bab iv gas lift

40
BAB IV CONTINUITAS FLOW DESIGN A. PENGANTAR Prinsip kerja Continous flow serupa dengan natural flow. Injeksi gas yang terkontrol masuk dalam fluid coloum melakukan aeration guna mendapatkan flowing BHP yang dikehendaki. Gas injeksi membantu gas formasi meringankan cairan ditubing. Mekanisme Gradient flowing diatas titik injeksi dimulai dari tubing well head pressure. Jika gas yang tersedia tidak terbatas, maka diambil gradient minimum. Jika gas injeksi yang tersedia terbatas volumenya diambil GLR diatas titik injeksi sesuai volume gas tersebut. Makin besar injection pressure yang tersedia makin dalam POI yang bisa dibuat, makin besar produksinya, dan makin besar gas injeksi yang diperlukan. Gradient flowing dibawah titik injeksi adalah berdasar formation gas, dan perpotongan gradient curve ini dengan kedalaman perforasi merupakan flowing BHP. Dengan PI rendah, diperlukan flowing BHP rendah untuk mencapai produksi yang diinginkan, sehingga perlu POI yang lebih dalam. 1

Upload: reza-yulisna-pn

Post on 28-Dec-2015

150 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

Gas Lift

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV GAS LIFT

BAB IV

CONTINUITAS FLOW DESIGN

A. PENGANTAR

Prinsip kerja

Continous flow serupa dengan natural flow. Injeksi gas yang terkontrol

masuk dalam fluid coloum melakukan aeration guna mendapatkan flowing

BHP yang dikehendaki. Gas injeksi membantu gas formasi meringankan

cairan ditubing.

Mekanisme

Gradient flowing diatas titik injeksi dimulai dari tubing well head

pressure. Jika gas yang tersedia tidak terbatas, maka diambil gradient

minimum. Jika gas injeksi yang tersedia terbatas volumenya diambil GLR

diatas titik injeksi sesuai volume gas tersebut. Makin besar injection

pressure yang tersedia makin dalam POI yang bisa dibuat, makin besar

produksinya, dan makin besar gas injeksi yang diperlukan. Gradient

flowing dibawah titik injeksi adalah berdasar formation gas, dan

perpotongan gradient curve ini dengan kedalaman perforasi merupakan

flowing BHP. Dengan PI rendah, diperlukan flowing BHP rendah untuk

mencapai produksi yang diinginkan, sehingga perlu POI yang lebih dalam.

Aplikasi continous Flow

Hampir dipakai oleh semua gas lift system sejauh masih efisien. Yang

dianjurkan untuk continous flow:

- Dipakai untuk well kapasitas tinggi, bila ukuran tubing kecil, pakai

casing flow

- Dipakai untuk sumur dimana surging bisa menyebabkan sand atau

water influx

- Dipakai untuk closed rotative system guna mencegah surging dari gas

injection pressure.

- Dipakai untuk sumur-sumur berpasir, mencegah terjadinya sand-

bridging.

1

Page 2: BAB IV GAS LIFT

- Dipakai untuk sumur-sumur kental, bila temperatur bisa dipertahankan

diatas pour point

- Dipakai untuk back-flowing water disposal wells

- Dipakai untuk gas lifting lewat small conduit

- Dipakai untuk gas lift sumur-sumur high GLR.

Keunggulan Continous Flow

- Menggunakan energy expansi gas dari gas injeksi dan gas formasi,

(pada intermittent lift gas injeksi di belakjang slug).

- Injeksi gas secara constant rate

- BHP flowing dimungkinkan constant

- Hanya perlu choke control pada gas injeksi, tidak perlu alat lain seperti

time cycle controller pada intermittent lift.

Batasan

Bila sumur dengan high production rate dan working fluid level dekat total

depth, metode pumping akan lebih baik.

B. PERSAMAAN MENENTUKAN JARAK VALVES

Penggunaan static fluid gradient untuk valve spacing

- Kedalaman top valve

L1 = Gs = static fluid gradient

Bila well diunload ke pit Pwh nol

Bila static fluid level yang nyata dibawah hasil perhitungan L1, maka

top valve dapat ditempatkan pada satic fluid level.

- Kedalaman valve-valve dibawah top valve

Pt@L = Pwt + Gfa (DVA) + Gs(DBV)

Gfa = Flowing gradient above POI (Psi/ft)

Dva = depth of value above

DBv = distance between valve

Pv@L = Pt@l

2

Page 3: BAB IV GAS LIFT

Pt@L = tubing pressure dikedalaman valve sesaat sebelum gas

injeksi masuk ke tubing.

Pv@L = pressure gas injeksi di kedalaman valve.

- Cara lain mencari kedalaman valve adalah dengan cara grafik memakai

gradient curve.

C. Uncloading Continous flow

Intermittent unloading kadang terjadi bila sumur diisi kill fluid, sehingga

minimum flowing pressure gradient dengan continous flow untuk

production rate yang rendah akan lebih tinggi dari pada intermittent

spacing factor.

Tahap unloading continous flow

- Gambar 5-4 : tahap-tahap injeksi dan penutupan valve serta aliran

fluida produksi

- Gambar 5-5 : grafik gradient saat unloading

- Gambar 5-4A : injeksi masuk diatas fluid level di casing, aliran

fluida dari casing melalui pipa U, semua valve membuka, flowing

BHP melebihi BHP static (2300 psi vs 2250 psi)

- Gambar 5-4B : valve -1 tidak tertutupi (uncovered). Injeksi masuk

melalui valve ini. Unloading terus berlanjut sampai valve-2

uncovered. BHPf kira-kira 2100 psi (producing rate 375 BFPD).

