gambaran iklim keselamatan kerja (safety...
TRANSCRIPT
GAMBARAN IKLIM KESELAMATAN KERJA (SAFETY CLIMATE)
PADA PERAWAT DAN TENAGA PENUNJANG MEDIS DI RSUD
KOTA DEPOK TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh:
LILIS YULIARTI
NIM: 1112101000037
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2018
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Januari 2018
Lilis Yuliarti
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi
GAMBARAN IKLIM KESELAMATAN KERJA (SAFETY CLIMATE)
PADA PERAWAT DAN PENUNJANG MEDIS DI RSUD DEPOK
TAHUN 2017
Telah disetujui, diperiksa, dan untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Januari 2018
Oleh :
Lilis Yuliarti
1112101000037
Mengetahui,
iii
PANITIA SIDANG UJIAN
SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Januari 2018
Penguji I,
Penguji II,
Penguji III,
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Januari 2018
Lilis Yuliarti, NIM: 1112101000037
Gambaran Iklim Keselamatan Kerja (Safety Climate) Pada Perawat dan
Tenaga Penunjang Medis di RSUD Kota Depok Tahun 2017
(XVIII + 120 halaman, 24 tabel, 4 gambar, 2 lampiran)
ABSTRAK
Iklim keselamatan kerja merupakan faktor penting dalam sektor pelayanan
kesehatan. Dimana melalui pengembangan iklim keselamatan kerja organisasi
dapat meningkatkan keterlibatan pekerja dalam pelaksanaan keselamatan kerja di
tempat kerja. Hasil studi pendahuluan di RSUD Depok menunjukkan bahwa 20%
perawat (3 dari 15 orang) dan 66.7% penunjang medis (10 dari 15 orang) masih
kurang aktif terlibat dalam program keselamatan dari manajemen yaitu program
pelaporan kecelakaan kerja.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran iklim keselamatan kerja
pada perawat dan penunjang medis sehingga dapat dijadikan evaluasi guna
meningkatkan pelaksanaan K3 di rumah sakit. Penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Sampelnya berjumlah 110 pekerja pada
4 instalasi kerja perawat dan 9 instalasi kerja penunjang medis. Pengambilan
sampel dilakukan dengan metode simple random sampling dengan instrumen
penelitian berupa kuesioner NOSACQ-50.
Hasil penelitian menunjukkan secara umum pada perawat seluruh dimensi
sudah dalam kategori baik, namun pada penunjang medis dimensi terkait sikap
memprioritaskan keselamatan dan tidak ditoleransinya risiko bahaya serta dimensi
pembelajaran, komunikasi, dan inovasi masih dalam kategori cukup.
Adapun untuk mengoptimalkan hal tersebut manajemen rumah sakit
sebaiknya mengadakan workshop mengenai risiko dan bahaya yang ada di unit
kerja dan menyisipkan informasi berkaitan dengan isu-isu keselamatan kerja
ketika ada kegiatan-kegiatan diskusi yang melibatkan tenaga penunjang medis.
Kata Kunci : iklim keselamatan kerja, NOSACQ-50, perawat, penunjang
medis.
Daftar Bacaan : 98 (1970-2017)
v
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Undergraduated Thesis, Januari 2018
Lilis Yuliarti, NIM: 1112101000037
Description of Safety Climate in Nurses and Medical Support at RSUD
Depok Year 2017
(XVII + 120 pages, 24 tables, 4 images, 2 appendixes)
ABSTRACT
Safety climate is essential factor in the healthcare sector. Safety climate
development in organization can improve workers involvement in the safety
implementation of workplace. However, study result at RSUD Depok showed that
20% nurses (3 of 15 person) and 66.7% medical support (10 of 15 person) still
less active to be involved in the safety program from manajement that is accident
reporting program.
The study aimed to analyze the safety climate in nurses and medical supporting so can be evaluated to improve the implementation of K3 in hospital.
The samples were 110 employees from four nurse work instalations and nine
medical support work installations. Sample was takes by simple random sampling
method with the research instrumen used was a questionnaire NOSACQ-50.
The results showed that the nurses of all dimensions are in good category,
but on the medical support the related dimensions of safety prioritization and not
tolerance of hazard risk and the dimensions of learning, communication, and
innovation are still in enough category.
The suggestions to improve that dimension is hospital management should
be provide workshop about risk perception and danger in work unit and insert
information about safety issues when there are discussion activities involving
medical support personnel.
Keywords : safety climate, NOSACQ-50, nurses, medical support
References : 98 (1970-2017)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS PERSONAL
Nama : Lilis Yuliarti
Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 15 Juli 1994
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Swadaya 2 RT 07/06 No.09 Simpangan
Depok, Kelurahan Jatijajar, Kecamatan Tapos,
16955
Telepon : 081907432143
Email : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
1999-2000 : TK Mutiara, Cimanggis, Jawa Barat
2000-2006 : SDN RRI Nasional
2006-2009 : SMP Islam Raden Patah
2009-2012 : SMA Negeri 4 Depok
2012 - Sekarang : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI
Divisi Finance Panitia "Sosial Project" FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013
Anggota Departemen IT FSK3 (Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja) UIN Jakarta (2013-2015)
Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) Komisi Pemilihan Umum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2014)
vii
Anggota Divisi Publikasi Training "SMK3 Based on OHSAS 18001 dan
PP No.50 Tahun 2012" (2014)
Manajer Departemen Public Relationship FSK3 (Forum Studi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja) UIN (2015-2016)
Sekretaris Seminar Profesi “Peduli Keselamatan Berkendara; Aku dan
Ojek Online Tertib Berlalu Lintas” (2015)
Ketua Pelaksana Penyuluhan dan Talkshow Kesehatan tentang ASI
Eksklusif di RW 09 Kelurahan Jombang (2015)
PELATIHAN
Peserta Training “SMK3 Based on OHSAS 18001 dan PP No. 50 tahun
2012” tahun 2014.
Peserta Workshop “Keselamatan pada Proses Industri” tahun 2014.
Peserta Workshop “Manajemen Kebakaran” tahun 2015.
Peserta Workshop “Analisis Risiko di Tempat Kerja” tahun 2015.
Peserta Workshop “Ergonomi di Tempat Kerja” tahun 2015.
Peserta Pelatihan Keselamatan Kontruksi (Lifting Crane ) tahun 2015.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT karena
atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul " Gambaran Iklim Keselamatan Kerja Pada Perawat
dan Penunjang Medis di RSUD Depok Tahun 2017". Sholawat serta salam
selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang telah
membawa kita dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang
penuh dengan keilmuan seperti saat ini.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam
proses memperoleh gelar sarjana. Dimana dalam proses penyusunannya,
penulis mendapat dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
ingin mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kemudahan
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Keluarga tercinta, ibu, bapak, dan kakak saya sri sabekti yang telah
memberikan dukungan, doa, serta semangat yang luar biasa dalam
proses penyelesaian skripsi.
3. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM,M.Kes selaku Dekan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat.
5. Ibu Dr.Ela Laelasari, SKM, M.Kes selaku pembimbing akademik
penulis.
6. Bapak Dr. Farid Hamzens, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu
Izzatu Millah, SKM, M.KKK selaku pembimbing II yang selalu
siap memberikan bimbingan dan pengarahan yang membangun
dalam proses penyelesaian skripsi ini.
7. Pihak manajemen, perawat dan penunjang medis di RSUD Depok
yang telah menerima dan membantu penulis selama proses
penelitian dan penulisan skripsi.
ix
8. Sahabat lintas jurusan penulis yaitu Nuril Hidayah, Isnaeni WS,
Tyas Indah PS, Yufa Zuriyah, Sri Widyastuti, Abd Rohim yang
telah memberikan dukungan dan motivasi dengan pertanyaan
"kapan nyusul wisuda?" dan “sudah sampai mana skripsinya?”.
9. Sahabat penulis di K3 (Devina, Rahfita, Eka) yang siap sedia
membantu dan senantiasa menyemangati serta menghibur penulis
selama proses penyelesaian skripsi.
10. Sahabat penulis "Seperjatijajaran" (Sapty, Eka, Wulan, Devy, Iyos,
Dennis, Irsad) yang selalu membantu penulis melepas penat selama
proses pengerjaan skripsi.
11. Semua pihak yang membantu kelancaran skripsi ini yang tak bisa
disebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis menyadari adanya kekurangan dalam penulisan
skripsi ini sehingga diharapkan kritik dan saran yang membangun dapat
dijadikan perbaikan kedepannya. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat baik bagi penulis maupun pembaca yang lain, Aamin.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb
Jakarta, Januari 2018
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... i
PERNYATAAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 6
1.3 Pertanyaan Penelitian ...................................................................................... 7
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 7
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................................ 7
1.4.2 Tujuan Khusus ....................................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 8
1.5.1 Bagi RSUD Depok ................................................................................. 8
1.5.2 Bagi FKIK .............................................................................................. 8
1.5.3 Bagi Peneliti Selanjutnya ....................................................................... 8
1.6 Ruang Lingkup ............................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 10
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ....................................................... 10
2.1.1 Ruang Lingkup K3 Secara Umum ....................................................... 10
2.1.2 Keselamatan dan Kesehatan di Rumah Sakit (K3RS) ......................... 12
2.1.3 Potensi Bahaya di Rumah Sakit ........................................................... 13
xi
2.1.4 Kecelakaan Kerja di Rumah Sakit ....................................................... 14
2.2 Budaya Keselamatan (safety culture) ........................................................... 16
2.3 Model Budaya Keselamatan ......................................................................... 18
2.4 Iklim Keselamatan Kerja (safety climate) .................................................... 30
2.5 Pengukuran Iklim Keselamatan Kerja .......................................................... 31
2.5.1 Loughborough Safety Climate Assessment Toolkit (LSCAT) .............. 32
2.5.2 Safety Climate Tools (SCT) ................................................................. 32
2.5.3 Nordic Safety Climate Questionnaire (NOSACQ-50) ......................... 33
2.6 Dimensi Iklim Keselamatan Kerja ................................................................ 39
2.7 Manfaat Pengukuran Iklim Keselamatan...................................................... 47
2.8 Kerangka Teori ............................................................................................. 48
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ................. 50
3.1 Kerangka Konsep.......................................................................................... 50
3.2 Definisi Operasional ..................................................................................... 51
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 54
4.1 Desain Penelitian ......................................................................................... 54
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 54
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................... 54
4.3.1 Populasi ................................................................................................ 54
4.3.2 Sampel .................................................................................................. 55
4.4 Pengumpulan Data ....................................................................................... 57
4.4.1 Sumber Data ......................................................................................... 57
4.4.2 Instrumen Penelitian............................................................................. 57
4.5 Uji Instrumen ................................................................................................ 60
4.6 Pengolahan Data ........................................................................................... 61
4.6.1 Mengkode Data (Data Coding) ............................................................ 61
4.6.2 Menyunting Data (Data Editing) ......................................................... 61
4.6.3 Memasukkan Data (Data Entry) .......................................................... 62
4.6.4 Membersihkan Data (Data Cleaning) .................................................. 62
4.7 Analisa Data.................................................................................................. 62
xii
BAB V HASIL ...................................................................................................... 63
5.1 Gambaran Lokasi Penelitian ......................................................................... 63
5.1.1 Sejarah RSUD Depok .......................................................................... 63
5.1.2 Struktur Organisasi RSUD Kota Depok .............................................. 64
5.1.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di RSUD Kota Depok .......... 64
5.1.4 Kebijakan K3 RSUD Kota Depok ....................................................... 66
5.1.5 Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja ........................................ 67
5.2 Gambaran Karakteristik Individu Perawat dan Penunjang Medis ................ 71
5.3 Gambaran Dimensi Iklim Keselamatan Kerja Perawat dan Tenaga Penunjang
Medis di RSUD Depok Tahun 2017 ............................................................ 72
5.3.1 Prioritisasi dan Komitmen Manajemen Terhadap K3 .......................... 75
5.3.2 Pemberdayaan Manajemen Keselamatan Kerja ................................... 78
5.3.3 Keadilan Manajemen Keselamatan Kerja ............................................ 80
5.3.4 Komitmen Pekerja Terhadap Keselamatan Kerja ................................ 82
5.3.5 Prioritas Keselamatan Pekerja dan Tidak Ditoleransinya Risiko Bahaya
....................................................................................................................... 84
5.3.6 Pembelajaran, Komunikasi, Dan Inovasi ............................................. 86
5.3.7 Kepercayaan Terhadap Keefektifan Sistem Keselamatan Kerja ......... 88
BAB VI PEMBAHASAN ..................................................................................... 91
6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................................ 91
6.2 Gambaran Iklim Keselamatan Kerja Perawat dan Penunjang Medis ........... 91
6.3.1 Prioritisasi dan Komitmen Manajemen ................................................ 95
6.3.2 Pemberdayaan Manajemen Keselamatan Kerja ................................... 97
6.3.3 Keadilan Manajemen Keselamatan Kerja .......................................... 100
6.3.4 Komitmen Pekerja Terhadap Keselamatan Kerja .............................. 102
6.3.5 Prioritas Keselamatan Pekerja dan Tidak Ditoleransinya Risiko Bahaya
..................................................................................................................... 103
6.3.6 Pembelajaran, Komunikasi, Dan Inovasi ........................................... 105
6.3.7 Kepercayaan Terhadap Keefektifan Sistem Keselamatan Kerja ....... 107
xiii
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 110
7.1 Kesimpulan ................................................................................................. 110
7.2 Saran ........................................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 115
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Dimensi Iklim Keselamatan Kerja ....................................................... 22
Tabel 2. 2 Daftar Instrumen Pengukuran Iklim Keselamatan ............................... 34
Tabel 2. 3 Jurnal Terkait Penggunaan NOSACQ-50 Di Rumah Sakit ................. 36
Tabel 2. 4 Dimensi Iklim Keselamatan ................................................................. 38
Tabel 4. 1 Daftar Jumlah Perawat dan Tenaga Penunjang Medis di RSUD Depok
Tahun 2017............................................................................................55
Tabel 4. 2 Jumlah Sampel per Profesi di Tiap Unit .............................................. 56
Tabel 4. 3 Distribusi Pernyataan Positif dan Negatif pada Kuesioner .................. 58
Tabel 4. 4 Skoring Instrumen safety climate ......................................................... 58
Tabel 5. 1 Karakteristik Perawat dan Penunjang Medis........................................71
Tabel 5. 2 Distribusi Frekuensi Dimensi Iklim Keselamatan Secara Umum ....... 74
Tabel 5. 3 Distribusi Proporsi Dimensi Prioritisasi dan Komitmen Manajemen
Terhadap K3 ......................................................................................... 75
Tabel 5. 4 Distribusi Frekuensi Dimensi Prioritisasi dan Komitmen Manajemen
Terhadap K3 ......................................................................................... 76
Tabel 5. 5 Distribusi Proporsi Dimensi Pemberdayaan Manajemen Keselamatan
Kerja ..................................................................................................... 78
Tabel 5. 6 Distribusi Frekuensi Dimensi Pemberdayaan Manajemen Keselamatan
Kerja ..................................................................................................... 79
Tabel 5. 7 Distribusi Dimensi Keadilan Manajemen Keselamatan Kerja ............ 80
Tabel 5. 8 Distribusi Frekuensi Dimensi Keadilan Manajemen Keselamatan
Kerja.. ................................................................................................... 81
Tabel 5. 9 Distribusi Proporsi Dimensi Komitmen Pekerja Terhadap Keselamatan
Kerja ..................................................................................................... 82
xv
Tabel 5. 10 Distribusi Frekuensi Dimensi Komitmen Pekerja Terhadap
Keselamatan Kerja ............................................................................. 83
Tabel 5. 11 Distribusi Proporsi Dimensi Prioritas Keselamatan Pekerja Dan Tidak
Ditoleransinya Risiko Bahaya ............................................................ 84
Tabel 5. 12 Distribusi Frekuensi Dimensi Prioritas Keselamatan Pekerja Dan
Tidak Ditoleransinya Risiko Bahaya.................................................. 85
Tabel 5. 13 Distribusi Proporsi Dimensi Pembelajaran, Komunikasi, dan Inovasi
............................................................................................................ 86
Tabel 5. 14 Distribusi Frekuensi Dimensi Pembelajaran, Komunikasi, dan Inovasi
............................................................................................................ 87
Tabel 5. 15 Distribusi Proporsi Dimensi Kepercayaan Terhadap Keefektifan
Sistem Keselamatan Kerja ................................................................. 88
Tabel 5. 16 Distribusi Frekuensi Dimensi Kepercayaan Terhadap Keefektifan
Sistem Keselamatan Kerja ................................................................. 89
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Cooper's Reciprocal Safety Culture Model ...................................... 18
Gambar 2. 2 Kerangka Teori Adaptasi Cooper (2000) dan Kines dkk (2011) ..... 49
Gambar 5. 1 Struktur Organisasi RSUD Kota Depok...........................................64
Gambar 5. 2 Radar Plot Dimensi Iklim Keselamatan Kerja ................................. 72
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 Lembar Output Hasil Penelitian
xviii
DAFTAR ISTILAH
K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja
PAK : Penyakit Akibat Kerja
IAEA : International Atomic Energy Authority
OSHA : Occupational Safety and Health Administration
MLK3 : Mutu, Lingkungan, dan K3
P2K3 : Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
K2G : Keselamatan Kebakaran Gedung
OHSAS : Occupational Health and Safety Assessment Series
APD : Alat Pelindung Diri
APAR : Alat Pemadam Api Ringan
IPSRS : Instalasi Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Rumah
Sakit
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan berjalannya waktu, penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) pada pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit kini telah
mendapatkan perhatian. Dimana keberadaan K3 di rumah sakit telah menjadi
salah satu persyaratan dalam meningkatkan akreditasi rumah sakit. Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah
sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dan
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, serta gawat darurat. Selain
dituntut mampu memberikan pelayanan dan pengobatan yang bermutu, rumah
sakit juga dituntut untuk melaksanakan upaya keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) yang dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga
resiko terjadinya penyakit akibat kerja (PAK) dan kecelakaan kerja di rumah
sakit dapat dihindari (Kemenkes RI, 2010).
Namun dengan adanya asumsi bahwa tenaga kerja di rumah sakit
sudah tahu dan dapat mempertahankan keselamatan dan kesehatan serta
melindungi dirinya kemudian dianggap lebih mudah melakukan konsultasi
dengan dokter atau mendapatkan fasilitas perawatan secara informal,
menjadikan terkadang pelaksanaan K3 di rumah sakit seolah-olah
dipinggirkan (Nurfitriani dkk, 2012). Padahal berbagai faktor bahaya potensial
2
yang ada dirumah sakit dapat kapanpun dan dimanapun mengancam pekerja
seperti faktor biologi (virus, bakteri, jamur,dll); faktor kimia (antiseptik, gas
anestesi,dll); faktor fisik (suhu, cahaya, bising, listrik, getaran, radiasi, dll);
faktor psikososial (shift kerja, hubungan pekerja/atasan,dll) (Kemenkes RI,
2010). Berdasarkan hal tersebut, maka penerapan K3 di rumah sakit haruslah
diperhatikan dengan serius mengingat potensi bahayanya dapat merugikan
pihak rumah sakit, tenaga kesehatan maupun pasien (Departemen Kesehatan
RI, 2006).
Tambahan pula dari laporan yang dibuat oleh The National Safety
Council (NSC) menyebutkan bahwa 41% petugas medis yang mengalami
absenteisme, diakibatkan oleh penyakit akibat kerja dan injury dimana angka
ini jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor industri lainnya (Depkes,
2010). Selain itu menurut Ducker (2009) rumah sakit merupakan tempat kerja
yang sarat dengan potensi bahaya, bahkan Bureau of Labor Statistics (BLS)
kemudian melaporkan bahwa kasus kecelakaan kerja yang sering terjadi di
rumah sakit diantaranya tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang,
tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi lainnya atau penyakit
akibat kerja. Berdasarkan hasil survei di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
pada bulan September 2006 diketahui bahwa dari 400 tenaga kesehatan,
54,6% pernah mengalami tertusuk jarum, 14% terpeleset, 9% tergilas roda
brankard, 7% tergilas tabung oksigen, 5% terjatuh, 4% tersengat listrik, dan
kecelakaan lain seperti terjepit, terkena pecahan ampul, terkena percikan api
sebanyak 6,4% (Khoiriyati, 2016). Sementara terkait penyakit akibat kerja di
rumah sakit yang sering dilaporkan antara lain ditemukan keluhan subjektif
3
low back pain pada 83,3% pekerja rumah sakit, keluhan dermatitis kontak
iritan kronik pada 65,4% petugas pembersih rumah sakit, dan prevalensi
gangguan mental emosional 17,7% pada perawat akibat beban kerja
(Departemen Kesehatan, 2010). Dimana kondisi kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja seperti yang disebutkan diatas tentunya akan
menimbulkan kerugian tidak hanya bagi tenaga kesehatan tetapi juga terhadap
rumah sakit, pasien atau bahkan pengunjung lainnya.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUD Kota Depok peneliti
juga masih menemukan adanya kasus kecelakaan kerja. Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Depok merupakan rumah sakit kelas B dan satu-satunya
rumah sakit milik pemerintah kota depok yang berlokasi di kecamatan
sawangan. Dimana menurut data laporan kecelakaan kerja diketahui pada
tahun 2015 tercatat adanya 7 (tujuh) kasus kecelakaan kerja pada tenaga
kesehatan sehingga tujuan rumah sakit untuk zero accident menjadi tidak
tercapai, selain itu diketahui pada tahun 2016 kemudian terjadi peningkatan
sebanyak 11 (sebelas) (36,4%) kasus kecelakaan kerja, dimana secara
keseluruhan 7 (tujuh) (38,9%) kasus merupakan kasus kecelakaan kerja pada
tenaga penunjang medis dan 11 (sebelas) (61,1%) kasus merupakan
kecelaaaan kerja pada perawat dengan kasus tersering adalah tertusuk jarum
suntik. Dalam pelayanan kesehatan tertusuk jarum suntik dibenarkan sebagai
kasus kecelakaan kerja yang paling sering dialami oleh tenaga kesehatan dan
merupakan masalah besar di dunia kesehatan (Santoso, 2013). Hal tersebut
dikarenakan luka yang dihasilkan dapat menyebabkan infeksi serius atau fatal
4
terlebih apabila terpajan patogen seperti virus hepatitis B, virus hepatitis C,
atau human immunodeficiency virus (HIV) (NIOSH, 1999).
Adapun penyebab kecelakaan kerja diketahui 76,5% karena perilaku
tidak aman (unsafe act) dan 23,5% kondisi tidak aman (unsafe condition).
Dimana perilaku tidak aman yang sering dilakukan ialah tidak digunakannya
alat pelindung diri seperti sarung tangan dan pekerja yang kurang hati-hati
serta terburu-buru dalam bekerja sehingga mengakibatkan terpeleset, tersayat
isi steples, maupun terbentur barang-barang. Oleh karena itu untuk mencegah
serta mengantisipasi terjadinya kecelakaan yang sama terulang kembali maka
RSUD Kota Depok menerapkan sistem penyidikan dan pelaporan kecelakaan
kerja. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan staff K3 pada bulan
desember tahun 2016 diketahui bahwa keterlibatan tenaga penunjang medis
dalam partisipasinya melaporkan kecelakaan baik tanpa cidera, ringan atau
bahkan nearmiss masih rendah, padahal untuk perawat keterlibatan untuk
melaporkan kecelakaan sudah baik. Hal tersebut sesuai dengan hasil studi
pendahuluan peneliti terhadap 15 orang tenaga penunjang medis yang
menunjukkan 10 orang pernah mengalami kecelakaan kerja namun tidak
melaporkannya kepada petugas terkait, 3 orang pernah mengalami kecelakaan
kerja dan melaporkan, serta 2 orang tidak pernah mengalami kecelakaan kerja.
Sementara studi pendahuluan kepada 15 orang perawat diketahui 3 orang
pernah mengalami kecelakaan kerja tapi tidak melaporkan, 7 orang pernah
mengalami kecelakaan kerja dan melaporkan, serta 5 orang tidak pernah
mengalami kecelakaan kerja.
5
Dimana menurut Gu dan Itoh (2011) salah satu hal yang
mempengaruhi keterlibatan pekerja adalah iklim keselamatan. Iklim
keselamatan kerja (safety climate) adalah persepsi pekerja atas kebijakan,
prosedur, dan praktek kerja yang berkaitan dengan keselamatan di tempat
kerja (Griffin dan Neal, 2000). Iklim keselamatan kerja dianggap penting
untuk ditelaah karena dapat mempengaruhi sikap serta tindakan seseorang
sebagai pekerja terkait K3 di lingkungan kerja (Destilyta, 2014). Selain itu
iklim keselamatan kerja dapat mempengaruhi beberapa hal diantaranya
prevalensi kecelakaan kerja (Gershon dkk, 2003; Neal dkk, 2000), pematuhan
terhadap peraturan (Purnomo dkk, 2016), produktivitas pekerja (Kartika dan
Stepanus, 2012), dan berkontribusi positif terhadap timbulnya kesalahan
dalam pelayanan kesehatan seperti terapi yang tidak aman dan berbagai
kecelakaan lain yang tak terduga (medical errors, unsafe therapies, and
unintended injuries) (Hamaideh, 2004). Pada teori Reciprocal Safety Culture
Model menurut Cooper (2000) bahkan iklim keselamatan kerja (safety
climate) digolongkan termasuk dalam aspek individu yang dapat membangun
budaya keselamatan selain aspek organisasi dan perilaku, sehingga penilaian
iklim keselamatan kerja juga biasa digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi
budaya keselamatan yang terdapat di lingkungan kerja. Berdasarkan hal
tersebut kemudian peneliti tertarik untuk meneliti gambaran iklim keselamatan
kerja pada perawat dan tenaga penunjang medis di RSUD Depok tahun 2017.
6
1.2 Rumusan Masalah
Iklim keselamatan kerja (safety climate) menurut Griffin dan Neal (2000)
adalah persepsi pekerja terhadap keselamatan di tempat kerja yang nyatanya
mempunyai peranan penting dalam mencegah dan mengurangi terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Hal tersebut dikarenakan iklim
keselamatan kerja menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
perilaku dan budaya keselamatan ditempat kerja (Cooper, 2000). Adapun
kecelakaan kerja pada tenaga kesehatan di RSUD Kota Depok pada tahun
2015-2016 diketahui mengalami peningkatan, dimana sebagian besar
kecelakaan tersebut merupakan kasus tertusuk jarum suntik dan terjadi pada
perawat dan penunjang medis. Berdasarkan hal itu kemudian untuk mencegah
serta mengantisipasi terjadinya kecelakaan yang sama terulang kembali,
RSUD Kota Depok menerapkan sistem penyidikan dan pelaporan kecelakaan
kerja. Namun demikian pada pelaksanaannya berdasarkan hasil studi
pendahuluan diketahui jika dibandingkan dengan perawat, keterlibatan tenaga
penunjang medis dalam melaporkan kecelakaan masih rendah. Dimana
keterlibatan pekerja dalam melaporkan kecelakaan tersebut diketahui dapat
dipengaruhi oleh iklim keselamatan kerja di lingkungan kerjanya. Berdasarkan
hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
“Gambaran iklim keselamatan kerja (safety climate) pada perawat dan tenaga
penunjang medis di RSUD Kota Depok tahun 2017”.
7
1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran dimensi iklim keselamatan kerja perawat dan tenaga
penunjang medis di RSUD Kota Depok pada tahun 2017 yang terdiri dari
dimensi-dimensi:
a. Prioritisasi dan komitmen manajemen terhadap K3
b. Pemberdayaan manajemen keselamatan kerja
c. Keadilan manajemen keselamatan kerja
d. Komitmen pekerja terhadap keselamatan kerja
e. Prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya
f. Pembelajaran, komunikasi, dan inovasi
g. Kepercayaan terhadap keefektifan sistem keselamatan kerja
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran iklim keselamatan kerja perawat dan
tenaga penunjang medis di RSUD Kota Depok pada tahun 2017.
1.4.2 Tujuan Khusus
Diketahuinya gambaran dimensi iklim keselamatan kerja perawat dan
tenaga penunjang medis di RSUD kota Depok tahun 2017 yang terdiri dari
dimensi-dimensi:
a. Prioritisasi dan komitmen manajemen terhadap K3
b. Pemberdayaan manajemen keselamatan kerja
c. Keadilan manajemen keselamatan kerja
d. Komitmen pekerja terhadap keselamatan kerja
8
e. Prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko
bahaya
f. Pembelajaran, komunikasi, dan inovasi
g. Kepercayaan terhadap keefektifan sistem keselamatan kerja
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi RSUD Depok
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai iklim
keselamatan kerja pada perawat dan tenaga penunjang medis di RSUD
Depok, sehingga hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi
dan perbaikan dalam pelaksanaan K3 di rumah sakit.
1.5.2 Bagi FKIK
Penelitian ini diharapkan dapat menambah serta melengkapi referensi
terkait iklim keselamatan kerja khususnya pada sektor pelayanan
kesehatan yaitu di rumah sakit.
1.5.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi atau bahan
pertimbangan dalam meneliti iklim keselamatan kerja di rumah sakit.
