editan iga bagus suastika ph konsul dr.ivon (26!03!13)

175
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia. WHO menjadikan TB sebagai kasus emergensi dunia pada tahun 1993. Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru- paru, kemudian menyebar dari paru ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas (bronchus), atau langsung ke persendian dan tulang (osteomielitis TB ) , kulit ( skrofuloderma ), ginjal, otak ( meningitis TB ), usus dan jaringan sekitarnya, mata (konjungtivitis fliktenularis) ,telinga,mulut,gigi, dan lainnya. Epidemiologi kasus TB di dunia Pada tahun 2011 estimasi insiden kasus TB dunia adalah 8.7 juta ( antara 8.3 juta –9.0 juta ) . Hampir sama dengan 125 kasus per 100.000 populasi. Dari 8.7 juta insiden, estimasi 0,5 juta adalah anak – anak. Dari 8.7 juta insiden, estimasi 2,9 juta

Upload: darklove

Post on 29-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan

sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia. WHO

menjadikan TB sebagai kasus emergensi dunia pada tahun 1993. Tuberkulosis

paru (TB paru) merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh

manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru-paru, kemudian menyebar dari

paru ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran

nafas (bronchus), atau langsung ke persendian dan tulang (osteomielitis TB ) ,

kulit ( skrofuloderma ), ginjal, otak ( meningitis TB ), usus dan jaringan

sekitarnya, mata (konjungtivitis fliktenularis) ,telinga,mulut,gigi, dan lainnya.

Epidemiologi kasus TB di dunia

Pada tahun 2011 estimasi insiden kasus TB dunia adalah 8.7 juta ( antara 8.3

juta –9.0 juta ) . Hampir sama dengan 125 kasus per 100.000 populasi. Dari 8.7

juta insiden, estimasi 0,5 juta adalah anak – anak. Dari 8.7 juta insiden, estimasi

2,9 juta adalah wanita ( antara 2,6-3,6 juta ). Persentase kejadian kasus TB dunia

tahun 2011 : Asia (59%) , Afrika (26 %) , Timur Tengah (7.7) , Eropa (4.3%) ,

dan Amerika (3%).

Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2007 menyatakan

jumlah penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di posisi

tiga di dunia setelah India dan Cina. Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat

peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar

429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun

2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia (sumber WHO

Global Tuberculosis Control 2010).

Page 2: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Negara dengan insiden TB terbanyak di dunia pada tahun 2011 adalah India (2.0

juta –2.5 juta ), China (0.9 juta –1.1 juta ), Afrika Selatan (0.4 juta –0.6 juta ),

Indonesia (0.4 juta –0.5 juta ) and Pakistan (0.3 juta –0.5 juta ).

Gambar ??. Peta Tuberculosis Dunia Tahun 2011

Berdasarkan data di atas maka Indonesia merupakan salah satu negara dengan

estimasi kasus baru TB sekitar 150-299 kasus per 100.000 populasi penduduk

pada tahun 2011.

Tabel ??

Angka Prevalensi, Insidensi dan Kematian, Indonesia, 1990 dan 2009

Page 3: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Berdasarkan tabel ?? tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2009 prevalensi

semua tipe TB sebesar 244 per 100.000 penduduk atau sekitar 565.614 kasus

semua tipe TB, insidensi semua tipe TB sebesar 228 per 100.000 penduduk atau

sekitar 528.063 kasus semua tipe TB, Insidensi kasus baru TB BTA Positif

sebesar 102 per 100.000 penduduk atau sekitar 236.029 kasus baru TB Paru BTA

Positif sedangkan kematian TB 39 per 100.000 penduduk atau 250 orang per hari.

Data TB Indonesia 2011 ada pada lampiran.

Angka penjaringan suspek

Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya di antara 100.000 penduduk pada

suatu wilayah tertentu dalam satu tahun. Angka penjaringan suspek ini digunakan

untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan

memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan).

Tabel

Keterangan :

Page 4: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

( ) : terjadi penurunan dibandingkan dengan tahun 2009 triwulan 1

Berdasarkan tabel angka penjaringan suspek per provinsi tahun 2008-2010

(triwulan 1) tersebut menggambarkan bahwa terdapat 14 provinsi yang

mengalami peningkatan angka penjaringan suspek, yaitu Provinsi Nangroe Aceh

Darussalam, Sumatera Utara, Jambi, Bangka Belitung, Bengkulu, Banten, Jawa

Barat, Kalimantan Selatan, Sulawresi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Nusa

Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara dan Papua Barat. Peningkatan angka

penjaringan suspek mempunyai range 8-123 per 100.000 penduduk. Provinsi

dengan peningkatan angka penjaringan suspek terendah adalah Provinsi Maluku

(123 per 100.000 penduduk) dan tertinggi adalah Provinsi Sumatera Utara (8 per

100.000 penduduk).

Proporsi pasien TB Paru BTA positif diantara suspek yang diperiksa

Adalah prosentase pasien BTA positif yang ditemukan di antara seluruh suspek

yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan

sampai diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek. Proporsi

pasien TB Paru BTA positif di antara suspek pada tahun 2010 ini masih dalam

range target yang diharapkan (target 5 -15%). Bila angka ini terlalu kecil (< 5%)

kemungkinan disebabkan antara lain; penjaringan suspek terlalu longgar, banyak

orang yang tidak memenuhi kriteria suspek, atau ada masalah dalam pemeriksaan

laboratorium (negatif palsu). Sedangkan bila angka ini terlalu besar (> 15%)

kemungkinan disebabkan antara lain ; penjaringan terlalu ketat atau ada masalah

dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu).

Page 5: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Berdasarkan grafik proporsi pasien TB Paru BTA positif diantara suspek yang

diperiksa per provinsi menunjukkan terdapat 29 provinsi dengan angka sebesar 5-

15%, (terendah Provinsi Bengkulu sebesar 7,8% dan tertinggi Provinsi Papua

sebesar 14,6%), sedangkan provinsi dengan angka > 15% sebanyak 3 provinsi

yaitu Maluku Utara, Kepulauan Riau dan DKI Jakarta. Sedangkan Provinsi

Sulawesi Barat data suspek tidak terlaporkan

Grafik 1

Proporsi pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB Paru

Adalah prosentase pasien Tuberkulosis paru BTA positif diantara semua pasien

Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan

pasien Tuberkulosis yang menular diantara seluruh pasien Tuberkulosis paru yang

diobati. Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih

Page 6: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

rendah, itu berarti mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritas untuk

menemukan pasien yang menular (pasien BTA Positif).

Berdasarkan grafik tersebut di atas proporsi pasien TB Paru BTA Positif diantara

seluruh pasien TB per provinsi tahun 2009 menunjukkan terdapat 18 provinsi

dengan angka sebesar > 65% yaitu Provinsi Sulawesi Tenggara ,Sulawesi Utara,

Gorontalo, Bengkulu, Jambi, Sumatera Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah,

Sulawesi Selatan, Bangka Belitung, Nagroe Aceh Darussalam, Kalimantan Barat,

Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Riau, Maluku Utara, Kalimantan Selatan dan

Maluku.

Grafik 2

Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien TB

Adalah prosentase pasien TB anak (<15 tahun) diantara seluruh pasien TB

tercatat. Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan

dalam mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 15%. Bila angka ini terlalu

besar dari 15%, kemungkinan terjadi overdiagnosis.

Page 7: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Grafik 3

Berdasarkan grafik proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien TB per

provinsi tersebut diatas, proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien TB per

provinsi pada tahun 2010 triwulan 1 yang berkisar pada angka 15% adalah

Provinsi DKI Jakarta. Untuk provinsi dengan angka < 15% sebanyak 30 provinsi

dengan angka terendah pada Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 1,1% dan tertinggi

pada Provinsi Jawa Tengah sebesar 13,5%. dan provinsi dengan angka > 15%

sebanyak 2 provinsi yaitu Provinsi Papua dan Jawa Barat.

TB dan HIV/ AIDS

Munculnya pandemic HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB.

Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan resiko kejadian TB secara signifikan.

Pada saat yang sama kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB

(multidrug resistence = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak

berhasil disembuhkan,keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan

terjadinya epidemic yang sulit ditangani. (pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis ,depkes.Jakarta 2006).

Page 8: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Agar tujuan penanggulangan TB dapat tercapai ditetapkan program jangka

panjang yaitu dengan menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit TB

dengan cara memutuskan mata rantai penularan, sehingga penyakit TB tidak lagi

menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Sedangkan tujuan

penyembuhan jangka pendek adalah dengan menyembuhkan minimal 85%

penderita TB paru BTA +,tercapainya cakupan 70% dari semua penderita TB

yang diperkirakan dan mencegah terjadinya resistensi obat TB di masyarakat.

Oleh karena itu Departemen Kesehatan membuat suatu pedoman Nasional

Penanggulan TB paru yang didalamnya tertuang kebijakan WHO yaitu dengan

stategi yang direkomendasikan Directly Observed Treatment Shourtcours (DOTS)

yang meliputi atas 5 komponen yaitu:

1)Komitmen politis dari para pengambil keputusan,termasuk dukungan dan :

2)diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis :

3)pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek

dengan pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat (PMO) :

4)Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin:

5)Pencatatan pelapoan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi

program penanggulangan TB.

TB di Puskesmas Sekupang

Di wilayah kerja Sekupang yang berpenduduk 126.008 jiwa, pada tahun 2011.

Ditemukan 25 kasus BTA positif dan 19 kasus BTA negative rontgen positif.

Angka tersebut masih kurang dari target yang ditetapkan oleh dinas kesehatan

kota Batam. (program P2M TB paru,pkm sekupang,2011).

Page 9: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

DATA PENDERITA TB DI PUSKESMAS SEKUPANG

Tabel ??

JUMLAH PENDERITA TB BTA POSITIF TAHUN 2006 – 2012

DI PUSKESMAS SEKUPANG

JUMLAH PENDERITA TB BTA POSITIF

NO KELURAHAN 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

1 Sei Harapan 6 2 2 3 8 3 4

2 Tg Riau 3 1 2 4 5 2 8

3 Tg Pinggir 0 1 4 4 0 1 0

4 Patam Lestari 1 0 6 2 6 4 5

5 Tiban Indah 2 1 2 3 2 2 2

6 Tiban Lama 3 3 7 3 5 7 9

7 Tiban Baru 2 1 1 3 3 4 2

8 Luar Wilayah

(kecamatan Batuajiaji)

5 6 0 0 0 0 0

JUMLAH 22 15 24 22 29 23 30

Page 10: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Tabel 4.

JUMLAH PENDERITA TB PARU BTA NEGATIF RONTGEN POSITIF

TAHUN 2006 – 2012 DI PUSKESMAS SEKUPANG

JUMLAH PENDERITA TB BTA NEGATIF RONTGEN

POSITIF

NO KELURAHAN 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

1 Sei Harapan 4 4 7 6 7 2 9

2 Tg Riau 0 5 4 5 5 4 5

3 Tg Pinggir 0 2 3 0 1 0 0

4 Patam Lestari 2 3 3 4 6 4 6

5 Tiban Indah 2 0 5 0 2 2 2

6 Tiban Lama 4 0 6 6 5 6 2

7 Tiban Baru 1 5 9 7 5 1 4

8 Luar

Wilayah(kec

batu aji)

9 1 0 0 0 0 0

JUMLAH 22 20 37 28 31 19 28

Page 11: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Tabel 5.

