study regional sumatera gas
TRANSCRIPT
I. Peta Lokasi
Cekungan Sumatra Tengah merupakan salah satu cekungan penghasil minyak
bumi yang paling utama di Indonesia. Dalam rangka explorasi dan eksploitasi minyak
bumi, banyak hal telah ditulis untuk membuat model geologi Cekungan Sumatra
Tengah berdasarkan data-data baik berupa seismik, log listrik, core dan analisis-
analisisnya.
Cekungan Sumatra Tengah (gambar 1) merupakan bagian dari beberapa
cekungan yang ada di sumatra, yang mana dibatasi pada bagian barat laut yaitu
Cekungan Sumatra Utara, dibagian tenggara yaitu Cekungan Sumatra Selatan,
dibagian selatan yaitu Cekungan Bengkulu dan di bagian barat daya yaitu Cekungan
Ombilin.
Gambar 1.Lokasi Cekungan Sumatera Tengah
II. Fisiografi
Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan belakang busur atau back arc
basin yang berkembang di sepanjang tepi barat dan selatan Paparan Sunda yang
terletak di sebelah barat daya Asia Tenggara. Cekungan ini merupakan hasil dari
perkembangan struktur geologi yang berkembang akibat adanya tumbukan dari
lempeng Samudra Hindia dengan lempeng Asia Tenggara yang arahnya oblique atau
1
menyudut. Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan busur belakang yang
memiliki batuan dasar (basement) paling dangkal di sepanjang tepi lempeng Sunda.
Sistem cekungan busur dalam ini diawali dari cekungan Sumatra Utara kemudian
sejajar mengikuti pola zona tumbukan antara lempeng Samudera Hindia dengan
lempeng Eurasia. Cekungan ini dibatasi di bagian barat dan barat daya oleh Bukit
Barisan, bagian utara oleh Busur Asahan, bagian tenggara oleh Tinggian Tigapuluh,
dan bagian Timur oleh Sunda Craton.
Gambar 2. Posisi Cekungan Sumatra Utara
Cekungan Sumatra Tengah mulai terbentuk pada awal Tersier (Eosen-Oligosen)
dan merupakan seri dari struktur half graben yang terpisah oleh block horst. Batuan
Tersier tersingkap dari Bukit Barisan di sebelah barat Sumatra hingga ke dataran
pantai timur Sumatra. Pada beberapa daerah half graben ini diisi oleh sedimen clastic
non marine dan sedimen danau dari Formasi Pematang yang mencapai ketebalan 6000
kaki. Proses pengangkatan, perlipatan dan pensesaran terjadi pada Formasi Pematang
dan diikuti oleh amblesan secara regional yang menjadikan cekungan tersebut berada
dalam kondisi transgresi pada Miosen Awal. Cekungan Sumatra tengah berbentuk
asimetris yang mengarah barat laut- tenggara. Bagian yang terdalam terletak pada
bagian barat daya dan melandai ke arah Timur Laut. Hal ini disebabkan karena adanya
patahan-patahan bongkah pada landas cekungan yang umumnya berbentuk half
graben.
2
III. Tatanan Tektonik
Gambar 3. Peta tektonik Cekungan Sumatera
Tatanan tektonik yang terdapat pada Cekungan Sumatera Tengah dipengaruhi
oleh pergerakan dan tumbukan antara Lempeng Samudera India dengan Lempeng
Eurasia, yang dicirikan oleh blok-blok patahan yang umumnya membentuk orietasi
utara-selatan yang berupa rangkaian horst dan graben. Terdapat dua pola struktur
utama di Cekungan Sumatera Tengah, yaitu yang lebih tua cenderung berarah utara-
selatan (N-S) dan pola-pola muda cenderung berarah baratlaut-tenggara (NW-SW).
Sistem patahan blok yang terutama berarah utara-selatan, membentuk suatu seri horst
dan graben, yang mengontrol pola pengendapan sedimen Tersier Bawah. Menurut De
Coster (1974) bentuk struktur yang saat ini berkembang di Cekungan Sumatera
Tengah dihasilkan oleh sekurang-kurangnya tiga fase tektonik utama yang terpisah,
3
yaitu Orogenesa Mesozoikum Tengah (Pretertiary), Tektonik Kapur Akhir-Tersier
Awal (Eocene-Oligocene) dan Orogenesa Plio-Plistosen. Orogenesa Mesozoikum
Tengah ditafsirkan merupakan penyebab utama termalihannya endapan-endapan
Paleozoikum dan Mesozoikum yang sekarang dikenal sebagai batuan dasar.