- Gambar 5-4C : injeksi melalui valve-1 dan 2. fluid level di casing

dibawah valve-2 ; tubing pressure lebih kecil dari casing pressure

sehingga gas injeksi masuk melalui valve-2. BHPf turun menjadi

225 psig dikedalaman 1175 ft. Dengan volume injeksi yang besar

pada top valve untuk membebaskan (unvovered) valve-2. GLR

injeksi yang besar diperlukan hanya dalam waktu singkat dan value

harus mampu dilewati injeksi yang besar itu.

- Gambar 5-4D : top valve menutup, gas injeksi masuk ke valve ke-

2. Valve ke-2 harus tetap membuka sampai valve -2 uncovered

(sebelum top valve menutup, casing pressure turun sedikit).

3

Page 4: BAB IV GAS LIFT

- Gambar 5-4E : gas injeksi masuk melalui valve-2 dan 3 (dua-

duanya uncovered)

Volume gas injeksi melalui valve-2 naik sampai tubing pressure

didepan valve ke-2 turun ke 390 psig pada 1900 ft (poin-2 di

gambar 5-5). Tubing pressure didepan valve-3 lebih kecil dari

casing pressure, gas masuk ketubing dan saat itu BHPf adalah 1879

psig (produksi 950 BLPD).

- Gambar 5-4F : top dan 2nd valve menutup, valve 2 dan bottom

tetap terbuka. Injeksi masuk tubing melalui valve-3, bottom valve

lebih rendah (dibawah) fluid level di casing. Kapabilitas prosuksi

telah terpenuhi dengan tekanan gas injeksi sebelum bottom valve

uncovered.

- Kadang-kadang ada beberapa well yang tidak dapat diunload,

karena port yang dipilih untuk unloading valve terlalu kecil.

Kelihatan dari gambar 5-5: point-1 GLR 400:1, point -3 GLR

100:1. Valve-1 harus dapat dilalui gas yang banyak.

D. Flowing Pressure Gradient Vurve

Dari korelasi empiris yang dikembangkan oleh Poettmann dan Carpenter,

dibuatlah gradient curve berdasar oil granity, flowing temperature, producing

rate, dll. Bila kondisi lapangan jauh dari ketentuan-ketentuan dalam curve itu

bisa dibuat extrapolasi. Dengan curve ini, bisa dicari gradient flowing dalam

arah vertical flow.

Minimum fluid gradient curve

Adalah flowing pressure gradient terendah dan minimum flowing grafient

naik bersamaan tambahnya kedalaman.

→ Contoh : produksi 600 BWPD pada 190 F melalui 2 ½ “tubing (halaman

A5-115)

Kedalaman Chart Appr GLR untuk mencapai

(feet) min fluid gradient curve

4

Page 5: BAB IV GAS LIFT

1000 125

2000 350

3000 500

4000 800

10000 3000

→ GLR 3000 tidak diperlukan untuk mencapai minimum gradient curve

sampai kedalaman chart 10000 ft. bila POI ada di 3000 ft dengan produksi

600 BWPD melalui 2 ½ “ tuning, minimum flowing gradient curve diatas

POI dapat dicapai dengan GLR 500 : 1. Kalau GLR dinaikkan menjadi

1000 : 1 atau 3000 : 1 waktu lifting dari 3000 ft kedalaman chart, flowing

traverse, BHP dan producing rate yang dihasilkan tidak akan berubah.

Aplikasi flowing pressure gradient curve

Bisa dipakai untuk menentukan hal-hal berikut (tanpa kalkulasi)

- Point of gas injection (p.o.i)

- Kebutuhan gas injeksi

- GLR injeksi untuk berbagai tekanan gas injeksi

- Efek Pwh terhadap kebutuhan gas injeksi

- Efek ukuran tubing terhadap producing rate dan kebutuhan gas injeksi

- Maximum producing rate dengan tekanan gas injeksi yang ada dan

volume gas injeksi yang tidak terbatas

- Maximum producing rate dengan volume gas injeksi yang terbatas dan

tekanan injeksi yang ada

- Kedalaman maksimum injeksi sebelum pemakaian intermittet lift.

- Gradient curve dipakai untuk menentukan flowing BHP dalam

continouitas flow dan flowing wells.

Mengoreksi gradient curve untuk data sumur yang berbeda dengan basis-

basis yang ada di chart.

Bila gas gravity, temperatur dll, beda dengan yang ada di Camco Gradient

curve, maka diadakan koreksi di lapangan. Sebaiknya koreksi dilakukan

5

Page 6: BAB IV GAS LIFT

dengan data actual pressure, rate dan GLR kemudian dibandingkan dengan

hasil pada Camco curve.

Correction factor :

GLR selain dibuat berdasarkan data juga bisa dibuat dengan perhitungan

volumetric balance.

Data yang diperlukan sebelum menggunakan flowing pressure gradient

curve

- Ukuran tubing

- Water oil ratio

- GLR diatas POI

- Pwh untuk diatas POI

- Production rate

- Average flowing temperature

- GLR dibawah POI

- BHPf untuk dibawah POI

Membuat flowing tubing pressure traverse diatas dan dibawah POI

memakai Camco curve

- Dengan cara tracing mulai dari Pwh diabsis dari graph paper

- Tempelkan graph paper (skalanya harus sama dengan Camco curve).

Geser graph paper (transparan) ke bawah vertikal sampai Pwh

menempel ke GLR diatas POI dari Camco curve

- Gambar GLR (trace) di graph paper sesuai dengan Camco curve.

Dengan cara Plotting

- Tentukan koreksi kedalaman chart yaitu membuat equivalent chart

depth dengan actual depth sehubungan dengan titik (0,0) di Camco

curve dan titik (Pwh,0) di graph paper. Caranya tempelkan graph paper

6

Page 7: BAB IV GAS LIFT

geser ke bawah sampai Pwh menempel di GLRnya Camco curve lalu

baca kedalamannya di Camco carve (ini adalah koreksi kedalaman)

- Hitung Camco chart depth dengan actual depth (ditambah koreksi

kedalaman diatas).