KASUS TB BTA +, KONVERSI, KESEMBUHAN,PENGOBATAN

LENGKAP PUSKESMAS SEKUPANG TAHUN 2006 – 2012

Keterangan

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

1 BTA positif 28 15 24 22 29 23 30

2 Konversi 15 11 18 19 27 21 18

3 Sembuh 11 10 14 19 27 21 9

4 Pengobatan Lengkap 1 21 38 35 30 21 15

Riskesda (2008:105) prevalensi TB paru cenderung meningkat sesuai

bertambahnya usia dan prevalensi tertinggi pada usia lebih dari 65 tahun.

Prevalensi TB Paru 20% lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan dan tiga

kali lebih di pedesaan dibandingkan perkotaan dan empat kali lebih tinggi pada

pendidikan rendah dibandingkan di pendidikan tinggi. Dalam Gerdunas-TBC,

(2002c: 3)

Penularan TBC akan lebih mudah terjadi jika terdapat dalam situasi hunian padat

(overcrowding) , sosial ekonomi yang tidak menguntungkan (social deprivation),

lingkungan pekerjaan dan perilaku hidup tidak sehat dalam masyarakat. Depkes

RI, (2008: 5). Yang beresiko tertular TBC Paru diantaranya orang-orang yang

kontak fisik secara dekat dengan penderita, orang-orang tua, anak-anak, orang-

Page 12: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

orang bertaraf hidup rendah dan memiliki akses rendah terhadap fasilitas

kesehatan serta orang-orang yang sedang sakit dan turun daya tahan kekebalan

tubuhnya. Faktor  yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita

TB adalah daya tahan tubuh yang rendah diantaranya karena gizi buruk atau

HIV/AIDS. Resiko penularan setiap tahun di Indonesia dianggap cukup tinggi dan

bervariasi ( Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI ) antara 1-3%  dan 50

persennya dengan BTA positif.

Adanya kontak dengan BTA positif dapat menjadi sumber penularan yang

berbahaya karena berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di

sekitarnya (Depkes IDAI, 2008: 12). Kasus seperti ini sangat infeksius dan dapat

menularkan penyakit melalui batuk, bersin dan percakapan, juga peralatan yang

terkontaminasi kuman TBC. Semakin sering dan lama kontak, makin besar pula

kemungkinan terjadi penularan. Sumber penularan bagi bayi dan anak yang

disebut kontak erat, adalah orangtuanya, orang serumah atau orang yang sering

berkunjung.

Bakteri ini sangat lambat pertumbuhannya, mereka memecah diri setiap 16-20

jam. Matinya juga sangat lambat, perlu waktu sedikitnya 6 bulan bagi obat-obatan

yang ada untuk membunuh seluruh bakteri. Dengan pengobatan TBC  yang lama

dan  perlu adanya ketelatenan dari penderita untuk tetap teratur mengkonsumsi

obat yang diberikan (Obat Anti Tuberkulosis/OAT). Kuman TBC hanya dapat

dibasmi dengan obat-obatan (program DOTS yang memerlukan Pengawas Minum

Obat/PMO untuk mengawasi/mengingatkan penderita minum obat) yang disertai

makan makanan bergizi serta pola hidup sehat. Sehingga selama terapi perlu

adanya pemahaman bahwa masih ada kemungkinan terjadi penularan pada orang

disekitarnya/khususnya keluarga jika tidak dilakukan tindakan pencegahan

penularannya baik oleh penderita maupun orang disekitarnya khususnya keluarga

untuk mendukung terlaksananya program terapi. Depkes (2008: 3)

Sekitar 75% Pasien TB adalah kelompok usia paling produktif secara ekonomis

(15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata

waktu kerjanya 3-4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan

tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika dia meninggal akibat TB, maka

Page 13: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

akan kehilangan pendapatan sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis,

TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan

dikucilkan oleh masyarakat. Depkes (2008: v) Kerugian yang diakibatkan sangat

besar, bukan hanya aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial maupun

ekonomi. Dengan demikian TB merupakan ancaman terhadap cita-cita

pembangunan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Karenanya

perang terhadap TB berarti pula perang terhadap kemiskinan, ketidakproduktifan

dan kelemahan akibat TB.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah perlunya diketahui, hubungan pengetahuan,

lingkungan fisik rumah dan pelayanan kesehatan dengan penularan penyakit TB

Paru di wilayah kerja Puskesmas Sekupang Kelurahan Tanjung Riau tahun 2012 –

2013.

Dari rumusan masalah diatas timbul pernyataan,” Apakah ada hubungan

pengetahuan, lingkungan fisik rumah (kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan

rumah), dan pelayanan kesehatan (adanya penyuluhan, sikap pelayanan kesehatan,

lokasi sarana kesehatan) dengan penularan penyakit TB Paru di wilayah kerja

Puskesmas Sekupang Kelurahan Tanjung Riau tahun 2012 – 2013 ? ”.

I.3 Tujuan Penelitian

I.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran

pengaruh pengetahuan, lingkungan fisik rumah (kepadatan hunian, ventilasi,

pencahayaan rumah), dan pelayanan kesehatan (adanya penyuluhan, sikap

pelayanan kesehatan, lokasi sarana kesehatan) dengan penularan penyakit TB

Page 14: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Paru di wilayah kerja Puskesmas Sekupang Kelurahan Tanjung Riau tahun 2012 –

2013

I.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan masyarakat Kelurahan

Tanjung Riau terhadap penularan penyakit TB Paru di wilayah kerja Puskesmas

Sekupang Kelurahan Tanjung Riau tahun 2012 – 2013

b. Untuk mengetahui hubungan antara kepadatan hunian masyarakat

Kelurahan Tanjung Riau dengan penularan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas

Sekupang Kelurahan Tanjung Riau tahun 2012 – 2013

c. Untuk mengetahui hubungan antara ventilasi rumah masyarakat

Kelurahan Tanjung Riau dengan penularan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas

Sekupang Kelurahan Tanjung Riau tahun 2012 – 2013

d. Untuk mengetahui hubungan antara pencahayaan rumah masyarakat

Kelurahan Tanjung Riau dengan penularan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas

Sekupang Kelurahan Tanjung Riau tahun 2012 – 2013

e. Untuk mengetahui hubungan antara adanya penyuluhan kesehatan

kepada masyarakat di Kelurahan Tanjung Riau dengan penularan TB Paru di

wilayah kerja Puskesmas Sekupang Kelurahan Tanjung Riau tahun 2012 – 2013

f. Untuk mengetahui hubungan antara sikap pelayanan kesehatan terhadap

masyarakat Kelurahan Tanjung Riau dengan penularan TB Paru di wilayah kerja

Puskesmas Sekupang Kelurahan Tanjung Riau tahun 2012 – 2013

g. Untuk mengetahui hubungan antara lokasi sarana kesehatan

(Puskesmas Sekupang) dengan penularan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas

Sekupang Kelurahan Tanjung Riau tahun 2012 – 2013

Page 15: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

I.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Pengelolaan Program TB Paru (Dinkes.Kota Batam)

Merupakan masukan dan sumbangan pemikiran mengenai pola pengelolaan

penyakit TB Paru yang berhubungan dengan pengetahuan, lingkungan fisik rumah

(kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan rumah), dan pelayanan kesehatan

(penyuluhan, sikap pelayanan kesehatan, lokasi sarana kesehatan) yang dilakukan

petugas pengelola program P2M (Penanggulangan Penyakit Menular) Kota

Batam, sehingga digunakan sebagai pedoman untuk menetapkan program

kegiatan yang lebih strategis dan operasional dalam rangka pencegahan penularan

penyakit TB Paru.

2. Manfaat Bagi Pengelola P2M Puskesmas Sekupang

Untuk sebagai masukan dan sumbangan pemikiran TB Paru dengan

memperhatikan kondisi fisik rumah seperti luas ventilasi, pencahayaan dan

kepadatan hunian serta pelayanan kesehatan (penyuluhan, sikap pelayanan

kesehatan, lokasi sarana kesehatan) sehingga tercapai hasil yang maksimal dalam

pemberantasan penyakit menular.

3. Manfaat Bagi Peneliti

a. Untuk menambah pengetahuan dan lebih memahami pengelolaan

pemberantasan penyakit menular yang dilakukan oleh petugas Puskesmas dalam

menurunkan angka kejadian TB Paru di Wilayah kerja Puskesmas Sekupang Kota

Batam khususnya Kelurahan Tanjung Riau.

b. Menambah pengalaman dalam melakukan penelitian khususnya tentang

penyakit TB Paru yang dihubungkan dengan sanitasi lingkungan fisik rumah

seperti luas ventilasi, pencahayaan , kepadatan hunian serta pelayanan kesehatan

(penyuluhan, sikap pelayanan kesehatan, lokasi sarana kesehatan)

Page 16: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

4. .Manfaat Bagi Masyarakat

Menambah informasi dan pengetahuan bagi masyarakat tentang penularan

penyakit TB Paru dan pencegahannya agar tidak terjadi penularan secara meluas

di masyarakat.

5. Manfaat Bagi Pemerintah

Memberikan masukan bagi pemerintah khususnya Puskesmas Sekupang

dalam melakukan upaya promotif, preventif dan kuratif kepada penderita TB Paru

secara efisien.

6. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai masukan data dan sumbangan pemikiran perkembangan

pengetahuan untuk peneliti selanjutnya.

I.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini selama 2 bulan yaitu pada bulan Maret s/d April

2013, bertempat di wilayah Tanjung Riau bagian Puskesmas Sekupang Kota

Batam. Mengingat keterbatasan yang ada pada peneliti mengakibatkan tidak

semua faktor yang mempengaruhi penularan TB Paru yang diteliti, Penulis hanya

memfokuskan kepada pengetahuan, lingkungan fisik rumah, dan pelayanan

kesehatan sebagai berikut :

Pengetahuan

Kepadatan hunian

Luas ventilasi

Pencahayaan rumah

Penyuluhan penyakit

Sikap pelayanan kesehatan

Lokasi sarana kesehatan

Page 17: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 TUBERKULOSIS

II.1.1 Pengertian

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium Tuberculosa yang bersifat tahan asam, (Depkes, 2011 : 1).

II.1.2 Etiologi

Penyebab terjadinya penyakit TB Paru adalah basil tuberkulosis yang

termasuk dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari famili

Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetalis. Mycobacterium

tuberculosa menyebabkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan penyebab

terjadinya infeksi tersering. Masih terdapat Mycobacterium patogen lainnya,

misalnya Mycobakterium leprae, Mycobakterium paratuberculosis dan

Mycobacterium yang dianggap sebagai Mycobakterium non tuberculosa atau tidak

dapat dikelasifikasikan.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian TB Paru, (Dipkes RI, 2007: 7),

diantaranya adalah:

b. Faktor ekonomi, keadaan sosial yang rendah pada umumnya berkaitan erat

dengan berbagai masalah kesahatan karena ketidakmampuan dalam

mengatasi masalah kesehatan. Masalah kemiskinan akan sangat

mengurangi kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi,

pemukiman dan lingkungan sehat, jelas semua ini akan mudah

menumbuhkan penyakit TB Paru.

c. Status gizi, ini merupakan faktor yang penting dalam timbulnya penyakit

TB Paru. Berdasarkan hasil penelitian kejadian TB Paru menunjukkan

Page 18: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

bahwa penyakit yang bergizi normal ditemukan kasus lebih kecil daripada

status gizi kurang dan buruk.

d. Status pendidikan, dari latar belakang pendidikan mempengaruhi

penyebaran penyakit menular khususnya TB Paru. Berdasarkan hasil

penelitian mengatakan semakin rendah latar belakang pendidikan

kencenderungan terjadi kasus TB Paru, hal ini faktor terpenting dari

kejadian TB Paru.