Secara umum keadaan teknonik dan stratigrafi di Cekungan Sumatra Tengah dapat
digambarkan dalam 3 phase utama (major cycles). Ke tiga phase tectonic ini adalah:
1. Pre rift – yang terdiri dari batuan dasar (basement) lebih tua dari Tertiary. Batuan
dasar ini ber orientasi NW- SE dan NNW-SSE. Struktur yang ada pada umumnya
berupa patahan yang tentunya telah mengalamai “reactivation” menjadi sesar naik
dan geser. Patahan patahan ini juga merupakan batas dari “basement terranes”
yang ada. Ada 5 struktur utama yang berkembang, yaitu Mountain Front , Central
Deep, Kubu High, Rokan Uplift dan Coastal Plain. Mountain Front dibagian barat
yang mana berada pada pinggiran bukit barisan yang tersingkap menjadi sturktur
antiklin, ke bagian utara ada Kubu High, sedangkan di bagian selayan ada Central
Deep. Akumulasi sedimen yang tebal pada bagian Central Deep yang dibatasi ke
bagian timar oleh sturuktur patán yang membentuk tinggian yaitu Rokan Uplift..
Struktur dan batuan dari “basement” ini sangat berpengaruh pada pembentukkan
struktur dan endapan batuan Tertiary diatasnya.
Gambar 4. Perkembangan tektonik Cekungan Sumatera Tengah fase Pre-rift yang
mendasari pembentukan cekungan (G,MERTOSONO, !PA 1974)
4
2. Phase Synrift – yaitu phase pembentuk kan rift pada awal Eocene – akhir
Oligocene yang di isi oleh endapan Grup Pematang yang terdiri dari 3 formasi
yaitu Lower Red Bed, Browns Shale dan Upper Red Bed, kurang lebih mulai dari
50 – 25.5 Ma. Geometry dari rift ini adalah ’’half graben“. Pada awal terjadi
pembentukan rift atau graben endapan Pematang yang terdiri dari endapan alluvial
dan fluvial. Endapan alluvial Lower Red Bed yang di dominasi oleh batuan
conglomerate/ fanglomerate , batu pasir dan mudstone yang berwana merah
dengan sortasi pada umumya buruk. Diatas Lower Red Bed di endapan kan Brown
Shale, yang merupakan endapan “lacustrine” dan merupakan source rock untuk
Cekungan Sumatra Tengah. Brown Shale terutama terdiri dari batuan serpih
berwarna coklat tua ke hitaman serta di beberapa tempat ada coal dan batu pasir
halus. Serpih pada Brown Shale sangat kaya akan bahan organic dengan TOC.
Phase synrift di akhiri dengan endapan fluvial dari Upper Red Bed . Upper Red
Bed secara umum terdiri dari batu pasir yang dibeberapa tempat konglomeratan,
batu lempung dan paleosol. Akhir dari syn rift di Cekungan Sumatra Tengah umur
nya adalah 25.5 Ma.
Gambar 5. Fase tektonik pembentukan rift
5
3.a. Phase post rif - sagging. Pada masa ini secara umum Cekungan Sumatra Tengah
mengalami penurunan dan akibatnya air laut mulai menggenangi Cekungan ini.
Endapan pada phase ini adalah Grup Sihapas yang terdiri dari formasi-formasi
Menggala, Bangko, Bekasap, Duri dan Telisa. Secara umum terjadi suatu
transgresi. Grup Sihapas bagian bawah terdiri dari batu pasir dengan kualitas
porositas dan permeabilitas yang bagus sekali yang juga merupakan reservoir
utama di Cekungan Sumatra Tengah. Sedangkan bagian atas di dominasi
endapan serpih dan batu pasir halus terutama di Formasi Telisa yang meupakan
“seal” untuk cebakan hidrokarbon. Namun di beberapa tempat endapan Telisa
yang merupakan endapan neritic sampai laut dangkal juga punya potensi sebagai
reservoir terutama yang di endapkan di estuarine system. Phase ini di akhiri pada
13.8 Ma yang secara regional di Cekungan Sumatra Tengah di tandai dengan
endapan dari arah Bukit Barisan (Wing Foot member of Petani Formation) yang
mengendap secara “on lapping” pada Formasi Telisa.
