perencanaan injeksi gas sumur gas lift · pdf fileartificial lift adalah metode pengangkatan...
TRANSCRIPT
Enos Eben Ezer, 12206035, Semester 1 2010/2011 Page 1
PERENCANAAN INJEKSI GAS SUMUR GAS LIFT LANGSUNG DARI
SUMUR GAS Oleh:
Enos Eben Ezer*
Dr. Ir. Pudjo Sukarno*
Sari
Artificial Lift adalah metode pengangkatan Buatan yang bertujuan untuk membantu kemampuan
menghantarkan fluida tanpa mengubah sifat fisik dari fluida tersebut. Salah satu metode artificial lift adalah dengan
menggunakan Gas Lift. Gas Lift adalah injeksi gas pada sumur minyak dengan tujuan untuk menurunkan gradien
tekanan yang dibutuhkan untuk mengangkat fluida sampai ke permukaan.
Metode yang dilakukan untuk optimasi gas lift salah satunya adalah metode injeksi langsung dari sumur gas.
Pada metode ini, gas hasil produksi sumur gas langsung diinjeksikan ke sumur minyak. Berbeda dengan biasanya
disimpan dulu di separator gas. Untuk Optimasi yang dilakukan dimulai dari pembuatan model reservoir, kemudian
membuat dua model sumur yang masing-masing digunakan untuk memproduksikan gas dan minyak. Optimasi ini
akan dilakukan selama 20 tahun untuk mencapai perolehan minyak yang maksimum.
Skenario pengembangan dilakukan dengan melakukan produksi secara natural terlebih dahulu pada target laju
produksi tertentu. Ketika terjadi penurunan laju produksi, maka akan dilakukan analisis guna menentukan besarnya
laju injeksi gas yang dibutuhkan dengan membuat kurva performa gas lift atau yang lebih dikenal dengan GLPC.
Laju Injeksi gas tersebut memperhatikan kondisi GOR (Gas Oil Ratio), productivity index dan juga tekanan
reservoir dari sumur minyak sehingga dapat dinilai layak tidaknya sumur diinjeksikan gas. Setelah itu dilakukan uji
sensitivitas laju produksi gas dari sumur gas, guna mengetahui besarnya potensi gas yang bisa diinjeksikan selama
jangka waktu tertentu.
Kata kunci: Productivity Index, Gas Lift Performance Curve, Laju produksi sumur gas
Abstract
Artificial Lift method is used to lift the fluid without changing its physics properties. One of its method is
Gas Lift Method. Gas Lift principle is injecting gas to oil well with purpose to reduce the pressure Gradient that
needed to lifting the fluid up to the surface.
Ones of the gas lift Optimization is Direct Injection Gas Lift from gas well to gas lift well. At this methid,
the gas that produced by gas well, is directly injected to oil well. Different than usually type that the gas was saved
at gas separator. Its Optimization is begun with create the reservoir model, then make two well model which is used
to produce gas and another one to produce oil. This Optimization will held for 20 years to reach the maximum oil
recovery.
Development Scenario is started by producing with natural flow at a certain rate of production. Then, when
decline rate of production rate occurred, an analyse will be made to determine the number of gas injection rate that
will be needed by making gas lift performance curve (GLPC). Determining injection gas rate, need concern about
GOR, productivity index and static pressure from Oil Well to know if the well is proper to be injected by gas. After
that, sensitivity test about production gas rate from gas rate will be done to know the gas potentioont that san be
injected for a certain period time.
Keyword: Productivity Index , Gas Lift Performance Curve, Producing gas flow rate
*) Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan - Institut Teknologi Bandung
**) Dosen Pembimbing Program Studi Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung
Enos Eben Ezer, 12206035, Semester 1 2010/2011 Page 2
I. PENDAHULUAN
Industri Migas adalah salah satu industri yang
menyokong stabilitas sumber daya energi di dunia
ini. Berbagai cara dilakukan untuk mempertahankan
ataupun meningkatkan perolehan minyak, dengan
menggunakan metode Artificial Lift. Artificial Lift
adalah metode pengangkatan Buatan yang bertujuan
untuk membantu kemampuan untuk menghantarkan
fluida tanpa mengubah sifat fisik dari fluida tersebut.