Sedangkan menurut Departemen RI, (2008 : 6) TB Paru dapat dipengaruhi oleh:

a. Status sosial ekonomi

b. Kepadatan penduduk

c. Status gizi

d. Pendidikan

e. Pengetahuan

f. Jarak tempuh dengan pusat pelayanan kesehatan

g. Keteraturan berobat

II.1.3 Cara Penularan

Sumber penularan adalah pasien Tuberculosis Basil tahan asam TB BTA

positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman keudara dalam

bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan 3000

percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana perciakan

dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah

percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan

dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya

penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan

oleh parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin

menular pasien tersebut. Faktor yang memungkainkan seseorang terpajan kuman

Tuberculosis ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya

memghirup udara tersebut (Depkes RI, 2011 : 1).

Page 19: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

II.1.4 Resiko Penularan

Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.

Pasien TB Paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan resiko penularan

lebih besar dari pasien dengan TB Paru dengan BTA negatif. Resiko penularan

setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI)

yaitu proporsi penduduk yang beresiko terinfeksi TB Paru selama satu tahun.

ARTI sebesar 1 % berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi

setiap tahun. Infeksi TB Paru dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberculin

negatif menjadi positif (Depkes RI, 2011: 1).

Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan

ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000

terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap

tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif. Faktor yang

mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan

tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).

Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler

(celluler immunity) dan merupakan faktor resiko paling kuat bagi yang terinfeksi

TB untuk menjadi sakit TB (TB aktif). Bila jumlah orang terinfeksi HIV

meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan

TB di masyarakat akan meningkat pula.

Faktor resiko kejadian TB, secara ringkas digambarkan pada gambar berikut:

Page 20: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

II.1.5 Gejala(Depkes RI, 2008 :13)

a. Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling

sering dikeluhkan. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk biasa

atau akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan

terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita

bangun pagi hari.

b. Dahak

Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,

kemudian berubah menjadi purulen/kuning atau kuning hijau sampai

purulen dan kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi

perlunakan.

c. Batuk Darah

Page 21: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-

bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah

sangat banyak.

d. Nyeri Dada

Nyeri dada pada tuberculosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.

Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri

dikeluhkan di daerah aksila, diujung skapula atau ditempat-tempat lain).

e. Wheezing

Wheezing terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang

disebabkan oleh sekret, bronkostenosis, peradangan, jaringan granula,

ulserasi dan lain-lain (pada TB Paru lanjut).

f. Dispneu

Dipneu merupakan late symptom dari proses lanjut TB Paru akibat

adanya retriksi dan obstruksi saluran pernapasan serta loss of vascular

bed/thrombosis yang dapat mengakibatkan gangguan difusi, hipertensi

pulmonal dan korpulmonal. (Depkes RI, 2008 :13)

II.1.6 Tatalaksana

a. Penemuan kasus TB

Penemuan kasus bertujuan untuk mendapatkan kasus TB melalui

serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhadap suspek TB,

pemeriksaan fisik dan laboratories, menetukan diagnosis dan

menentukan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB, sehingga dapat

dilakukan pengobatan agar sembuh dan tidak menularkan penyakitnya

kepada orang lain. Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan

suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien.

Kegiatan ini membutuhkan adanya pasien yang memahami dan sadar

akan gejala TB, akses terhadap fasilitas kesehatan dan adanya tenaga

kesehatan yang kompeten yang mampu melakukan pemeriksaan

terhadap gejala dan keluahan tersebut.

Page 22: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan

tatalaksana pasien TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular,

sacara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat

TB, penularan TB dimasyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan

pencegahan penularan TB yang paling efektis di masyarakat.

Strategi Penemuan

Penemuan pasien TB, secara umum dilakukan secara pasif

dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di

fasilitas pelayanan kesehatan, didukung dengan penyuluhan

secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat,

untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB.

Pelibatan semua layanan dimaksudkan untuk mempercepat

penemuan dan mengurangi keterlambatan pengobatan. Penemuan

secara aktif pada masyarakat umum, dinilai tidak kost efektif.

Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap

a. Kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit TB

seperti pada pasien dengan HIV (orang dengan HIV/AIDS)

b. Kelompok yang rentan tertular TB seperti dirumah tahanan,

mereka yang hidup didaerah yang kumuh, serta keluarga atau

kontak pasien TB, terutama mereka yang dengan TB BTA

positif

c. Pemeriksaan terhadap anak dibawah lima tahun pada

keluarga TB harus dilakukan untuk menentukan tindak lanjut

apakah diperlukan pengobatan TB atau pengobatan

pencegahan.

d. Kontak dengan pasien TB resisten obat

Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi kasus dengan

gejala dan tanda yang sama dengan gejala TB, seperti

pendekatan praktis menuju kesehatan paru (PAL = practical

approach to lung health) manajemen terpadu balita sakit (MTBS)

akan memebantu meningkatkan penemuan kasus TB di layanan

Page 23: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

kesehatan, mengurangi terjadinya “misopportunity” kasus TB

dan sekaligus dapat meningktkan mutu layanan.

Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang

memiliki gejala:

o Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak

selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti

dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur

darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas nafsu

makan menurun, berat badan menurun, malaise,

berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam

meriang lebih dari satu bulan.

o Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula

pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis,

bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.

Mengingat prevalensi TB di indonesia saat ini masih

tinggi, maka setiap orang yang datang ke Fasyankes

dengan gejalatersebut diatas, dianggap sebagai

seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu

dialakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis

langsung.

o Suspek TB MDR adalah semua orang yang

mempunyai gejala TB dengan salah satu atau lebih

kreteria suspek dibawah ini:

1. Pasien TB yang gagal pengobatan kategori 2

(kasus kronik)

2. Pasien TB tidak konversi pada pengobatan

ketegori 2

3. Pasien TB dengan riwayat pengobatan TB di

fasyenkes non DOTS.

4. Pasien TB gagal pengobatan kategori 1

5. Pasien TB tidak konversi setelah pemberian

sisipan

Page 24: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

6. Pasien TB kambuh

7. Pasien TB yang kembali berobat setelah

lalai/default

8. Pasien TB dengan riwayat kontak erat pasien

TB MDR

9. ODHA dengan gejala TB-HIV

Pmeriksaan Dahak

a. Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, meneilai

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.

Pemeriksaan dahak untuk penegak diagnosis dilakukan dengan

mengumpulkan 3 speismen dahak yang dikumpulkan dalam 2 hari

kunjungan yang berurutan berupa sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).

o S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang

berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa

pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

o P (pagi): dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua,

segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan

sendiri kepada petugas di Fasyenkes.

o S (sewaktu):dahak dikumpulkan di Fasyenkes pada hari kedua,

saat menyerahkan dahak pagi.

Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan 2

spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan

hasil jaminan mutu ekternal pemeriksaan laboratorium.

b. Pemeriksaan biakan

Peran biakan dan identifikasi M. Tuberkulosis pada pengendalian TB

adalah untuk menegakkan diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu:

- Pasien TB ektra paru

- Pasien TB anak

- Pasien TB BTA negatif

Page 25: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Pemeriksaan tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan dan

tersedia laboratoriumyang telah memenuhi standar yang ditetapkan.

c. Uji kepekaan obat TB

Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M. Tuberkulosis

terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan

dilaboratorium yang tersertifikasi dan lulus pemantapan mutu atau

Quality Assurance (QA). Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk

diagnosis pasien TB memenuhi kreteria suspek TB-MDR.

II.1.7 Diagnosis

a. Diagnosis TB Paru

1. Semua suspek TB Paru diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,

yaitu sewaktu pagi sewaktu (SPS).

2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan

ditemukannya kuman TB Paru. Pada program TB Paru nasional,

penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikorskopik merupakan

diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto thoraks, biakan dan uji

kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang

sesuai dengan indikasinya.

3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB Paru hanya berdasarkan

pemeririksaan foto thoraks saja. Foto thoraks tidak selalu memberikan

gambaran yang khas pada TB Paru, sehingga sering terjadi over

diagnosis.

b. Diagnosis TB Ektra Paru

1. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku

kuduk pada miningitis TB, nyeri dada pada TB pleural (pleuritis),

pembesaran kelenjar limfe superfisial pada limfadinitis TB dan

deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-

lainnya.

2. Dignosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan

atau histopalologis yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena.

Page 26: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

c. Diagnosis TB pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)

Pada ADHA, diagnosis TB Paru dan TB Ektra paru ditegakkan sebagai

berikut:

1. TB Paru BTA Positif, yaitu minimal satu hasil pemeriksaan dahak

positif.

2. TB Paru BTA negatif, yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif dan

gambaran klinis dan radiologis mendukung TB atau BTA negatif

dengan hasil kultur TB positif.

3. TB Ekstra Paru pada ODHA ditegakkan dengan pemeriksaan klinis,

bakteriologis dan atau histopatologis yang diambil dari jaringan tubuh

yang terkena.

Keterangan:

Pada keadaan tertentu dengan pertimbangan medis spesialistik, alur diagnostik ini dapat digunakan secara fleksibel: pemeriksaan mikroskopik dapat dilakukan bersama dengan foto thoraks dan pemeriksaan lain yang diperlukan.

Page 27: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Suspek TB Paru: seseorang dengan batuk berdahak selama 2-3

minggu atau lebih desertai dengan atau tanpa gejala lain.

Antibiotik non OAT: antibiotik spektrum luas yang tidak memiliki

efek anti TB (jangan gunakan fluorokuinolon)

c. Diagnosis TB pada anak

Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi midiagnosis baik

overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan

merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit maka

diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skoring.

IDAI telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan

menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan terhadap gejala

atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan

oleh program nasional pengendalian tuberkulosis untuk diagnosis TB anak.

Sistem skor gejala dan pemeriksaan penunjang TB.

Catatan :

Page 28: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

- Diagnosis sistem skoring ditegakkan oleh dokter

- Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab

batuk kronik lainnya seperti asma, sinusitis, dan lain-lain.

- Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit),

pasien dapat langsung didiagnosis tuberkulosis.

- Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).

- Foto thoraks bukan diagnostik utama TB anak

- Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7

hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem

skoring TB anak.

- Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (maksimal 14)

- Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk

evakuasi lebih lanjut.

Perlu Perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di

bawah ini:

1. Tanda bahaya:

Kejang, kaku kuduk

Penurunan kesadaran

Kegawatan lain, misalnya sesak napas

2. Foto thoraks menunjukkan gambaran millier, kavitas, efusi

pleura

3. Gibbus, koksitis

Setelah melakukan ananesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,

maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor

yang lebih atau sama dengan 6 (≥6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB

dan mendapat OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi

secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan

diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, funduskopi, CT-

Scan, dan lain-lainya.

Page 29: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

d. Diagnosis TB MDR

Diagnosis TB MDR dipastikan berdasarkan pemeriksaan biakan dan uji

kepekaan M. Tuberkulosis. Semua suspek TB MDR diperiksa dahaknya dua

kali, salah satu diantaranya harus dahak pagi hari. Uji kepekaan M.

