gas lift study

114
BAB I PENDAHULUAN Metode gas lift sebagai salah satu metode pengangkatan buatan yang dikenal dalam dunia perminyakan selain beberapa metode pengangkatan buatan lainnya. Prinsip kerja gas lift adalah menginjeksikan sejumlah gas kedalam kolom fluida di dalam tubing melalui annulus casing-tubing, yang selanjutnya gas tersebut masuk melewati katup operasi menuju ke dalam tubing. Dengan menginjeksikan sejumlah gas ke dalam kolom fluida terjadi penambahan GLR yang mengakibatkan densitas fluida turun dan gradient tekanan aliran di sepanjang tubing akan turun, sehingga fluida akan dapat diangat ke permukaan dengan tekanan yang ada. Re-Design dilakukan pada sumur N-147 di Lapangan “X” yang berlokasi di Kecamatan Muara Badak, Kalimantan Timur. 1.1. Latar Belakang Masalah Re-Design dilakukan karena terjadinya penurunan produksi minyak pada sumur N-147 lapangan “X” yang disebabkan turunnya tekanan reservoir dan semakin meningkatnya produksi air dan meningkatnya GLR f sehingga gas lift continuous yang ada sekarang kurang

Upload: fahmi-risdan-abdillah

Post on 22-Sep-2015

115 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Materi Gas Lift dari Mr. Apolonarius Kuyami. Diharapkan agar berguna dengan baik untuk para pembaca.

TRANSCRIPT

BAB I

BAB IPENDAHULUAN

Metode gas lift sebagai salah satu metode pengangkatan buatan yang dikenal dalam dunia perminyakan selain beberapa metode pengangkatan buatan lainnya. Prinsip kerja gas lift adalah menginjeksikan sejumlah gas kedalam kolom fluida di dalam tubing melalui annulus casing-tubing, yang selanjutnya gas tersebut masuk melewati katup operasi menuju ke dalam tubing. Dengan menginjeksikan sejumlah gas ke dalam kolom fluida terjadi penambahan GLR yang mengakibatkan densitas fluida turun dan gradient tekanan aliran di sepanjang tubing akan turun, sehingga fluida akan dapat diangat ke permukaan dengan tekanan yang ada. Re-Design dilakukan pada sumur N-147 di Lapangan X yang berlokasi di Kecamatan Muara Badak, Kalimantan Timur.

1.1. Latar Belakang MasalahRe-Design dilakukan karena terjadinya penurunan produksi minyak pada sumur N-147 lapangan X yang disebabkan turunnya tekanan reservoir dan semakin meningkatnya produksi air dan meningkatnya GLRf sehingga gas lift continuous yang ada sekarang kurang optimum, maka perlu dilakukan Re-Design gas lift continuous pada sumur tersebut.

1.2. Maksud dan TujuanMelakukan Re-Design gas lift continuous sumur N-147 pada lapangan X untuk meningkatkan produksi minyak pada sumur N-147 pada lapangan X.

1.3. Metedologi

1Re-Design yang dilakukan pada sumur N-147 gas lift continuous ini dilakukan dengan beberapa cara pendekatan, pendekatan pertama dengan cara menganalisa produktivitas sumur ( membuat kurva IPR ) dengan menggunakan metode Pudjo Soekarno. Selanjutnya menentukan produksi yang diinginkan sehingga didapatkan Pwf@Ql yang diinginkan, memplot dalam kertas berskala yang sesuai dengan pressure travese, buat garis tubing intake, gradient tekanan gas injeksi sehingga didapatkan GLRt dimana dilanjutkan dengan menentukan titik-titik valve unloading, valve operation dan rate injeksi gas (dapat dilihat pada prosedur pengerjaan gas lift continuous dengan metode grafis pada bab 4). Berdasarkan metodologi diatas dapat diketahui kedalaman titik injeksi, dimana titik ini merupakan letak katup operasi yang digunakan sebagai jalan masuk gas injeksi ke dalam tubing. Diketahui juga letak kedalaman katup yang dipasang dan tekanan gas yang diinjeksikan pada setiap kedalaman katup. Penentuan distribusi tekanan dapat digunakan untuk membuat kurva tubing intake. Kurva tubing intake menghasilkan harga laju produksi dari berbagai GLRt asumsi. GLRt optimum ditentukan dari plot antara laju produksi yang diperoleh dari perpotongan kurva tubing intake dengan GLRt asumsi pada sumur kajian. Untuk menentukan GLRt optimum serta distribusi tekanan aliran sepanjang tubing pada penelitian ini penulis dibantu menggunakan software pipesim. GLRt optimum adalah suatu harga dimana penambahan gas lebih lanjut akan menurunkan laju produksi atau pada kondisi lapangan dimana batas maksimum kemampuan dari kompressor gas injeksi (tekanan gas injeksi dan rate gas injeksi).

