gagal ginjal akut pada anak
TRANSCRIPT
BAB I
ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL
1. 1.Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal
antara vertebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-kadang dapat diraba. Seluruh
traktus urinarius yaitu ginjal, ureter dan kandung kemih terletak di daerah
retroperitoneal. Pada janin permukaannya berlobulasi yang kemudian menjadi rata
pada masa bayi.
Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus
yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya yang
disebut papila bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks terdapat glomerulus,
tubulus kontortus proksimal dan distal. Daerah medula penuh dengan percabangan
pembuluh darah arteri dan vena renalis, ansa Henle dan duktus koligens. Satuan kerja
terkecil dari ginjal disebut nefron. Tiap ginjal mempunyai kira-kira 1 juta nefron.
Nefron terdiri atas glomerulus, kapsula Bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa
Henle dan tubulus kontortus distal. Ujung dari nefron yaitu tubulus kontortus distal
bermuara ada di duktus koligens.
Nefron yang terletak di daerah korteks disebut nefron kortikal, sedangkan
yang terletak di perbatasan dengan medula disebut nefron juksta medular. Nefron
juksta medular mempunyai ansa Henle yang lebih panjang yang berguna terutama
pada eksresi air dan garam. Sebagian dari tubulus distal akan bersinggungan dengan
arteriol aferen dan eferen pada tempat masuknya kapsula Bowman. Pada tempat ini
sel tubulus distal menjadi lebih rapat dan intinya lebih tegas disebut makula densa.
Juga dinding arteriol aferen yang bersinggungan mengalami perubahan dan
mengandung granula yang disebut renin. Daerah ini yang merupakan segitiga dengan
batas-batas pembuluh aferen, eferen dan makula densa disebut aparat juksta
glomerular.
1.2. FISIOLOGI DASAR GINJAL
Fungsi ginjal terutama untuk membersihkan plasma darah dari zat-zat yang
tidak diperlukan tubuh terutama hasil-hasil metabolisme protein. Proses ini dilakukan
dengan beberapa mekanisme, yaitu :
2
1. filtrasi plasma di glomerulus
2. reabsorpsi terhadap zat-zat yang masih diperlukan tubuh di tubulus
3. sekresi zat-zat tertentu di tubulus
Jadi urin yang terbentuk sebagai hasil akhir adalah resultat dari filtrasi -
sekresi - reabsorpsi.
Fungsi ginjal secara keseluruhan dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu :
I. Fungsi ekskresi
1. Ekskresi sisa metabolisme protein
Sisa metabolisme lemak dan karbohidrat yaitu CO2 dan H2O
dikeluarkan melalui paru dan kulit. Sisa metabolisme protein yaitu
ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik dan asam urat dilekuarkan
melalui ginjal. Jadi bila terjadi kerusakan ginjal, akan terjadi
penimbunan zat-zat hasil metabolisme tersebut dengan akibat terjadi
azotemia,hiperkalemia, hiperfosfatemia, hiperurisemia dan lain-lain
dengan segala macam akibatnya.
2. Regulasi volume cairan tubuh
Bila tubuh kelebihan cairan maka terdapat rangsangan melalui a.
karotis interna ke osmoreseptor di hipotalamus anterior. Rangsangan
tersebut diteruskan ke kelenjar hipofisis posterior sehingga produksi
hormon anti-diuretik (ADH) dikurangi dan akibatnya diuresis menjadi
banyak. Sebaliknya bila tubuh kekurangan air (dehidrasi), maka
produksi ADH akan bertambah sehingga produksi urin berkurang
karena penyerapan air di tubulus distal dan duktus koligens bertambah.
Ginjal melakukan konservasi cairan dengan mekanisme counter
current.
3
3. Menjaga keseimbangan asam-basa
Keseimbangan asam dan basa tubuh diatur oleh paru dan ginjal. Sesuai dengan rumus
Henderson Hasselbach :
pH = 6,1 (konstan) + log NaHCO3 (ginjal)
H2CO3 (paru)
4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
GAGAL GINJAL AKUT
2.1 Definisi gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan
akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh.
Adapula yang mendefinisikan gagal ginjal akut sebagai suatu sindrom yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dengan akibat terjadinya penimbunan
hasil metabolit persenyawaan nitrogen seperti ureum dan kreatinin Fine
menambahkan dalam kriteria diagnosis GGA yaitu terjadinya peningkatan kadar
kreatinin darah secara progresif 0,5 mg/dL per hari. Peningkatan kadar ureum darah
adalah sekitar 10-20 mg/dL per hari, kecuali bila terjadi keadaan hiperkatabolisme
dapat mencapai 100 mg/dL per hari.
2.2 Manifestasi klinik GGA dapat bersifat;
1.oligurik
2.Non oligurik
Nelson mendefinisikan oliguria sebagai produksi urin <400 ml/m2/hari,
Alatas menggunakan definisi oliguria pada anak adalah <240 ml/m2/hari atau 8-10
ml/kg BB/hari. Pada neonatus dipakai kriteria <1,0 ml/kgBB/jam, Ingelfinger
memberi batasan <0,5 ml/kgBB/hari, sedangkan Gaudio dan Siegel berpendapat
bahwa setiap anak dapat dipakai definisi <0,8cc/kgBB/jam untuk semua usia. Pada
GGA non-oligurik ditemukan diuresis >1-2ml/kgBB/jam disertai peningkatan kadar
ureum dan kreatinin darah. Keadaan ini sering dijumpai pada GGA akibat pemakaian
obat-obatan nefrotoksik antara lain aminoglikosida.
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta, dari 38 pasien GGA
yang dilaporkan, 13 pasien (34,2%) disebabkan oleh intoksikasi jengkol, 11 (28%)
oleh sepsis, 5 (13,2%) oleh gastroenteritis berat, 2 (5,2%) oleh syok dan 2 (5,2%)
oleh bronkopneumonia berat. Glomerulonefritis akut hanya ditemukan pada 3 anak
5
(7,9%). Pada dua penelitian di negara barat telah dilaporkan prevalensi terbanyak
kasus GGA pada neonatus dikarenakan oleh asfiksia perinatal dan syok. Insidens
GGA pada anak dengan umur lebih tua diperkirakan sekitar 4/100000 populasi. Pada
anak pra-sekolah, diare yang diikuti oleh sindrom hemolitik-uremik adalah penyebab
terbanyak dari GGA intrinsik/renal, terhitung 50% pada semua kasus di kelompok
ini. Glomerulonefritis adalah penyebab terbanyak GGA pada usia sekolah.
Dahulu GGA dikategorikan sebagai anurik, oligurik, dan nonoligurik. Namun
penggolongan yang lebih praktis kini didasarkan pada lokasi yang menunjukkan
lokasi abnormalitas, yaitu pra-renal, renal/intrinsik, dan post-renal/pasca renal. GGA
pra-renal disebabkan oleh sebab-sebab sistemik, seperti dehidrasi berat, perdarahan
masif, dimana kedaan-keadaan ini sangat menurunkan aliran darah ke ginjal dan
tekanan perfusi kapiler glomerulus yang mengakibatkan penurunan laju filtrasi
glomerulus (GFR). GGA renal atau intrinsik terjadi apabila ada jejas pada parenkim
ginjal, sebagai contoh glomerulonefritis akut (GNA), atau nekrosis tubular akut
(NTA/ATN). GGA pascarenal disebabkan oleh uropati obstruktif. Riwayat penyakit
dan pemeriksaan fisik disertai dengan pemeriksaan laboratoris dapat mengklasifikasi
serta mendiagnosa GGA.
2.3 Penyebab gga
Klasifikasi dan penyebab tersering dari GGA :
1. GGA prarenal
a) Perdarahan, luka bakar, dehidrasi.
b) Kehilangan cairan melalui gastrointestinal; muntah, drainase bedah, diare.
c) Kehilangan cairan melaui ginjal; diuretik, diuresis osmotik (e.g diabetes
melitus), insufisiensi adrenal.
d) Pengumpulan pada ruang ekstravaskular; pankreatitis, peritonitis, trauma,
luka bakar, hipoalbuminemia berat.