Salah satunya adalah gas lift yaitu penginjeksian gas
ke dalam sumur minyak tersebut nantinya akan
mengubah gradient tekanan yang dibuthkan untuk
mengalirkan minyak sampai ke permukaan.
Hanya saja, untuk melakukan injeksi gas lift
diperlukan peralatan di permukaan yang cukup
banyak. Kadangkala untuk penyediaan fasilitas
tersebut akan memakan biaya yang cukup besar.
Sehingga dikembangkanlah metode direct Injection
Gas. Direct Injection gas lift atau injeksi gas
langsung dilakukan dengan tujuan untuk
memudahkan proses injeksi. Hal ini dikarenakan
metode ini tidak membutuhkan peralatan permukaan
seperti pipa flowline yang cukup panjang ataupun
separator gas yang digunakan untuk menyimpan gas
itu terlebih dahulu.
Untuk itu,dalam topik tugas akhir ini, akan dilakukan
simulasi permodelan untuk mengetahui keefektifan
dari metode ini dari segi peningkatan perolehan
minyak. Rencana pengembangan simulasi dilakukan
dengan memasang dua sumur dalam satu reservoir.
Reservoir ini terdiri dari dua zona, yaitu zona gas dan
zona minyak di bawahnya. Di antara dua lapisan
tersebut terdapat zona impermeabel sehingga tidak
terjadi komunikasi antara kedua zona tersebut.
II. TUJUAN
1. Membuat Model integrasi untuk sistem
sumur gas lift dengan injeksi langsung dari
sumur gas.
2. Merancang instalasi sumur gas lift
berdasarkan pada kemampuan produksi
sumur gas.
3. Memperkirakan laju produksi sumur minyak
berdasarkan pada potensi sumur gas yang
tersedia.
III. DASAR PENGEMBANGAN INJEKSI GAS
LANGSUNG
Gas Lift merupakan salah satu metode artificial lift
yang dilakukan dengan cara menginjeksikan gas yang
masuk ke dalam tubing sumur melalui annulus antara
tubing dan casing. Gas yang terinjeksi tersebut akan
membantu produksi minyak dengan cara membentuk
slug yang akan membantu mendorong fluida ke
permukaan ataupun terlarut dalam minyak tersebut
sehingga akan menurunkan densitas fluida sehingga
mengurangi tekanan yang dibutuhkan untuk
mengangkat minyak. Gas tersebut akan masuk
melalui valve atau mandrel setelah dilakukan proses
unloading terlebih dahulu.
Sumber gas injeksi tersebut bisa berasal dari
kandungan gas yang terdapat di dalam reservoir
ataupun berasal dari lapangan lain. Pada dasarnya
direct injection gas lift mirip dengan sistem gas lft
biasa. Hanya saja pada metode ini, gas yang ada tidak
dikirmkan ke separator namun langsung diinejksikan
ke sumur minyak
Untuk kasus injeksi langsung, akan menggunakan
teknik injeksi gas secara terus menerus (continous
gas lift). Kriteria pemilihan metode tersebut
dilakukan berdasarkan productivity index dari sumur
tersebut yaitu sumur dengan PI tinggi (>0.5
stb/day/psi) menggunakan continous gas lift.
Banyaknya gas yang diinjeksikan tergantung dari
ketersediaan gas yang ada di lapangan tersebut.
Namun besar injeksi gas yang dibutuhkan bisa
diperhitungkan dengan menggunakan nodal sytem
anlysis.
Nodal analisis adalah membuat suatu analisis antara
laju produksi dengan tekanan reservoir. Pada nodal
analisis tersebut membuat perbandingan antara IPR
(Inflow performance Curve) dan TPR (Tubing
Performance Curve). IPR adalah kemampuan
mengalirkan fluida dari reservoir ke tubing.
