Implementasi Kebijakan Jaminan

    Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun

    2014. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah

    memberikan dukungan kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Prof. Dr (HC). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

    dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Ibu Febrianti, M.Si., selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat

    sekaligus Pembimbing I Skripsi yang selalu berusaha agar penulis segera

    menyelesaikan setiap tugas tepat pada waktunya. Terima kasih atas kesabaran,

    perhatian, serta waktu yang telah diberikan.

    3. Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, selaku Pembimbing II Skripsi yang telah

    memberikan bimbingan serta motivasi, terima kasih atas setiap kebaikan serta

    tuntunan yang telah diberikan.

    4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang sering

    melibatkan penulis dalam kegiatan di kampus dan luar kampus, pengalaman yang

    luar biasa bisa bekerjasama dan berinteraksi dengan bapak dan ibu semua.

  • x

    5. Pimpinan serta seluruh staff di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan,

    khususnya Ibu Kiki dan jajarannya, terima kasih telah mau berbagi ilmu dan

    pengalaman selama berinteraksi ketika penulis melakukan pengumpulan data.

    6. Keluarga tercinta, khususnya Mama, Papa, dan Opa, tidak lupa adik-adikku

    tersayang Ica, Dion, Vani, Egi, dan Tika. Terima kasih atas doa, perhatian, serta

    kasih sayang yang luar biasa.

    7. Teman-teman Wisma Sakina, Azis, Iqbal, Luthfi, Munir, Nizar, Zaki. Terima

    kasih atas semangatnya.

    8. Teman-teman MPK 2010, Anin, Bayti, Billa, Eno, Endah, Eliza, Fika, Fitria,

    Furin, Ilma, Isni, Mawar, Nia, Nina, Tata, dan Ucup. Terima kasih atas

    kebahagiaan dan kesedihan yang kita lewati bersama.

    9. Teman-teman Program Studi Kesehatan Masyarakat Angkatan 2010 lainnya,

    Agung, Ana, Akbar, Alul, Alya, Angger, Asri, Ayu, Bayu, Bebe, Dani, Dika,

    Dian, Dewi, Dilah, Dini, Dita, Evi, Elfira, Fajriatin, Febri, Fitri, Fuad, Furi,

    Harun, Ifa, Ica, Ilham, Ilmy, Karlina, Kiki, Kotrun Nida, Luthfi, Mason, Miska,

    Mono, Nita, Prima, Putri, Randy, Randika, Reka, Richo, Rizka N., Rizka R., Sari,

    Siva, Sinta, Sofwatun Nida, Supri, Tika, Tuti, Vina, Wiwid, Yuni, Yuli, Zata,

    senang menjadi bagian dari kalian yang memiliki beragam karakter.

    10. Teman-teman BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, khususnya Alif,

    Fikri, Ivo, Revi, Sinta, Sri Puji, Syahir, Vica, Yanti, Yusna, dll. Terima kasih atas

    pembelajaran bersama yang kita lakukan dalam organisasi ini.

    11. Teman-teman ESQ dan NAML Foundation yang senantiasa memberikan

    semangat dan kebahagiaan, khususnya Kak Nina, Kak Reza, Kak Ismet, Billy,

    Ridho, Kak Ghazali, Kak Aida, Kak Meta, Kak Luluth, Kak Gicil, Kak Monic,

  • xi

    Kak Dion, Kak Dani, Kak Niken, Kak Hendra, Kak Nyun, Kak Ibnu, Kak Romi,

    Kak Alfi, dan lainnya.

    12. Mas Henry Pradipta, Mas Billy Boen, dan mentor lainnya serta teman-teman

    terbaik di Young On Top Campus Ambassador batch 4, terima kasih atas ilmu

    dan pengalaman berharganya selama dalam mentoring program. See you on top!

    13. Terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa penulis tulis satu persatu yang

    telah memberikan doa serta semangat kepada penulis, senang dapat mengenal

    dan menjadi bagian dari kalian.

    Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak

    kekurangan sehingga penulis sangat menerima setiap masukan dan saran yang

    diberikan untuk memperbaiki laporan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis

    serta pembaca.

    Wassalamualaikum Wr. Wb.

    Jakarta, 9 Mei 2014

    Wahyu Manggala Putra

  • xii

    DAFTAR ISI

    Lembar Pernyataan i

    Abstrak ii

    Abstract iii

    Lembar Persetujuan Pembimbing iv

    Lembar Persetujuan Penguji v

    Lembar Pengesahan Fakultas vi

    Daftar Riwayat Hidup vii

    Lembar Persembahan viii

    Kata Pengantar ix

    Daftar Isi xii

    Daftar Tabel xvi

    Daftar Grafik xvii

    Daftar Bagan xviii

    Daftar Singkatan xix

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang 1

    1.2 Rumusan Masalah 6

    1.3 Pertanyaan Penelitian 6

    1.4 Tujuan Penelitian 7

    1.4.1 Tujuan Umum 7

    1.4.2 Tujuan Khusus 7

    1.5 Manfaat Penelitian 8

    1.5.1 Manfaat Bagi RSU Kota Tangerang Selatan 8

    1.5.2 Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat 8

    1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti Lain 8

    1.6 Ruang Lingkup Penelitian 8

  • xiii

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Jaminan Kesehatan Nasional 10

    2.1.1 Asuransi Kesehatan Sosial di Indonesia 10

    2.1.2 Jaminan Kesehatan 11

    2.1.3 Program Jaminan Kesehatan Nasional 11

    2.1.4 Karakteristik Jaminan Kesehatan Nasional 12

    2.1.5 Kelembagaan 15

    2.1.6 Mekanisme Penyelenggaraan 15

    2.1.7 Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit 24

    2.1.8 Peraturan Pendukung Jaminan Kesehatan Nasional 30

    2.2 Implementasi Kebijakan 31

    2.2.1 Model Implementasi Kebijakan Grindle 33

    2.2.2 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn 35

    2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kebijakan 37

    2.3 Implementasi Kebijakan sebagai Implementasi Program 44

    2.3.1 Pengertian Program 44

    2.3.2 Implementasi Program 46

    2.4 Kerangka Teori 48

    BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

    3.1 Kerangka Pikir 50

    3.2 Definisi Istilah 52

    BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

    4.1 Jenis Penelitian 54

    4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 54

    4.3 Informan Penelitian 54

    4.4 Instrumen Penelitian 55

    4.5 Sumber Data 55

    4.6 Metode Pengumpulan Data 56

    4.7 Teknik Analisis Data 57

    4.8 Penyajian Data 58

  • xiv

    4.9 Triangulasi Data 58

    BAB V HASIL PENELITIAN

    5.1 Informan Penelitian 60

    5.2 Gambaran Umum RSU Kota Tangerang Selatan 61

    5.2.1 Profil Singkat RSU Kota Tangerang Selatan 61

    5.2.2 Visi dan Misi 62

    5.2.3 Tujuan 63

    5.2.4 Motto 63

    5.2.5 Lokasi 63

    5.2.6 Tugas dan Fungsi 63

    5.2.7 Data Demografis Kota Tangerang Selatan 64

    5.2.8 Struktur Organisasi RSU Kota Tangerang Selatan 64

    5.2.9 SDM RSU Kota Tangerang Selatan 67

    5.3 Implementasi Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan 68

    5.3.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan 68

    5.3.2 Sumber Daya 73

    5.3.3 Karakteristik Organisasi Pelaksana 84

    5.3.4 Komunikasi Antar Organisasi Pelaksana 90

    5.3.5 Sikap Para Pelaksana 94

    5.3.6 Lingkungan 96

    5.4 Implementasi Kebijakan JKN Berupa Pelayanan Rumah Sakit

    Berdasarkan 6 Aspek Penyelenggaraan JKN 97

    5.4.1 Aspek Regulasi/Peraturan Perundang-undangan 98

    5.4.2 Aspek Kepesertaan 101

    5.4.3 Aspek Keuangan 102

    5.4.4 Aspek Pelayanan Kesehatan 103

    5.4.5 Aspek Manfaat dan Iuran 104

    5.4.6 Aspek Kelembagaan dan Organisasi 106

  • xv

    BAB VI PEMBAHASAN PENELITIAN

    6.1 Keterbatan Penelitian 108

    6.2. Pembahasan Implementasi Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan 108

    6.2.1 Pembahasan Ukuran dan Tujuan Kebijakan 109

    6.2.2 Pembahasan Sumber Daya 113

    6.2.3 Pembahasan Karakteristik Organisasi 121

    6.2.4 Pembahasan Komunikasi Antar Organisasi Pelaksana 122

    6.2.5 Pembahasan Sikap Para Pelaksana 126

    6.2.6 Pembahasan Lingkungan 127

    6.3 Pembahasan Implementasi Kebijakan JKN Berupa Pelayanan Rumah

    Sakit Berdasarkan 6 Aspek Penyelenggaraan JKN 130

    6.3.1 Aspek Regulasi/Peraturan Perundang-undangan 130

    6.3.2 Aspek Kepesertaan 130

    6.3.3 Aspek Keuangan 131

    6.3.4 Aspek Pelayanan Kesehatan 132

    6.3.5 Aspek Manfaat dan Iuran 133

    6.3.6 Aspek Kelembagaan dan Organisasi 133

    BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

    7.1 Simpulan 135

    7.2 Saran 136

    7.2.1 RSU Kota Tangerang Selatan 136

    7.2.2 BPJS Kesehatan 137

    7.2.3 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 137

    7.2.4 Pemerintah Kota Tangerang Selatan 137

    7.2.5 Peneliti Lain 138

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • xvi

    DAFTAR TABEL

    2.1 Perbedaan Pendekatan Penelitian Implementasi dan Evaluasi menurut Parsons

    (1995)