Penurunan cardiac output
a) Penyakit miokardium, katup, dan perikardium; aritmia, tamponade
6
b) Lainnya; hipertensi pulmonal, embolus pulmoner masif.
Gangguan rasio tahanan vaskular sistemik ginjal
a) Vasodilatasi sistemik: sepsis, antihipertensi, reduktor afterload, anestesi,
anafilaksis
b) Vasokonstriksi renal: hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin,
tacolimus, amfoterisin B
c) Sirosis dengan asites (sindrom hepatorenal)
2. GGA renal/intrinsik
Obstruksi renovaskular (bilateral atau unilateral)
a) Obstruksi arteri renalis; trombosis, embolus, vaskulitis
b) Obstruksi vena renalis; trombosis, kompresi
Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal
a) Glomerulonefritis dan vaskulitis
b) Sindrom hemolitik uremik, trombotik trombositopenik purpura, koagulasi
intravaskular disseminata, lupus eritematosus sistemik (SLE), skleroderma
Nekrosis tubular akut
a) Iskemia; untuk GGA prarenal (hipovolemia, curah jantung rendah,
vasokonstriksi renal, vasodilatasi sistemik)
b) Toksin
1. Eksogen; radiokontras, siklosporin, antibiotik (e.g aminoglikosida),
kemoterapi (e.g cisplatin), pelarut organik (e.g etilen glikol), asetaminofen.
2. Endogen; rhabdomiolisis, hemolisis, asam urat, oksalat, plasma cell
dyscrasia (e.g; myeloma)
3. GGA pascarenal (obstruktif)
Ureteral
Kalkulus, bekuan darah, peluruhan papila, kanker, kompresi eksternal
(e.g; fibrosis retroperitoneal)
7
Kandung kemih
Neurogenic bladder, hipertrofi prostat, kalkulus, kanker, bekuan darah
Uretra
Striktur, katup kongenital, phimosis
2.4 Patogenesis dan patofisiologi
GGA prarenal
Karena berbagai sebab pra-renal, volume sirkulasi darah total atau efektif
menurun, curah jantung menurun, dengan akibat darah ke korteks ginjal menurun dan
laju filtrasi glomerulus menurun. Tetapi fungsi reabsorbsi tubulus terhadap air dan
garam terus berlangsung. Oleh karena itu pada GGA prarenal ditemukan hasil
pemeriksaan osmolalitas urin yang tinggi >300 mOsm/kg dan konsentrasi natrium
urin yang rendah <20 mmol/L serta fraksi ekskresi natrium (FENa) yang rendah
(<1%). Sebaliknya bila telah terjadi nekrosis tubulus (GGA renal) maka daya
reabsorbsi tubulus tidak berfungsi lagi. Ditemukan kadar osmolalitas urin yang
rendah <300 mOsm/kg sedangkan kadar natrium urin tinggi >20 mmol/L dan FENa
urin juga tinggi (>1%). Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk membedakan apakah
pasien GGA prarenal yang terjadi sudah menjadi renal. GGA renal terjadi apabila
hipoperfusi prarenal tidak cepat ditanggulangi sehingga terjadi kerusakan parenkim
ginjal.
Beberapa mekanisme terjadi pada hipoperfusi. Peningkatan pelepasan renin
dari aparatus jukstaglomerularis menyebabkan peningkatan produksi aldosteron,
dimana terjadi peningkatan resorbsi natrium di tubulus kolektivus. Sebagai tambahan,
penurunan volume cairan ekstraseluler menstimulasi pelepasan hormon antidiuretik
(ADH), terjadilah peningkatan absorbsi air di medulla. Hasil akhirnya adalah
penurunan volume urin, penurunan kadar natrium urin, dimana semua ini adalah
karakteristik dari GGA prarenal.
8
Pembedaan ini penting karena GGA prarenal memberi respons diuresis pada
pemberian cairan adekuat dengan atau tanpa diuretika. Sedangkan pada GGA renal
tidak. Penyebab tersering pada anak adalah dehidrasi berat karena muntah dan diare,
perdarahan, luka bakar, syok septik, sindrom nefrotik, pembedahan jantung, dan
gagal jantung.
GGA renal
Berdasarkan etiologi penyakit, penyebab GGA renal dapat dibagi menjadi
beberapa kelompok; kelainan vaskular, glomerulus, tubulus, interstisial, dan anomali
kongenital. Tubulus ginjal karena merupakan tempat utama penggunaan energi pada
ginjal, mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik
oleh karena itu kelainan tubulus berupa nekrosis tubular akut adalah penyebab
tersering dari GGA renal.
GGA pasca renal
Hambatan aliran urin dapat terjadi pada berbagai tingkat, dari pelvis renalis
hingga uretra dan dapat merupakan manifestasi dari malformasi kongenital, obstruksi
intrinsik atau kompresi ekstrinsik dari traktus urinarius, dan neurogenic bladder.
GGA pasca renal terjadi ketika obstruksi melibatkan kedua ginjal atau satu ginjal
pada orang dengan satu ginjal. Patofisiologi GGA pasca renal adalah multifaktor,
melibatkan peningkatan tekanan hidrostatik pada ruang bowman, diikuti oleh
perubahan aliran darah kapiler. Hasil akhir adalah penurunan filtrasi glomerulus.
Mirip dengan GGA prarenal, kerusakan parenkim ginjal dapat minimal, dan
tergantung dari lamanya obstruksi berlangsung serta sifat kepenuhan obstruksi. GGA
pasca renal biasanya reversibel apabila dikenali dan dikoreksi secara dini.
Adaptasi fungsional ginjal terhadap obstruksi terjadi sejalan dengan waktu.
Pada stadium awal, aliran darah ginjal biasanya meningkat walaupun GFR dan
volume urin menurun. Osmolalitas urin dapat tinggi dengan konsentrasi natrium urin
yang rendah seperti yang terlihat pada GGA prarenal. Stadium ini berlangsung cepat
9
dan sering tidak dikenali. Stadium akhir ditandai dengan penurunan aliran darah ke
ginjal dan disfungsi tubular sehingga menghasilkan urin yang encer dengan
peningkatan konsentrasi natrium. Hilangnya obstruksi pada fase awal GGA dapat
mengakibatkan diuresis yang berlebihan, disini berperan faktor intrinsik dalam ginjal
dan juga akibat penumpukan cairan pada saat oligo/anuria. Makin lama obstruksi
makin sedikit kemungkinan GFR untuk pulih kembali. Obstruksi kurang dari 7 hari
sangat mungkin dapat mengalami perbaikan GFR secara penuh, tetapi lebih lama
kemungkinan ini bertambah sedikit. Bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa
obstruksi jagka pendek (72 jam) ternyata sudah menimbulkan kerusakan permanen
pada nefron, dan pulihnya GFR kembali normal adalah akibat dari hiperfiltrasi nefron
yang masih sehat. Tergantung pada derajat dan durasi obstruksi, pengeluaran urin
dapat bervariasi dari tidak sama sekali sampai beberapa liter per hari. Tetapi
pengeluaran urin saja tidak dapat dipakai untuk membedakan GGA pascarenal dari
GGA prarenal dan renal/intrinsik.
Di Indonesia GGA pascarenal didapat biasanya adalah akibat dari kristal
jengkol (intoksikasi jengkol).
2.5 Penatalaksanaan gagal ginjal akut
1. GGA pra-renal
Pada GGA pra-renal terapi tergantung etiologinya. Pada keadaan tertentu perlu
dilakukan pengukuran tekanan vena sentral (CVP=Central Venous Pressure) untuk
evaluasi hipovolemia.
CVP normal = 6-20 cmH2O. Bila CVP <5cmH2O menunjukkan adanya hipovolemia.
CVP juga dipakai untuk memantau hasil pengobatan, apakah cairan yang telah
diberikan telah mencukupi.
Jenis cairan tergantung etiologi hipovolemia. Pada gastroenteritis diberikan Ringer
Laktat atau Darrew glukosa sesuai protokol. Pada syok hemoragik diberikan transfusi
10
darah.