Sedangkan TPR (Tubing Performance Curve)
kemampuan mengalirkan fluida adalah dari tubing
sampai ke permukaan. Ketika dilakukan
penginjeksian gas, maka terjadi penurunan besar
gradien tekanan yang dibuthkan untuk mengangkat
fluida. Karena itu dilakukan analasis TPR dengan
injeksi gas yang berbeda-beda GOR (Gas Oil Ratio)
sehingga didapatkan pertemuan IPR TPR yang paling
optimum. Berikut adalah grafik nodal analisis:
Enos Eben Ezer, 12206035, Semester 1 2010/2011 Page 3
Gambar 3.1 Grafik Nodal Analysis
Setelah didapatkan grafik nodal analisis, barulah
dibuat Grafik Gas Lift performance curve (GLPC) .
Grafik GLPC adalah grafik antara laju produksi
minyak dengan laju injeksi gas. Grafik ini digunakan
untuk mengetahui laju poduksi injeksi optimum yang
dibutuhkan untuk menginjeksi gas lift. Berikut adalah
grafik GLPC:
Gambar 3.2 Grafik GLPC
IV. METODOLOGI
4.1 Model Secara Umum
Simulasi permodelan ini membuat rekaan model
reservoir dan model fasilitas permukaan. Model
Reservoir yang dibuat berbentuk balok sederhana
dengan tebal reservoir 120 ft. Model tersebut terdiri
atas tiga zona yaitu zona gas, zona impermeabel dan
juga zona minyak. Sedangkan model fasilitas
permukaan adalah berupa 2 sumur, Sumur G1
digunakan untuk memproduksi gas dari reservoir gas.
Sedangkan sumur P1 digunakan untuk memproduksi
minyak pada reservoir minyak. Saat sumur P1
mengalami penurunan produksi, maka akan
dilakukan penginjeksian gas (gas lift) yang
bersumber langsung dari sumur G1. Sehingga akan
didapat produksi minyak yang optimum untuk jangka
waktu yang cukup lama (20 tahun).Yang menjadi
faktor perhitungan adalah ketersediaan gas yang ada
dari sumur G1 untuk injeksi.Sehingga nantinya akan
menentukan jumlah gas yang diinjeksi. Hanya saja
sumur G1 belum diproduksikan selama sumur P1
belum membutuhkan gas untuk injeksi gas lift.
4.2 Model Reservoir
Model yang digunakan ini dibuat menggunakan
simulasi Petrel. Model berbentuk balok sederhana
dengan ukuran sumbu x=2000 ft, sumbu y=2000 ft
dan sumbu z= 120 ft. Bagian Top Reservoir terletak
pada kedalaman 5000 ft dari permukaan. Reservoir
gas terletak pada kedalaman 5000-5060 ft. Bagian
impermeable terdapat pada kedalaman 5060-5070 ft.
Sedangkan reservoir minyak terletak pada kedalaman
5070-5120 ft. berikut adalah gambar penampang dari
model yang dibuat:
Gambar 4.2.1 Model reservoir dengan posoritas
heterogen
Reservoir ini merupakan reservoir yang sifatnya
heterogen dengan variasi dari harga porositas dan
permeabilitasnya di tiap grid reservoir.
Keheterogenan dari reservoir ini menggunakan
persamaan porositas dan permeabilitas yang diambil
dari paper Nelson.
Enos Eben Ezer, 12206035, Semester 1 2010/2011 Page 4
Gambar 4.2.3 Grafik persebaran permeabilitas
terhadap porositas untuk batuan sandstone5
Grafik persamaan porositas permeabilitas di atas
adalah grafik untuk persamaan permeabilitaws pada
batuan sandstone.dari grafik tersebut dibuat suatu
persamaan regresi linear untuk medapatkan
persamaan antara porositas dengan permeabilitas,
persamaan yang didapat adalah sebagai berikut:
k_i=0.003*exp((49.05*Φ))
dimana
K_i=permeabilitas arah sumbu x dan y
Sedangkan untuk nilai k arah sumbu z diasumsikan
sebesar 1/10 dari nilai k_i.Nilai porositas reserervoir
berkisar dari 0.1-0.35. Sehingga nilai
permeabilitasnya berkisar dari 1-388 md untuk arah
sumbu i,j. dan Sekitar 0.1-38,8 md.