9
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran iklim keselamatan
(safety climate) pada tenaga penunjang medis di RSUD kota Depok Tahun
2017. Adapun penelitian dilakukan mulai pada bulan Desember 2016 sampai
dengan Juni 2017. Penelitian ini perlu dilakukan karena penilaian iklim
keselamatan terhadap K3 yang sudah diterapkan ditempat kerja dapat
mengurangi serta mencegah KAK dan PAK dengan cara melihat bagaimana
K3 dipersepsikan oleh tenaga penunjang medis. Selain itu penilaian iklim
keselamatan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap pelaksanaan K3
yang terdapat di lingkungan rumah sakit. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan menggunakan desain cross-sectional deskriptif. Dimana
instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
NOSACQ-50.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
2.1.1 Ruang Lingkup K3 Secara Umum
Pada dasarnya K3 adalah suatu bentuk usaha atau upaya bagi para
pekerja untuk memperoleh jaminan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) dalam melakukan pekerjaan yang mana pekerjaan tersebut dapat
mengancam dirinya yang berasal dari individu sendiri dan lingkungan
kerjanya (Perangin-Angin, 2012). Dimana jaminan atas K3 tersebut adalah
kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan kepada para
pekerjanya (Dewantari dkk, 2015). Manajemen perusahaan yang
memperhatikan keselamatan dan kesehatan pekerja pada umumnya
membuat sistem program yang memperhatikan aspek-aspek keselamatan
serta kesehatan pekerja yang merupakan upayanya dalam pencegahan
(preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja
dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kondisi
tersebut dan tindakan antisipatif bila terjadi hal yang demikian (Yusra,
2008).
Adapun terkait tempat kerja yang harus memperhatikan aspek K3
menurut UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja disebutkan
11
bahwa setiap tempat kerja baik itu di darat, udara, maupun laut jika
berpotensi membahayakan keselamatan atau kesehatan pekerja maka
tempat tersebut berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-syarat
keselamatan. Berkaitan dengan hal itu PP 50 Tahun 2012 mengenai sistem
manajemen K3 menjelaskan untuk setiap perusahaan kemudian wajib
untuk menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan, dengan ketentuan
tempat kerja tersebut memiliki pekerja lebih dari 100, atau kurang dari 100
namun memiliki tingkat potensi bahaya tinggi. Bahkan saat ini perhatian
pada penerapan K3 berkembang tidak hanya pada industri besar seperti
industri pertambangan, kimia, pembangkit listrik, manufaktur dan
sebagainya, tetapi juga pada sektor transportasi, pertanian, perkebunan,
serta pelayanan kesehatan (Dewi, 2016). Namun demikian biasanya di
Indonesia tempat kerja akan diakui sudah menerapkan K3 jika telah
mengimplementasikan SMK3 berdasarkan PP 50 Tahun 2012 (standar
nasional) atau OHSAS 18001 : 2007 (standar internasional).
Pada penelitian ini sendiri peneliti memilih tempat penelitian di
sektor pelayanan kesehatan yaitu RSUD Kota Depok. Dimana rumah sakit
tersebut merupakan rumah sakit kelas B, yang mana sumber daya
manusianya terdiri dari tenaga medis, kefarmasian, keperawatan,
kesehatan lain, dan non kesehatan dengan jumlah dan kualifikasi sesuai
dengan persyaratan pada Permenkes No 56 Tahun 2014 tentang klasifikasi
dan perizinan rumah sakit. Adapun subjek penelitian ialah perawat dan
tenaga penunjang medis, perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan
12
(1989) adalah tenaga kesehatan yang berperan dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien sementara tenaga penunjang medis adalah
tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan bersifat penunjang
pelayanan medis yang berfungsi agar pengobatan dan perawatan yang
diberikan lebih maksimal.
2.1.2 Keselamatan dan Kesehatan di Rumah Sakit (K3RS)
Pada dasarnya K3 di rumah sakit (K3RS) merupakan upaya
terpadu seluruh pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang
sakit untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman
(Kepmen RI, 2010). Dimana rumah sakit mempunyai kewajiban untuk
menunjang terciptanya kondisi dan situasi yang aman tersebut dengan cara
mengimplementasikan K3 dalam bentuk sebuah program. Namun selain
penerapan upaya-upaya K3 di RS, manajemen juga seharusnya
memberikan perhatian terhadap iklim keselamatan kerja tenaga kesehatan
yang merupakan salah satu aspek yang membangun budaya keselamatan.
Dimana nantinya akan diketahui bagaimana cara pandang tenaga
kesehatan terhadap berbagai upaya K3 yang telah dilakukan oleh rumah
sakit dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan PAK.
Dengan demikian hasil penilaian iklim keselamatan kerja dapat digunakan
sebagai bahan evaluasi manajemen serta untuk pengembangan K3 yang
berkelanjutan.
13
2.1.3 Potensi Bahaya di Rumah Sakit
Berdasarkan Depkes (2010) berikut adalah beberapa potensi bahaya
yang terdapat di rumah sakit.
a. Bahaya Fisik: diantaranya radiasi pengion, radiasi non-pengion, suhu
panas, suhu dingin, bising, getaran, pencahayaan.
b. Bahaya Kimia: diantaranya Ethylene Oxide, Formaldehyde,
Glutaraldehyde, Ether, Halothane, Etrane,Mercury, Chlorine.
c. Bahaya Biologi: diantaranya Virus (Hepatitis B, Hepatitis C, Influenza,
HIV), Bakteri (S. Saphrophyticus, Bacillus sp., Porionibacterium sp.,
H.Influenzae, S.Pneumoniae, N.Meningitidis, B.Streptococcus,
Pseudomonas), jamur (Candida) dan Parasit (S. Scabiei).
d. Bahaya Ergonomi: cara kerja yang salah, diantaranya posisi kerja statis,
angkat angkut pasien, membungkuk, menarik, mendorong.
e. Bahaya Psikososial: diantaranya kerja shift, stress beban kerja,
hubungan kerja, post traumatic.
f. Bahaya Mekanik: diantaranya terjepit, terpotong, terpukul, tergulung,
tersayat, tertusuk benda tajam.
g. Bahaya Listrik: diantaranya sengatan listrik, hubungan arus pendek,
kebakaran, petir, listrik statis.
h. Kecelakaan : diantaranya kecelakaan benda tajam
i. Limbah RS: diantaranya limbah medis (jarum suntik, vial obat, nanah,
darah) limbah non medis, limbah cairan tubuh manusia (misal : droplet,
liur, sputum).
14
2.1.4 Kecelakaan Kerja di Rumah Sakit
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki
dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian
baik waktu, harta benda, atau properti maupun korban jiwa yang terjadi
dalam proses kerja industri atau berkaitan dengannya (Tarwaka, 2008).
Adapun klasifikasi kecelakaan kerja berdasarakan tingkat keparahannya
adalah sebagai berikut:
1. Meninggal (fatality)
Kecelakaan yang menyebabkan kematian tanpa memperhitungkan
tenggang waktu antara terjadinya kecelakaan dengan meninggalnya
korban.
2. Berat (serious)
Kecelakaan yang menimbulkan hari hilang lebih dari 21 hari
kalender atau yang menyebabkan kehilangan anggota badan atau
fungsi badan.
3. Sedang (Minor)
Kecelakaan yang menimbulkan hari hilang tidak lebih dari 21 hari
kerja kalender dan tidak menyebabkan kehilangan anggota badan
atau fungsi badan. Termasuk dalam klasifikasi sedang adalah
kecelakaan yang menyebabkan pekerja hanya dapat melakukan
aktifitas terbatas (restricted activity) dan menyebabkan
15
4. Ringan (Non Lost Time)
Kecelakaan yang tidak menimbulkan hari hilang. Termasuk dalam
klasifikasi ringan adalah kecelakaan yang memerlukan pertolongan
ringan (first aid) (Ihsan, 2011).
Sementara kecelakaan kerja yang seringkali dialami oleh tenaga
kesehatan yang bekerja dirumah sakit menurut HSA (2012) ; OSHA
(2011); Vaz (2010) antara lain:
a. Terpeleset, tersandung, dan terjatuh pada tingkat yang sama.
b. Terjatuh dari ketinggian.
c. Tergores pecahan peralatan.
d. Tersetrum.
e. Tangan terpotong gunting saat menggunting kassa, softratulle
atau memotong plester saat mengganti perban.
f. Partikel bahan kimia masuk kedalam mata.
g. Percikkan cairan tubuh masuk kedalam mata.
h. Percikkan cairan tubuh masuk kedalam mata.
i. Kejatuhan benda akibat tata letak yang kurang beraturan.
j. Tertimpa peralatan (contoh: tergilas roda brankard, tergilas
tabung oksigen).
k. Terkena percikkan api, terkena benda panas.
l. Terjepit, teriris, dll.
16
2.2 Budaya Keselamatan (safety culture)
Istilah budaya keselamatan (safety culture) berawal dari adanya laporan
International Atomic Energy Authority (IAEA) pada tahun 1991 tentang
kecelakaan nuklir yang terjadi di Chernobyl dimana berdasarkan hasil analisis
kecelakaan kemudian diketahui bahwa kecelakaan tersebut dipengaruhi
budaya keselamatan. Mulai saat itu budaya keselamatan menjadi perhatian
dalam suatu organisasi dan dianggap menjadi salah satu faktor penyebab
terjadinya major accident. Banyak literatur yang mendefinisikan budaya
keselamatan. Pengertian budaya keselamatan (safety culture) menurut Hale
(2000) adalah sekumpulan sikap, kepercayaan, dan persepsi dalam suatu
organisasi yang kemudian membentuk norma-norma atau nilai-nilai yang
dapat menentukan bagaimana pekerja berperilaku dan merespon sesuatu yang
berhubungan dengan risiko dan pengendalian risiko. Sementara Guldenmund
(2010) dengan hasil literatur reviewnya juga kemudian menjelaskan bahwa
budaya keselamatan adalah aspek dalam budaya di organisasi yang akan
berdampak pada sikap dan perilaku yang berhubungan dengan peningkatan
dan penurunan resiko. Selanjutnya Sukmara (2013) kemudian menyimpulkan
bahwa inti dari budaya keselamatan adalah mengenai mengenai pentingnya
pemahaman bersama, didukung oleh persepsi yang homogen tentang K3
dalam suatu organisasi, dengan landasan sikap dan persepsi sebagai dasar
utama penilaian (Gadd dan Collins, 2002). Oleh karena itu, budaya K3 secara
umum mempersyaratkan agar semua kewajiban yang berkaitan dengan
keselamatan harus dilaksanakan secara benar, seksama,dan penuh rasa
tanggung jawab (Jaza, 2016).
17
Dimana upaya peningkatan budaya K3 dapat dilakukan dengan cara
membandingkan persepsi antara pekerja dengan pimpinan terhadap standar
dan aturan, sehingga hasilnya dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi
manajemen dalam membantu memberikan arahan secara persuasif tentang
faktor pekerjaan yang beresiko kecelakaan (Brown dkk, 1986). Sehubungan
dengan persepsi pekerja tersebut Hagan dkk (2001) dalam Sukmara (2013)
kemudian menyatakan bahwa pekerja yang memiliki persepsi bahwa program
K3 tidak efektif atau merasa pimpinan kurang memiliki perhatian terhadap K3
maka cenderung akan berperilaku tidak mengikuti semua prosedur, apalagi
meningkatkan kinerjanya. Selain itu Jatmiko dkk (2013) juga mengemukakan
bahwa karakteristik organisasi yang berbudaya K3 positif dapat dilihat dari
adanya komunikasi yang penuh saling kepercayaan,adanya persepsi bersama
mengenai pentingnya K3 berdasarkan rasa keyakinan diri terhadap usaha
pencegaan kecelakaan kerja yang terukur.
18
2.3 Model Budaya Keselamatan
Adapun penelitian ini mengacu pada konsep budaya keselamatan menurut
Cooper (2000), dimana budaya keselamatan digambarkan sebagai interaksi
antara tiga komponen yaitu bersifat psikologis individu (person), perilaku, dan
situasional atau organisasi (organisation).
Berdasarkan gambar 2.1 diketahui bahwa pada model ini setiap
elemen diukur menggunakan metode-metode. Contohnya faktor psikologi
internal (sikap dan persepsi) pada individu diukur dengan menggunakan
iklim keselamatan (safety climate), perilaku yang berhubungan dengan
keselamatan dinilai menggunakan behavioural safety, dan organisasi diukur
dengan audit sistem manajemen keselamatan. Berikut adalah penjelasan lebih
lanjut mengenai masing-masing komponen budaya keselamatan menurut
Cooper (2000):
PERSON
Safety climate
ORGANISATION
Safety management
system: objective audit
JOB
Safety behaviour
Internal
psychologi
cal factors
External
observable
factors
Contex
Gambar 2. 1 Cooper's Reciprocal Safety Culture Model
19
1. Organisation (organisasi)
Dalam aspek organisasi penilaian budaya keselamatan dilakukan dengan
audit sistem manajemen keselamatan yang terdapat ditempat kerja.
Sistem manajemen keselamatan adalah sistem yang terintegrasi dengan
manajemen perusahaan bertujuan untuk mengelola potensi risiko
keselamatan dan kesehatan, baik yang sedang berlangsung maupun
dimasa depan serta sebagai upaya pematuhan terhadap peraturan
perundang-undangan (Cooper, 200). Dimana elemen-elemen sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja bisa beragam tergantung
dari standar yang digunakan. Secara umum, standar sistem manajemen
keselamatan kerja yang sering dijadikan rujukan ialah standar OHSAS
18001:2007 dan Peraturan pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang
penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Adapun
penerapan sistem manajemen keselamatan pada dasarnya dilihat sebagai
salah satu cara praktis untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan,
motivasi, dan komitmen semua anggota organisasi. Namun demikian
tantangan utama dalam penerapannya ialah dalam hal pengawasan (yaitu
sistem manajemen), sistem komunikasi (yaitu struktur organisasi),
kerjasama (yaitu gaya manajemen), dan kompetensi (yaitu pelatihan)
(Cooper, 2000).
2. Job (Tugas/perilaku)
Dalam aspek tugas/perilaku penilaian budaya keselamatan dilakukan
dengan pengukuran safety behaviour. Diketahui selama bertahun-tahun
para ahli keselamatan kini menyadari bahwa sebagian besar penyebab
20
terjadinya kecelakaan ialah karna dipicu adanya perilaku tidak aman
(unsafe behavior) yang dilakukan oleh pekerja (Cooper, 2000). Perilaku
pada hakikatnya adalah aktivitas atau kegiatan nyata yang ditampilkan
seseorang yang dapat teramati secara langsung maupun tidak langsung.
Sementara behavioural safety adalah suatu pendekatan sistematis dalam
penelitian psikologi tentang perilaku manusia didalam lingkungan kerja
(Lisnanditha, 2012). Behaviour safety memfokuskan pada identifikasi
dari unsafe behaviour (perilaku tidak aman) (Sentral sistem consulting,
2012).
3. Person (Individu)
Segala sesuatu yang terdapat diperusahaan seperti halnya sistem
manajemen keselamatan akan berdampak terhadap persepsi dan sikap
seseorang serta akan berkaitan dengan tingkah laku. Pada dasarnya
budaya keselamatan adalah sesuatu yang dinamis dan dapat terus
berubah, sehingga dibutuhkan instrumen pengukuran yang reliable serta
benar-benar dapat dinilai dan dievaluasi. Dimana dalam pengukuran
pada individu bisanya digunakan pengukuran safety climate.
Pengukuran ini merupakan pengukuran terhadap faktor psikologis
pekerja yang fokus pada persepsi dan sikap seseorang terkait
keselamatan ditempat kerja (Cooper, 2000). Hasil survey terhadap iklim
keselamatan menghasilkan gambaran sesaat secara individual, yang jika
dikumpulkan sampai pada tingkat kelompok atau organisasi, maka
cenderung dapat digunakan untuk mengukur budaya K3 seperti apa
yang diungkapkan oleh Hall (2006). Hal tersebut dikarenakan definisi
21
budaya keselamatan cenderung dipusatkan pada bagaimana pekerja
berpikir dan bersikap dari pada bertindak, seperti halnya sikap, persepsi
dan keyakinan terhadap berbagai sisi K3, melalui pengukuran iklim K3
(Lee dan Harrison, 2000).
Penelitian ini sendiri merupakan penelitian yang fokus pada aspek
person (individu) yang diukur dengan iklim keselamatan kerja, dimana
menurut Schein (1985) dalam Rachmawati (2012) dan Hall (2006)
pengukuran iklim keselamatan kerja merupakan pengukuran yang efisien dan
efektif serta dapat merefleksikan budaya keselamatan. Selain itu menurut
Hudson (2003) meskipun tidak mengukur aspek organisasi dan perilaku,
dengan pengukuran iklim keselamatan sudah dapat diketahui tingkat budaya
keselamatan (patologis, reaktif, kalkulatif, proaktif dan generatif) yang
terdapat ditempat kerja dengan membandingkan skor hasil penilaian iklim
keselamatan dengan ketetapan yang ditentukan.
Namun meskipun penelitian iklim keselamatan kerja ini mengacu
pada kerangka konsep budaya keselamatan menurut Cooper (2000) dimana
iklim keselamatan kerja dijelaskan sebagai bagian yang berhubungan dengan
safety culture tetapi pada dimensi iklim keselamatan kerja, peneliti
mengadopsi dimensi iklim keselamatan kerja yang dibangun oleh Kines dkk
(2011) dengan instrumen penilaian bernama NOSACQ-50.
22
Tabel 2. 1 Dimensi Iklim Keselamatan Kerja
Dimensi Iklim Keselamatan Kerja
Menurut
Cooper (2000)
Menurut
Kines dkk (2011)
- Komitmen manajemen - Prioritisasi dan komitmen
manajemen terhadap K3
- Tindakan manajemen
- Pemberdayaan manajemen
keselamatan kerja
- Keadilan manajemen keselamatan
kerja
- Komitmen pribadi terhadap
keselamatan
- Komitmen pekerja terhadap
keselamatan kerja
- Akibat dari kebutuhan kecepatan
kerja
- Persepsi terhadap level resiko
- Prioritas keselamatan pekerja dan
tidak ditoleransinya risiko bahaya
- Keyakinan tentang penyebab
kecelakaan
- Pengaruh tekanan kerja
- Komunikasi kesalamatan di
dalam organisasi
- Pembelajaran, komunikasi, dan
inovasi
23
Dimensi Iklim Keselamatan Kerja
Menurut
Cooper (2000)
Menurut
Kines dkk (2011)
- Efektifitas prosedur darurat
- Pentingnya pelatihan
keselamatan
- Status orang dan komite
keselamatan dalam suatu
organisasi
- Kepercayaan terhadap keefektifan
sistem keselamatan kerja
Berdasarkan tabel 2.1 diatas diketahui bahwa dimensi iklim
keselamatan menurut Cooper (2000) memiliki kesamaan dengan Kines dkk
(2011) dalam hal komponen dimensi iklim keselamatan yang dibangun.
Dimana dimensi iklim keselamatan yang dikembangkan oleh Kines dkk
(2011) yang terdiri dari para peneliti NORDIC tersebut memiliki kelebihan
pada kuesionernya yang dibangun berdasarkan teori organisasi dan iklim
keselamatan, teori psikologis, penelitian empiris sebelumnya serta penelitian
empiris yang dilakukan sendiri oleh peneliti NORDIC sehingga
penggunaannya dapat dengan sistematis menggambarkan iklim keselamatan
di lingkungan kerja. Dimana pengertian dimensi dalam penelitian adalah
indikator ataupun variabel yang dikaji dalam penelitian yang bertujuan untuk
memberikan arahan mengenai pengukurannya (Anonim, 2017). Berikut
adalah penjelasan kaitannya masing-masing dimensi iklim keselamatan
menurut Cooper (2000) dan Kines dkk (2011).
24
1. Dimensi komitmen manajamen
Salah satu dasar pertimbangan Cooper (2000) menetapkan dimensi
komitmen manajemen untuk dijadikan sebagai dasar penilaian dalam
melakukan pengukuran iklim keselamatan kerja ialah karena sebelumnya
sebuah survei pada tahun 1990 oleh CBI menghasilkan penekanan
mengenai pentingnya dari kepemimpinan dan komitmen kepala eksekutif
serta manajemen lini terhadap keselamatan. Selain itu berdasarkan
tinjauan literatur yang dilakukan diketahui bahwa beberapa penelitian
bahkan menunjukkan bahwa organisasi dengan komitmen manajemen
yang kurang akan memiliki angka kecelakaan kerja yang tinggi dan
sebaliknya. Dimana iklim keselamatan nantinya akan berkembang dengan
baik jika manajemen dapat menunjukkan komitmennya yang kuat kepada
staff dan pekerja. Berdasarkan hal tersebut kemudian Cooper (2000)
memasukkan dimensi komitmen manajemen sebagai dimensi yang
dianggap dapat membangun iklim keselamatan kerja yang ditempat kerja.
Adapun Cooper (2000) selanjutnya memaparkan bahwa komitmen
manajemen dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya:
a. Adanya K3 dan diperkernalkan atau dipromosikan kepada seluruh
tingkatan dalam organisasi
b. Senior manajemen secara jelas terlibat dalam komite keselamatan
c. Adanya pengalokasian sumber daya sehingga dapat dipastikan
bahwa komite keselamatan sudah dipublikasi dan diimplementasi
d. Dikunjunginya setiap unit kerja secara rutin guna membahas
keselamatan pekerja
25
e. Tekanan kerja dapat mengakibatkan pekerja mengabaikan aturan
keselamatan dapat diseimbangkan dengan menyatakan bahwa
produktivitas tidak akan tercapai jika mengorbankan keselamatan
ataupun keselamatan dicapai dengan mengorbankan produktivitas
Dimensi komitmen manajemen sendiri menurut Cooper (2000)
didefinisikan sebagai persepsi pekerja terhadap kesungguhan manajemen
dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman. Dimana definisi tersebut
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Kines dkk (2011) yang kemudian
menjabarkan lebih lanjut bahwa persepsi pekerja terhadap manajemen
tersebut dapat dinilai dengan melihat prioritas terhadap keselamatan,
keaktifan dalam promosi keselamatan dan respon terhadap perilaku tidak
aman, kompetensi dalam menangani keselamatan serta komunikasi isu
masalah keselamatan.
2. Dimensi tindakan manajemen
Dimensi tindakan manajemen menurut Cooper (2000)
didefinisikan sebagai persepsi pekerja terhadap keterlibatan manajemen
dalam hal keselamatan kerja. Dimana tindakan manajemen yang efektif
dapat dilihat dari manajemen yang peduli dan terkendali. Peduli,
mengartikan bahwa manajemen memperhatikan kesejahteraan pekerja,
melakukan komunikasi dalam berbagai isu keselamatan dan senantiasa ada
serta ramah. Sementara terkendali mengacu pada adanya penetapan target,
meningkatkan kinerja, memastikan bahwa semua personil memiliki tugas
dan tanggungjawab yang jelas, secara konsisten medorong dan
memperkuat pekerja untuk mengikuti aturan dan prosedur, serta tidak
26
menutup mata untuk perilaku tidak aman. Dimana manajemen yang peduli
dan terkendali tersebut biasanya mengadopsi pendekatan demokrasi dan
melibatkan pekerja dalam proses pengambilan keputusan.
Berdasarkan penjelasan diatas peneliti menemukan bahwa dimensi
tindakan manajemen menurut Cooper (2000) meruang lingkupi dua
dimensi menurut Kines dkk (2011) yaitu dimensi pemberdayaan dan
keadilan manajemen. Hal tersebut dapat dilihat dari penjelasan masing-
masing pada kedua dimensi yang Kines dkk (2011) tersebut. Dimana
dimensi pemberdayaan manajemen keselamatan menjelaskan tentang
bagaimana persepsi pekerja terhadap manajemen dalam hal mendorong
pekerja untuk berpartisipasi dalam rangka pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan keselamatan. Sementara dimensi keadilan manajemen
merupakan dimensi yang membahas mengenai bagaimana persepsi pekerja
terhadap perlakuan manajemen terhadap pekerja yang terlibat kecelakaan
serta melakukan perilaku tidak aman.
3. Dimensi komitmen pribadi terhadap keselamatan
Dimensi komitmen pribadi terhadap keselamatan menurut Cooper
(2000) diartikan sebagai identifikasi dan keterlibatan individu dalam
kegiatan berkaitan keselamatan. Ditandai dengan adanya penerimaan dan
kepercayaan terhadap tujuan organisasi dan kesediaan untuk senantiasa
meningkatkan keselamatan di tempat kerja. Penjelasan tersebut senada
dengan dimensi komitmen pekerja terhadap keselamatan yang
dikemukakan oleh Kines dkk (2011) yang kemudian menjabarkan lebih
lanjut bahwa komitmen pribadi dari pekerja dapat dilihat dengan
27
mengajukan pertanyaan terkait apakah mereka pada umumnya
menunjukkan komitmen terhadap keselamatan, aktif dalam
mempromosikan keselamatan, dan kepedulian terhadap keselamatan orang
lain.
4. Dimensi persepsi terhadap tingkat resiko dan dimensi akibat dari
kebutuhan kecepatan kerja
Dimensi persepsi terhadap tingkat resiko menurut Cooper (2000)
diartikan sebagai persepsi pekerja mengenai tindakan manajemen dalam
mendeteksi resiko di lingkungan kerja bagi keselamatan kerja pekerja.
Dimana kemampuan orang untuk merasakan adanya risiko bahaya
tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti contohnya kemudahan
kasus sebelumnya untuk diingat atau dibayangkan, sehingga dalam hal ini
manajemen memiliki peranan untuk senantiasa memberikan informasi
mengenai adanya risiko dan bahaya yang terdapat di lingkungan kerja
serta kasus-kasus yang pernah terjadi di tempat kerja. Sementara dimensi
akibat dari kebutuhan kecepatan kerja menurut Cooper (2000) diartikan
sebagai persepsi pekerja mengenai dampak kecepatan kerja terhadap
perilaku aman dalam bekerja. Dimensi ini dianggap penting untuk
membangun iklim keselamatan kerja oleh Cooper karena berdasarkan
beberapa penelitian diketahui bahwa kecelakaan kerja terjadi karena
pekerja berusaha melakukan pekerjaan dengan cepat atau meningkatkan
produktifitasnya. Selain itu masih adanya anggapan bahwa produktivitas
hanya dapat dicapai oleh orang-orang yang bekerja cepat dengan
mengabaikan keselamatan, dan sebaliknya keselamatan hanya dapat
28
dicapai dengan mengharuskan pekerja untuk bekerja lebih lambat
menjadikan pekerja mengabaikan keselamatan serta berperilaku tidak
aman.
Berkaitan dengan kedua dimensi tersebut Kines dkk (2011) juga
menyampaikan hal yang sama dalam dimensi yang disebut dimensi
prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya.
Namun terdapat perbedaan dalam konteks pembahasan, yang mana
dimensi persepsi terhadap tingkat resiko lebih menjelaskan persepsi
pekerja dengan tindakan manajemen sementara dimensi prioritas
keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya menurut Kines
dkk (2011) lebih menjelaskan mengenai bagaimana sikap pekerja untuk
tidak mentoleransi risiko bahaya. Selain itu pada dimensi yang dipaparkan
oleh Kines dkk (2011) ini sudah menjabarkan lebih spesifik pada item
pertanyaannya dibandingkan Cooper (2000) yaitu melakukan penilaian
pada aspek persepsi pekerja tentang bagaimana mereka memprioritaskan
keselamatan diatas target pekerjaan, tidak menerima kondisi beresiko atau
tidak mengambil risiko, dan tidak menunjukkan keberanian yang
bertentangan dengan aspek keselamatan.
5. Dimensi keyakinan tentang penyebab kecelakaan, dimensi pengaruh
tekanan kerja, dan dimensi komunikasi keselamatan
Dimensi keyakinan tentang penyebab kecelakaan menurut Cooper
(2000) diartikan sebagai persepsi, pemahaman dan keyakinan pekerja
mengenai penyebab kecelakaan. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa
penyebab kecelakaan sebagian besar dikarenakan adanya pengaruh dari
29
perilaku korban sendiri,, sehingga dengan mengetahui dan meyakini apa
penyebab kecelakaan yang terjadi diharapkan pekerja setidaknya dapat
mencegah kecelakaan yang sama terjadi kembali. Dengan demikian salah
satu faktor penting dalam membangun iklim keselamatan yang efektif
adalah memastikan semua pekerja memiliki pemahaman dan apresiasi
terhadap potensi penyebab kecelakaan di organisasi. Sementara dimensi
pengaruh tekanan kerja dijelaskan bahwa pekerja dengan tekanan kerja
yang tinggi maupun rendah cenderung dapat menyebabkan kecemasan
yang tidak semestinya mengarah ke penyakit jantung koroner serta
rendahnya tingkat konsentrasi yang dapat beresiko meningkatkan
kesalahan dan mengakibatkan kecelakaan. Dengan demikian pekerja
harus diberikan kesempatan yang lebih besar untuk terlibat penuh dalam
diskusi tentang isu-isu keselamatan yang dapat mempengaruhi pekerjaan
serta terlibat dalam meninjau semua jenis insiden termasuk nearmiss.
Terakhir dimensi komunikasi keselamatan diartikan sebagai persepsi
pekerja terhadap sistem komunikasi keselamatan kerja yang
diimplementasikan oleh manajemen di lingkungan pekerjaan pekerja
tersebut.
Berkaitan dengan ketiga dimensi tersebut, dimensi pembelajaran,
komunikasi, dan inovasi menurut Kines dkk (2011) juga meruang lingkupi
dimensi keyakinan tentang penyebab kecelakaan, dimensi pengaruh
tekanan kerja, dan dimensi komunikasi keselamatan. Dimana dimensi
menurut Kines dkk (2011) tersebut mencakup penilaian terhadap terhadap
persepsi pekerja tentang bagaimana mereka berkaitan dengan keselamatan
30
di tempat kerja dalam hal apakah mereka pada umumnya melakukan
diskusi mengenai isu-isu keselamatan, menolong satu sama lain untuk
dapat bekerja secara aman, menerima masukan terkait keselamatan dengan
baik, dan percaya terhadap kemampuan satu sama lain dalam menjamin
keselamatan saat bekerja.
