epilepsi

48
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat episodik. Defisit memori adalah masalah kognitif yang paling sering terjadi pada pederita epilepsy. Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.Di Inggris, satu orang diantara 131 orang mengidap epilepsi. Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com). B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen mata kulish mikrobiologi C. Metode penulisan Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan metode deskriptif yaitu dengan peninjauan pustaka.

Upload: yoseph-f-buga

Post on 20-Nov-2015

13 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

EpiLepsi

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangEpilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat episodik. Defisit memori adalah masalah kognitif yang paling sering terjadi pada pederita epilepsy.Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.Di Inggris, satu orang diantara 131 orang mengidap epilepsi.Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com).B. Tujuan PenulisanAdapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen mata kulish mikrobiologiC. Metode penulisanMetode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan metode deskriptif yaitu dengan peninjauan pustaka.

BAB IIPEMBAHASAN

A. PengertianEpilepsi yang sukar untuk mengendalikan secara medis atau pharmacoresistant, sebab mayoritas pasien dengan epilepsi adalah bersifat menentang, kebanyakan yang sering terserang terlebih dahulu yaitu bagian kepala. Obat yang bias menenangkan antiepileptik yang standar. Berkaitan dengan biomolekular basis kompleksnya. Sakit kepala yang menyerang sukar sekali untuk diperlakukan secara pharmakologis, walaupun obat antiepileptic sudah secara optimal diberikan,sekitar 30-40% tentang penderita epilepsi yang terjangkit, biasanya pasien melakukan operasi pembedahan untuk menghilangkan rasa sakit sementara. Akan tetapi gejala epilepsi akan timbul sesekali, karena epilepsi sukar untuk dihilangkan rasa sakit kepala yang menyerang.

B. Faktor ResikoEpilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com).C. EpidemologiPada dasarnya setiap orang dapat mengalami epilepsi. Setiap orang memiliki otak dengan ambang bangkitan masing-masing apakah lebih tahan atau kurang tahan terhadap munculnya bangkitan. Selain itu penyebab epilepsi cukup beragam: cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, infestasi parasit, tumor otak. Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, umur berapa saja, dan ras apa saja. Jumlah penderita epilepsi meliputi 1-2% dari populasi. Secara umum diperoleh gambaran bahwa insidensi epilepsi menunjukan pola bimodal: puncak insidensi terdapat pada golongan anak dan usia lanjut

D. EtiologiFaktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk.

Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas. Sementara itu, dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan.Definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai berikut: Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.

Epilepsi dapat dibagi dalam tiga golongan utama antara lain: Epilepsi Grand MalEpilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam serebrum, dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4 menit. Epilepsi Petit MalEpilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu serangan ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch- like),biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan mata. Epilepsi FokalEpilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regional setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh lesi organik setempat atau adanya kelainan fungsional.

E. PatogenesisSistem saraf merupakan communication network (jaringan komunikasi). Otak berkomunikasi dengan organ-organ tubuh yang lain melalui sel-sel saraf (neuron). Pada kondisi normal, impuls saraf dari otak secara elektrik akan dibawa neurotransmitter seperti GABA (gamma- aminobutiric acid) dan glutamat melalui sel-sel saraf (neuron) ke organ-organ tubuh yang lain. Faktor-faktor penyebab epilepsi di atas menggangu sistem ini, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf dan menimbulkan kejang yang merupakan salah satu ciri epilepsi.Faktor mencetus epilepsi : Tekanan, Kurang tidur atau rehat, Sensitif pada cahaya yang terang (photo sensitive),dan Minum minuman keras.F. DiagnosisEvaluasi penderita dengan gejala yang bersifat paroksismal, terutama dengan faktor penyebab yang tidak diketahui, memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus untuk dapat menggali dan menemukan data yang relevan. Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinik dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.penderita atau orang tuanya perlu diminta keterangannya tentang riwayat adanya epilepsi dikeluarganya. Kemudian dilanjutkan dengan beberapa pemeriksaan antara lain:

Pemeriksaan FisikPemeriksaan ini menapis sebab-sebab terjadinya bangkitan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada usia lanjut auskultasi didaerah leher penting untuk menditeksi penyakit vaskular. Pada anak-anak, dilihat dari pertumbuhan yang lambat, adenoma sebasea (tuberous sclerosis), dan organomegali (srorage disease). Elektro-ensefalografPada epilepsi pola EEG dapat membantu untuk menentukan jenis dan lokasi bangkitan. Gelombang epileptiform berasal dari cetusan paroksismal yang bersumber pada sekelompok neuron yang mengalami depolarisasi secara sinkron. Gambaran epileptiform anatarcetusan yang terekam EEG muncul dan berhenti secara mendadak, sering kali dengan morfologi yang khas. Pemeriksaan pencitraan otakMRI bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Yang bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri. Disamping itu juga dapat mengidentifikasi kelainan pertumbuhan otak, tumor yang berukuran kecil, malformasi vaskular tertentu, dan penyakit demielinisasi.

Diagnosis Banding Kejadian paroksismalDiagnosis banding untuk kejadian yang bersifat paroksismal meliputi sinkrop, migren, TIA (TransientIschaemic Attack),paralisis periodik,gangguan gastrointestinal, gangguan gerak dan breath holding spells. Diagnosis ini bersifat mendasar. Epilepsi parsial sederhanaDiagnosis ini meliputi TIA, migren, hiperventilasi, tics, mioklonus, dan spasmus hemifasialis. TIA dapat muncul dengan gejala sensorik yang dibedakan dengan epilepsi parsial sederhana. Keduanya paroksimal, bangkitan dapat berupa kehilangan pandangan sejenak, dan mengalami penderita lanjut usia. Epilepsi parsial kompleksDiagnosis banding ini berkaitan dengan tingkat kehilangan kesadaran, mulai dari drop attacks sampai dengan pola prilaku yang rumit.secara umum diagnosis ini meliputi sinkrop, migren, gangguan tidur, bangkitan non epileptik, narkolepsi, gangguan metabolik dan transient global amnesia.