1.4. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan pada penelitian untuk Re-Design Sumur N-147 adalah : BAB I, Pendahuluan, BAB II. Tinjauan Umum Lapangan, BAB III. Dasar Teori, BAB IV. Re-Design Gas Lift Continuous Sumur N-147, BAB V. Pembahasan, BAB VI. Kesimpulan.

BAB IITINJAUAN UMUM LAPANGAN

2.1. Sejarah Lapangan XLapangan X mulai beroperasi dengan mengirimkan minyak ke Santan Plant pada 14 September 1982. Sampai saat ini Lapangan X merupakan salah satu Asset yang menjadi tulang punggung VICO Indonesia Co, LLc. Lapangan X berlokasi di wilayah Kalimantan Timur Samarinda Muara Badak. Lokasi Lapangan X dikategorikan menjadi dua, yaitu : lokasi darat (On Shore) dan lokasi di perairan (Off Shore), dimana Topo Map dari wilayah Operation lapangan X ditujukkan dalam Gambar 2.1.

3Gambar 2.1. Topo Map Lapangan X 9)Adapun luas total dari wilayah operasi yang berada di bawah operasi Lapangan X seluas 8,500 Ha atau 85 Km2. Wilayah sebesar itu dibagi menjadi beberapa sub wilayah, antara lain :1. Satellite 1 23 sumur dengan luas area 1,520 Ha2. Satellite 2 31 sumur dengan luas area 1,920 Ha3. Satellite 4 44 sumur dengan luas area 2,253 Ha4. Satellite 5 56 sumur dengan luas area 3,180 Ha5. Satellite 6 43 sumur dengan luas area 2,385 Ha6. Central Plant 33 Ha.Sebagai salah satu area dengan produksi gas terbesar di VICO Indonesia, sampai saat ini Lapangan X memiliki 197 sumur (aktif dan tidak aktif) 21 sumur merupakan sumur minyak dengan menggunakan sistem artificial lift Gas Lift Continuous karena ketersediaan gas di lapangan tersebut tersedia cukup banyak. Untuk kebutuhan tekanan injeksi gas lift diseluruh areal VICO Indonesia disuplay dari kompressor gas injeksi di lapangan badak dan untuk rate max yang disarankan untuk tiap-tiap sumur adalah 2000 Mscf atau 2 MMscf dengan tekanan injeksi disatelit 6 sebesar 1800 psi.Adapun tipe dari sumur-sumur di lapangan X dapat dikategorikan sebagai berikut : Sumur Monobore : Sumur Monobore adalah sumur dengan tubing produksi yang besar (4-1/2) yaitu dengan menggunakan casingnya sehingga juga dikenal dengan casing produksi, yang paling banyak diaplikasikan adalah production casing dengan ukuran 4-1/2 dan ada satu sumur yang mempunyai production casing 7 karena sumur ini pernah mempunyai produksi gas yang juga lebih besar dari sumur yang lain. Filosofi digunakannya metoda sumur monobore adalah untuk mendapatkan kondisi extreme underbalance pada waktu pertama kali perforasi. Selain itu dengan metode sumur Monobore flow gas yang dihasilkan bisa lebih besar karena faktor restriksi dari diameter tubing produksi akan kecil. Sumur Konventional :Untuk sumur-sumur konvensional biasanya menggunakan tubing produksi sebesar 2-7/8 atau 3-1/2. Dalam satu buah casing biasanya dipasang dua buah tubing production yang disebut Upper (Short String) dan Lower (Long String). Keuntungan dengan menggunakan sistem ini adalah adanya flexibilitas untuk memproduksikan zone-zone yang potensial. Selain itu jika zone tersebut adalah zone oil maka kita bisa memasangkan Side Pocket Mandreal (SPM) untuk menginjeksikan gas lift untuk membantu pengangkatan cairan hidrokarbon didalam sumur bila tekanannya sudah tidak mencukupi lagi untuk mengalir alami.