- Plotkan titik-titik flowing tubing pressure yang didapat dari kedalaman

Camco curve ke graph paper).

- Sebelumnya dibuat dulu daftar

Actual depth equivalent tubing

(fee) chart depth(ft) pressure psig

Hal yang sama juga bisa dilakukan untuk membuat flowing gradient curve

dibawah POI (memakai formation GLR) berangkat dari titik BHP flowing.

Contoh soal I

Data sumur :

- Ukuran tubing : 2 “EUE nominal (2 3/8”OD)

- Peoducing rate : 750 BLPD (pakai curve 800 BLPD)

- Water-oil ratio = 9 = 1 (pakai all water)

- Flowing temperature diatas POI rata-rata = 190F

- Flowing temperature rata-rata dibawah POI = 140F

- Formation GOR = 500 cuft/bbl

- Flowing well head tubing pressure = 50 psig

- Flowing bottom hole pressure = 260 psig @ 8000 ft

- Tekanan injeksi operasi dipermukaan = 600 psig

- Pressure differential across valve = 30 psi

Bagian I : Tentukan POI dengan cara tracing dan plotting traverse dibawah

POI

1) Hitung formation GLR :

Form. GLR = = = 50 cuft/bbl

7

Page 8: BAB IV GAS LIFT

2) Cari Camco curve yang sesuai dan buat flowing tubing pressure

traverse dibawah POI pakai grafik A5-079. traverse dapat digambar

langsung atau menggunakan plotting :

Actual depth equivalent tubing

(fee) chart depth(ft) pressure psig

untuk GRL 50 cuft/bbl

8000 6700 2600

7000 5700 2140

6000 4700 1690

5000 3700 1255

4000 2700 830

3000 1700 435

2000 700 130

3) Gambar kurva (garis) injection gas pressure dikedalaman berdasarkan

tekanan injeksi operasi. Dari grafik A 2-6 : 600 psig dipermukaan, 704

psig di 8000 ft

4) Tentukan kedalaman POI dan tekanan tubing didepan valve 30 psi

kurang dari tekanan casing.

LOV = 3480 ft fan Pt@L = 615 psig@3480 ft

LOV = kedalaman operating valve

Bagian 2 : Tentukan pemakaian gas dengan cara tracing traverse diatas

POI

1) Gambar Pwh = 50 psig di graph paper

2) Cari Camco curve yang cocok = tubing 2”, temperatur 140F dan

produksi 750 BCPD (ambil 800 BLPD)

Curvenya A5-078

GLR curve yang melewati POI (615 psig @ 2480 ft) adalah antara 300

dan 400 cuftbbl.

Dengan proportional interpolation GLR = 370 cuft/bbl

8

Page 9: BAB IV GAS LIFT

Traverse GLR 370 cuft/bbl dapat dibuat (dengan tracing ) langsung

dengan membuat antara 300 : 1 dan 400 : 1 dekat ke 400 : 1

3) Hitung GLR injeksi = GLR total – GLR formasi (370 cuft/ bbl – 50

cuft/bbl)

Kebutuhan gas = 320 cuft/day x 750 bbl/day = 240,000 cuft/day.

Bagian 3 : cari gas yang dibutuhkan dengan plotting

1. Tentukan POI dan Pt@L

Plot data di bagian-1 langkah-2 untuk traverse dibawah POI dan

gambar gradient tekanan injeksi terhadap kedalaman. kurangkan

tekanan casing pada perpotongan flowing curve dan garis gradient

tekanan casing ketemu Pt@L (ini kedalaman POI)

2. Cari total GLR dari Camco curve (A5-078) memakai Pt@L di

langkah-1

Actual depth equivalent tubing total GLR

(ft) chart depth (ft) press (psig) cuft/bbl)

0 340 50 -

3480 3820 615 370

Gambar (plot) 615 psig di 3820 ft pada grafik A5-078 dan perkirakan

total GLR dengan extrapolasi proporsional antara GLR 300 dan 400.

Setelah itu maka traverse bisa di plot memakai data berikut :

Actual depth equivalent tubing

(ft) chart depth (ft) pressure

untuk GLR 370 cuft/bbl

0 340 50

1000 1340 190

2000 2340 335

3000 3340 515

4000 4340 730

3. sama dengan langkah-3 di bagian-2

9

Page 10: BAB IV GAS LIFT

Contoh Soal II

Effek Pwh dan tekanan injeksi terhadap GLR injeksi pada cintinouse flow

Variasi Pwh dan GLR injeksi bisa didapat dari Camco curve. Informasi ini

penting untuk memilih tekanan suction compressor dan separator dan

besarnya flowline. GLR injeksi juga bervariasi dengan tekanan gas injeksi.

Naiknya kanan injeksi menurunkan GLR injeksi.

Data sumur :

1. Sama dengan data-data contoh -1

2. Pwh = 100 psig dan 200 psig (untuk tekanan operasi injeksi 600 psig)

3. Tekanan gas injeksi di permukaan 700 psig dan 800 psig (untuk Pwh =

50 psig)

Bagian-1 : Cari GLR dari grafik A5-078 untuk Pwh = 50 psig yang

dinaikkan ke 100 psig dan 200 psig

1) Trace flowing gradient dibawah POI dan gambar gradient tekanan

injeksi (600 psig) , untuk menentukan POI dan tekanan tubing di

kedalaman itu.

LOV = 3480 ft dan Pt@L = 615 psig @ 3480 ft

2) Cari GLR total dengan geser sampai graph tracing paper

mendapatkan Pwh 100 dan 200 dan tracing paper melewati POI

Total GLR = 560 cuft/bbl pada Pwh = 100 psig

Total GLR = imposible dengan Pwh = 200 psig

3) Cari GLR injeksi berdasar GLR formasi 50 cuft/bbl

GLR injeksi = (560-50) cuft/bbl = 510 cuft/bbl untuk Pwh = 100

psig

Bila Pwh = 200 dengan tekanan injeksi 600 psig produksi yang

didapat tidak bisa mencapai 750 BLPD.