G. PenatalaksananSetelah diagnosa ditetapkan maka tindakan terapeutik diselenggarakan. Semua orang yang menderita epilepsi, baik yang idiopatik maupun yang non-idiopatik, namun proses patologik yang mendasarinya tidak bersifat progresif aktif seperti tumor serebri, harus mendapat terapi medisinal. Obat pilihan utama untuk pemberantasan serangan epileptik jenis apapun, selain petit mal, adalah luminal atau phenytoin. Untuk menentukan dosis luminal harus diketahui umur penderita, jenis epilepsinya, frekuensi serangan dan bila sudah diobati dokter lain. Dosis obat yang sedang digunakan. Untuk anak-anak dosis luminal ialah 3-5 mg/kg/BB/hari, sedangkan orang dewasa tidak memerlukan dosis sebanyak itu. Orang dewasa memerlukan 60 sampai 120 mg/hari. Dosis phenytoin (Dilatin, Parke Davis) untuk anak-anak ialah 5 mg/kg/BB/hari dan untuk orang dewasa 5-15 mg/kg/BB/hari. Efek phenytoin 5 mg/kg/BB/hari (kira-kira 300 mg sehari) baru terlihat dalam lima hari. Maka bila efek langsung hendak dicapai dosis 15 mg/kg/BB/hari (kira-kira 800 mg/hari) harus dipergunakan.Efek antikonvulsan dapat dinilai pada follow up. Penderita dengan frekuensi serangan umum 3 kali seminggu jauh lebih mudah diobati dibanding dengan penderita yang mempunyai frekuensi 3 kali setahun. Pada kunjungan follow up dapat dilaporkan hasil yang baik, yang buruk atau yang tidak dapat dinilai baik atau buruk oleh karena frekuensi serangan sebelum dan sewaktu menjalani terapi baru masih kira-kira sama. Bila frekuensinya berkurang secara banding, dosis yang sedang dipergunakan perlu dinaikan sedikit. Bila frekuensinay tetap, tetapi serangan epileptik dinilai oleh orangtua penderita atau penderita epileptik Jackson motorik/sensorik/march sebagai enteng atau jauh lebih ringan, maka dosis yang digunakan dapat dilanjutkan atau ditambah sedikit. Jika hasilnya buruk, dosis harus dinaikan atau ditambah dengan antikonvulsan lain.Terapi Pengobatan Epilepsi :Obat pertama yang paling lazim dipergunakan:(seperti: sodium valporat, Phenobarbital dan phenytoin) Ini adalah anjuran bagi penderita epilepsi yang baru, Obat-obat ini akan memberi efek samping seperti gusi bengkak, pusing, jerawat dan badan berbulu (Hirsutisma), bengkak biji kelenjar dan osteomalakia.Obat kedua yang lazim digunakan: (seperti: lamotrigin, tiagabin, dan gabapetin) Jika tidak terdapat perubahan kepala penderita setelah mengunakan obat pertama, obatnya akan di tambah dengan dengan obatan kedua. Lamotrigin telah diluluskan sebagai obat pertama di Malaysia. Obat baru yang diperkenalkan tidak dimiliki efek samping, terutama dalam hal kecacatan sewaktu kelahiran.

BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanEpilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi.Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik. Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam process kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi mungkin juga karena genetik, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum diketahui.B. SaranDisarankan kepada pembaca agar menghindari faktor resiko penyebab epilepsi karena epilepsi dapat ditimbulkan karena kebiasaan yang salah.

Daftar pustakaHarsono.2007.Epilepsi, Gadjah Mada University Press, YogyakartaSidharta, Priguna M.D.,Ph. D.1999. Neurology klinis dalam praktek umum, Dian Rakyat, Jakarta.http//epilepsi.web.//www.google.co.id//2011

MAKALAH EPILEPSI

BAB IPENDAHULUAN

Epilepsi merupakan topik yang luas dan berkembang cukup pesat. Pengetahuan kita mengenai epilepsi perlu sewaktu-waktu disegarkan dan ditambah dengan informasi yang baru. Serangan pertama pada sebagian besar penderita epilepsi telah terjadi semasa anak-anak, sekitar 55 % terjadi sebelum berusia 10 tahun. Untuk meningkatkan penaggulangan epilepsi secara keseluruhan, perlu ditingkatkan penanggulangan epilepsi pada anak-anak dan remaja. Dalam menangani epilepsi perlu diciptakan kerjasama yang baik antara orang tua, pengasuh, dokter, penderita, anggota msyarakat yang bayak hubungannya dengan penderita,misalnya guru di sekolah. Kerjasama yang baik berpengaruh positif terhadap hasil terapi, baik dari segi perkembangan kepribadian, menta, penyesuaian diri terhadap lingkungan, maupun dri segi mencegah kambuhnya serangan. Kepuusan untuk mmulai pengunaan obat-obat anti epilepsi ( OAE ) pada seorang anak penderita epilepsi dapat mempunyai dampak yang besar bagi kehidupannya dala keadan tertentu. Hal itu juga dpat menjadi suatu konfirmasi final untuk diagnosa epilepsi, yang berarti penderita tersebut harus memakai obat secara terus-menerusdalam jangka waktu yang panjang. Sejumlah penelitian dalam beberapa tahun terakhir ini mengemukakan resiko berulangnya pada anak penderita epilepsi yang berhenti minum OAE secara tiba-tiba begitu mereka bebas serangan.

BAB IIEPIDEMIOLOGI EPILEPSI

II. A. Prevalens dan Insiden Epilepsi Para peneliti umumnya mendpatkan insiden 20-70 per 100.000 per tahun dan prevalens sewaktu-waktu 4-10 per 1.000 pada populasi umum.Insiden epilepsi berubah-ubah menurut umur, insiden tertinggi pada anak-anak usia dini,mencapai nadir pada usia dewasa dini dan naik kembali pada usia tua.1 Pasien laki-laki umunya sedikit lebih banyak dibandingkan perempuan. Prevalensi total yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk dalam suatu populasi yang pernah menderita epilepsi dipekirakan sekitar 2-5 %, sehingga diperkirakan sebanyak 1 di antara 20 penduduk dalam suatu populasi akan mengalami epilepsi. Sedangkan pada populasi akan diperkirakan 0.3-0.4 % di antaranya menderita epilepsi. Perhitungan ini menunjukkan bahwa epilepsi merupakan kelainan neurologis yang paling menonjol.1

II. B. Kejang Tanpa Demam Setelah Kejang Demam Anak dengan kejang demam mempunyai 2 resiko yang mungkin dihadapinya, yaitu resiko sebesar 30-40 % untuk berulangnya kejang demam dan sebagian kecil mengalami epilepsi di kemudian hari. Pada penelitian NCPP, hanya 3 % di antara anak-anak dengan kejang demam mengalami setidaknya sekali kejang tanpa demam.11. Riwayat epilepsi dalam keluarga2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokalII.C. Berulangnya Kejang Tanpa Demam Setelah Kejang Tanpa Demam Pertama