6. Dimensi efektifitas prosedur darurat, dimensi pentingnya pelatihan
keselamatan, dan dimensi status orang dan komite keselamatan dalam
suatu organisasi.
Dimensi efektifitas prosedur darurat, dimensi pentingnya pelatihan
keselamatan, dan dimensi status orang dan komite keselamatan dalam
suatu organisasi menurut Cooper (2000) tersebut merupakan dimensi yang
nantinya akan menggambarkan keefektifan sistem keselamatan kerja, yang
mana dimensi tersebut secara umum juga terdapat pada dimensi
kepercayaan terhadap keefektifan sistem keselamatan kerja menurut Kines
dkk (2011) yang menjabarkan mengenai dalam dimensi kepercayaan
terhadap keefektifan sistem keselamatan kerja yaitu mengenai persepsi
pekerja tentang bagaimana mereka dalam melihat keefektifan, manfaat
dari perencanaan, manfaat dari pelatihan sistem keselamatan kerja yang
berjalan.
2.4 Iklim Keselamatan Kerja (safety climate)
Setiap organisasi pasti memiliki banyak tujuan serta cara untuk
mencapai tujuan tersebut, sehingga manajer harus membangun kebijakan dan
prosedur khusus yang diikuti pekerja,sehingga akan menghasilkan berbagai
iklim khusus (Zohar dan Luria, 2003). Iklim sendiri menurut Denison dalam
31
Neal & Griffin (2004) menunjuk kepada suatu situasi yang berhubungan
dengan pikiran, perasaan, dan perilaku. Sementara menurut Cooper (2000)
iklim keselamatan merupakan aspek psikologis dari budaya keselamatan yang
menjelaskan nilai-nilai, sikap serta persepsi individu dan kelompok terhadap
penerapan progaram keselamatan dalam perusahaan.
Sejumlah peneliti telah mendefinisikan iklim keselamatan kerja salah
satunya adalah Salminen dan Seppälä (2005) yang berpendapat bahwa iklim
keselamatan kerja adalah persepsi dan cara pandang pekerja terhadap
kebijakan risiko dan keselamatan yang dilakukan oleh manajemen.Sedangkan
iklim keselamatan menurut Griffin dan Neal (2000) yaitu persepsi atas
kebijakan, prosedur, dan praktek kerja yang berkaitan dengan keselamatan di
tempat kerja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa iklim keselamatan
kerja adalah persepsi dan cara pandang pekerja atas kebijakan, prosedur, dan
praktek kerja berkaitan dengan keselamatan yang dilakukan oleh manajemen.
2.5 Pengukuran Iklim Keselamatan Kerja
Pada umumnya iklim keselamatan kerja diukur dengan menggunakan
kuesioner yang mengeksplorasi sikap dan persepsi individu mengenai
keselamatan. Saat ini didunia terdapat berbagai dimensi yang membangun
iklim keselamatan kerja, namun masih sedikit yang kemudian dikembangkan
menjadi kuesioner serta diakui oleh EU-OSHA untuk digunakan secara
universal. Berikut adalah beberapa kuesioner pengukuran iklim keselamatan
kerja yang sudah diakui oleh EU-OSHA untuk dapat digunakan secara
universal termasuk di rumah sakit.
32
2.5.1 Loughborough Safety Climate Assessment Toolkit (LSCAT)
LSCAT merupakan kuesioner yang dikembangkan oleh
Loughborough University, Health & Safety Executive (HSE), dan sejumlah
organisasi offshore. Tools ini telah diuji secara luas untuk sifat
psikometrik dan telah dievaluasi secara positif oleh Health & Safety
Executive. Kuesioner Loughborough Safety Climate Assessment Toolkit
(LSCAT) terdiri dari 9 dimensi iklim keselamatan dengan 43 item
pertanyaan, yaitu komitmen manajemen (management commitmen),
komunikasi keselamatan (safety communication), prosedur dan peraturan
keselamatan (safety rules dan procedures),keselamatan sebagai prioritas
utama (priority of safety), lingkungan pendukung atau dukungan
kelompok (supportive environment), keterlibatan (involvement),
lingkungan kerja (work environment), keselamatan sebagai priorotas
kebutuhan (personal priorities),apresiasi atau tanggapan pribadi terhadap
resiko (appreciation of risk). Skala yang digunakan pada kuesioner
LSCAT adalah skala likert dimana terdapat variasi pilihan setuju, setuju,
tidak setuju dan sangat tidak setuju (Cox dan Cheyne, 2000).
2.5.2 Safety Climate Tools (SCT)
Safety Climate Tools adalah alat psikometri yang handal dan kuat
dalam mengukur iklim keselamatan kerja. SCT merupakan kuesioner yang
dikembangkan oleh HSE Climate Tool. Dimana kuesioner ini terdiri dari 8
dimensi yang membangun iklim keselamatan dengan 40 item pertanyaan.
Adapun 8 dimensi tersebut adalah komitmen organisasi (organisational
33
commitment, perilaku berorientasi pada K3 (health and safety oriented
behaviours), kepercayaan terhadap K3 (health and safety trust),
penggunaan prosedur (usability of procedures), keterlibatan dalam K3
(engagement in health and safety), sikap peer group (peer group
attitude),sumber daya K3 (resources for health and safety), kecelakaan
dan pelaporan nearmiss (accident and near miss reporting) (HSL, 2010).
2.5.3 Nordic Safety Climate Questionnaire (NOSACQ-50)
NOSACQ-50 merupakan kuesioner yang dikembangkan oleh
peneliti di wilayah Nordik (Swedia,Finlandia, Denmark, Norwegia dan
Islandia) dimana validitas dari NOCASQ-50 telah disahkan oleh
berbagai organisasi dan berbagai sektor melalui berbagai macam tingkat
iklim keselamatan kerja. Dimensi iklim keselamatan dari NORDIC
didasarkan pada teori organisasi dan iklim keselamatan, teori psikologi,
teori organisasi, penelitian empiris sebelumnya, dan penelitian empiris
yang dilakukan peneliti NORDIC. Kuesioner NOSACQ-50 terdiri dari 7
dimensi iklim keselamatan dengan 50 item pertanyaan, ketujuh dimensi
tersebut adalah prioritisasi dan komitmen manajemen terhadap K3,
pemberdayaan manajemen keselamatan kerja, keadilan manajemen
keselamatan kerja, komitmen pekerja terhadap keselamatan kerja,
prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya,
pembelajaran, komunikasi, dan inovasi, kepercayaan terhadap
keefektifan sistem keselamatan kerja (Kines dkk., 2011).
34
Tabel 2. 2 Daftar Instrumen Pengukuran Iklim Keselamatan
No Nama Kuesioner Pembuat
Kuesioner
Kelebihan Kekurangan
1. Loughborough
Safety Climate
Assessment
Toolkit
(LSCAT)
Loughborough
University,
Health & Safety
Executive
(HSE), and
sejumlah
organisasi
offshore
(Cox &
Cheyne, 2000)
- Sudah diakui oleh
EU-OSHA
- Dapat digunakan
pada berbagai
sektor industri
- Dapat digunakan
tanpa bantuan
ahli
- Panduan
penggunaan
belum
berbahasa
indonesia
- Belum teruji
validitasnya
2. Safety Climate
Tools (SCT)
HSE Climate
Tool
- Mudah digunakan,
wizard akan
memandu
langkah demi
langkah
- Tersedia dalam
berbagai bahasa
- Dapat disesuaikan
dengan
kebutuhan
organisasi,
dengan
sebelumnya
pesan terlebih
dahulu jenis
organisasi dan
pertanyaan
tambahan
- Dapat digunakan
pada berbagai
- Akses hanya
bisa online via
software
- Adanya
pembayaran
lisensi
35
No Nama Kuesioner Pembuat
Kuesioner
Kelebihan Kekurangan
sektor
3. Nordic Safety
Climate
Questionnaire
(NOSACQ-50)
Kines dkk
(2011)
- Tersedianya
panduan
penggunaan
dengan berbahasa
indonesia
- Sudah tervalidasi
diberbagai negara
- Dapat digunakan
di berbagai sektor
yang beresiko
tinggi termasuk
pada pelayanan
kesehatan
- Dapat digunakan
tanpa bantuan
ahli
- Pertanyaan
yang cukup
banyak
sehingga
membutuhkan
banyak waktu
dalam
pengisiannya
Berdasarkan beberapa instrumen yang disebutkan pada tabel 2.2
diatas, maka pada penelitian ini selanjutnya akan menggunakan
instrumen Nordic Safety Climate Questionnaire (NOSACQ-50) untuk
pengukuran iklim keselamatan kerja (safety climate). Digunakannya
NOSACQ-50 karena instrumen telah dipercaya dapat digunakan sebagai
alat dalam mengukur iklim keselamatan di rumah sakit, serta dimensi
pada NOSACQ-50 mendekati referensi yang dihimpun oleh peneliti
yaitu menurut Cooper (2000) seperti yang dijelaskan pada pembahasan
sebelumnya.
36
Berikut adalah jurnal-jurnal penelitian mengenai penggunaan
instrumen NOSACQ-50 di rumah sakit.
Tabel 2. 3 Jurnal Terkait Penggunaan NOSACQ-50 Di Rumah Sakit
No Peneliti Judul Subjek
Penelitian
Hasil
1. Restuputri
(2015)
Pengukuran
Iklim
Keselamatan
Kerja (Studi
Kasus Rs X
Malang)
Manajemen
dan pekerja
- Tidak terdapat perbedaan
signifikan iklim
keselamatan kerja di RS X
di kelompok lama kerja,
jenis kelamin, tingkat
pendidikan terakhir, status
pekerja dan departemen
dan pelatihan K3.
- Terdapat perbedaan yang
signifikan kelompok
manajerial dan pekerja
untuk dimensi prioritas
keselamatan pekerja dan
tidak ditoleransinya risiko
bahaya dan kepercayaan
terhadap keefektifan sistem
keselamatan kerja.
2. Rodríguez
dkk
(2016)
Perception of
Workers
About the
Workplace
Health and
Safety
System in a
Level III
Hospital,
Bogotá-
Colombia.
Perawat dan
manajemen
- Persepsi perawat dan
manajemen terhadap k3
tertinggi pada dimensi
kepercayaan terhadap
keefektifan sistem
keselamatan kerja (2.71
dan 2.77), dan dimensi
terendah yaitu
pemberdayaan manajemen
keselamatan kerja (2.71
dan 2.77) serta prioritas
keselamatan pekerja dan
tidak ditoleransinya risiko
bahaya (2,35 dan 2,40).
3. Sepp dkk
(2016)
Health Care
Workers And
Patients
Safety In
Nursing
Homes
Perawat - Terdapat hubungan antara
iklim keselamatan dengan
keselamatan pasien
37
No Peneliti Judul Subjek
Penelitian
Hasil
4. Hajaghaz
adeh dkk
(2016)
Survey of
safety
climate from
the
viewpoints
of nurses
working in
one of the
hospitals in
Urmia city,
Iran, in 2014
Perawat - Skor rata-rata iklim
keselamatan berkisar
antara 2,49-2,67. Dimana
tidak ada perbedaan
signifikan antara skor rata-
rata iklim keselamatan
perawat berdasarkan
kategori umur dan
pengalaman kerja
Berdasarkan tabel 2.3 diatas diketahui bahwa instrumen
NOSACQ-50 merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk
mengukur iklim keselamatan kerja dalam lingkungan rumah sakit.
38
Tabel 2. 4 Dimensi Iklim Keselamatan
Nama
Instrumen
Dimensi Iklim Keselamatan
Komitmen
manajemen
Tindakan
manajemen
Komitmen
pribadi
terhadap
keselamatan
Akibat dari
kebutuhan
kecepatan
kerja
Persepsi
terhadap
level
resiko
Keyakinan
tentang
penyebab
kecelakaan
Pengaruh
tekanan
kerja
Efektifitas
komunikasi
kesalamatan
di dalam
organisasi
Efektifitas
prosedur
darurat
Pentingnya
pelatihan
keselamatan
Status
orang dan
komite
keselamat
an dalam
suatu
organisasi
LSCAT √ √ √ √ √ √
SCT √ √ √ √ √
NOSACQ-
50
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
39
2.6 Dimensi Iklim Keselamatan Kerja
Dalam penelitian ini dimensi iklim keselamatan yang digunakan merujuk
pada dimensi menurut Kines dkk (2011) yang dikembangkan oleh peneliti
NORDIC dengan instrumen bernama NOSACQ-50. Dimana instrumen
tersebut sudah memiliki validitas dan reliabilitas yang baik serta dibangun
berdasarkan teori organisasi dan iklim keselamatan, teori psikologis penelitian
empiris sebelumnya dan penelitian yang dilakukan sendiri oleh peneliti
NORDIC (Swedia,Finlandia, Denmark, Norwegia dan Islandia). Berikut
adalah dimensi-dimensi iklim keselamatan menurut Kines dkk (2011) :
1. Prioritisasi dan Komitmen Manajemen Terhadap K3
Dimensi ini didefinisikan sebagai persepsi pekerja mengenai sejauh
mana upaya manajemen dalam mendahulukan keselamatan di tempat kerja
(Kines dkk., 2011). Dimana menurut Frank Bird dalam bukunya
“Commitment”, menyebutkan bahwa komitmen adalah niat atau tekad
untuk melaksanakan sesuatu yang menjadi daya dorong yang sangat kuat
untuk mencapai tujuan. Tekad dan keinginan tersebut, akan tercermin
dalam sikap dan tindakannya tentang K3. Tanpa komitmen dari semua
unsur dalam organisasi, khususnya para pimpinan, pelaksanaan K3 tidak
akan berjalan dengan baik. Komitmen bukan sekedar diucapkan atau
dituangkan dalam tulisan dan instruksi, tetapi harus diwujudkan secara
nyata dalam tindakan dan sikap sehari-hari (Swastika, 2011).
Berbagai bentuk keterlibatan manajemen sebagai bentuk komitmennya
terhadap K3 antara lain:
40
Dengan memenuhi semua ketentuan K3 yang berlaku dalam
organisasi seperti penggunaan alat keselamatan yang diwajibkan
dan persyaratan K3 lainnya.
Memasukkan isu K3 dalam setiap kesempatan, rapat manajemen
dan pertemuan lainnya.
Secara berkala dan konsisten mengkomunikasikan keinginan dan
harapan mengenai K3 kepada semua pemangku kepentingan.
Memberikan dukungan nyata dalam bentuk sumber daya yang
diperluhkan untuk terlaksananya K3 dalam organisasi.
Memberikan keteladanan K3 yang baik dengan menjadikan K3
sebagai bagian internal dalam setiap kebijakan organisasi
(Wijayanto, 2016).
Melalui komitmen manajemen seluruh pekerja dapat terlibat dalam
mewujudkan tujuan yang berhubungan dengan keselamatan (Nurhadi,
2012). Hal tersebut membuktikan bahwa kuatnya komitmen manajemen
dapat mempengaruhi pekerja untuk berperilaku secara selamat, dimana
perilaku tersebut terbentuk tidaklain dikarenakan adanya persepsi positif
dari pekerja mengenai upaya prioritisasi dan komitmen manajemen
terhadap K3. Pada penelitian Bailey (1997) bahkan menunjukkan bahwa
tempat kerja dengan pekerja yang memiliki persepsi positif terhadap
komitmen manajemen akan memiliki angka kecelakaan kerja yang yang
sedikit, sementara tempat kerja dengan persepsi rendah terhadap komitmen
manajemen memiliki angka kecelakaan kerja yang tinggi. Oleh karena itu
41
komitmen manajemen untuk mengangkat risiko dan bahaya keselamatan
yang belum terjadi kepada pekerja sangat penting, untuk menurunkan risiko
kecelakaan kerja, serta untuk membentuk persepsi pekerja bahwa
keselamatan merupakan prioritas seluruh pekerja, termasuk manajemen
(Rahmawati, 2012).
Berdasarkan tinjauan literatur kemudian diketahui pula bahwa persepsi
pekerja terhadap prioritas dan komitmen manajemen ternyata
mempengaruhi pekerja dalam mematuhi kebijakan dan aturan K3 (Bailey,
1997). Selain itu dimensi ini merupakan dimensi yang berdasarkan berbagai
tinjauan literatur paling sering digunakan dalam penelitian mengenai iklim
keselamatan (Zohar,1980; Flin dkk., 2000).
2. Pemberdayaan Manajemen Keselamatan Kerja
Pemberdayaan manajemen keselamatan kerja adalah dimensi kedua
pada kuesioner NOSACQ-50. Dimensi ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana persepsi pekerja terhadap upaya manajemen dalam
meningkatkan kemampuan pekerja berkaitan dengan keselamatan kerja
(Kines dkk., 2011). Menurut Richard Carver dalam Clutterbuck (2013)
pemberdayaan merupakan upaya mendorong dan memungkinkan individu-
individu untuk mengemban tanggung jawab pribadi atas upaya mereka
memperbaiki, cara mereka melaksanakan pekerjaan-pekerjaan mereka dan
menyumbang pada pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Hal itu menuntut
diciptakannya suatu budaya yang mendorong orang-orang di semua tingkat
untuk merasa mereka bisa menghasilkan perubahan dan membantu mereka
42
mendapatkan kepercayaan diri dan ketrampilan-ketrampilan untuk
menghasilkan perubahan-perubahan itu (Clutterbuck, 2013).
Selain itu pemberdayaan juga merupakan salah satu cara manajer
untuk memberikan kepercayaanya terhadap kemampuan dan pendapat
pekerja, serta sebagai bentuk penghargaan manajer terhadap kontribusi
pekerja (Raharjo, 2014). Dimana pada dasarnya pemberdayaan akan
memperkuat social exchanges dan mendorong keselamatan untuk lebih
dihargai dalam organisasi serta memperkuat perilaku keselamatan pekerja
(Kines dkk., 2011). Menurut Shannon dan Norman (2009) bahkan
pemberdayaan pekerja terhadap kegiatan keselamatan dapat mempengaruhi
rendahnya angka kecelakaan kerja. Berdasarkan hal tersebut maka
penilaian terhadap pemberdayaan keselamatan oleh manajemen dan
dorongan dalam peningkatan partisipasi pekerja kemudian dimasukkan
dalam kuesioner NOSACQ-50.
3. Keadilan Manajemen Keselamatan Kerja
Pada dimensi keadilan manajemen keselamatan kerja aspek yang
dinilai adalah persepsi pekerja terhadap tindakan manajemen kepada
mereka berkaitan dengan keselamatan kerja, termasuk bagaimana tindakan
manajemen terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan kerja (Kines
dkk., 2011). Ivancevich dkk. (1990) mendefinisikan keadilan
organisasional sebagai suatu tingkat di mana seorang individu merasa
diperlakukan sama di organisasi tempat dia bekerja. Terbuka dan adil
berarti semua tenaga kesehatan dan manajemen terbuka mengenai kejadian
yang ada dan bertanggung jawab atas kejadian, tenaga kesehatan dapat
43
berbicara secara bebas dengan rekan dan atasan tentang kejadian apapun,
rumah sakit terbuka dengan pasien dan masyarakat tentang kejadian yang
terjadi (Charthey & Clarke, 2010; NPSA, 2004). Pada tempat kerja
perlakukan menyalahkan orang lain merupakan hal yang dapat menjadi
penghalang dalam proses pembelajaran (Jeffcott dkk., 2006). Dimana oleh
Colquitt dkk (2001) terhadap 183 hasil penelitian menunjukkan bahwa
persepsi individu terhadap keadilan organisasional memiliki pengaruh
penting pada sikap individu seperti kepuasan dan komitmen, serta perilaku
individu.
Penilaian keadilan dalam organisasi mempunyai dampak pada sikap
dan reaksi seseorang. Setiap orang pasti menghendaki perlakuan yang adil
baik dari sisi distribusi dan prosedur atau disebut sebagai keadilan
distributif dan keadilan prosedural (Tjahjono, 2007). Hal serupa
disampaikan oleh Weiner dkk. (2008) yang menyebutkan bahwa sikap tidak
disiplin dalam menindak pekerja yang diketahui melakukan perilaku tidak
aman dapat mengakibatkan meluasnya persepsi pada pekerja bahwa
perilaku tidak aman tersebut masih dapat diterima/ditolerir.
4. Komitmen Pekerja Terhadap Keselamatan Kerja
Dimensi komitmen pekerja terhadap keselamatan kerja merupakan
dimensi ke empat iklim keselamatan pada NOSACQ-50 yang bertujuan
untuk mengevaluasi persepsi pekerja mengenai bagaimana sikap mereka
berkaitan dengan keselamatan kerja dalam hal apakah mereka pada
umumnya menunjukkan komitmen terhadap keselamatan (Kines dkk.,
44
2011). Konsep komitmen pekerja terhadap perusahaan telah menduduki
tempat yang sangat penting dalam penelitian, hal ini dilakukan karena
banyak perilaku kerja yang dipengaruhi oleh tingkat komitmen yang
dimiliki oleh pekerja terhadap tempat mereka bekerja (Aini, 2014). Devis
dan Newstorm (1985) mendefinisikan komitmen sebagai unsur loyalitas
yaitu sejauh mana pekerja mengindentifikasi diri dengan tempat kerja dan
seberapa besar ia ingin tetap berpartisipasi secara aktif didalam tempat ia
bekerja. Komitmen ini biasanya bertambah seiring dengan waktu, dimana
pekerja memiliki pengalaman selama bekerja.
5. Prioritas Keselamatan Pekerja dan Tidak Ditoleransinya Risiko
Bahaya
Prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya
merupakan dimensi kelima dalam kuesioner NOSACQ-50. Adapun aspek
yang dinilai pada dimensi ini adalah persepsi pekerja tentang sejauh mana
pekerja mendahulukan aspek keselamatan sebelum melaksanakan
pekerjaannya (Kines dkk., 2011). Pada tempat kerja yang sebagian besar
pekerjanya memiliki prioritas terhadap K3, maka dapat diindikasikan
bahwa ik lim keselamatan kerja yang dimiliki ditempat kerja tersebut tinggi
karena persepsi mengenai pentingnya keselamatan sudah terbentuk
(anonim, 2014). Sementara persepsi pekerja mengenai diterima atau
tidaknya suatu risiko yang ditemukan diketahui tergantung pada penilaian
subjektif terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan (Rundmo, 2000).
45
6. Pembelajaran, Komunikasi, dan Inovasi
Dimensi keenam dalam kuesioner NOSACQ-50 ini mencakup penilaian
terhadap persepsi pekerja tentang bagaimana mereka berkaitan dengan
sikap pekerja dalam menjalin kerjasama antar sesama pekerja dalam hal
keselamatan kerja (Kines dkk., 2011). Dimana menurut Vinodkumar dan
Bhasi (2010) komunikasi yang rutin mengenai isu-isu keselamatan antara
manajer, supervisor dan pekerja merupakan kebiasaan yang sangat efektif
dalam meningkatkan keselamatan ditempat kerja. Dimana komunikasi yang
terbuka dari berbagai pihak akan menghilangkan kegugupan pekerja dalam
meningkatkan dan mendiskusikan isu-isu keselamatan (Ciguralov dkk,
2010). Komunikasi mengenai isu-isu kesehatan dan keselamatan di tempat
kerja menurut Mearns dkk (2003) dalam Cigularov dkk (2010) dapat dilihat
sebagai kunci dalam organisasi untuk mempelajari hasil dari kejadian
kecelakaan atau investigasi kejadian hampir celaka, audit keselamatan
maupun perubahan dalam prosedur-prosedur. Sementara menurut Jeffcott
dkk. (2006) aspek pembelajaran sangat penting dalam upaya pembentukan
budaya keselamatan yang positif, yaitu dengan cara mengumpulkan,
menganalisis, dan menyebarkan informasi dalam lingkungan sehingga
timbul keinginan untuk melaporkan kejadian-kejadian yang tidak aman.
Komunikasi menjadi tidak hanya sekedar pertukaran informasi tetapi
sebagai hal yang dibutuhkan dalam pembelajaran dan untuk melahirkan
ide-ide yang inovatif (Raharjo, 2014).
46
7. Kepercayaan Terhadap Keefektifan Sistem Keselamatan Kerja
Adapun aspek yang dinilai dalam dimensi kepercayaan terhadap
keefektifan sistem keselamatan kerja yaitu mengenai bagaimana persepsi
pekerja terhadap sistem manajemen keselamatan kerja yang diterapkan oleh
manajemennya (Kines dkk., 2011). Dimensi ini menjadi salah satu tema
sentral dari kajian yang dilakukan oleh Flin dkk (2000). Iklim keselamatan
merupakan sebuah konsep sosial sehingga untuk melihat sistem tidak bisa
dilakukan dengan audit melainkan menangkap persepsi pekerja mengenai
keefektifan sistem manajemen K3 yang berlaku di sebuah organisasi (Kines
dkk., 2011). Berdasarkan hal tersebut kemudian peneliti NORDIC
memasukkan dimensi kepercayaan terhadap keefektifan sistem keselamatan
kerja dalam kuesioner iklim keselamatan.
47
2.7 Manfaat Pengukuran Iklim Keselamatan
Pengukuran iklim keselamatan menurut NHS ( 2010) memiliki berbagai
manfaat yang dapat dijelaskan berdasarkan perbedaan tingkatan.
1. Tingkat anggota tim, pada tingkat anggota tim survei iklim
keselamatan pada individu dapat meningkatkan kesadaran akan
keselamatan dan kondisi serta perilaku yang berhubungan dengan
keselamatan
2. Practice teams, pada tingkatan practice teams survei iklim
keselamatan dapat digunakan sebagai diagnostik dan alat pendidikan:.
a. Memperkenankan tim perawat mengukur iklim keselamatan
b. Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan kemudian
dibandingkan dengan daerah sekitar
c. Memprioritaskan, mendesain dan memprakarsai impelementasi
untuk membangun budaya keselamatan yang kuat
d. Mengevaluasi progressnya melalui survei berkala
3. Tingkat Organisasi, Pada tingkat regional dan manajemen National
Health Service (NHS) persepsi iklim keselamatan dan faktor yang
berhubungan dengan perbedaan organisasi dan tim pelayanan
kesehatan dapat di monitoring, dibandingkan dan dipengaruhi dari
waktu ke waktu.
48
2.8 Kerangka Teori
Kerangka teori ini mengacu pada Reciprocal Safety Culture Model
menurut Cooper (2000) dimana pada gambar 2.2 dibawah ini diketahui bahwa
aspek-aspek yang membangun budaya keselamatan terdiri dari aspek individu
yang bersifat psikologis dengan pengukuran melalui iklim keselamatan kerja,
aspek perilaku dengan penilaian safety behaviour, dan aspek organisasi
dengan pengukuran melalui audit sistem manajemen.
49
Budaya Keselamatan
Individu (Person)
(Safety climate)
Organisasi (Organization)
(safety management system:
objective audit))
Perilaku
(Safety behaviour)
(Cooper, 2000)
1. Prioritisasi dan komitmen manajemen terhadap K3
2. Pemberdayaan manajemen keselamatan kerja
3. Keadilan manajemen keselamatan kerja
4. Komitmen pekerja terhadap keselamatan kerja kerja
5. Prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya
risiko bahaya
6. Pembelajaran, komunikasi, dan inovasi ditoleransinya
risiko bahaya
7. Kepercayaan terhadap keefektifan sistem keselamatan
kerja
Dimensi iklim keselamatan
Kines dkk (2011)
Gambar 2. 2 Kerangka Teori Adaptasi Cooper (2000) dan Kines dkk (2011)
50
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini memfokuskan pada gambaran iklim
keselamatan kerja (safety climate). Iklim keselamatan kerja adalah persepsi
pekerja terkait keselamatan di tempat kerja, dimana dalam pengukurannya
terdiri dari tujuh dimensi. Ketujuh dimensi tersebut ialah dimensi prioritisasi
dan komitmen manajemen terhadap K3, pemberdayaan manajemen
keselamatan kerja, keadilan manajemen keselamatan kerja, komitmen pekerja
terhadap keselamatan kerja, prioritas keselamatan pekerja dan tidak
ditoleransinya risiko bahaya, pembelajaran, komunikasi, dan inovasi, serta
kepercayaan terhadap keefektifan sistem keselamatan kerja (Kines dkk, 2011).
51
3.2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
Operasional
Cara Ukur Alat ukur Hasil Skala
A. Iklim
Keselamatan
Kerja (safety
climate)
Persepsi perawat dan penunjang medis terhadap keselamatan yang
mencakup dimensi-dimensi dibawah ini:
1.