Pada syok yang terjadi pada sindrom nefrotik akibat hipoalbuminemia diberikan infus
albumin atau plasma. Pada dehidrasi yang tidak jelas sebabnya sebaiknya diberikan
Ringer Laktat 20 ml/kgBB dalam waktu 1 jam. Biasanya terjadi diuresis setelah 2-4
jam pemberian terapi rehidrasi.
2. GGA pasca renal
Bila ditemukan GGA pasca renal pada USG maka perlu ditentukan lokalisasi
obstruksi dengan pielografi antegrad atau retrograd. Tindakan bedah tergantung pada
situasi, dapat bertahap dengan melakukan nefrostomi dulu untuk mengeluarkan urin
dan memperbaiki keadaan umum atau segera melakukan pembedahan definitif
dengan menghilangkan obstruksinya.
3. GGA renal(1-6,8,9)
Tujuan pengobatan pada GGA renal adalah mempertahankan homeostasis tubuh
sambil menunggu ginjal berfungsi kembali.
Pemantauan yang perlu dilakukan adalah:
1.Tanda-tanda vital: tensi, nadi, pernafasan, ritme jantung
2. pemeriksaan darah; Hb, Ht, trombosit
3. darah ureum dan kreatinin
4. elektrolit : K, Na, Cl, Ca, P dan asam urat
5. analisis gas darah
6. pengukuran diuresis
Terapi GGA renal dapat dibagi dua yaitu:
1. Terapi konservatif
2. Tindakan dialisis
11
Terapi Konservatif
1. Terapi cairan dan kalori
Pemberian cairan diperhitungkan berdasarkan insensible water loss (IWL)+
jumlah urin 1 hari sebelumnya ditambah dengan cairan yang keluar bersama muntah,
feses, selang nasogastrik, dll. dan dikoreksi dengan kenaikan suhu tubuh setiap 1oC
sebanyak 12% berat badan.
Perhitungan IWL didasarkan pada caloric expenditure yaitu sebagai berikut;
Berat badan 0-10 kg: 100 kal/kgBB/hari
12-20kg: 1000 kal + 50 kal/kgBB/hari diatas 10 kgBB
20 kg : 1500 kal + 20 kal/kgBB/hari diatas 20 kgBB
Jumlah IWL = 25 ml per 100 kal
Secara praktis dapat dipakai perkiraan perhitungan sebagai berikut:
Neonatus = 50 ml/kgBB/hari
Bayi <1 tahun = 40 ml/kgBB/hari
Anak <5 tahun = 30 ml/kgBB/hari
Anak >5 tahun = 20 ml/kgBB/hari
Cairan sebaiknya diberikan per oral kecuali bila penderita sering muntah diberikan
infus.
Jenis cairan yang dipakai ialah:
Pada penderita anuria glukosa 10-20%
Pada penderita oligouria glukosa (10%)-NaCl = 3:1
Bila dipakai vena sentral dapat diberikan larutan glukosa 30-40%. Jumlah kalori
minimal yang harus diberikan untuk mencegah katabolisme ialah 400 kal/m2/hari.
2. Asidosis(1,12,13)
Bila hasil pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan hasil asidosis
metabolik, dikoreksi dengan cairan natrium bikarbonat sesuai dengan hasil analisis
gas darah yaitu:
12
BE x BB x 0,3 (mEq)
Atau kalau hal ini tidak memungkinkan maka dapat diberikan koreksi buta 2-3
mEq/kgBB/hari. Bila terapi konservatif tetap berlangsung lebih dari 3 hari harus
dipertimbangkan pemberian emulsi lemak dan protein 0,5-1 g/kgBB/hari. Pemberian
protein kemudian dinaikkan sesuai dengan jumlah diuresis.
3. Hiperkalemia (1,9,10,12,13)
Hiperkalemia perlu segera ditanggulangi karena bisa membahayakan jiwa
penderita.
Bila kadar K serum 5,5-7,0 mEq/L perlu diberi kayexalat yaitu suatu kation
exchange resin (Resonium A) 1 g/kgBB per oral atau per rektal 4x sehari. Bila kadar
K >7 mg/L atau ada kelainan EKG (berupa gelombang T yang meruncing,
pemanjangan interval PR dan pelebaran kompleks QRS),atau aritmia jantung perlu
diberikan:
• Glukonas kalsikus 10% 0,5 ml/kgBB i.v. dalam 5-10 menit
• Natrium bikarbonat 7,5% 2,5 mEq/kgBB i.v. dalam 10-15 menit
Bila hiperkalemia tetap ada diberi glukosa 20% per infus ditambah insulin 0,5
unit/gram glukosa sambil menyiapkan dialisis.
4. Hiponatremia(1,9,12)
Hiponatremia <130 mEq/L sering ditemukan karena pemberian cairan yang
berlebihan sebelumnya dan cukup dikoreksi dengan restriksi cairan. Bila disertai
dengan gejala serebral maka perlu dikoreksi dengan cairan NaCl hipertonik 3% (0,5
mmol/ml). Pemberian Natrium dihitung dengan rumus;
Na (mmol) = (140 – Na) x 0,6 x BB
Diberikan hanya separuhnya untuk mencegah terjadinya hipertensi dan
overload cairan. Pendapat lain menganjurkan koreksi natrium cuku sampai natrium
serum 125 mEq/L sehingga pemberian Na = (125 – Na serum) x 0,6 x BB.
13
5. Tetani(1,12,13)
Bila timbul gejala tetani akibat hipokalsemia perlu diberikan glukonas
kalsikus 10% i.v. 0,5 ml/kgBB pelan-pelan 5-10 menit, dilanjutkan dengan dosis
rumat kalsium oral 1-4 gram/hari. Untuk mencegah terjadinya tetani akibat koreksi
asidosis dengan bikarbonas natrikus, maka sebaiknya diberikan glukonas kalsikus i.v.
segera sebelum diberikan pemberian alkali.
6. Kejang(1,12,13)
Bila terjadi kejang dapat diberikan Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB i.v. dan
dilanjutkan dengan dosis rumat luminal 4-8 mg/kgBB/hari atau difenilhidantoin 8
mg/kgBB. Kejang pada GGA dapat disebabkan oleh gangguan elektrolit hipokalemia,
hipomagnesemia, hiponatremia atau karena hipertensi/uremia.
7. Anemia
Transfusi dilakukan bila kadar Hb < 6 g/dL atau Ht < 20%, sebaiknya
diberikan packed red cell (10 ml/kgBB) untuk mengurangi penambahan volume
darah dengan tetesan lambat 4-6 jam (lebih kurang 10 tetes/menit). Pemberian
transfusi darah yang terlalu cepat dapat menambah beban volume dengan cepat dan
menimbulkan hipertensi, gagal jantung kongestif, dan edema paru.(12)
8. Hipertensi
Hipertensi ditanggulangi dengan diuretika, bila perlu dikombinasi dengan
kaptopril 0,3 mg/kgBB/kali. Pada hipertensi krisis dapat diberikan klonidin drip atau
nifedipin sublingual (0,3 mg/kgBB/kali) atau nitroprusid natrium 0,5
mg/kgBB/menit.
14
9. Edema paru
Edema paru merupakan hal yang sangat berbahaya dan dapat menimbulkan
kematian dalam waktu singkat, sebagai tindakan percobaan dapat diberikan
furosemid i.v. 1 mg/kgBB disertai dengan torniket dan flebotomi. Disamping itu
dapat diberikan morfin 0,1 mg/kgBB.
Bila tindakan tersebut tidak memberi hasil yang efektif, dalam waktu 20 menit, maka
dialisis harus segera dilakukan.
10. Asam urat serum(1,12,13)
Asam urat serum dapat meningkat sampai 10-25 mg%, kadang-kadang sampai
50 mg%, untuk itu perlu diberi alupurinol dengan dosis 100-200 mg/hari pada anak
umur <8 tahun dan 200-300 mg/hari diatas 8 tahun.