    47

    5.1 Informan Penelitian 60

    5.2 Jumlah Pegawai RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013 67

    5.3 Tenaga Medis RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013 73

    5.4 Jumlah Kunjungan Pasien JKN di RSU Kota Tangeran Selatan tahun 2014 75

    5.5 Alur Pelayanan Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan 89

    5.6 Target Peserta Jaminan Kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan 101

  • xvii

    DAFTAR BAGAN

    2.1 Model Implementasi Kebijakan Grindle (1980) 35

    2.2 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn (1975) 37

    2.3 Kerangka Teori 49

    3.1 Kerangka Pikir 51

    5.1 Struktur Organisasi RSU Kota Tangerang Selatan 65

  • xviii

    DAFTAR GRAFIK

    5.1 Trend Kunjungan Peserta JKN Januari-Februari tahun 2014 di RSU Kota

    Tangerang Selatan

    102

  • xix

    DAFTAR SINGKATAN

    APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara

    ASTEK : Asuransi Tenaga Kerja

    BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional

    BUMD : Badan Usaha Milik Daerah

    BUMN : Badan Usaha Milik Negara

    CBGs : Case Based Groups

    DJSN : Dewan Jaminan Sosial Nasional

    DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

    DUKM : Dana Upaya Kesehatan Masyarakat

    INA-CBGs : Indonesian Case Base Groups

    IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

    Jamkesda : Jaminan Kesehatan Daerah

    Jamkesmas : Jaminan Kesehatan Masyarakat

    Jamsostek : Jaminan Sosial Tenaga Kerja

    JKN : Jaminan Kesehatan Nasional

    JPSBK : Jaminan Pemeliharaan Sosial Bidang Kesehatan

    JPKM : Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

    Kabag : Kepala Bagian

    Kasie : Kepala Seksi

    KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia

  • xx

    Kemenkes : Kementerian Kesehatan

    NHI : National Health Insurance

    Non-PBI : Bukan Penerima Bantuan Iuran

    PBI : Penerima Bantuan Iuran

    PDB : Pendapatan Daerah Bruto

    Perpres : Peraturan Presiden

    PHK : Pemutusan Hubungan Kerja

    PMK/Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan

    PNS : Pegawai Negeri Sipil

    PNS : Pegawai Negeri Sipil

    POLRI : Polisi Republik Indonesia

    PPJK : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan

    PPK : Penyedia Pelayanan Kesehatan

    PT. ASKES : PT. Asuransi Kesehatan

    Pusdatin Kesehatan : Pusat Data dan Informasi Kesehatan

    RS : Rumah Sakit

    RSCM : Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo

    RSU : Rumah Sakit Umum

    RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

    SDM : Sumber Daya Manusia

    SDM : Sumber Daya Manusia

    SJSN : Sistem Jaminan Sosial Nasional

    SOP : Standard Operational Procedure

  • xxi

    TNI : Tentara Nasional Indonesia

    UU : Undang-undang

    WHO : World Health Organization

    WNA : Warga Negara Asing

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Jaminan Kesehatan di Indonesia bukanlah barang baru, dahulu pada

    awalnya Indonesia memiliki asuransi kesehatan untuk pegawai negeri sipil yang

    merupakan lanjutan dari Restitutie Regeling tahun 1934. Pada tahun 1985

    dimulailah asuransi untuk tenaga kerja (ASTEK) sampai tahun 1987 dengan

    menggerakkan dana masyarakat melalui Dana Upaya Kesehatan Masyarakat

    atau lebih dikenal DUKM. (Djuhaeni, 2007)

    Pada tahun 1992 diterbitkan tiga buah undang-undang yang berkaitan

    dengan asuransi yaitu UU No. 2 tentang Asuransi, UU No. 3 Tentang Jamsostek

    (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), serta UU No. 23 Tentang Kesehatan yang di

    dalamnya terkandung pasal 65 dan pasal 66 tentang Jaminan Pemeliharaan

    Kesehatan Masyarakat (JPKM). JPKM mengikuti pola managed care di

    Amerika dengan pembayaran prepaid berdasarkan kapitasi dan pelayanan yang

    bersifat komprehensif meliputi preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.

    (Djuhaeni, 2007)

    Pada waktu itu hanya baru pelayanan kesehatan di puskesmas yang

    dicakup oleh pelayanan JPKM dengan dokter puskesmas sebagai gate keeper,

    dan mulai dikembangkan dokter keluarga yang diharapkan pada masa yang akan

    datang. Dari pengalaman JPKM hingga JPSBK (Jaminan Pemeliharaan Sosial

    Bidang Kesehatan), kendala utama pelaksanaan JPKM antara lain adalah SDM

  • 2

    (sumber daya manusia) badan penyelenggara baik kuantitas maupun kualitas,

    sedangkan ditinjau dari aspek permintaan masyarakat akan asuransi maupun

    faktor yang mempengaruhinya di Indonesia belum diketahui. (Djuhaeni, 2007)

    Usaha ke arah penjaminan kesehatan yang lebih baik lagi sesungguhnya

    telah dirintis oleh pemerintah, diantaranya melalui PT Askes (Persero) dan PT

    Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima

    pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak

    mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan

    Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun

    demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi dan terbagi-bagi. Biaya

    kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali. Masih banyak

    masyarakat yang seharusnya menerima jaminan belum merasakan manfaatnya.

    (Kemenkes, 2013)

    Untuk menuju penjaminan kesehatan yang lebih baik dan menyeluruh,

    pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 40 tentang Sistem Jaminan

    Sosial Nasional (SJSN) dimana Jaminan Kesehatan merupakan prioritas yang

    akan dikembangkan untuk mencapai kepesertaan Semesta. (PPJK, 2013)

    Setelah program JKN diluncurkan pada tanggal 1 Januari 2014

    pelaksanaan program ini dilapangan banyak terdapat kendala, dari studi

    pendahuluan yang dilakukan peneliti di Pusat Pembiayaan dan Jaminan

    Kesehatan Kementerian Kesehatan RI pada saat melakukan magang pada bagian

    tersebut membuktikan, permasalahan utama yang sering dilaporkan

    penyelenggara pelayanan kesehatan kepada pemerintah pusat adalah terkait

    pelayanan yang diberikan pada provider tingkat lanjutan (Rumah Sakit) yang

  • 3

    dirasakan tidak maksimal karena berbagai masalah, yang diantaranya: masalah

    alur pelayanan yang terbilang rumit, sistem pembiayaan kesehatan di Rumah

    Sakit yang menggunakan sistem Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs)

    yang masih belum seutuhnya mendukung program, ketersediaan alat kesehatan

    dan obat yang belum mendukung, serta jumlah sumber daya manusia yang dirasa

    kurang sejak program JKN ini diluncurkan.

    Implementasi Kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakaan dasar,

    biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-

    perintah atau keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan

    lazimnya, keputusan tersebut mengindentifikasi masalah yang ingin diatasi,

    menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai

    cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya. (Mazmanian

    dan Paul Sabatier, 1983).

    Berdasarkan paparan diatas, merujuk pada pelaksanaan implementasi

    program terdahulu yaitu Jamkesmas, Jamkesda ataupun program kesehatan dari

    pemerintah daerah, peneliti memaparkan beberapa penelitian terdahulu yang

    dapat mengantar pada permasalahan yang sering muncul, sehingga diperoleh

    acuan yang semakin menguatkan untuk melakukan penelitin ini.

    Penelitian yang dilakukan oleh Tuhumury (2012) mengenai implementasi

    Jamkesda di Rumah Sakit Umum (RSU) Manokwari membuktikan bahwa

    implementasi Jamkesmas pada Rumah Sakit Umum Daerah Manokwari belum

    berjalan sebagaimana yang diharapkan, kurangnya partisipasi masyarakat,

    ketidak terbukaan akses informasi, kurangnya sosialisasi tentang Program

    Jamkesmas, keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM).