2.2. Letak GeografisLapangan X minyak dan gas bumi terletak di Provinsi Kalimantan Timur, atau sekitar 100 km ke arah timur laut dari kota Balikpapan , dan sekitar 40 km ke arah timur dari kota Samarinda.Lapisan produktif minyak dan gas bumi Lapangan X diperkirakan berada di kedalaman 5000 ft samapai 14000 ft. Letak lokasi Lapangan X secara geografis terletak pada :0o 23 57,7 - 0o34 16,5 BT117o 23 5,2- 117o26 55,3 BTLapangan X yang terletak dicekungan Kutai Timur dikelola oleh VICO Indonesia, dan akan dikembangkan untuk memasok gas alam ke LNG Bontang, yang kemudian akan dikirim ke luar negeri.

2.3. Keadaan Geologi2.3.1. Geologi Lapangan XLapangan X yang terletak di Delta Sungai Mahakam merupakan bagian dari Cekungan Kutai di Makasar di timur, peternoster dan Meratus Range di Selatan serta komplek Orogenik Kuching di sebelah Barat.Panjang dari lapangan X 30 km dan lebar 6 km, dimana produksi Minyak dan Gas Bumi berasal dari lapisan Miosen Tengah dan Miosen Atas dari balikpapan Bed, dengan ketebalan Net Pay Sand lebih dari 1000 ft yang berada didalam batu pasir.Lapangan X termasuk salah satu lapangan Minyak dan Gas Bumi yang terbesar di Cekungan Kutai. Batas-batas Geologi secara umum Lapangan X ditujukan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Daerah Lapangan X di Cekungan Kutai 9)

2.3.2. StatigrafiSejarah Cekungan Kutai dimulai dengan adanya penurunan dan sedimentasi selama Eosen akhir. Selam Eosen akhir sampai Oligosen ini secara dominan diendapkan lempung marine. Selama Oligosen akhir sampai awal miosen,Transgresi mencapai puncaknya. Setelah itu fase regresi mulai dan terus berlanjut sampai sekarang. Sediment Klastik yang tertransfer oleh beberapa sungai, terhampar dari barat ke arah timur yang luasnya ratusan kilometer. Penampang sedimentasi yang ada terdiri dari seri endapan Alluvial dan Delta.Secara berurutan dari tua ke muda ada lima sistem pengendapan yang dipisah- pisahkan kedalam group dan sub devinisi pada cekungan kutai , yaitu :1. Formasi Pemaluan, yang berumur Oligosen Akhir sampai Miosen Awal.2. Bebulu Group, yang berumur Miosen Awal sampai Miosen Tengah.3. Balikpapan Group, yang berumur Miosen Tengah.4. Kampung Baru Group, yang berumur Miosen Tengah sampai Pliosen.5. Mahakam Group, yang berumur Plistosen sampai Resen.Secara Kolom Statigrafi Cekungan Kutai bagian Tenggara dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Kolom Stratigrafi Cekungan Kutai 9)

2.3.3. StrukturCekungan Kutai adalah salah satu dari beberapa cekungan tersier yang terbentuk sepanjang bagian Timur Kraton tanah Sunda yang berumur Pra Tersier. Cekungan ini meluas hampir 165000 km2 dan dibatasi oleh Mangkaliat Ridge di utara, Palung Makasar di Timur, Peternoster dan Meratus Range di Selatan,serta komplek Orogenik Kuching di sebelah Barat.Struktur yang terbentuk dilapangan X terjadi karena proses Sliding Movement dari Barat ke Timur sehingga terbentuk perlipatan dan patahan yang orientasinya dari timur laut- Barat daya.Lapangan X merupakan suatu bentuk Antiklin yang membujur dari Timur Laut ke Barat Daya, yang terletak sebelah selatan Lapangan Badak.