Terapi dialisis
Indikasi dialisis pada anak dengan GGA ialah:
1) Kadar ureum darah >200 mg%
2) Hiperkalemia >7,5 mEq/L
3) Bikarbonas serum <12 mEq/L
4) Adanya gejala-gejala overhidrasi: edema paru, dekompensasi jantung dan
hipertensi yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
5) Perburukan keadaan umum dengan gejala uremia berat: perdarahan, kesadaran
menurun sampai koma.
Dialisis dapat dilakukan dengan dialisis peritoneal atau hemodialisis. Dialisis
Peritoneal (DP) mudah dilakukan pada anak terutama bayi kecil, tidak memerlukan
alat yang canggih dan dapat dilakukan didaerah terpencil. Karena itu DP lebih banyak
dipakai pada anak. Hemodialisis (HD) mempunyai keuntungan dapat lebih cepat
memperbaiki kelainan biokimia dalam darah. Pada pasien yang baru saja mengalami
operasi intra abdomen, HD dapat dipakai sedangkan PD tidak.
15
Prognosis
Angka kematian pada gagal ginjal akut tergantung pada penyebabnya, umur
pasien dan luas kerusakan ginjal yang terjadi. Pada GGA yang disebabkan oleh
sepsis, syok kardiogenik, operasi jantung terbuka angka kematiannya diatas 50%.
Tetapi pada GGA yang disebabkan oleh glomerulonefritis, sindrom hemolitik uremik,
nefrotoksik berkisar antara 10-20%.
Pasien GGA non oligurik mempunyai laju filtrasi glomerulus dan volume urin
yang lebih tinggi daripada GGA oligurik, sehingga air, metabolit nitrogen, dan
elektrolit lebih banyak dikeluarkan melalui urin. Komplikasi yang ditemukan lebih
sedikit, periode azotemia lebih singkat, lebih jarang memerlukan dialisis dan
mortalitas lebih rendah.
Bila ditinjau dari pulihnya fungsi ginjal maka bila penyebabnya prarenal,
nekrosis tubular akut, nefropati asam urat dan intoksikasi jengkol umumnya fungsi
ginjal akan kembali normal. Tetapi bila penyebabnya glomerulonefritis progresif
cepat, trombosis vena renalis bilateral atau nekrosis korteks bilateral, fungsi ginjal
biasanya tidak dapat pulih kembali dan dapat berakhir menjadi gagal ginjal terminal.
16
BAB III
GAGAL GINJAL KRONIK
3.1 DEFINISI
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu keadaan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (LFG) yang bersifat tidak reversibel dan terbagi dalam 4 stadium sesuai
dengan jumlah nefron yang masih berfungsi. Pada anak-anak GGK dapat disebabkan
oleh berbagai hal, terutama karena kelainan kongenital, glomerulonefritis, penyakit
multisistem, dan lain-lain.
Gagal ginjal kronik adalah apabila laju filtrasi glomerulus kurang dari 50
ml/menit/1.73m2 luas permukaan tubuh, oleh karena dibawah kadar fungsi ginjal
tersebut gangguan asidosis metabolik dan hiperparatiroidisme sekunder telah tampak
nyata, pertumbuhan mulai terganggu, dan progresivitas penurunan fungsi ginjal akan
terus berlanjut.
3.2 KLASIFIKASI
Dalam arti luas GGK menunjukkan bahwa pada anak tersebut telah terjadi
penurunan fungsi ginjal, tetapi beratnya gangguan fungsi ini bervariasi dari ringan
sampai berat. Kebanyakan penulis membuat klasifikasi berdasarkan presentase laju
filtrasi glomerulus (LFG) yang tersisa. GGK dibagi atas 4 tingkatan yaitu :
1. Gagal ginjal dini
Ditandai dengan berkurangnya sejumlah nefron sehingga fungsi ginjal yang ada
sekitar 50-80% dari normal. Dengan adanya adaptasi ginjal dan respon metabolik
untuk mengkompensasi penurunan faal ginjal maka tidak tampak gangguan klinis.
2. Insufisiensi ginjal kronik
Pada tingkat ini fungsi ginjal berkisar antara 25-50% dari normal. Gejala mulai
dengan adanya gangguan elektrolit, gangguan pertumbuhan dan keseimbangan
kalsium dan fosfor. Pada tingkat ini LFG berada di bawah 89 ml/menit/1,73m2.
17
3. Gagal ginjal kronik
Pada tingkat ini fungsi ginjal berkurang hingga 25% dari normal dan telah
menimbulkan berbagai gangguan seperti asidosis metabolik, osteodistrofi ginjal,
anemia, hipertensi, dan sebagainya. LFG pada tingkat ini telah berkurang menjadi di
bawah 30 ml/menit/1,73m2.
4. Gagal ginjal terminal
Pada tingkat ini fungsi ginjal 12% dari normal, LFG menurun sampai < 10
ml/menit/1,73m2 dan pasien telah memerlukan terapi dialisis atau transplantasi ginjal.
3.3 ETIOLOGI
Dua penyebab utama GGGK pada anak adalah kelainan kongenital dan
glomerulonefritis kronik. Etiologi yang paling sering didapatkan pada anak di bawah
6 tahun adalah kelainan kongenital, kelainan perkembangan saluran kencing seperti
uropati obstruktif, hipoplasia dan displasia ginjal, dan ginjal polikistik. (lihat tabel).
Menurut laporan EDTA, glomerulonefritis dan pielonefritis merupakan penyebab
tersering timbulnya GGK (24%), diikuti oleh penyakit herediter (15%), penyakit
sistemik (10,5%), hipoplasia ginjal (7,5%), penyakit vaskular (3%), penyakit lainnya
(9%) serta yang tidak diketahui etiologinya 7%. Dari kelompok pielonefritis dan
nefritis interstitial yang tersering adalah uropati obstruktif kongenital dan nefropati
refluks (>60%), diikuti oleh displasia ginjal.
Secara praktis penyebab GGK dapat dibagi menjadi kelainan kongenital, kelainan
didapat, dan kelainan herediter:
1. Kelainan kongenital: hipoplasia renal, displasia renal, uropati obstruktif
2. Kelainan herediter: nefronoftisis juvenil, nefritis herediter, sindrom alport
3. Kelainan didapat: glomerulosklerosis fokal segmental, glomerulopati
membranosa, kelainan metabolit (oksalosis, sistinosis)
18
Penyebab GGK pada anak sangat erat hubungannya dengan usia saat timbul
GGK. Gagal ginjal kronik yang timbul pada anak di bawah usia 5 tahun sering ada
hubungannya dengan kelainan anatomis ginjal seperti hipoplasia, displasia, obstruksi
dan kelainan malformasi ginjal. Sedangkan GGK yang timbul pada anak diatas 5
tahun dapat disebabkan oleh penyakit glomerular (glomerulonefritis, sindrom
hemolitik ureumik) dan kelainan herediter (sindrom Alport, kelainan ginjal kistik).
3.4 PATOFISIOLOGI
Tanpa memandang penyebab kerusakan ginjal, bila tingkat kemunduran fungsi
ginjal mencapai kritis, penjelekan sampai gagal ginjal stadium akhir tidak dapat
dihindari. Mekanisme yang tepat, yang mengakibatkan kemunduran fungsi secara
progresif belum jelas, tetapi faktor-faktor yang dapat memainkan peran penting
mencakup cedera imunologi yang terus-menerus; hiperfiltrasi yang ditengahi secara
hemodinamik dalam mempertahankan kehidupan glomerulus; masukan diet protein
dan fosfor; proteinuria yang terus-menerus; dan hipertensi sistemik.
Endapan kompleks imun atau antibodi anti-membrana basalis glomerulus secara
terus-menerus pada glomerulus dapat mengakibatkan radang glomerulus yang
akhirnya menimbulkan jaringan parut.
