epilepsi tonik klonik umum

19
Epilepsi Tonik-Klonik Umum pada Pria 23 Tahun Tesa Iswa Rahman 102012179 F2 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Koresponden: [email protected] Pendahuluan Kejang adalah masalah neurologik yang sering dijumpai. Diperkirakan bahwa 1 dari 10 orang akan mengalami kejang suatu saat selama hidup mereka. Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpicu. Namun, kejang juga dapat terjadi pada jaringan otak normal dibawah kondisi patologik tertentu, contohnya perubahan asam-basa atau kadar elektrolit. Kejang dapat terjadi sekali ataupun berulang. 1 Kejang yang rekuren, spontan, dan tidak disebabkan adanya kelainan metabolisme yang terjadi bertahun-tahun disebut epilepsi. Epilepsi ialah manifestasi gangguan otak dengan berbagai etilologi namun dengan gejala tunggal yang khas, yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan neuron kortikal secara berlebihan. Epilepsi dibagi menjadi beberapa jenis, salah satu yang paling sering dan akan dibahas lebih lanjut adalah epilepsi tonik-klonik. 2 Epilepsi tonik-klonik dikenal juga dengan nama epilepsi grand mal adalah kejang epilepsi yang klasik, kejang tonik- klonik diawali penurunan kesadaran yang cepat. Pasien kehilangan posisi berdirinya , mengalami gerakan, tonik 1

Upload: tesaiswarahman

Post on 17-Jan-2016

40 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Makalah PBLUkridaBlok 22saraf

TRANSCRIPT

Page 1: Epilepsi tonik klonik umum

Epilepsi Tonik-Klonik Umum pada Pria 23 TahunTesa Iswa Rahman

102012179F2

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Koresponden: [email protected]

Pendahuluan

Kejang adalah masalah neurologik yang sering dijumpai. Diperkirakan bahwa 1 dari

10 orang akan mengalami kejang suatu saat selama hidup mereka. Kejang terjadi akibat lepas

muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpicu.

Namun, kejang juga dapat terjadi pada jaringan otak normal dibawah kondisi patologik

tertentu, contohnya perubahan asam-basa atau kadar elektrolit. Kejang dapat terjadi sekali

ataupun berulang.1

Kejang yang rekuren, spontan, dan tidak disebabkan adanya kelainan metabolisme

yang terjadi bertahun-tahun disebut epilepsi. Epilepsi ialah manifestasi gangguan otak dengan

berbagai etilologi namun dengan gejala tunggal yang khas, yaitu serangan berkala yang

disebabkan oleh lepas muatan neuron kortikal secara berlebihan. Epilepsi dibagi menjadi

beberapa jenis, salah satu yang paling sering dan akan dibahas lebih lanjut adalah epilepsi

tonik-klonik.2

Epilepsi tonik-klonik dikenal juga dengan nama epilepsi grand mal adalah kejang

epilepsi yang klasik, kejang tonik-klonik diawali penurunan kesadaran yang cepat. Pasien

kehilangan posisi berdirinya , mengalami gerakan, tonik kemudian klonik, dan inkontinensia

urin atau alvi (atau keduanya) disertai adanya disfungsi otonom. Keseluruhan kejang

berlangsung 3 sampai 5 menit dan diikuti periode tidak sadar. Epilepsi bisa menimbulkan

komplikasi berupa status epileptikus yang merupakan kasus kegawat daruratan. Sehingga

dibutuhkan pemahaman untuk mendiagnosis epilepsi serta melakukan penatalaksanaan yang

tepat.1,3

1

Page 2: Epilepsi tonik klonik umum

Pembahasan

Anamnesis

Keluhan Utama

Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertama kali selama ini? Usia

serangan dapat memberi gambaran klasifikasi dan penyebab kejang. Serangan kejang yang

dimulai pada neonatus biasanya penyebab sekunder gangguan pada masa perinatal, kelainan

metabolik dan malformasi kongenital. Serangan kejang umum cenderung muncul pada usia

anak-anak dan remaja. Pada usia sekitar 70 tahunan muncul serangan kejang biasanya ada

kemungkinan mempunyai kelainan patologis di otak seperti stroke atau tumor otak dsb.