Prioritisasi dan
Komitmen
Manajemen
Terhadap K3
Total skor
persepsi
perawat dan
penunjang
medis
jmengenai
sejauh mana
upaya
manajemen
dalam
mendahulukan
keselamatan di
tempat kerja
Penyebaran
& pengisian
kuesioner
Kuesioner
NOSACQ
-50 (Item
A1-9
1.Baik
(Jika
skor ≥
3,00)
2.Cukup
(Jika
skor
2,70-
2,99)
3.Kurang
(Jika
skor <
2,70)
Ordinal
2. Pemberdayaan
Manajemen
Keselamatan
Kerja
Total skor dari
persepsi
perawat dan
penunjang
medis terhadap
upaya
manajemen
dalam
meningkatkan
kemampuan
pekerja
berkaitan
dengan
keselamatan
kerja
Penyebaran
& pengisian
kuesioner
Kuesioner
NOSACQ
-50 (Item
A10-A16)
1.Baik
(Jika
skor ≥
3,00)
2.Cukup
(Jika
skor
2,70-
2,99)
3.Kurang
(Jika
skor <
2,70)
Ordinal
3. Keadilan
Manajemen
Keselamatan
Kerja
Total skor dari
persepsi
perawat dan
penunjang
medis terhadap
tindakan
manajemen
berkaitan
dengan
keselamatan
Penyebaran
& pengisian
kuesioner
Kuesioner
NOSACQ
-50 (A17-
A22)
1.Baik
(Jika
skor ≥
3,00)
2.Cukup
(Jika
skor
2,70-
Ordinal
52
No Variabel Definisi
Operasional
Cara Ukur Alat ukur Hasil Skala
kerja, termasuk
bagaimana
tindakan
manajemen
terhadap
pekerja yang
mengalami
kecelakaan
kerja
2,99)
3.Kurang
(Jika
skor <
2,70)
4. Komitmen
Pekerja
Terhadap
Keselamatan
Kerja
Total skor dari
sikap perawat
dan penunjang
medis
mengenai
bagaimana
mereka
berkaitan
dengan
keselamatan
kerja dalam hal
menunjukkan
komitmennya
terhadap
keselamatan
Penyebaran
& pengisian
kuesioner
Kuesioner
NOSACQ
-50 (A23-
A28)
1.Baik
(Jika
skor ≥
3,00)
2.Cukup
(Jika
skor
2,70-
2,99)
3.Kurang
(Jika
skor <
2,70)
Ordinal
5. Prioritas
Keselamatan
Pekerja dan
Tidak
Ditoleransinya
Risiko Bahaya
Total skor dari
sikap perawat
dan penunjang
medis tentang
sejauh mana
pekerja
mendahulukan
aspek
keselamatan
sebelum
melaksanakan
pekerjaannya
Penyebaran
& pengisian
kuesioner
Kuesioner
NOSACQ
-50 (A29-
35)
1.Baik
(Jika
skor ≥
3,00)
2.Cukup
(Jika
skor
2,70-
2,99)
3.Kurang
(Jika
skor <
2,70)
Ordinal
6. Pembelajaran,
Komunikasi,
dan Inovasi
Total skor dari
sikap perawat
dan penunjang
medis tentang
bagaimana
mereka
berkaitan
Penyebaran
& pengisian
kuesioner
Kuesioner
NOSACQ
-50 (A36-
43)
1.Baik
(Jika
skor ≥
3,00)
2.Cukup
Ordinal
53
No Variabel Definisi
Operasional
Cara Ukur Alat ukur Hasil Skala
dengan
kerjasama
antar sesama
pekerja dalam
hal
keselamatan
kerja yang
menimbulkan
pembelajaran,k
omunikasi dan
inovasi
(Jika
skor
2,70-
2,99)
3.Kurang
(Jika
skor <
2,70)
7. Kepercayaan
Terhadap
Keefektifan
Sistem
Keselamatan
Kerja
Total skor dari
kepercayaan
perawat dan
penunjang
medis terhadap
sistem
manajemen
keselamatan
kerja yang
diterapkan
oleh
manajemennya
Penyebaran
& pengisian
kuesioner
Kuesioner
NOSACQ
-50 (A44-
A50)
1. Baik
(Jika
skor ≥
3,00)
2. Cukup
(Jika
skor
2,70-
2,99)
3.Kurang
(Jika
skor <
2,70)
Ordinal
54
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan metode deskriptif dan desain cross-sectional. Dimana proses
pengumpulan atau pengambilan data dan pengukuran variabel-variabelnya
dilakukan pada satu waktu yang bersamaan.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di bagian keperawatan dan pelayanan
penunjang medis RSUD Kota Depok, dimana rumah sakit ini merupakan
rumah sakit kelas B yang berlokasi di Kecamatan Sawangan. Penelitian ini
dilakukan pada Bulan Desember 2016 sampai dengan Juni 2017.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat dan tenaga
penunjang medis yang bekerja di RSUD Depok. Data lengkap populasi
dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.
55
Tabel 4. 1 Daftar Jumlah Perawat dan Tenaga Penunjang Medis di RSUD
Depok Tahun 2017
Profesi Jumlah Tenaga Kesehatan
Perawat
IGD 16
Kamar Operasi 9
Rawat Inap 52
Rawat Jalan 12
Tenaga Penunjang Medis
Laboratorium 13
Radiologi 8
Nutrisionis 5
Apoteker 6
Asisten Apoteker 18
Sanitarian 3
Teknisi Elektromedis 3
Fisioterapi 1
Refraksionis Optisien 1
4.3.2 Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random
sampling yaitu pengambilan sampel secara acak sederhana. Dimana
perhitungan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus perhitungan
besar sampel untuk penelitian deskriptif dengan rumus estimasi proporsi
sebagai berikut (Lapau,2012):
56
Keterangan:
n : besar sampel
P : probabilitas dari penelitian terdahulu (0,5)
d : presisi/ketepatan sebesar 10% (0,1)
Z 1-α/2 : derajat kepercayaan, Cl 95% (1,96)
Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh besar sampel minimal
yang diperlukan pada penelitian ini sebesar 96,04 atau 97 orang. Namun
untuk menghindari terjadinya drop out atau missing maka jumlah
responden dibulatkan menjadi 110 orang. Adapun rincian jumlah sampel
perunit kerja perawat dan tenaga penunjang medis dapat dilihat pada tabel
4.2 dibawah ini:
Tabel 4. 2 Jumlah Sampel per Profesi di Tiap Unit
Profesi Jumlah Tenaga
Kesehatan
Jumlah Sampel yang
Didistribusikan
Kuesioner
Perawat
IGD 16 12
Kamar Operasi 9 7
Rawat Inap 52 40
Rawat Jalan 12 7
Total 89 66
Tenaga Penunjang Medis
Laboratorium 13 10
Radiologi 8 6
Nutrisionis 5 3
Apoteker 6 4
Asisten Apoteker 18 13
Sanitarian 3 3
Teknisi Elektromedis 3 3
Fisioterapi 1 1
Refraksionis Optisien 1 1
Total 58 44
57
4.4 Pengumpulan Data
4.4.1 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara
langsung dari perawat dan penunjang medis di RSUD Depok dengan
menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Adapun data sekunder pada
penelitian ini yaitu data dokumen rumah sakit, antara lain profil rumah
sakit, data ketenagakerjaan, dan prosedur K3.
4.4.2 Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini dengan digunakannya acuan dimensi menurut
Kines dkk (2011) sebagai dimensi yang diukur, maka instrumen
penelitian yang tepat untuk digunakan adalah NOSACQ-50. Nordic
Safety Climate Questionnaire (NOSACQ-50) merupakan kuesioner yang
dikembangkan oleh peneliti keselamatan kerja dari wilayah Nordic
(Swedia, Denmark, Norwegia, dan Islandia) untuk mengukur dimensi
iklim keselamatan kerja tersebut. Dimana kuesioner tersebut sudah diakui
penggunaannya secara universal oleh OSHA dalam melakukan
pengukuran iklim keselamatan diberbagai sektor beresiko tinggi termasuk
pada sektor pelayanan kesehatan. Selain itu kuesioner NOSACQ-50 ini
juga mengandung pernyataan positif dan negatif. Berikut distribusi
pernyataan postif dan negatif pada kuesioner:
58
Tabel 4. 3 Distribusi Pernyataan Positif dan Negatif pada Kuesioner
No Dimensi Nomor Pernyataan
Total Positif Negatif
1. Prioritisasi dan Komitmen
Manajemen Terhadap K3
A1, A2, A4,
A6, A7
A3, A5, A8,
A9
9
2. Pemberdayaan Manajemen
Keselamatan Kerja
A10, A11,
A12, A14,
A16
A13, A15 7
3. Keadilan Manajemen
Keselamatan Kerja
A17, A19,
A20, A22
A18, A21 6
4. Komitmen Pekerja Terhadap
Keselamatan Kerja
A23, A24,
A27
A25, A26,
A28
6
5. Prioritas Keselamatan
Pekerja dan Tidak
Ditoleransinya Risiko
Bahaya
A33 A29, A30,
A31, A32,
A34, A35
7
6. Pembelajaran, Komunikasi,
dan Inovasi
A36, A37,
A38, A39,
A40, A42,
A43
A41 8
7. Kepercayaan Terhadap
Keefektifan Sistem
Keselamatan Kerja
A44, A46,
A48, A50
A45, A47,
A49
7
Total Pernyataan 50
Item pernyataan kuesioner menggunakan 4 poin skala Likert mulai
dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju. Kemudian skoring diberikan
dengan ketentuan seperti pada tabel berikut.
Tabel 4. 4 Skoring Instrumen safety climate
Sangat
Tidak
Setuju
Tidak
Setuju
Setuju Sangat
Setuju
Skoring Item
Pernyataan Positif
1 2 3 4
Skoring Item
Pernyataan Negatif
4 3 2 1
59
Berikut adalah contoh cara melakukan skoring untuk mengetahui
rata-rata nilai satu orang untuk dimensi satu:
(A1+A2+A3+A4+A5+A6+A7+A8+A9) /9
Hanya item yang dijawab yang dimasukkan kedalam perhitungan.
Jika responden menjawab keseluruhan item maka denominatornya adalah
9. Jika responden hanya menjawab 7 maka denominatornya adalah 7.
Namun jika responden menjawab kurang dari setengah dari jumlah item
tiap dimensi maka tidak akan diikutkan dalam perhitungan total rata-rata.
Contoh perhitungan total rata-rata dari rata-rata dimensi 1:
5 orang mempunyai rata-rata skor untuk dimensi 1 masing-masing
sebagai berikut: 2,67; 2,33; 2,44; 2,56; 2,67
Maka total rata-rata populasi menjadi: (2,67+2,33+2,44+2,56+2,67)/5
= 2,53
Dan begitu seterusnya untuk dimensi lainnya
Berikut ini adalah interpretasi hasil berdasarkan panduan skoring dari
kuesioner NOSACQ-50 (Kines,dkk,2010).
a. Skor ≥ 3,00 = Baik
b. Skor 2,70-2,99 = Cukup
c. Skor < 2,70 = Kurang
60
4.5 Uji Instrumen
4.5.1.1 Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2010). Suatu
instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan
dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.
Dimana uji validitas dapat dilakukan dengan membandingkan nilai
korelasi atau r hitung variabel dengan r tabel. Jika r hitung > r tabel, maka
variabel tersebut dinyatakan valid. Sementara jika r hitung < r tabel maka
variabel tersebut dinyatakan tidak valid. Nilai r tabel yang digunakan
untuk uji validitas penelitian ini yaitu 0,187. Berdasarkan hasil uji validitas
kuesioner penelitian ini, didapatkan tiap pernyataan telah valid dengan
skor lebih dari 0,238.
4.5.1.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan kekonsistensian kuesioner dalam
manghasilkan informasi yang sama ketika digunakan berkali-kali untuk
mengukur variabel yang sama (Lapau, 2013). Uji reliabilitas
menggunakan cronbach alpa dimana instrumen penelitian dinyatakan
reliabel bila diperoleh nilai alpha minimal 0,60 (Budiharto, 2008).
Beberapa penelitian yang melakukan uji reliabilitas NOSACQ-50
menunjukkan nilai cronbach alpha sebesar lebih dari 0,77 (Kines dkk,
2011), 0,70 (Nikolaeva 2015). Sementara pada penelitian ini sendiri uji
realibilitas yang didapatkan ialah sebesar 0,938 sehingga dapat
61
disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
sudah reliabel.
4.6 Pengolahan Data
Semua data primer yang telah terkumpul kemudian dilakukan
pengolahan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
4.6.1 Mengkode Data (Data Coding)
Merupakan kegiatan membuat klasifikasi data dan memberi
kode atau nilai pada jawaban dari setiap pernyataan dalam kuesioner.
Pemberian nilai tergantung pada penyataan positif dan negatif pada
kuesioner. Pada pernyataan positif maka aturan pemberian nilai
jawaban responden adalah sebagai berikut.
Sangat setuju diberi nilai 4
Setuju diberi nilai 3
Tidak setuju diberi nilai 2
Sangat tidak setuju diberi nilai 1
Pada pernyataan negatif diberi nilai sebaliknya dari aturan pemberian
nilai pada pernyataan positif.
4.6.2 Menyunting Data (Data Editing)
Dilakukan pemeriksaan terhadap kuesioner yang telah diisi
dengan cara melihat kelengkapan jawabannya, sebelum dilakukan
proses pemasukan data kedalam komputer sehingga ketika ditemukan
data yang salah atau meragukan dapat ditelusuri kembali kepada
responden yang bersangkutan.
62
4.6.3 Memasukkan Data (Data Entry)
Kegiatan memasukkan data hasil kuesioner yang sudah
diberikan kedalam software statistik (SPSS). Data yang dimasukkan
adalah data pada kuesioner yang tidak missing.
4.6.4 Membersihkan Data (Data Cleaning)
Kegiatan yang dilakukan untuk memeriksa kembali dan
memastikan bahwa tidak ada kesalahan data atau data yang tidak
lengkap ketika proses entry. Setelah melakukan pembersihan data,
maka data dapat diolah dan dianalisis
4.7 Analisa Data
Penelitian ini menggunakan analisa secara univariat dengan melihat
frekuensi nilai mean ± SD, dan 95% Cl serta proporsi tiap dimensi iklim
keselamatan kerja yang terdiri dari dimensi prioritisasi dan komitmen
manajemen terhadap K3, pemberdayaan manajemen keselamatan kerja,
keadilan manajemen keselamatan kerja, komitmen pekerja terhadap
keselamatan kerja, prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya
risiko bahaya, pembelajaran, komunikasi, dan inovasi, serta kepercayaan
terhadap keefektifan sistem keselamatan kerja.
63
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Lokasi Penelitian
5.1.1 Sejarah RSUD Depok
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Depok merupakan rumah
sakit kelas B yang menjadi satu-satunya rumah sakit milik pemerintah
yang ada di Kota Depok, dibangun pada tahun 2004 diatas lahan seluas
42.047 m2 dengan lokasi di Jl. Raya Muchtar No.99 Sawangan Depok.
Pada awal operasional RSUD Kota Depok merupakan Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kota Depok dan pada
31 Desember 2009 berdasarkan Peraturan Daerah Nomor : 8 tahun 2008
RSUD Kota Depok telah berdiri sendiri menjadi Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) di Kota Depok.
Saat ini kapasitas tempat tidur (TT) RSUD Kota Depok berjumlah 71
tempat tidur yang terdiri dari 54 tempat tidur perawatan kelas III, 4 tempat
tidur perawatan kelas II, 9 tempat tidur perawatan perina, dan 4 tempat
tidur perawatan isolasi. Seiring dengan meningkatnya jumlah pasien
dengan spesialistiknya, maka tahun 2015 kapasitas tempat tidur yang
dimiliki oleh RSUD Kota Depok tersebut kini telah dimanfaatkan secara
maksimal.
64
5.1.2 Struktur Organisasi RSUD Kota Depok
Struktur organisasi adalah kerangka pembagian tanggung jawab
fungsional yang dibentuk untuk terselenggaranya kegiatan-kegiatan pokok
rumah sakit. Berikut pada gambar 5.1 adalah struktur organisasi RSUD
Kota Depok Tahun 2017.
5.1.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di RSUD Kota Depok
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Depok mulai beroperasi
sebagai rumah sakit pada tahun 2008 dan telah menerapkan standar
keselamatan dan kesehatan pekerja yang berguna untuk mencegah terjadinya
peristiwa kecelakaan atau untuk menjaga keamanan suatu kegiatan atau
pekerjaan mulai dari input, proses dan output. Namun demikian sebelum
Gambar 5. 1 Struktur Organisasi RSUD Kota Depok
65
dibangun rumah sakit sesungguhnya telah memiliki SOP yang siap pakai,
sehingga pasca pembangunan tahap pertama dan beroperasi rumah sakit telah
memiliki mekanisme yang jelas dalam menjalankan prosedur pelaksanaan
kegiatan rumah sakit dari berbagai lini. Begitu pula dengan penerapan K3,
manajemen memberikan pelatihan pada beberapa petugas medis sehingga
mereka dapat mengetahui langkah-langkah yang sesuai dengan prosedur jika
terdapat peristiwa yang mengancam keselamatan atau kesehatan.
Bagian K3 sendiri pada dasarnya di struktur organisasi termasuk dalam
bidang pelayanan medis. Meskipun demikian pada masing-masing
kebidangan memiliki tanggungjawab dalam membantu
mengimplementasikan K3 di setiap instalasi/unitnya. Dimana tanggungjawab
tersebut diberikan kepada kepala seksi/bidang dan kepala
instalasi/penanggungjawab instalasi untuk memastikan kegiatan yang
berkaitan dengan keselamatan dilakukan dengan baik di tiap instalasi. Selain
itu penanggungjawab instalasi juga berperan dalam menjembatani
komunikasi antara perawat dan penunjang medis dengan staff K3 serta
melakukan kegiatan K3 di instalasinya.
Selain hal-hal diatas untuk membuktikan dedikasi dan komitmennya
dalam menerapkan K3, rumah sakit juga membangun sistem manajemen
terintegrasi mutu, lingkungan, dan K3 (MLK3) sesuai dengan standar
manajemen yang berlaku yaitu ISO 9001:2008 (mutu), ISO 14001:2004
(lingkungan), dan OHSAS 18001:2007 (K3). Sebagai tambahan RSUD
Depok juga telah membentuk suatu tim panitia pembinaan keselamatan dan
kesehatan kerja (Tim P2K3), dimana tim ini memiliki tugas untuk
66
memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada
pemimpin manajemen di tempat kerja mengenai masalah-masalah K3.
Adapun staff P2K3 tersebut terdiri dari penanggungjawab, ketua, sekretaris,
divisi pencatatan dan pelaporan, divisi monitoring dan evaluasi, divisi
identifikasi dan investigasi, divisi K2G, serta divisi promosi dan sosialisasi.
5.1.4 Kebijakan K3 RSUD Kota Depok
1. Menerapkan Sistem manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem
manajemen RSUD Depok
2. Melakukan upaya-upaya untuk mencegah terjadinya cidera dan
gangguan kesehatan
3. Mematuhi peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya
yang berlaku
4. Melakukan peningkatan berkesinambungan terhadap sistem
manajemen K3
5. Menerapkan program manajemen K3
6. Melakukan pembinaan kompetensi K3 bagi pegawai
7. Mendokumentasikan, memelihara dan meninjau kebijakan ini
8. Mengkomunikasikan ke seluruh karyawan dan pihak terkait lainnya
9. Menyediakan kebijakan K3 ini untuk umum dan publik yang
membutuhkan
10. Membudayakan K3 di lingkungan RSUD Depok
11. RSUD Depok akan selalu melakukan identifikasi bahaya dan
mengendalikan semua risiko yang ditimbulkannya, untuk itu rumah
sakit menyediakan sarana, prasarana kerja dan pelatihan yang memadai
67
sesuai dengan peran, tanggungjawab dan wewenangnya masing-
masing.
5.1.5 Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Dalam rangka mengimplementasikan K3 di rumah sakit,
manajemen mengembangkan program keselamatan dengan mengacu pada
OHSAS 18001:2007. Adapun program atau kegiatan yang berkaitan
dengan upaya manajemen mendorong keterlibatan perawat dan penunjang
medis dalam menerapkan K3 di rumah sakit diantaranya ialah:
1. Kompetensi, pelatihan, dan kepedulian
Berkaitan dengan aktivitas peningkatan kompetensi, pembangkitan
kesadaran akan pentingnya keselamatan serta pelatihan dan
pengembangan pekerja di lingkungan kerja rumah sakit, manajemen
biasanya sebelumnya melakukan analisis kebutuhan kompetensi dan
pelatihan untuk kemudian dilakukan analisa skala prioritas dan
setelahnya baru masuk ke dalam agenda perencanaan pelatihan dan
pengembangan. Adapun setiap kebidangan baik perawat dan
penunjang medis dapat mengajukan permohonan untuk pengadaan
kegiatan tersebut. Dimana kegiatan pelatihan dan seminar berkaitan
dengan K3 yang telah diadakan staff keselamatan dirumah sakit untuk
perawat dan penunjang medis diantaranya adalah manajemen
kebakaran, penggunaan APD, basic life support, kebersihan tangan,
penggunaan apar, dll.
68
Pelatihan sendiri pada rumah sakit dibedakan menjadi 3 kategori
yaitu pengenalan, penyegaran, dan pendalaman. Pengenalan
merupakan pelatihan yang diberikan kepada pegawai baru dengan
materi yang berkaitan dengan K3 seperti prosedur cara kerja yang
aman di instalasi kerja, bahaya dan risiko yang ada ditempat kerja,
prosedur pelaporan jika terjadi kecelakaan atau masalah keselamatan
lainnya, prosedur kegawatdaruratan. Sementara penyegaran diberikan
kepada semua pekerja dengan tujuan mengingatkan kembali akan
pelatihan atau seminar yang telah dilakukan pada tahun-tahun
sebelumnya misalnya kegawatdaruratan dan tatacara penggunaan
APAR. Selain itu kepala bidang dan penanggungjawab instalasi juga
didorong untuk menyisipkan informasi berkaitan dengan isu-isu
keselamatan pada setiap kegiatan yang dilakukan pada instalasi
kerjanya untuk memastikan bahwa pekerja senantiasa bekerja dengan
mengutamakan keselamatan dengan materi yang disesuaikan dengan
kondisi instalasi kerjanya. Terakhir pendalaman, diberikan kepada
personil yang melakukan atau mengawasi daerah tertentu yang
kegiatan didalamnya mempunyai dampak terhadap MLK3 (mutu,
lingkungan, dan K3) bahkan tingkat risiko seperti pada bagian IPSRS
(Instalasi Pemeliharaan Sarana & Prasarana Rumah Sakit) dan
anggota organisasi K2G ( Keselamatan Kebakaran Gedung).
2. Komunikasi, partisipasi, dan konsultasi
Komunikasi merupakan faktor penentu keefektifan sistem
manajemen keselamatan. Dimana manajemen rumah sakit telah
69
menetapkan proses-proses komunikasi tertentu sebagai media untuk
mengkomunikasikan keefektifan pelaksanaan K3, diantaranya melalui
papan pengumuman, safety talk, buletin, dll.
Papan pengumuman merupakan media komunikasi yang digunakan
oleh manajemen untuk menginformasikan berkaitan dengan data
kecelakaan kerja pada tenaga kesehatan, dokumentasi kegiatan, serta
pengumuman penyelenggaran kegiatan yang berkaitan dengan ke
rumah sakitan. Dimana papan pengumuman tersebut selalu
diperbaharui setiap sebulan sekali. Sementara safety talk merupakan
cara komunikasi langsung antara staff mutu, lingkungan, dan
keselamatan dengan pihak-pihak terkait seperti kepala kebidangan dan
penanggungjawab instalasi/unit, berupa meeting koordinasi yang
dilakukan minimal satu bulan sekali dengan bahan/materi
pembicaraan menyangkut hasil identifikasi bahaya, isu-isu yang
berkembang tentang MLK3 (mutu, lingkungan, dan K3), peraturan
perundangan dan persyaratan terkait MLK3, kecelakaan yang baru
terjadi, informasi umum keselamatan kerja dan kesehatan yang
berhubungan dengan kegiatan, konsultasi dan saran-saran. Dimana
nantinya pada setiap kesempatan penanggungjawab instalasi dapat
mengkomunikasikan hasil pertemuan kepada perawat dan penunjang
medis di instalasi kerjanya masing-masing. Adapun buletin digunakan
untuk mengkomunikasikan terkait kegiatan dan pencapaian rumah
sakit secara umum kepada pihak internal dan eksternal.
70
Selain mengembangkan sarana komunikasi pada pekerja,
manajemen juga mendorong partisipasi perawat dan penanggung
jawab medis dalam membantu mengimplementasikan K3 di
lingkungan rumah sakit. Dimana staff keselamatan mendorong setiap
kepala kebidangan dan penanggung jawab instalasi untuk menunjuk
salah satu pekerja untuk membantu melakukan kegiatan berkaitan
dengan pelaksanaan K3 diantaranya melakukan cheklist ketersediaan,
kondisi, dan kelengkapan APD (Alat Pelindung Diri), cheklist
peralatan kegawatdaruratan, pemeriksaan tempat kerja, dan membantu
penilaian identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penentuan
pengendaliannya. Terakhir manajemen juga mendorong masing-
masing penanggungjawab unit untuk meningkatkan partisipasi pekerja
dalam pelaporan kecelakaan sehingga dapat membantu mereka dalam
menentukan program pengendalian yang tepat dan mengurangi serta
mencegah kasus kecelakan kerja terjadi kembali.
71
5.2 Gambaran Karakteristik Individu Perawat dan Penunjang Medis
Subyek pada penelitian ini ialah terdiri dari 66 perawat dan 44 tenaga
penunjang medis yang memiliki lama kerja lebih dari satu tahun di RSUD
Depok. Deskripsi responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi umur,
jenis kelamin, profesi, pendidikan,dan lama kerja.
Tabel 5. 1 Karakteristik Perawat dan Penunjang Medis
No Kategori Identitas
Responden
Frekuensi
1. Umur < 31 Tahun 30 (27,3%)
31-35 Tahun 43 (39,1%)
36-40 Tahun 30 (39,1%)
41-45 Tahun 5 (4,5%)
> 45 Tahun 2 (1,8%)
2. Jenis Kelamin Laki-laki 26 (23,6%)
Perempuan 84 (76,4%)
3. Pendidikan SMA 11 (10%)
D3 79 (71,8%)
S1 20 (18,2%)
4. Lama Bekerja di
RSUD Depok
1-5 Tahun 24 (21,8%)
> 5 Tahun 86 (78,2%)
Berdasarkan tabel 5.1 diatas diketahui bahwa karakteristik perawat dan
penunjang medis berdasarkan umur paling banyak berada pada rentang umur
31-35 tahun (39,1%) dengan mayoritas berjenis kelamin perempuan (76,4%).
Sementara karakteristik perawat dan penunjang medis berdasarkan pendidikan
terakhir diketahui 71,8% (79 pekerja) di dominasi oleh jenjang pendidikan D3,
dimana lama kerja mereka bekerja di RSUD Depok terbanyak sudah lebih dari
lima tahun yaitu sebanyak 78,2% (86 pekerja).
72
5.3 Gambaran Dimensi Iklim Keselamatan Kerja Perawat dan Tenaga
Penunjang Medis di RSUD Depok Tahun 2017
Gambaran terhadap iklim keselamatan kerja dilakukan dengan melihat 7
dimensi iklim keselamatan kerja. Ketujuh dimensi tersebut adalah (1)
prioritisasi dan komitmen manajemen terhadap K3, (2) pemberdayaan
manajemen keselamatan kerja, (3) keadilan manajemen keselamatan kerja, (4)
komitmen pekerja terhadap keselamatan kerja, (5) prioritas keselamatan
pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya, (6) pembelajaran, komunikasi,
dan inovasi, (7) kepercayaan terhadap keefektifan sistem keselamatan kerja.
Gambar 5. 2 Radar Plot Dimensi Iklim Keselamatan Kerja
73
Berdasarkan gambar 5.2 diatas dapat terlihat penyebaran dimensi iklim
keselamatan kerja pada perawat dimensi keadilan manajemen (3,40)
menempati rata-rata nilai tertinggi, diikuti oleh dimensi pembelajaran,
komunikasi, dan inovasi (3,38), dimensi komitmen pekerja terhadap
keselamatan kerja (3,36), dimensi prioritisasi dan komitmen manajemen (3,34),
dimensi kepercayaan terhadap keefektifan sistem keselamatan kerja (3,33),
dimensi prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya
(3,27), dan posisi terakhir yaitu dimensi pemberdayaan manajemen
keselamatan kerja (3,26). Sementara pada penunjang medis dimensi dengan
rata-rata-nilai tertinggi ditempati oleh dimensi terkait kepercayaan terhadap
keefektifan sistem keselamatan kerja (3,44) dan rata-rata nilai terendah dimiliki
oleh dimensi prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko
bahaya (2,93).
74
Tabel 5. 2 Distribusi Frekuensi Dimensi Iklim Keselamatan Secara Umum
No Dimensi Perawat Penunjang Medis
Mean ± SD 95% Cl Mean ± SD 95% Cl
1 Prioritisasi dan Komitmen
Manajemen
3,34 ± 0,38 3,25 – 3,44 3,31± 0,41 3,19 -3,39
2 Pemberdayaan
Manajemen Keselamatan
Kerja
3,26 ± 0,31 3,19 – 3,35 3,23 ± 0,32 3,13 -3,31
3 Keadilan Manajemen
Keselamatan Kerja
3,40 ± 0,43 3,30 -3,50 3,30 ± 0,38 3,20 -3,45
4 Komitmen Pekerja
Terhadap Keselamatan
Kerja
3,36 ± 0,40 3,28 -3,45 3,39 ± 0,42 3,24 -3,52
5 Prioritas Keselamatan
Pekerja dan Tidak
Ditoleransinya Risiko
Bahaya
3,27 ± 0,34 3,18 -3,34 2,93 ± 0,19* 2,86 -2,98
6 Pembelajaran,
Komunikasi, dan Inovasi
3,38 ± 0,36 3,32 -3,48 2,98 ± 0,35* 2,92-3,10
7 Kepercayaan Terhadap
Keefektifan Sistem
Keselamatan Kerja
3,33 ± 0,30 3,27 -3,41 3,44 ± 0,33 3,33 -3,58
*. Teridentifikasi dimensi masih perlu dioptimalkan, termasuk dalam kategori cukup dengan
rentang mean 2,70-2,99
Berdasarkan tabel 5.2 diatas diketahui bahwa pada perawat rata-rata nilai
yang didapatkan pada seluruh dimensi telah berada pada skor ≥ 3,0 yang
artinya sudah masuk ke dalam kategori baik. Sementara pada penunjang medis
dua dimensi masih memiliki rata-rata nilai dalam kategori cukup dengan skor
berada pada kisaran 2,70-2,99 yaitu dimensi prioritas keselamatan pekerja dan
tidak ditoleransinya risiko bahaya (2,93) serta pembelajaran, komunikasi, dan
inovasi (2,98). Dimana nilai 95% confidence interval untuk dimensi prioritas
keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya adalah 2,86-2,98
dan dimensi pembelajaran, komunikasi, dan inovasi 2,92-3,10. Nilai ini
75
menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% rata-rata skor pada
penunjang medis berada pada selang skor tersebut (2,86-2,98 dan 2,92-3,10).