Resiko berulangnya kejang pada anak-anak umumnya tergantung pada jenis kejang serta ada atau tidaknya kelainan neurologis dan elektroensefalografi. Di antara bayi yang mengalami kejang neonatal, akan terjadi bangkitan kejang tanpa demam dalam 7 tahun pertama pada 25% kasus. Tujuh puluh lima persen di antara bayi yang mengalami bangkitan kejan tersebut akan menjadi epilepsi.1 Annegers dkk, meneliti resiko berulangnya kejang pada 424 pasien kejang tanpa demam pertama yang terdiri dari neonatus sampai orang dewasa. Berulangnya kejang tercatat pada 220. Secara keseluruhan resiko berulangnya kejang sebesar 9%, 21%, 30%, 36%, 48% dan 56% berturut-turut setelah pemantauan 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, 3 tahun dan 5 tahun.1 Resiko berulangnya kejang berbeda-beda secara bermakna menurut klasifikasi etiologi kejang pertama. Pasien dengan kejang pertama yang idiopatik (287 orang), yaitu pasien ayng tidak mempunyai riwayat gangguan neurologis yang dapat dianggap predisposisi terjadinya kejang, mempunyai prognosis yang paling baik dengna resiko rekuren kumulatif 26% pada 1 tahun dan 45% pada 5 tahun pemantauan. EEG abnormal, kelainan neurologis dan kejang parsial pada pasien merupakan prediktor tingginya resiko berulangnya kejang.1 Pasien dengan kejang pertama yang simtomatik (122 orang), yaitu pasien dengan riwayat gangguan susunan saraf pusat pascaneonatal yang dianggap predisposisi terjadinya kejang seperti infeksi susunan saraf pusat, penyakit serebrovaskular atau trauma kepala, mempunyai resiko rekuren 56% selama periode 1 tahun dan 77% selama periode 5 tahun. Pasien dengan palsi serebral atau retardasimental berat akibat defisit neurologis sejak lahir (15 orang), mempunyai resiko rekuren 92% selama periode 1 tahun.1 Faktor resiko kunci berulangnya kejang dalam penelitian ini ialah etiologi kejang (idiopatik atau simtomatik) dan elektroensefalogram. Dengan varabel tersebut dapat ditentukan sekelompok besar anak-anak dengan resiko rendah (kejang idiopatik dengan elektroensefalogram normal) dan sekelompok anak-anak dengan resiko tinggi untuk mengalami kejang berikutnya (kejang idiopatik dengan ekejtriebsefakigram abnormal dan riwayat epilepsi dalam keluarga, kejang simtomatik dengan riwayat kejang demam, kejang simtomatik yang parsial).1

II.D. Remisi dan Kekambuhan Pasien Epilepsi Obat anti epilepsi dapat mengontrol kejang pada 70% - 80% anak-anak dengan epilepsi. Resiko utama penghentian antikonvulsan ialah kambuhnya kejang.1 Terdapat beberapa faktor yang rutut menentukan kemungkinan kambuhnya kejang setelah penghentian antikonvulsan. Reterdasi mental dan mudanya usia saat onset kejang meningkatkan resiko kambuh. Beberapa faktor lain yang menunjukkan beratnya epilepsi juga meningkatkan resiko kambuh, antara lain, seringnya serangan kejang sebelum epilepsi terkontrol, kelainan EEG yang nyata sreta lamanya dan jumlah antikonvulsan yang dibutuhkan untuk mengontrol epilepsi.1 Shinnar dkk, dalam penelitiannya mendapat 75% anak-anak dan remaja epilepsi yang bebas kejang selama 2 tahun tetap bebas kejang setelah penghentian antikonvulsan selama 30 bulan. Kekambuhan paling sering terjadi dalam bulan-bulan pertama penghentian obat dan 82% kekambuhan terjadi dalam tahun pertama. Kelaianan elektroensefalogram yang khas (perlambatan atau gelombang paku), jenis kejang dan usia saat kejang merupakan faktor yang berperan dalam prognosis.1 Shinnar dkk, merekomendasikan penghentian antikonvulsan pada pasien epilepsi yang sudah bebas kejang selama 2 tahun atau lebih. Tingginya tingkat remisi dan rendahnya kekambuhan berbagai peneliti ini menunjukkan prognosis epilepsi yang baik pada anak.1

II. E. Prognosis Secara umum dapat disimpulkan bahwa prognosis epilepsi pada anak sangat tegantung pada jenis epilepsi yang dideritaya. Faktor yang berhubungan dengan baiknya prognosis di antaranya tidak terdapatnya kelainan neurologis dan mental; tidak kerapnya kejang, terutama jenis tonik klonik umum, hanya terdapat satu jenis kejang, dan cepatnya kejang dikendalikan. Umur onset yang relatif lambat, sesudah usia 2 atau 3 tahun, juga merupakan fakto ryang menguntungkan. Resiko kekambuhan setelah penghentian pengobatan tergantung pada faktor yang sama dengan remisi kejang. Sebaliknya, faktor yang berhubungan dengan prognosis yang buruk di antaranya terdapatnya penyebab kejang organik, terdapatnya kelainan neurologis dan atau mental, terdapatnya beberapa jenis kejang termasuk serangan tonik klonik umum yang sering dan atau kejang tonik dan atonik.1

BAB IIIE P I L E P S I

III. A. Definisi Bangkitan epilepsi atau serangan kejang merupakan manifestasi klinis lepas muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak. Hal ini terjadi karena fungsi sel neuron terganggu. Gangguan fungsi ini dapat berupa gangguan fisiologi, biokimiawi, anatomi, atau gabungan berbagai faktor tersebut. Tiap kelainan yang menganggu fungsi otak, baik yang fokal maupun umum, dapat mengakibatkan bangkitan kejang atau serangan epilepsi.2

III. B. Etiologi Bila ditinjau dari faktor etiologi, maka sindrom epilepsi dapat dibagi menjadi kelompok, yakni : 11. Epilepsi idiopatik (penyebab tidak diketahui)2. Epilepsi simtomatik (penyebabnya diketahui, misalnya tumor otak, pasca trauma otak, pasca ensefalitis).