  • 4

    Penelitian lain yang dilakukan oleh Rahayu (2010) mengenai

    implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di Rumah

    Sakit (Studi Kasus Di RSUD Dr. Soetomo) menunjukkan bahwa masih terdapat

    kendala dalam penyelenggaraan program Jamkesmas, yaitu tunggakan klaim

    yang dialami rumah sakit yang menyebabkan kerugian.

    Selanjutnya penelitian Ardianty (2012) menunjukkan pelaksanaan

    Implementasi Program Jamkesda di Rumah Sakit PMI Bogor masih belum

    maksimal serta banyak kekurangan dari segi pelaksanaanya, seperti

    keterlambatan pengajuan klaim tagihan, tidak sesuainya nilai tarif INA-CBGs

    dengan nilai tarif rumah sakit, serta kurangnya komitmen rumah sakit dalam

    melaksanakan program.

    Berdasarkan paparan beberapa penelitian diatas ternyata masih banyak

    terdapat proses penyelenggaraan program jaminan kesehatan di berbagai sektor

    terutama Rumah Sakit belum berjalan secara optimal dan tepat sasaran. Oleh

    sebab itu, untuk menggali permasalahan tersebut peneliti memilih Rumah Sakit

    Umum (RSU) Kota Tangerang Selatan sebagai tempat penelitian dengan

    beberapa pertimbangan yang didasari oleh fakta dokumen dan studi pendahuluan

    berupa observasi pada bulan Februari 2014:

    1. Tangerang Selatan memiliki jumlah penduduk terbesar ke-4 di Provinsi

    Banten yaitu 1.361.000 penduduk. (PUSDATIN Kesehatan Banten 2013)

    2. Melihat jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan yang memiliki urutan ke-

    4 terbesar di Banten tersebut, pada kenyataannya Tangerang Selatan hanya

    memiliki 1 rumah sakit umum milik pemerintah yaitu RSU Kota Tangerang

    Selatan.

  • 5

    3. RSU Kota Tangerang Selatan merupakan satu-satunya rumah sakit milik

    pemerintah yang menjadi rujukan utama seluruh puskesmas (25 puskesmas)

    di Tangerang Selatan untuk pelayanan kesehatan tingkat lanjutan.

    4. Dari studi pendahuluan yang peneliti lakukan, sejak diluncurkannya

    program Jaminan Kesehatan Nasional jumlah pasien di RSU Kota

    Tangerang Selatan mencapai 300 pasien setiap harinya yang terdiri dari 35%

    peserta JKN dan 65% Umum dan Jamkesda pada bulan Januari 2014,

    jumlah peserta JKN meningkat menjadi 38% pada bulan Februari (data

    rekapitulasi kunjungan RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014). Hal ini

    tentu saja terjadi karena animo masyarakat yang besar terhadap program

    JKN tersebut.

    5. Keterbatasan SDM rumah sakit juga sangat terlihat jelas yang berpotensi

    menjadi masalah pada penyediaan layanan secara prima, terlihat jelas

    jumlah SDM administrasi yang hanya 2 orang untuk melayani jumlah pasien

    yang banyak pada saat program berlangsung,

    Dari paparan informasi diatas peneliti melihat bahwa RSU Kota

    Tangerang Selatan memiliki potensi mengalami permasalahan dalam melayani

    peserta program Jaminan Kesehatan Nasional. Oleh karena itu peneliti ingin

    mengetahui penyelenggaraan dan permasalahan terkait implementasi kebijakan

    Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014.

  • 6

    1.2. Rumusan Masalah

    Berdasarkan pemaparan diatas, ditemukan ternyata begitu banyak masalah

    terkait pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional di daerah. Untuk

    melihat permasalahan tersebut di lapangan, peneliti memilih Rumah Sakit

    Umum Kota Tangerang Selatan sebagai tempat penelitian karena merupakan

    kota dengan penduduk terbesar ke-4 di Provinsi Banten, serta semenjak

    diluncurkannya program JKN jumlah kunjungan peserta JKN meningkat setiap

    harinya. Disamping hal tersebut, RSU Kota Tangerang Selatan merupakan

    rumah sakit pemerintah yang menjadi rujukan utama seluruh Puskesmas di

    Tangerang Selatan serta terdapat kendala dalam SDM non-medis. Berdasarkan

    hal-hal diatas menunjukkan adanya potensi permasalahan pada penyelenggaraan

    JKN di RSU Kota Tangerang Selatan sehingga dibutuhkan sebuah penelitian

    untuk mengetahuinya. Atas dasar itu, peneliti ingin mengetahui gambaran

    implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum

    Kota Tangerang Selatan.

    1.3. Pertanyaan Penelitian

    Bagaimana implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di RSU

    Kota Tangerang Selatan tahun 2014?

  • 7

    1.4. Tujuan Penelitian

    1.4.1. Tujuan Umum

    Diketahuinya implementasi kebijakan program Jaminan

    Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

    1.4.2. Tujuan Khusus

    a. Diketahuinya regulasi pada implementasi kebijakan program

    Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota

    Tangerang Selatan.

    b. Diketahuinya sumber daya pada implementasi kebijakan program

    Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota

    Tangerang Selatan.

    c. Diketahuinya karakteristik pelaksana pada implementasi kebijakan

    program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota

    Tangerang Selatan.

    d. Diketahuinya komunikasi antar pelaksana pada implementasi

    kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit

    Umum Kota Tangerang Selatan.

    e. Diketahuinya sikap/disposisi pelaksana pada implementasi

    kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit

    Umum Kota Tangerang Selatan.

    f. Diketahuinya faktor lingkungan pada implementasi kebijakan

    program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota

    Tangerang Selatan.

  • 8

    g. Diketahuinya pelaksanaan pelayanan program Jaminan Kesehatan

    Nasional berdasar 6 aspek penyelenggaraan oleh Pemerintah Pusat.

    1.5. Manfaat Penelitian

    1.5.1. Manfaat Bagi Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan

    1. Mendapatkan masukan untuk perbaikan dan kelanjutan dari

    implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di

    Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.

    2. Sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya memperkuat argumen

    terhadap permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan implementasi

    program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota

    Tangerang Selatan.

    1.5.2. Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

    Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi

    mahasiswa dan dosen mengenai implementasi kebijakan program

    Jaminan Kesehatan Nasional.

    1.5.3. Manfaat Bagi Peneliti Lain

    Sebagai referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan dan rujukan

    oleh peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan

    dengan implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional.

    1.6. Ruang Lingkup Penelitian

    Penelitian ini mempelajari tentang Analisis Implementasi Kebijakan

    Program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang

  • 9

    Selatan tahun 2014. Peneliti memilih RSU Kota Tangerang Selatan sebagai

    tempat penelitian dikarenakan merupakan Rumah Sakit Pemerintah di Kota

    Tangerang Selatan yang menjadi rujukan utama seluruh puskesmas di

    Tangerang Selatan untuk pelayanan tingkat lanjut program JKN, dan sejak

    diluncurkannya program JKN jumlah kunjungan pasien meningkat yang

    menyebabkan banyak permasalahan terkait pelayanan kepada pasien. Penelitian

    ini dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif dengan menggunakan

    instrumen riset kepustakaan (library research) dan riset lapangan (field

    research) yang berupa telaah dokumen, observasi, dan wawancara. Peneliti

    menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif karena ingin melihat proses serta

    permasalah yang terjadi pada impelementasi program JKN di lapangan secara

    lebih dalam. Penelitian berlangsung dari bulan Maret hingga April 2014.

  • 10

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2. 1 Jaminan Kesehatan Nasional

    2.1.1. Asuransi Kesehatan Sosial di Indonesia

    Sulastomo (2002) maupun Thabrany (2002) dalam Djuhaeni

    (2007) berpendapat bahwa asuransi kesehatan sosial sangat

    dibutuhkan di Indonesia mengingat kesehatan adalah hak sedangkan

    situasi saat ini tidak semua masyarakat dapat akses terhadap

    pelayanan kesehatan yang penyebabnya antara lain ketiadaan biaya.

    Pengembangan asuransi kesehatan sosial perlu ditunjang dengan

    peningkatan sumber daya dari keempat komponen asuransi yaitu:

    a. Peserta; peningkatan premi

    b. Badan penyelenggara; peningkatan manajemen

    c. PPK; peningkatan kualitas dan manajemen

    d. Badan pembina; peningkatan pengawasan.

    Proses pembuatan undang-undang yang berkaitan dengan

    asuransi di luar Askes dan Jamsostek serta JPKM sebagai cikal bakal

    pelaksanaan asuransi kesehatan sosial agaknya akan mendukung

    pelaksanaan asuransi kesehatan nasional pada masa yang akan datang.