3.b. Post rift uplift. Pada phase ini secara umum penurunan Cekungan Sumatra
Tengah mulai melambat. Genang laut yang terjadi sebelum nya mulai ke arah
regressi, dimana Formasi Petani di endapkan. Secara regional ini bersamaan
dengan pembentuk kan pegunungan Bukit Barisan. Mulai dari phase ini,
pembentuk kan struktur struktur perangkap hidrokarbon di Cekungan Sumatra
dimulai dan berlanjut sampai puncak nya (pengangkatan) pada akhir Miocene (5
Ma). Struktur lain yang juga menjadi ciri utama di Cekungan Sumatra Tengah
adalah dikenali nya (pengangkatan) pada akhir Miocene (5 Ma). Struktur lain
yang juga menjadi ciri utama di Cekungan Sumatra Tengah adalah dikenalinya
struktur Sunda Fold .Merupakan struktur yang terjadi akibat sesar geser (wrench
fault) pada half graben. Cirinya adalah anticlinal di puncak struktur dan synclinal
di dasar struktur.
6
Gambar 6. Fase tektonik (post rift uplift) Plio-Pliestosen
IV. Stratigrafi Regional
Batuan dasar yang berfungsi sebagai landasan Cekungan Sumatera Tengah dapat
dibagi menjadi tiga kelompok batuan, yaitu Mallaca Terrane, Mutus Assemblage, dan
Graywacke Terrane. Ketiganya hampir paralel .
1. Quartzite Terrane atau disebut juga Mallaca Terrane terdiri dari kuarsit,
batugamping kristalin, sekis danserpih yang berumur 295 Ma dan 112 – 122,
150 Ma serta diintrusi oleh pluton granodioritik dan granitik yang berumur
Jura. Kelompok ini dijumpai pada coastal plain yaitu bagian timur dan timur
laut.
2. Mutus Assemblage (Kelompok Mutus), merupakan zona suture yang
memisahkan antara Quartzite Terrane dan Deep-Water Assemblage.
Kumpulan Mutus ini terletak di sebelah baratdaya dari coastal plain dan terdiri
dari batuan ofiolit dan sedimen laut dalam.
3. Deep – Water Mutus Assemblage atau disebut Graywacke Terrane, Kelompok
ini terletak dibagian baratdaya dari kelompok Mutus. Kelompok ini tersusun
oleh Graywacke, pebbly – mudstone dan kuarsit.
Secara tidak selaras diatas batuan dasar diendapkan suksesi batuan-batuan sedimen
Tersier. Stratigrafi Tersier di Cekungan Sumatera Tengah dari yang tua ke yang paling
7
muda adalah Kelompok Pematang, Kelompok Sihapas (Formasi Menggala, Bangko,
Bekasap, dan Duri), Formasi Telisa, Formasi Petani dan diakhiri oleh Formasi Minas.
Gambar 9. Kolom Stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah
Kelompok Pematang
Kelompok Pematang diendapkan tidak selaras di atas batuan dasar, kelompok ini
diendapkan pada lingkungan danau/lakustrin dan fluvial dengan sedimen yang berasal
dari tinggian disekelilingnya dan berumur Paleogen. Kelompok Pematang dibagi
menjadi tiga Formasi:
Formasi Lower Red Bed terdiri dari batulempung, batulanau, batupasir arkose,
konglomerat yang diendapkan pada lingkungan darat dengan sistem pengendapan
kipas alluvial dan berubah secara lateral menjadi lingkungan fluviatil dan lakustrin.
Formasi Brown Shale terdiri dari serpih berwarna coklat dan diendapkan pada
lingkungan lakustrin dalam sampai lakustrin dangkal. Selain batulempung, di formasi
ini juga terdapat endapan-endapan kipas alluvial dan turbid.
Formasi Upper Red Bed terdiri dari litologi batupasir, konglomerat dan serpih
merah kehijauan yang diendapkan pada lingkungan lakustrin.
8
Kelompok Sihapas
Kelompok Sihapas diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Pematang.