Mekanisme yang berpotensi menimbulkan kerusakan adalah pengaruh langsung
peningkatan tekanan hidrostatik pada integritas dinding kapiler, hasilnya
mengakibatkan keluarnya protein melewati dinding kapiler, atau keduanya. Akhirnya,
kelainan ini menyebabkan perubahan pada sel mesangium dan epitel dengan
perkembangan sklerosis glomerulus. Ketika sklerosis meningkat, nefron sisanya
menderita peningkatan beban ekskresi, mengakibatkan lingkaran setan peningkatan
aliran darah glomerulus dan hiperfiltrasi. Penghambatan enzim pengubah angiotensin
mengurangi hiperfiltrasi dengan jalan menghambat produksi angiotensin II, dengan
demikian melebarkan arteriola eferen, dan dapat memperlambat penjelekan gagal
ginjal.
19
Ketika fungsi ginjal mulai mundur, mekanisme kompensatoir berkembang pada
nefron sisanya dan mempertahankan lingkungan internal yang normal. Namun, ketika
LFG turun di bawah 20% normal, kumpulan kompleks kelainan klinis, biokimia, dan
metabolik berkembang sehingga secara bersamasaan membentuk keadaan uremia.
3.5 GEJALA DAN TANDA
Gejala klinis yang timbul pada GGK merupakan manifestasi dari:
1. Kegagalan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Penumpukan metabolit toksik yang disebut toksin uremik.
3. Kurangnya hormon ginjal seperti eritropoietin dan bentuk aktif vitamin D
(1,25 dihidroksivitamin D3).
4. Abnormalitas respons end organ terhadap hormon endogen (hormon
pertumbuhan).
Pada pasien GGK yang disebabkan penyakit glomerulus atau kelainan herediter,
gejala klinis dari penyebab awalnya dapat kita ketahui sedangkan gejala GGK-nya
sendiri tersembunyi dan hanya menunjukkan keluhan non-spesifik seperti sakit
kepala, lelah, letargi, kurang nafsu makan, muntah, polidipsia, poliuria, gangguan
pertumbuhan. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan anak tampak pucat, lemah,
dan menderita hipertensi. Keadaan ini dapat berlangsung bertahun-tahun, sehingga
pasien telah menderita gangguan anatomis berupa gangguan pertumbuhan dan
ricketsia. Namun dengan pemeriksaan yang teliti dan cermat akan ditemukan
keadaan-keadaan seperti azotemia, asidosis, hiperkalemia, gangguan pertumbuhan,
osteodistrofi ginjal, anemia, gangguan perdarahan, hipertensi, gangguan neurologi.
1. Gangguan keseimbangan elektrolit
Natrium
Sebaliknya pasien GGK tidak mampu menurunkan ekskresi natrium
pada saat diberikan diet dengan restriksi natrium. Konsentrasi minimum
20
natrium urin pada pasien GGK ringan sampai sedang adalah 25-50 mEq/L.
Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan nefron distal meningkatkan
reabsorbsi natrium. Bila diberikan restriksi garam secara tiba-tiba pada pasien
GGK akan menimbulkan penurunan volume cairan ekstraseluler, perfusi
ginjal dan LFG. Pasien Ggk karena penyakit ginjal interstitial, displasia
ginjal, dan penyakit ginjal kistik adalah yang paling sering menyebabkan salt
wasting ini. Tubulus ginjal pasien GGK karena nefropati obstruktif ditemukan
kurang responsif terhadap aldosteron endogen (pseudohipoaldosteronisme).
Kalium
Keseimbangan kalium relatif dapat dipertahankan pada LFG di atas 10
ml/menit/1,73m2. Homeostasis kalium pada pasien GGK dipertahankan
dengan meningkatkan ekskresi renal dan ekstrarenal. Ekskresi renal dicapai
dengan meningkatkan ekskresi fraksional (oleh proses sekresi tubulus ginjal)
pada nefron yang masih berfungsi. Sedangkan ekskresi ekstrarenal terutama
melalui feses yaitu sebanyak 75% (pada orang normal 20%). Walaupun
demikian keadaan hiperkalemia tetap merupakan ancaman bagi pasien GGK,
karena mungkin saja mereka mendapat kalium dalam jumlah besar tiba-tiba
misalnya dari makanan, transfusi darah, keadaan sepsis, ataupun asidosis.
Pada pasien GGK selain hiperkalemia dapat terjadi hipokalemia.
Keadaan hipokalemia biasanya terjadi akibat pemakaian diuretik seperti
hidroklortiazid, furosemid atau bisa juga akibat pemberian diet rendah kalium.
Gejalanya adalah penurunan atau hilangnya refleks otot yang akan sangat
berbahaya bila mengenai otot-otot interkostal karena dapat menyebabkan
henti napas (respiratory arrest).
Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik biasanya ditemukan pada pasien GGK dengan
LFG <25% dari normal, ditandai dengan penurunan kadar bikarbonat plasma
21
(tCO2 12-15 mEq/L) dan peningkatan senjang anion. Asidosis metabolik
terjadi akibat ketidakmampuan pengeluaran ion hidrogen atau asam endogen
yang dibentuk karena insufisiensi sintesis amonium pada segmen nefron
distal. Meningkatnya senjang anion terjadi akibat retensi anion seperti sulfat,
fosfat, urat, dan hipurat dalam plasma (pada ginjal normal anion ini diekskresi
oleh filtrasi glomerulus). Juga ada bukti yang menunjukkan bahwa kebocoran
bikarbonat ginjal berperan dalam menimbulkan asidosis ini, seperti pada
sindrom Fanconi, asidosis tubular ginjal tipe IV, dan hiperparatiroidisme
sekunder.
Asidosis pada GGK dini (LFG 30-50% normal) lebih sering berupa
tipe dengan senjang anion normal (hiperkloremik) dan sebaliknya pada GGK
yang berat (LFG <20ml/menit/1,73m2) biasanya berupa senjang anion yang
besar. Selain terlibat dalam patogenesis terjadinya gangguan pertumbuhan dan
memperburuk hiperkalemia yang telah ada, asidosis juga menimbulkan
keadaan katabolik pada pasien GGK. Manifestasi klinis asidosis adalah
takipneu, hiperpneu, dan perburukan hiperkalemia dan mungkin gangguan
pertumbuhan.
2. Gangguan keseimbangan cairan
GGK dihubungkan dengan gangguan dalam pemeketan urin. Pada
keadaan restriksi cairan, orang normal mampu memekatkan urin sampai 1.500
mosmol/L, sedangkan pasien GGK biasanya tidak mampu memekatkan urin
di atas 300 mosmol/L. Berat jenis dan osmolalitas urin seringkali mirip
dengan plasma. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya nefron yang
rusak, beban osmotik ekskresi yang ditanggung oleh nefron yang tersisa
semakin bertambah. Dengan demikian mengakibatkan reabsorbsi air oleh
tubulus berkurang dan menyebabkan berat jenis urin mirip dengan plasma
(300 mosmol/L dan berat jenis 1,010, disebut isostenuria). Isostenuria yang
resisten terhadap pemberian pitresin dari luar pada GGK, menunjukkan
adanya gangguan terhadap respons tubulus terhadap ADH yang juga berperan
22
dalam terjadinya isostenuria. Hal di atas sering terjadi pada GGK yang
disebabkan oleh uropati obstruktif, displasia ginjal, penyakit ginjal kistik dan
interstitial. Pasien ini sering mengalami dehidrasi bila masukan cairan
tidak mencukupi atau dibatasi. Dehidrasi yang berulang dan syok akan
memperburuk LFG. Anak yang demikian dianjurkan untuk tidak dibatasi
masukan cairannya dan segera mencari pertolongan bila terserang
gastroentritis. Pasien juga tidak dapat mengencerkan urin secara maksimal
dan tidak dapat membuang kelebihan cairan tubuh secara tepat dan efektif
sehingga dapat timbul masalah kelebihan cairan.
3. Gangguan metabolisme
Metabolisme karbohidrat
Pasien GGK dapat disertai timbulnya intoleransi glukosa akan menunjukkan
adanya hiperglikemia. Keadaaan ini sebagai akibat terjadinya resistensi
terhadap insulin yang menghambat masuknya glukosa ke dalam sel. Pada
anak yang menderita GGK kadar insulin plasma meningkat hingga harus
dilakukan pemantauan kadar glukosa, karena dalam keadaan akut pasien GGK
memerlukan pemberian glukosa parenteral. Karena dialisis dapat memperbaiki
intoleransi glukosa pada pasien GGK, maka diduga toksin uremik yang
menyebabkan terjadinya resistensi insulin ini. Faktor lainnya seperti
peninggian kadar glukagon dan hormon pertumbuhan juga berperan.