5.3.1 Prioritisasi dan Komitmen Manajemen Terhadap K3
1. Distribusi Proporsi Dimensi Prioritisasi dan Komitmen Manajemen
Terhadap K3
Tabel 5. 3 Distribusi Proporsi Dimensi Prioritisasi dan Komitmen
Manajemen Terhadap K3
Kategori Perawat Tenaga Penunjang Medis
n % n %
Baik
( ≥ 3,00)
52 78,7 37 84,1
Cukup
(2,70-2,99)
10 15,1 6 13,6
Kurang
(< 2,70)
4 6,2 1 2,3
Jumlah 66 100,0 44 100,0
Berdasarkan tabel 5.3 diatas diketahui bahwa 52 orang (78,7%)
perawat sudah memiliki persepsi terhadap prioritas dan komitmen
manajemen dalam kategori baik, 10 orang (15,1%) dalam kategori cukup,
dan 4 orang (6,2%) masih kurang. Sementara pada penunjang medis, 37
orang (84,10%) sudah dalam kategori baik, 6 orang (13,60%) dalam
kategori cukup, dan 1 orang (2,30%) masih dalam kategori kurang.
76
2. Distribusi Frekuensi Dimensi Prioritisasi dan Komitmen Manajemen
Terhadap K3
Tabel 5. 4 Distribusi Frekuensi Dimensi Prioritisasi dan Komitmen
Manajemen Terhadap K3
No Item
Perawat Penunjang Medis
Mean ± SD 95% Cl Mean ± SD 95% Cl
Dimensi Prioritisasi dan Komitmen
Manajemen Terhadap K3 3,34 ± 0,38 3,25 – 3,44 3,31± 0,41 3,19 -3,39
A1 Manajemen mendorong tenaga
kesehatan di sini untuk bekerja
sesuai aturan keselamatan
walaupun jadwal kerja sedang
padat
3,52 ± 0,56 3,34 - 3,64 3,36 ± 0,48 3,25 – 3,54
A2 Manajemen menjamin setiap
orang menerima informasi yang
dibutuhkan berkaitan dengan
keselamatan
3,32 ± 0,50 3,20 – 3,44 3,41 ± 0,54 3,28 – 3,61
A3 Manajemen tidak peduli ketika
seorang tenaga kesehatan
mengabaikan prosedur
keselamatan
3,33 ± 0,50 3,19 – 3,47 3,34 ± 0,60 3,17 – 3,58
A4 Manajemen menempatkan
keselamatan tenaga kesehatan
sebagai prioritas utama untuk
mencegah terjadinya cidera atau
kecelakaan kerja
3,39 ± 0,49 3,29 – 3,50 3,43 ± 0,58 3,25 – 3,63
A5 Manajemen mentoleransi tenaga
kesehatan di sini melakukan
tindakan tidak safety bagi dirinya
ketika jadwal kerja sedang padat
2,94 ± 0,65* 2,78 – 3,12 2,70 ± 0,87*
2,38 – 2,93
A6 Kami yang bekerja di sini yakin
pada kemampuan manajemen
untuk menangani masalah
keselamatan
3,44 ± 0,50 3,33 – 3,54 3,36 ± 0,53 3,17 – 3,56
A7 Manajemen menangani dengan
segera setiap permasalahan K3
yang dilaporkan oleh tenaga
kesehatan atau ditemukan saat
inspeksi/audit
3,36 ± 0,57 3,22 – 3,52 3,48 ± 0,50 3,28 – 3,59
77
No Item
Perawat Penunjang Medis
Mean ± SD 95% Cl Mean ± SD 95% Cl
Dimensi Prioritisasi dan Komitmen
Manajemen Terhadap K3 3,34 ± 0,38 3,25 – 3,44 3,31± 0,41 3,19 -3,39
A8 Ketika risiko dari bahaya
terdeteksi, manajemen
mengabaikannya tanpa melakukan
tindakan apapun.
3,44 ± 0,63 3,28 – 3,57 3,41 ± 0,49 3,21 – 3,58
A9 Manajemen kurang efektif dalam
menangani masalah keselamatan.
3,36 ± 0,64 3,19 - 3,50 3,32 ± 0,60 3,14 – 3,50
*. Teridentifikasi item masih perlu dioptimalkan, termasuk dalam kategori cukup dengan rentang
mean 2,70-2,99
Berdasarkan tabel 5.4 diatas terlihat bahwa persepsi perawat dan
penunjang medis terkait sikap manajemen dalam mentoleransi pekerja
yang melakukan tindakan tidak aman (A5) masih perlu dioptimalkan karna
berada dalam kategori cukup dengan rata-rata nilai untuk perawat 2,94 dan
penunjang medis 2,70.
78
5.3.2 Pemberdayaan Manajemen Keselamatan Kerja
1. Distribusi Proporsi Dimensi Pemberdayaan Manajemen Keselamatan
Kerja
Tabel 5. 5 Distribusi Proporsi Dimensi Pemberdayaan Manajemen
Keselamatan Kerja
Kategori Perawat Tenaga Penunjang Medis
n % n %
Baik
( ≥ 3,00)
57 86,4 43 97,7
Cukup
(2,70-2,99)
7 10,6 1 2,3
Kurang
(< 2,70)
2 3,0 0 0
Jumlah 66 100 44 100
Berdasarkan tabel 5.5 diatas diketahui bahwa 57 orang (86,4%)
perawat sudah memiliki persepsi terhadap pemberdayaan manajemen
keselamatan kerja dalam kategori baik, 7 orang (10,6%) dalam kategori
cukup, dan 2 orang (3%) masih kurang. Sementara pada penunjang
medis, 43 orang (97,7%) sudah dalam kategori baik, 1 orang (2,3% )
dalam kategori cukup, dan 0 orang (0%) masih dalam kategori kurang.
79
2. Distribusi Frekuensi Dimensi Pemberdayaan Manajemen Keselamatan
Kerja
Tabel 5. 6 Distribusi Frekuensi Dimensi Pemberdayaan Manajemen Keselamatan Kerja
No Item Perawat Penunjang Medis
Mean ± SD 95% Cl Mean ± SD 95% Cl
Dimensi Pemberdayaan Manajemen
Keselamatan Kerja 3,26 ± 0,31 3,19 – 3,35 3,23 ± 0,32 3,13 - 3,31
A10
Manajemen berusaha untuk
mendesain kegiatan K3 rutin yang
bermanfaat dan terlaksana dengan
benar
3,52 ± 0,61 3,37 – 3,66
3,32 ± 0,61 3,37 - 3,66
A11
Manajemen mendorong setiap
tenaga kesehatan untuk dapat
menyebarkan informasi mengenai
cara kerja yang aman dalam
pekerjaan mereka
3,32 ± 0,46 3,20 – 3,45 3,39 ± 0,46 3,20 - 3,45
A12
Manajemen mendorong tenaga
kesehatan di sini untuk
berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan yang berdampak pada
keselamatan mereka
3,35 ± 0,54 3,19 – 3,47 3,34 ± 0,54 3,19 - 3,47
A13
Manajemen tidak pernah
mempertimbangkan saran dari
tenaga kesehatan yang berkaitan
dengan keselamatan
3,36 ± 0,48 3,25 – 3,47 3,41 ± 0,48 3,25 - 3,47
A14
Manajemen berusaha agar setiap
orang memiliki kompetensi yang
tinggi berkaitan dengan
keselamatan dan risiko bahaya.
3,52 ± 0,50 3,38 – 3,63 3,32 ± 0,50 3,38 - 3,63
A15
Manajemen tidak pernah
menanyakan pendapat tenaga
kesehatan sebelum mengambil
keputusan yang berhubungan
dengan keselamatan
2,82 ± 0,65* 2,65 – 2,97 2,91 ± 0,65* 2,65 - 2,97
A16
Manajemen melibatkan tenaga
kesehatan dalam pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan
keselamatan
29,4 ± 0,42* 2,81- 3,04 2,95 ± 0,42* 2,81 - 3,04
*. Teridentifikasi item masih perlu dioptimalkan, termasuk dalam kategori cukup dengan rentang
mean 2,70-2,99
80
Berdasarkan tabel 5.6 diatas dapat terlihat bahwa pada persepsi
perawat dan penunjang medis terkait item mengenai upaya manajemen dalam
melibatkan pekerja ketika pengambilan keputusan (A15, A16) masih perlu
dioptimalkan karna berada dalam kategori cukup dengan rata-rata nilai untuk
item A15 pada perawat 2,82 dan penunjang medis 2,91, sementara untuk item
A16 pada perawat 2,94 dan penunjang medis 2,95.
5.3.3 Keadilan Manajemen Keselamatan Kerja
1. Distribusi Proporsi Dimensi Keadilan Manajemen Keselamatan Kerja
Tabel 5. 7 Distribusi Dimensi Keadilan Manajemen Keselamatan
Kerja
Kategori Perawat Tenaga Penunjang
Medis
n % n %
Baik
( ≥ 3,00)
55 83,3 38 86,4
Cukup
(2,70-2,99)
11 16,7 5 11,4
Kurang
(< 2,70)
0 0 1 2,2
Jumlah 66 100 44 100
Berdasarkan tabel 5.6 diatas diketahui bahwa 55 orang (83,3%)
perawat sudah memiliki persepsi terhadap keadilan manajemen keselamatan
kerja dalam kategori baik, 11 orang (16,7%) dalam kategori cukup, dan 0
orang (0%) masih kurang. Sementara pada penunjang medis, 38 orang
(86,4%) sudah dalam kategori baik, 5 orang (11,4%) dalam kategori cukup,
dan 1 orang (2,2%) masih dalam kategori kurang.
81
2. Distribusi Frekuensi Dimensi Keadilan Manajemen Keselamatan Kerja
Tabel 5. 8 Distribusi Frekuensi Dimensi Keadilan Manajemen Keselamatan
Kerja
No Item Perawat Penunjang Medis
Mean ± SD 95% Cl Mean ± SD 95% Cl
Dimensi Keadilan Manajemen
Keselamatan Kerja
3,40 ± 0,43 3,30 – 3,50 3,30 ± 0,38 3,20 - 3,45
A17
Manajemen mengumpulkan
informasi yang akurat dalam
investigasi kecelakaan kerja
3,33 ± 0,47 3,21 – 3,47 3,48 ± 0,50 3,36 - 3,63
A18
Ketakutan terhadap sanksi
(konsekuensi negatif) dari
manajemen membuat tenaga
kesehatan enggan melaporkan
kejadian yang hampir
menyebabkan kecelakaan (near-
miss accidents)
3,52 ± 0,50 3,40 - 3.62 2,93 ± 0,45* 2,82 - 3,02
A19
Jika terjadi kecelakaan kerja,
manajemen mendengarkan dengan
seksama informasi yang diberikan
oleh korban atau semua orang
yang terlibat
3,42 ± 0,55 3,26 – 3,55 3,30 ± 0,46 3,12 - 3,41
A20
Manajemen mencari penyebab
kecelakaan, bukan orang yang
bersalah, ketika suatu kecelakaan
kerja terjadi
3,38 ± 0,54 3,22 – 3,52 3,36 ± 0,57 3,14 - 3,54
A21
Manajemen selalu menyalahkan
tenaga kesehatan ketika terjadi
kecelakaan kerja
3,35 ± 0,56 3,24 – 3,49 3,39 ± 0,57 3,19 - 3,57
A22
Manajemen memperlakukan
tenaga kesehatan yang melakukan
perilaku tidak aman atau terlibat
dalam kecelakaan kerja secara adil
3,41 ± 0,65 3,24 – 3,59 3,36 ± 0,53 3,17 - 3,56
*. Teridentifikasi item masih perlu dioptimalkan, termasuk dalam kategori cukup dengan rentang
mean 2,70-2,99
Berdasarkan tabel 5.8 diatas dapat terlihat bahwa persepsi perawat
terkait investigasi kecelakaan (A17), pelaporan kecelakaan (A18) dan
sikap adil manajemen dalam memperlakukan pekerja yang terlibat
kecelakaan (A19-A22) sudah dalam kategori baik dengan rata-rata nilai
≥3. Namun demikian persepsi penunjang medis terkait pelaporan
82
kecelakaan kerja masih perlu dioptimalkan karna berada dalam kategori
cukup dengan rata-rata nilai 2,93.
5.3.4 Komitmen Pekerja Terhadap Keselamatan Kerja
1. Distribusi Proporsi Dimensi Komitmen Pekerja Terhadap Keselamatan
Kerja
Tabel 5. 9 Distribusi Proporsi Dimensi Komitmen Pekerja
Terhadap Keselamatan Kerja Kerja
Kategori Perawat Tenaga Penunjang
Medis
n % n %
Baik
( ≥ 3,00)
58 87,9 38 86,4
Cukup
(2,70-2,99)
5 7,6 4 9,1
Kurang
(< 2,70)
3 4,5 2 4,5
Jumlah 66 100 44 100
Berdasarkan tabel 5.9 diatas diketahui bahwa 58 orang (87,9%)
perawat sudah memiliki komitmen terhadap keselamatan kerja dalam
kategori baik, 5 orang (7,6%) dalam kategori cukup, dan 3 orang (4,5%)
masih kurang. Sementara pada penunjang medis, 38 orang (86,4%) sudah
dalam kategori baik, 4 orang (9,1%) dalam kategori cukup, dan 2 orang
(4,5%) masih dalam kategori kurang.
83
2. Distribusi Frekuensi Dimensi Komitmen Pekerja Terhadap Keselamatan Kerja
Tabel 5. 10 Distribusi Frekuensi Dimensi Komitmen Pekerja Terhadap
Keselamatan Kerja
No Item Perawat Penunjang Medis
Mean ± SD 95% Cl Mean ±
SD
95% Cl
Dimensi Komitmen Pekerja Terhadap
Keselamatan Kerja
3,40 ± 0,43 3,30 – 3,50 3,30 ± 0,38 3,20 - 3,45
A23 Kami yang bekerja di sini bersama-
sama berusaha keras untuk
mencapai tingkat keselamatan kerja
yang setinggi-tingginya.
3,35 ± 0,51 3,23 – 3,47 3,43 ± 0,50 3,25 - 3,59
A24 Kami yang bekerja di sini
bertanggung jawab untuk selalu
menjaga kebersihan dan kerapian
tempat kerja
3,33 ± 0,47 3,21 – 3,44
3,36 ± 0,48 3,21 - 3,53
A25 Kami yang bekerja di sini tidak
peduli terhadap keselamatan kerja
orang lain
3,44 ± 0,53 3,34 - 3,56
3,32 ± 0,56 3,12 - 3,47
A26 Kami yang bekerja disini
menghindari untuk menangani
risiko bahaya yang telah kami
temukan
3,32 ± 0,55 3.15 – 3,47 3,39 ± 0,57 3,15 - 3,52
A27 Kami yang bekerja di sini saling
membantu satu sama lain untuk
bekerja dengan selamat.
3,38 ± 0,48 3,29 – 3,47 3,48 ± 0,50 3,30 - 3,61
A28 Kami yang bekerja di sini tidak
bertanggung jawab terhadap
keselamatan orang lain
3,36 ± 0,59 3,21 – 3,55 3,41 ± 0,49 3,26 - 3,56
Berdasarkan tabel 5.10 diatas dapat terlihat bahwa komitmen perawat
dan penunjang terkait bekerja dengan selamat (A23, A27), bertanggung jawab
menjaga kebersihan dan kerapian tempat kerja (A24), perduli terhadap
keselamatan kerja orang lain (A25, A28), dan berkomitmen untuk menangani
dengan segera risiko bahaya yang ditemukan (A26) sudah dalam kategori bai
dengan rata-rata nilai ≥ 3,00.
84
5.3.5 Prioritas Keselamatan Pekerja dan Tidak Ditoleransinya Risiko Bahaya
1. Distribusi Proporsi Dimensi Prioritas Keselamatan Pekerja Dan Tidak
Ditoleransinya Risiko Bahaya
Tabel 5. 11 Distribusi Proporsi Dimensi Prioritas Keselamatan Pekerja
Dan Tidak Ditoleransinya Risiko Bahaya
Kategori Perawat
Tenaga Penunjang
Medis
n % n %
Baik
( ≥ 3,00)
42 63,6 19 43,2
Cukup
(2,70-2,99)
21 31,8 23 52,3
Kurang
(< 2,70)
3 4,5 2 4,5
Jumlah 66 100 44 100
Berdasarkan gambar 5.11 diatas diketahui bahwa 42 orang (63,6%)
perawat sudah memiliki persepsi terhadap prioritas keselamatan pekerja dan
tidak ditoleransinya risiko bahaya dalam kategori baik, 21 orang (31,8%)
dalam kategori cukup, dan 3 orang (4,5%) masih kurang. Sementara pada
penunjang medis, 19 orang (43,2%) sudah dalam kategori baik, 23 orang
(52,3%) dalam kategori cukup, dan 2 orang (4,5%) masih dalam kategori
kurang.
85
2. Distribusi Frekuensi Dimensi Prioritas Keselamatan Pekerja Dan Tidak
Ditoleransinya Risiko Bahaya
Tabel 5. 12 Distribusi Frekuensi Dimensi Prioritas Keselamatan Pekerja Dan
Tidak Ditoleransinya Risiko Bahaya
No Item Perawat Penunjang Medis
Mean ± SD 95% Cl Mean ± SD 95% Cl
Dimensi Prioritas Keselamatan Pekerja
Dan Tidak Ditoleransinya Risiko Bahaya
3,27 ± 0,34 3,18 - 3,34 2,93 ± 0,19 2,86 - 2,98
A29 Kami yang bekerja disini menganggap
risiko bahaya sebagai hal yang tidak
dapat dihindari dalam bekerja
3,36 ± 0,48 3,25 – 3,49
2,93 ± 0,90* 2,62 - 3,18
A30 Kami yang bekerja di sini
menganggap kecelakaan kerja ringan
sebagai hal yang wajar dari pekerjaan
sehari-hari kami
3,44 ± 0,53 3,28 – 3,56 2,84 ± 0,64* 2,61 -3,02
A31 Kami yang bekerja disini mentoleransi
perilaku berbahaya atau tidak aman
selama tidak menimbulkan kecelakaan
kerja
2,70 ± 0,70* 2,52 – 2,90 2,82 ± 0,84* 2,62 – 3,10
A32 Kami yang bekerja di sini melanggar
aturan keselamatan demi memberikan
pelayanan dengan cepat
3,32 ± 0,61 3,17 – 3,48
3,34 ± 0,74 3,09 – 3,58
A33 Kami tetap bekerja aman walaupun
jadwal kerja sedang padat.
3,39 ± 0,60 3,23 – 3,55
3,41 ± 0,62 3,23 -3,57
A34 Kami yang bekerja di sini
menganggap pekerjaan kami tidak
sesuai untuk para penakut
3,32 ± 0,46 3,22 – 3,47
3,48 ± 0,50 3,34 – 3,63
A35 Kami yang bekerja di sini akan
membiarkan saja jika ada kondisi tidak
aman atau berbahaya di lingkungan
rumah sakit dan tetap melanjutkan
pekerjaan
3,36 ± 0,48 3,27 – 3,53
3,36 ± 0,61 3,21 – 3,58
*. Teridentifikasi item masih perlu dioptimalkan, termasuk dalam kategori cukup dengan rentang
mean 2,70-2,99
86
Berdasarkan tabel 5.12 diatas dapat terlihat bahwa sikap
memprioritaskan keselamatan pada perawat dan penunjang medis sudah
baik terkait bekerja dengan aman (A32, A33, A34) dan cepat tanggap
terhadap temuan. Namun masih perlu dioptimalkan terkait sikap
penunjang medis dalam menanggapi risiko (A29), kecelakaan kerja, dan
perilaku tidak aman (A31).
5.3.6 Pembelajaran, Komunikasi, Dan Inovasi
1. Distribusi Proporsi Dimensi Pembelajaran, Komunikasi, dan Inovasi
Tabel 5. 13 Distribusi Proporsi Dimensi Pembelajaran, Komunikasi, dan
Inovasi
Kategori Perawat Tenaga Penunjang
Medis
n % n %
Baik
( ≥ 3,00)
52 78,8 17 38,7
Cukup
(2,70-2,99)
11 16,7 25 56,8
Kurang
(< 2,70)
3 4,5 2 4,5
Jumlah 66 100 44 100
Berdasarkan gambar 5.13 diatas diketahui bahwa 52 orang (78,8%)
perawat sudah memiliki persepsi terhadap pembelajaran, komunikasi, dan
inovasi dalam kategori baik, 11 orang (16,7%) dalam kategori cukup, dan 3
orang (4,5%) masih kurang. Sementara pada penunjang medis, 17 orang
87
(38,7%) sudah dalam kategori baik, 25 orang (56,8%) dalam kategori cukup,
2 orang (4,5%) masih dalam kategori kurang.
2. Distribusi Frekuensi Dimensi Pembelajaran, Komunikasi, dan Inovasi
Tabel 5. 14 Distribusi Frekuensi Dimensi Pembelajaran, Komunikasi, dan Inovasi
No Item Perawat Penunjang Medis
Mean ± SD 95% Cl Mean ± SD 95% Cl
Dimensi Pembelajaran, Komunikasi, dan
Inovasi
3,38 ± 0,36 3,32 -3,48 2,98 ± 0,35 2,92-3,10
A36
Kami yang bekerja di sini mencoba
untuk mencari solusi jika seseorang
menemukan masalah keselamatan
kerja
3,33 ± 0,47 3,21 – 3,43
3,36 ± 0,48 3,23 -3,48
A37 Kami yang bekerja di sini merasa
aman ketika bekerja bersama-sama
3,35 ± 0,48 3,24 – 3,47 3,43 ± 0,50 3,30 -3,61
A38
Kami yang bekerja di sini memiliki
kepercayaan yang tinggi terhadap
kemampuan satu sama lain untuk
menjamin keselamatan
3,41 ± 0,49 3,25 – 3,56 3,52 ± 0,50 3,37 -3,68
A39
Kami yang bekerja di sini belajar dari
pengalaman untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja
3,38 ± 0,54 3,22 – 3,52
3,48 ± 0,50 3,33 -3,61
A40
Kami yang bekerja di sini
mempertimbangkan dengan serius
saran dan pendapat orang lain
berkaitan dengan keselamatan kerja
3,35 ± 0,48 3,24 – 3,49
3,39 ± 0,49 3,25 -3,54
A41 Kami yang bekerja di sini jarang
membahas isu keselamatan kerja
3,47 ± 0,50 3,33 – 3,63
2.70 ± 0,55* 2,53 -2,92
A42
Kami yang bekerja di sini selalu
mendiskusikan isu-isu keselamatan
kerja saat isu-isu tersebut muncul
3,41 ± 0,52 3,24 – 3,56
2,84 ± 0,56* 2,62 -3,06
A43
Kami yang bekerja di sini dapat
berbicara dengan bebas dan terbuka
tentang keselamatan kerja tenaga
kesehatan kepada sesama tenaga
kesehatan maupun kepada manajemen
3,33 ± 0,47 3,20 – 3,45
2,93 ± 0,87* 2,64 -3,18
*. Teridentifikasi item masih perlu dioptimalkan, termasuk dalam kategori cukup dengan rentang
mean 2,70-2,99
88
Berdasasarkan tabel 5.14 diatas dapat terlihat bahwa sikap
menjalin kerjasama pada perawat dan penunjang medis terkait ketika
mencari solusi masalah (A36), percaya terhadap kemampuan orang lain
(A38), belajar dari pengalaman (A39), dan sikap mempertimbangkan saran
dan pendapat orang lain (A40) sudah dalam kategori baik. Namun sikap
penunjang medis untuk diskusi isu-isu keselamatan (A41, A42) dan
keterbukaannya terhadap sesama pekerja dan manajemen (A43) masih
dalam kategori cukup sehingga perlu dioptimalkan.
5.3.7 Kepercayaan Terhadap Keefektifan Sistem Keselamatan Kerja
1. Distribusi Proporsi Dimensi Kepercayaan Terhadap Keefektifan Sistem
Keselamatan Kerja
Tabel 5. 15 Distribusi Proporsi Dimensi Kepercayaan Terhadap
Keefektifan Sistem Keselamatan Kerja
Kategori Perawat Tenaga Penunjang
Medis
n % n %
Baik
( ≥ 3,00)
64 97,0 42 95,5
Cukup
(2,70-2,99)
2 3,0 2 4,5
Kurang
(< 2,70)
0 0 0 0
Jumlah 66 100 44 100
Berdasarkan gambar 5.15 diatas diketahui bahwa 64 orang (97%)
perawat sudah memiliki kepercayaan terhadap keefektifan sistem keselamatan
89
kerja dalam kategori baik, 2 orang (3%) dalam kategori cukup, dan 0 orang
(0%) masih kurang. Sementara pada penunjang medis, 42 orang (95,5%) sudah
dalam kategori baik, 2 orang (4,5%) dalam kategori cukup, 0 orang 0% masih
dalam kategori kurang.
2. Distribusi Frekuensi Dimensi Kepercayaan Terhadap Keefektifan Sistem
Keselamatan Kerja
Tabel 5. 16 Distribusi Frekuensi Dimensi Kepercayaan Terhadap
Keefektifan Sistem Keselamatan Kerja
No Item Perawat Penunjang Medis
Mean ± SD 95% Cl Mean ± SD 95% Cl
Dimensi Kepercayaan Terhadap
Keefektifan Sistem Keselamatan Kerja
3,33 ± 0,30 3,27 -3,41 3,44 ± 0,33 3,33 – 3,58
A44
Kami yang bekerja disini menganggap
bahwa staff keselamatan kerja disini
mempunyai peranan penting dalam
mencegah terjadinya kecelakaan
3,05 ± 0,40 2,95 - 3,16
3,39 ± 0,49 3,25 – 3,52
A45
Kami yang bekerja di sini menganggap
inspeksi atau audit keselamatan tidak
berdampak pada keselamatan tenaga
kesehatan
3,32 ± 0,46 3,20 – 3,44 3,91 ± 0,29 3,80 – 4,00
A46
Kami yang bekerja di sini menganggap
pelatihan keselamatan merupakan hal
yang baik untuk mencegah terjadinya
kecelakaan
3,41 ± 0,49 3,28 – 3,49 3,52 ± 0,50 3,41 – 3,66
A47
Kami yang bekerja di sini menganggap
prosedur ataupun aturan mengenai
keselamatan tidak ada gunanya
3,41 ± 0,49 3,30- 3,53
3,07 ± 0,58 2,83 – 3,24
A48
Kami yang bekerja di sini menganggap
inspeksi atau audit keselamatan
membantu dalam menemukan bahaya
yang serius di lingkungan rumah sakit
3,33 ± 0,47 3,22 – 3,44
3,32 ± 0,47 3,19 – 3,45
90
No Item Perawat Penunjang Medis
Mean ± SD 95% Cl Mean ± SD 95% Cl
Dimensi Kepercayaan Terhadap
Keefektifan Sistem Keselamatan Kerja
3,33 ± 0,30 3,27 -3,41 3,44 ± 0,33 3,33 – 3,58
A49
Kami yang bekerja di sini menganggap
pelatihan keselamatan yang dilakukan
tidak ada gunanya
3,50 ± 0,50 3,39 – 3,61
3,36 ± 0,48 3,23 – 3,50
A50
Kami yang bekerja di sini menganggap
penting adanya tujuan keselamatan
yang jelas
3,32 ± 0,46 3.20 – 3,42
3,55 ± 0,50 3,35 – 3,72
Berdasarkan tabel 5.16 diatas dapat terlihat bahwa kepercayaan
perawat dan penunjang medis terkait dengan peranan staff keselamatan
(A44), kegiatan inspeksi atau audit (A45,A48), pelatihan (A46,A49), manfaat
prosedur atau aturan keselamatan (A47) dan tujuan keselamatan (A50) sudah
dalam kategori baik dengan rata-rata nilai ≥ 3,00.
91
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah distribusi kuesioner tidak
dilakukan dengan tatap muka langsung antara peneliti dengan responden,
sehingga kurang maksimal dalam proses penyampaian tujuan dan maksud
dari penelitian yang berdampak pada kemungkinan perbedaan maksud dari
hasil penelitian antara peneliti dengan responden. Namun demikian distribusi
yang dilakukan dengan menitipkan kuesioner kepada penanggungjawab
instalasi ini dapat meminimalisir penolakkan pengisian kuesioner.