Unit–unit sedimennya merupakan sikuen transgresif yang menyebabkan
penenggelaman lingkungan pengendapan darat menjadi fluvio – deltaic. Flavio –
deltaic ini ditandai oleh sikuen batupasir menghalus ke atas yang bersifat
konglomeratik, berbutir kasar dan halus serta tertutup oleh serpih calcareous dan
mudstone. Formasi Bangko yang lingkungan pengendapannya sangat besar
dipengaruhi oleh intertidal dan laut. Sedimen–sedimennya diendapkan mulai Oligosen
Akhir sampai Miosen Awal. Sedimen Kelompok Sihapas meluas ke seluruh cekungan
dengan Formasi laut dalam Telisa di bagian atas yang menunjukkan bagian puncak
transgresi. Kelompok Sihapas terbagi menjadi empat formasi, yaitu :
Formasi Menggala, merupakan formasi paling tua di Kelompok Sihapas,
diperkirakan berumur Miosen Awal. Litologinya tersusun atas batupasir halus
sampai kasar yang bersifat konglomeratan. Lingkungan pengendapannya berupa
braided river sampai non – marine (Dr. Ukat Sukanta dan Dr. Darwin kadar,
1997). Ketebalan formasi ini mencapai 1800 kaki.
Formasi Bangko, berumur sekitar Miosen Awal. Formasi ini diendapkan secara
selaras diatas Formasi Menggala. Litologinya berupa serpih abu-abu yang bersifat
gampingan berselingan dengan batupasir halus sampai sedang. Lingkungan
pengendapannya Eustuarin (Dr. Ukat Sukanta dan Dr. Darwin kadar, 1997).
Ketebalan formasi ini sekitar 300 kaki.
Formasi Bekasap, mempunyai kisaran umur Miosen Awal. Formasi ini
diendapkan secara selaras diatas Formasi Bangko. Litologi penyusunnya berupa
batupasir dengan kandungan glaukonit di bagian atasnya serta sisipan serpih,
batugamping tipis dan lapisan tipis batubara. Lingkungan pengendapan dari
estuarin, intertidal, inner – neritic sampai middle / outer (Dr. Ukat Sukanta dan
Dr. Darwin kadar, 1997). Ketebalan formasi ini sekitar 1300 kaki.
Formasi Duri, merupakan bagian teratas dari Kelompok Sihapas. Formasi Duri
diendapkan secara selaras diatas Formasi Bekasap dan diperkirakan berumur
Miosen Awal. Litologinya berupa batupasir berukuran halus sampai medium
diselingi serpih dan sedikit batugamping. Lingkungan pengendapannya adalah
middle-outer Neritic (Dr. Ukat Sukanta dan Dr. Darwin kadar, 1997). Ketebalan
formasi ini maksimum 900 kaki.
9
Formasi Telisa
Formasi ini diendapkan secara menjari dengan formasi dibawahnya, yaitu
menjari dengan Formasi Bekasap disebelah barat daya, di sebelah timur laut menjari
dengan Formasi Duri (Yarmanto dan Aulia, 1998). Di beberapa tempat juga ditemukan
hubungan sejajar dengan formasi dibawahnya. Formasi ini berumur Miosen Awal –
Miosen Tengah terdiri dari suksesi batuan sedimen yang didominasi oleh serpih
dengan sisipan batu lanau yang bersifat gampingan, berwarna abu kecoklatan dan
terkadang dijumpai batugamping. Lingkungan pengendapan formasi ini mulai neritic,
sampai non – marine (Dr. Ukat Sukanta dan Dr. Darwin kadar, 1997)). Ketebalan
Formasi Telisa sekitar 1600 kaki. Satu peristiwa yang cukup penting di Cekungan
Sumatera Tengah adalah munculnya intrusi dan ekstrusi batuan beku berumur Miosen
Tengah (12 – 17 Ma) sesaat setelah hiatus Duri. Komposisi batuan-batuan intrusive
tersebut menunjukkan lingkungan kejadian cekungan belakang busur (Heidrick dan
Aulia, 1993).
Formasi Petani
Formasi Petani ini diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Telisa dan
Kelompok Sihapas dan berumur Miosen Tengah – Plistosen. Formasi ini berisi sikuen
monoton serpih – mudstone dan berisi interkalasi batupasir minor dan batulanau yang
kearah atas menunjukkan pendangkalan lingkungan pengendapan dan penyusutan
pengaruh laut sehingga lingkungan pengendapan berubah dari laut pada bagian
bawahnya menjadi daerah payau pada bagian atasnya. Formasi Petani merupakan awal
dari fase regresif yang menunjukkan akhir dari periode panjang transgresif di
Cekungan Sumatera Tengah.