Metabolisme lemak
Biasanya timbul hiperlipidemia yang bermanifestasi sebagai
hipertrigliserida, kadar kolesterol darah normal, peninggian VLDL (very low
density lipoprotein) dan penurunan LDL (low density lipoprotein). Hal ini
terjadi karena meningkatnya produksi trigliserida di hepar akibat
hiperinsulinemia dan menurunnya fungsi ginjal serta karena menurunnya
katabolisme trigliserida. Keadaan ini biasanya terjadi bila LFG
<40ml/menit/1,73m2 dan meningkatnya lemak ini sesuai dengan
23
bertambahnya progresivitas GGK. Lebih dari 2/3 anak akan mengalami
hiperlipidemia pada saat gagal ginjal terminal. Walaupun demikian penyebab
peningkatan produksi trigliserida dan VLDL ini belum diketahui. Akhir-akhir
ini diduga gangguan terjadi pada catabolic pathway trigliserida. Hal ini
didukung oleh seringnya terjadi penurunan klirens trigliserida pada pasien
uremia yang mendapatkan trigliserida (intralipid) dari luar. Mungkin ini
disebabkan oleh menurunnya aktivitas lipoprotein lipase dan lipase hati.
Dialisis ternyata tidak memperbaiki keadaan hiperlipidemia pada pasien
GGK, mungkin karena tidak memadainya pembuangan toksin uremik yang
diduga berperan atau karena faktor lainnya.
4. Anemia
Anemia normositer, normokromik merupakan komplikasi GGK yang
biasa ditemukan dan berhubungan dengan derajat GGK. Penyebab utama
anemia pada GGK adalah berkurangnya produksi eritropoietin, suatu hormon
glikoprotein yang diproduksi ginjal (90%) dan sisanya diproduksi di luar
ginjal (hati dan sebagainya). Kadar eritropoietin serum nyata menurun pada
pasien GGK berat, tetapi korelasi ini tidak jelas pada LFG
>20ml/menit/1,73m2. Anemia pada pasien dapat dikoreksi dengan pemberian
eritropoietin rekombinan dan responsnya tergantung dari dosis yang
diberikan. Dengan terapi ini terlihat perbaikan pada toleransi latihan, fungsi
kognitif dan kualitas hidup keseluruhan. Mekanisme lain terjadinya anemia
pada GGK adalah pemendekan umur eritrosit menjadi 2/3 umur normal,
toksisitas aluminium karena pemakaian obat-obat pengikat fosfat yang
mengandung aluminium, iatrogenik karena kehilangan darah sewaktu dialisis
dan pengambilan contoh darah, serta terjadinya defisiensi asam folat pada
pasien yang sedang menjalani dialisis. Anemia yang terjadi karena toksisitas
aluminium mempunyai gambaran mikrositik, hipokromik yang mirip dengan
24
defisiensi zat besi, tetapi kemampuan mengikat besi dan kadar feritin
serumnya normal.
5. Gangguan perdarahan
GGK yang berat biasanya akan diperberat dengan adanya gangguan
perdarahan yang menyertai. Walaupun jumlah trombosit normal, tetapi waktu
perdarahan sering memanjang. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya
gangguan pada agregasi trombosit dan berkurangnya respons terhadap ADP
(adenosin difosfat) eksogen, kolagen, dan epinefrin. Jumlah platelet factor 3
dan retraksi bekuan juga menurun pada GGK yang tidak menjalani dialisis,
diduga karena adanya peranan “dialyzable factor” sebagai penyebab. Faktor
lain yang diduga berperan dalam menyebabkan gangguan perdarahan adalah
gangguan pada faktor VIII (dapat diperbaiki dengan kriopresipitat dan
desmopresin), gangguan metabolisme (prostaglandin inhibitor-2) PGI2 dan
aspirin.
6. Gangguan fungsi kardiovaskular
Hipertensi
Terjadinya hipertensi pada pasien GGK disebabkan karena tingginya
kadar renin akibat ginjal yang rusak. Tetapi bila LFG menurun dan jumlah
urin berkurang, hipertensi terjadi akibat kelebihan cairan. Keadaan ini akan
menimbulkan keluhan sakit kepala, badan lemah, gagal jantung bendungan,
kejang; sedangkan hipertensi persisten mungkin terjadi akibat berkurangnya
LFG. Pada pasien hipertensi persisten yang tanpa keluhan harus dievaluasi
secara terus menerus untuk mencari adanya kerusakan organ target.
Pemeriksaan oftamologi perlu selalu dilakukan pada pasien hipertensi
persisten, selain itu pemeriksaan EKG perlu dilakukan untuk mencari adanya
hipertrofi jantung kiri.
25
Perikarditis
Perikarditis merupakan komplikasi yang sering terjadi pada GGK,
terutama timbul pada pasien dengan uremia berat yang tidak dilakukan
dialisis. Eksudat pada perikarditis uremik biasanya sedikit dan bersifat
fibrinosa atau serofibrinosa. Kadang pada pasien yang mendapat dialisis yang
adekuat juga timbul perikarditis dan efusi yang hemoragis. Pasien yang
mendapat terapi dialisis peritoneal dilaporkan lebih jarang menderita
perikarditis.
7. Gangguan neurologis
Neuropati perifer
Komplikasi berupa neuropati motorik dan sensorik yang mengenai
segmen distal (neuropati perifer) jarang ditemukan pada anak. Penelitian
terdahulu mendapatkan adanya penurunan elektrofisiologis saraf perifer pada
anak yang menderita GGK. Gejalanya dapat berupa parestesia telapak tangan
dan atau kaki, adanya rasa nyeri, mati rasa pada bagian distal dan refleks
tendon merupakan manifestasi neuropati perifer uremik. Pada pemeriksaan
dapat ditemukan menurunnya kecepatan konduksi saraf perifer.
Ensefalopati hipertensif
Peninggian tekanan darah yang hebat dan tiba-tiba dapat menyebabkan
nekrosis arteri intrakranial dan edema serebri dengan gejala sakit kepala,
penurunan kesadaran dan kejang. Krisis hipertensi sering terjadi pada GGT.
Tindakan penurunan tekanan darah yang dilakukan segera tidak akan
meninggalkan gejala sisa yang berat, tetapi bila telah terjadi perdarahan
intraserebral dan intraventrikular dapat menimbulkan gejala sisa yang berat
dan bahkan kematian.
26
Retardasi mental
Diperkirakan terjadi peningkatan kejadian retardasi mental dengan
meningkatnya gangguan fungsi ginjal pada bayi dan anak kecil yang
menderita GGK pada tahun pertama kehidupan. Hal ini diduga akibat
pengaruh ureum terhadap perkembangan otak dan banyaknya alumunium
dalam makanan bayi. Terjadinya disfungsi otak diduga sebagai akibat
keracunan aluminium, karena suatu penelitian menunjukkan kejadian
retardasi mental dan disfungsi otak menurun pada bayi yang mendapat
calcium binding agents yaitu kalsium karbonat sebagai pengganti aluminium
containing, fosfat binding agent.
8. Osteodistrofi ginjal
Gejala klinis osteodistrofi ginjal antara lain gangguan pertumbuhan,
gangguan bentuk tulang, fraktur spontan dan nyeri tulang. Apabila disertai
gejala rakitis yang jelas akan timbul hipotonia umum, lemah otot, dan nyeri
otot. Pada pemeriksaan radiologi dan histologi ditemukan gambaran tulang
yang abnormal dengan ciri khas seperti osteomalasia dan osteofibrosis.
Pemeriksaan yang paling sederhana untuk melihat gambaran osteodistrofi
ginjal adalah ujung-ujung tulang panjang yaitu foto falangs, sendi lutut, dan
sendi siku.