6.2 Gambaran Iklim Keselamatan Kerja Perawat dan Penunjang Medis
Iklim keselamatan kerja merupakan salah satu aspek penting dalam
menilai budaya keselamatan di suatu organisasi. Iklim keselamatan adalah
persepsi atas kebijakan, prosedur, dan praktek kerja yang berkaitan dengan
keselamatan di tempat kerja (Griffin dan Neal, 2000). Dimana menurut
Trinkoff dkk (2005) rumah sakit merupakan salah satu tempat kerja yang
memiliki banyak risiko dan bahaya serta ditemukan kasus-kasus kecelakaan
kerja pada perawat dan penunjang medisnya. Selain itu rumah sakit juga
merupakan lingkungan kerja yang unik dimana terdapat berbagai jenis
pekerjaan dan kondisi pasien yang berbeda-beda sehingga membutuhkan
penanganan yang berbeda pula. Oleh karenanya, kepatuhan terhadap aturan
dan prosedur keselamatan tidak dapat sepenuhnya dipastikan dikarenakan
pekerja dituntut untuk melakukan penanganan dengan segera kepada pasien
92
sehingga segala sesuatunya tergantung pada kesadaran pekerja (Hoffer
Gittell, 2002).
Dalam penelitian ini sendiri, peneliti melakukan analisis terhadap tujuh
dimensi iklim keselamatan kerja. Ketujuh dimensi tersebut diidentifikasi
sebagai dimensi dari iklim keselamatan berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh tim peneliti NORDIC (Kines dkk, 2011). Dimana nantinya
hasil dari penelitian dapat dijadikan bahan untuk meningkatkan kondisi-
kondisi yang masih belum optimal guna pencapaian kinerja K3 yang lebih
baik lagi. RSUD Depok sebagai lokasi penelitian pada dasarnya telah
berupaya untuk mengimplementasikan K3 sebagai usahanya untuk mematuhi
peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 66 tahun 2016 tentang
keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit, hal tersebut dibuktikan dengan
telah didapatkannya sertifikasi OHSAS 18001:2007 melalui lembaga
sertifikasi TUV Nord. Namun demikian menurut Ma dkk (2001) hal itu hanya
merupakan langkah awal untuk mencapai manajemen keselamatan kerja yang
sukses dan efektif (Fernández-Muñiz dkk., 2012). Suatu organisasi juga
perlu memiliki iklim keselamatan yang baik untuk mencapai tujuannya dalam
pemenuhan zero accident (Raharjo, 2014).
Hasil pengukuran dimensi iklim keselamatan yang ada di RSUD Depok
secara umum pada perawat didapatkan masing-masing dimensi sudah
memiliki rata-rata nilai ≥ 3,00 yang artinya persepsi pekerja secara umum
terhadap penerapan K3 di rumah sakit sudah dalam kategori baik. Dimana
rata-rata nilai tertinggi ditempati oleh dimensi terkait keadilan manajemen
93
dan rata-rata terendahnya ditempati oleh dimensi pemberdayaan manajemen.
Hasil tersebut berbeda pada penunjang medis yang mana dari tujuh dimensi
didapatkan dua dimensi masih memiliki rata-rata nilai dalam kategori cukup
pada kisaran 2,70-2,99. Dimensi yang dimaksud ialah dimensi prioritas
keselamatan dan tidak ditoleransinya risiko bahaya (2,93). Hal ini
menunjukkan masih belum optimalnya pemahaman pekerja mengenai risiko
bahaya, kecelakaan kerja, dan perilaku tidak aman. Risiko merupakan bagian
dari tempat kerja yang tidak bisa dihindari namun bisa dikendalikan dengan
pendekatan manajemen risiko. Manajemen risiko dapat menekan risiko
sampai batas yang dapat diterima (Raharjo, 2014). Selain itu Heinrich dalam
Siregar (2014) menjelaskan bahwa seharusnya kejadian hampir celaka
(nearmiss) ataupun kecelakaan kerja ringan juga perlu mendapatkan
perhatian. Dikarenakan dari 300 kejadian nearmiss dapat berpotensi
menimbulkan 29 kejadian cedera ringan hingga akhirnya muncul 1 kejadian
yang berakibat fatal/cidera serius. Adapun dimensi lainnya ialah dimensi
pembelajaran, komunikasi, dan inovasi (2,98 ), yang juga menunjukkan
masih belum optimal terkait komunikasi isu keselamatan antar penunjang
medis dan manajemen. Hal ini mengindikasikan perlu adanya upaya untuk
meningkatkan kedua dimensi tersebut sehingga diharapkan ada perbaikan
dikemudian hari.
Singer dkk (2009) dalam penelitiannya mengatakan bahwa munculnya
perbedaan-perbedaan hasil iklim keselamatan pada tenaga kesehatan dapat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja yang berbeda dalam melaksanakan
K3 dan sikap manajemen dalam unit kerjanya. Berkaitan dengan kondisi
94
lingkungan kerja, baik perawat maupun penunjang medis pada dasarnya tidak
ada perbedaan pengadaan dalam segi fasilitas maupun pelaksanaan kegiatan
keselamatan. Kedua kebidangan tersebut sama-sama diberikan fasilitas
keselamatan yang sesuai dengan risiko bahaya di unit kerjanya dan secara
umum sama-sama melaksanakan kegiatan berkaitan dengan keselamatan
seperti inspeksi/audit, pelatihan/seminar, pelaporan kecelakaan/kondisi
berbahaya, pengukuran iklim kerja. Namun demikian terdapat perbedaan
pada sikap manajemen di unit kerja perawat dan penunjang medis, dimana
pada perawat manajemen di unit kerjanya yaitu tim supervisi yang bertugas
untuk melakukan pemeriksaan asuhan keperawatan setiap hari, senantiasa
mengkomunikasikan kepada pekerja mengenai isu-isu keselamatan kerja di
rumah sakit. Sementara pada penunjang medis, manajemen di unit kerja
mayoritas hanya mengkomunikasikan terkait penugasannya yaitu pemberian
pelayanan penunjang medis dan penunjukkan pekerja untuk melakukan
kegiatan inspeksi. Dengan demikian hal ini menjadi jawaban terhadap kondisi
dimensi iklim keselamatan yang berbeda antara perawat dan penunjang
medis.
Adapun dimensi iklim keselamatan dengan skor dalam kategori cukup
masih perlu dioptimalkan guna perbaikan pada masa yang akan datang begitu
pula dimensi yang sudah mendapatkan skor baik pun perlu dipelihara agar
kondisinya dapat terus dipertahankan. Hal ini dikarenakan iklim keselamatan
dapat mempengaruhi kinerja K3 di tempat kerja. Dimana untuk
mengoptimalkan ataupun mempertahankan dimensi iklim keselamatan dapat
dilakukan dengan memperhatikan item yang perlu ditingkatkan lagi. Berikut
95
adalah pembahasan lebih lanjut pada masing-masing dimensi iklim
keselamatan.
6.3.1 Prioritisasi dan Komitmen Manajemen
Dimensi prioritisasi dan komitmen manajemen adalah salah satu
dimensi utama dalam pengukuran iklim keselamatan kerja (Kines dkk
(2011); Griffin dan Neal (2000); Cooper (2000); Cox dan cheyne (2000)).
Dimensi ini menunjukkan bagaimana persepsi pekerja mengenai sejauh
mana upaya manajemen dalam mendahulukan keselamatan di tempat kerja
(Kines dkk., 2011). Beberapa penelitian menunjukkan dampak negatif dari
buruknya komitmen manajemen terhadap keselamatan diantaranya dapat
mempengaruhi perilaku pekerja yang berakhir pada peningkatan
kecelakaan kerja serta penurunan kinerja K3 (Zohar (2010); O’Toole
(2002); Samosir (2007); Anshari (2017); Mufti dkk (2016)). Pada
penelitian Bailey (1997) bahkan menunjukkan bahwa pada perusahaan
yang karyawannya memiliki persepsi rendah terhadap komitmen
manajemen mempunyai tingkat kecelakaan yang lebih tinggi dibandingkan
pada perusahaan yang karyawannya memiliki persepsi tinggi terhadap
komitmen manajemen. Oleh karena itu komitmen manajemen merupakan
aspek penting dalam tempat kerja yang memiliki kontribusi besar dalam
menciptakan zero accident dan membangun budaya keselamatan.
Pada penelitian ini sendiri diketahui bahwa secara keseluruhan perawat
dan penunjang medis di RSUD Depok telah memiliki persepsi yang baik
terkait prioritisasi dan komitmen manajemen, dengan rata-rata nilai pada
perawat 3.34 dan penunjang medis 3.31. Namun demikian masih perlu
96
dioptimalkan terkait toleransi manajemen pada tindakan tidak aman (A5),
dimana rata-rata nilai yang didapatkan pada perawat 2.94 dan penunjang
medis 2.70 yang artinya masih dalam kategori cukup.
Berkaitan dengan hal tersebut, berdasarkan hasil wawancara
peneliti dengan perawat dan penunjang medis diketahui bahwa terkait
pengawasan, manajemen lebih banyak melakukan pengawasan terhadap
asuhan keperawatan dan pemberian pelayanan penunjang medis
dibandingkan dengan mengawasi perilaku aman dan tidak aman. Dimana
tindakan tidak aman seperti penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) yang
tidak lengkap tidak selalu diberikan sanksi atau teguran. Menurut
Hasibuan (2010) suatu kegiatan tanpa pengawasan yang kuat dapat
mengakibatkan disiplin kerja menurun dan akan berpengaruh langsung
kepada kegiatan-kegiatan lainnya, sehingga dapat menghambat pencapaian
tujuan suatu organisasi. Diharapkan dengan adanya pengawasan segala
penyimpangan yang tejadi dapat ditekan sehingga kemungkinan timbulnya
kerugian dan kerusakan yang lebih besar lagi dapat dihindarkan atau
minimal dapat diperkecil (Zulhajri dan Rusli, 2012).
Adapun hal yang dapat dilakukan untuk memperkuat pengawasan
sehingga menghilangkan persepsi pada pekerja bahwa perilaku tidak aman
diberikan toleransi ialah dengan manajemen membangun pengawasan
antar rekan kerja. Dimana manajemen mendorong pekerja untuk saling
mengawasi rekan kerja di instalasinya dengan saling mengingatkan dan
menasehati jika melakukan tindakan tidak aman sehingga dapat
97
memastikan pekerja di instalasi telah bekerja sesuai dengan aturan
keselamatan. Hal tersebut sesuai dengan pernyatakan Karyani (2005) yang
memaparkan bahwa selain supervisor, rekan kerja dapat dijadikan sebagai
pelaksana pengawasan. Namun demikian sebaiknya perawat dan
penunjang medis senantiasa untuk bekerja dengan mengutamakan
keselamatan, bekerja sesuai dengan prosedur kerja yang aman yang telah
ditetapkan. Hal ini dikarenakan tenaga kesehatan merupakan pekerja yang
beresiko tinggi untuk kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja,
hepatitis, terkena musculuskeletal disorder (MSDs) sehingga penting bagi
pekerja untuk bekerja dengan mengikuti prosedur kerja yang aman dan
selamat, mengetahui bagaimana melaporkan bahaya, dan mengikuti
prosedur housekeeping (CCOHS, 2014).
6.3.2 Pemberdayaan Manajemen Keselamatan Kerja
Dimensi pemberdayaan manajemen keselamatan kerja merupakan
dimensi yang memperlihatkan bagaimana persepsi pekerja terhadap upaya
manajemen dalam melakukan pemberdayaan dan pelibatan berkaitan
dengan keselamatan kerja (Kines dkk, 2011). Ismail dkk (2011)
menyatakan bahwa pemberdayaan karyawan merupakan pendekatan yang
demokratis dimana pimpinan mendorong karyawan untuk ikut terlibat
dalam pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan pekerjaan.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Nursyamsi (2012) menyatakan bahwa
pemberdayaan karyawan berpengaruh paling dominan terhadap komitmen
organisasi. Kuo dkk (2010) juga memperoleh hasil dalam penelitannya
98
bahwa pemberdayaan karyawan berpengaruh secara langsung dan positif
terhadap komitmen karyawan dalam organisasi. Selain itu berdasarkan
tinjauan Shannon dkk (1997) terhadap 10 literatur menemukan bahwa
terdapat hubungan antara pemberdayaan keselamatan pekerja dengan
penurunan tingkat kecelakaan kerja.
Pada penelitian ini sendiri diketahui bahwa secara keseluruhan
perawat dan penunjang medis telah memiliki persepsi yang baik terkait
upaya manajemen dalam memberdayakan dan melibatkan pekerja, dengan
rata-rata nilai pada perawat 3.26 dan penunjang medis 3.23. Namun
demikian masih perlu dioptimalkan terkait pelibatan perawat dan
penunjang medis dalam pengambilan keputusan (A15, A16) yang masih
dalam kategori cukup.
Berkaitan dengan hal tersebut, berdasarkan hasil wawancara
dengan staff K3 didapatkan bahwa manajemen telah melibatkan pekerja
dalam pengambilan keputusan dengan terbuka terhadap segala bentuk
ide/gagasan, saran, maupun kritik yang akan disampaikan oleh pekerja
terkait suatu penyelesaian masalah. Hal tersebut sesuai dengan Tjiptono
dkk (2003) yang menyebutkan bahwa pelibatan karyawan dapat dilakukan
dengan mengikutsertakan para karyawan pada semua level organisasi
dalam pembuatan keputusan dan pemecahan masalah (dapat berupa ide,
saran, kritik, dan lain sebagainya). Namun demikian masih adanya
keseganan dan ketakutan pekerja dalam menyampaikan gagasannya
terhadap manajemen menjadi faktor penghambat dalam melibatkan
pekerja. Dimana menurut NIOSH (2014) ketakutan pekerja dalam
99
berbicara biasanya disebabkan karena status pekerja baru, umur, pekerja
merasa ketidakberdayaan untuk membuat perubahan. Ketakutan juga
disebabkan karna kekhawatiran akan konsekuensi dipecat jika terlalu
banyak bicara. Selain hal-hal diatas penyebab lainnya pekerja takut dalam
menyampaikan saran dan masukkan ialah karena mereka jarang
berinteraksi dan berkomunikasi dengan manejemen terkait sehingga
merasa kurang nyaman dan tidak percaya diri.
Dengan demikian manajemen sebaiknya menggunakan bantuan
media guna meningkatkan keterlibatan perawat dan penunjang medis
dalam memberikan ide dan masukkan seperti dengan menyediakan kotak
ide/saran ditiap instalasi, atau melakukan survei terkait isu yang ingin
diputuskan. Dimana kotak saran merupakan sarana cukup efektif untuk
meningkatkan komunikasi seseorang yang tidak mempunyai keberanian
untuk melakukan diskusi (Unriyo, 2012). Selain itu perlu juga adanya
pendekatan lebih lanjut antara penanggung jawab unit dengan perawat dan
penunjang medis sehingga dapat mendorong pekerja untuk tidak takut dan
merasa nyaman dalam menyampaikan gagasannya.
100
6.3.3 Keadilan Manajemen Keselamatan Kerja
Dimensi keadilan manajemen merupakan dimensi yang mencakup
persepsi pekerja mengenai cara manajemen dalam memperlakukan pekerja
yang terlibat kecelakaan (Kines dkk, 2011). Dimana menurut Tafti (2013)
terdapat pengaruh antara persepsi individu terhadap keadilan organisasional
dengan komitmen organisasional. Pekerja yang sudah merasa bahwa
organisasi telah bertindak secara adil akan memiliki komitmen yang tinggi
terhadap organisasi. Selain itu manajemen yang melakukan investigasi
kecelakaan secara akurat serta menindak pekerja yang terlibat sesuai
dengan prosedur yang adil juga dapat meningkatkan kepuasan pekerja
terhadap pekerjaannya tersebut (Nikolaeva, 2015).
Pada penelitian ini sendiri persepsi perawat dan penunjang medis
mengenai keadilan manajemen sudah dalam kategori baik, dengan rata-rata
nilai pada perawat 3.40 dan penunjang medis 3.30. Namun demikian perlu
perbaikan pada penunjang medis terkait ketakutan akan sanksi jika
melaporkan kecelakaan (A18). Dimana kondisi diatas berbeda pada
perawat yang sudah dalam kategori baik terkait pelaporan kecelakaan,
berdasarkan hasil wawancara dengan perawat hal tersebut dikarenakan
penanggungjawab unit/instalasi senantiasa mengingatkan kepada pekerja
untuk melaporkan jika mengalami kecelakaan kerja, melakukan sosialisasi
terkait prosedur pelaporan dan pentingnya kecelakaan kerja untuk
dilaporkan serta telah menginformasikan ketiadaan sanksi terhadap pekerja
yang melaporkan kecelakaan. Dengan demikian perawat menjadi aktif
terlibat dalam pelaporan kecelakaan kerja dan melaporkan segala kejadian
101
kecelakaan mulai dari nearmiss, ringan sampai dengan berat. Sementara
pada penunjang medis, pekerja hanya mengetahui mengenai prosedur
pelaporan kecelakaan kerja dimana pekerja yang mengalami kecelakaan
kerja dapat melaporkannya kepada penanggungjawab unit/instalasi, kepala
kebidangan, ataupun staff keselamatan terkait.
Padahal menurut Herdiman (2010) data pelaporan kecelakaan kerja
penting dan bermanfaat dalam mengevaluasi efektifitas program sehingga
selanjutnya dapat disusun program yang lebih baik dan mencegah
kecelakaan yang sama ataupun fatal terjadi kembali. Silalahi (1985) dalam
Wardhani (2008) bahkan menyebutkan bahwa kejadian atau kecelakaan
yang tidak dilaporkan akan berkembang seperti kanker dalam tubuh
manusia. Berdasarkan hal tersebut untuk meningkatkan partisipasi pekerja
dalam melaporkan kecelakaan sama dengan mengadopsi pada keperawatan,
sebaiknya manajemen ataupun penanggungjawab unit memberikan
sosialisasi yang bersifat menyegarkan atau mengingatkan kepada
penunjang medis mengenai prosedur pelaporan, pentingnya pelaporan
kecelakaan, dan ketiadaan sanksi terhadap pekerja yang melaporkan
kecelakaan. Dimana menurut Rabilzani (2013) sosialisasi merupakan cara
komunikasi yang efektif agar tujuan yang dimaksud dapat tercapai.
102
6.3.4 Komitmen Pekerja Terhadap Keselamatan Kerja
Dimensi komitmen pekerja terhadap keselamatan kerja merupakan
dimensi yang mengevaluasi persepsi pekerja mengenai bagaimana sikap
mereka berkaitan dengan keselamatan kerja dalam hal apakah mereka pada
umumnya menunjukkan komitmen terhadap keselamatan (Kines dkk.,
2011). Pada penelitian ini sendiri didapatkan bahwa komitmen perawat dan
penunjang medis di RSUD Depok terkait keselamatan sudah dalam
kategori baik, dengan rata-rata nilai pada perawat 3.36 dan penunjang
medis 3.39.
Adapun keseluruhan item juga telah menunjukkan hasil yang baik
dimana pekerja telah memiliki komitmen bekerja dengan selamat,
bertanggung jawab menjaga kebersihan dan kerapian tempat kerja, perduli
terhadap keselamatan kerja orang lain, dan berkomitmen untuk menangani
dengan segera risiko bahaya yang ditemukan. Dengan demikian komitmen
pekerja terhadap keselamatan hanya perlu dipelihara dan dipertahankan
agar senantiasa mendukung pelaksanaan keselamatan di rumah sakit.
Dimana komitmen pekerja yang tinggi menurut Emilia (2015) akan
memberikan dampak positif terhadap perusahaan, sehingga kemungkinan
terjadinya keterlambatan, absensi, dan turn over akan berkurang.
Sebaliknya produktifitas, kualitas kerja dan kepuasan kerja akan meningkat.
103
6.3.5 Prioritas Keselamatan Pekerja dan Tidak Ditoleransinya Risiko
Bahaya
Dimensi prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko
bahaya merupakan dimensi mengenai persepsi pekerja tentang sejauh
mana mereka mendahulukan aspek keselamatan sebelum melaksanakan
pekerjaannya (Kines dkk, 2011). Menurut Rundmo (1996) perilaku
pekerja terhadap keselamatan berkaitan erat dengan persepsi personal
tentang resiko. Individu-individu tersebut bagaimana pun juga memiliki
perbedaan persepsi terhadap risiko dan hal tersebut berpengaruh pada
kemauan dalam mengambil risiko.
Pada penelitian ini sendiri didapatkan bahwa sikap memprioritaskan
keselamatan dan tidak mentoleransi risiko pada perawat sudah dalam
kategori baik (3.27), namun pada penunjang medis masih dalam kategori
cukup (2.93) sehingga masih perlu dioptimalkan. Adapun item yang masih
perlu dioptimalkan ialah terkait pandangan penunjang medis mengenai
risiko bahaya yang tidak dapat dihindari, kecelakaan kerja ringan sebagai
hal yang wajar, dan sikap mentoleransi perilaku tidak aman selama tidak
menimbulkan kecelakaan kerja. Dimana baiknya sikap perawat dalam
memprioritaskan keselamatan dan tidak mentoleransi risiko tidak lain
didorong oleh adanya upaya yang dilakukan bersama-sama antara perawat
dengan manajemen unit untuk mengutamakan keselamatan. Hal ini dapat
terlihat dari adanya upaya manajemen mengkomunikasikan keselamatan
kepada perawat pada setiap kesempatan. Selain itu aktivitas kerja yang
mengharuskan perawat berinteraksi langsung dengan pasien juga
104
mendorong pekerja untuk lebih memperhatikan risiko dan bahaya serta
menghindari diri dari kejadian kecelakaan yang berpotensi merugikan
pasien atau bahkan mempengaruhi citra rumah sakit. Hal tersebut sesuai
dengan Pirrie (2014) yang menyebutkan aktivitas kerja perawat mendorong
perawat untuk bekerja dengan aman dan selamat, hal ini dikarenakan segala
potensi risiko dan bahaya tidak hanya dapat merugikan dirinya tetapi juga
beresiko terhadap keselamatan pasien, dan citra rumah sakit.
Sementara pada penunjang medis masih perlu dioptimalkan terkait
sikap mempriotitaskan dan tidak mentoleransi risiko sebab diketahui
kesadaran pekerja untuk terlibat dalam menjaga dan memelihara lingkungan
kerja yang aman serta mencegah kecelakaan fatal terjadi masih perlu
ditingkatkan. Hal tersebut terlihat dari kurang berpartisipasinya penunjang
medis dalam pelaporan kecelakaan padahal kegiatan tersebut adalah sarana
untuk melakukan evaluasi terhadap keefektifan program pengendalian
kecelakaan. Selain itu juga adanya persepsi dari pekerja bahwa instalasi
kerjanya sudah aman karena peralatan penunjang medis yang digunakan
merupakan peralatan yang dilakukan pemeliharaan dan perawatan yang
menunjang keamanan dalam bekerja, menjadikan pekerja mentoleransi
risiko bahaya yang ada disekitarnya.
Dimana persepsi pekerja terhadap suatu risiko dapat mempengaruhi
perilaku dan kemungkinan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Raharjo,
2014). Pekerja dengan persepsi risiko yang baik dapat terhindar dari
kecelakaan. Persepsi risiko itu sendiri merupakan penilaian subyektif
terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan (Rundmo, 2000). Berkaitan
105
dengan temuan tersebut maka pendekatan yang dapat dilakukan untuk
mengoptimalkan sikap memprioritaskan keselamatan dan tidak
ditoleransinya risiko bahaya adalah dengan memperbaiki persepsi pekerja
terhadap risiko dan meningkatkan kesadaran pekerja untuk memastikan ke
amanan lingkungan kerja salah satunya dengan mengadakan workshop
persepsi risiko. Hal tersebut dikarenakan kesalahan pekerja dalam
mempersepsikan risiko menurut Arezes dan Miguel (2008) dapat
menimbulkan perilaku yang tidak tepat dalam menanggapi risiko tersebut
hingga akhirnya dapat memunculkan perilaku seperti temuan yang
ditunjukkan diatas (Bye dan Lamvik, 2007). Workshop persepsi risiko
bertujuan untuk menyamakan persepsi pekerja terhadap risiko. Dimana
fokus pembahasannya adalah mengenai bagaimana kita menilai risiko,
mengapa kita memilih untuk berperilaku dan bagaimana kita dapat
mempengaruhi orang lain (Raharjo, 2014).
6.3.6 Pembelajaran, Komunikasi, Dan Inovasi
Dimensi pembelajaran, komunikasi, dan inovasi mencakup
penilaian terhadap persepsi pekerja tentang bagaimana mereka berkaitan
dengan sikap pekerja dalam menjalin kerjasama antar sesama pekerja
dalam hal keselamatan kerja (Kines dkk, 2011). Dimana pada organisasi
kerjasama yang baik dibutuhkan untuk bisa mendukung proses pencapaian
tujuan perusahaan. Selain itu teamwork juga dapat membangun
kekompakan dalam meningkatkan kinerja karyawan (Lawasi dan
Triatmanto, 2017). Pada penelitian ini sendiri diketahui sikap menjalin
106
kerjasama perawat sudah dalam kategori baik (3.38), namun pada
penunjang medis masih dalam kategori cukup (2.98) sehingga masih perlu
dioptimalkan. Dimana item yang perlu dioptimalkan ialah berkaitan dengan
diskusi isu keselamatan (A41, A42) dan keterbukaannya dalam
menyampaikan masalah keselamatan (A43).
Berkaitan dengan hal tersebut, pada perawat komunikasi mengenai
masalah keselamatan biasa dilakukan tim supervisi bersamaan dengan
kegiatan pemeriksaan asuhan keperawatan yang dilakukan setiap hari.
Dimana intensitas seringnya komunikasi antar perawat dan manajemen
tersebut berdampak baik terhadap keterbukaan mereka dalam
menyampaikan masalah yang terdapat pada instalasinya. Hal tersebut
sesuai dengan Cigularov dkk (2010) yang menjelaskan seringnya
pertemuan mendorong komunikasi semakin terbuka sehingga dapat
menghilangkan kegugupan pekerja dalam meningkatkan dan
mendiskusikan isu-isu keselamatan. Sementara pada penunjang medis
kegiatan diskusi antar pekerja maupun penanggungjawab instalasi sebagian
besar masih berkenaan dengan pemberian pelayanan medis sehingga terkait
isu keselamatan masih perlu ditingkatkan.
Dengan demikian untuk meningkatkan kemampuan penunjang
medis dalam mengkomunikasikan isu keselamatan dan mendorong
keterbukaannya dibutuhkan dukungan dari penanggungjawab unit untuk
sebelumnya memasukkan materi atau informasi berkaitan dengan isu-isu
keselamatan kerja pada kegiatan-kegiatan diskusi yang melibatkan tenaga
penunjang medis, sehingga diharapkan pekerja mengetahui informasi
107
terkait isu keselamatan dan dapat lebih terbuka dalam menyampaikan
permasalahan berkaitan dengan keselamatan. Dimana hal tersebut sesuai
dengan Harbour (2017) yang menyebutkan komunikasi terbuka di tempat
kerja dimulai dengan sebelumnya pekerja menerima informasi berkaitan
dengan hal-hal yang ingin dicapai. Komunikasi yang terbuka dan lancar
antar sesama pekerja maupun manajemen dapat mendorong pekerja tidak
merasa ragu untuk mengangkat dan mendiskusikan isu keselamatan
(Raharjo, 2014).
6.3.7 Kepercayaan Terhadap Keefektifan Sistem Keselamatan Kerja
Dimensi kepercayaan terhadap keefektifan sistem keselamatan
kerja adalah dimensi yang mencakup bagaimana persepsi pekerja terhadap
sistem manajemen keselamatan kerja yang diterapkan oleh manajemen
(Kines dkk, 2011). Dimana pada penelitian ini sendiri diketahui bahwa
perawat dan penunjang medis sudah memiliki kepercayaan yang baik
terhadap keefektifan sistem keselamatan kerja, dengan rata-rata nilai pada
perawat 3.33 dan penunjang medis 3.44. Adapun keseluruhan item juga
telah menunjukkan hasil yang baik dimana pekerja telah menyadari peran
dari staff pelaksana sistem keselamatan dan manfaat dari pelaksanaan
keselamatan (audit, pelatihan, prosedur/aturan keselamatan, inspeksi) di
tempat kerja. Namun demikian dari hasil penelitian terlihat bahwa
penunjang medis memiliki kepercayaan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perawat.
108
Dimana tingginya hasil yang didapatkan pada penunjang medis
disebabkan karena K3 mengatur lebih banyak aspek keselamatan pada
penunjang medis dibandingkan pada perawat. Hal tersebut sesuai dengan
Lin (2000) yang menyebutkan semakin banyak hal-hal yang diatur oleh
manajemen dan dirasakan manfaatnya, akan semakin mendorong
kepercayaan karyawan terhadap manajemen tersebut. Aspek keselamatan
yang mengatur penunjang medis diantaranya mengenai keamanan peralatan
penunjang, keamanan lingkungan kerja, dan prosedur kerja. Sementara
pada perawat aspek keselamatan hanya berkaitan dengan prosedur kerja
yang aman misalnya perawat di haruskan mengenakan alat pelindung diri
yang disesuaikan dengan situasinya ketika memberikan pelayanan kepada
pasien.