Apakah pasien mengalami semacam peringatan atau perasaan tidak enak pada waktu

serangan atau sebelum serangan kejang terjadi? Gejala peringatan yang dirasakan pasien

menjelang serangan kejang muncul disebut dengan “aura” dimana suatu “aura” itu bila

muncul sebelum serangan kejang parsial sederhana berarti ada fokus di otak.

Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung? Bila pasien bukan dengan

serangan kejang sederhana yang kesadaran masih baik tentu pasien tidak dapat menjawab

pertanyaan ini, oleh karena itu wawancara dilakukan dengan saksi mata yang mengetahui

serangan kejang berlangsung. Apakah ada deviasi mata dan kepala kesatu sisi? Apakah pada

awal serangan kejang terdapat gejala aktivitas motorik yang dimulai dari satu sisi tubuh?

Apakah pasien dapat berbicara selama serangan kejang berlangsung? Apakah mata berkedip

berlebihan pada serangan kejang terjadi? Apakah ada gerakan “automatism” pada satu sisi ?

Apakah ada sikap tertentu pada anggota gerak tubuh? Apakah lidah tergigit? Apakah pasien

mengompol ? Serangan kejang yang berasal dari lobus frontalis mungkin dapat menyebabkan

kepala dan mata deviasi kearah kontralateral lesi. Serangan kejang yang berasal dari lobus

temporalis sering tampak gerakan mengecapkan bibir dan atau gerakan mengunyah. Pada

serangan kejang dari lobus oksipitalis dapat menimbulkan gerakan mata berkedip yang

berlebihan dan gangguan penglihatan. Lidah tergigit dan inkontinens urin kebanyakan

dijumpai dengan serangan kejang umum meskipun dapat dijumpai pada serangan kejang

parsial kompleks.

Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung? Periode sesudah

serangan kejang berlangsung adalah dikenal dengan istilah “post ictal period” Sesudah

mengalami serangan kejang umum tonik klonik pasien lalu tertidur. Periode disorientasi dan

kesadaran yang menurun terhadap sekelilingnya biasanya sesudah mengalami serangan

kejang parsial kompleks. Hemiparese atau hemiplegi sesudah serangan kejang disebut

“Todd’s Paralysis“ yang menggambarkan adanya fokus patologis di otak. Afasia dengan

2

Page 3: Epilepsi tonik klonik umum

tidak disertai gangguan kesadaran menggambarkan gangguan berbahasa di hemisfer

dominan. Pada “Absens“ khas tidak ada gangguan disorientasi setelah serangan kejang.

Kapan kejang berlangsung selama siklus 24 jam sehari? Serangan kejang tonik klonik

dan mioklonik banyak dijumpai biasanya pada waktu terjaga dan pagi hari. Serangan kejang

lobus temporalis dapat terjadi setiap waktu, sedangkan serangan kejang lobus frontalis

biasanya muncul pada waktu malam hari.

Apakah ada faktor pencetus ? Serangan kejang dapat dicetuskan oleh karena kurang

tidur, cahaya yang berkedip,menstruasi, faktor makan dan minum yang tidak teratur,

konsumsi alkohol, ketidak patuhan minum obat, stress emosional, panas, kelelahan fisik dan

mental, suara suara tertentu, “drug abuse”, “ reading & eating epilepsy”. Dengan mengetahui

faktor pencetus ini dalam konseling dengan pasien maupun keluarganya dapat membantu

dalam mencegah serangan kejang.

Apakah ada periode bebas kejang sejak awal serangan kejang ? Pertanyaan ini

mencoba untuk mencari apakah sebelumnya pasien sudah mendapat obat anti kejang atau

belum dan dapat menentukan apakah obat tersebut yang sedang digunakan spesifik

bermanfaat?.4

Riwayat medik dahulu

Dengan mengetahui riwayat medik yang dahulu dapat memberikan informasi yang

berguna dalam menentukan etiologinya. Lokasi yang berkaitan dengan serangan kejang dan

pengetahuan tentang lesi yang mendasari dapat membantu untuk pengobatan selanjutnya.

Apakah pasien lahir normal dengan kehamilan genap bulan maupun proses persalinannya?

Apakah pasien setelah lahir mengalami asfiksia atau “respiratory distress”?

Apakah tumbuh kembangnya normal sesuai usia?