9. Gangguan pertumbuhan
Terjadinya gangguan pertumbuhan pada pasien GGK dapat
disebabkan oleh banyak faktor. Kemungkinan faktor yang paling penting
adalah umur waktu timbulnya GGK, karena yang paling sering
mempengaruhi pertumbuhan adalah penyakit ginjal kongenital. Hal-hal yang
diduga ada hubungannya dengan gangguan fungsi ginjal usia dini, asidosis,
osteodistrofi ginjal, dan gangguan hormonal.
27
10. Perkembangan seksual
Keterlambatan perkembangan seksual sering dijumpai pada pasien
GGK. Keadaan ini merupakan akibat disfungsi gonad primer dalam
memproduksi steroid gonad, disfungsi hipofisis dan gangguan pengeluaran
gonadotropin. Terjadinya gangguan pengeluaran gonadotropin akan
mengakibatkan terlambatnya pubertas. Keadaan ini mungkin disebabkan
uremia berat.
3.6 DIAGNOSIS
Kadang-kadang sulit membedakan apakah anak menderita GGA yang
reversible, atau GGK. Oleh karena itu sebaiknya dikenal kriteria atau indikasi
kapan seorang anak harus segera dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk
menegakkan diagnosis (lihat Tabel 2.)
Tabel 2.
Indikasi untuk menegakkan diagnosis
Gagal Ginjal.
1. Abnormalitas elektrolit
2. Hiperkalemia: K+ > 6 mmol/L
3. Hipernatremia, Hyponatremia
4. Asidosis metabolik
5. Hipokalsemia, Hiperfosfatemia
6. Hipertensi Berat
7. Edema Pulmo
8. Anuria/Oliguria
(Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage
renal failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical
paediatric nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-
45)
28
Anamnesis dan pemeriksaan fisik penting untuk mengungkap penyebab gagal
ginjal, meskipun pada beberapa anak hal tersebut baru bisa diungkapkan melalui
pemeriksaan-pemeriksaan yang spesifik Tabel 3. Tabel 4 menunjukkan gejala-
gejala yang dapat membantu membedakan GGA dan GGK, dan Tabel 5
menunjukkan pemeriksaan-pemeriksaan untuk menetapkan tingkat keparahan dan
lamanya GGK.
Tabel 3.
Pemeriksaan-Pemeriksaan Spesifik untuk Menegakkan Diagnosa Gagal Ginjal Kronik.
1. USG Saluran Renal
2. Cyctourethrogram
3. Radio-isotope scans: DMSA, MAG3, or DTPA
4. Antegrade pressure flow studies
5. Urogram Intravena
6. Urinalisis
7. Kultur dan Mikroskopi Urin
8. C3, C4, antinuclear antibody, anti-DNA antibodies, anti-GBM antibodies, ANCA
9. Biopsi Renal
10. White cell cystine level
11. Eksresi Oxalat
12. Eksresi Purin
3.7 PENATALAKSANAAN
Secara garis besar penatalaksanaan dapat dibagi 2 golongan, yaitu pengobatan
konservatif dan pengobatan pengganti. Di negara yang telah maju penanganan
konservatif pasien GGK hanya merupakan masa antara sebelum dilakukan dialisis
29
atau transplantasi, sehingga tanggung jawab dokter di sini adalah untuk menjaga
pasien agar jangan mati mendadak dan agar pembuluh darah, otot jantung, retina,
dan tulang harus dipertahankan seutuhnya. Sebaliknya di negara berkembang
penanganan konservatif masih merupakan titik akhir dan tanggung jawab dokter di
sini menjaga kualitas hidup pasien selama beberapa bulan sebelum ajalnya. Pada
umumnya pengobatan konservatif masih mungkin dilakukan bila klirens kreatinin
> 10 ml/menit/1,73 m2, tapi bila sudah < 10 ml/menit pasien tersebut harus
diberikan pengobatan pengganti.
1. Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif gagal ginjal pra-terminal, adalah:
a. Anak merasa sehat, tidak ada keluhan atau rasa sakit yang disebabkan oleh
uremia, seperti misalnya mual, muntah.
b. Merasa normal, seperti teman-temannya, mempunyai cukup energi untuk
berpartisipasi dalam kegiatan sekolah dan aktivitas sosial lainnya;
sehingga dapat mencapai pertumbuhan motorik, sosial, dan intelektual
yang optimal.
c. Mempertahankan pertumbuhan fisik yang normal.
d. Mempertahankan agar fungsi keluarga berjalan seperti biasanya.
e. Memperlambat progresivitas penurunan LFG.
f. Mempersiapkan anak dan keluarganya untuk menghadapi keadaan gagal
ginjal terminal.
Nutrisi
Malnutrisi energi protein seringkali ditemukan pada anak-anak
dengan GGK. Patogenesis terjadinya malnutrisi ini multifaktorial. Faktor-
faktor tersebut, antara lain adalah anoreksia, diet protein yang rendah, proses
katabolisme akibat uremia yang menyebabkan pemecahan protein otot dan
inhibisi sintesis protein, sekresi kortisol dan hormon paratiroid yang
30
meningkat, resistensi insulin, asidosis metabolik, dan toksin uremia lain. Pada
pasien yang mendapat terapi dialisis, terjadi pembuangan asam amino, peptida
dan protein melalui dialisis, dan proses katabolisme pada hemodialisis yang
akan memperberat malnutrisinya.
Asambasa
Metabolik asidosis yang menetap seringkali menyebabkan gagal
tumbuh pada bayi dan menimbulkan demineralisasi tulang, serta
hiperkalemia. Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa perlu
diberikan suplemen natrium bikarbonat dimulai dari dosis 2 mmol/kg/hari,
dengan pemantauan pH dan kadar bikarbonat pada analisis gas darahnya.
Infeksi
Anak-anak dengan kelainan ginjal rentan mengalami infeksi saluran
kemih berulang. Bila menderita refluks vesiko-ureter perlu diberikan
antibiotik dosis rendah sebagai profilaksis.
Anemia
Anemia pada GGK adalah anemia normokromik normositer, karena
produksi eritropoietin yang tidak adekuat. Eritropoietin rekombinan
(rHuEPO) telah dipakai secara luas untuk mencegah anemia pada GGK.
Disamping eritropoietin masih ada faktor lain yang dapat mempermudah
terjadinya anemia antara lain menurunnya daya survival sel darah merah,
inhibisi sumsum tulang terutama oleh PTH, kehilangan darah intestinal, dan
paling sering defisiensi besi dan folat.
Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan indikator yang paing sensitif untuk terapi
GGK yang adekuat. Pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar kepala,
31
status pubertal, volume testes, dan lingkar lengan atas sangat dianjurkan untuk
dilakukan secara rutin, sehingga akan dapat dideteksi secara dini setiap
gangguan kecepatan pertumbuhan. Faktor-faktor yang menyebabkan
gangguan pertumbuhan adalah multifaktorial, seperti tercantum dalam tabel
dibawah ini.
Mempertahankan fungsi ginjal
Pada sebagian besar anak dengan GGK, fungsi ginjalnya akan terus
menurun secara progresif, meskipun penyakit ginjal primernya telah tidak
aktif. Progresifitas GGK berkaitan dengan kelainan histologinya yaitu
glomerulosklerosis progresif, fibrosis interstitial, dan sklerosis vaskuler atau
arterioler.
Untuk mempertahankan fungsi ginjal yang berada pada suatu fase
tertentu, dapat dilakukan dengan cara-cara: pengendalian hipertensi,
menghilangkan proteinuria, mencegah terjadinya hiperparatiroidisme
sekunder, dan diet protein yang cukup.
Edukasi dan persiapan
Masa terapi konservatif GGK, merupakan saat terbaik untuk
melaksanakan program edukasi bagi pasien dan keluarganya, untuk
menjelaskan tentang apa yang sebenarnya terjadi sehingga mereka dan
keluarganya akan ikut secara aktif dalam program pengobatan tersebut.
Masa tersebut juga dapat digunakan untuk mempersiapkan mereka
menghadapi stadium gagal ginjal terminal.
Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum anak masuk dalam stadium GGT:
1. Anak harus telah mendapatkan imunisasi lengkap sebelum dilakukan
transplantasi, setidak-tidaknya 3 bulan sebelum dimulainya TPG.