Epilepsi IdiopatikPada sebagian besar pasien, penyebab epilepsi tidak diketahui dan biasanya pasien tidak menunjukkan manifestasi cacat otak dan juga tidak bodoh. Dengan bertambah majunya pengetahuan serta kemampuan diagnostik, maka golongan idiopatik makin berkurang. Sebagian dari jenis idiopatik disebabkan oleh abnormalitas konstitusional dari fisiologi serebral yang disebabkan oleh interaksi beberapa faktor genetik. Gangguan fisiologis ini melibatkan stabilitas sistem telamik-intralaminar dari substansia kelabu basal da mencakup reticular activating system dalam sinkronisasi lepas muatan. Sebagai akibatnya dapat terjadi gangguan kesadaran yang berlangsung singkat (absens murni, petit mal), atau lebih lama dan disertai kontraksi otot tonik-klonik (tonik-klonik umum, grand mal).1

Epilepsi SimtomatikEpilepsi Simtomatik dapat terjadi bila fungsi otak terganggu oleh berbagai kelainan intrakranial atau ekstrakranial. Penyebab intrakranial misalnya anomali kongenital, trauma otak, neoplasma otak, misalnya: gagal jantung, gangguan pernafasan, gangguan metabolisme (hipoglikemia, hiperglikemia, uremia), gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat, gangguan hidrasi (hidrasi, hidrasi lebih).1

III. C. Patofisiologi Sampai saat ini belum terungkapkan dengan baik dan rinci mekanisme yang memulai atau yang mencetuskan sel neuron untuk berlepas muatan secara sinkron dan berlebihan. Namun, beberapa faktor yang ikut berperan telah terungkapnya, misalnya :1

Gangguan pada membran sel neuronPotensial membran sel neuron bergantung pada permeabilitas sel tersebut terhadap ion natrium dan kalium. Membran neuron permeabel sekali tehradap ion kalium dan kurang permeabel terhadap ion natrium, sehingga didapatkan konsentrasi ion kalium yang tingi dan konsentrasi ion natrium yang rendah di dalam sel dalam keadaan normal.1 Potensial membran ini dapat diganggu dan berubah oleh berbagai hal, misalnya perusahaan kosentrasi ion ekstraselular, stimulasi mekanis atau kimiwai, perubahan pada membran oleh penyabit atau jejas, atau pengaruh kelainan genetik.1 Bila keseimbangan terganggu, sifat semi-permeabel berubah, membiarkan ion natrium dan perubahan potensial yang menyertainya. Potensial aksi terbentuk di permukaan sel, dan menjadi stimulus yang efektif pada bagian membran sel lainnya dan menyebar sepanjang akson. Konsep bahwa permeabilitas ion meningkat pada bangkitan epilepsi saat ini banyak dianut. Tampaknya semua konvulsi, apapun pencetus atau penyebabnya, disertai berkurangnya ion kalium dan meingkatnya konsentrasi ion natrium di dalam sel.1

Gangguan pada mekanisme inhibisi prasinaps dan pasca-sinapsSel neuron saling berhubungan sesamanya melalui sinaps-sinaps. Potensial-aksi yang terjadi di satu neuron dihantar melalui neurakson yang kemudian membebaskan zat transmiter pada sinaps, yang mengeksitasi atau menginhibisi membran pascasinaps. Transmiter eksitasi (asetilkolin, glutamic acid, glisin) mengakibatkan depolarisasi; zat transmiter inhibisi (GABA atau Gama amino butyric acid, glisin) menyebabkan hiperpolarisasi neuron penerimaannya. Jadi satu impuls dapat mengakibatkan stimulasi atau inhibisi pada transmisi sinaps.1 Tiap neuron berhubungan dengan sejumlah besar neuron-neuron lainnya melaui sinaps eksitasi atau inhibisi, sehingga otak merupakan struktur yang terdiri dari sel neuron yang saling berhubungan dengan saling mempengaruhi aktivitasnya. Pada keadaan normal didapatkan keseimangan antara eksitasi dan inhibisi. Gangguan terhadap keseimbangan ini dapat mengakibatkan terjadinya bangkitan kejang. Efek inhibisi ialah meninggikan tingkat polarisasi membran sel. Kegagalan mekanisme inhibisi mengakibatkan epilepsi. Fosfat-piridoksal penting untuk sintesis GABA, definisi piridoksin metabolik atau nutrisi dapat mengakibatkan konvulsi pada bayi. Antikonvulsan valproat bekerja dengan melalui pencegahan pemecahan GABA.1 Dapat dikemukakan bahwa pada bayi dan anak, bukan saja maturasi anatomik dari sistem saraf mempunyai peranan, tetapi juga variasi atara keseimbangan sistem inhibisi dan eksitasi di otak memainkan peranan penting dalam menentukan ambang kejang, dengan demikian mempengaruhi perubahan tinggi-rendahnya ambang kejang. Demikian pula, jaringan saraf dapat menjadi hipereksibel oleh perubahan homeostatis tubuh. Perubahan tersebut dapat diakibatkan oleh demam, hipoksia, hipolsemia, hipogsia, hiposemia, hipoglikemia, hidrasi-lebih dan perubahan keseimbangan asam-basa. Faktor eksternal dapat pula meningkatkan hipereksitabilitas, misalnya obat konvulsan, penghentian mendadak obat antikonvulsan terutama barbiturat, dosis-lebih berbagai macam obat dan berbagai toksin.1

Sel gilaSel gila diduga berfungsi untuk mengatur ion kalium ekstra-selular di sekitar neuron dan terminal presinaps. Pada glisis atau keadaan cedera, fungsi gila yang mengatur konsentrasi ion kalium ekstraselular dapat terganggu dan mengakibatkan meningkatnya eksitabilitas sel neuron di sekitarnya. Rasio yang tinggi antara kadar ion kalium ekstraselular dibanding intraselular dapat mendepolarisasi membran neuron.1 Telah didapat banyak bukti bahwa astroglia berfungsi membuang ion kalium yang berlebihan sewaktu aktifnya sel neuron. Didapatkan bahwa sewaktu kejang kadar ion kalium meningkat sebanyak 5 kali atau lebih di cairan interstisial yang mengitari sel neuron. Waktu ion kalium diserap oleh astroglia cairanpun ikut terserap dan sel astroglia menjadi membengkak (edema), hal ini merupakan jawaban yang khas bagi astroliga terhadap meningkatnya ionkalium ektraselular, baik yang disebabkan oleh hiperativitas neuronal, maupun akibat iskemia sebebral.1 Bila sekelompok sel neuron tercetus dalam aktivitas listrik berlebihan, maka didapatkan 3 kemungkinan1:1. Aktivitas ini tidak menjalar ke sekitarnya, melainkan terokalisasi pada kelompok neuron tersebut, kemudian berhenti. 2. Aktivitas menjalar sampai jarak tertentu, namun tidak melibatkan seluruh otak, kemudian menjumpai tahanan dan berhenti. 3. Aktivitas menjalar ke seluruh otak dan kemudian berhenti. Pada keadaan 1 dan 2 didapatkan bangkitan epilepsi fokal (parsial), sedang pada keadaan 3 didapatkan kejang umum. Jenis bangkitan epilepsi bergantung kepada letak serta fungsi sel neuron yang berlepas-muatan listrik berlebihan serta penjalarannya. Kontraksi otot somatik akan terjadi bila lepas muatan melibatkan daerah motor di lobus frontalis. Bermacam ragam gangguan sensori akan terjadi bila struktur di lobus parietalis dan oksipitalis terlihat. Kesadaran menghilang bila lepas muatan melibatkan batang otak dan talamus. Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi klinis, walaupun ia berlepas muatan listrik yang berlebihan. Sel neuron di serebelum, di bagian bawah batang otak dan di medula spinals tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Fenomen Tood lebih sering dijumpai pada pasien dengan fokus oleh lesi struktural. 1 Sesekali didapatkan cacat akibat bangkitan kejang yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat mengakibatkan kerusakan pada sel neuron, dengan akibat cacat yang menetap.1