Apakah ada riwayat kejang demam? Risiko terjadinya epilepsi sesudah serangan kejang

demam sederhana sekitar 2 % dan serangan kejang demam kompleks 13 %.

Apakah ada riwayat infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis? atau penyakit

infeksi lainnya seperti sepsis, pneumonia yang disertai serangan kejang. Dibeberapa negara

ada yang diketahui didapat adanya cysticercosis.

Apakah ada riwayat trauma kepala seperti fraktur depresi kepala, perdarahan intra serebral,

kesadaran menurun dan amnesia yang lama?

Apakah ada riwayat tumor otak?

Apakah ada riwayat stroke?.4

3

Page 4: Epilepsi tonik klonik umum

Riwayat sosial

Ada beberapa aspek sosial yang langsung dapat mempengaruhi pasien epilepsi dan ini

penting sebagai bagian dari riwayat penyakit dahulu dan sekaligus untuk bahan evaluasi.

Apa latar belakang pendidikan pasien? Tingkat pendidikan pasien epilepsi mungkin

dapat menggambarkan bagaimana sebaiknya pasien tersebut dikelola dengan baik. Dan juga

dapat membantu mengetahui tingkat dukungan masyarakat terhadap pasien dan bagaimana

potensi pendidikan kepada pasien tentang cara menghadapi penyakit yang dialaminya itu.

Apakah pasien bekerja? Dan apa jenis pekerjaannya? Pasien epilepsi yang seragan

kejangnya terkendali dengan baik dapat hidup secara normal dan produktif. Kebanyakan

pasien dapat bekerja paruh waktu atau penuh waktu. Tetapi bila serangan kejangnya tidak

terkendali dengan baik untuk memperoleh dan menjalankan pekerjaan adalah merupakan

suatu tantangan tersendiri. Pasien sebaiknya dianjurkan memilih bekerja dikantoran, sebagai

kasir atau tugas - tugas yang tidak begitu berisiko, tetapi bagi pasien yang bekerja di bagian

konstruksi, mekanik dan pekerjaan yang mengandung risiko tinggi diperlukan penyuluhan

yang jelas untuk memodifikasikan pekerjaan itu agar supaya tidak membahayakan dirinya.

Apakah pasien mengemudikan kendaraan bermotor? Pasien dengan epilepsi yang

serangan kejangnya tidak terkontrol serta ada gangguan kesadaran sebaiknya tidak

mengemudikan kendaraan bermotor. Hal ini bisa membahayakan dirinya maupun masyarakat

lainnya. Dibeberapa negara mempunyai peraturan sendiri tentang pasien epilepsi yang

mengemudikan kendaraan bermotor.

Apakah pasien peminum alkohol? Alkohol merupakan faktor risiko terjadinya

serangan kejang umum, sebaiknya tidak dianjurkan minum-minuman alkohol. Selain

berinteraksi dengan obat-obat anti epilepsi tetapi dapat juga menimbulkan ekstraserbasi

serangan kejang khususnya sesudah minum alkohol.4

Riwayat keluarga

Mengetahui riwayat keluarga adalah penting untuk menentukan apakah ada sindrom

epilepsi yang spesifik atau kelainan neurologi yang ada kaitannya dengan faktor genetik

dimana manifestasinya adalah serangan kejang. Sebagai contoh “Juvenile myoclonic epilepsy

(JME)“,“ familial neonatal convulsion“,“ benign rolandic epilepsy“ dan sindrom serangan

kejang umum tonik klonik disertai kejang demam plus.4

Riwayat pengobatan

Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan antiepilepsi, perlu ditanyakan

bagaimana kemanjuran obat tersebut, berapa kali diminum sehari dan berapa lama sudah

diminum selama ini, berapa dosisnya, ada atau tidak efek sampingnya.4

4

Page 5: Epilepsi tonik klonik umum

Pemeriksaan Fisik

Diagnosis klinis epilepsi didasarkan pada anamnesis yang didapat dan yang paling

penting adalah inspeksi. Pemeriksaan fisik lebih berguna jika dicurigai ada kelainan sekunder

yang mendasari kejang.1

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Lab

Hiponatremia, hipoglikemia, hipomagnesia, uremia dan hepatik ensefalopati dapat

mencetuskan timbulnya serangan kejang. Pemeriksaan serum elektrolit bersama dengan