Penunjang medis merupakan tenaga kesehatan yang mana dalam
beberapa aktivitas kerjanya senantiasa berinteraksi dan terpapar oleh
peralatan penunjang yang berteknologi tinggi (Argawal, 2017). Dimana
dalam instalasi kerjanya, penunjang medis sebagian besar mengandalkan
pelaksanaan sistem keselamatan untuk memastikan mereka bekerja
dilingkungan kerja dengan peralatan yang telah aman. Diawali dengan
memberikan aturan atau prosedur cara kerja yang aman dan penggunaan
alat pelindung diri yang tepat, pekerja harus mengikuti prosedur
penggunaan peralatan yang benar dan aman guna mencegah terjadinya hal
yang tidak diinginkan terjadi yang disebabkan karna paparan peralatan
penunjang tersebut. Selanjutnya untuk memastikan keselamatan pekerja,
manajemen melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan terhadap peralatan
109
penunjang medis baik dari segi kelayakannya dan keandalannya yang mana
kegiatan ini merupakan tugas dari teknisi elektromedis. Dimana upaya
manajemen dalam membuat prosedur yang aman dan melakukan
pemeliharaan serta perawatan terhadap peralatan ialah guna memastikan
paparan yang diterima pekerja tidak melebihi ambang batas yang
ditentukan. Selain hal-hal diatas manajemen juga mengatur kondisi ruangan
instalasi kerja, dengan melakukan pengukuran terkait pencahayaan,
kelembaban, kebisingan, housekeeping, dll.
Berkaitan dengan kepercayaan beberapa penelitian bahkan
menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap manajemen yang baik dapat
meningkatkan keterlibatan pekerja untuk berperilaku aman dan mengurangi
kejadian kecelakaan kerja (Conchie dan Donald, 2009; Zacharatos dkk,
2005). Sementara sebaliknya ketidakpercayaan terhadap manajemen dapat
mempengaruhi rasa tanggungjawab pada keselamatan dan berpengaruh
positif terhadap peningkatan kecelakaan kerja (Jeffcott dkk, 2006; Conchie
dan Donald, 2009).
110
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan gambaran dimensi iklim keselamatan kerja pada
perawat dan penunjang medis di RSUD Depok Tahun 2017 adalah sebagai
berikut:
a. Dimensi prioritisasi dan komitmen manajemen terhadap K3 secara
umum pada perawat dan penunjang medis sudah dalam kategori baik
dengan rata-rata nilai masing-masing 3.34 dan 3.31. Namun masih
perlu dioptimalkan terkait sikap toleransi manajemen pada tindakan
tidak aman.
b. Dimensi pemberdayaan manajemen keselamatan kerja secara umum
pada perawat dan penunjang medis sudah dalam kategori baik dengan
rata-rata nilai masing-masing 3.26 dan 3.23. Namun masih perlu
dioptimalkan terkait pekerja yang masih takut dalam menyampaikan
ide, kritik dan saran.
c. Dimensi keadilan manajemen keselamatan kerja secara umum pada
perawat dan penunjang medis sudah dalam kategori baik dengan rata-
rata nilai masing-masing 3.40 dan 3.30. Namun masih perlu
dioptimalkan terkait penunjang medis yang takut akan sanksi jika
melaporkan kecelakaan.
111
d. Dimensi komitmen pekerja terhadap keselamatan kerja secara
keseluruhan pada perawat dan penunjang medis sudah dalam kategori
baik dengan rata-rata nilai masing-masing 3.36 dan 3.39.
e. Dimensi prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko
bahaya pada perawat sudah dalam kategori baik (3.27), namun pada
penunjang medis masih dalam kategori cukup (2.93). Dimana perlu
pengoptimalan terkait pandangan penunjang medis mengenai risiko
bahaya yang tidak dapat dihindari, kecelakaan kerja ringan sebagai hal
yang wajar, dan sikap mentoleransi perilaku tidak aman selama tidak
menimbulkan kecelakaan kerja.
f. Dimensi pembelajaran, komunikasi, dan inovasi secara umum pada
perawat sudah dalam kategori baik (3.38), namun pada penunjang
medis masih dalam kategori cukup (2.98). Dimana perlu dioptimalkan
terkait kegiatan diskusi pada penunjang medis yang mayoritas masih
berkenaan dengan pemberian pelayanan medis sehingga terkait isu
keselamatan masih perlu ditingkatkan.
g. Dimensi kepercayaan terhadap keefektifan sistem keselamatan kerja
secara keseluruhan pada perawat dan penunjang medis sudah dalam
kategori baik dengan rata-rata nilai masing-masing 3.33 dan 3.44.
112
7.2 Saran
7.2.1 Bagi RSUD Depok
1. Untuk mengoptimalkan dimensi prioritisasi dan komitmen manajemen
disarankan manajemen meningkatkan pengawasan berkaitan dengan
perilaku tidak aman dengan membangun pengawasan antar rekan kerja.
Dimana rekan kerja bertindak sebagai pengawas yang dapat saling
mengingatkan dan menasehati jika rekannya melakukan tindakan tidak
aman.
2. Untuk mengoptimalkan pemberdayaan manajemen keselamatan kerja
disarankan manajemen menyediakan kotak saran di tiap instalasi atau
melakukan survei terkait isu yang ingin diputuskan sehingga diharapkan
dapat meningkatkan keterlibatan pekerja dalam pengambilan keputusan.
3. Untuk mengoptimalkan dimensi keadilan manajemen keselamatan kerja
disarankan manajemen memberikan sosialisasi yang mengingatkan
kembali kepada penunjang medis mengenai pentingnya pelaporan
kecelakaan, prosedur pelaporan, serta menginformasikan ketiadaan sanksi
terhadap pekerja yang melaporkan kecelakaan.
4. Untuk mengoptimalkan dimensi prioritas keselamatan pekerja dan tidak
ditoleransinya risiko bahaya disarankan manajemen mengadakan
workshop persepsi risiko yang bertujuan untuk menyamakan persepsi
pekerja terhadap risiko.
5. Untuk mengoptimalkan dimensi pembelajaran, komunikasi, dan inovasi
disarankan manajemen (penanggungjawab instalasi) untuk menyisipkan
113
informasi berkaitan dengan isu-isu keselamatan kerja ketika ada kegiatan-
kegiatan diskusi yang melibatkan tenaga penunjang medis.
7.2.2 Bagi Perawat dan Penunjang Medis
1. Pada dimensi prioritisasi dan komitmen manajemen, meskipun
pengawasan terhadap perilaku tidak aman masih lemah sebaiknya perawat
dan penunjang medis dalam memberikan pelayanan kesehatan senantiasa
tetap mengutamakan keselamatan dengan bekerja sesuai prosedur kerja
aman yang telah ditetapkan .
2. Pada dimensi pemberdayaan manajemen, untuk meningkatkan keberanian
dalam menyampaikan saran/masukkan/gagasan sebaiknya perawat dan
penunjang medis terlebih dahulu meningkatkan interaksi dan komunikasi
dengan manajemen atau pihak-pihak terkait lainnya sehingga dapat lebih
percaya diri dan mengurangi ketakutan dalam menyampaikan gagasannya.
3. Pada dimensi keadilan manajemen terkait pelaporan kecelakaan kerja,
penunjang medis sebaiknya ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan
pelaporan kecelakaan kerja sehingga nantinya dapat terdeteksi risiko dan
bahaya yang ada di instalasi kerjanya dan selanjutnya dapat dibuatkan
program pengendalian yang efisien dan efektif untuk mengurangi atau
menghilangkan kasus kecelakaan kerja.
4. Pada dimensi prioritas keselamatan dan tidak ditoleransinya risiko bahaya,
penunjang medis sebaiknya terlibat aktif dalam memastikan keamanan
instalasi kerja dan tidak mengesampingkan risiko bahaya yang ditemukan
meskipun instalasi kerja memiliki peralatan penunjang medis berteknologi
yang selalu dilakukan pemeliharaan.
114
5. Pada dimensi pembelajaran, komunikasi, dan inovasi mengenai diskusi isu
keselamatan, penunjang medis sebaiknya meningkatkan kembali rasa
kepedulian terhadap kondisi lingkungan kerja dan isu-isu keselamatan
didalamnya sehingga diharapkan dapat mendorong pekerja untuk
mendiskusikan isu keselamatan di rumah sakit.
115
DAFTAR PUSTAKA
Aini, N. N. 2014. Keselamatan Kerja Pada Perusahaan. Universitas Sebelas
Maret.
Anonim. 2014. 1 Orang Pekerja Di Dunia Meninggal Setiap 15 Detik Karena
Kecelakaan Kerja. In: Indonesia, K. K. R. (Ed.) 28 Oktober 2014 ed.
jakarta.
Anshari L H, A. N. 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecelakaan
Kerja Pada Karyawan PT Kunanggo Jantan Kota Padang Tahun 2016.
Prosiding Seminar Nasional IKAKESMADA “Peran Tenaga Kesehatan
dalam Pelaksanaan SDGs”.
Arezes, P. M. dan Miguel, A. S. 2008. Risk perception and safety behaviour: A
study in an occupational environment. Safety Science, 46, 900-907.
Bailey, C. 1997. Managerial factors related to safety program effectiveness: an
update on the Minnesota Perception Survey. Professional Safety, 42, 33.
Brown, R. L., & Holmes, H, 1986. The Use of A Factor-Analytic Procedure for
Assessing The Validity of an Employee Safety Climate Model. Accident
Analysis and Prevention.
Bye, R. dan Lamvik, G. M. 2007. Professional culture and risk perception: Coping
with danger on board small fishing boats and offshore service vessels.
Reliability Engineering & System Safety, 92, 1756-1763.
CCOHS.2014.OSH answer fact sheets-paramedics [Online]. tersedia:
http://www.ccohs.ca/answers/occup_workplace/paramedic.html
Cigularov, K. P., Chen, P. Y. dan Rosecrance, J. 2010. The effects of error
management climate and safety communication on safety: A multi-level
study. Accident Analysis & Prevention, 42, 1498-1506.
Clutterbuck, D. 2013. The Power of Empowerment, Kogan Page.
Colquitt, J. A., Conlon, D. E., Wesson, M. J., Porter, C. O. dan Ng, K. Y. 2001.
Justice at the millennium: a meta-analytic review of 25 years of
organizational justice research. Journal of applied psychology, 86, 425.
Conchie, S. M. dan Donald, I. J. 2009. The moderating role of safety-specific trust
on the relation between safety-specific leadership and safety citizenship
behaviors. Journal of occupational health psychology, 14, 137.
Cooper Ph. D, M. 2000. Towards a model of safety culture. Safety science, 36,
111-136.
Cox, S. dan Cheyne, A. 2000. Assessing Safety Culture In Offshore
Environments. Safety science, 34, 111-129.
Departemen Kesehatan RI 2006. Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (K3IFRS).
Destilyta, M. C. 2014. Studi Desktiptif Mengenai Iklim Keselamatan Kerja Pada
Masinis PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO) Daerah Operasi (DAOP) II
Bandung. Universitas Padjadjaran.
Devis, K. dan Newstorm, J. W. 1985. Human Behaviour at Work: Organizational
Behaviour. McGraw Hill.
116
Dewi, A. 2016. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) [Online]. Tersedia:
http://pasca.unej.ac.id/?p=1098.
Emilia, A. H. 2015. Persepsi Terhadap Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Terhadap Komitmen Karyawan. Sekolah Tinggi Psikologi Yogyakarta
Esreda. 2015. Barriers To Learning From Incidents And Accidents [Online].
Tersedia: https://esreda.org/wp-content/uploads/2016/03/ESReDA-
barriers-learning-accidents-1.pdf.
Fauzi Jatmiko, H. M. A., Heny Lisia Siagian 2013. Budaya dan Iklim
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Universitas Sebelas Maret.
Fernández-Muñiz, B., Montes-Peón, J. M. dan Vázquez-Ordás, C. J. 2012. Safety
climate in OHSAS 18001-certified organisations: Antecedents and
consequences of safety behaviour. Accident Analysis & Prevention, 45,
745-758.
Flin, R., Mearns, K., O'Connor, P. dan Bryden, R. 2000. Measuring safety
climate: identifying the common features. Safety science, 34, 177-192.
Gadd. S and Collins A M 2002. Safety Culture: A review of the Literature. HSL
Draft Report.
Griffin, M. A. dan Neal, A. 2000. Perceptions of safety at work: a framework for
linking safety climate to safety performance, knowledge, and motivation.
Journal of occupational health psychology, 5, 347.
Gu, X. dan Itoh, K. 2011. A pilot study on safety climate in Chinese hospital.
Journal of patient safety, 7, 204-212.
Hagan, P. E., Montgomery, J. F., & O'Reilly, J. T. 2001. Accident prevention
manual for business and industry Itasca, IL, National Safety Council.
Halimah, S. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku aman karyawan di
PT SIM Plant Tambun II tahun 2010.
Hall, M. E. 2006. Measuring the Safety Climate of Steel Mini-mill Workers using
an Instrument Validated by Structural Equation Modeling, The University
of Tennessee, Knoxville.
Hamaideh, S. H. 2004. Safety culture instrument: A psychometric evaluation.
University of Cincinnati.
Harbour, Sarita.2017.How to Improve the Openness at Work [Online]. Tersedia:
http://smallbusiness.chron.com/improve-openness-work-31800.html
Hasibuan, C. F. 2014. Pengembangan Instrumen Pengukuran Persepsi Tenaga
Medis Terhadap Iklim Keselamatan Unit Gawat Darurat di Rumah Sakit.
Universitas Gadjah Mada.
Herdiman, W. 2010. Pelaporan Kecelakaan Kerja [Online]. Tersedia:
https://www.scribd.com/doc/30262513/PELAPORAN-KECELAKAAN-
KERJA.
Hoffer Gittell, J. 2002. Coordinating mechanisms in care provider groups:
Relational coordination as a mediator and input uncertainty as a moderator
of performance effects. Management Science, 48, 1408-1426.
HSE 2002. safety culture: a review of the literature. Human Factors Group.
HSL. 2010. The Safety Climate Tool [Online]. Tersedia:
http://www.hsl.gov.uk/products/safety-climate-tool.
IAEA 2004. Isu-isu Praktis Utama dalam Memperkuat Budaya Keselamatan
117
Ihsan. 2011. Klasifikasi Akibat Kecelakaan Kerja [Online]. Tersedia: http://q-
hse.com/health-safety-a-environment/safety-practice/klasifikasi-akibat-
kecelakaan-kerja
ISO, K. 2017. Konsultasi dan Komunikasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja
[Online]. Tersedia: http://changekonsultan.com/konsultan-iso/konsultasi-
dan-komunikasi-kesehatan-dan-keselamatan-kerja/.
Ivancevich, J. M., Matteson, M. T. dan Konopaske, R. 1990. Organizational
behavior and management, Bpi/Irwin.
Jaza, H. 2016. Perilaku dan Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Universitas Sebelas Maret.
Jeffcott, S., Pidgeon, N., Weyman, A. dan Walls, J. 2006. Risk, trust, and safety
culture in UK train operating companies. Risk analysis, 26, 1105-1121.
Lawasi, Eka S., Triatmanto, Boge.2017.Pengaruh Komunikasi, Motivasi Dan
Kerjasama Tim Terhadap Peningkatan Kinerja Karyawan. Universitas
Merdeka Malang
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1087/MENKES/SK/VIII/2010 Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:
Kep. 372 /Men/XI/2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Bulan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional.
Khoiriyati, A., Sari .K.N 2016. Bed Side Teaching Sebagai Upaya Menurunkan
Cidera Jarum Suntik Dan Benda Tajam Pada Mahasiswa Profesi PSIK
FKIK UMY. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Kines, P., Lappalainen, J., Mikkelsen, K. L., Olsen, E., Pousette, A., Tharaldsen,
J., Tómasson, K. dan Törner, M. 2011. Nordic Safety Climate
Questionnaire (NOSACQ-50): A new tool for diagnosing occupational
safety climate. International Journal of Industrial Ergonomics, 41, 634-
646.
Kuo, T.-H., Ho, L.-A., Lin, C. dan Lai, K.-K. 2010. Employee empowerment in a
technology advanced work environment. Industrial Management & Data
Systems, 110, 24-42.
Liliweri, A. 2011. Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan, Yogjakarta, Pustaka
Pelajar.
Lisnanditha, Y. 2012. Pengaruh Kepemimpinan, Budaya Keselamatan Kerja, dan
Iklim Keselamatan Kerja Terhadap Perilaku Keselamatan Kerja: Studi
Kasus di PT. Krama Yudha Ratu Motor (KRM). Universitas Indonesia.
Lubis, A. I. 2010. Akuntansi Keperilakuan, Jakarta, Salemba Empat.
Madyanti, D. R. 2012. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Bidan Saat Melakukan Pertolongan Persalinan
di RSUD Bengkalis Tahun 2012 Universitas Indonesia.
Maurer, R. 2014. Safety Climate, Supervisory Behavior Linked to Accident
Underreporting [Online]. Tersedia:
https://www.shrm.org/resourcesandtools/hr-topics/risk-
management/pages/safety-climate-accident-underreporting.aspx.
Mbuvi, I. M., Kinyua, R. dan Mugambi, F. 2015. Near Miss Incident
Management, the Root for an Effective Workplace Safety is determined by
118
the Management Commitment. International Journal of Scientific and
Research Publications.
Michael E. Hall, E. H. B., Susan M. Smith and June D. Gorski 2013.
Development of a Theory-Based Safety Climate Instrument. Journal of
Safety, Health & Environmental Research VOLUME 9, NO.1.
Mulyaningsih. 2016. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen
Kerja Karyawan Studi Pada Karyawan Batik Brotoseno Sragen.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
NHS. 2010. An introduction to Safety Climate [Online]. Tersedia:
http://www.nes.scot.nhs.uk/media/6364/SC%20overview%20for%20practi
ces%20MASTERCOPY.pdf.
Nikolaeva , I. R. 2015. Analyzing The Association Between Safety Climate And
Safety Outcomes In A Bulgarian Company ISCTE Business School.
NIOSH. 1999. Preventing Needlestick Injuries in Health Care Settings [Online].
Tersedia: https://www.cdc.gov/niosh/docs/2000-108/pdfs/2000-108.pdf.
Noer, M. 2016 Efektivitas Pelatihan Karyawan Untuk Meningkatkan Kualitas
Kinerja [Online]. Tersedia: https://presenta.co.id/artikel/efektivitas-
pelatihan-karyawan/.
Nugroho, A. dan Sutarmanto, H. 2008. Pengaruh sosialisasi keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) terhadap pengetahuan, sikap, dan motivasi K3
karyawan bagian produksi PT. Mataram Tunggal Garment Yogyakarta.
Universitas Gadjah Mada.
Nurfitriani, S., Russeng, S. dan Muis, M. 2014. Penerapan Standar Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3rs) Rsud Ajappange Soppeng.
Nurhadi, F. 2012. Persepsi Karyawan Departemen Maintenance And Operation
Terhadap Pelaksanaan Program K3 Pada PT.Truba Jaya Engineering
Jakarta. Universitas Indonesia.
Nursyamsi, I. 2012. Pengaruh Kepemimpinan, Pemberdayaan dan Stres Kerja
terhadap Komitmen Organisasi serta Dampaknya terhadap Kinerja Dosen.
Jurnal Conference in Business, Accounting, and Management.
O'Toole, M. 2002. The relationship between employees' perceptions of safety and
organizational culture. Journal of safety research, 33, 231-243.
Perangin-Angin, M. M. 2012. Penerapan Aspek Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) Di Terminal Bbm Medan Group PT. Pertamina (Persero)
Region I Sumbagut Labuhan Deli-Belawan Tahun 2011. Universitas
Sumatera Utara.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit.
Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Prastyo, G. E. 2016. Investigasi Kecelakaan [Online]. Tersedia:
https://civitas.uns.ac.id/gunawanhse/2016/12/30/investigasi-kecelakaan/.
Purnomo, R., Johan, A. dan Rofi'i, M. 2016. The Analysis of Factors Related to
Nurse's Adherence On the Application of Standard Precautions at
Banyumas General Hospital. Diponegoro University.
119
Rabilzani, S. 2013. Strategi Humas Dalam Sosialisasi Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja (K3) Bagi Karyawan Area Generator Turbin Gas Unit III
PT.Menamas Mitra Energi Di Desa Tanjung Batu Kecamatan Tenggarong
Seberang. Universitas Mulawarman.
Raharjo, A. 2014. Profil Iklim Keselamatan (Safety Climate) Pada Tingkat
Pelaksana di PT Petrokimia Gresik Tahun 2014. UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Raharjo, W. S. 2017. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Komunikasi Atasan
Dengan Komitmen Organisasi Di PT. X Karanganyar. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Rahmawati, D. 2012. Program Intervensi Stratejik Untuk Meningkatkan Kinerja
Keselamatan Karyawan Kontrak Divisi Onshore Operations Perusahaan
Migas ABC. Universitas Indonesia.
Rundmo, T. 1996. Associations between risk perception and safety. Safety
Science, 24, 197-209.
Rundmo, T. 2000. Safety climate, attitudes and risk perception in Norsk Hydro.
Safety science, 34, 47-59.
Sakinah, A. 2017. Pengaruh Shift Kerja Terhadap Iklim Keselamatan Yang Di
Mediasi Oleh Masalah Tidur Dan Keluhan Kesehatan Pada Karyawan Jasa
Transportasi Angkutan Darat Penumpang Pada Terminal Type B Banda
Aceh. Universitas Syiah Kuala.
Salminen, S. dan Seppälä, A. 2005. Safety climate in Finnish-and Swedish-
speaking companies. International Journal of Occupational Safety and
Ergonomics, 11, 389-397.
Samosir, S. W. 2007. Komitmen Manajemen dan Keterlibatan Karyawan Tentang
K3 Terhadap Kejadian Kecelakaan Kerja Pada PT. Nestle Kejayan Factory
Pasuruan. Universitas Gadjah Mada.
Santoso, T. 2013. Needlestick [Online]. Tersedia: http://www.lean-
indonesia.com/2013/01/tertusuk-jarum-benda-tajam-needlestick.html.
Setyaningsih, W. 2003. Pengaruh Kepercayaan Pada Atasan, Kepuasan Kerja Dan
Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan. Universitas
Diponegoro.
Setyaningsih, Y. W., Ida; Jayanti, Siswi 2010. Analisis Potensi Bahaya dan Upaya
Pengendalian Risiko Bahaya Pada Pekerja Pemecah Batu. Media
Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Shannon, H. S., Mayr, J. dan Haines, T. 1997. Overview of the relationship
between organizational and workplace factors and injury rates. Safety
Science, 26, 201-217.
Shannon, H. S. dan Norman, G. R. 2009. Deriving the factor structure of safety
climate scales. Safety Science, 47, 327-329.
Siregar, D. I. S. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecelakaan
Ringan Di PT Aqua Golden Mississippi Bekasi Tahun 2014. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Sopiah. 2009. Perilaku Organisasional, Yogyakarta, Andi.
Srimardika,BM. 2016.Pengaruh Kepercayaan Karyawan (Trust) Terhadap
Knowledge Sharing Pada Karyawan Perpustakaan Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Universitas Airlangga
120
Stark, P. B. 2010. 6 Reasons to Involve Employees in Decision Making [Online].
Tersedia: https://www.peterstark.com/key-to-engagement/#.
Sukmara, R. 2013. Analisis Faktor-Faktor Iklim Keselamatan (Safety Climate)
Pada PT. X Tahun 2013. Universitas Indonesia.
Swastika, M. 2011. Penerapan Komitmen Dan Kebijakan Serta Perencanaan K3
Sebagai Salah Satu Langkah Implementas SMK3 Di PT.Telkom Area
Solo. Universitas Sebelas Maret.
Tafti, B., M.A., Montazeralfaraj, R., Gazar. 2013. Demographic Determinants of
Organizational Citizenship Behavior Among Hospital Employees. Global
Business and Management Research: An International Journal of
Industrial Ergonomics.
Tarwaka. 2008. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja, Surakarta, Harapan Press.
Tjahjono, H. 2007. Keadilan Distributif dan Keadilan Prosedural Dinilai Adil
Bagi Sebagian Karyawan. Universitas Gadjah Mada.
Trinkoff, A. M., Johantgen, M., Muntaner, C. dan Le, R. 2005. Staffing and
worker injury in nursing homes. American Journal of Public Health, 95,
1220-1225.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit.
Vinodkumar, M. dan Bhasi, M. 2009. Safety climate factors and its relationship
with accidents and personal attributes in the chemical industry. Safety
Science, 47, 659-667.
Wardhani, R. A. S. 2008. Studi tentang kesadaran pekerja terhadap pelaporan
kecelakaan kerja di PT Astra Nissan Diesel Indonesia. Universitas
Indonesia.
Weiner, B. J., Hobgood, C. dan Lewis, M. A. 2008. The meaning of justice in
safety incident reporting. Social science & medicine, 66, 403-413.
Wibowo 2007. Manajemen Kinerja, Jakarta, PT.Raja Grafindo Prasada.
Wijayanto, D. W. 2016. Safety Meeting atau Safety Comite Dalam K3 [Online].
Tersedia: http://www.soepeno.web.id/2016/05/soepeno-blog-safety-
meeting-atau-safety.html.
Zohar, D. dan Luria, G. 2003. The use of supervisory practices as leverage to
improve safety behavior: A cross-level intervention model. Journal of
Safety Research, 34, 567-577.
121
LAMPIRAN 1 : LEMBAR KUESIONER PENELITIAN
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dengan Hormat,
Saya Lilis Yuliarti, mahasiswa Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat
mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Responden diharapkan menjawab setiap
pertanyaan dengan sejujur-jujurnya. Setiap jawaban akan dijaga kerahasiaannya dan
tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap kinerja responden di Rumah Sakit.
Dengan segala kerendahan hati dimohon agar responden bersedia menjawab seluruh
pertanyaan yang ada di dalam kuesioner ini.
Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih atas kesediaan menjadi responden
dalam penelitian ini. Semoga Allah menjadikan sebagai amal ibadah di sisi-Nya dan
semoga Allah membalas dengan kebaikan yang banyak. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Depok, Mei 2017
Responden Peneliti
( ) Lilis Yuliarti
Kuesioner
“Gambaran Iklim Keselamatan Kerja Pada
Tenaga Kesehatan di RSUD Kota Depok
Tahun 2017
122
IDENTITAS RESPONDEN (Diisi oleh
peneliti)
IR1 Nama: [ ]IR1
IR2 Jenis Kelamin:
1. Laki-laki 2. Perempuan
*lingkari pilihan jawaban
[ ]IR2
IR3 Umur : _________ Tahun [ ]IR3
IR4 No. HP : [ ]IR4
IR5 Profesi:
1. Perawat
a. Rawat Inap
b. Rawat Jalan
c. Kamar Operasi
d. IGD
e. Lainnya, sebutkan______________
2. Tenaga Penunjang Medis
a. Analis Laboratorium
b. Radiografer
c. Nutrisionis
d. Apoteker
e. Asisten Apoteker
f. Sanitarian
g. Teknisi Elektromedis
h. Fisioterapis
i. Refraksionis Optisien
j. Lainnya, Sebutkan_______________
*lingkari pilihan jawaban
[ ]IR5
IR6 Lamanya Bekerja di RSUD Depok:
1. 1-5 Tahun
2. > 5 Tahun
[ ]IR6
IR7 Pendidikan Terakhir:
1. SMA
2. D3
3. S1
[ ]IR7
Pada bagian ini, silakan nilai bagaimana Anda melihat atasan
Anda dalam melakukan penanganan keselamatan di tempat
kerja. Walaupun beberapa pertanyaan tampak serupa, dimohon
untuk tetap menjawab setiap pertanyaan tersebut.
123
Berikan tanda silang ( X ) atau tanda ceklis () pada jawaban yang sesuai
dengan apa yang anda rasakan.
No PERNYATAAN
Sangat
Setuju
(SS)
Setuju
(S)
Tidak
Setuju
(TS)
Sangat
Tidak
Setuju
(STS)
(Diisi
oleh
peneliti)
1. Manajemen mendorong tenaga
kesehatan di sini untuk bekerja
sesuai aturan keselamatan
walaupun jadwal kerja sedang
padat
2. Manajemen menjamin setiap
orang menerima informasi yang
dibutuhkan berkaitan dengan
keselamatan
3. Manajemen tidak peduli ketika
seorang tenaga kesehatan
mengabaikan prosedur
keselamatan
4. Manajemen menempatkan
keselamatan tenaga kesehatan
sebagai prioritas utama untuk
mencegah terjadinya cidera atau
kecelakaan kerja
5. Manajemen mentoleransi tenaga
kesehatan di sini melakukan
tindakan tidak safety bagi dirinya
ketika jadwal kerja sedang padat
6. Kami yang bekerja di sini yakin
pada kemampuan manajemen
untuk menangani masalah
keselamatan
7. Manajemen menangani dengan
segera setiap permasalahan K3
yang dilaporkan oleh tenaga
kesehatan atau ditemukan saat
inspeksi/audit.
124
No PERNYATAAN
Sangat
Setuju
(SS)
Setuju
(S)
Tidak
Setuju
(TS)
Sangat
Tidak
Setuju
(STS)
(Diisi
oleh
peneliti)
8. Ketika risiko dari bahaya
terdeteksi, manajemen
mengabaikannya tanpa
melakukan tindakan apapun .
9. Manajemen kurang efektif dalam
menangani masalah keselamatan.
10. Manajemen berusaha untuk
mendesain kegiatan K3 rutin
yang bermanfaat dan sampai
sekarang terlaksana dengan benar
11. Manajemen mendorong setiap
tenaga kesehatan untuk dapat
menyebarkan informasi mengenai
cara kerja yang aman dalam
pekerjaan mereka
12. Manajemen mendorong tenaga
kesehatan di sini untuk
berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan yang berdampak pada
keselamatan mereka
13 Manajemen tidak pernah
mempertimbangkan saran dari
tenaga kesehatan yang berkaitan
dengan keselamatan
14. Manajemen berusaha agar setiap
orang memiliki kompetensi yang
tinggi berkaitan dengan
keselamatan dan risiko bahaya.