    Adanya kelas perawatan di rumah sakit dan pemberian jaminan sesuai

    golongan khususnya bagi pegawai negeri sipil menjadi suatu kendala

  • 11

    sekaligus tantangan yang perlu dicarikan solusinya dalam rangka

    keadilan bagi semua orang serta terciptanya solidaritas.

    Dengan pemaparan diatas, saat ini Indonesia memiliki sebuah

    sistem jaminan kesehatan secara sosial dan ditujukan bukan hanya

    kepada masyarakat miskin, namun kepada seluruh rakyat, saat ini

    dikenal dengan Jaminan Kesehatan Nasional.

    2.1.2. Jaminan Kesehatan

    Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan

    kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan

    dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang

    diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau

    iurannya dibayar oleh pemerintah (Perpres No.12, 2013).

    2.1.3. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

    Program Jaminan Kesehatan Nasional disingkat program JKN

    adalah suatu program pemerintah dan masyarakat (rakyat) dengan

    tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh

    bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup

    sehat, produktif, dan sejahtera. (Naskah Akademik SJSN, 2004).

    Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di

    Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional.

    Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui

    mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib

    (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang

    Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua

  • 12

    penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga

    mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang

    layak.

    2.1.4. Karakteristik Jaminan Kesehatan Nasional

    1. Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip-prinsip

    asuransi sosial yang diatur dalam UU No. 40 tahun 2004. Berikut

    prinsip-prinsip yang terdapat dalam program Jaminan Kesehatan

    Nasional:

    a. Prinsip kegotongroyongan

    Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu

    prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah

    satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong

    royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang

    kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau

    yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang

    sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib

    untuk seluruh penduduk. Dengan demikian, melalui prinsip

    gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan

    sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

    b. Prinsip nirlaba

    Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara

    Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari

    laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah

    untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana

  • 13

    yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat,

    sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan

    sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

    Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas,

    efisiensi, dan efektivitas. Prinsip prinsip manajemen ini

    mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari

    iuran peserta dan hasil pengembangannya.

    c. Prinsip portabilitas

    Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk

    memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta

    sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal

    dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    d. Prinsip kepesertaan bersifat wajib

    Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat

    menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun

    kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya

    tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan

    pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.

    Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal,

    bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta

    secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial

    Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.

  • 14

    e. Prinsip dana amanat

    Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana

    titipan kepada badan badan penyelenggara untuk dikelola

    sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut

    untuk kesejahteraan peserta.

    f. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial

    Dana yang diperoleh dipergunakan seluruhnya untuk

    pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan

    peserta.

    g. Prinsip ekuitas

    Kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan

    kebutuhan medis yang tidak terkait dengan besaran iuran yang

    telah dibayarkan. Prinsip ini diwujudkan dengan pembayaran

    iuran sebesar persentase tertentu dari upah bagi yang memiliki

    penghasilan (UU No. 40/2004 Pasal 17 ayat 1) dan pemerintah

    membayarkan iuran bagi mereka yang tidak mampu (UU No.

    40/2004 Pasal 17 ayat 4).

    2. Tujuan penyelenggaraan adalah untuk memberikan manfaat

    pemeliharaan kesehatan dan perlindungan akan pemenuhan

    kebutuhan dasar kesehatan (UU No. 40/2004 Pasal 19 ayat 2).

    3. Manfaat diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan

    perseorangan yang komprehensif, mencakup pelayanan

    peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit

    (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif)

  • 15

    termasuk obat dan bahan medis dengan menggunakan teknik

    layanan terkendali mutu dan biaya (managed care). (UU No.

    40/2004 Pasal 22 ayat 1 dan 2, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal

    26).

    2.1.5. Kelembagaan

    Program Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh

    Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) yang mengurusi

    kegiatan terkait pelayanan jaminan kesehata nasional. Untuk

    pelaksanaan di lapangan BPJS Kesehatan akan menjadi badan

    pelaksana untuk program JKN ini. Sedangkan rumah sakit dan

    puskesmas sebagai provider (penyedia jasa) pelayanan.

    2.1.6. Mekanisme Penyelenggaraan

    a. Kepesertaan

    1. Peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran

    (bukan penerima bantuan iuran) atau iurannya dibayar oleh

    pemerintah (penerima bantuan iuran) (UU No. 40 Tahun

    2004 Pasal 20 ayat 1).

    2. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir

    miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta

    sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

    3. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non

    PBI), terdiri dari :

    (1) Pekerja Penerima Upah

    a. Pegawai Negeri Sipil;

  • 16

    b. Anggota TNI;

    c. Anggota Polri;

    d. Pejabat Negara;

    e. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;

    f. Pegawai Swasta; dan

    g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang

    menerima Upah.

    h. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling

    singkat 6 (enam) bulan.

    (2) Pekerja Bukan Penerima Upah

    a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri;

    b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan

    penerima Upah.

    c. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling

    singkat 6 (enam) bulan.

    (3) Bukan Pekerja

    a. Investor;

    b. Pemberi Kerja;

    c. Penerima Pensiun, terdiri dari :

    i. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak

    pensiun;

    ii. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti

    dengan hak pensiun;

  • 17

    iii. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak

    pensiun;

    iv. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima

    pensiun yang mendapat hak pensiun;

    v. Penerima pensiun lain;

    vi. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima

    pensiun lain yang mendapat hak pensiun.

    d. Veteran;

    e. Perintis Kemerdekaan;

    f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau

    Perintis Kemerdekaan;

    g. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang

    mampu membayar iuran.

    4. Kepesertaan berkesinambungan sesuai prinsip portabilitas

    dengan memberlakukan program di seluruh wilayah

    Indonesia dan menjamin keberlangsungan manfaat bagi

    peserta dan keluarganya hingga enam bulan pasca pemutusan

    hubungan kerja (PHK). Selanjutnya, pekerja yang tidak

    memiliki pekerjaan setelah enam bulan PHK atau mengalami

    cacat tetap total dan tidak memiliki kemampuan ekonomi

    tetap menjadi peserta dan iurannya dibayar oleh Pemerintah

    (UU No. 40/2004 Pasal 21 ayat 1, 2, 3). Kesinambungan

    kepesertaan bagi pensiunan dan ahli warisnya akan dapat

  • 18

    dipenuhi dengan melanjutkan pembayaran iuran jaminan

    kesehatan dari manfaat jaminan pensiun.

    5. Kepesertaan mengacu pada konsep penduduk dengan

    mengizinkan warga negara asing yang bekerja paling singkat

    enam bulan di Indonesia untuk ikut serta (UU No. 40/2004

    Pasal 1 angka 8).

    6. Kepesertaan Penerim Bantuan Iuran (PBI) bagi masyarakat

    miskin dan tidak mampu untuk selanjutnya akan ditetapkan

    berdasarkan Keputusan Kementerian Sosial tentang

    penetapan Penerima Bantuan Iuran Kesehatan yang dilandasi

    atas dasar nama dan alamat tempat tinggal (by name by

    address), untuk saat ini jumlah peserta PBI didapatkan dari

    kepesertaan Jamkesmas tahun 2013 yang berjumlah 86,4 juta

    jiwa.

    b. Pembiayaan

    1. Iuran

    Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang

    dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja,

    dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan

    (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).

    2. Pembayar Iuran

    Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan

    Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah.

  • 19

    Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang

    bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai

    Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan

    pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima

    persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan: 3%

    (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen)

    dibayar oleh peserta.

    Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang

    bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat

    koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan

    ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja

    dan 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta.

    Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah

    yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan

    mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari

    dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja

    penerima upah.

    Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah

    (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll);

    peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta

    bukan pekerja adalah sebesar:

    i. Sebesar Rp 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus

    rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan

    di ruang perawatan Kelas III.

  • 20

    ii. Sebesar Rp 42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus

    rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan

    di ruang perawatan Kelas II.

    iii. Sebesar Rp 59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus

    rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan

    di ruang perawatan Kelas I.

    Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis

    Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari

    Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan

    sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima

    persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang

    III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan,

    dibayar oleh Pemerintah.

    Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh)

    setiap bulan.

    c. Pelayanan

    1. Jenis Pelayanan

    Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh

    Peserta JKN, yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat

    medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non medis).

    Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas

    Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS

    Kesehatan.

  • 21

    2. Prosedur Pelayanan

    Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-

    tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas

    Kesehatan tingkat pertama. Bila Peserta memerlukan

    pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus

    dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat

    pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis.

    3. Kompensasi Pelayanan

    Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan

    yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis

    sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan

    kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai,

    pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan Fasilitas

    Kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan

    untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.