Tabel 4.2.1 Properti fisik reservoir unit model
No. Properti Harga Satuan
1 Kedalaman res.
Minyak
5120 Ft
2 Tekanan reservoir
minyak
2219 Psi
3 Kedalaman res.gas 5060 Ft
4 Tekanan res. Gas 2210 Psi
5 Temperatur
reservoir
170.33 °F
6 Tebal formasi res.
Minyak
50 Ft
7 Tebal formasi res.
Minyak
60 Ft
8 Porositas 0.1-0.35 -
9 Permeabilitas 1-388 mD
Properti fluida untuk reservoir adalah light oil+gas
dengan API=45˚ dan P bubble= 2219 psi. Sedangkan
property gas dari fluida memiliki specific gravity,
=0.6636 sg udara atau sekitar 0.050673 lbm\ft3.
Gradien tekanan diasumsikan sebesar 0.433 psi/ft.
Sehingga P reservoir di bottom reservoir sebesar 2219
psi. Tipe batuan yang digunakan adalah batuan
consolidated sandstone.
Sedangkan untuk Kurva fungsi saturasi yang
dihasilkan sebagai berikut:
Gambar 4.2.2 Grafik Fungsi Saturasi oil dan gas
Dari grafik tersebut diketahui bahwa wettability dari
batuan tersebut adalah oil wet.
Tabel 4.2.2 Harga parameter fluida
Parameter Harga Satuan
Gravity 45 API
Pb 2219 Psi
SGgas 0.6636 -
-0.1
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
0 0.5 1
krg
ata
u k
ro
Sg
Krg
kro
Enos Eben Ezer, 12206035, Semester 1 2010/2011 Page 5
4.3 Model fasilitas Permukaan
Setelah model reservoir dibuat, maka
dilakukan simulasi di ECLIPSE. Berdasarkan hasil
simulasi di Eclipse didapat, bahwa FOIP di reservoir
minyak sebesar 3429447.5 STB. Sedangkan pada
reservoir gas didapat nilai FGIP sebesar 6725076
MSCF.
Berikut adalah scheduling sumur yang
dilakukan:
Tabel 4.3.1 Schedulling Sumur
Well P1 G1
Location I:30 I:10
J:10 J:10
K:25-40 K:1-20
Datum Depth
(ft)
5070 5060
Wellbore ID
(in)
7 7
Fluid Laju
poduksi
(STB/D) or
(MSCF/D)
300 1500
BHP Target
(psi)
500 -
Rencana pengembangan sumur dilakukan
selama 20 tahun dari bulan Januari 2010-Januari
2020.Berikut adalah gambar penampang posisi
sumur:
Gambar 4.3.1 Letak sumur berdasarkan grid di
Eclipse
Setelah dilakukan peletakan sumur, maka
dibuatlah model fasilitas permukaan dengan
menggunakan software PIPESIM. Software
PIPESIM akan menggeneralisasi simulasi produksi
dari reservoir (Eclipse) sampai ke permukaan. Hanya
saja software ini hanya akan dapat melakukan untuk
satu waktu tertentu. Model yang dibuat membentuk
jaringan yang menerangkan kondisi faslitas
permukaan sumur sampai ke separator.
Dari sumur P1 dialirkan ke wellhead lalu sampai ke
separator Sink_1.Sedangkan dari Sumur G1 dialirkan
ke wellhead sampai ke separator Sink_3
Gambar 4.3.2 Konfigurasi peralatan permukaan
Pada model ini,seharusnya dari wellhead di
sumur G1 langsung dihubungkan ke sumur P1, yang
nantinya gas yang diproduksikan akan langsung
dialirkan ke sumur P1 sebagai injeksi gas lift. Hanya
saja, karena adanya keterbatasan software PIPESIM,
yang belum bisa untuk melakukan hal tersebut, maka
gas yang terproduksi seolah-olah diinjeksikan ke
sumur P1. Hal ini dilakukan dengan cara
menginjeksikan gas ke sumur P1 sesuai dengan
property fluida dari gas yang diproduksikan oleh G1
dan juga ketersediaan yang terproduksikan oleh
sumur tersebut. Diharapkan ke depannya akan
didapatkan cara untuk menginjeksikan langsung dari
sumur ke sumur.