Tuberkulosis harus dilakukan di laboratorium yang telah tersertifikasi untuk

uji kepekaan.

Sambil menunggu hasil uji kepekaan, maka suspek TB MDR akan tetap

meneruskan pengobatan sesuai dengan pedoman pengendalian TB Nasianal.

(Depkes RI, 2011: 18).

Pemeriksaan Foto Toraks

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun

pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan

indikasi sebagai berikut:

1. Hanya satu dari tiga (3) spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada

kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung

diagnosis TB paru BTA positif.

2. Ketiga (3) spesimen dahak hasilnya negatif setelah tiga (3) spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak

ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang

memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis

eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang

mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkietasis atau

aspergiloma).

II.1.8 Klasifikasi

Page 30: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu ‘’definisi

kasus’’ yang meliputi empat hal yaitu:

d. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ektra paru

e. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif

atau BTA negatif

f. Riwayat pengobatan TB sebelumnya, pasien abru atau sudah pernah

diobati.

g. Status HIV pasien

Tingakat keparahan penyakit: ringan atau berat. Saat ini sudah tidak

dimasukkan dalam penentuan definisi kasus. (Depkes RI, 2011: 19)

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena

Dibagi menjadi dua yaitu:

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang

jaringan parenkim paru, tidak termasuk pleura dan kelenjar

pada hilus.

Tuberkulosis Ekstra Paru adalah tuberkulosis yang menyerang

organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,

selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus,

ginjal, alat kelamin dan lain-lain.

Pasien TB Paru dan TB ektraparu diklasifiksikan sebagai TB

Paru

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis,

Berdasarkan klasifikasi ini TB paru dibagi menjadi dua yaitu:

Tuberkulosis BTA positif

a. sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya

BTA positif.

b.  1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks

dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c.  1 dari spesimen dahak hasilnya BTA positif dan biakan kuman

TB positif

d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3

spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya

Page 31: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian

antibiotika non OAT.

Tuberkulosis paru BTA negatif

Khusus bagi penderita yang tidak memenuhi definisi pada

TB paru BTA positif . Kriteria diagnositik TB paru BTA negatif

harus meliputi:

a. paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

negatif

b. foto toraks abnormal menunjukkan gambaran

tuberkulosis

c. tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non

OAT

d. ditentukan oleh dokter untuk di beri pengobatan

c. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi

menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:

Kasus Baru

adalah pasien yang belum pernah di obati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif.

Kasus yang sebelumnya diobati

o Kambuh (relaps), adalah pasien tuberkulosis yang

sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan

telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, di

diagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

o Pengobatan setelah putus berobat (default) adalah pasien

yang telah beobat dan putus berobat dua (2) bulan atau

lebih dengan BTA positif.

o Gagal (failure), adalah pasien yang hasil pemeriksaan

dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada

bulan kelima (5) atau lebih selama pengobatan.

Page 32: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Pindahan (transfer In), adalah pasien yang di pindahkan dari UPK

yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

TB MDR atau  Multi Drug Resisten Tuberculosis (MDR- TB)

adalah TB resisten obat terhadap minimal 2 (dua) obat anti TB

yang paling Poten yaitu INH (isoniazid) dan Rifamfisin secara

bersama – sama atau disertai resisten terhadap obat anti TB lini

pertama lainnya seperti ethambutol, Streptomicin, dan

pirazinamide.

TB XDR atau TB Extensively (Extremely) Drug Resisten 

adalah TB MDR di tambah dengan resistensi terhadap :

Quinolone dan salah satu OAT Injeksi lini kedua ( misalnya :

kanamycine).

Berdasarkan  WHO global report  2011 tercatat bahwa

Indonesia sebagai no-9 dari 27 negara “high burden MDR TB

countries” dengan, perkiraan insidensi TB MDR: 6.100/th.

(Depkes RI. 2008:19).

Kasus lain, adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di

atas, seperti:

o Tidak diketahui riwayat pengobatan

sebelumnya

o Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil

pengobatan.

o Kembali diobati dengan BTA negatif ( Depkes

RI. 2011: 21).

II.1.9 Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya resistensi kuman OAT (Obat Anti Tuberkulosis). (Depkes RI, 2008:

20).

Page 33: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Kebijakan Penanggulangan TB di Indonesia

1. Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas

desentralisasi dengan Kabupaten/Kota sebagai titik berat manajemen

program dalam kerangka otonomi yang meliputi : persencanaan,

pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber

daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana)

2. Penaggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS

3. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap

program penanggulangan TB

4. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap

peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan

pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya MDR-TB.

5. Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB

dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputi

Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan swasta. Rumah Sakit Paru

(RSP), Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP4), Klinik Pengobatan

lain serta Dokter Parktek Swasta (DPS).

6. Penanggulang TB dilaksanakan melalui promosi, penggaalangan

kerjasama dan kemitraan dengan progrm terkait, sektor pemerintah, non

pemerintah dan swasta dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional

Penanggulangan TB (Gerdunas TB).

7. Peningkatan kemampuan laboratorium di berbagai tingkat pelayanan

ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring.

8. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB diberikan

kepada pasien secara cuma cuma dan dijamin ketersediaannya.

Page 34: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

9. Ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten dalam jumlah yang

memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.

10. Penanggulangan TB diprioritaskan kepada kelompok miskin dan

kelompok rentan terhadap TB.

11. Penanggulangan TB harus berkolaborasi dengan penanggulangan HIV.

12. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.

13. Memperhatikan komitmen Internasional yang termuat dalm MDGs.

Pengobatan Tuberkulosis diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan

lanjutan.

Tahap awal (intensif)

1. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu

diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya

pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)

dalam 2 bulan.

Tahap lanjutan

1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lebih lama

2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Kategori -1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

Pasien baru TB paru BTA positif.

Page 35: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

Pasien TB ekstra paru

Tabel Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori -1

Tabel Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

 Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

sebelumnya:

Pasien kambuh

Pasien gagal

Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tabel Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

Page 36: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Catatan:

Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk

streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan.

Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.

Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan

menambahkan aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml.

(1 ml = 250 mg).

 Kategori -3 (2HRZ/4H3R3)

Indikasi :

- kasus baru BTA sputum (-), rontgen (+) sakit ringan,

- kasus kerusakan ringan pada TB ekstrapulmonar [TB kelenjar limfe,

pleuritis eksudatif unilateral, TB kulit, TB tulang (kecuali tulang

belakang), sendi dan kelenjar adrenal

Kategori – IV (INH seumur hidup)

Indikasi :

o kasus TB kronik (BTA sputum tetap positif,setelah pengobatan

ulang).

OAT sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori

1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

 Dosis KDT untuk Sisipan

Page 37: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya

kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru

tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada

OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko

resistensi pada OAT lapis kedua.

Pengobatan TB pada anak

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat.

Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi klinis maupun pemeriksaan

penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk

menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata

walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT

tetep dihentikan.

Kategori Anak (2RHZ/4RH)

Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam

waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif

maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.

Dosis OAT kombipak pada anak

Jenis Obat BB ˂ 10 kg BB 10-19 kg BB 20-32 kg

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampicin 75 mg 150 mg 300 mg

Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Dosi KDT pada anak

Berat Badan (kg) 2 bulan tiap hari RHZ 4 bulan tiap hari RH

Page 38: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

(75/50/150) (75/50)

5-9 1 tablet 1 tablet

10-14 2 tablet 2 tablet

15-19 3 tablet 3 tablet

20-32 4 tablet 4 tablet

Keterangan:

bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk kerumah sakit

anak dengan berat badan BB 15-19 kg dapat diberi 3 tablet

anak dengan BB > 33 kg, dirujuk kerumah sakit

obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah

OAT KDT dapat diberikan dengan cara : telan secara utuh atau digerus

sesaat sebelum diminum.

Pengobatan pencegahan (profilaksis) tuberkulosis untuk anak

Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan

penderita TB positif, perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan sistem skoring.

Bila hasil evaluasi dengan sistem skoring didapat skor ˂ 5, kepada anak tersebut

diberikan isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila

anak tersebut belum pernah mendapatkan imunisasi BCG, imunisasi BCG

dilakukan setelah pengobatan selesai.

Pengobatan tuberkulosis dengan infeksi HIV/AIDS

Tatalaksana pengobatan TB pada ODHA adalah sama seperti pasien TB lainnya.

Pada prinsipnya pengobatan TB diberikan segera, sedangkan pengobatan ARV

dimulai berdasarkan stadium klinis HIV atau hasil CD4. Penting diperhatikan dari

pengobatan TB pada ODHA adalah apakah pasien tersebut sedang dalam

pengobatan ARV atau tidak.

Bila pasien tidak dalam pengobatan ARV, segera mulai pengobatan TB.

Pemberian ARV dilakukan dengan prinsip.

Page 39: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Semua ODHA dengan stadium klinis 3 perlu dipikirkan untuk mulai

pengobatan ARV bila CD4 ˂ 350/mm3 tapi harus dimulai sebelum CD4

turun dibawah 200/mm3.

Semua ODHA stadium 3 yang hamil atau menderita TB denga CD4 ˂

350/mm3 harus dimulai pengobatan ARV.

Pilihan panduan pengobatan ARV pada ODHA dengan TB

Obat ARV lini

pertama/lini kedua

Panduan pengobatan ARV

pada waktu TB

didiagnosis

Pilihan obat ARV

Lini pertama 2 NRTI+EFV Teruskan dengan 2 NRTI+EFV

2 NRTI+ NVP * Ganti dengan 2 NRTI+EFV atau

ganti dengan 2 NRTI+LPV/r

Lini kedua 2 NRTI+PI Ganti ke atau teruskan (bila

sementara menggunakan) panduan

menggunkan LPV/r

Pengobatan Tuberkulosis Resistensi Obat

Secara umum, prinsip pengobatan TB resisten obat, khususnya TB dengan MDR

adalah sebagai berikut:

Pengobatan menggunakan minimal 4 macam obat OAT yang masih efektif

Jangan menggunakan obat yang kemungkinan menimbulkan resisten

silang (cross-resistence)

Membatasi penggunaan obat tidak aman

Gunakan obat dari golongan/kelompok 1-5 secara hirarki sesuai

potensinya. Penggunaan OAT golongan 5 harus didasarkan pada

pertimbangan khusus dari Tim Ahli Klinis (TAK) dan sesuai dengan

kondisi program.

Panduan pengobatan ini diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap awal dan

tahap lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian suntikan dengan lama

minimal 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konvrsi biakan.

Page 40: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Lama pengobatan minimal 18 bulan setelah konversi biakan dikatakan

konversi bila hasil pemeriksaan biakan 2 kali berurutan dengan jarak

pemeriksaan 30 hari.

Pemberian obat selama periode pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan

menganut prinsif DOT = Directly/Daily Observed Treatment , dengan

PMO diutamkan adalah tenaga kesehatan atau kader kesehatan.