BAB IVKLASIFIKASI EPILEPSI

EpilepsiKlasifikasi bangkitan (serangan kejang)1. Kejang parsial (fokal, lokal) a. Parsial sederhana (simple partial) Dengan gejala motork Dengan gejala otonom Dengan gejala somatosensoris seperti halusinasi visual, auditoris, vertigo dan sebagainya Dengan gejala psikis, seperti fungsi luhur, afektif, kognitif, ilusi, halusinasi struktural, dan sebagianya. b. Parsiap kompleks (complex partial) Dengan gejala perubahan kesadaran, bisa dimulai sebagai serangan parsial sederhana Dengan gejala otomatis Bisa dimulai sebagai gejala parsial sederhana kemudian berubah mejadi tonok-klonik umum.

2. Kejang umum a. Absences dengan gejala perubahan kesadaran sementara, bisa disertai komponen tambahan berupa gerakan klonik, atonik, tonik atau otonom; atau gejala otomatisme. b. Atypical absences dengan perubahan tonus otot, timbul dan berakhirnya suatu serangan tidak secara tiba-tiba seperti pada typical absences. c. Serangan kejang mioklonik d. Serangan kejang tonik e. Sedangkan kejang tonik-klinik f. Sedangkan kejang atonik

3. Tidak dapat diklasifikasi

Sindrom epilepsiI. Hubungan lokalisasi epilepsi dan sindron (fokal, lokal, partial)1. Idiopatik dengan onset berhubungan dengan umur :o Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal.o Epilepsi anak dengan paroksismalitas di oksipital.o Epilepsi reading primer.

2. Simtomatiko Epilepsi parsial kontinua progresif kronik pada anak (sindrom Kojewnikows).o Sindrom yang ditandai oleh bangkitan dengan carapresipitasi yang khas sindrom yang berdasarkan tipe bangkitan, lokalisasi anatomik dan etiologi : epilepsi lobus oksipitalis.o Kriptogenik : digolongkan menjadi simtomatik dengan etiologinya tidak diketahui.

II. Epilepsi umum dan sindrom1. Idiopatik dengan onset berhubungan dengan umur :o Kejang neonatal familial benignao Kejang neonatal benignao Epilepsi mioklonik benigna pada bayio Epilepsi absens pada anako Epilepsi absens juvenilo Epilepsi mioklonik juvenil (petit mal impulsif)o Epilepsi dengan bangkitan grand mal pada waktu banguno Epilepsi bangkitan yang didahului oleh bentuk aktivitas yang khas.2. Kriptogenik atau imtomatik, menurut penampilan umur :o Sindrom West (spasme infantil, Blitz-Nick-Salam kramfe)o Sindrom Lennox Gastauto Epilepsi dengan bangkitan mioklonik-astatiko Epilepsi dengan absens mioklonik3. Simtomatik :a. Etiologi tidak khaso Ensefalopati mioklonik dinio Ensefalopati epileptik infantil dini dengan Suppession burst.o Epilepsi umum simtomatik lain yang tidak tersebut di atasb. Sindrom spesifiko Bangkitan epileptik yang mungkin menyebabkan komplikasi banyak penyakit, yang termasuk ini adalah penyakit-penyakit dengan bangkitan/ serangan yang merupakan manifestasi utama.

III. Epilepsi dan sindrom yang tidak dapat ditentukan sifatnya fokal atau umum1. Dengan keduanya bangkitan umum atau fokal :o Kejang neonatalo Epilepsi dengan gelombang paku-ombak terus menerus selama tidur dengan gelombang lambat.o Afasia epileptik didapat (sindrom Landau-Kleffner)o Epilepsi lain yang tidak dapat ditentukan dan bukan di atas.

2. Tanpa sifat yang jelas bangkitan umum atau fokalo Ini termasuk semua kasus grand mal tonik-klonik yang secara klinis dan EEG tidak dapat diklasifikasikan secara jelas serangan umum dan hubungannya dengan lokalisasinya, seperti pada banyak kasus serangan grand mal waktu tidur.

IV. Sindrom special Bangkitan yang berhubungan dengan situasi :o Kejang demamo Bangkitan tersendiri atau status epileptikus tersendiri.o Bangkitan yang terjadi hanya apabila ada kelainan metabolik akut atau kejadian toksik akut misalnya karena alkohol obat-obatan, eklamsia, dan hiperglikemia non hetotik.

V.A. Klasifikasi bangkitan1. Kejang partial 1,2Partial SederhanaPartial Kompleks- Kejang dengan onset lokal pada 1 bagan tubuh tanpa gangguan kesadaran.- Berupa gejala motor, sensori, kognitif, atau efektif.- terlihat gerakan klonik sejak awal atau gerakan klonik setelah fase tonik sebentar, mengenai jari, bibir, kelopak mata, otot wajah, lidah, faring & larings, salivasi dan kesulitan bicara.- Kejang versive sering ditemukan, berupa deviasi konjugat bola mata dan kepala ke satu sisi, dapat disertai perubahan postural berupa kontraksi tonik lengan bawah dengan adduksi bahu disisi arah muka menoleh.- Terlihat jacksonian seizure berupa perjalanan kejang motor.- gejala autonomik : muntah, pucat, muka merah, berkeringat, piloereksi, dilatasi pupil, ikontinensia- disebut epilepsi iobus temporalis- Serangan epilepsi partial sederhana + gangguan kesadaran- gangguan kesadaran sejak awal serangan- Disertai gejala psikis / gangguan fungsi luhur berupa : Disfagia De Javu (dikenal dengan peristiwa yang belum pernah dialami JamaisVu ( kenal dengan peristiwa yang pernah dialami) Dreamy state (kesadaran seperti mimpi) Ilusi Gangguan emosi- Penderita sering membingungkan, disorientasi selama bebereapa menit pasca bangkitan.