Berikut adalah properti dari fasilitas tiap
sumur dari wellbore sampai ke permukaan:
Gambar 4.3.3 Gambar perlengkapan sumur
Enos Eben Ezer, 12206035, Semester 1 2010/2011 Page 6
Pada awal produksi, karakteristik reservoir pada
sumur P1 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3.2
Static P (Psi) 2219
Temperatur (°F) 160
Well PI (STB/Psi.Day) 2.25
Sedangkan untuk sumur G1 adalah sebagai berikut:
Gambar 4.3.4 skema flowline
Sedangkan dari Tubing sampai flowline B1 memiliki
properti sebagai berikut:
Tabel 4.3.3 Tabel data konfigurasi fasilitas
permukaan
Ambient T Tubing (°F) 80
Tubing ID (in) 3.5
Flowline B2 ID (in) 4
Jarak horisontal B2 (ft) 10
Ambient T B2 (°F) 80
Flowline B1 ID (in) 8
Jarak horisontal B1 (ft) 1
Ambient T B1 (°F) 80
Flowline B4 ID (in) 3
Jarak horisontal B4 (ft) 100
Ambient T B4 (°F) 120
Flowline B6 ID (in) 3
Jarak horisontal B6 (ft) 1
Ambient T B6 (°F) 120
4.4 Integrasi Model
Model reservoir dan model fasilitas permukaan sudah
dibuat. Setelah itulah baru dilakukan integrasi model
yang akan menghubungkan reservoir dengan fasilitas
permukaan dengan menggunakan FPT (Field
Planning Tool). Software ini akan melakukan
produksi dari dari dasar sumur hingga ke separator
sesuai dengan desain yang ada.
4.5 Skenario Produksi dan Injeksi
Skenario yang dilakukan awalnya adalah melakukan
pemilihan lokasi sumur minyak yang cocok untuk
diproduksi dan juga sumur gas. Sumur gas yang ada
nantinya dilakukan pemilihan besar laju produksi
untuk mengetahui ketersediaan laju produksi yang
bisa dipakai untuk injeksi ke sumur minyak.
Sumur diproduksikan Sejak tanggal 1 Januari 2010
hingga 1 Januari 2030. Pada awal produksi, sumur
minyak akan diproduksikan terlebih dahulu dengan
laju poduksi produksi sebesar 300 STB/D. Setelah
diproduksi, nantinya sumur akan mengalami
penurunan produksi akibat penurunan tekanan. Pada
saat itulah akan dilakukan injeksi langsung dari
sumur gas yang ada. Sehingga sumur gas baru akan
dibuka pada saat itu juga. Injeksi gas yang dilakukan
berdasarkan kemampuan sumur gas yang ada.
V. HASIL DAN ANALISA DATA
Awalnya pada lapangan tersebut hanya membuka
sumur P1 saja untuk mengetahui kinerja produksi
secara alamiah dari sumur tersebut. Sumur diproduksi
dengan laju produksi 300 STB/D seperti yang sudah
disebutkan sebelumnya. Gambar 4.1 adalah profile
produksi secara alamiah hasil simulasi ECLIPSE :
Gambar 4.1 Grafik produksi sumur P1 dari ECLIPSE
Hanya saja saat disambungkan dengan fasilitas
permukaan menggunakan Software FPT, terjadi
penurunan produksi yang cukup drastis seperti
ditunjukkan pada gambar 4.2.
Dari gambar terlihat bahwa pada kondisi produksi
alamiah, sumur hanya bertahan pada kondisi laju
produksi minyak sebesar 300 STB/D sampai hari ke
151. Lalu laju produksi sumur turun langsung
menjadi 90 STB/D pada hari selanjutnya. Jika
dihitung hasil perolehannya, diperoleh minyak
kumulatif yang didapat adalah 215100 STB, atau
recovery factor sebesar 6,2 %.