Efek samping obat OAT dan penatalaksanaanya

Semua pasien yang berobat TB sebaiknya diberitahu tentang adanya efek samping

obat anti Tuberkulosis yang diminum. Hal ini penting untuk dilakukan agar tidak

terjadi salah paham yang menimbulkan putus berobat. Ada beberapa efek samping

dari obat TB yaitu tuli, gangguan keseimbangan dan gangguan hati (hepatitis)

akibat streptomisin. Ikterus tanpa penyebab lain, bingung dan muntah-muntah

merupakan akibat hampr semua dari OAT sedangkan gatal dan kemerahan dikulit

akibat semua jenis OAT, Etambutol sendri dapat mengganggu fungsi penglihatan

(Depkes RI 2008).

Efek samping terbanyak adalah Rifampisin. Rifampisin dapat menyebabkan

penderita TB tidak ada nafsu makan, mual, muntah, sakit perut dan hepatitis.

Selain itu juga rifampisin menyebabkan warna kemerahan pada air seni serta yang

terparah menyebabkan penderita shok. (Depkes RI, 2008).

Efek samping ringan OAT

Page 41: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Efek samping berat OAT

Pengobatan TB Pada Keadaan Khusus

1. Kehamilan

Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan

pengobatanTB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman

untuk kehamilan,kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai

pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus

barier placenta. Keadaan ini dapatmengakibatkan terjadinya gangguan

pendengaran dan keseimbangan yang menetappada bayi yang akan

dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa

keberhasilanpengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran

dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari

kemungkinan tertular TB.

2. Ibu menyusui dan bayinya

Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan

pengobatanpada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.

Seorang ibu menyusuiyang menderita TB harus mendapat paduan OAT

Page 42: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

secara adekuat. Pemberian OATyang tepat merupakan cara terbaik untuk

mencegah penularan kuman TB kepadabayinya.Ibu dan bayi tidak perlu

dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatanpencegahan

dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan beratbadannya.

3. Pasien TB pengguna kontrasepsi

Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan

KB, susuk KB),sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi

tersebut. Seorang pasien TBsebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-

hormonal, atau kontrasepsi yangmengandung estrogen dosis tinggi (50

mcg).

4. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS

Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS

adalah samaseperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS

sama efektifnya denganpasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS.Prinsip

pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan

TB.Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis

HIV sesuai denganstandar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus

memperhatikan Prinsip-prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan

Keamanan Universal) Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan

secara terintegrasi dalam satu sarana pelayanankesehatan untuk menjaga

kepatuhan pengobatan secara teratur.Pasien TB yang berisiko tinggi

terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT(Voluntary

Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV).

5. Pasien TB dengan hepatitis akut

Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis

ikterik, ditundasampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada

keadaan dimanapengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan

streptomisin (S) dan Etambutol (E)maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya

Page 43: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin(R) dan Isoniasid (H)

selama 6 bulan.

6. Pasien TB dengan kelainan hati kronik

Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati

sebelumpengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3

kali OAT tidakdiberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus

dihentikan. Kalau peningkatannyakurang dari 3 kali, pengobatan dapat

dilaksanakan atau diteruskan denganpengawasan ketat. Pasien dengan

kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak bolehdigunakan. Paduan OAT yang

dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.

7. Pasien TB dengan gagal ginjal

Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi

melalui empedu dandapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak

toksik. OAT jenis ini dapatdiberikan dengan dosis standar pada pasien-

pasien dengan gangguan ginjal.Streptomisin dan Etambutol diekskresi

melalui ginjal, oleh karena itu hindaripenggunaannya pada pasien dengan

gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauanfaal ginjal tersedia,

Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosisyang sesuai

faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan

gagalginjal adalah 2HRZ/4HR.

8. Pasien TB dengan Diabetes Melitus

Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi

efektifitas obatoral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti

diabetes perlu ditingkatkan.Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula

darah, setelah selesai pengobatan TB,dilanjutkan dengan anti diabetes oral.

Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadikomplikasi retinopathy

diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberianetambutol, karena

dapat memperberat kelainan tersebut.

Page 44: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

9. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid

Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang

membahayakan jiwapasien seperti:

Meningitis TB

TB milier dengan atau tanpa meningitis

TB dengan Pleuritis eksudativa

TB dengan Perikarditis konstriktiva

Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari,

kemudianditurunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan

jenis penyakit dankemajuan pengobatan.

10. Indikasi operasi

Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah:

1) Untuk TB paru:

Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan

cara konservatif.

Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang

tidak dapat diatasisecara konservatif.

Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.

2) Untuk TB ekstra paru:

Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB

tulang yang disertaikelainan neurologik.

II.I.10 Pengawas Minum Obat (PMO).

Page 45: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Kunci utama keberhasilan pengobatan TB adalah keyakinan bahwa

penderita TB meminum semua obatnya sesuai dengan yang ditetapkan dan

tidak lalai atau putus berobat. Hal tersebut bisa dipastikan bila ada orang

yang mengawasi atau memantau penderita TB pada saat minum obat.

Sesuai dengan nama strategi DOTS (Directly Observed Treatment

Shortcourse) yang artinya pemberian obat dilakukan secara jangka pendek

di bawah pengawasan langsung yaitu oleh seorang pengawas minum obat

(PMO).

Pengawas Menelan Obat (PMO) adalah seseorang yang dipercaya

untuk mengawasi penderita TB Paru menelan obat sesuai ketentuannya.

(Depkes, 2001)

Yang menjadi Pengawas Minum Obat (PMO) :

Pada pasien yang dirawat di RS yang bertindak sebagai PMO

berasal dari petugas kesehatan. Pada pasien rawat jalan, yang bertindak

sebagai PMO bisa berasal keluarganya yang tinggal serumah dengan

penderita TB seperti: suami/istri, orang tua, anak, saudara dan lain-lain.

Apabila penderita TB tinggal sendirian, yang menjadi kader PMO dapat

berasal dari saudara, tetangga, tetangga, ketua RT, tokoh masyarakat dan

tokoh agama.

a. Persyaratan PMO

1. Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh petugas

kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati

oleh pasien.

2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama

dengan pasien

b. Siapa yang bisa jadi PMO

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa,

perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak

Page 46: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari

kader kesehatan, guru, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota

keluarga.

c. Tugas PMO:

1. Mengetahui tanda-tanda tersangka TB.

2. Memberikan penyuluhan kepada penderita untuk minum obat

secara teratur sampai selesai pengobatan.

3. Menjelaskan kepada penderita TB:

Mengapa harus diawasi? Supaya terjamin kesembuhannya

dan jika terjadi efek samping dapat segera diatasi.

Mengapa tidak boleh lupa minum obat? Supaya di dalam

darah selalu ada obat pembunuh kuman dan untuk

menghidari kuman kebal obat.

4. Membantu mengantar penderita untuk periksa ulang dahak

pada: akhir bulan ke-2, akhir bulan ke-5 dan akhir pengobatan.

5. Mewakili penderita mengambil obat bila penderita berhalangan

6. Merujuk penderita ke puskesmas/BKPM bila timbul efek

samping minum obat anti TB

7. Mengetahui bahwa obat anti TB boleh diminum oleh ibu hamil

kecuali yang lewat suntik.

d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan

kepada pasien dan keluarganya:

1) TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau

kutukan

2) TB dapat disembuhan dengan berobat teratur

3) Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan

cara pencegahannya

4) Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan

lanjutan)

5) Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur

6) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya

segera meminta pertolongan ke unit pelayanan kesehatan.

Page 47: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

II.1.11 Masalah Tuberkulosis

Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh

Mycobacterium Tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB

baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia, terjadi pada negara-negara

berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada

kematian kerena kehamilan, persalinan, dan nifas.

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara

ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan

kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada

kehilangan pendapatan tahunan rumah tangga sekitar 20-30%. Jika ia meninggal

akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain

merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara

sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Pada tahun 1990-an, situasi TB

didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak

berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22

negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut,

pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global

emergency). (Depkes RI, 2011:3).

Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:

Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara-

negara yang sedang berkembang.

Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:

o Tidak memadainnya komitmen politik dan pendanaan

o Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh

masyarakat, penemuan kasus/diagnois yang tidak sadar, obat tidak

terjamin penyediannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan, dan

pelaporan yang setandar dan sebagainya).

o Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan panduan obat

yang tidak setandar, gagal menyembuhkan kasus yang telah

didiagnosis)

Page 48: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

o Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.

o Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang

mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.

Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan

perubahan struktur umur kependudukan.

Dampak pandemi HIV

Dampak HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV

akan meningkatkan resiko kejadia TB secara signifikan. Pada saat yang sama,

resistensi ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR)

semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan

tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya pandemi TB yang sulit

ditangani.

II.1.12 Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pengembangan sumber daya manusia dalam program TB bertujuan untuk

menyediakan tenaga pelaksana program yang memiliki ketrampila, pengetahuan

dan sikap (dengan kata lain kopetensi) yang diperlukan dalam pelaksanaan

program TB, dengan jumlah yang memadai pada tempat yang sesuai dan pada

waktu yang tepat sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan program TB

nasianal. Didalam bab ini istilah pengembangan SDM merujuk kepada pengertian

yang lebih luas, tidak hanya yang berkaitan dengan pelatihan tetapi keseluruhan

manajemen pelatihan dan kegiatan lain yang diperlukan untuk mencapai tujuan

jangga panjang pengembangan SDM yaitu tersedianya tenaga yang kompeten dan

profesional dalam penanggulangan TB. Tiga hal pokok yang sangat penting dalam

pengembangan sumber daya manusia yaitu standar ketenagaan program, pelatihan

dan supevisi. (Depkes RI, 2011:50).

1. Standar Ketenagaan

Ketenagaan dalam program penanggulangan TB memiliki standar-standar

yang menyangkut kebutuhan minimal (jumlah dan jenis tenaga) untuk

terselenggaranya program TB

Fasilitas pelayanan kesehatan

Page 49: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

1) Puskesmas

o Puskesmas rujukan mikroskopis dan puskesmas pelaksana

mandiri: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih

terdiri satu dokter, 1 perawat atau petugas TB, dan 1 tenaga

laboratorium.

o Puskesmas satelit: kebutuhan minimal tenaga pelaksana

terlatih, terdiri dari 1 dokter dan 1 perawat/petugas TB.

o Puskesmas pembantu: kebutuhan minimal tenaga pelaksana

terlatih terdiri dari 1 perawat/petugas TB.

2) Rumah Sakit Umum Pemerintah

o RS kelas A: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih

teridiri dari 6 dokter, 3 perawat/petugas TB, 1 tenaga

laboratorium.

o RS kelas B: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih

terdiri dari 6 dokter, 3 perawat/petugas TB, 1 tenaga

laboratorium.

o RS kelas C: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih

terdiri dari 4 dokter, 2 perawat/petugas TB, 1 tenaga

laboratorium.

o RS kelas D: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih

terdiri dari 2 dokter, 2 perawat/petugas TB, 1 tenaga

laboratorium

3) RS Swasta menyesuaikan

4) Dokter Praktek Swasta, minimal telah dilatih.

2. Pelatihan

Pelatihan merupakan salah satu upaya peningkatan pengetahuan, sikap,

dan keterampilan petugas dalam rangka meningkatkan mutu dan tenaga

petugas.