Bagian – 2 : tentukan GLR injeksi dari grafik A5-078 bila tekanan

injeksi naik dari 600 psig menjadi 700 psig dan 800 psig.

1) Trace traverse dibawah POI seperti langkah 1 dan 2 bagian 1 di

contoh no 1.

10

Page 11: BAB IV GAS LIFT

2) Gambar grafik gradient tekanan injeksi (lihat gb A2-6)

700 Psig A surface, 822 psig di 8000 ft

800 Psig di surface, 940 psig di 8000 ft

3) Cari kedalaman POI dengan beda tekanan 30 Psi antara Pt@L dan

tekanan injeksi di kedalaman (differential across valve)

injeksi pressure liv Pt@v

(psig) (ft) (psig)

700 3760 730

800 4020 845

4) Tentukan total GLR dengan menempatkan graph tracing paper diatas

gradient curve dan geser vertikal sehingga Pwh = 50 psig menempel

pada grafik GLR yang lewat POI.

GLR total = 295 cuft/bbl untuk Pw = 700 psig

GLR total = 265 cuft/bbl untuk Pw = 800 psig

5) Hitung GLR injeksi dengan GLR formasi 50 cuft/bbl

GLR injeksi = 295 cuft/bbl – 50 cuft = 245 cuft/bbl untuk 700 psig

GLR injeksi = (265-50) cuft/bbl = 215 cuft/bbl untuk 800 psig)

Kenaikan dari 600-700 psig GLR turun (320-245) cuft/bbl

Kenaikan dari 700-800 psig GLR turun (245-215) cuft/bbl

Contoh soal no 3

Menentukan maximum production rate untuk continous flow

Untuk mendapat POI digunakan traverse diatas POI, differential

across value dan tekanan injeksi di kedalaman. Bila gas yang tersedia

tidak terbatas, pakai minimum gradient curve, bila terbatas pakai gradient

sesuai volume gas yang ada.

Prosedur mencari POI adalah dengan trial & error. Besarnya produksi

dibuat pemisalan. POI dan Pt@Low didapat dari gradient curve.Bila

BHPf berdasar Pt@low menghasilkan production rate yang lebih tinggi

dari yang dimisalkan, pemisahan selanjutnya dinaikkan. Bila terjadi

sebaliknya, maka besarnya pemisalan diturunkan.

11

Page 12: BAB IV GAS LIFT

Data-data sumur :

Sama dengan contoh 1 (tanpa flowing bottom hole pressure item 8)

Static BHP = 3000 psig @ 8000 ft

Productivity index = 1,0 BPD/psi

Bagian I. Tentukan maximum production rate, POI dan GLR injeksi

berdasar minimum flowing gradient curve

1) Misalkan production rate 600 BPD pd 140 = melalui tubing 2”

(A5-072); trace minimum GLR

2) Sama langkah 3 bagian -1 contoh 1

3) Tentukan kedalaman POI dan Pt@Lov (P=30 Psi)

Lov = 4200 ft dan Pt@lov = 625 psig @ 4200 ft

4) Cari BHP dengan menempatkan graph tracing paper diatas curve

(A5-0720 dan geser sehingga Pt@low = 625 psig@4200 ft

menghimpit GLR curve 50 : 1 dan plot BHP pada 8000 ft

Pbhf = 2270 psig @ 8000 ft.

5) Hitung produksi : Q = PI(Pst-Pwf) = 1.0 (3000-2270) BLPD =

730 BLPD

Karena ini lebih besar dari rate yang diambil untuk asumsi

(pemisalan) maka dilakukan :

Second trial calculation dengan rate 800 BLPD dengan A5-078.

6) Trace minimum gradient curve

7) Sama langkah 3 Lov = 4000 ft dan Pt@Lov = 620 psig

8) Sama langkah – 4 dengan geser pada grafik A5-079 Pbhf = 2370

psig @8000 ft

9) Semua langkah – 5

Hitung rate = 1.0 (3000 − 2370) = 630 BLPD

Ini kurang dari pemisalan, maka produksi antara 600-800 BLPD.

10) Tentukan POI antara minimum gradient curve untuk 600-800

BLPD dan tempatkan secara proporsional berdasarkan produksi

rate yang dimisalkan.

Lov = 4100 ft dan maximum rate yang diestimasi sebesar 680 blpd.

12

Page 13: BAB IV GAS LIFT

11) Estimated GLR total dan GLR injeksi untuk membuat minimum

grad curve pada actual depth 4100 ft dengan Pwh = 50 psig

Prod rate actual equivalent GLR untuk membuat

(BUD) depth(ft) chart depth min grad. Curve

600 4100 4480 900

800 4100 4440 700

Sehingga GLR untuk minimum gradient curve (rate 680 BLPD)

GLR total = 800 cuft/bbl

GLR injeksi = (800−50) cuft/bbl

Bagian 2 : tentukan maximum production rate, POI berdasarkan

volume gas injeksi yang tersedia 180 mcfd

1) Misalkan rate 600 BLPD@140F, tubing 2” (grafik A5-072) dan

trace treverse diatas POI berdasarkan gas volume 180 Mcfd dan

formation GLD 50:1

GLR inj = cuft/bbl = 300 cuft/bbl

GLR total = (300 + 50) cuft/bbl = 350 cuft/bbl

2) s/d 5) sama seperti bagian -1 Hasil perhitungan ini untuk GLR

350 cuft/bbl adalah :

Lov = 3500 ft dan Pt@Lov = 615 psig@3500 ft

Pbhf = 2580 psig @8000 ft

Production rate = 420 BLPD

Karena hasilnya lebih kecil dari yang dimisalkan, maka dilakukan

“second trial”.