glukose, kalsium, magnesium, BUN , kreatinin dan test fungsi hepar mungkin dapat

memberikan petunjuk yang sangat berguna. Pemeriksaan toksikologi serum dan urin juga

sebaiknya dilakukan bila dicurigai adanya “drug abuse”.5

Pemeriksaan EEG

Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan

elektroensefalografi (EEG). Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman pada

waktu sadar dalam keadaan istirahat, pada waktu tidur, dengan stimulasi fotik dan

hiperventilasi. Pemeriksaam EEG ini adalah pemeriksaan laboratorium yang penting untuk

membantu diagnosis epilepsi dengan beberapa alasan sebagai berikut:

Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik utama untuk mengevaluasi pasien dengan

serangan kejang yang jelas atau yang meragukan. Hasil pemeriksaan EEG akan membantu

dalam membuat diagnosis, mebgklarifikasikan jenis serangan kejang yang benar dan

mengenali sindrom epilepsi.

Dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik dan neurologi, pola epileptiform pada

EEG (spikes and sharp waves) sangat mendukung diagnosis epilepsi. Adanya gambaran EEG

yang spesifik seperti “3-Hz spike-wave complexes“ adalah karakteristik kearah sindrom

epilepsi yang spesifik. Lokalisasi dan lateralisasi fokus epileptogenik pada rekaman EEG

dapat menjelaskan manifestasi klinis daripada“aura“ maupun jenis serangan kejang. Pada

pasien yang akan dilakukan operasi, pemeriksaan EEG ini selalu dilakukan dengan cermat.

Sebaliknya harus diketahui pula bahwa terdapat beberapa alasan keterbatasan dalam

menilai hasil pemeriksaan EEG ini yaitu :

Pada pemeriksaan EEG tunggal pada pertama kali pasien dengan kemungkinan epilepsi

didapat sekitar 29-50 % adanya gelombang epileptiform, apabila dilakukan pemeriksaan

ulang maka persentasinya meningkat menjadi 59-92 %. Sejumlah kecil pasien epilepsi tetap

5

Page 6: Epilepsi tonik klonik umum

memperlihatkan hasil EEG yang normal, sehingga dalam hal ini hasil wawancara dan

pemeriksaan klinis adalah penting sekali.

Gambaran EEG yang abnormal interiktal bisa saja tidak menunjukkan adanya epilepsi

sebab hal demikian dapat terjadi pada sebagian kecil orang-orang normal oleh karena itu hasil

pemeriksaan EEG saja tidak dapat digunakan untuk menetapkan atau meniadakan diagnosis

epilepsi. Suatu fokus epileptogenik yang terlokalisasi pada pemeriksaan EEG mungkin saja

dapat berubah menjadi multifokus atau menyebar secara difus pada pasien epilepsi anak.

Pada EEG ada dua jenis kelainan utama yaitu aktivitas yang lambat dan epileptiform,

bila pada pemeriksaan EEG dijumpai baik gambaran epileptiform difus maupun yang fokus

kadang-kadang dapat membingungkan untuk menentukan klasisfikasi serangan kejang

kedalam serangan kejang parsial atau serangan kejang umum.2,5

Pemeriksaan Video EEG

Pemeriksaan ini dilakukan bila ada keraguan untuk memastikan diagnosis epilepsi

atau serangan kejang yang bukan oleh karena epilepsi atau bila pada pemeriksaan rutin EEG

hasilnya negatif tetapi serangan kejang masih saja terjadi, atau juga perlu dikerjakan bila

pasien epilepsi dipertimbangkan akan dilakukan terapi pembedahan. Biasanya pemeriksaan

video-EEG ini berhasil membedakan apakah serangan kejang oleh karena epilepsi atau bukan

dan biasanya selama perekaman dilakukan secara terus-menerus dalam waktu 72 jam, sekitar

50-70% dari hasil rekaman dapat menunjukkan gambaran serangan kejang epilepsi.5

Pemeriksaan Radiografi

Ct Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic Resonance

Imaging) kepala adalah untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan struktural diotak.