Konsep pelatihan

Konsep pelatihan dalam program TB, teridiri dari:

a. Pendidikan/pelatihan sebelum bertugas (pre service training)

Page 50: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Dengan memsaukkan materi program penanggulangn tuberkulosis

strateg DOTS dalam pembelajaran/kurikulum institusi pendidikan

tenaga kesehatan. (fakultas kedokteran, fakultas keperawatan, fakultas

kesehatan masyarakat, fakultas farmasi dan lain-lain).

b. Pelatihan dalam tugas (in service training)

Dapat berupa aspek klinis maupun aspek manajemen program

1) Pelatihan dasar program TB (initial training in basic DOTS

implementation)

a. Pelatihan penuh, seluruh materi diberikan

b. Pelatihan ulangan (retraining), yaitu pelatihan formal

yang dilakukan terhadap peserta yang telah mengikuti

pelatihan sebelumnya tetapi masih ditemukan banyak

masalah dalam kinerjanya, dan tidak cukup hanya

dilakukan melalui supervisi. Materi yang diberikan

disesuaikan dengan inkompetensi yang ditemukan,

tidak seluruh materi diberikan seperti pada pelatihan

penuh.

c. Pelatihan penyegaran, yaitu pelatihan formal yang

dialkukan terhadap peserta yang telah mengikuti

pelatihan sebelumnya minimal 5 tahun atau ada up-date

materi seperti pelatihan manajemen OAT, pelatihan

advokasi, pelatihan TB-HIV, pelatihan DOTS plus,

surveilans.

d. On the job training (pelatihan ditempat tugas/refresher):

telah mengikuti pelatihan sebelumnya tetapi masih

ditemukan masalah dalam kinerjanya, dan cukup diatasi

hanya dengan dilakukan supervisi.

2. Pelatihan lanjutan (continued training/advanced training):

pelatihan lebih tinggi. Materi berbeda dengan pelatihan dasar.

Pengembangan Pelatihan

Secara umum ada 3 tahap pengembangan pelatihan

sebagaimana tergambar pada Bagan berikut:

Page 51: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Materi pelatihan dan metode pembelajaran

Materi yang akan dipelajari dalam pelatihan harus disesuaikan dengan

kebutuhan program dan tugas peserta latih. Metode pembelajaran harus

mampu melibatkan partisipasi aktif peserta dan mampu membangkitkan

motivasi peserta. Baik materi pelatihan maupun metode pembelajaran

tersebut dapat dikemas dalam bentuk modul.

Evaluasi Pelatihan

Evaluasi harus dilakukan secara sistematis dalam setiap pelatihan dengan

tujuan untuk:

o mengetahui apakah tujuan pelatihan telah tercapai atau tidak;

o mengetahui mutu pelatihan yang dilaksanakan; dan

o meningkatkan mutu pelatihan yang akan datang.

Demikian pentingnya evaluasi pelatihan maka pelaksanaannya harus

terintegrasi dengan proses pelatihan.

Jenis evaluasi dapat dilihat pada Bagan 5 berikut :

Page 52: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Evaluasi Paska Pelatihan

Evaluasi paska pelatihan adalah kegiatan yang sistematis untuk

meningkatkan kinerja petugas dan mengetahui tingkat pengetahuan,

keterampilan, sikap dan motivasi petugas dalam bekerja.

II.1.13 Advokasi, Komunikasi, dan Mobilisasi Sosial (AKMS) dalam

Penanggulangan TB

Advokasi, Komunikasi, dan Mobilisasi Sosial (AKMS) TB merupakan

suatu kerangka kerja terpadu untuk mempengaruhi dan mengubah kebijakan

publik, perilaku dan memberdayakan masyarakat dalam pelaksanaan

penanggulangan TB yang dirancang secara sistematis dan dinamis. Kegiatan

AKMS harus memperhatikan aspek kesehatan lingkungan dan perilaku sebagai

bagian dari upaya pencegahan TB disamping penemuan dan penyembuhan pasien.

a. Advokasi

Advokasi merupakan tindakan untuk mendukung upaya masyarakat

mendapatkan berbagai sumberdaya atau perubahan kebijakan publik.

Advokasi dilakukan secara sistimatis untuk mempengaruhi pimpinan,

pembuat/penentu kebijakan dan keputusan, dalam penyelenggaraan

penanggulangan TB. Pendekatan kepada para pimpinan ini dapat

Page 53: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

dilakukan dengan cara bertatap muka langsung (audiensi), konsultasi,

memberikan laporan, pertemuan/rapat kerja, lokakarya dan sebagainya

sesuai dengan situasi dankondisi masing-masing unit.Dalam konteks

global, advokasi TB diartikan sebagai tindakan intervensi terkoordinasi

yang diarahkan untuk menempatkan penanggulangan TB sebagai prioritas

dalam agenda politik, untuk menjamin komitmen internasional dan

nasional serta menggerakkan sumberdaya yang diperlukan. Pada konteks

dalam negeri, advokasi merupakan upaya luas agar pemerintah memiliki

komitmen kebijakan yang kuat dalam penanggulangan TB. Dalam

melakukan advokasi perlu dipersiapkan data atau informasi yang cukup

serta bahan-bahan pendukung lainnya yang sesuai agar dapat meyakinkan

mereka dalam memberikan dukungan.

Langkah yang perlu dipersiapkan untuk merencanakan kegiatan advokasi:

Analisa situasi

Memilih strategi yang tepat (advokator, pelaksana, metode

dsb)

Mengembangkan bahan-bahan yang perlu disajikan kepada

sasaran, dan

Mobilisasi sumber dana

b. Komunikasi

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan (informasi) atau

gagasan (ide) yang disampaikan secara lisan dan atau tertulis dari sumber

pesan kepada penerima pesan melalui media dengan harapan adanya

pengaruh timbal balik. Dalam penanggulangan TB, komunikasi diarahkan

untuk mendorong lingkungan berkreasi melalui pembuatan strategi dan

pemberdayaan. Seluruh kegiatan komunikasi disebarluaskan lewat media

dan berbagai saluran. Dalam proses komunikasi perlu memperhatikan :

a. Sumber pesan (komunikator)

b. Pesan

c. penerima pesan

d. umpan balik

c. Mobilisasi sosial

Page 54: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Mobilisasi sosial adalah proses penggerakan masyarakat secara aktif

melalui konsensus dan komitmen diantara pengambil kebijakan untuk

penanggulangan TB. Penggerakan masyarakat dilaksanakan di tingkat

paling bawah (grass root) dan secara luas berhubungan dengan mobilisasi

dan aksi sosial masyarakat. Mobilisasi sosial berarti melibatkan semua

unsur masyarakat, sehingga memungkinkan masyarakat untuk melakukan

kegiatan secara kolektif dengan mengumpulkan sumber daya dan

membangun solidaritas untuk mengatasi masalah bersama, dengan kata

lain masyarakat menjadi berdaya.

Beberapa prinsip dalam mobilisasi sosial

Memahami kemampuan lembaga yang ada di masyarakat (analisis

kemampuan lembaga dan hambatan)

Bersandar pada pemahaman dalam konteks sosial dan budaya

termasuk situasi politik dan ekonomi masayarakat setempat

Memperhatikan permintaan masyarakat

Mengembangkan kemampuan-kemampuan masyarakat untuk

berpartisipasi

Memerlukan banyak sumber daya dalam organisasi penggerak

Berdasar rencana rasional dalam rumusan tujuan, sasaran, pesan,

indikator dan umpan balik mobilisasi

Memerlukan pengulangan secara periodik

Menggunakan individu atau organisasi yang terkenal/dihormati

sebagai penggerak, yang berasal dari elemen kemasyarakatan,

memiliki inisiatif, solidaritas dan kerjasama antar kelompok atau

organisasi masyarakat, serta keterpaduaan antara elemen

pemerintah dengan non pemerintah.

1. Bentuk-bentuk Mobilisasi Sosial

Kampanye, digunakan dalam rangka mensosialisasikan isu strategis yang

telah dikembangkan kepada berbagai sasaran (masyarakat, organisasi

profesi, lintas sektor, lintas program, dunia usaha, LSM,dll) dengan tujuan

menumbuhkan kesadaran dan rasa memiliki serta terpanggil untuk terlibat

sesuai dengan perannya dalam penanggulangan isu tersebut.

Page 55: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Penyuluhan kelompok, digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan

sikap kelompok masyarakat melalui berbagai metoda dan media

penyuluhan.

Diskusi kelompok (DK), digunakan untuk meningkatkan pengetahuan,

ketrampilan dan sikap kelompok masyarakat untuk menanggulangi

masalah TB melalui diskusi

kelompok.

Kunjungan rumah, digunakan untuk meningkatkan pengetahuan,

ketrampilan dannsikap agar keluarga mau berubah perilakunya

sehubungan dengan TB.

Konseling, digunakan untuk membantu menggali alternatif pemecahan

masalah TB dalam suatu keluarga.

2. Langkah-langkah Mobilisasi Sosial

Memberikan pelatihan/orientasi kepada kelompok pelopor (kelompok

yang paling mudah menerima isu yang sedang diadvokasi)

Mengkonsolidasikan mereka yang telah mengikuti pelatihan/orientasi

menjadi kelompok-kelompok pendukung/kader

Mengembangkan koalisi diantara kelompok-kelompok maupun

pribadi-pribadi pendukung.

Mengembangkan jaringan informasi diantara anggota koalisi agar

selalu mengetahui dan merasa terlibat dengan isu yang diadvokasikan

Melaksanakan kegiatan yang bersifat masal dengan melibatkan

sebanyak mungkin anggota koalisi.

Mendayagunakan media massa untuk mengekspose kegiatan koalisi

dan sebagai jaringan informasi.

Mendayagunakan berbagai media massa untuk membangun

kebersamaan dalam mengatasi masalah/isu (masalah bersama). Hal ini

cukup efektif bila dilakukan dengan menggunakan TV, filler/spot,

radio spot, billboard dan spanduk.

Salah satu tujuan mobilisasi sosial adalah pemberdayaan masyarakat atau dalam

kata lain masyarakat menjadi berdaya dalam penanggulangan TB.

Beberapa prinsip pemberdayaan masyarakat:

Page 56: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

a. Menumbuh kembangkan potensi masyarakat, potensi masyarakat yang

dimaksud dapat berupa:

o Community leaders : Para pemimpin baik formal maupun informal.

o Community organizations : Organisasi/ lembaga kelompok

o Community fund : Dana yang ada di masyarakat

o Community material : Sarana masyarakat

o Community knowledge : Pengetahuan masyarakat

o Community technology : Teknologi tepat guna termasuk cara

berinteraksi masyarakat setempat sesuai budayanya.

o Community decision making : Pengambilan keputusan oleh

masyarakat.

b. Kontribusi masyarakat dalam penanggulangan TB

Pemberdayaan masyarakat, berprinsip meningkatkan kontribusi masyarakat

dalam penanggulangan TB, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara

kuantitatif berarti semakin banyak keluarga/masyarakat yang berkiprah dalam

penanggulangan TB. Secara kualitatif berarti keluarga/masyarakat bukan

hanya memanfaatkan tetapi ikut berkiprah melakukan penyuluhan, ikut

menjadi PMO, Kader TB dan sebagainya.

c. Mengembangkan gotong royong

d. Bekerja bersama-sama masyarakat

e. KIE berbasis individu, keluarga, masyarakat, dan ormas lainnya kemitraan

antara Pemerintah, LSM, Ormas, dan berbagai kelompok masyarakat lainnya

akan memudahkan kerja sama di lapangan, sehingga potensi dapat

dimanfaatkan secara optimal.