Untuk meningkatkan recovery factor, maka
selanjutnya akan dilakukan dilakukan operasi gas lift.
Penginjeksian dilakukan pada saat laju produksi
Enos Eben Ezer, 12206035, Semester 1 2010/2011 Page 7
minyak turun dari 300 STB/D, yaitu pada hari ke
151.
Untuk melakukan injeksi gas lift perlu
memperhatikan beberapa faktor, yaitu gas oil ratio
(GOR), productivity index dan tekanan
reservoir.Ketiga faktor tersebut diperhatikan pada
hari akan melakukan gas lift. Dari hasil simulasi di
fpt didapat hasil yang ditampilkan pada Gambar 4.2-
4.5.
Dari Grafik tersebut, pada hari ke 151 didapat nilai
GOR 676 SCF/STB,PI 0.66 STB/Psi.Day, Static
Pressure 1958 Psi.Data tersebut selanjutnya akan
digunakan untuk membuat kurva Gas Lift
Performance Curve (GLPC).
Kurva GLPC dibuat dengan menggunakan software
PIPESIM dengan menggunakan 3 input data yang
telah disebutkan sebelumnya.Berikut adalah grafik
GLPC yang diperoleh:
Gambar 4.6 Grafik GLPC injeksi pertama
Grafik tersebut adalah grafik GLPC yang menpilkan
antara Qliuid dengan Qinjeksi gas. Dari grafik
tersebut, diketahui bahwa Qoptimum untuk injeksi
sebesar 8 MMSCF/D.
Setelah diketahui jumlah gas yang dibutuhkan, maka
dilakukan perhitungan potensi produksi sumur gas.
Pada langkah pertama, dilakukan perubahan
sensitivity dari laju produksi sumur gas sehingga
diketahui potensi produksi gas yang akan digunakan
untuk injeksi gas lift. Untuk itu, dilakukan
pemilihan sensitivity laju produksi gas untuk
mencapai laju produksi yang mampu bertahan dalam
jangka waktu cukup panjang, yaitu 1, 1.5, dan 2
MMSCF/D. Gambar 4.7-4.9 menunjukkan grafik
produksi sumur G1:
Gambar 4.7 Hasil produksi sumur gas pada laju
poduksi 1 MMSCF/D
Gambar 4.8 Grafik produksi sumur gas pada laju
poduksi 1. 5 MMSCF/D
Gambar 4.9 Hasil produksi sumur gas pada laju
poduksi 2 MMSCF/D
Dari ketiga grafik tersebut, untuk laju poduksi 1
MMSCF/D bertahan sampai hari ke 3000.Sedangkan
untuk laju poduksi 1.5 MMSCF/D bertahan sampai
hari ke 2251. Sedangkan untuk laju poduksi 2
Enos Eben Ezer, 12206035, Semester 1 2010/2011 Page 8
MMSCF/D bertahan sampai sekitar hari ke 1800.
Maka dapat diambil analisa bahwa laju poduksi gas
yang optimum adalah laju poduksi 1.5 MMSCF/D
dan juga 2MMSCF/D. Karena memiliki potensi
produksi gas yang paling banyak dibandingkan
1MMSCF/D.
Maka selanjutnya dilakukan injeksi gas lift pada
sumur P1, dengan laju gas injeksi sebesar 1.5
MMSCF/D semenjak hari ke 151.
Setelah dilakukan penginjeksian, maka diperoleh data
hasil simulasi sebagai berikut (Gambar 4.10-4.12):
Laju produksi minyak 300 STB/D tersebut menjadi
bertahan hingga hari ke 943. Pada hari ke 943, nilai
GOR sebesar 560.8 SCF/STB , PI sebesar 0.462
(STB/Psi.d) dan Tekanan reservoir sebesar 1507 psi.
Dengan injeksi gas yang pertama, maka diperoleh
peningkatan kumulatif minyak menjadi 0.9889
MMSTB hingga tahun ke 20, atau recovery factornya
menjadi 28,8%.