2.4. Lingkungan PengendapanLingkungan pengendapan Lapangan X dapat dibagi menjadi 3 yaitu :1. Delta Plain2. Delta Front3. Pro DeltaDelta Plain merupakan yang paling banyak dijumpai di Lapangan X yang tersebar kearah laut, serta dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu : Tidal Channel dan Distribusi Channel. Sedangkan Delta Front dan Pro Delta jarang dijumpai.Berdasarkan lingkungan Pengendapannya Lapangan X terbentuk pada daerah lingkungan pengendapan Delta Plain. Pada lingkungan ini terdapat banyak lapisan- lapisan batubara (coal) yang tebal serta lapisan- lapisan batupasir yang berupa alur- alur dari arah Barat ke Timur, dengan ketebalan bervariasi dari 5 meter sampai 10 meter yang umumnya disebut dengan Channel Sand. Lingkungan pengendapan Delta Plain dapat berfungsi sebagai tempat terakumulasinya hidrokarbon, dan dilapangan X reservoir umumnya diendapkan pada Distribusi Channel.

2.5. Sejarah Produksi Sumur N-147Sumur N-147 dibor pada tanggal 15 Agustus 1993 dengan kedalaman 13565 ft dan sumur ini menggunakan tipe completion Dual String yang disebut Upper (Short String) dan Lower (Long String) hal ini dimaksudkan agar memudahkan untuk memproduksikan lapisan-lapisan yang potensial, selain itu lapisan didalam sumur yang dikaji ini tidak hanya memproduksikan minyak tetapi gas. Untuk lapisan yang memproduksikan minyak diproduksikan lewat Upper (Short String) menggunakan sistem Artificial Lift Gas Lift Continuous.Sumur N-147 merupakan sumur minyak yang menggunakan sistem produksi artificial lift berupa gas lift karena Lapangan X memiliki kandungan gas yang cukup besar. Sumur N-147 saat ini memiliki tiga katup sembur buatan dengan katup operasi pada kedalaman 8006 ft. Sistem gas lift baru digunakan pada 23 juni 1999 (P injeksi 1650 Psi, Qgi 335 Mscf, dengan produksi sebesar 643 BOPD, 403 BWPD dengan Water Cut 39%), dan hingga sekarang tekanan injeksi turun menjadi 1370 psi dan rate injeksi (Qgi) 0,995 MMscf atau 995 Mscf. karena tekanan alir dasar sumur sudah mengalami penurunan, seiring berjalannya waktu gas lift di sumur ini sering mengalami shut down karena berbagai masalah dan yang terakhir terjadi pada november 2010 karena jalur pipa gas lift mengalami kebocoran disungai. Selain itu tekanan injeksi sumur N-147 sudah mengalami penurunan dimana tekanan injeksi pernah mencapai 1700 psi dan sekarang turun menjadi 1370 psi, maka dari itu penulis melakukan Re-Design untuk mendapatkan produksi yang optimum. Lapisan yang memproduksikan minyak pada sumur N-147 sekarang berada pada kedalaman 8780-8840 ft TVD atau pada zona FF, dengan produksi terakhir 1501 BWPD, 127 BOPD, 285 Mscf (associated gas), WC 92%, 28,7API.

BAB IIIDASAR TEORI

Disamping membahas teori gas lift itu sendiri sangat penting juga untuk membahas mengenai mekanisme aliran fluida dalam media berpori dan teori distribusi tekanan aliran fluida di dalam pipa.