2. Kejang Umum1 Absens Ciri kas serangan absens adalah durasi yang singkat, onset dan terminasi mendadak, frekuensi sangat sering, gangguan kesadaran dengan atau tanpa manifestasi. EEG iktal berupa gelombang paku-ombak 3 spd regular, bilateral simtris. Kadang-kadang terlihat gelombang paku-ombak majemuk. EEG interiktal biasanya normal.

Absens atipik Berupa absens yang disertai kehilangan tonus yang sangat jelas, atau oset dan berhentinya serangan tidak mendadak. EEG iktal lebih heterogen, dapat berupa gelombang paku-ombak iregular, gelombang cepat atau aktivitas paroksismal lain. Kelainan terlihat bilateral tetapi sering tidak simetris dan iregular. EEG interiktal berupa gelombang paku atau paku-ombak lambat iregular dan asimetris.

Kejang umum tonik-klonik (TK)Dikenal sebagai epilepsi grand mal dan merupakan prototipe semua angkitan kejang. Kejang TK tidak merupakan suatu grup homogen dan dapat terjadi pada berbagai keadaan. Bila ia merupakan bagian dari suatu epilepsi kronik, biasanya disertai bangkitan kejang lain.1. Kejang umum TK sejak awal serangan, seringkali merupakan manifestasi epilepsi idiopatik. Sering didahului kejang mioklonik.2. Kejang umum Tk yang berasal dari kejang parsial yang secara sekunder menjadi umum. Serangan kejang parsial dapat berupa motor fokal, sensori atau fenomena lain. Serangan parsial ini disebut sebagai aura. Pada keadaan lain, kejang secara klinis terlihat sebagai kejang umum Tk sejak awal, tetapi EEG iktal menunjukkan adanya fokus fokal.3. Kejang umum TK dapat merupakan manifestasi epilepsi dengan fokus multifokal yang independen satu sama lain. Dalam keadaan ini selalu disretai jenis serangan lain misalnya kejang tonik, absens atau parsial. Serangan terlihat sebagai manifestasi motor, autonomik dan kehilangan kesadaran. Fase tonik berupa kontraksi otot menyeluruh yang menyebabkan pasien jatuh. Pasien terbaring dalam posisi ekstensi. Kontraksi yang menyebabkan pasien jatuh. Pasien terbaring dalam posisi ekstensi. Kontraksi tonik diafragma dan otot interkostal menyebabkan hambatan respirasi dan sianosis. Seteah 10 30 detik, terlihat kejang klonik simetris bilateral yang seringkali didahului tremor. Dapat serta expiratory grunting karena udara dipaksa ke luar oleh kontraksi diafragma melalui glotis yang tertutup. Mulut berbuasa dan lidah dapat tergigit pada saat ini. Setelah 30-60 detik, terjadi relaksasi otot. Dapat terjadi fase tonik kembali selama beberapa detik, terutama pada otot sefalik. Postiktal pasien tidak sadar, nafas cepat dan terlihat pucat. Pada 3% kasus tejadi inkontinensia. Fenomena autonomik berupa takidardia, hipertensi, flushing, salivasi dan bertabahnya sekresi bronkus.

Kejang mioklonik Kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat umum atau terbatas pada wajah, batang tubuh atau satu atau lebih ekstremitas, atau satu group otot. Dapat berulang atau tunggal. Banyak gerak mioklonik yang bukan merupakan epilepsi. Serangan mioklonik dapat terjadi pada penyakit medula spinalis, disinergia sereberalis mioklonika, miokonus segmental subkortikal dan lain-lain yang harus dibedakan dari epilepsi.

Kejang klonikKejang umum tonok-klonik kadang-kadang tidak memperlihatkan fase tonik tetapi hanya sentakan klonik. Pada saat frekuensi gerak klonik menurun, amplitudo tetap tinggi. Fase postiktal biasanya pendek. Dapat terjadi gerak klonik kemudian menjadi tonik dan kembali menjadi klonik disebut sebagai klonik-tonik-klonik.

Kejang tonikMerupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas menetap dalam satu posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi, dapat disertai rotasi seluruh batang tubuh.Wajah menjadi distorsi, pucat kemudian menjadi merah dan kebiruan karena tidak dapat bernapas. Serangan tonik aksial dengan ekstensi kepala, leher dan batang tubuh dpat terjadi. Kejang atonik atau astatikBerupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya kepala jatuh ke depan, mulut terbuka, atau lengan jatuh tergantung, atau menyeluruh sehingga pasien jatuh. Kesadaran hanya hilang sejenak. Serangan atonik dapat terjadi pada keadaan bukan epileksi misalnya iskemia batang otak dan sindrom narkolepsikatapleksi.

IV. B. Sindrom Epilepsi 11. Epilepsi Idiopatik Partial Benign Childhood Epilepsy With Centrotemporal SpikesOnset pada usia 2-13 tahun, tersering antara 5-10 tahun, laki-laki lebih sering dibandingkan perempuan. Serangan terjadi pada anak normal. Terlihat dominasi gejala orofaringeal berupa salivasi, tidak dapat bicara, gerak involunter mulut dan farings, suara tenggorok, kontraksi tonik atau klonik lidah, dagu, atau salah satu sisi wajah, rasa baal atau parestesia dagu, gusi dan lidah.

Epilepsi pada Anak dengan Paroksimalitas Oksipital (Childhood Epilepsy with occipital Paroxysms)Onset terjadi pada usia 6 tahun, sebagai seranan parsial dengan gejala visual dominan, berupa buta sejenak, halusinasi berbentuk atau tidak berbentuk. Serangan dapat terbatas hanya pada gejala visual atau terjadi serangan hemiklonik, parsial kompleks atau tonik-klonik umum. Pasca kejang dapat terjadi sakit kepala, neusea dan muntah.