Indikasi CT Scan kepala adalah:

Semua kasus serangan kejang yang pertama kali dengan dugaan ada kelainan struktural di

otak, perubahan serangan kejang, ada defisit neurologis fokal, serangan kejang parsial,

serangan kejang yang pertama diatas usia 25 tahun, untuk persiapan operasi epilepsi.

CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi namun demikian

pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsi

dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. Oleh karena dapat

mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan

hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi

pembedahan.5

6

Page 7: Epilepsi tonik klonik umum

Klasifikasi dan Diagnosis Banding

Epilepsi diklasifikasikan berdasarkan onsetnya yaitu fokal (parsial) atau menyeluruh

(generalisata).1

Kejang parsial/fokal dimulai di suatu daerah di otak, biasanya korteks serebrum:1,6

Kejang parsial sederhana, tidak ada gangguan kesadaran, kejang parsial sederhana dibagi

lagi menjadi beberapa kategori berdasarkan tanda dan gejala yang dihasilkan oleh kejang.

Kejang parsial kompleks, disertai gangguan kesadaran kesadaran. Lepas muatan kejang ini

sering berasal dari lobus temporalis medial atau inferior dan melibatkan gangguan pada

fungsi serebrum yang lebih tinggi serta proses-proses pikiran, serta proses perilaku yang

kompleks. Kejang inidapat dipicu musik, cahaya berkedip-kedip, atau rasngsang lain, dan dan

sering disertai aktifitas motorik repetitif involuntar yang terkordinasi yang dikenal sebagai

perilaku otomatis. Contoh perulaku ini adalah, menarik-narik baju, meraba-raba benda,

menegecap bibir atau mengunyah berulang-ulang.

Kejang parsial yang berkembang menjadi kejang umum, kejang ini didahului kejang

parsial sederhana maupun kompleks yang menjadi kejang umum biasanya tonik-klonik

Kejang umum atau generalisata, melibatkan seluruh korteks serebrum dan

diensefalon serta ditandai dengan aktifitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di

kedua hemisfer tanpa tanda-tanda kejang diawali sebagai kejang fokal, pasien tidak sadar dan

tidak tahu keadaan sekeliling saat terjadi serangan kejang:1,6

Kejang lena (absence/petit mal), ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat, jarang

berlangsung lebih dari beberapa detik. Sebagai contoh, pasien mungkin tiba-tiba

menghentikan pembicaraan, menatap kosong atu berkedip-kedip.

Kejang mioklonik, kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat

umum atau terbatas pada wajah, batang tubuh, satu atau lebih ekstremitas, atau satu grup otot.

dapat berulang atau tunggal.

Kejang tonik, merupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas menetap

dalam satu posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi, dapat disertai

rotasi seluruh batang tubuh. Wajah menjadi pucat kemudian merah dan kebiruan karena tidak

dapat bernafas. Mata terbuka atau tertutup, konjungtiva tidak sensitif, dan pupil dilatasi.

Kejang atonik, berupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya kepala jatuh

ke depan atau lengan jatuh tergantung atau menyeluruh sehingga pasien terjatuh.

Kejang klonik, pada kejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot.

dijumpai terutama sekali pada anak.

7

Page 8: Epilepsi tonik klonik umum

Kejang tonik-klonik, merupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat kemudian

diikuti oleh gerakan klonik.

Diagnosis Kerja

Epilepsi Tonik-Konik

Kejang tonik-klonik (dahulu disebut grand mal) adalah kejang peilepsi yang klasik.

Kejang tonik-klonik diawali dengan hilangnya kesadaran dengan cepat. Pasie mungkin

bersuara menangis, akibat ekspirasi paksa yang disebabkan spasme toraks atau abdomen.

Pasien kehilangan posisis berdinya mengalami gerakan tonik kemudian klonik, dan

inkontinesia urin atau alvi ( atau keduanya). Pada fase tonik otot-oto berkontraksi dan posisi

tubuh mungkin berubah, fase ini berlangsung selama beberapa detik. Fase klonik

memperlihatkan kelompok otot-otot yang berlawanan bergantian berkontraksi dan melemas

sehingga terjadi gerakan yang menyentak. Lidah mungkin tergigit, hali ini terjadi pada sepruh

pasien (spasme rahang dan lidah). Keseluruhan periode serangan berlangsung 3 sampai 5

menit diikuti periode tidak sadar yang berlangsung selama beberapa menit sampai 30 menit.