3.1. Mekanisme Aliran Fluida Dalam Media BerporiAliran fluida dari formasi produktif menuju lubang sumur dipengaruhi beberapa faktor, yaitu sifat fisik fluida yang mengalir, geometri sumur dan daerah pengurasan serta perbedaan tekanan antara formasi produktif dengan lubang sumur pada saat terjadi aliran.Mengenai aliran fluida dalam media berpori telah dikemukakan oleh Darcy dalam bentuk persamaan sebagai berikut :(3-1)Keterangan :q= laju produksi, stb/dk= permeabilitas media berpori, md= viscositas fluida, cpA= luas penampang, ft2P= tekanan, psiL= panjang penampang, ft= gradien tekanan aliran, psi/ftPersamaan (3-1) ini kemudian dikembangkan untuk kondisi aliran dari formasi ke lubang sumur yang berbentuk radial, yaitu :

10(3-2)Keterangan :qo= laju produksi, stb/dPe= tekanan formasi pada jarak r = re, psiaPwf= tekanan alir dasar sumur, psiao= viskositas minyak, cpBo= faktor volume formasi minyak, rb/stbko= permeabilitas efektif minyakh= tebal formasi produktif, ftre= jari-jari pengurasan sumur, ftrw= jari-jari sumur, ftPersamaan diatas digunakan dengan asumsi : Fluida yang mengalir satu fasa Aliran mantap (steady state) Formasi homogen Fluida incompressible

3.1.1. Indeks ProduktivitasIndeks produktifitas (PI) merupakan harga yang digunakan untuk menyatakan kemampuan suatu sumur berproduksi. Adapun dalam bentuk persamaan dapat ditulis sebagai berikut :(3-3)Keterangan :PI= indeks produktivitas, stb/d/psiq= laju produksi, stb/dPs= tekanan statik dasar sumur, psiPwf= tekanan alir dasar sumur, psiJika Persamaan (3-2) disubtitusikan kedalam Persamaan (3-3) maka diperoleh :(3-4)3.1.2. Kurva IPRHubungan antara laju produksi dengan tekanan alir dasar sumur dalam kaitannya dengan perencanaan suatu sumur ataupun untuk melihat kelakuan suatu sumur produksi biasanya digambarkan secara grafis yang disebut dengan kurva IPR.

3.1.2.1. Kurva IPR Satu FasaAliran fluida dalam media berpori telah dikemukakan oleh Darcy (1856) dalam persamaan :

(3-5)Persamaan tersebut mencakup beberapa anggapan, diantaranya adalah :a. Aliran mantapb. Fluida yang mengalir satu fasac. Tidak terjadi reaksi antara batuan dengan fluidanyad. Fluida bersifat incompressiblee. Viskositas fluida yang mengalir konstanf. Kondisi aliran Isotermalg. Formasi homogen dan arah aliran horizontalPersamaan diatas selanjutnya dikembangkan untuk kondisi aliran radial, dimana dalam satuan lapangan persamaan tersebut berbentuk :

(3-6)Dimana:Qo= Laju aliran fluida dipermukaan, STB/harih= Ketebalan lapisan, ftK= Permeabilitas batuan, mdo= Viscositas minyak, cpBo= Faktor volume formasi minyak, bbl/STBPwf= Tekanan alir dasar sumur, psiPe= Tekanan formasi pada jarak re, psire= Jari-jari pengurasan sumur, ftrw= Jari-jari sumur, ft Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menggunakan Persamaan (3-6) adalah :a. Fluida berfasa tunggalb. Aliran Mantap (steady state)c. Formasi homogen, horizontald. Fluida incompresibleDengan demikian apabila variabel-variabel dari Persamaan (3-6) diketahui, maka laju produksi (potensi) sumur dapat ditentukan.

3.1.2.2. Kurva IPR Dua FasaUntuk membuat kurva IPR dimana fluida yang mengalir dua fasa, Vogel mengembangkan persamaan hasil regresi yang sederhana dan mudah pemakaiannya, yaitu :

(3-7)Selain itu dalam pengembangannya dilakukan anggapan :1. Reservoir bertenaga pendorong gas terlarut2. Harga skin disekitar lubang bor sama dengan nol3. Tekanan reservoir di bawah tekanan saturasi (Pb)Prosedur pembuatan kurva IPR untuk aliran dua fasa dari Vogel adalah sebagai berikut :Langkah 1.Mempersiapkan data-data penunjang, meliputi : Tekanan Reservoir/Tekanan statis (Ps) Tekanan alir dasar sumur (Pwf) Laju Produksi Minyak (Qo)Langkah 2. Menghitung harga (Pwf /Ps)Langkah3.Mensubstitusikan harga (Pwf/Ps) dari langkah 1 dan harga laju produksi (Qo) ke dalam Persamaan (3-5), dan menghitung harga laju produksi maksimum (Qomax), yaitu :

Langkah 4.Untuk membuat kurva IPR, anggap beberapa harga Pwf dan menghitung harga Qo, yaitu:

Qo = Qomax Langkah 5. Memplot Qo terhadap Pwf pada kertas grafik linier. Kurva yang diperoleh adalah kurva kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur.