2. Epilepsi Idiopatik Umum Serangan kejang umum sejak awal pada EEG tampak kelainan umum pula.Idiopatik dengan onset berhubungan dengan umur Sindrom Neunatal Familial Benigna (Benign Neonatal Familial Convulson)o Sindrom Neonatal Familial Benigna (Benign Neonatal Familial Conculsion)o Kejang terjadi pada hari ke 2 sampai 15 setelah lahiro Tidak ada kriteria EEGo Sebagian kecil kasus mengalami kejang kembali pada masa anak.

Kejang Neonatal benigna (Benign Neonatal Convulsion = Bnc)o Kejang sangat sering, terjadi sekitar hari ke 5, tanpa etiologi yang jelas EEG interiktal menunjukkan gambaran theta pointu alternant.o Tidak terjadi epilepsi atau kejang di kemudian hario Perkembangan psikomotor normal.

Epilepsi Mioklonik Benigna Pada Bayi (Benign Myoclonic Epilepsy In Infancy)o Jarang ditemukano Serangan mioklonus umum pada tahun pertama atau kedua kehidupan pada anak normal.o Seringkali ditemukan riwayat keluarga epilepsi.o EEG iktal memperlihatkan gelombang paku-ombak umum dengan letupan oada saat awal tidur.

Epilepsi Mioklonik Juvenilis (Juvenile Myoclonic Epilepsy = JME)Berbeda dengan serangan mioklonik lain, JME bersifat benigna dan tidak progresif. Mioklonus merupakan gejala utama, berupa kejutan pada ekstremitas atas spontan, tunggal atau multipel, bilateral simetris tanpa kehilangan kesadaran. Serangan terjadi pada hari setelah bangun tidur setelah malamnya mengalami kurang tidur.

Absens Juvenilis (Juvenile Absence Epilepsy)Merupakan sindrom epilepsi umum idiopatik yang muncul pada usia sekitar pubertas. Serangan tidak banyak berbeda dengan absens pada anak. Frekuensi serangan jarangan, umumnya muncul setiap hari dan biasanya sporadis.

Kriptogenik atau Sitomatik Sindrom Westo Spasmeo Retardasi mental atau deteriorasi mentalo Hipsaritmao Onset sebelum 1 tahun, puncak antara 3-7 bulan

Sindrom Lennox-Gastaut (SLG)o Ditandai serangan epilepsi berupa absens atipik, kejang tonik aksial, jatuh mendadak karena serangan atonik atau kadang-kadang mioklonik.o Gelombang paku ombak lambat difus pada saat bangun, irama cepat 10/detik pada saat tidur.o Gangguan perkembangan mental dan tingkah laku.Umur onset kurang dari 8 tahun dengan puncaknya antara 3-5 tahun. Laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Onset penyakit bervariasi, dapat terjadi pada anak yang sebelumnya normal.

Epilepsi dengan Kejang Mioklonik-Astatik (Epilepsy with Myoclonic-Astatic) Manifestasi klinis muncul pada usia antara 7 bulan 6 tahun. Laki-laki 2 kali lebih sering dibandingkan perempuan. Kejang berupa kejang mioklonik, astatik, mioklonik-astatik, absens dengan komponen klonik dan tonik, dan tonik-klonik. Perjalanan penyakit bervariasi.

Epilepsi dengan Absens Mioklonik (Epilepsy with Myoclonic Absence)Ini adalah bangkitan absens disertai mioklonus dengan intensitas bervariasi, bilateral, ritmis, difus, EEG iktal menunjukkan gambaran paku ombak 3 per detik.

Tanpa Etiologi yang khas Mioklonik Ensefalopati (Early Myoclonic Encephalopathy)o Onset sebelum usia 3 bulano Mioklunus sejak onseto Kejang parsial tidak teraturo Mioklonia masif dan /atau spasme toniko EEG : aktivitas supression-burst, berubah menjadi hipsaritmia atipiko Tidak ada perkembangan, meninggal sebelum usia 1 tahuno Seringkali familial

Early Infantile Epileptic Encephalophaty with Suppression-BurstBayi umumnya lahir normal dan tampak normal selama beberapa hari. Kemudian terjadi kejang umum yang merupakan spasme fleksor, ekstensor atau asimetris. Pada mulanya bayi normal secara neurologis. Kejang bertambah sering secara progresif dan terjadi defisit neurologis berupa kelumpuhan, ataksia atau distonia. Berbeda dengan early myoclonic encephatlopaty kelompok ini tidak memperlihatkan mioklonus. EEG tidak menunjukkan irama normal, yang terlihat adalah pola supression-burst, berupa gelombang yang hampir datar selama beberapa detik bergantian dengan letupan gelombang paku dan lambat amplitudo tinggi 150-300 uv difus. Prognosis buruk, separuh pasien akan meninggal, sisanya menjadi cacat menetap. Sebagian pasien dapat berubah menjadi spasme infantil.

BAB VPEMERIKSAAN PENUNJANG EPILEPSI

Pemeriksaan penunjang biasa dilakukan terdiri atas pemeriksaan darah, urin, cairan brospinalis, elektroensefalografi (EEG) dan pencitraan. Pemeriksaan penunjang dilakukan atas dasar indikasi.1

r Pemeriksaan Urin1Kadang-kadang serangan epilepsi disebabkan oleh kelainan ginjal yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan urin rutin. Pemeriksaan urin lain ialah untuk mengetahui adanya asam amino dalam urin, misalnya pada pasien epilepsi yang disebabkan oleh fenilketonuria atau histidinuria. Pemeriksaan ini dilakukan atas dasar indikasi.

r Pemeriksaan Darah1Kelainan-kelainan darah tertentu dapat menyebabkan serangan epilepsi, misalnya anemia sickle cell, polisitemia dan leukemia. Pemeriksaan gula darah, elektrolit darah dan ureum perlu dilakukan atas dasar indikasi. Misalnya serangan spasme infantil dapat disebabkan oleh karena hipoglikemia. Pemeriksaan darah lain ialah untuk mengetahui adanya infeksi intrauterin, misalnya toksoplasmosis kongenital, rubela kongenital dan sitomegalovirus kongenital. Pemeriksaan penunjang ini dilakukan atas dasar indikasi.

r Pemeriksaan Cairan Serebrospinal1Cairan serebrospinal pada pasien epilepsi umum normal, fungsi lumbal dilakukan pada pasien yang diduga menderita meningitis. Pada pasien epilepsi dengan kelainan neurologis fokal dan tanda peninggian tekanan intrakranial sangat berbahaya apabila dilakukan fungsi lumbal.

r Pemeriksaan EEG1Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan peemriksaan penunjang yang paling baik untuk menegakkan diagnosis epilepsi. Adanya pemeriksaan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.

r Pemeriksaan Pencitraan1Pemeriksaan pencitraan yang dilakukan ialah foto polos kepala, angiografi serebral, Computed Tmography (CT) Scan, magnetic resonance imaging (MRI) dan Positron Emission Tomography (PET). Pemeriksaan pencitraan pada pasien epilepsi dilakukan atas dasar indikasi.