Formasi Minas
Merupakan endapan kuarter yang diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi
Petani. Litologi Formasi minas terdiri dari laisan-lapisan tipis konglomerat, pasir
kuarsa, pasir lepas, kerikil, lempung yang merupakan endapan fluvial-alluvial yang
diendapkan dari zaman Plistosen hingga saat ini.
10
Gambar 8. Kolom Kronostratigrafi Cekungan Sumatera Tengah
Gambar 9. Kolom tektononostratigrafi Cekungan Sumatera Tengah
11
Gamabar 10. a) Penampang seismic di daerah Sumai (Cekungan Sumatera Tengah)
yang memperlihatkan adanya flower structure (b) Flattening seismic yang
memberikan ilustrasi konfigurasi half graben depocenter Sumai dan bagian yang
tererosi.
V. Mekanisme Pembentukan Cekungan
Cekungan Sumatra Tengah mulai terbentuk pada awal Tersier (Eosen-
Oligosen) dan merupakan seri dari struktur half graben yang terpisah oleh block horst.
Batuan Tersier tersingkap dari Bukit Barisan di sebelah barat Sumatra hingga ke
dataran pantai timur Sumatra. Pada beberapa daerah half graben ini diisi oleh sedimen
clastic non marine dan sedimen danau dari Formasi Pematang yang mencapai
ketebalan 6000 kaki. Proses pengangkatan, perlipatan dan pensesaran terjadi pada
Formasi Pematang dan diikuti oleh amblesan secara regional. Perkembangan cekungan
ini sangat dipengaruhi oleh dua sistem sesar utama, yaitu Sesar Sumatra dan Sesar
Malaka yang mengakibatkan penyesaran bongkah (block faulting) sebagai pull apart
basin.
12
Gambar 11. Pull apart basins
Bukit barisan merupakan jalur mobile yang terutama terdiri dari batuan Pre -
Tersier yang telah mengalami beberapa kali perlipatan, pengangkatan dan patahan di
Kala awal Tersier dan terakhir Kala Plio - Pleistosen hingga Resen sepanjang jalur
Sesar semangko yang mengakibatkan seluruh lapisan Tersier dan Pre - Tersier.
Dimana secara tektonik lempeng Jalur Bukit Barisan merupakan busur magmatik
(inner magmatic arc) yang dibatasi di sebelah Baratdaya oleh “inner - arc basin” dan
ke arah Baratdaya dari Inner - arc basin oleh busur luar dan subduction zone.
Gambar 12.Penampang Cekungan Sumatera Tengah
13
VI. Klasifikasi Cekungan
Seperti yang telah dibahas di atas mengenai mekanisme pembentukan
cekungan, Cekungan Sumatera Tengah mulai terbentuk pada awal Tersier (Eosen-
Oligosen) dan merupakan seri dari struktur half graben yang terpisah oleh block horst.
Batuan Tersier tersingkap dari Bukit Barisan di sebelah barat Sumatra hingga ke
dataran pantai timur Sumatra. Pada beberapa daerah half graben ini diisi oleh sedimen
clastic non marine dan sedimen danau dari Formasi Pematang. Proses pengangkatan,
perlipatan dan pensesaran terjadi pada Formasi Pematang dan diikuti oleh amblesan
secara regional. Perkembangan cekungan ini sangat dipengaruhi oleh dua sistem sesar
utama, yaitu Sesar Sumatra dan Sesar Malaka yang mengakibatkan penyesaran
bongkah (block faulting) sebagai pull apart basin.
Gambar 13. Klasifikasi jenis cekungan di Indonesia
14
VII. Petroleum System
• Batuan Sumber
Sumber utama akumulasi minyak di cekungan Sumatra tengah adalah serpihan
lacustrine dari Formasi Kelompok serpih Pematang/Kelesa. Unit-unit sumber ini
merupakan lapisan tertekan terhadap sebuah rangkaian graben rift berumur paleogen
dengan sumber utama tak lebih dari trend arah utara-selatan. Distribusi lapisan batuan
sumber sampai graben ini sangat di pengaruhi oleh morfologi struktur, gelombang
sedimen, posisi graben, dan lacustrine yang terhubung dengan variasi fasies. Meskipun
batuan sumber paling baik berasosiasi dengan fasies lacustrine energi rendah, unit
sumber lacustrine dangkal juga terbentuk. Variasi fasies sampai unit-unit sumber
memiliki timah terhadap bermacam-macam minyak yang dikembangkan.