3.1.2.3. Kurva IPR Tiga FasaPada saat ini telah tersedia dua persamaan untuk menentukan kelakuan aliran gas, minyak dan air dari formasi ke lubang sumur, yaitu:a. Petrobrasb. Pudjo SukarnoKedua persamaan tersebut dikembangkan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda. Persamaan Petrobras merupakan modifikasi persamaan Vogel, sedangkan persamaan Pudjo Sukarno dikembangkan dengan Simulator. Tetapi dalam sumur kajian yang saya gunakan dalah metode Pudjo Sukarno karena sesuai dengan kondisi lapangan kajian saya. Persamaan Pudjo SukarnoPersamaan ini dikembangkan dengan menggunakan simulator, yang juga digunakan untuk mengembangkan kurva IPR gas-minyak. Anggapan yang dilakukan pada waktu pengembangan persamaan ini adalah : Faktor skin sama dengan nol Gas, minyak dan air berada dalam satu lapisan dan mengalir bersama-sama secara radial dari reservoir menuju lubang sumur.Untuk menyatakan kadar air dalam laju produksi total digunakan parameter water cut, yaitu perbandingan laju produksi air dengan laju produksi cairan total. Parameter ini merupakan parameter tambahan dalam persamaan kurva IPR yang akan dikembangkan. Selain itu, hasil simulasi menunjukkan bahwa pada suatu harga tekanan reservoir tertentu harga water cut berubah sesuai dengan perubahan tekanan alir dasar sumur, yaitu makin rendah harga tekanan alir dasar sumur, makin tinggi harga water cut. Dengan demikian perubahan water cut sebagai fungsi dari tekanan alir dasar sumur, perlu pula ditentukan.Dalam pengembangan kelakuan aliran tiga fasa dari formasi ke lubang sumur, dengan menggunakan analisis regresi yang terbaik menghasilkan persamaan :(3-8)dimana :An, (n = 0, 1 dan 2 ) adalah konstanta persamaan, yang harganya berbeda untuk water cut yang berbeda. Hubungan antara konstanta tersebut dengan water cut ditentukan pula dengan analisis regresi, dan diperoleh persamaan berikut :(3-9)

dimana : Cn . (n = 0, 1 dan 2) untuk masing-masing harga An ditunjukkan dalam Tabel 3-1.Tabel III-1. Konstanta Cn untuk masing-masing An8)

AnC0C1C2

A00.9803210.01156610.179050 x 10-4

A1-0.4143600.003927990.237075 x 10-5

A2-0.5648700.007620800.202079 x 10-4

Sedangkan hubungan antara tekanan alir dasar sumur terhadap water cut dapat dinyatakan sebagai Pwf/Pr terhadap WC/WC @ Pwf = Pr , dimana (WC/WC @ Pwf = Pr) telah ditentukan dengan analisis regresi yang menghasilkan persamaan berikut :(3-10)dimana P1 dan P2 tergantung dari harga water cut. Dari hasil analisis regresi menghasilkan persamaan berikut :(3-11)(3-12)dimana water cut dinyatakan dalam persen (%) dan merupakan data uji produksi.Sumur-sumur yang sudah cukup lama berproduksi biasanya telah memproduksikan gas minyak dan air sehingga persamaan Vogel tidak sesuai lagi dengan kondisi sumur sebenarnya. Untuk membuat kurva IPR pada kondisi yang demikian maka Pudjo Sukarno mengembangkan suatu metoda perhitungan kinerja aliran fluida multifasa. Prosedur perhitungan kinerja aliran fluida multi fasa dari formasi ke lubang sumur adalah sebagai berikut :1. Siapkan data-data penunjang yang meliputi : Tekanan reservoir atau tekanan statis sumur. Tekanan alir dasar sumur. Laju produksi minyak dan air. Water cut berdasarkan uji produksi.