2. Anak-anak dengan GGK yang mengalami disfungsi buli-buli, misalnya
buli-buli neurogenik, atau katup uretra posterior harus diatasi terlebih
dahulu sebelum transplantasi dilakukan.
3. Anak-anak yang membutuhkan dialisis sebelum transplantasi, tetapi tidak
32
sesuai untuk dialisis peritoneal, hendaknya dibuatkan fistula arteri-vena
untuk akses hemodialisis.
2. Terapi Pengganti Ginjal
Tujuan terapi Gagal Ginjal Terminal pada anak-anak tidak hanya
untuk memperpanjang hidup anak, namun juga untuk meningkatkan kualitas
hidup secara keseluruhan, dengan tujuan utama adalah kehidupan masa
dewasa yang lebih baik.
Transplantasi ginjal yang berhasil merupakan terapi pilihan untuk semua anak
dengan gagal ginjal terminal. Transplantasi ginjal dapat dilakukan dengan
donor ginjal yang berasal dari keluarga hidup atau jenazah.
Dialisis merupakan pelengkap dari transplantasi yang diperlukan pada
saat sebelum atau antara transplantasi, dan bukanlah merupakan pilihan
alternatif dari transplantasi. Ada 2 pilihan dasar yaitu hemodialisis atau
dialisis peritoneal. Tetapi pilihan tidak selalu dapat dilakukan, bila misalnya
terdapat kesulitan untuk memperoleh akses fistula A-V, maka pilihan
hanyalah dialisis peritoneal, atau misalnya adanya adhesi intra-abdominal,
maka dialisis peritoneal tidak bisa dipilih, kecuali hemodialisis.
Dialisis
Hemodialisis adalah suatu teknik untuk memindahkan atau
membersihkan solut dengan berat molekul kecil dari darah secara difusi
melalui membran semipermeabel. Hemodialisis membutuhkan akses sirkulasi,
yang paling baik adalah pembuatan fistula A-V pada vasa radial atau brachial
dari lengan yang tidak dominan.
Transplantasi
Merupakan terapi terbaik bagi anak-anak dengan gagal ginjal terminal
33
oleh karena akan memberikan rehabiltasi terbaik untuk hidup yang sangat
mendekati wajar.4 Transplantasi dilakukan dengan ginjal jenazah atau ginjal
yang berasal dari keluarga hidup yang berusia relatif lebih tua, biasanya dari
orang tuanya.
Di Eropa pada tahun 1984-1993 hampir 21% anak yang berusia
kurang dari 21 tahun mendapat ginjal dari donor hidup,12 sedangkan di
Amerika Utara donor hidup mencapai 50% dari seluruh donor yang diterima
anak-anak yang berusia kurang dari 21 tahun pada tahun 1987-2000.
BAB IV
34
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Glomerulonephritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Glomerulonefritis akut paling lazim terjadi pada anak-anak 3 sampai 7 tahun
meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga terserang. GNA ialah suatu
reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah rasa
lelah, anoreksia dan kadang demam, sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang
paling sering ditemukan adalah : hematuria, oliguria, edema, hipertensi. Tujuan
utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk meminimalkan
kerusakan pada glomerulus, meminimalkan metabolisme pada ginjal, meningkatkan
fungsi ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan
glomerulus. Pemberian penisilin untuk membrantas semua sisa infeksi, tirah baring
selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung dan
antihipertensi kalau perlu, sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada
glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus. Pronosis penyakit pada anak-anak baik
sedangkan prognosisnya pada orang dewasa tidak begitu baik.
Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih
dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks ginjal dan ureter
yang dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal. Apapun penyebab
dari hidronefrosis, disebabkan adanya obstruksi baik parsial ataupun intermitten
mengakibatkan terjadinya akumulasi urin di piala ginjal. Sehingga menyebabkan
disertasi piala dan kolik ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi ketika salah satu
ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap maka ginjal yang lain akan membesar
secara bertahap (hipertrofi kompensatori), akibatnya fungsi renal terganggu
35
4.2 Saran
Seorang perawat haruslah mampu mengetahui pengertian dan penyebab dari
penyakit Glomerulonephritis Akut dan Kronik, dan penyakit Hyidronephritis, serta
mampu meningkatkan pelayanan kesehatan terutama pada
penyakitGlomerulonephritis dan Hydronephritis. Selain itu juga, perawat haruslah
memahami dan menjelaskan secara rinci mengenai tujuan medis, tata cara yang akan
di lakukan dan resiko yamg akan mungkin terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
36
1. Ganong. W.F., editor Widjajakusumah D.H.M., 2001., Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran., edisi Bahasa Indonesia., Jakarta., EGC
2. Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4,
EGC, Jakarta
3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15,
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
4. Guyton.A.C, 1996.Teksbook of Medical Physiology, philadelpia. Elsevier
saunders
5. Taslim,arnaldi,dr. Sp.PD.2009. Kesehatan Ginjal. Diakses dari :
http://www.sekbertal.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=1901.
Pada Tanggal : 01 juli 2009
6. Rusdidjas, Ramayati R, 2002. Infeksi saluran kemih. In Alatas H, Tambunan T,
Trihono PP, Pardede SO. Buku ajar Nefrologi Anak. 2nd .Ed. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 142-163
7. Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi
Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI
8. Latief Abdul, Napitupulu Partogi,et al.,1985, Ilmu Kesehatan Anak
2,Infomedika, Jakarta
9. Noer Sjaifullah, 1994, Infeksi Saluran Kemih Pada Anak dalam Pedoman
Diagnosis dan terapi lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak,pp 119-121, Falkutas
kedokteran UNAIR, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
10. www.scribd.com/doc/.../ INFEKSI - SALURAN - KEMIH - WW.PED
11. 14. www.blogdokter.net/2008/09/27/infeksi-saluran-kencing/ -
KATA PENGANTAR
37
Assalamualaikum Wr.Wb,
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah tentang gagal ginjal akut dan kronik pada
anak.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang penyakit gagal ginjal akut baik
definisi, penyebab, mekanisme, gejala serta komplikasi dari diagnosis retinopati
tersebut, karenanya makalah ini sangat berguna untuk penulis maupun pembaca.
Penulis berterima kasih kepada dr. Rafner indra SpA sebagai pembimbing
yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Dalam
membuat makalah ini, kami mengambil sumber-sumber dari buku ajar, slide, atlas
dan internet sehingga kami mendapatkan informasi-informasi yang kami butuhkan
dalam makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Lubuk basung ,01 desember 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
38
i
Kata Pengantar ......................................................................................... i
Daftar isi ................................................................................................. ii
BAB I. ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL ..................................1
BAB II. GAGAL GINJAL AKUT .........................................................5
2.1 Definisi gagal ginjal akut.....................................................5
2.2 Manifestasi klinik GGA .....................................................6
2.3 Penyebab GGA....................................................................8
2.4 Patogenesis dan patofisiologi...........................................10
2.5 Penatalaksanaan gagal ginjal akut ................................10
2.6 Prognosis .........................................................................16
BAB III. GAGAL GINJAL KRONIK (GGK).......................................17
3.1 Definisi .............................................................................17
3.2 Klasifikasi .........................................................................17
3.3 Etiologi .............................................................................19
3.4 Patofisiologi ......................................................................20
3.5 Tanda danGejala ..............................................................20
3.6 Diagnosis ..........................................................................28
3.7 Penatalaksanaan ................................................................29
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan........................................................................35
4.2 Saran..................................................................................36
Daftar Pustaka
39
ii
MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II
GAGAL GINJAL AKUT DAN GAGAL GINJAL KRONIK
SEMESTER I V
KELOMPOK II
DI SUSUN OLEH :
1. GEMMA ALHAMDY2. DEWI RATNA SARI3. DARMI NATALIA4. SINEL5. ARIF BUDIANTO6. KHADIRUL RAHMANA7. YENI YOLIANDA
PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKes CERIA BUANA LUBUK BASUNG
40
2012
41