    4. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan

    Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua

    Fasilitas Kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS

    Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah,

    Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan

    melalui proses kredensialing dan rekredensialing.

    d. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional

    Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua)

    jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan

  • 22

    manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans

    hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan

    dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

    Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan

    promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan

    obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan

    medis. Manfaat Akomodasi Rawat Inap jika dijabarkan sebagai

    berikut:

    1. Ruang perawatan kelas III bagi:

    a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan

    b. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta

    bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di

    ruang perawatan kelas III.

    2. Ruang Perawatan kelas II bagi:

    a. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai

    Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II

    beserta anggota keluarganya;

    b. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang

    setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan

    golongan ruang II beserta anggota keluarganya;

    c. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang

    setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan

    golongan ruang II beserta anggota keluarganya;

  • 23

    d. Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah

    Non Pegawai Negeri dengan gaji atau upah sampai

    dengan 1,5 (satu setengah) kali penghasilan tidak kena

    pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta

    anggota keluarganya;

    e. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta

    bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di

    ruang perawatan kelas II;

    3. Ruang Perawatan kelas I bagi:

    a. Pejabat Negara dan anggota keluarganya;

    b. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun pegawai

    negeri sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV

    beserta anggota keluarganya;

    c. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang

    setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan

    golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;

    d. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang

    setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan

    golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;

    e. Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota

    keluarganya;

    f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau

    Perintis Kemerdekaan;

  • 24

    g. Peserta Pekerja Penerima Upah bulanan dan Pegawai

    Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan gaji atau upah

    diatas 1,5 (satu setengah) sampai dengan 2 (dua) kali

    penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin

    dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya; dan

    h. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta

    bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di

    ruang perawatan kelas I.

    2.1.7. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit

    A. Fasilitas Pelayanan Kesehatan pada Program JKN

    Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013

    tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional,

    Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas

    Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berupa

    Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dan Fasilitas Kesehatan

    rujukan tingkat lanjutan (Permenkes 71/2013 pasal 2).

    Berikut peneliti akan fokus dalam menjabarkan Fasilitas

    Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan berdasarkan Permenkes No.

    71 tahun 2013. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan

    terdiri dari:

    a. klinik utama atau yang setara;

    b. rumah sakit umum; dan

    c. rumah sakit khusus.

  • 25

    Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan meliputi

    (Permenkes 71/2013 pasal 20):

    a. administrasi pelayanan;

    b. pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh

    dokter spesialis dan subspesialis;

    c. tindakan medis spesialistik baik bedah maupun non bedah

    sesuai dengan indikasi medis;

    d. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;

    e. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan

    indikasi medis;

    f. rehabilitasi medis;

    g. pelayanan darah;

    h. pelayanan kedokteran forensik klinik;

    i. pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas

    Kesehatan;

    j. perawatan inap non intensif; dan

    k. perawatan inap di ruang intensif.

    B. Klasifikasi Rumah Sakit

    Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara

    berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit

    khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan

    pelayanan Rumah Sakit. Klasifikasi Rumah Sakit Umum

    diantaranya:

    1. Rumah Sakit Umum kelas A

  • 26

    Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas

    dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan

    Medik Spesialis Dasar, 5 Pelayanan Spesialis Penunjang

    Medik, 12 Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 Pelayanan

    Medik Sub Spesialis (Permenkes 340, 2010).

    2. Rumah Sakit Umum kelas B

    Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas

    dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan

    Medik Spesialis Dasar, 4 Pelayanan Spesialis Penunjang

    Medik, 8 Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 Pelayanan

    Medik Subspesialis Dasar (Permenkes 340, 2010).

    3. Rumah Sakit Umum kelas C

    Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas

    dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan

    Medik Spesialis Dasar dan 4 Pelayanan Spesialis Penunjang

    Medik (Permenkes 340, 2010).

    4. Rumah Sakit Umum kelas D

    Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas

    dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 Pelayanan

    Medik Spesialis Dasar (Permenkes 340, 2010).

    C. Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs) di Rumah Sakit

    1. Pengertian CBGs (Case Based Group)

    Case Base Groups (CBGs) yaitu cara pembayaran

    perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-

  • 27

    kasus yang relatif sama. Sistem pembayaran pelayanan

    kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan dan

    jangkauan dalam pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu

    unsur pembiayaan pasien berbasis kasus campuran, merupakan

    suatu cara meningkatkan standar pelayanan kesehatan rumah

    sakit. (Centre for Casemix RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat

    Lawang, 2014)

    2. Pengertian INA-CBGs (Indonesian-Case Based Group)

    Berdasarkan informasi dari Center for Casemix RSJ dr.

    Radjiman Wediodiningrat Lawang bagian Instalasi Rekam

    Medis menyatakan Sistem Casemix INA-CBGs adalah suatu

    pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang

    untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal

    sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien-pasien

    dengan karakteristik klinik yang sejenis (George Palmer, Beth

    Reid). Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran

    berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu

    kelompok diagnosis. Pengklasifikasian setiap tahapan

    pelayanan kesehatan sejenis kedalam kelompok yang

    mempunyai arti relatif sama. Setiap pasien yang dirawat di

    sebuah RS diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sejenis

    dengan gejala klinis yang sama serta biaya perawatan yang

    relatif sama.

  • 28

    3. Manfaat INA-CBGs

    Manfaat yang dapat kita peroleh dari penerapan kebijakan

    program Casemix INA-CBGs secara umum berupa manfaat

    medis dan manfaat ekonomi. Dari segi medis, para klinisi dapat

    mengembangkan perawatan pasien secara komprehensif, tetapi

    langsung kepada penanganan penyakit yang diderita oleh

    pasien. Secara ekonomi, dalam hal ini keuangan (costing) kita

    jadi lebih efisien dan efektif dalam penganggaran biaya

    kesehatan.Sarana pelayanan kesehatan akan mengitung dengan

    cermat dan teliti dalam penganggaranya.

    a. Manfaat Bagi Pasien

    i. Adanya kepastian dalam pelayanan dengan prioritas

    pengobatan berdasarkan derajat keparahan

    ii. Dengan adanya batasan pada lama rawat (length of

    stay) pasien mendapatkan perhatian lebih dalam

    tindakan medis dari para petugas rumah sakit, karena

    berapapun lama rawat yang dilakukan biayanya sudah

    ditentukan.

    iii. Pasien menerima kualitas pelayanan kesehatan yang

    lebih baik.

    iv. Mengurangi pemeriksaan dan penggunaan alat medis

    yang berlebihan oleh tenaga medis sehingga

    mengurangi resiko yang dihadapi pasien.

  • 29

    b. Manfaat Bagi Rumah Sakit

    i. Rumah Sakit mendapat pembiayaan berdasarkan

    kepada beban kerja sebenarnya.

    ii. Dapat meningkatkan mutu & efisiensi pelayanan

    Rumah Sakit.

    iii. Bagi dokter atau klinisi dapat memberikan pengobatan

    yang tepat untuk kualitas pelayanan lebih baik

    berdasarkan derajat keparahan, meningkatkan

    komunikasi antar spesialisasi atau multidisiplin ilmu

    agar perawatan dapat secara komprehensif serta dapat

    memonitor QA dengan cara yang lebih objektif.

    iv. Perencanaan budget anggaran pembiayaan dan belanja

    yang lebih akurat.

    v. Dapat untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang

    diberikan oleh masing-masing klinisi.

    vi. Keadilan (equity) yang lebih baik dalam pengalokasian

    budget anggaran.

    vii. Mendukung sistem perawatan pasien dengan

    menerapkan Clinical Pathway.

    c. Bagi Penyandang Dana Pemerintah

    i. Dapat meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian

    anggaran pembiayaan kesehatan.

    ii. Dengan anggaran pembiayaan yang efisien, equitas

    terhadap masyarakat luas akan akan terjangkau.

  • 30

    iii. Secara kualitas pelayanan yang diberikan akan lebih

    baik sehingga meningkatkan kepuasan pasien dan

    provider/Pemerintah.

    iv. Penghitungan tarif pelayanan lebih objektif dan

    berdasarkan kepada biaya yang sebenarnya.

    2.1.8. Peraturan Pendukung Program Jaminan Kesehatan Nasional

    Pemerintah sudah mulai mengeluarkan beberapa peraturan

    pendukung untuk memberikan payung hukum yang jelas terhadap

    pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional ini termasuk belum lama

    peraturan pengganti-pun telah dikeluarkan, berikut peraturannya:

    a. Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan

    Kesehatan. Peraturan ini mengatur pelaksanaan Jaminan

    Kesehatan di Indonesia pada tatanan operasional

    b. Peraturan Presiden No. 107 tahun 2013 tentang Pelayanan

    Kesehatan Tertentu Berkaitan Dengan Kegiatan Operasional

    Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Dan

    Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan ini lebih

    mengatur secara khusus pelayanan kesehatan pada tatanan

    pemerintah sebagai sasaran utama pada kepesertaan JKN.

    c. Peraturan Presiden No. 108 tahun 2013 tentang Bentuk Dan Isi

    Laporan Pengelolaan Program Jaminan Sosial. Peraturan ini

    berisikan panduan hukum dan legal aspect yang menaungi

    pelaporan program jaminan sosial dari BPJS kepada pemerintah.