6) Misalkan rate 400 BLPD @140F (grafiik A5-066) dan trace traverse

diatas POI berdasarkan gas injeksi 180 Mcfd dan GLR formasi 50:1

GLR injeksi = = 450 cuft/bbl

GLR total = 450 + 50) = 500 cuft/bbl

7) s/d 9) sama dengan bagian-1, hasilnya Lov = 3900 ft dan Pt@Lov =

620 psig

13

Page 14: BAB IV GAS LIFT

Pbhf = 2395 psig @ 8000 ft

Rate = 605 BLPD

Karena rate ini lebih besar dari yang diasumsikan maka rate

diperkirakan antara 400 – 600 BLPD.

8) Tentukan POI antara curve GLR 350 : 1 untuk 600 BLPD dan GLR

500 : 1 untuk 400 BLPD secara proposional.

Lov = 3700 ft dan maximum production rate = 500 BLPD.

E. PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN DESIGN PERALATAN

Open dan Semi Closed Instalation

Packer tidak dipakai bila ada sand

Di open instalation dipakai tail pipe di ujung tubing yang cukup untuk

mencegah blowing arround, bila injection point tidak divalve bawah,

aliran yang kontinyu liquid melewati valve akan merusak seat.

Semi-closed instalation dianjurkan untuk semua continuous gas lift.

Casing hanya diunload mula-mula, setelah itu level di casing akan

constant. Bila valve disebelah atas di choke maka bottom valve tidak usah

dipasangi choke. Valve tanpa choke bisa memungkinkan operasi

intermittent bila perlu.

Pemilihan diameter tubing

- Tubing besar baik untuk rate tinggi karena flowing pressure gradient

bisa lebih kecil untuk tubing besar.

- Tubing kecil untuk rate kecil, dimana kecepatan aliran tinggi

mengatasi atau mengurangi efek gravitasi pada rate rendah.

Pack off installation

- Dipakai bila biaya cabut tubing tinggi

- Gas lift valve yang dipakai adalah type concentric.

- Memakai pack off diatas dan dibawah valve

- Melobangi tubing pas di hadapan lobang valve.

Pemakaian choke di glv, direcomendasikan untuk

14

Page 15: BAB IV GAS LIFT

- Continuous flow pada dual string agar string yang satunya ke bagian

gas.

- Untuk kapasitas rendah atau medium pada continous flow guna

mencegah heading

Choke tidak disarankan pada banyak instalasi karena :

- choke kecil dapat menggagalkan unloading

- choke menyebabkan energy loss pada injeksi gas tekanan tinggi

- dengan choke mungkin harus membuka lebih dari satu valve untuk

mencapai rate yang diinginkan.

- Choke dapat tersumbat dengan mudah bila ada kotoran.

Orifice check valve : dipakai dibottom valve karena valve ini tidak perlu

menutup (operating valve selalu terbuka).

F. PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN UNTUK DESIGN

Effect Pko (kick of pressure) dan Po (Operating pressure) pada value

spacing

- Bila Pko > Po maka Pko dipakai untuk mendesign kedalaman valve-1

- Bila POI tidak diketahui dan mungkin operating valve = valve I maka

Pko tidak bisa dipakai untuk valve 1

- Bila POI pasti diketahui Pko bisa dipakai untuk mencapai kedalaman

val;ve 2 diatas operating valve.

Memilih tekanan operasi injeksi

- Bila tersedia pressure yang tinggi, maka pressure ini harus dipakai

kecuali lebih tinggi dari BHPflowing

- Operating pressure dipilih, berdasarkan tekanan terendah saat terjadi

fluktuasi di gas injection line.

Volume gas yang tersedia untuk unloading dan lifting

- Berpengaruh pada valve spacing bila tidak bisa mencapai minimum

flowing gradient curve

- Juga membatasi besarnya produksi (maximum kedalaman titik injeksi)

Efek BHPf pada design

15

Page 16: BAB IV GAS LIFT

- Bila BHPf kontant POI bisa akurat

- Bila BHPf tidak diketahui/berubah, maka POI akan berubah/tidak

diketahui, sehingga instalasi didesign untuk beroperasi dari satu atau

beberapa valve dan kedalaman valve-valve ini tergantung dari

operating pressure dan volume gas injeksi yang tersedia.

Pentingnya gas lift valves dibawah POI

- Untuk sumur-sumur dalam dan PI besar , POI bisa beberapa ratus feet

diatas perforasi, kadang diperlukan beberapa valve dibawah POI untuk

membersihkan sumur yang mungkin mengalami formation damage

karena completion fluid.

- Setelah beberapa lama produksi untuk pembersihan (clean up) selesai,

injeksi kembali mewelati POI semula.

Pentingya single-Point injection

- Continuous flow sebaiknya bukan multipoint injection, tapi kadang-

kadang ada tubing/valve yang bocor diatas POI, sehingga injeksi

terjadi juga ditempat bocor tadi.

- Untuk mempertahankan draw down agar tetap sama, maka perlu

ditambah injection rate

Pentingnya kedalaman POI untuk sumur PI tinggi

Contoh sumur 5-17

Isntalasi didesign dengan POI 2350 ft dengan PI = 5,0 BLPD/psi. GLR

injeksi 150 cult/bbl diperlukan untuk rate 1000 BPD. Bila PI 2,5-BPD/psi

GLR injeksi akan double (3000 cuft/bbl). Sedangkan kalau dalamnya POI

2800 ft (PI = 2,5), GLR injeksi 200 cuft/bbl. Bila PI = 2.0, 1000 BPD rate

tidak bisa dicapai dengan POI di 2350 ft.

Flowing temperature di continuous flow

- Untuk standar valve, temperature gas di casing bisa dipakai untuk

estimasi temperatur di gaslift valve.

16

Page 17: BAB IV GAS LIFT

- Untuk retrievable GLV, flowing temperature di tubinglah yang dipakai

untuk estimasi temperatur di GLV. Kalau ini juga tidak ada,estimasi

temperatur bisa mepakai gambar A5-5.