15. Manajemen tidak pernah
125
No PERNYATAAN
Sangat
Setuju
(SS)
Setuju
(S)
Tidak
Setuju
(TS)
Sangat
Tidak
Setuju
(STS)
(Diisi
oleh
peneliti)
menanyakan pendapat tenaga
kesehatan sebelum mengambil
keputusan yang berhubungan
dengan keselamatan
16. Manajemen melibatkan tenaga
kesehatan dalam pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan
keselamatan
17. Manajemen mengumpulkan
informasi yang akurat dalam
investigasi kecelakaan kerja
18. Ketakutan terhadap sanksi
(konsekuensi negatif) dari
manajemen membuat tenaga
kesehatan enggan melaporkan
kejadian yang hampir
menyebabkan kecelakaan (near-
miss accidents)
19. Jika terjadi kecelakaan kerja,
manajemen mendengarkan
dengan seksama informasi yang
diberikan oleh korban atau semua
orang yang terlibat
20. Manajemen mencari penyebab
kecelakaan, bukan orang yang
bersalah, ketika suatu kecelakaan
kerja terjadi
21. Manajemen selalu menyalahkan
tenaga kesehatan ketika terjadi
126
No PERNYATAAN
Sangat
Setuju
(SS)
Setuju
(S)
Tidak
Setuju
(TS)
Sangat
Tidak
Setuju
(STS)
(Diisi
oleh
peneliti)
kecelakaan kerja
22. Manajemen memperlakukan
tenaga kesehatan yang melakukan
perilaku tidak aman atau terlibat
dalam kecelakaan kerja secara
adil
Pada bagian ini, silakan nilai bagaimana Anda melihat rekan-rekan di tempat
kerja dalam melakukan penanganan keselamatan
23 Kami yang bekerja di sini
bersama-sama berusaha keras
untuk mencapai tingkat
keselamatan kerja yang setinggi-
tingginya.
24. Kami yang bekerja di sini
bertanggung jawab untuk selalu
menjaga kebersihan dan kerapian
tempat kerja
25. Kami yang bekerja di sini tidak
peduli terhadap keselamatan kerja
orang lain
26. Kami yang bekerja disini
menghindari untuk menangani
risiko bahaya yang telah kami
temukan
27. Kami yang bekerja di sini saling
membantu satu sama lain untuk
bekerja dengan selamat.
28. Kami yang bekerja di sini tidak
bertanggung jawab terhadap
127
No PERNYATAAN
Sangat
Setuju
(SS)
Setuju
(S)
Tidak
Setuju
(TS)
Sangat
Tidak
Setuju
(STS)
(Diisi
oleh
peneliti)
keselamatan orang lain
29. Kami yang bekerja disini
menganggap risiko bahaya
sebagai hal yang tidak dapat
dihindari dalam bekerja
30. Kami yang bekerja di sini
menganggap kecelakaan kerja
ringan (mengakibatkan cidera
ringan dan hanya butuh first aid)
sebagai hal yang wajar dari
pekerjaan sehari-hari kami
31. Kami yang bekerja disini
mentoleransi perilaku berbahaya
atau tidak aman selama tidak
menimbulkan kecelakaan kerja
32. Kami yang bekerja di sini
melanggar aturan keselamatan
demi memberikan pelayanan
dengan cepat
33. Kami tetap bekerja aman
walaupun jadwal kerja sedang
padat.
34. Kami yang bekerja di sini
menganggap pekerjaan kami
tidak sesuai untuk para penakut
35. Kami yang bekerja di sini akan
membiarkan saja jika ada kondisi
tidak aman atau berbahaya di
lingkungan rumah sakit dan tetap
128
No PERNYATAAN
Sangat
Setuju
(SS)
Setuju
(S)
Tidak
Setuju
(TS)
Sangat
Tidak
Setuju
(STS)
(Diisi
oleh
peneliti)
melanjutkan pekerjaan
36. Kami yang bekerja di sini
mencoba untuk mencari solusi
jika seseorang menemukan
masalah keselamatan kerja
37. Kami yang bekerja di sini merasa
aman ketika bekerja bersama-
sama
38. Kami yang bekerja di sini
memiliki kepercayaan yang tinggi
terhadap kemampuan satu sama
lain untuk menjamin keselamatan
39. Kami yang bekerja di sini belajar
dari pengalaman untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja
40. Kami yang bekerja di sini
mempertimbangkan dengan
serius saran dan pendapat orang
lain berkaitan dengan
keselamatan kerja
41. Kami yang bekerja di sini jarang
membahas isu keselamatan kerja
42. Kami yang bekerja di sini selalu
mendiskusikan isu-isu
keselamatan kerja saat isu-isu
tersebut muncul
43. Kami yang bekerja di sini dapat
berbicara dengan bebas dan
129
No PERNYATAAN
Sangat
Setuju
(SS)
Setuju
(S)
Tidak
Setuju
(TS)
Sangat
Tidak
Setuju
(STS)
(Diisi
oleh
peneliti)
terbuka tentang keselamatan kerja
tenaga kesehatan kepada sesama
tenaga kesehatan maupun kepada
manajemen
44. Kami yang bekerja disini
menganggap bahwa staff
keselamatan kerja disini
mempunyai peranan penting
dalam mencegah terjadinya
kecelakaan
45. Kami yang bekerja di sini
menganggap inspeksi atau audit
keselamatan tidak berdampak
pada keselamatan tenaga
kesehatan
46. Kami yang bekerja di sini
menganggap pelatihan
keselamatan merupakan hal yang
baik untuk mencegah terjadinya
kecelakaan
47. Kami yang bekerja di sini
menganggap prosedur ataupun
aturan mengenai keselamatan
tidak ada gunanya
48. Kami yang bekerja di sini
menganggap inspeksi atau audit
keselamatan membantu dalam
menemukan bahaya yang serius
di lingkungan rumah sakit
49. Kami yang bekerja di sini
130
No PERNYATAAN
Sangat
Setuju
(SS)
Setuju
(S)
Tidak
Setuju
(TS)
Sangat
Tidak
Setuju
(STS)
(Diisi
oleh
peneliti)
menganggap pelatihan
keselamatan yang dilakukan tidak
ada gunanya
50. Kami yang bekerja di sini
menganggap penting adanya
tujuan keselamatan yang jelas
Terimakasih telah mengisi kuesioner ini
131
LAMPIRAN 2 : LEMBAR OUTPUT HASIL PENELITIAN
Output Distribusi Frekuensi Dimensi Iklim Keselamatan Pada Perawat Secara
Umum
Statistics
Statistic Bootstrapa
Bias Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Upper
N
Valid
D1 66 0 0 66 66
D2 66 0 0 66 66
D3 66 0 0 66 66
D4 66 0 0 66 66
D5 66 0 0 66 66
D6 66 0 0 66 66
D7 66 0 0 66 66
Missing
D1 0 0 0 0 0
D2 0 0 0 0 0
D3 0 0 0 0 0
D4 0 0 0 0 0
D5 0 0 0 0 0
D6 0 0 0 0 0
D7 0 0 0 0 0
Mean
D1 3.3451 .0076 .0458 3.2560 3.4407 D2 3.2597 .0044 .0413 3.1876 3.3502 D3 3.4015 .0081 .0484 3.3022 3.5045 D4 3.3636 .0061 .0454 3.2771 3.4534 D5 3.2706 .0076 .0339 3.1791 3.3454 D6 3.3788 .0122 .0378 3.3224 3.4843 D7 3.3333 .0048 .0328 3.2791 3.4076
Median
D1 3.3333 -.0118 .0891 3.1111 3.4444 D2 3.2857 -.0130 .0329 3.1429 3.2857 D3 3.3333 .0202 .1455 3.0000 3.7110 D4 3.1667 .0795 .1235 3.0611 3.5000 D5 3.2857 -.0379 .0733 3.1048 3.4286 D6 3.3750 -.0208 .1104 3.1250 3.5333 D7 3.2857 .0433 .0599 3.2857 3.4286
Std. Deviation
D1 .38149 .00224 .01924 .34994 .42767
D2 .31289 .00252 .02420 .26455 .35945
D3 .43262 .00099 .01882 .39555 .47008
D4 .40288 -.00204 .01840 .36147 .44245
D5 .34279 -.00188 .02008 .29893 .38073
D6 .35692 -.00035 .01697 .32288 .38754
D7 .30313 -.00096 .01966 .26388 .34586
a. Unless otherwise noted, bootstrap results are based on 66 bootstrap samples
132
Output Frekuensi Item Dimensi Iklim Keselamatan Pada Perawat
Statistics
Statistic Bootstrapa
Bias Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Upper
N Valid
A1 66 0 0 66 66
A2 66 0 0 66 66
A3 66 0 0 66 66
A4 66 0 0 66 66
A5 66 0 0 66 66
A6 66 0 0 66 66
A7 66 0 0 66 66
A8 66 0 0 66 66
A9 66 0 0 66 66
A10 66 0 0 66 66
A11 66 0 0 66 66
A12 66 0 0 66 66
A13 66 0 0 66 66
A14 66 0 0 66 66
A15 66 0 0 66 66
A16 66 0 0 66 66
A17 66 0 0 66 66
A18 66 0 0 66 66
A19 66 0 0 66 66
A20 66 0 0 66 66
A21 66 0 0 66 66
A22 66 0 0 66 66
A23 66 0 0 66 66
A24 66 0 0 66 66
A25 66 0 0 66 66
A26 66 0 0 66 66
A27 66 0 0 66 66
A28 66 0 0 66 66
A29 66 0 0 66 66
A30 66 0 0 66 66
A31 66 0 0 66 66
A32 66 0 0 66 66
A33 66 0 0 66 66
A34 66 0 0 66 66
A35 66 0 0 66 66
A36 66 0 0 66 66
A37 66 0 0 66 66
A38 66 0 0 66 66
A39 66 0 0 66 66
A40 66 0 0 66 66
A41 66 0 0 66 66
A42 66 0 0 66 66
133
A43 66 0 0 66 66
A44 66 0 0 66 66
A45 66 0 0 66 66
A46 66 0 0 66 66
A47 66 0 0 66 66
A48 66 0 0 66 66
A49 66 0 0 66 66
A50 66 0 0 66 66
Missing
A1 0 0 0 0 0
A2 0 0 0 0 0
A3 0 0 0 0 0
A4 0 0 0 0 0
A5 0 0 0 0 0
A6 0 0 0 0 0
A7 0 0 0 0 0
A8 0 0 0 0 0
A9 0 0 0 0 0
A10 0 0 0 0 0
A11 0 0 0 0 0
A12 0 0 0 0 0
A13 0 0 0 0 0
A14 0 0 0 0 0
A15 0 0 0 0 0
A16 0 0 0 0 0
A17 0 0 0 0 0
A18 0 0 0 0 0
A19 0 0 0 0 0
A20 0 0 0 0 0
A21 0 0 0 0 0
A22 0 0 0 0 0
A23 0 0 0 0 0
A24 0 0 0 0 0
A25 0 0 0 0 0
A26 0 0 0 0 0
A27 0 0 0 0 0
A28 0 0 0 0 0
A29 0 0 0 0 0
A30 0 0 0 0 0
A31 0 0 0 0 0
A32 0 0 0 0 0
A33 0 0 0 0 0
A34 0 0 0 0 0
A35 0 0 0 0 0
A36 0 0 0 0 0
A37 0 0 0 0 0
A38 0 0 0 0 0
A39 0 0 0 0 0
A40 0 0 0 0 0
A41 0 0 0 0 0
A42 0 0 0 0 0
A43 0 0 0 0 0
A44 0 0 0 0 0
134
A45 0 0 0 0 0
A46 0 0 0 0 0
A47 0 0 0 0 0
A48 0 0 0 0 0
A49 0 0 0 0 0
A50 0 0 0 0 0
Mean
A1 3.52 -.02 .07 3.34 3.64 A2 3.32 -.01 .06 3.20 3.44 A3 3.33 .01 .06 3.19 3.47 A4 3.39 .00 .06 3.29 3.50 A5 2.94 .00 .08 2.78 3.12 A6 3.44 .00 .06 3.33 3.54 A7 3.36 .00 .07 3.22 3.52 A8 3.44 -.01 .08 3.28 3.57 A9 3.36 .00 .08 3.19 3.50 A10 3.52 .00 .07 3.37 3.66 A11 3.32 -.01 .06 3.20 3.45 A12 3.35 -.01 .07 3.19 3.47 A13 3.36 .01 .05 3.25 3.47 A14 3.52 .00 .06 3.38 3.63 A15 2.82 -.01 .08 2.65 2.97 A16 2.94 -.01 .05 2.81 3.04 A17 3.33 -.01 .06 3.21 3.47 A18 3.52 .00 .05 3.40 3.62 A19 3.42 .00 .06 3.26 3.55 A20 3.38 -.01 .07 3.22 3.52 A21 3.35 .00 .06 3.24 3.49 A22 3.41 .00 .07 3.24 3.59 A23 3.35 .00 .06 3.23 3.47 A24 3.33 -.01 .06 3.21 3.44 A25 3.44 .00 .06 3.34 3.56 A26 3.32 .01 .07 3.15 3.47 A27 3.38 .01 .05 3.29 3.47 A28 3.36 .00 .08 3.21 3.55 A29 3.36 .00 .06 3.25 3.49 A30 3.44 .00 .07 3.28 3.56 A31 2.70 .02 .10 2.52 2.90 A32 3.32 .00 .07 3.17 3.48 A33 3.39 .01 .07 3.23 3.55 A34 3.32 .02 .06 3.22 3.47 A35 3.36 .01 .06 3.27 3.53 A36 3.33 .00 .06 3.21 3.43 A37 3.35 .00 .05 3.24 3.47 A38 3.41 .01 .06 3.25 3.56 A39 3.38 .01 .07 3.22 3.52 A40 3.35 .01 .07 3.24 3.49 A41 3.47 .00 .07 3.33 3.63 A42 3.41 .00 .07 3.24 3.56 A43 3.33 -.01 .06 3.20 3.45 A44 3.05 .00 .05 2.95 3.16 A45 3.32 .01 .06 3.20 3.44 A46 3.41 -.01 .05 3.28 3.49 A47 3.41 .00 .06 3.30 3.53 A48 3.33 -.01 .06 3.22 3.44 A49 3.50 .00 .06 3.39 3.61 A50 3.32 .00 .05 3.20 3.42
Median
A1 4.00 -.31 .45 3.00 4.00 A2 3.00 .00 .00 3.00 3.00 A3 3.00 .02 .12 3.00 3.27 A4 3.00 .02 .14 3.00 3.63 A5 3.00 .00 .00 3.00 3.00
135
A6 3.00 .17 .34 3.00 4.00 A7 3.00 .08 .27 3.00 4.00 A8 3.50 .02 .47 3.00 4.00 A9 3.00 .23 .39 3.00 4.00 A10 4.00 -.11 .27 3.00 4.00 A11 3.00 .00 .00 3.00 3.00 A12 3.00 .02 .14 3.00 3.63 A13 3.00 .00 .00 3.00 3.00 A14 4.00 -.39 .47 3.00 4.00 A15 3.00 .00 .00 3.00 3.00 A16 3.00 .00 .00 3.00 3.00 A17 3.00 .00 .00 3.00 3.00 A18 4.00 -.42 .47 3.00 4.00 A19 3.00 .17 .34 3.00 4.00 A20 3.00 .06 .24 3.00 4.00 A21 3.00 .05 .21 3.00 4.00 A22 3.50 -.06 .46 3.00 4.00 A23 3.00 .00 .00 3.00 3.00 A24 3.00 .00 .00 3.00 3.00 A25 3.00 .23 .39 3.00 4.00 A26 3.00 .02 .12 3.00 3.27 A27 3.00 .00 .00 3.00 3.00 A28 3.00 .08 .27 3.00 4.00 A29 3.00 .01 .06 3.00 3.13 A30 3.00 .26 .40 3.00 4.00 A31 3.00 .00 .00 3.00 3.00 A32 3.00 .04 .18 3.00 4.00 A33 3.00 .23 .41 3.00 4.00 A34 3.00 .00 .00 3.00 3.00 A35 3.00 .03 .17 3.00 4.00 A36 3.00 .00 .00 3.00 3.00 A37 3.00 .00 .00 3.00 3.00 A38 3.00 .05 .21 3.00 4.00 A39 3.00 .11 .26 3.00 4.00 A40 3.00 .01 .06 3.00 3.13 A41 3.00 .32 .44 3.00 4.00 A42 3.00 .15 .34 3.00 4.00 A43 3.00 .00 .00 3.00 3.00 A44 3.00 .00 .00 3.00 3.00 A45 3.00 .00 .00 3.00 3.00 A46 3.00 .02 .12 3.00 3.27 A47 3.00 .09 .28 3.00 4.00 A48 3.00 .00 .00 3.00 3.00 A49 3.50 -.02 .47 3.00 4.00 A50 3.00 .00 .00 3.00 3.00
Std. Deviation
A1 .561 -.008 .034 .495 .620
A2 .501 -.008 .029 .433 .551
A3 .506 -.004 .027 .447 .570
A4 .492 -.004 .014 .456 .504
A5 .653 -.010 .057 .496 .749
A6 .500 -.003 .008 .472 .504
A7 .572 -.007 .029 .511 .630
A8 .636 -.005 .078 .499 .778
A9 .648 -.007 .048 .561 .748
A10 .614 -.005 .053 .513 .737
A11 .469 -.007 .025 .401 .502
A12 .540 -.007 .037 .479 .622
A13 .485 .000 .015 .438 .503
A14 .504 -.004 .004 .488 .504
A15 .654 .004 .035 .588 .720
136
A16 .425 -.010 .050 .315 .522
A17 .475 -.008 .022 .412 .503
A18 .504 -.003 .004 .484 .504
A19 .556 -.007 .029 .502 .609
A20 .548 -.007 .035 .489 .620
A21 .568 -.003 .036 .502 .643
A22 .656 -.013 .044 .544 .732
A23 .511 -.007 .029 .432 .560
A24 .475 -.007 .022 .412 .501
A25 .530 -.003 .028 .485 .593
A26 .559 -.021 .064 .450 .684
A27 .489 -.001 .013 .457 .503
A28 .598 -.002 .045 .495 .698
A29 .485 -.003 .018 .436 .504
A30 .530 -.005 .028 .490 .593
A31 .701 -.002 .062 .578 .817
A32 .612 -.005 .044 .516 .710
A33 .605 -.010 .039 .515 .661
A34 .469 .002 .022 .417 .503
A35 .485 -.002 .015 .447 .502
A36 .475 -.003 .021 .412 .499
A37 .480 -.003 .018 .429 .503
A38 .495 -.004 .015 .436 .504
A39 .548 -.003 .042 .459 .625
A40 .480 -.004 .022 .432 .504
A41 .503 -.005 .007 .474 .504
A42 .526 -.002 .029 .468 .608
A43 .475 -.007 .025 .406 .501
A44 .409 -.008 .057 .238 .518
A45 .469 .000 .023 .406 .501
A46 .495 -.004 .013 .450 .504
A47 .495 -.005 .013 .461 .504
A48 .475 -.006 .022 .417 .500
A49 .504 -.003 .004 .486 .504
A50 .469 -.003 .022 .406 .497
a. Unless otherwise noted, bootstrap results are based on 66 bootstrap samples
137
Ouput Distribusi Frekuensi Dimensi Iklim Keselamatan Pada Penunjang Medis
Statistics
Statistic Bootstrapa
Bias Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Upper
N
Valid
D1 44 0 0 44 44
D2 44 0 0 44 44
D3 44 0 0 44 44
D4 44 0 0 44 44
D5 44 0 0 44 44
D6 44 0 0 44 44
D7 44 0 0 44 44
Missing
D1 0 0 0 0 0
D2 0 0 0 0 0
D3 0 0 0 0 0
D4 0 0 0 0 0
D5 0 0 0 0 0
D6 0 0 0 0 0
D7 0 0 0 0 0
Mean
D1 3.3131 -.0076 .0498 3.1923 3.3969 D2 3.2338 -.0108 .0447 3.1352 3.3134 D3 3.3030 -.0061 .0565 3.2038 3.4561 D4 3.3977 -.0089 .0712 3.2366 3.5209 D5 2.9286 -.0014 .0279 2.8625 2.9832 D6 2.9886 .0019 .0364 2.9238 3.1021 D7 3.4448 -.0050 .0579 3.3289 3.5828
Median
D1 3.2222 .0051 .0820 3.0000 3.4444 D2 3.2857 -.0666 .0967 3.0000 3.4055 D3 3.1667 .0152 .1169 3.0000 3.6397 D4 3.1667 .1212 .2029 3.0000 3.6667 D5 3.0000 -.0568 .0699 2.8571 3.0000 D6 2.8750 .0000 .0000 2.8750 2.8750 D7 3.4286 -.0244 .0857 3.1544 3.5714
Std. Deviation
D1 .41316 -.00766 .02859 .34061 .45897
D2 .32179 -.00713 .03006 .26064 .37332
D3 .38086 -.00847 .02613 .32482 .42709
D4 .41797 -.00615 .02111 .35018 .45282
D5 .19607 -.00373 .02049 .15345 .24089
D6 .35234 -.00005 .02712 .28632 .40694
D7 .33214 -.00490 .02384 .27348 .36933
a. Unless otherwise noted, bootstrap results are based on 44 bootstrap samples
138
Output Distribusi Frekuensi Item Dimensi Iklim Keselamatan Pada Penunjang
Medis
Statistics
Statistic Bootstrapa
Bias Std. Error 95% Confidence Interval
Lower Upper
N Valid
A1 44 0 0 44 44
A2 44 0 0 44 44
A3 44 0 0 44 44
A4 44 0 0 44 44
A5 44 0 0 44 44
A6 44 0 0 44 44
A7 44 0 0 44 44
A8 44 0 0 44 44
A9 44 0 0 44 44
A10 44 0 0 44 44
A11 44 0 0 44 44
A12 44 0 0 44 44
A13 44 0 0 44 44
A14 44 0 0 44 44
A15 44 0 0 44 44
A16 44 0 0 44 44
A17 44 0 0 44 44
A18 44 0 0 44 44
A19 44 0 0 44 44
A20 44 0 0 44 44
A21 44 0 0 44 44
A22 44 0 0 44 44
A23 44 0 0 44 44
A24 44 0 0 44 44
A25 44 0 0 44 44
A26 44 0 0 44 44
A27 44 0 0 44 44
A28 44 0 0 44 44
A29 44 0 0 44 44
A30 44 0 0 44 44
A31 44 0 0 44 44
A32 44 0 0 44 44
A33 44 0 0 44 44
A34 44 0 0 44 44
A35 44 0 0 44 44
A36 44 0 0 44 44
A37 44 0 0 44 44
A38 44 0 0 44 44
A39 44 0 0 44 44
A40 44 0 0 44 44
A41 44 0 0 44 44
A42 44 0 0 44 44
A43 44 0 0 44 44
139
A44 44 0 0 44 44
A45 44 0 0 44 44
A46 44 0 0 44 44
A47 44 0 0 44 44
A48 44 0 0 44 44
A49 44 0 0 44 44
A50 44 0 0 44 44
Missing
A1 0 0 0 0 0
A2 0 0 0 0 0
A3 0 0 0 0 0
A4 0 0 0 0 0
A5 0 0 0 0 0
A6 0 0 0 0 0
A7 0 0 0 0 0
A8 0 0 0 0 0
A9 0 0 0 0 0
A10 0 0 0 0 0
A11 0 0 0 0 0
A12 0 0 0 0 0
A13 0 0 0 0 0
A14 0 0 0 0 0
A15 0 0 0 0 0
A16 0 0 0 0 0
A17 0 0 0 0 0
A18 0 0 0 0 0
A19 0 0 0 0 0
A20 0 0 0 0 0
A21 0 0 0 0 0
A22 0 0 0 0 0
A23 0 0 0 0 0
A24 0 0 0 0 0
A25 0 0 0 0 0
A26 0 0 0 0 0
A27 0 0 0 0 0
A28 0 0 0 0 0
A29 0 0 0 0 0
A30 0 0 0 0 0
A31 0 0 0 0 0
A32 0 0 0 0 0
A33 0 0 0 0 0
A34 0 0 0 0 0
A35 0 0 0 0 0
A36 0 0 0 0 0
A37 0 0 0 0 0
A38 0 0 0 0 0
A39 0 0 0 0 0
A40 0 0 0 0 0
A41 0 0 0 0 0
A42 0 0 0 0 0
A43 0 0 0 0 0
A44 0 0 0 0 0
A45 0 0 0 0 0
140
A46 0 0 0 0 0
A47 0 0 0 0 0
A48 0 0 0 0 0
A49 0 0 0 0 0
A50 0 0 0 0 0
Mean
A1 3.36 .00 .08 3.25 3.54 A2 3.41 .00 .08 3.28 3.61 A3 3.34 .01 .10 3.17 3.58 A4 3.43 .00 .09 3.25 3.63 A5 2.70 .01 .13 2.38 2.93 A6 3.36 .00 .09 3.17 3.56 A7 3.48 -.01 .08 3.28 3.59 A8 3.41 -.01 .09 3.21 3.58 A9 3.32 -.01 .10 3.14 3.50 A10 3.32 -.01 .09 3.16 3.53 A11 3.39 -.01 .08 3.23 3.56 A12 3.34 -.01 .07 3.15 3.47 A13 3.41 -.01 .06 3.23 3.48 A14 3.32 -.01 .07 3.20 3.48 A15 2.91 .01 .07 2.78 3.02 A16 2.95 .00 .13 2.67 3.24 A17 3.48 .00 .07 3.36 3.63 A18 2.93 -.01 .05 2.82 3.02 A19 3.30 -.01 .08 3.12 3.41 A20 3.36 -.01 .10 3.14 3.54 A21 3.39 -.01 .09 3.19 3.57 A22 3.36 -.01 .09 3.17 3.56 A23 3.43 .00 .09 3.25 3.59 A24 3.36 .00 .07 3.21 3.53 A25 3.32 .00 .08 3.12 3.47 A26 3.39 .01 .08 3.15 3.52 A27 3.48 .00 .07 3.30 3.61 A28 3.41 .01 .07 3.26 3.56 A29 2.93 .00 .13 2.62 3.18 A30 2.84 -.01 .09 2.61 3.02 A31 2.82 .00 .11 2.62 3.10 A32 3.34 .00 .12 3.09 3.58 A33 3.41 .00 .10 3.23 3.57 A34 3.48 .01 .08 3.34 3.63 A35 3.36 .01 .09 3.21 3.58 A36 3.36 -.01 .06 3.23 3.48 A37 3.43 .02 .07 3.30 3.61 A38 3.52 .01 .08 3.37 3.68 A39 3.48 .00 .07 3.33 3.61 A40 3.39 .01 .06 3.25 3.54 A41 2.70 .00 .09 2.53 2.92 A42 2.84 .00 .10 2.62 3.06 A43 2.93 -.01 .12 2.64 3.18 A44 3.39 -.01 .07 3.25 3.52 A45 3.91 .00 .05 3.80 4.00 A46 3.52 .00 .07 3.41 3.66 A47 3.07 .00 .09 2.83 3.24 A48 3.32 -.01 .06 3.19 3.45 A49 3.36 .00 .07 3.23 3.50 A50 3.55 .00 .08 3.35 3.72
Std. Deviation
A1 .487 -.006 .021 .438 .505
A2 .542 -.006 .038 .473 .624
A3 .608 -.013 .057 .490 .733
A4 .587 -.001 .051 .493 .688
A5 .878 -.021 .088 .703 1.062
141
A6 .532 -.004 .038 .440 .606
A7 .505 -.007 .011 .454 .506
A8 .497 -.011 .024 .411 .506
A9 .601 .001 .051 .478 .740
A10 .518 -.012 .043 .411 .615
A11 .493 -.011 .021 .426 .506
A12 .479 -.010 .031 .357 .505
A13 .497 -.006 .016 .428 .505
A14 .471 -.011 .027 .408 .505
A15 .473 -.039 .111 .216 .648
A16 .806 -.035 .109 .531 .969
A17 .505 -.004 .006 .487 .506
A18 .452 -.023 .069 .293 .615
A19 .462 -.011 .041 .329 .497
A20 .574 .002 .049 .457 .692
A21 .579 -.015 .055 .476 .671
A22 .532 -.012 .042 .428 .617
A23 .501 -.008 .016 .438 .506
A24 .487 -.005 .023 .413 .505
A25 .561 -.004 .057 .444 .705
A26 .579 -.006 .058 .489 .716
A27 .505 -.005 .008 .464 .506
A28 .497 -.004 .014 .442 .506
A29 .900 -.020 .068 .742 1.028
A30 .645 -.012 .072 .446 .753
A31 .843 -.025 .103 .618 .992
A32 .745 -.013 .092 .549 .965
A33 .622 -.010 .098 .467 .806
A34 .505 -.006 .007 .479 .506
A35 .613 -.005 .060 .491 .747
A36 .487 -.007 .019 .426 .505
A37 .501 -.003 .010 .463 .506
A38 .505 -.007 .008 .473 .506
A39 .505 -.005 .006 .474 .506
A40 .493 -.003 .016 .438 .506
A41 .553 -.009 .058 .438 .658
A42 .568 -.026 .062 .403 .664
A43 .873 -.015 .092 .624 1.109
A44 .493 -.006 .017 .440 .506
A45 .291 -.014 .081 .024 .405
A46 .505 -.005 .007 .479 .506
A47 .587 .002 .070 .417 .708
A48 .471 -.011 .027 .393 .503
A49 .487 -.007 .022 .426 .506
A50 .504 -.007 .010 .455 .506
a. Unless otherwise noted, bootstrap results are based on 44 bootstrap samples