Page 57: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Kerangka Pola Pikir dan Strategi AKMS dalam program penanggulangan TB

dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:

II.2 Konsep Pengetahuan

Pengetahuan merupakan proses kognitif dari seseorang atau individu untuk

memberi arti terhadap lingkungan, sehingga masing-masing individu akan

memberi arti sendiri-sendiri terhadap stimuli yang diterimanya meskipun stimuli

itu sama. Pengetahuan merupakan aspek pokok untuk mengubah perilaku

seseorang yang disengaja (Nurhidayati, 2005)

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil

penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (believe),

takhayul (superstitions) dan penerangan-penerangan yang keliru (Soekamto,

2002).

Pengetahuan berasal dari kata “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengideraan terhadap sesuatu obyek tertentu, pengideraan terjadi

melalui panca indra manusia. Tetapi sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh dari atau melalui mata dan telinga, (Noto atmodjo,2003)

Page 58: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Roger (1974) yang dikutip oleh noto atmodjo (2003) mengemukakan

bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru dalam diri seseorang akan terjadi

proses yang berturut-turut yaitu :

1. awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. Interest, yaitu orang tertarik pada stimulus.

3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adaption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Komponen pengetahuan (Noto atmodjo,2003)

1) Tahu (know)

Pengetahuan berkenan dengan bahan yang dipelajari sebelumnya

disebut juga istilah recal (mengingat lagi) namun apa yang yang telah

diketahui hanya sekedar informasi yang diingat saja. Oleh sebab itu ini

merupakan tongkat pengetahuan yang rendah.

2) Pemahaman (comprehension)

Adalah kemampuan mengetahui arti sesuatu bahan yang tekah dipakai

dipelajari seperti menafsirkan. Menjelaskan dan meringkas tentang

sesuatu kemampuan. Ini lebih tinggi dari pengetahuan.

3) Penerapan (application)

Adalah kemampuan menggunakan suatu bahan yang telah dipelajari

dalam sesuatu yang baru atau konkrit.

4) Analisa (analysis)

Page 59: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Adalah suatu komponen untuk menjabarkan materi atau suatu bahan

obyek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam stuktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya sama lain.

5) Sintesa (synthesis)

Kemampuan untuk menghimpun bagian dalam keseluruhan seperti

merugikan tema rencana atau melihat hubungan abstrak dan sebagian

fakta

6) Evaluasi (evaluation)

Adalah berkenan dengan kemampuan menggunakan pengetahuan

untuk membantu penelitian terhadap sesuatu berdasarkan maksud atau

kriteria tertentu.

II.3 Lingkungan

Lingkungan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta

(Neolaka;2008;25) adalah berasal dari kata lingkung yaitu sekeliling, sekitar.

Lingkungan adalah bulatan yang melingkupi atau melingkari, sekalian yang

terlingkung disuatu daerah sekitarnya.

Menurut ensiklopedia Umum (1977) lingkungan adalah alam sekitar

termasuk orang-orangnya dalam hidup pergaulan yang mempengaruhi manusia

sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan dan kebudayaannya.

Dalam Ensiklopedia Indonesia(1983) lingkungan adalah segala sesuatu

yang ada diluar suatu organisme meliputi :

1. Lingkungan mati (abiotik) yaitu lingkungan diluar suatu organisme yang

terdiri atas benda atau faktor alam yang tidak hidup, seperti bahan kimia,

suhu, cahaya, gravitasi, atmosfir dan lainnya.

2. Lingkungan hidup (biotik) yaitu lingkungan diluar suatu organisme yang

terdiri atas

Page 60: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Unsur-unsur lingkungan adalah sebagai berikut :

a. Lingkungan fisik

Lingkungan fisik adalah segala sesuaatu yang berada disekitar manusia

yang bersifat tidak bernyawa, misalnya air, tanah, kelembaban udara,

suhu, angin, rumah, dan benda mati lainnya.

b. Lingkungan biologis

Lingkungan biologis adalah segala sesuatu yang bersifat hidup, seperti

tumbuh-tumbuhan, hewan, termasuk mikroorganisme.

c. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial adalah segala sesuatu tindakan yang mengatur

kehidupan manusia dan usaha-usahanya untuk mempertahankan

kehidupan, seperti pendidikan pada setiap indiidu, rasa tanggung jawab,

pengetahuan keluarga, jenis pekerjaan jumlah penghuni dan keadaan

ekonomi.

d. Lingkungan rumah

Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada didalam rumah.

Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik yaitu ventilasi, suhu,

kelembaban, lantai, dinding serta lingkungan sosial yaitu kepadatan

penghuni. Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik

dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung. Lingkungan dari

faktor tersebut juga semua fasilitas dan pelayanana yang diperlukan.

Perlengapan yang perlu untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan

sosial yang baik untuk kelaurga dan individu.

Lingkungan rumah yang sehat dapat diartikan sebagai lingkungan yang

dapat memberikan tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat

untuk beristirahat serta dapat menumbuhkan kehidupan yang sempurna

baik fisik, psikologis maupun sosial ( lubis 1989). Menurut APHA

(american public health assisiation), lingkungan rumah yang sehat harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Memenuhi kebutuhan fisiologis

1) Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan

agar kontruksinya harus sedemikian rupa sehingga suhu ruangan

Page 61: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

tidak berubah banyak dan agar kelembababan udara dapat dijaga

jangan sampai terlalu tinggi dan terlalu rendah. Untuk ini harus

diusahakan agar perbedaaan suhu antara dinding, lantai, atap dan

permukanaan jendela tidak terlalu banyak.

2) Harus cukup mendapatkan pencahayaan yang baik siang maupun

malam, suhu ruangan harus mendapatkan penerangan pagi dan

siang hari yng cukup yaitu jika luas ventlasi minimal 10 % dari

jumlah luas lantai.

3) Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan

ventilasi yang cukup untuk proses pergantian udara.

4) Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak

terganggu oleh suara-suara yang berasal dari dalam ataupun luar

ruangan.

5) Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak

bermain, ruang makan, ruang tidur dll.

6) Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur

dan jenis kelaminnya. Ukuran ruang tidur anak yang kurang dari

lima tahun minimal 4,5 m3, artinya dalam satu ruangan anak yang

berumur lima tahun kebawah diberi kebebasan menggunakan

volume ruangan 4,5 m3 (1,5 x 1 x 3 m3 ) dan diatas lima tahun

menggunakan ruangan 9 m3 (3 x 1 x 3 m3 ).

b. Perlindungan terhadap penularan penyakit.

1) Harus ada sumber air yang memenuhi syarat, baik secara kuaitas

maupun secara kualitas, sehingga selain kebutuhan untuk makan

dan minum terpenuhi, juga cukup ketersediaaan air untuk

memelihara kebersihan rumah, pakainan dan penghuninya.

2) Harus ada tempat menyimpan sampah dan WC yang baik dan

memenuhi syarat, juga air pembuangan harus bisa dialirkan dengan

baik.

3) Pembuangna kotoran dan limbah harus memenuhi syarat

kesehatan, yaitu harus dapat mencegah agar limbah tidak meresap

dan mengkontaminasi sumber air bersih.

Page 62: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

4) Tempat memasak dan tempat makan harus bebas dari pencemaran

dan gangguan binatang serangga dan debu.

5) Harus ada pencegahan agar vektor penyakit tidak bisa hidup dan

berkembang biak dan di dalam rumah, jadi rumah dalam

kontruksinya harus rat proof, fly fight, mosquito fight.

6) Harus ada ruangan udara (air space) yang cukup.

7) Luas kamar tidur minimal 8,5 m3 perorang dan tinggi langit-langit

minimal 2,65 meter.

II.4 Syarat Rumah Sehat

Rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan terkait erat dengan

penyakit berbasis lingkungan, dimana kecenderungannya semakin meningkat

akhir-akhir ini. Dari sisi epidemiologis, telah terjadi pula transisi yang cukup

cepat terhadap beberapa penyakit menular, seperti penyakit SARS (Severe Acute

Respiratory Syndrome), Flu Burung, Leptospirosis. Demikian pula dengan

penyakit demam berdarah, keracunan makanan dan diare yang mulai mewabah

kembali di beberapa daerah di Tanah Air dan bahkan sampai menyebabkan

kematian.

Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama

kematian di Indonesia. Bahkan pada kelompok bayi dan balita, penyakit- penyakit

berbasis lingkungan menyumbangkan lebih 80% dari penyakit yang diderita oleh

bayi dan balita. Keadaan tersebut mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan

kualitas intervensi kesehatan lingkungan (Data Susenas 2001)

Munculnya kembali beberapa penyakit menular sebagai akibat dari semakin

besarnya tekanan bahaya kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan cakupan

air bersih dan jamban keluarga yang masih rendah, perumahan yang tidak sehat,

pencemaran makanan oleh mikroba, telur cacing dan bahan kimia, penanganan

sampah dan limbah yang belum memenuhi syarat kesehatan, vektor penyakit

yang tidak terkendali (nyamuk, lalat, kecoa, ginjal, tikus dan lain-lain), pemaparan

akibat kerja (penggunaan pestisida di bidang pertanian, industri kecil dan sektor

Page 63: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

informal lainnya), bencana alam, serta perilaku masyarakat yang belum

mendukung ke arah pola hidup bersih dan sehat.

Para ahli kesehatan masyarakat sangat sepakat dengan kesimpulan Bloom yang

mengatakan bahwa kontribusi terbesar terhadap terciptanya peningkatan derajat

kesehatan seseorang berasal dari kualitas kesehatan lingkungan dibandingkan

faktor yang lain. Bahkan, lebih jauh menurut hasil penelitian para ahli, ada

korelasi yang sangat bermakna antara kualitas kesehatan lingkungan dengan

kejadian penyakit menular maupun penurunan produktivitas kerja. Pendapat ini

menunjukkan bahwa demikian pentingnya peranan kesehatan lingkungan bagi

manusia atau kualitas sumber daya manusia.

Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesehatan yang

optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan oleh tersedianya

sarana sanitasi perumahan. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat

yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik dimana orang

menggunakannya untuk tempat tinggal berlindung yang mempengaruhi derajat

kesehatan manusia. Rumah juga merupakan salah satu bangunan tempat tinggal

yang harus memenuhi kriteria kenyamanan, keamanan dan kesehatan guna

mendukung penghuninya agar dapat bekerja dengan produktif.

A. Intrumen Penilaian Rumah Sehat

Dalam menentukan kriteria dan pembobotan instruman penilaian rumah sehat

ini digunakan metode Professional Adjustment, dengan tetap mengacu pada

beberapa teori yang ada seperti Derajat Kesehatannya Blum. Namun pada

dasarnya pemberian bobot ini tetap mengacu pada asumsi dasar berupa tingkat

signifikansi suatu Komponen pada besar kecilnya peran dalam menimbulkan

masalah sanitasi serta kemungkinan peluang intervensi perbaikan sebagai

tindak lanjut pengawasan. Instrument tersebut juga sesuai dengan Pedoman

Teknis Penilaian Rumah Sehat (Depkes RI, Tahun 2007).

Penentuan nilai-nilai pada setiap parameter ditentukan sesuai jumlah kriteria

yang ada, dengan range sesuai blangko SSD1.