Valve opening pressure untuk meyakinkan unloading dan operating

Valve spacing equation dan prosedur grafis yang detail untuk menentukan

kedalaman valve berdasar pada asumsi bahwa valve akan tetap buka atau

dibuka kembali, tanpa membuka valve yang dipakai untuk menentukan

kedalaman valve dibawahnya. Bila prosedur dilakukan benar dan detail

dan temperatur yang diasumsikan benar (akurat), maka unloading tidak

ada masalah. Bila prosedur tidak detail valve opening pressure bisa lebih

tinggi (terlalu tinggi) untuk unloading. Lebih tinggi valve opening

pressure, jarak-jarak valve lebih dekat. Opening pressure dari operating

valve harus berdasarkan full injection gas line pressure. Bila flowing

tubing pressure di operating valve lebih rendah dari pressure yang

diharapkan, valve tidak akan membuka. Opening pressure dari operating

valve harus berdasarkan pada minimum flowing tubing pressure di

kedalaman valve.

Redesign continuous flow

Data yang cukup harus dikumpulkan tentang instalasi yang dipasang saat

ini. Dan sebaiknya dilakukan flowing pressure survey dulu sebelum

redesign.

Asumsi-asumsi yang meragukan dan setting gas lift valve di lapangan

Ada asumsi-asumsi yang diminta untuk mendesign secara grafis yang

kadang-kadang sukar diperkirakan.

- Sebagai ontoh saja misalnya, temperatur di valve bila compressor tidak

mempunyai after cooler.

- Bila gas lift valve diset di lapangan yang tidak ada kontrol temperature

(seperti di gas lift shop) dan peralatan yang sudah usang.

- Caranya dengan mengurangi 10-20 psi di gas injection pressure tiap

turun satu valve ke bawah untuk mengkompensasi asumsi-asumsi

tersebut dan untuk menentukan setting pressure. Gas injeksi yang lebih

17

Page 18: BAB IV GAS LIFT

rendah ini dipakai untuk mencapai kedalaman valve dan menghitung

valve opening pressure di tester.

G. PROSEDUR DESIGN CONTINUOUS FLOW

Dasarnya :

- Berdasarkan tahap-tahap unloading secara continuous

- Gas lift valve tidak di choke dengan orifice kecil di downstream dari valve

port (mengurangi gas passage) untuk uncover valve dibawah

- Kedalaman valve dan tekanan operasi berdasarkan pada flowing tubing

pressure dan tekanan injeksi di kedalaman valve

- Teknik design memungkinkan unloading continuous lift dengan

penurunan yang minimal pada tekanan injeksi.

H. TEORI DESIGN SECARA GRAFIS YANG DETAIL

Dasar-dasarnya sebagai berikut :

1) Kedalaman valve pertama (L1)berdasar pada tekanan gas injeksi yang

tersedia atau static fluid level dipilih mana yang lebih dalam.

2) Top valve tetap membuka sampai valve ke-2 uncovered. Karena itu

opening pressure valve-1 berdasar min Pt@L1 yang dipakai untuk uncover

valve-2 dan tekanan casing dikedalaman. Unloading traverse diatas POI

yang dipakai untuk mencari kedalaman valve-valve bawah adalah berdasar

minimum grad curve atau GLR yang sesuai dengan volume gas injeksi

yang tersedia.. Tekanan yang membuka top value adalah Pko dan min

Pt@L1, bila tidak ada pressure loss lewat top value. Bila ada, maka

opening pressurenya (Pko − pressure loss). Biasanya port size di top valve

kecil karena kebutuhan gas injeksi kecil., dan differential pressure di

valve-valve atas lebih besar dari valve-valve bawah.

3) Karena top valve harus tetap membuka sampai valve ke-2 uncovered,

maka dalamnya valve ke-2 berdasar pada P (yang dimisalkan) pada

valve ke-2 dan tekanan injeksi di kedalaman yang diperlukan untuk

mempertahankan valve-1 tetap membuka dengan min Pt@L1. Press

18

Page 19: BAB IV GAS LIFT

differential (Pcasing − Ptubing) di L2 disarankan sebesar 50 psi untuk

mencari kedalaman valve-2 dan valve-valve seterusnya. Traverse dibawah

POI yang dipakai untuk mencari Pt@L2 selama uncovered berdasar pada

load fluid cairan yang ada ( diisi lobang apa tidak) dan min Pt@L1.

4) Valve-1 menutup dan valve-2 tetap membuka sampai valve-3 uncovered

dan injeksi gas masuk tubing melalui value ini.. Karena valve -1 tetap

menutup selama injeksi lewat valve -2, maka kedalaman valve -3 berdasar

pada reopening pressure top valve segera setelah valve ini menutup.

Reopening pressure top value akan lebih rendah dari casing pressure untuk

mempertahankan valve membuka pada saat valve-2 uncovered. Ini

disebabkan karena flowing tubing pressure valve-1 akan lebih tinggi

selama lifting dari valve-2, setelah valve-1 menutup.

Max Pt@L1 selama lifting dari valve-2 ditentukan dari Camco vurve.

Pemilihan port size valve-2 berdasarkn pada volume gas yang diperlukan

untuk membentuk unloading traverse, yaitu (biasanya) min. GLR curve

diatas valve-2. Biasanya, GLR injeksi untuk membentuk min grad curve

untuk suatu rate produksi dan besarnya ukuran tubing adalah nominal, dan

valve dengan port kecil cukup untuk mengalirkan gas yang diperlukan

dengan P tinggi segera sebelum valve -3 uncovered.