2. Hitung harga WC@Pwf=Pr = dimana harga P1 dan P2 dihitung dengan persamaan (3-11) dan (3-12).3. Berdasarkan harga WC@Pwf=Pr hitung konstanta A0, A1, dan A2 dengan menggunakan persamaan :An = Co + C1(WC) + C2 (WC)2(3-13)Untuk masing-masing harga An ditunjukkan dalam Tabel 3-1.4. Berdasarkan data uji produksi, tentukan laju produksi cairan total maksimum dengan menggunakan persamaan :

(3-14)5. Berdasarkan harga Qtmax dari langkah (4) dapat dihitung laju produksi minyak untuk berbagai harga tekanan alir dasar sumur.6. Hitung laju produksi air untuk setipa water cut pada setiap Pwf dengan :

(3-15)7. Membuat tabulasi harga-harga Qw, Qo, dan Qt untuk berbagai harga Pwf pada Ps aktual8. Jika data berbagai harga tekanan alir dasar sumur diplot dengan berbagai harga laju produksi total maka akan diperoleh kurva IPR multi fasa.

3.1.3. Kurva Outflow Performance Relationship (OPR)Kurva OPR merupakan kurva plot antara tekanan alir dasar sumur (Pwf) dan laju produksi (q) dengan menggunakan dasar ukuran serta panjang dari flowline dan tubing yang digunakan. Cara pembuatan kurva OPR pada dasarnya sama dengan pada pembuatan kurva IPR, hanya ditambahkan data tekanan separator, Gas Liquid Ratio (GLR), rate produksi yang diasumsikan serta ukuran dan panjang flowline dan tubing yang digunakan.Dengan mengasumsikan harga q untuk beberapa rate produksi, kemudian dari harga rate produksi dan tekanan separator dapat ditentukan tekanan di kepala sumur (Pwh) dengan menggunakan grafik pressure traverse. Setelah harga Pwh diketahui, maka dengan bantuan grafik pressure traverse dapat ditentukan besarnya harga Pwf. Kemudian plot harga asumsi dengan harga Pwf yang diperoleh. Untuk menghitung tekanan downstream (Pwf) jika diketahui tekanan upstream (Pwh), maka cara penggunaan pressure traverse adalah sebagai berikut :1. Pilih grafik yang sesuai dengan laju alir yang diasumsikan, ukuran pipa dan water cut.2. Plot tekanan upsteam pada sumbu tekanan dan tarik garis lurus vertical kebawah sampai memotong garis gradient untuk GLR yang sesuai.3. Membuat garis mendatar kekiri sampai memotong sumbu kedalaman.4. Membuat garis vertikal kebawah sesuai dengan panjang dari flowline atau tubing yang digunakan.5. Tarik garis kekanan sampai memotong garis gradien untuk GLR yang sesuai.6. Tarik garis ke atas sampai memotong sumbu tekanan.7. Tekanan upstream dapat dibaca pada perpotongannya.

3.2. Analisa NodalAnalisa nodal diterapkan untuk menganalisa suatu sistem yang tersusun dari komponen yang saling berhubungan. Yang berhubungan dengan listrik, jaringan pipa kompleks dan sistem pompa sentrifugal juga dianalisa menggunakan metode Analisa Nodal. Analisa Nodal diterapkan pada sistem produksi sumur yang dikemukakan pertama kali oleh Gilbert pada tahun 1954 kemudian dikembangkan oleh Nind pada tahun 1964 dan Brown pada tahun 1978. Pada Gambar 3.1. menunjukkan skema dari sistem produksi yang terdiri tiga bagian, yaitu :1. Aliran melalui media berpori.2. Aliran melalui pipa vertical.3. Aliran melalui pipa horizontal.