Kondisi PI yang sudah di bawah 0.5 sebenarnya
sudah tidak mendukung untuk melakukan injeksi gas
lift lagi. Namun untuk membuktikan hal tersebut ,
akan dilakukan simulasi injeksi untuk
mempertahankan laju produksi sebesar 300 STB/D.
Untuk itu dilakukan injeksi gas lift lagi dengan laju
poduksi yang sama 1.5 MMSCF/D hanya saja dengan
desain valve yang berbeda.
Berikut adalah Grafik GLPC kondisi reservoir di hari
ke 943, yaitu dengan tekanan reservoir 1507psi.
Gambar 4.13 Grafik GLPC untuk P reservoir=1507
Psi
Maka nilai laju poduksi injeksi yang optimum adalah
sebesar 2.993 MMSCF/D. Kembali ke ketersediaan
gas yang diproduksikan maka yang digunakan adalah
injeksi gas sebesar gas 1.5 MMSCF/ D.
Setelah dilakukan simulasi injeksi maka diperoleh
hasil sebagai gambar berikut (Gambar 4.14):
Dari grafik di atas didapatkan bahwa injeksi gas 1.5
sudah tidak mampu mempertahankan laju poduksi
sebesar 300 STB/D lagi untuk waktu yang lebih
lama. Laju poduksi 300 hanya dapat bertahan hingga
hari ke 943 saja. Hal ini dikarenakan nilai PI yang
sudah kecil (<0.5) sehingga kemampuan sumur sudah
tidak bisa memproduksi tahan sampai 300
STB/D.Namun injeksi gas ini cukup bermanfaat
karena mampu mempertahankan laju produksi sumur
dengan nilai cukup tinggi. Dari sini disimpulkan
bahwa injeksi gas lift sebesar 1.5 MMSCF/D mampu
meningkatkan recovery Factor menjadi 28.8 %.
Sekarang untuk skenario ke 2 diinjeksikan kembali
dari hari ke 151 dengan menggunakan laju poduksi 2
MMSCF/D
Berikut adalah hasil simulasinya (Gambar 4.15):
Dari hasil grafik di atas, terlihat bahwa grafik
yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan injeksi gas
1.5 MMSCF/D. Untuk laju produksi 300 STB/D
hanya mampu bertahan hingga hari ke 1035. Lebih
lama bila dibandingkan dengan injeksi gas 1.5
MMSCF/D. Namun melihat untuk selanjutnya laju
produksi menunjukkan penurunan yang kurang lebih
sama dengan laju produksi 1.5 MMSCF/D. Dengan
laju poduksi tersebut, diperoleh kumulatif oil sebesar
0.9983 MMSTB. Sehingga diperoleh RF 29.1%.
Recovery Factor tersebut mengalami sedikit
peningkatan jika dibandingkan dengan injeksi 1.5
MMSCF/D, yaitu mengalami peningkatan 0.03 %.
Selanjutnya dilihat hasil data grafik GOR dan
productivity index sebagai berikut (Gambar 4.16 &
4.17):
Dari grafik tersebut, pada hari ke 1034, nilai
productivity index sudah turun mencapai 0.464 .
Mengingat seperti skenario injeksi 2 dengan injeksi
gas 1.5 MMSCF/D. Bila productivity index <0.5
maka injeksi gas lift sudah tidak efektif lagi sehingga
diputuskan untuk tidak melakukan injeksi ulang.
VI. KESIMPULAN
1. Permodelan secara terintegrasi dapat
dikembangkan yang dapat mewakili kondisi
lapangan.
2. Permodelan tersebut dapat digunakan untuk
merencanakan instalasi sumur gas lift sesuai
dengan ketersediaan potensi gas yang ada
dari sumur gas. Contohnya untuk kondisi
aliran alamiah, pada hari ke 151
65
75
85
0 5 10 15
Laju
Pro
du
ksi M
inya
k (S
TB/D
)
Laju injeksi Gas (MMSCF/D)
Enos Eben Ezer, 12206035, Semester 1 2010/2011 Page 9
membutuhkan laju injeksi gas sebesar 8
MMSCF
3. Berdasarkan model, dapat diketahui profil
laju produksi minyak seseuai dengan
ketersediaan laju produksi gas dari sumur
gas.Contohnya untuk injeksi gas 1.5
MMSCF/D akan mempertahankan laju
produksi minyak 300 STB/D sampai hari ke
943. Sedangkan untuk injeksi gas 2
MMSCF/D akan mempertahankan laju
produksi minyak 300 STB/D sampai hari ke
1035.