5) Proses selanjutnya sama untuk menentukan kedalaman valve-4, 5 dst. Port

size dipilih berdasarkan pada injeksi gas yang dioperlukan dari P across

valve. Makin dalam valve berada, antara min tubing pressure dan casing

pressure mangecil, sehingga biasanya port size untuk unloading dan gas

lifting melalui valve-valve ini naik (lebih besar)

6) Setelah kedalaman valve ditentukan, tekanan buka valve di 60 F(Ptro)_

ditester ditentukan dengan gambar A5-8 s/d A5-21 atau dihitung

berdasarkan Pt@L, Pcasing @L berdasarkan reopening pressure valve

diatasnya, operating temperature valve didalam sumur, dan port size yang

diperlukan untuk lewatnya gas. Bila temperatur actual di sumur lebih

tinggi dari yang dipakai perhitungan, maka tekanan buka actual disumur

19

Page 20: BAB IV GAS LIFT

akan lebih tinggi. Oleh karena itu design selalu dibuat tidak berdasarkan

pada maximum pressure yang ada.

I. PEMILIHAN PORT SIZE ATAU CHOKE SIZE

Through put gas melalui port atau choke ditentukan dengan grafik A5-6.

Kapasitas berdasarkan :

Uptstream pressure = casing pressure yang sama dengan reopening

pressure valve diatasnya di kedalaman valve (dipakai Pko untuk valve-

1)

Down stream pressure = minimum Pt@L grafik A5-6 berdasar 60F

dan harus dikoreski terhadap temperatur sumur. Faktor koreksinya ada

di gambar A5-7 Qcorrected = Qactual (Correction factor)

J. LANGKAH-LANGKAH PENENTUAN KEDALAMAN VALVE

SECARA GRAFIS UNTUK CONTINOUS FLOW

Dalam hal ini :

- akan memakai tracing , bukan plotting

- kondisi sumur sama dengan dasar-dasar yang sama dengan Camco curve

- Pko = P operating

- Bila BHPf tidak diketahui, start design dengan langkah-langkah.

1) Gambar flowing pressure traverse dibawah POI

- Cari Camco curve yang cocok : ukuran tubing, prod. Rate,

average flowing temperature, water- cut

- trace traverse dibawah POI

2) Gambar unloading traverse dibawah POI, trace zero GLR. Bila

BHPf tidak diketahui mulailah dari titik (0,0). Slope (kemiringan)

ini untuk menentukan unloading valve.

3) Gambar garis gradient tekanan casing mulai dari pressure casing di

permukan.

20

Page 21: BAB IV GAS LIFT

4) Gambar unloading pressure traverse diatas POI mulai dari Pwh.

Gambar A5-5 bisa dipakai untuk menentukan temperature flowing

rata-rata untuk membuat traverse.

Pilih Camco curve yang cocok. Trace min GLR, bila volume gas

terbatas, cari GLR berdasar volume gas yang tersedia.

5) Hitung kedalaman valve-1 dan pilih port size atau taruh top valve

di static fluid level, mana yang lebih dalam.

- Tandai unloading traverse di kedalaman valve ke-1 dan cari

Pt@L1

- Estimate kebutuhan gas injeksi valve-1 mulai dari Pt@L1 geser

ke bawah sampai min GLR dan hitung gas yang diperlukan

berdasar GLR ini dan prod. Rate selama lifting lewat valve ini.

- Koreksi kebutuhan gas pada temperatur kedalaman valve

dengan grafik A5-7

- Pilih port size dengan grafik A5-6 dengan upstream press =

pcasing dikedalaman downstream press = Pt@L1 (minimum).

6) Cari kedalaman valve-2 dan port size

- gambar traverse diobawah POI untuk top valve sejajar dengan

traverse pada langkah 2. mulai dari min Pt@L1 buatlah traverse

sampai memotong garis casing pressure dikurangi 50 psi (P

accross valve) ini = L2

- tentukan dari Camco curves, max Pr@L1 selama lifting dari

L2. dimisalkan Pt@L2 = Pcasing – 50 psi. Tempatkan graph

tracing paper diatas Camco curve dan geser graph sampai Pwh

menempel grafik Camco curve yang melewati Pt@L2 diatas,

dan baca max flowing tubing pressure di kedalaman top valve.

- Hitung penurunan opening pressure top valve sewaktu lifting

dari second valve (ini sama dengan TE tambahan)

Additional TE-1 = (Max Pt@L1 – min Pt@L1) TEF

- Dari min GLR curve dikedalaman valve ke-2, cari min Pt@L2

21

Page 22: BAB IV GAS LIFT

- Dari Camco curve, cari GLR injeksi yang dipakai lifting dari

valve-2 berdasarkan min Pt@L2 dan hitung gas yang

dibutuhkan dan producing ratenya.

- Koreksi gas yang dibutuhkan tersebut dengan temperatur gas

didalam sumur (gb A5-7)

- Cari Port size dari gb A5-6 dengan upstream pressure =

reopening pressure valve-1 dan downstream = min Pt@L2

Reopening pressure valve-1 = Pcasing @L2 – additional tubing

effect.

7) Menentukan keddaslaman valve-3

- Perbedaan tubing dan casing pressure di valve ketiga adalah

differential across valve (P) + additional tubing effect (TEI)

- Dari min Pt@L2 , gambarkan traverse dibawah POI sampai

memotong gradient tekanan casing.. Pada garis traverse ini cari

titik dimana tubing pressure = (casing pressure – 50 psi + add.

TEI). Titik itu adalah kedalaman valve-3

- Cari max Pt@L2 seperti mencari max Pt@L1

- Hitung additional TE2 = (mac Pt@L2-min Pt@L2) TEF

- Cari min unloading traverse di L3 dan ketemu min Pt@L3

- Estimate GLR injeksi dari ccamco curve untuk membentuk

unloading traverse selama lifting dari valve-3. Hitung

kebutuhan gas injeksi dan production rate.

- Koreksi vol gas injeksi ini dengan temperature didalam sumur.

- Pilih choke site/port size

8) Kedalaman valve-valve selanjutnya bisa dicari dengan cara yang

sama.