  • 31

    d. Peraturan Presiden No. 109 tahun 2013 tentang Penahapan

    Kepesertaan Program Jaminan Sosial. Pada peraturan ini

    mengatur lebih detil mengenai penahapan kepesertaan program

    jaminan sosial.

    e. Peraturan Presiden No. 111 tahun 2013 tentang Perubahan Atas

    Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan

    Kesehatan. Peraturan ini merupakan peraturan perubahan untuk

    peraturan jaminan kesehatan sebelumnya yang dibuat karena ada

    beberapa pasal yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

    2. 2 Implementasi Kebijakan

    2.2.1. Pengertian Implementasi

    Implementasi sebagai suatu konsep tindak lanjut pelaksanaan

    kegiatan cukup menarik untuk dikaji oleh cabang cabang ilmu. Hal ini

    semakin mendorong perkembangan konsep implementasi itu sendiri,

    disamping itu juga menyadari bahwa dalam mempelajari

    implementasi sebagai suatu konsep akan dapat memberikan kemajuan

    dalam upaya-upaya pencapaian tujuan yang telah diputuskan.

    Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus

    Webster yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab (2004) dalam

    bukunya adalah:

    Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to

    implement. Dalam kamus besar webster, to implement

    (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out

  • 32

    (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give

    practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap

    sesuatu).

    Sehingga menurut Webster dalam Wahab (2004), Implementasi

    adalah menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu untuk

    menimbulkan dampak terhadap sesuatu.

    Definisi yang lain antara lain menurut Daniel Mazmanian dan

    Paul Sabatier (1983) dalam buku Hill dan Hupe (2002) sebagaimana

    dikutip peneliti, bahwa:

    Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakaan

    dasar, biasanya dalam bentuk undang undang, namun dapat pula

    berbentuk perintah-perintah atau keputusan eksekutif yang penting

    atau keputusan badan peradilan lazimnya, keputusan tersebut

    mengindentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara

    tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara

    untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya

    Menurut Syukur Abdullah (1988) dalam Novayanti (2013)

    bahwa pengertian dan unsur unsur pokok dalam proses implementasi

    sebagai berikut:

    1. Proses implementasi ialah rangkaian kegiatan tindak lanjut yang

    terdiri atas pengambilan keputusan, langkah langkah yang

    strategis maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan

    suatu program atau kebijaksanaan menjadi kenyataan, guna

    mencapai sasaran yang ditetapkan semula.

  • 33

    2. Proses implementasi dalam kenyataanya yang sesungguhnya

    dapat berhasil, kurang berhasil ataupun gagal sama sekali ditinjau

    dari hasil yang dicapai outcomes unsur yang pengaruhnya dapat

    bersifat mendukung atau menghambat sasaran program.

    3. Dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga

    unsur yang penting dan mutlak yaitu :

    a. Implementasi program atau kebijaksanaan tidak mungkin

    dilaksanakan dalam ruang hampa. Oleh karena itu faktor

    lingkungan (fisik, sosial, budaya, dan politik) akan

    mempengaruhi proses implementasi program program

    pembangunan pada umumnya.

    b. Target group yaitu kelompok yang menjadi sasaran dan

    diharapkan akan menerima manfaat program tersebut.

    c. Adanya program kebijaksanaan yang dilaksanakan.

    d. Unsur pelaksanaan atau implementer, baik organisasi atau

    perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan,

    pelaksanaan dan pengawaasan implementasi tersebut.

    2.2.2. Model Implementasi Kebijakan Grindle

    Merille S. Grindle (1980) dalam Samodra Wibawa (1994) yang

    dikutip dari penelitian Sutirin (2006) menyatakan bahwa

    implementasi kebijakan sebagai keputusan politik dari para pembuat

    kebijakan yang tidak lepas dari pengaruh lingkungan, Grindle

    mengungkapkan pada dasarnya implementasi kebijakan publik

    ditentukan oleh dua variabel yaitu veriabel konten dan variabel

  • 34

    konteks. Variabel konten apa yang ada dalam isi suatu kebijakan yang

    berpengaruh terhadap implementasi. Variabel konteks meliputi

    lingkungan dari kebijakan politik dan administrasi dengan kebijakan

    politik tersebut. Adapun yang menjadi ide dasar dari pemikiran

    tersebut adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan menjadi

    program aksi maupun proyek individu dan biaya yang telah

    disediakan, maka implementasi kebijakan dilakukan. Tetapi ini tidak

    berjalan mulus, tergantung implementability dari program itu, yang

    dapat dilihat pada isi dan konteks kebijakannya.

    b. Isi kebijakan mencakup :

    1. Kepentingan yang mempengaruhi

    2. Manfaat yang akan dihasilkan

    3. Derajat perubahan yang diinginkan

    4. Kedudukan pembuat kebijakan

    5. Siapa pelaksana program

    6. Sumber daya yang dikerahkan

    b. Konteks kebijakan mencakup :

    1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat

    2. Karakteristik lembaga penguasa

    3. Kepatuhan dan daya tanggap

  • 35

    Bagan 2.1 Model Implementasi Kebijakan menurut Grindle (1980)

    Sumber: Samodera Wibawa, 1994

    2.2.3. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn

    Menurut Van Meter dan Van Horn (1975) dalam Michael Hill

    dan Petter L. Hupe (2002) implementasi kebijakan merupakan:

  • 36

    Tindakan tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu

    atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau

    swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah

    digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.

    Tindakan tindakan yang dimaksud mencakup usaha usaha untuk

    mengubah keputusan keputusan menjadi tindakan tindakan

    operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka

    melanjutkan usaha usaha untuk mencapai perubahn perubahan besar

    dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan keputusan.

    Menurut Van Meter dan Van Horn ada beberapa hal yang perlu

    diperhatikan dalam mengembangkan tipologi kebijakan kebijakan

    publik yakni: Pertama, kemungkinan implementasi yang efektif aka

    bergantung sebagian pada tipe kebijakan yang dipertimbangkan.

    Kedua, faktor faktor tertentu yang mendorong realisasi atau non

    realisasi tujuan tujuan program akan berbeda dari tipe kebijakan yang

    satu dangan tipe kebijakan yang lain. Suatu implementasi akan sangat

    berhasil bila perubahan marginal diperlukan dan konsensus tujuan

    adalah tinggi. Sebaliknya bila perubahan besar ditetapkan dan

    konsensus tujuan rendah maka prospek implementasi yang efektif

    akan sangat diragukan. Disamping itu kebijakan kebijakan perubahan

    besar/konsesnsus tinggi diharapkan akan diimplementasikan lebih

    efektif daripada kebijakan kebijakan yang mempunyai perubahan

    kecil dan konsensus rendah. Dengan demikian konsensus tujuan akan

    diharapkan pula mempunyai dampak yang besar pada proses

  • 37

    implementasi kebijakan daripada unsur perubahan. Dengan saran

    saran atau hipotesis-hipotesis seperti ini akan mengalihkan perhatian

    kepada penyelidikan terhadap faktor faktor atau faktor-faktor yang

    tercakup dalam proses implementasi menjadi sesuatu hal yang penting

    untuk dikaji.

    Bagan 2.2. Model Implementasi Kebijakan Menurut Van Horn dan

    Van Metter (1975)

    Sumber: Michael Hill and Peter L. Hupe (2002

    2.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kebijakan

    Ada 6 faktor menurut Van Metter dan Van Horn (1975) dalam

    Novayanti (2013) yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik,

    yaitu:

    Komunikasi antar organisasi

    pelaksana

    Lingkungan: ekonomi, sosial,

    dan politik

    Ukuran dan Tujuan

    Kebijakan

    Sumber

    Daya

    Karakteristik organisasi

    pelaksana Sikap para

    pelaksana

    Prestasi

    kerja

  • 38

    1. Ukuran dan Tujuan

    Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat

    keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat

    realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan.

    Ketika ukuran dan sasaran kebijakan terlalu ideal (utopis), maka

    akan sulit direalisasikan (Agustino, 2006).

    2. Sumber Daya

    Menurut Meter dan Horn (1975), keberhasilan proses

    implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan

    memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan

    sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu

    keberhasilan proses implementasi. Tahap tahap tertentu dari

    keseluruhan proses implementasi menurut adanya sumber daya

    manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang

    disyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik.

    Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya

    itu nihil, maka sangat sulit untuk diharapkan.