VII. SARAN
1. Pengembangan model secara general yang
meliputi jumlah sumur gas yang lebih
banyak.
2. Dengan keterbatasan produksi sumur gas,
dapat dipertimbangkan juga metode rotative
gas lift untuk membantu ketersediaan
produksi gas.
DAFTAR ISTILAH
Φ = Porositas
K = permeabilitas (mD)
DAFTAR PUSTAKA
1. Schlumberger. Gas Lift Technology.
2. Schlumberger. PIPESIM FPT User Guide.
Schlumberger Information Solution.
3. Takacs, Gabor. Gas Lift Manual. PennWell
Corporation, 2005.
4. Guo, Buyon. Petroleum Production Engineering
: A Computer –Assisted Approach. Elsevier
Science & Technology Books. 2007.
5. Philip H. Nelson. Permeability-Porosity
Relationships in Sedimentary Rocks: U.S.
Geological Survey, Denver, Colorado
Enos Eben Ezer, 12206035, Semester 1 2010/2011 Page 10
LAMPIRAN
Gambar 4.2 Grafik produksi sumur hasil Integrasi di FPT
Gambar 4.3 Grafik GOR kondisi alamiah
0
50
100
150
200
250
300
350
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Laju
Pro
du
ksi m
inya
k (S
TB/D
)
Waktu (hari)
590
600
610
620
630
640
650
660
670
680
690
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
GO
R (
SCF/
STB
)
Waktu (hari)
Enos Eben Ezer, 12206035, Semester 1 2010/2011 Page 11
Gambar 4.4 Grafik PI untuk produksi alamiah
Gambar 4.5 Grafik Tekanan reservoir untuk produksi alamiah
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Pro
du
ctiv
ity
Ind
ex
(STB
/PSI
.day
)
Waktu (hari)
0
500
1000
1500
2000
2500
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Teka
nan
Re
serv
oir
(P
si)
Waktu (hari)
Enos Eben Ezer, 12206035, Semester 1 2010/2011 Page 12
Gambar 4.10 Grafik Laju produksi minyak untuk injeksi pertama sebesar gas 1.5 MMSCF/D
Gambar 4.11 Grafik GOR untuk injeksi pertama sebesar 1.5 MMSCF/D
0
50
100
150
200
250
300
350
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
Laju
Pro
du
ksi m
inya
k (S
TB/D
)
Waktu (hari)
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
GO
R (
SCF/
STB
)
Waktu (hari)
Enos Eben Ezer, 12206035, Semester 1 2010/2011 Page 13
Gambar 4.12 Grafik Tekanan reservoir untuk injeksi pertama sebesar 1.5 MMSCF/D
Gambar 4.14 Grafik laju produksi minyak untuk injeksi ke 2
0
500
1000
1500
2000
2500
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
Teka
nan
Re
serv
oir
(p
si)
Waktu (hari)
0
50
100
150
200
250
300
350
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Laju
Pro
du
ksi m
inya
k (S
TB/D
ay)
Waktu (hari)
Enos Eben Ezer, 12206035, Semester 1 2010/2011 Page 14
Gambar 4.15 Grafik Laju Produksi sumur untuk laju injeksi Gas 2 MMSCF/D
Gambar 4.16 Grafik Gas Oil Ratio
0
50
100
150
200
250
300
350
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Laju
Pro
du
ksi M
inya
k (S
TB/D
ay)
Waktu (hari)
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
GO
R (
SCF/
STB
)
Waktu (hari)
Enos Eben Ezer, 12206035, Semester 1 2010/2011 Page 15
Gambar 4.17 Productivity Index
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0.45
0.5
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Pro
du
ctiv
ity
Ind
ex
(STB
/psi
.day
)
Waktu (hari)