K. MENCARI TEKANAN BAKU VALVE DI TESTER (PTRO)

Bisa dengan grafik atau perhitungan.

Dengan grafik A5-8 s/d A5-21 untuk Camco valve. Informasi lain dari

grafik ini adalah valve reopening pressure at valve depth (PO@L), Pbt,

22

Page 23: BAB IV GAS LIFT

theoritical valve closing pressure at valve depth untuk valve tanpa spring

(Pve@L)

Dengan perhitungan

- Pbt = (PO@L) (1-Av/Ab) + (Min Pt@L) (Av/Ab)

Untuk valve tanpa spring

- Pbt = (PO@L-Pst) (1-Av/Ab) + (Min Pt@L) (Av/Ab)

Untuk valve dengan spring :

Untuk top valve PO@L memakai tekanan gas injeksi yang tersedia

- Setelah Pbt didapat mencari Pbt ditester memakai grafik A=2-2 lalu,

Pvo = (kalau ada spring).

L. ANALYSA VALVE REOPENING PRESSURE

Bila ada kesulitan membuka valve sebelah atas, sementara unloading atau

lifting dari sebuiah valve bawah, analysa ini harusnya menunjukkan adanya

kesalahan dalam design. Bila valve-valve atas tidak mau menutup, sumur

tidak bisa diunload dan/atau producing GLR terlalu tinggi. Bila continuous

flow designya menggunakan grafis secara detail, kesulitan ini harusnya tidak

terjadi sebab tehnik design berdasar pada reopening pressure valve diatas.

Analysa reopening pressure berguna juga untuk menghitung tekanan gas

injeksi permukaan maximum yang bisa diterapkan tanpa membuka

valve/valve-valve atas.

Menentukan valve reopening pressure pada kedalaman valve dengan

grafik.

Pressure ini bisa ditentukan dengan dua cara dari grafik antara A5-8 s/d

A5-21. Bila tekanan bellows di kedalaman (Pbt) diketahui, reopening

pressure di dalam sumur bisa ditentukan sbb :

1) Pilih grafik sesuai type valve dan port size.

23

Page 24: BAB IV GAS LIFT

2) Mulai dari Pbt di ordinat, kearah horizontal kekakan pada garis pressure

memotong tubing pressure di kedalaman (Pt@L) dan baca reopening

pressure dikedalaman valve Pv@L diabsis.

Bila yang diketahui Pb (tek. Bellows di tester):

1. Sama dengan langkah1 diatas.

2. Mulai dari opening pressure di 60F (Pv0) lalu tarik ke bawah

memotong temperatur dikedalaman valve (TV@L), lalu dari sini

horizontal ke kiri ke Post ke Pt@L dan baca PV@L di loverabsisa.

Menentukan reopening pressure dengan kalkulasi

- P0@L = PV0@TV – Pt@L (TEF)

- P0@L =

PVC@L dapat dihitug dalam Bab VI tentang surface closing pressure

analysis.

- Atau dihitung dari Pbt

P0@L =

P0@L : Valve opening pressure at valve depth.

PVC@L : Valve closing pressure teoritis di valve depth.

PV0@TV : Valve opening pressure para temperatur sumur bila tubing

pressure = 0

M. INSTALASI CASING FLOW

Casing flow disarankan untuk produksi yang sangat tinggi (tidak untuk

produksi rendah).

Intermittent lift tidak bisa digunakan disini.

Bila gas injeksi di stop, tubing tidak perlu diunload setelah beroperasi

kembali.

Gas lift valvenya bisa memakai :

- Type conventional atau retrievable valve.

24

Page 25: BAB IV GAS LIFT

- Yang penting : arah chekvalve-nya dibalik.

Unloadingnya sama dengan continuous flow melalui tubing, hanya casing

pressure berfungsi terbalik dengan tubing pressure dalam mekanisme

pembukaan/penutupan valvenya.

Flowing pressure traverse untuk casing flow :

- Gradient curvenya di equivalenkan dengan gradient curve untuk tubing

flow.

- Aliran melalui 2 ½ “tubing dan 7” casing dalam casing flow setara

dengan melalui tubing 4 ½”. Aliran melalui annulus 2” tubing x 5 ½”

casing setera dengan tubing flow melalui 3” tubing.

Design casing flow instalation :

- Kedalaman top valve :

Bila static fluid level tidak berada dipermukaan (lobang tidak

penuh), maka kedalaman top valve untuk casing flow lebih dalam

dari tubing flow.

Rumusnya :

L1 = SFL +

Rcf : Ratio Kapasitas tubing dengan kapasitas tubing-casing

annulus.

Untuk kedalaman valve di bawahnya, bisa dicari dengan cara yang

sama dengan pada tubing flow.

N. KONTROL GAS INJEKSI DI SURFACE UNTUK CONTINUOUS FLOW

INTALATION

Jika line pressure stabil (kontant) dan tidak ada freezing problem, dipakai

adjustable choke untuk mengatur kebutuhan gas injeksi.

Agar kontrol bisa lebih sempurna (menghindari naik turunnya line

pressure), dipasangkan control valve dengan setting line pressure yang

minimum mungkin terjadi. Kemudian down stream dari control valve

(regulator) dipasangi choke.

25

Page 26: BAB IV GAS LIFT

Suatu regulator tanpa choke tidak disarankan untuk continuous flow

dengan rate kecil. Kecuali di operating valvenya dipasangi choke dan ada

pressure differential yang tinggi across valve, yang mencegah berubahnya

vollume gas melalui valve yang disebabkan oleh perubahan tubing

pressure yang besarnya sedang-sedang saja.

Tubing pressure contol sering dipakai untuk membantu choke. Jika sumur

mengalir tidak constant (kadang mengalir kadang tidak), maka bila tubing

pressure naik, gas injeksi distop. Bila ada kombinasi casing pressure

control dan tubing pressure control, tubing pressure control harus labih

prioritas di banding casing pressure control.

26