    Tetapi diluar sumber daya manusia, sumberdaya lain yang

    perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya financial dan sumber

    daya waktu. Karena mau tidak mau ketika sumber daya manusia

    yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana

    melalui anggaran tidak tersedia, maka memang terjadi persoalan

    sulit untuk merealisasikan apa yuang hendak dituju oleh tujuan

    kebijakan publik tersebut, demikian halnya dengan sumber daya

  • 39

    waktu, saat sumber daya manusia giat bekerja dan kucuran dana

    berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang

    terlalu ketat, maka hal ini pun dapat menjadi penyebab

    ketidakberhasilan implementasi kebijakan.

    3. Karakteristik Organisasi Pelaksana

    Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi

    formal dan organisasi nonforrmal yang akan terlibat

    pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting

    karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat

    banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan

    para agen pelaksananya. Misalnya implementasi kebijakan publik

    yang berusaha untuk merubah perilaku atau tingkah laku manusia

    secara radikal, maka agen pelaksana proyek itu haruslah

    berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum.

    Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilku

    dasar manusia maka dapat dapat saja agen pelaksana yang

    diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada gambran yang

    pertama. Selain itu cakupan atau luas wilayah implementasi

    kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menetukan

    agen pelaksana maka seharusnya semakin besar pula agen yang

    dilibatkan.

    Van Meter dan Van Horn mengetengahkan beberapa unsur

    yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam

    mengimplementasikan kebijakan:

  • 40

    a. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan.

    b. Tingkat pengawasan hirarki terhadap keputusan keputusan sub

    unit dan proses proses dalam badan badan pelaksana.

    c. Sumber sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan

    diantara anggota anggota legislatif dan eksekutif).

    d. Vitalitas suatu organisasi.

    e. Tingkat komunikasi-komunikasi terbuka, yang

    didefinisikan sebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan

    vertical secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara

    relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu individu

    diluar organisasi.

    f. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan pembuat

    keputusan atau pelaksana keputusan.

    4. Sikap (disposition) para pelaksana

    Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan

    sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja

    impelementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi

    oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi

    warga setempat yanjg mengenal betul persolan dan permasalahan

    yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor

    laksanakan adalah kebijakan dari atas (top down) yang sangat

    mungkin para pengambil keputusannya tidak mengetahui (bahkan

    tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau

    permasalahan yang warga ingin selesaikan.

  • 41

    5. Komunikasi antar Organisasi Pelaksana

    Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif,

    menurut Van Horn dan Van Mater, apa yang menjadi standar

    tujuan harus dipahami oleh para individu (implementors). Yang

    bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan,

    karena itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para

    pelaksana. Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi

    kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan

    tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity)

    dari berbagai sumber informasi.

    Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam

    implementasi kebijakan publik, semakin baik koordinasi

    komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalamk suatu proses

    implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat

    kecil untuk terjadi, begitu pula sebaliknya.

    6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

    Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai

    kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan

    oleh Van Metter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan

    eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang

    telah ditetapkan. Lingkungan social ekonomi, dan politik yang

    tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja

    imlementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk

    mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan

  • 42

    kekondusifan kondisi lingkungan external. Van Meter dan Van

    Horn juga mengajukan hipotesis bahwa lingkungan ekonomi sosial

    dan politik dari yuridiksi atau organisasi pelaksana akan

    mempengaruhi karakter badan badan pelaksana, kecenderungan-

    kecenderungan para pelaksana dan pencapaian itu sendiri .kondisi

    kondisi lingkungan dapat mempunyai pengaruh yang penting pada

    keinginan dan kemampuan yuridiski atau organisasi dalam

    mendukung struktur-struktur, vitalitas dan keahlian yang ada

    dalam badan badan administrasi maupun tingkat dukungan politik

    yang dimilki. Kondisi lingkungan juga akan berpengaruh pada

    kecenderungan kecenderungan para pelaksana. Jika masalah

    masalah yang dapat diselesaikan oleh suatu program begitu berat

    dan para warga negara swasta serta kelompok kepentingan

    dimobilsir untuk mendukung suatu program maka besar

    kemungkinan para pelaksana menolak program tersebut. Lebih

    lanjut Van Meter dan Van Hon menyatakan bahwa kondisi kondisi

    lingkungan mungkin menyebapkan para pelaksana suatu kebijakan

    tanpa mengubah pilihan pilihan pribadi mereka tentang kebijakan

    itu. Akhirnya, faktor-faktor lingkungan ini dipandang mempunyai

    pengaruh langsung pada pemberian pemberian pelayanan publik.

    Kondisi kondisi lingkungan mungkin memperbesar atau

    membatasi pencapaian, sekalipun kecenderungan kecenderungan

    para pelaksana dan kekuatan kekuatan lain dalam model ini juga

    mempunyai pengaruh terhadap implementasi program.

  • 43

    Bila faktor lingkungan sosial, ekonomi dan politik

    mempengaruhi implementasi kebijakan maka hal ini juga berlaku

    untuk faktor lainnya.

    Implementasi suatu program merupakan suatu yang kompleks,

    dikarenakan banyaknya faktor yang saling berpengaruh dalam sebuah

    sistem yang tak lepas dari faktor lingkungan yang cenderung selalu

    berubah.

    Proses implementasi dalam kenyataannya dapat berhasil, ditinjau

    dari wujud hasil yang dicapai (outcome). Karena dalam proses tersebut

    terlibat berbagai unsur yang dapat bersifat mendukung maupun

    menghambat pancapaian sasaran program. Jadi untuk mengetahui

    keberhasilan program adalah dengan membandingkan antara hasil

    dengan pencapaian target program tersebut.

    Peneliti lebih memilih menggunakan pendekatan model proses

    Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn (1975) karena

    melihat kemudahan pada proses pelaksanaan di lapangan, Metter dan

    Horn fokus untuk melihat keberhasilan kebijakan/program dari sudut

    pandang penyelenggaraan program tersebut. Jika dibandingkan dengan

    model Implementasi Grindle yang hampir serupa namun hanya berbeda

    pada beberapa faktor, lebih menitik-beratkan pada kebijakan yang

    mengatur (ukuran dan tujuan) tersebut yang mempengaruhi

    implementasi, walaupun Grindle memasukkan faktor Komunikasi,

    SDM, dan Disposisi sebagai penentu keberhasilan implementasi.

  • 44

    2. 3 Implementasi Kebijakan sebagai Implementasi Program

    2.3.1. Pengertian Program

    Secara umum pengertian program adalah penjabaran dari suatu

    rencana atau kebijakan yang telah dibuat. Dalam hal ini program

    merupakan bagian dari dari perencanaan. Sering pula diartikan bahwa

    program adalah kerangka dasar dari pelaksanaan suatu kegiatan.

    Untuk lebih memahami mengenai pengertian program, berikut ini

    akan dikemukakan beberapa defenisi oleh para ahli:

    Pariata Westra dkk (1989) dalam Novayanti (2013) menyatakan

    bahwa: program adalah rumusan yang memuat gambaran pekerjaan

    yang akan dilaksanakan beserta petunjuk cara cara pelaksanaanya

    Hal yang sama dikemukakan oleh Sutomo Kayatomo (1985)

    dalam Novayanti (2013) yang mengatakan bahwa: program adalah

    rangkaian aktifitas yang mempunyai saat permulaan yang harus

    dilaksanakan serta diselesaikan untuk mendapatkan suatu tujuan

    Manullang (1987) dalam Novayanti (2013) yang menyatakan

    bahwa: sebagai unsur dari suatu perencanaan, program dapat pula

    dikatakan sebagai gabungan dari politik, prosedur, dan anggaran,

    yang di maksudkan untuk menetapkan suatu tindakan untuk waktu

    yang akan datang

    Siagian (1986) dalam Novayanti (2013) menyatakan bahwa:

    penyusunan program kerja adalah penjabaran suatu rencana yang

    telah ditetapkan sedemikian rupa sehingga program kerja itu

    memiliki ciri-ciri operasional tertentu

  • 45

    Dengan penjabaran yang tepat terlihat dengan jelas paling

    sedikit 5 hal yaitu:

    a. Berbagai sasaran konkrit yang hendak dicapai.

    b. Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.

    c. Besarnya biaya yang diperlukan beserta identifikasi sumbernya.

    d. Jenis jenis kegiatan operasional yang akan dilaksanakan.

    e. Tenaga kerja yang dibutuhkan, baik ditinjau dari sudut

    kualifikasinya maupun ditinjau dari segi jumlahnya.