Setelah sadar pasien mungkin tampak agak kebingungan, agak stupor atau bengong. Tahap

ini disebut sebagai periode pascaiktus. Hal yang tidak boleh terlupakan adalah diagnosis

epilepsi dapat ditegakkan jika pasien mengalami lebih dari dua kali serangan yang sama.2

Etiologi

Berdasarkan etiologinya epilepsi dapat dibedakan menjadi dua jenis:

Epilepsi idiopatik atau esensial, merupakan sebagian besar penyebab kasus epilepsi. Pada

epilepsi ini tidak ditemukan adanya bukti lesi anatomik dan penyebabnya belum bisa

dijelaskan secara pasti.2

Epilepsi sekunder atau simtomatik yaitu epilepsi yang disebabkan karenan adanya kelainan

serebrum yang mendorong terjadinya kejang. Diantara berbagai penyakit yang mungkin

mnyebabkan epilepsi sekunder adalah cedera kepala, gangguan metabolik dan gizi, gangguan

elektrolit, toksik gangguan sirkulasi,infeksi, dan neoplasma.2

Epidemiologi

Ditaksir bahwa 0,1-0,4 % dari masyarakat umum menderita epilepsi dan 77% dari

semua epilepsi adalah idopatik. Yang idiopatik bisanya mulai antara usia 10-20 tahun.

Permulaan yang timbul sebelum dan sesudah usia-usia ini sering merupakan epilepsi

simtomatik dan diperlukan pemeriksaan yang seksama.7

8

Page 9: Epilepsi tonik klonik umum

Patofisiologi

Dalam keadaan fisiologik neuron melepaskan muatan listriknya oleh karena potensial

membrannya direndahkan oleh potensial postsinaptik yang tiba pada dendrit. Potensial aksi

itu disalurkan melalui akson yang bersinaps dengan dendrit neuron lain. Pada keadaan

patologik, gaya yang bersifat mekanik atau toksik dapat menurunkan potensial membran

neuron, sehingga neuron melepaskan muatan listriknya. Manifestasi klinisnya berupa kejang

atau terasanya suatu modalitas perasaan. Diduga neurotransmitter acetylcholine merupakan

zat yang merendahkan potensial membran postsinaptik. Apabila sudah cukup acetylcholine

tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik neuron-neuron kortikal

dipermudah. Penimbunan acetylcholine setempat harus mencapai suatu konsentrasi tertentu

untuk dapat merendahkan potensial membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi.

Oleh karena itu, fenomena lepas muatan listrik epileptik terjadi secara berkala.2

Ditinjau dari bidang biokimia, didapatkan juga faktor etiologik yang dapat

menjelaskan mekanisme epilepsi yang hingga saat ini dianggap sebagai idiopatik. Misalnya

zat yang dikenal sebagai gama-aminobutyric-acid (GABA). Substansi serbral itu dapat

dianggap sebagai zat anti-konvulsi alamiah. Pada orang tertentu zat itu kurang cukup,

sehingga neuron-neuron kortikalnya mudah sekali terganggu dan bereaksi dengan

melepaskan muatan listriknya secara menyeluruh.2

Pada kejang grand mal yang secara primer melepaskan muatan listriknya adalah

nuklei intralaminares talami atau inti centrecephalic. Inti tersebut merupakan terminal dari

lintasan asendens aspesifik atau lintasan asendens ektralemniskal. “Input” korteks serebri

melalui lintasan aferen aspesifik itu menentukan derajat kesadaran. Bila sama sekali tidak ada

“input”, maka timbullah koma. Pada grand mal, terjadi lepas muatan listrik dari inti-inti

intralaminar talamik secara berlebihan. Perangsangan talamokortikal yang berlebihan ini

menghasilkan kejang otot seluruh tubuh (konvulsi umum) dan sekaligus menghalangi neuron-

neuron pembina kesdaran menerima impuls aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang.