Potensi sumber lebih lanjut yang ada sampai Formasi Telisa kelompok Sihapas dan
laut kecil terhadap unit paralic Kelompok Petani. Unit ini didomonasi oleh gas prone
kerogen.
Gambar 14. Petroleum system Cekungan Sumatra Tengah
15
• Reservoir
Pada cekungan Sumatra Tengah, reservoir terjadi sampai Kelompok Sihapas
dan Pematang. Baik bagian atas maupun bawah Formasi Sihapas, batupasir merupakan
penghasil minyak pada daerah Lalang dan Mengkapan, namun hanya batupasir bagian
bawah Formasi Sihapas yang sesuai dengan ilmu pengetahuan saai ini, menjadi cukup
tebal dan berkelanjutan untuk menyediakan aspek komersil yang sangat penting.
Reservoir Sihapas bagian bawah umumnya bersih, batupasir berkuarsa, mengandung
sedikit glaukonite, lempung detrital, feldspar dan fragmen batuan. Porositas secara
umum baik dengan rata-rata 25% pada daerah Lalang dan agak sedikit di daerah
Mengkapan bagian dalam. Porositas primer intergranular adalah yang paling penting,
penamabahan pada daerah tersebut oleh porositas sekunder yang dihasilkan oleh
pelepasan alkali feldspar yang tidak stabil.
Batupasir berbutir kasar dan konglomerat Formasi Pematang seharusnya dapat
menjadi reservoir yang baik, jika lokasinya pada posisi perangkap migrasi
hidrokarbon.
• Seal
Sebuah penutup untuk pengidentifikasian rangkaian reservoir adalah
interbedded batulanau dan batulempung yang terlihat sampai masing-masing formasi.
Sebelumnya belum terlihat tanda-tanda adanya minyak atau resapan gas; jika ada dapat
mengindikasikan baik kurang dan terobosan penutup cekungan Sumatra Tengah.
Tekanan yang berlebihan Formasi Binio kelompok Petani pada reservoir pasir, sebagai
bukti dari sejumlah blowout di suatu daerah, dapat juga dianggap sebagai indikator
penutup.
Secara regional, serpih diatas Formasi Telisa menyediakan penutup atas untuk
akumulasi minyak sampai pasir Kelompok Sihapas. Hasil dari sumur Lalang adalah
bersesuaian dengan data yang terpublikasi (Hasan , Kamal & Langitan, 1977) bahwa
serpih pada Kelompok Sihapas biasanya tidak efektif dari keefektifan penutup
intraformasi.
• Maturasi
16
SUMMARY OF THE PETROLEUM SYSTEM
Cekungan Sumatra Tengah dianggap sebagai sebuah cekungan yang panas;
pada kenyataannya yang paling panas. Gradien geothermal rata-ratanya (“GTG”)
adalah 4,68oF/100 kaki. Harga rata-rata aliran panas saat ini di Sumatra antara 11,39
unit aliran panas (UAP) (kira-kira 3,6oF/100 kaki GTG) seluruh bagian utara cekungan
Sumatra sebesar 3,27 UAP (GTG 4,68oF/100 kaki dari 84 sumur) dari seluruh
cekungan Sumatra Tengah.
Generasi utama minyak pada graben sumber hidrokarbon utama telah terjadi
sejak umur Plio-Pleistosen. Migrasi aktif terjadi juga pada saat itu dan sebagai fase
terakhir dari struktur utama merupakan satu waktu (sezaman), struktur masih
berkembang hingga saat ini. Gas biogenik di Formasi Binio sampai cekungan Sumatra
tengah tersumberkan dan tertutup oleh batulempung yang kaya akan bahan organik
dan batulanau yang terasosiasikan dengan formasi tersebut. Gas diperoleh dari batang
bor di Formasi Binio dan interval metan hingga 98%. Hal ini dipercaya bahwa
penempatan gas ini terhubung dengan peristiwa kompresional berumur Miosen-Pliosen
di suatu daerah yang menhasilkan pengangkatan sebuah penurunan pada tekanan
pembebanan dan gas menjadi exsolved dari larutan terhadap perkembangan struktur.