    Suatu program yang baik menurut Bintoro Tjokromidjojo

    (1987) dalam Novayanti (2013) harus memiliki ciri-ciri sebagai

    berikut:

    a. Tujuan yang dirumuskan secara jelas.

    b. Penentuan peralatan yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.

    c. Suatu kerangka kebijkasanaan yang konsisten atau proyek yang

    saling berkaitan untuk mencapai tujuan program seefektif

    mungkin.

    d. Pengukuran ongkos ongkos yang diperkirakan dan keuntungan

    keuntungan yang diharapakan akan dihasilkan program tersebut.

    e. Hubungan dengan kegiatan lain dalam usaha pembangunan dan

    program pembangunan lainnya. Suatu program tidak dapat

    berdiri sendiri.

    f. Berbagai upaya dibidang manajemen, termasuk penyediaan

    tenaga, pembiayaan, dan lain lain untuk melaksanakan program

    tersebut. Dengan demikian dalam menentukan suatu program

  • 46

    harus dirumuskan secara matang sesuai dengan kebutuhan agar

    dapat mencapai tujuan melalui partisipasi dari masyarakat.

    Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa di dalam proses

    pelaksanaan suatu program sekurang kurangnya terdapat tiga unsur

    yang penting dan mutlak ada menurut Syukur Abdullah (1987) dalam

    Novayanti (2013) antara lain sebagai berikut:

    a. Adanya program (kebijakan) yang dilaksanakan.

    b. Target group (kelompok sasaran), yaitu kelompok masyarakat

    yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat

    dari program tersebut dalam bentuk perubahan dan peningkatan.

    c. Implementer (unsur pelaksana) baik organisasi maupun

    perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan,

    pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.

    2.3.2. Implementasi Program

    Program dalam konteks implementasi kebijakan publik terdiri

    dari beberapa tahap, yaitu:

    a. Merancang (design) program beserta perincian tugas dan

    perumusan tujuan yang jelas, penentuan ukuran prestasi yang

    jelas serta biaya dan waktu.

    b. Melaksanakan (application) program dengan mendayagunakan

    struktur struktur dan personalia, dana serta sumber sumber

    lainnya, prosedur dan metode yang tepat.

  • 47

    c. Membangun sistem penjadwalan, monitoring dan sarana

    pengawasan yang tepat guna serta evaluasi (hasil) pelaksanaan

    kebijakan.

    Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa suatu program

    diimplementasikan, terlebih dahulu harus diketahui secara jelas

    mengenai uraian pekerjaan yang dilakukan secara sistematis, tata cara

    pelaksanaan, jumlah anggaran yang dibutuhkan dan kapan waktu

    pelaksanaannya agar program yang direncanakan dapat mencapai

    target yang sesuai dengan harapan.

    Parsons (1995) dalam buku Hill dan Hupe (2002) membuat

    perbedaan antara implementasi dan evaluasi, dengan menunjukkan

    bahwa menurutnya evaluasi lebih kepada bagaimana kebijakan publik

    dan orang-orang yang melaksanakannya dapat dinilai, diaudit,

    dihargai dan dikendalikan. Untuk pemahaman lebih lanjut mengenai

    perbedaan implementasi dan evaluasi melalui tabel 2.1.

    Tabel 2.1. Perbedaan Pendekatan Penelitian Impelementasi dan

    Evaluasi menurut Parsons (1995)

    Sasaran Tindakan Penelitian

    Implementasi Proses/tingkahlaku

    Output

    Outcome

    Hubungan Kausalitas

    Deskripsi

    Pemaparan

    Uji dan Pengembangan teori

    Keputusan Analisa

    Evaluasi Outcomes hubungan

    nilai

    Value Judgements (Keputusan

    berdasarkan Nilai)

    Sumber: Michael Hill dan Petter L. Hupe (2002)

  • 48

    Implementasi program merupakan bagian integral dari

    implementasi kebijakan yang dilakukan, peneliti memilih

    menggunakan konotasi implementasi program adalah untuk

    mengoperasionalkan sebuah kebijakan dalam bentuk pelaksanaan

    program. Dengan demikian peneliti berharap nantinya dengan melihat

    implementasi program ini mampu menggambarkan serangkaian

    proses implementasi yang terbentuk.

    2. 4 Kerangka Teori

    Secara garis besar implementasi merupakan setiap kegiatan yang

    dilakukan menurut rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

    Upaya untuk memahami adanya perbedaan antara yang diharapkan dengan

    fakta yang telah terjadi dam menimbulkan kesadaran mengenai pentingnya

    suatu pelaksanaan. Menurut teori Implementasi Kebijakan Van Metter dan

    Van Horn (1975) terdapat 6 faktor yang mempengaruhi implementasi

    program. Berikut kerangka teori yang peneliti gunakan pada penelitian

    mengenai implementasi kebijakan yang diambil dari Model Proses

    Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn (1975):

  • 49

    Bagan 2.3 Kerangka Teori

    Model Proses Implementasi Kebijakan (Van Metter & Van Horn, 1975)

    Sumber: Michael Hill dan Petter L. Hupe (2002)

    Dari kerangka teori diatas, prestasi kerja sebuah implementasi

    kebijakan dipengaruhi oleh 6 faktor, yaitu sikap pelaksana, ciri agen

    pelaksana, lingkungan, sumber daya, ukuran dan tujuan, dan komunikasi

    antar organisasi pelaksana. Keseluruhan faktor ini berhubungan secara tidak

    langsung. Namun pada pelaksanaannya keterkaitan hubungan dari setiap

    faktor tidak dapat didefinisikan secara langsung keterkaitannya, sehingga

    keenam faktor tersebut menurut Van Meter dan Van Horn harus mampu

    terimplementasi dengan baik dan tepat sasaran tanpa menutup kemungkinan

    keharusan melihat keterkaitan hubungan antar faktor.

    Komunikasi antar organisasi

    pelaksana

    Lingkungan: ekonomi, sosial,

    dan politik

    Ukuran dan Tujuan

    Kebijakan

    Sumber Daya

    Karakteristik organisasi pelaksana

    Sikap para pelaksana

    Prestasi

    kerja

  • 50

    BAB III

    KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

    3.1. Kerangka Pikir

    Untuk mempermudah pemahaman dalam menganalisa implementasi

    Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan

    maka disusunlah sebuah kerangka pikir.

    Berdasarkan kerangka teori pada bab sebelumnya, peneliti menggunakan

    model pendekatan implementasi kebijakan oleh Van Meter dan Van Horn (1975)

    yang dikenal dengan A Model of the Policy-Implementation Process (Model

    Proses Implementasi Kebijakan) yang sudah diadaptasi untuk implementasi

    program. Ada 6 (enam) faktor yang mempengaruhi implementasi pada penelitian

    ini, yaitu: (1) ukuran dan tujuan kebijakan; (2) sumber daya; (3) karakteristik

    pelaksana; (4) sikap pelaksana; (5) komunikasi antar pelaksana; dan (6)

    lingkungan sosial, ekonomi, dan politik.

    Sedangkan untuk membahas bagaimana implementasi program JKN di

    Rumah Sakit peneliti menggunakan pendekatan mekanisme penyelenggaraan

    yang disusun pemerintah pusat. Dimana terdapat 6 aspek yang harus ada dalam

    penyelenggaraan program JKN, yaitu: (1) Aspek Regulasi/peraturan

    perundangan; (2) Aspek Kepesertaan; (3) Aspek Keuangan; (4) Aspek

    Pelayanan Kesehatan; (5) Aspek Manfaat dan Iuran; dan (6) Aspek

    Kelembagaan dan Organisasi.

  • 51

    Berikut kerangka pikir yang dibuat peneliti untuk mempermudah cara

    berfikir dan pemaparan hasil penelitian ini:

    Bagan 3.1. Kerangka Pikir

    Kerangka berfikir ini dibuat oleh peneliti mengadopsi 6 faktor yang

    mempengaruhi prestasi kerja dalam sebuah implementasi kebijakan oleh Van

    Meter dan Van Horn (1975), sehingga dari diketahuinya prestasi kerja, itulah

    sesungguhnya implementasi yang dilaksanakan. Namun peneliti tidak hanya

    melihat faktor-faktor tersebut saja. Peneliti juga ingin mengetahui bagaimana

    pelaksanaan di lapangan dengan menggunakan pendekatan 6 aspek yang harus

    ada pada penyelenggaraan JKN yang dibuat oleh Pemerintah Pusat. Sehingga

    Komunikasi antar

    pelaksana

    Ukuran dan Tujuan

    Kebijakan

    Lingkungan: ekonomi, sosial,

    dan politik

    Sumber Daya

    Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional

    1. Aspek Regulasi/Peraturan

    Perundangan

    2. Aspek Kepesertaan

    3. Aspek Keuangan

    4. Aspek Pelayanan Kesehatan

    5. Aspek Manfaat dan Iuran

    6. Aspek Kelembagaan dan

    Organisasi

    Karakteristik

    pelaksana

    Sikap pelaksana

  • 52

    dari segi implementasi terlihat, dan dari segi pelayanan yang diberikan pada

    implementasi juga terlihat dari faktor dan aspek diatas.

    3.2. Definisi Istilah

    1