Selain mekanisme di atas, terdapat bagian dari substansia retikularis di bagian rostral dari

mesensefalon yang dapat melakukan blokade sejenak terhadap inti-inti intralaminar talamik,

sehingga kesadaran hilang sejenak tanpa disertai kejang-kejang pada otot skeletal. Hal ini

terjadi pada kejang petit mal. Demam merupakan keadaan dimana nuklei intralaminares

talami menjadi lebih peka untuk diaktifkan atau merupakan keadaan dimana ambang lepas

muatan listrik neuron-neuron kortikal direndahkan, sehingga kejang umum mudah terjadi.2

9

Page 10: Epilepsi tonik klonik umum

Gejala Klinis

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, gambaran klinis pasien dengan epilepsi

tonik-klonik adalah: ketidaksadaran biasanya disertai dengan jatuh, otot-otot seluruh badan

kaku dan diikuti oleh kejang klonik. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut

menjadi berbusa karena hembusan nafas. Pasien juga dapat mengalami inkontinensia urin dan

atau alvi. Setelah kejang berhenti, pasien tertidur beberapa lama atau terbangun dengan

kesadaran yang masih rendah, dapat pula langsung sadar dengan keluhan bada pegal, lelah,

dan nyeri kepala.3,8

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan primer untuk pasien epilepsi adalah terapi obat untuk mencegah

timbulnya kejang dan mengurangi frekuensinya sehingga pasien dapat hidup normal. Sekitar

70 sampai 80% pasien memperoleh manfaat dari obat antikejang. Pemilihan obat antikejang

harus disesuaikan dengan jenis epilepsinya dan diagnosis harus tepat bahwa epilepsi kejang

tidak disebabkan adanya kelainan sekunder. Untun kejang tonik klonik obat pulihannya

adalah fenitoin, karbamazepin, fenobarbital, dan primidon. Dan pemberian dosis terapi

disesuaikan secara individual. Pengobatan dihentikan setelah epilepsi hilang selama minimal

2-3 tahun. Pengobatan dihentikan secara berangsur dengan menurunkan dosisnya. Dosis dan

cara pemberian obat tertera pada tabel.8,9

Tabel 1. Dosis obat antiepilepsi.8

Jenis Obat Dosis

(mg/kgBB/hari)

Cara pemberian

Fenitoin 4 – 20 1-2x/hari

Fenobarbital 1 – 5 1x/hari

Karbamazepin 4 - 20 3x/hari

Asam Valproat 10 – 60 3x/hari

Klonazepam 0,05 – 0,2 3x/hari

Diazepam 0,05 – 0,15 IV

0,4 – 0,6 Per rektal

10

Page 11: Epilepsi tonik klonik umum

Prognosis

Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan bebas serangan paling sedikit 2 tahun,

dan bila setelah 5 tahun obat dihentikan pasien tidak mengalami serangan lagi, dikatakan

mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak akan mengalami remisi meskipun minum

obat dengan teratur.8

Kesimpulan

Epilepsi adalah manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi namun dengan

gejala tunggal yang khas yaitu serangan berkala yang disebabkan lepas muatan listrik neuron

kortikal secara berlebih. Salah satu jenis epilepsi yang paling umum ditemui adalah epilepsi

tonik-klonik umum dimana penderitanya akan mengalami kejang tonik lalu klonik selama

beberapa menit. Penatalaksaan yang penting adalah pemberian obat anti kejang sepert

fenitoin, karbamazepin, atau fenobarbital untuk mencegah dan mengurangi frekuensi kejang

agar kualitas hidup pasien membaik.

Daftar Pustaka

1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.

Jakarta: EGC; 2006.

2. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi dasar klinis. Jakarta: Dian Rakyat; 2012.

3. Mansjoer A, Kuspuji T, Savitri R. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta:

Media Aesculapius; 2008.

4. Ahmed Z, Spencer SS. An approach to the Evaluation of a patient for seizures and

Epilepsy, Wisconsin Medical Journal, 103(1); 2004. 49-55.

5. Sisodiya SM, Duncan J. Epilepsy : epidemiology, clinical assessment, investigation and

natural history, Medicine International,00(4); 2000. 36-41

6. Ginsberg L. Lecture notes neurologi. Edisi 8. Jakarta: Erlangga; 2006.

7. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi I. Surabaya : Airlangga

8. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2007.

9. Olson J. Belajar mudah farmakologi. Jakarta: EGC; 2004.

11