• Migrasi
Migrasi dari sumber depocenter telah diatur terutama oleh morfologi struktur
dan waktu. Migrasi ulang yang kedua dari akumulasi minyak awal kedalam struktur
yang lebih muda juga terbentuk.
Migrasi terjadi sepanjang retakan, sesar dan ketidakselarasan. Susunan
keseluruhan struktur graben telah ditunjukan oleh arah migrasi, baik primer maupun
sekunder. Hal ini jelas terlihat bahwa migrasi ini keluar dari kedalaman dapur sumber
ke arah flexural hinge graben daripada sepanjang garis tepi batas sesar.
Ketinggian struktur sering terjadi pada platform dekat batas graben dimana
arah graben berubah atau dimana dua atau lebih graben menyilang (contoh ketinggian
Beruk, Napuh dan Melibur). Ketinggian-ketinggian ini telah termudakan, terangkatkan
dan terkena gaya tektonik oleh pergerakan Barisan.
17
Gambar 15. Tabel waktu pembentukan hidrokarbon
VIII. Penentuan Hidrokarbon
Batupasir bagian bawah Sihapas kemungkinan ada pada cekungan Sumatra
Tengah. Serpih lacustrine Formasi Pematang dan formasi Sihapas bagian bawah ini
kemungkinan yang menjadi batuan sumber penentu. Migrasi hidrokarbon dari batuan
sumber diatur oleh morfologi struktur dan waktu.
Gambar 16. Penentuan Hidrokarbon
IX. Kesimpulan
18
Cekungan Sumatra Tengah merupakan salah satu cekungan penghasil minyak bumi
yang paling utama di Indonesia. Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan
belakang busur atau back arc basin yang berkembang di sepanjang tepi barat dan
selatan Paparan Sunda yang terletak di sebelah barat daya Asia Tenggara.
Keadaan teknonik dan stratigrafi di Cekungan Sumatra Tengah dapat digambarkan
dalam 3 phase utama (major cycles). Ketiga phase tectonik ini adalah:
1. Fase Pre-Rift
2. Fase Syn-Rift
3. Fase Post-Rift
Stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah Batuan dasar yang berfungsi sebagai landasan
Cekungan Sumatera Tengah dapat dibagi menjadi tiga kelompok batuan, yaitu :
Quartzite Terrane atau disebut juga Mallaca Terrane
Mutus Assemblage (Kelompok Mutus)
Deep – Water Mutus Assemblage atau disebut Graywacke Terrane
Kelompok Pematang
Kelompok Pematang dibagi menjadi tiga Formasi:
• Formasi Lower Red Bed
• Formasi Brown Shale
• Formasi Upper Red Bed
Kelompok Sihapas
Kelompok Sihapas terbagi menjadi empat formasi, yaitu :
• Formasi Menggala
• Formasi Bangko
• Formasi Bekasap
• Formasi Duri
19
Formasi Telisa
Formasi Petani
Formasi Minas
DAFTAR PUSTAKA
20
A. J. Barber, M. J. Crow & J. S. Milson, 2005. Geology, Resources, and Tectonic
Evolution Sumatra, Publisher by The Geological Society, London
D.R. Kingston, C.P. Dishroon, and P.A. Williams, Global Basin Classification System.
G. L. DE COSTER, 1974. The Geology of The Central and South Sumatra Basin, Proceeding 3rd Annual Convention IPA, Jakarta
Gumilar, bambang dkk, 1996. An analysis of Low Contrast Pay in Telisa sand Packages in central sumatera, Proceeding 25th Annual Convention IPA, Jakarta.
Hardjono & C. M. Atkinson, 1990. Coal Resources in Central Sumatra Indonesia, Direktorate of Mineral Resources, Jakarta
Koesoemadinata, 1980. Geologi Minyak dan Gasbumi. Edisi kedua, Jilid 2. Penerbit ITB.
PT Patra Nusa Data, 2006. Indonesia Basin Summaries.Jakarta.
R. Heryanto, N. Suwarna & H. Panggabean, 2004. Hydrocarbon Source Rock Potential of The Eocene-Oligocene Keruh Formation in The Southwestern Margin of The Central Sumatera Basin. Jakarta
S. Mertosono & G. A. S. Nayoan, 1974. The Tertiary Basinal Area of Central
Sumatera, Proceeding 3rd Annual Convention IPA, Yakarta
http://gc.lib.itb.ac.id/go.php?node=8 jbptitbgc-gdl-s1-2004-fatrialbah-210
21