INTAKEINCLINE TUBINGVERTICALHORIZONTAL FLOWINCLINED FLOWSEPARTORTO SALESSTOCK TANKFLOW THROUGH POROUS MEDIA FLOWING WELLHEAD PRESSURE

Gambar 3.1. Sistem Produksi3)Pada Gambar 3.2. menunjukkan berbagai kehilangan tekanan yang dapat terjadi pada sistem secara keseluruhan dari reservoir sampai ke separator.

Gambar 3.2. Kehilangan Tekanan Pada Sistem4)

Prosedur Analisa Nodal terdiri dari bagian yang berupa nilai atau titik. Lokasi dari titik-titik tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.3. Setiap titik dikelompokkan sebagai fungsi dari perbedaan tekanan yang ada dan tekanan atau laju alirnya dapat ditunjukkan secara matematika atau fisika.

Gambar 3.3. Lokasi Node4)Dengan menggunakan Analisa Sistim Nodal dapat pula dijelaskan tentang pengaruh perubahan kadar air, perubahan perbandingan gas-cairan terhadap laju produksi suatu sumur. Laju produksi sumur akan menurun dengan meningkatnya kadar air. Hal ini sering ditemui yang berproduksi pada reservoir bertenaga air.Apabila sumur berproduksi dengan laju produksi yang rendah, pada suatu perbandingan gas-cairan yang rendah pula, maka laju produksi sumur dapat diusahakan untuk ditingkatkan dengan cara meningkatkan perbandingan gas-cairan tersebut dilakukan dengan menambahkan gas dari permukaan ke dalam tubing. Dengan injeksi gas ini diharapkan perbandingan cairan dalam tubing akan meningkat, lebih besar dibandingkan dengan perbandingan gas-cairan yang berasal dari formasi.

3.3. Kinerja Aliran Fluida Dalam Pipa VertikalAliran fluida dalam media pipa didefinisikan sebagai gerakan dari fluida yang mengalir di dalam pipa, dimana untuk fluida yang mengalir dapat terdiri dari fluida satu fasa, dua fasa maupun tiga fasa.Teori dasar persamaan fluida dalam pipa dikembangkan persamaan energi, yang menyatakan keseimbangan energi antara dua titik dalam sistem aliran fluida. Persamaan ini mengikuti hukum konversi energi, yang menyatakan bahwa energi yang masuk ke titik 1 dalam pipa ditambah dengan kerja yang dilakukan oleh fluida antara titik 1 dan 2 dikurangi dengan energi yang hilang antara titik 1 dan 2 sama dengan energi yang keluar dari titik 2.Dengan menganggap sistim adalah steady state, maka kesetimbangan energi dapat ditulis sebagai berikut :

(3-16)dimana :U= energi dalampV= energi ekspansi mv2/2gc= energi kinetikmgz/gc= energi potensialq= energy panas yang ditambahkan (masuk) ke dalam sistemW= merupakan kerja yang dilakukan oleh fluida z= ketinggian yang dihitung dari suatu datum tertentuPada aliran fluida dalam pipa, adanya kehilangan tekanan disebabkan oleh gesekan, perbedaan ketinggian serta adanya perubahan energi kinetik. Umumnya gesekan terjadi pada dinding pipa,perbandingan antara shear stress dengan energi kinetik persatuan volume menunjukkan shear stress terhadap tekanan secara keseluruhan.Penentuan faktor gesekan untuk aliran satu fasa tergantung pada tipe alirannya (laminar atau turbulen) sedangkan perhitungan gradien tekanan untuk aliran dua fasa memerlukan harga-harga kondisi aliran seperti kecepatan aliran dan sifat-sifat fluida ( seperti berat jenis, viskositas, dan beberapa hal tegangan permukaan). Apabila harga-harga tersebut telah dapat ditentukan untuk masing-masing fasa yang mengalir, maka perlu dilakukan penggabungan-penggabungan.Pendekatan untuk penentuan faktor gesekan aliran satu fasa turbulen dibuat berdasarkan kekasaran pipa. Untuk pipa halus korelasi yang dikembangkan berlaku untuk selang bilangan berbeda-beda. Persamaan yang umum digunakan untuk selang harga NRe yang luas, yaitu 3000