BAB VIPENGOBATAN EPILEPSI

Secara umum, tujuan pengobatan epilepsi adalah untuk mengendalikan serangan epilepsi dengan cara pemberian OAE yang tepat, dalam dosis yang adekuat dan tanpa menimbulkan efek samping atau gejala-gejala toksik. Tetapi harus pula diperhatikan bahwa pengobatan anak dengan epilepsi juga bertujuan untuk mengoptimalkan kualitas hidup mereka. Pengambilan keputusan untuk memulai pengobatan OAE sebaiknya dilakukan secara bersama oleh dokter dan keluarga penderita dengan mempertimbangkan resiko/manfaat yang diperoleh bila penggunaan OAE ditunda atau segera dimulai.3

r Prinsip pengobatan adalah3 adalah :1. Mengurangi atau menghilangkan serangan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita.2. Terari diberikan sedini mungkin setelah diagnosa pasti3. Pilihan OAE sesuai dengan jenis epilepsinya4. Obat diupayakan tunggal5. Dosis minimal yang efektif6. Biaya terjangkau7. Terapi harus berdasarkan evidense-based clinical praktice

r Obat Anti Epilepsi Pemilihan Obat Anti EpilepsiSetelah diagnosis epilepsi mantap, tahap berikutnya adalah mencari OAE yang sesuai. Jenis OAE sangat tergantung pada sifat serangan epilepsi. Berikut ini tedapat 2 Tabel mengenai spesifitas OAE terhadap serangan (Tabel 5-1) dan OAE pilihan pertama dan kedua terhadap jenis epilepsi tertentu (Tabel 5.2).

Tabel 5-1. SPESIFISITAS OAE PADA PELBAGAI JENIS SERANGAN1Jenis SeranganParsialUmum TkAbsensMioklonikTonikAsetazolamidKarbamazepinKlonazepamEtosuksimidFenobarbitalFenitoinPrimidonValporat+/-++-+++++++-+++++-++---++/--+----++/-++--+++

Tabel 5-2. OBAT PILIHAN PERTAMA DAN KEDUA1Serangan parsial (sederhana, kompleks, dan umum sekunder) OAE pilihan pertama : karbamazepin, fenoberbital, primidon, fenitoin OAE pilihan kedua : benzodiazepin, asam valproat Serangan Umum :Serangan tonik-klonik OAE pilihan pertama : karbamazepin, fenoberbital, primidon, fenitoin, asam valproat OAE pilihan kedua : benzodiazepin, asam valproatSerangan absens OAE pilihan pertama : etosuksimid, asam valproat OAE pilihan kedua : benzodiazepinSerangan mioklonik OAE pilihan pertama : benzodiazepin, asam valproat OAE pilihan kedua : etosuksimidSerangan tonik, klonik, anotik Semua OAE kecuali etosuksimid.

Dosis dan kadar terapi obat antiepilepsi 2ObatDosis (mg/kgBB/hari)Kadar terapi dalam darah (mg/L)Waktu paruh (jam)Fenobarbital2-1015-4040-70Fenitoin5-105-2012-22Karbamazepin10-306-108-19Valproat15-3050-1006-15Nitrazepam0,1-1

Klonazepam0, 03-0,10,03-0,0616-60Primidon15-308-124-6ACTH10-30 U/hari

Asetazolmaid20-25

r Jenis onat epilepsi11. Fenobarbital dan pirimidon - mengatasi kejang tonik-klonik umum (grand mal), serangan partial sederhana, kompleks, status epileptikus dan mencegah kejang demam merupakan antikonvulsan yang aman dan murah. - Fenobarbital dosis awal : 4-5 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis dan akan mencapai kadar teraopetik dalam 2-3 minggu, kadar teraupetik 15-40 Ug/ml efek toksik pada kadar lebih dari 60 Ug/ml. - Pirimidon bersifat anti konvulsan. Dosis anak 10-25 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2-4 dosis, kadar terapautik 5-12 Jug/ml. Efek toksik bila kadar efek lebih dari 15 Ug/ml. - Efek samping : ruam kulit dan diskrasia darah (jarang), mengantuk, hiperaktivitas, kadang-kadang mual, sakit kepala, kesimbangan.

2. Karbamazepin - Obat utama untuk epilepsi partial (sederhana dan kompleks) dan epilepsi umum tonik-klonik. - Dosis anak < 6 : 10-30 mg/kgBB dibagi dalam 2-4 dosis sehari kadar terapeutik 18-12 Ug/ml dalam 3-4 hari. - Untuk 6-12 tahun : 100 mg 2x sehari, untuk 12 tahun : 200 mg 2x sehari. - Efek idionsikratik : Ruam kulit, diskrania darah - Efek intoksikasi : diplopia, vertiga, pusing, inkoordinasi, gejala distonik - Keunggulannya : memperbaiki fungsi kognitif, menjadikan anak lebih sadar dan merasa lebih enak.

3. Fenition - Untuk kejang tonik-klonik umum, serangan partial (sederhana kompleks) dan beberapa jenis kejang lainnya. - Jangan dibeirkan pada serangan campuran, karena dapat memperberat serangan absens - Dosis rata-rata : mg/kgBB/hari, kadar terapeutik (10-20 Ug/ml) dalam 7-10 hari, nistagmus dapat timbul pada kadar 15-30 Ug/ml, ataksia pada kadar diatas 30 Ug/ml dan perburukan kejang pada kadar 40 Ug/ml. - Efek Idiosinkasi : ruam kulit, diskrasia darah dan reaksi imunologis - Efek intoksikasi : vertuga, gerakan involunter, pusing, mual, nistagmus, sakit kepala, ataksia letargi, perubahan perilaku. - Efek kronik : hirsutisme, hipertrafi gigiva, gangguan perilaku dan fungsi kognitif, dapat terjadi peninggian SGOT, SGPT. Efek samping yang berat : kelainan hematologis (trombositopenia, leukopenia, anemia) dan sindroma steven Johnson.

4. Etosuksimid - Paling efektif untuk mengatasi serangan petit mal - Dosis dimulai dengan 15-20 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis perhari pada anak