Page 64: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Pembobotan terhadap kelompok komponen rumah, kelompok sarana sanitasi,

dan kelompok perilaku didasarkan pada teori Blum, yang diinterpetasikan

terhadap:

1. Lingkungan (45%)

2. Perilaku (35%)

3. Pelayanan Kesehatan (15%)

4. Keturunan (5%)

Dalam hal rumah sehat , prosentase pelayanan kesehatan dan keturunan

diabaikan, sedangkan untuk penilaian lingkungan dan perilaku ditentukan

sebagai berikut :

1. Bobot komponen rumah (25/80 x 100%) : 31

2. Bobot sarana sanitasi (20/80 x 100%) : 25

3. Bobot perilaku (35/80 x 100%) : 44

Penentuan kriteria rumah berdasarkan pada hasil penilaian rumah yang

merupakan hasil perkalian antara nilai dengan bobot, dengan kriteria sebagai

berikut :

1. Memenuhi Syarat : 80 – 100% dari total skor

2. Tidak memenuhi syarat : < 80% dari total skor

B. Kriteria Rumah Sehat

Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping

kebutuhan sandang dan pangan. Rumah berfungsi sebagai tempat tinggal

serta digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup

lainnya. Rumah juga merupakan tempat berkumpulnya anggota keluarga

untuk menghabiskan sebagian besar waktunya. Bahkan bayi, anak-anak,

orang tua, dan orang sakit menghabiskan hampir seluruh waktunya di

rumah.

Pengertian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

1992, rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau

hunian dan sarana pembinaan keluarga. Sedangkan yang dimaksud dengan

Page 65: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Sehat menurut World Health Organization (WHO) “Sehat adalah suatu

keadaan yang sempurna baik fisik, mental, maupun Sosial Budaya, bukan

hanya keadaan yang bebas dari penyakit dan kelemahan (kecacatan)”.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Rumah

Sehat sebagai tempat berlindung atau bernaung dan tempat untuk

beristirahat sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik,

rohani maupun sosial budaya.

Persyaratan

Secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai

berikut : (Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, Depkes RI, 2007)

1. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup,

komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni

rumah, adanya ruangan khusus untuk istirahat (ruang tidur), bagi

masing-maing penghuni.

2. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar

penghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja

dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus,

kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari

pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran,

disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

3. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik

yang timbul karena pengaruh luar dan dalam rumah, antara lain

persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi bangunan rumah,

bahaya kebakaran dan kecelakaan di dalam rumah.

Rumah yang sehat harus dapat mencegah atau mengurangi resiko

kecelakaan seperti terjatuh, keracunan dan kebakaran (Winslow dan

APHA). Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam kaitan dengan hal

tersebut antara lain :

a. Membuat konstruksi rumah yang kokoh dan kuat.

b. Bahan rumah terbuat dari bahan tahan api.

Page 66: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

c. Pertukaran udara dalam rumah baik sehingga terhindar dari bahaya

racun dan gas.

d. Lantai terbuat dari bahan yang tidak licin sehingga bahaya jatuh

dan kecelakaan mekanis dapat dihindari.

e. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan,

penghawaan dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari

kebisingan yang mengganggu.

Beberapa aspek yang berkaitan dengan rumah sehat dapat dijelaskan sebagai

berikut :

a. Ventilasi

Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam dan

pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah

maupun mekanis. Tersedianya udara segar dalam rumah atau ruangan

amat dibutuhkan manusia, sehingga apabila suatu ruangan tidak

mempunyai sistem ventilasi yang baik dan over crowded maka akan

menimbulkan keadaan yang dapat merugikan kesehatan (Gunawan et

al., 1982).

Rumah yang memenuhi syarat ventilasi baik akan mempertahankan

kelembaban yang sesuai dengan temperatur kelembaban udara (Azwar,

1990). Standart luas ventilasi rumah, menurut Kepmenkes RI No. 829

tahun 1999, adalah minimal 10% luas lantai. Menurut Frinck (1993)

setiap ruang yang dipakai sebagai ruang kediaman sekurang-kurangnya

terdapat satu jendela lubang ventilasi yang langsung berhubungan

dengan udara luar bebas rintangan dengan luas 10% luas lantai. Ruangan

yang ventilasinya kurang baik a kan membahayakan kesehatan khususnya

saluran pernapasan. Terdapatnya bakteri di udara disebabkan adanya

debu dan uap air. Jumlah bakteri udara akan bertambah jika penghuni

ada yang menderita penyakit saluran pernapasan, seperti TBC, Influenza,

dan ISPA. Dalam pengertiaqn ventilasi ini dari aspek fungsi juga tercakup

jendela. Luas ventilasi atau jendela adalah luas lubang untuk proses

Page 67: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

penyediaan udara segar dan pengeluaran udara kotor baik secara alami

atau mekanis. Ventilasi atau jendela mempunyai peran dalam rumah untuk

mengganti udara ruangan yang sudah terpakai. Fungsi utama ventilasi dan

jendela antara lain (Subbin P2P&PL Dinkes Propinsi Jawa Timur).

a) Sebagai lubang masuk dan keluar angin sekaligus sebagai lubang

pertukaran udara atau lubang ventilasi yang tidak tetap (sering

berupa jendela atau pintu).

b) Sebagai lubang masuknya cahaya dari luar (sinar matahari).

Agar udara dalam ruangan segar persyaratan teknis ventilasi dan jendela

ini sebagai berikut :

1. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai

ruangan dan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka

dan ditutup) minimum 5% luas lantai, dengan tinggi lubang

ventilasi minimal 80 cm dari langit- langit.

2. Tinggi jendela yang dapat dibuka dan ditutup minimal 80

cm dari lantai dan jarak dari langit-langit sampai jendela

minimal 30 cm.

3. Udara yang masuk harud udara yang bersih, tidak dicemari

oleh asap pembakaran sampah, knaolpot kendaraan, debu

dan lain-lain.

4. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan

menempatkan lubang hawa berhadapan antara dua dinding

ruangan.Aliran udara ini diusahakan tidak terhalang oleh

barang-barang seperti almari, dinding, sekat-sekat, dan lain-

lain.

5. Kelembaban udara dijaga antara 40% s/d 70%.

Untuk memperoleh ventilasi yang baik dapat dilaksanakan dengan cara :

1. Ventilasi alamiah, merupakan ventilasi yang terjadi secara alamiah,

dimana udara masuk kedalam ruangan melalui jendela, pintu, atau

lubang angin yang sengaja dibuat.

Page 68: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

2. Ventilasi Mekanik, merupakan ventilasi buatan dengan

menggunakan :

(a) AC (Air Conditioner), yang berfungsi untuk menyedot udara

dalam ruang kenudian disaring dan dialirkan kembali dalam

ruangan.

(b) Fan (Baling-baling) yang menghasilkan udara yang dialirkan

ke depan.

(c) Exhauser, merupakan baling-baling penyedot udara dari dalam

dan luar ruangan untuk proses pergantian udara yang sudah

dipakai.

b. Pencahayaan

Penerangan ada dua macam, yaitu penerangan alami dan

buatan. Penerangan alami sangat penting dalam menerangi rumah

untuk mengurangi kelembaban. Penerangan alami diperoleh dengan

masuknya sinar matahari ke dalam ruangan melalui jendela, celah

maupun bagian lain dari rumah yang terbuka, selain berguna untuk

penerangan sinar ini juga mengurangi kelembaban ruangan, mengusir

nyamuk atau serangga lainnya dan membunuh kuman penyebab

penyakit tertentu, misalnya untuk membunuh bakteri adalah cahaya

pada panjang gelombang 4000 A sinar ultra violet (Azwar, 1990).

Penyakit atau gangguan saluran pernapasan dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan yang buruk. Lingkungan yang buruk tersebut dapat berupa

kondisi fisik perumahan yang tidak mempunyai syarat sepertiventilasi,

kepadatan penghuni, penerangan dan pencemaran udara dalam rumah.

Lingkungan perumahan sangat berpengaruh terhadap terjadinya ISPA

(Ranuh,1997).

Cahaya matahari disamping berguna untuk menerangi ruangan,

mengusir serangga (nyamuk) dan tikus, juga dapat membunuh

beberapa penyakit menular misalnya TBC, cacar, influenza, penyakit

kulit atau mata, terutama matahari langsung. Selain itu sinar matahari

Page 69: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

yang menga ndung sinar ultra violet baik untuk pertumbuhan tulang

anak - anak (Suyono, 1985). Rumah sebagai tempat tinggal yang

memenuhi syarat kesehatan dan kenyamanan dipengaruhi oleh 3 (tiga)

aspek, yaitu pencahayaan, penghawaan, serta suhu udara dan kelembaban

dalam ruangan. Aspek-aspek tersebut merupakan dasar atau kaidah

perencanaan rumah sehat dan nyaman. Pencahayaan matahari sebagai

potensi terbesar yang dapat digunakan sebagai pencahayaan alami pada

siang hari. Pencahayaan yang dimaksud adalah penggunaan terang langit,

dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Cuaca dalam keadaan cerah dan tidak berawan

2. Ruangan kegiatan mendapatkan cukup banyak cahaya

3. Ruang kegiatan mendapatkan distribusi cahaya secara

merata

Kualitas pencahayaan alami siang hari yang masuk ke dalam ruangan

ditentukan oleh:

a. Kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan (mata)

b. Lamanya waktu kegiatan yang membutuhkan daya

penglihatan (mata)

c. Tingkat atau gradasi kekasaran dan kehalusan jenis

pekerjaan

d. Lubang cahaya minimum sepersepuluh dari luas lantai

ruangan

e. Sinar matahari langsung dapat masuk ke ruangan minimum

1 (satu) jam setiap hari

f. Cahaya efektif dapat diperoleh dari jam 08.00 sampai

dengan jam 16.00.

c. Kepadatan Penghuni

Kepadatan penghuni merupakan luas lantai dalam rumah dibagi

dengan jumlah anggota keluarga penghuni tersebut, kebutuhan ruangan

untuk tempat tinggal tergantung pada kondisi keluarga yang bersangkuta.

Page 70: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Menurut Kepmenkes RI (1999) luas ruangan tidur minimal 8 m2 dan

tidak dianjurkan lebih dari 2 orang. Bangunan yang sempit dan tidak

sesuai dengan jumlah penghuninya akan mempunyai dampak kurangnya

oksigen dalam ruangan sehingga daya tahan tubuh penghuninya

menurun, kemudian cepat timbulnya penyakit saluran pernafasan seperti

ISPA. Ruangan yang sempit akan membuat nafas sesak dan mudah

tertular penyakit oleh anggota keluarga yang lain.

Kepadatan hunian rumah akan meningkatkan suhu ruangan yang

disebabkan oleh pengeluaran panas badan yang akan meningkatkan

kelembaban akibat uap air dari pernapasan tersebut.Dengan demikian,

semakin banyak jumlah penghuni rumah maka semakin cepat udara

ruangan mengalami pencemaran gas atau bakteri. Dengan banyaknya

penghuni, maka kadar oksigen dalam ruangan menurun dan diikuti

oleh peningkatan CO 2 ruangan dan dampak dari peningkatan CO2

ruangan adalah penurunan kualitas udara dalam rumah.

Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia

di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur,

makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak

lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan

perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2.80 m. (Luas

bangunan 3.5 m2 per orang).

II.5. Kerangka Teori

Menurut hasil penelitian bersama antara depkes dengan UNICEF (united

childern’s fund) tahun 1993, bahwa penyakit saluran pernafasan dan TB paru

dapat dicegah apabila sanitasi suatu rumah terpenuhi antara lain ventilasi udara,

pencahayaan, tidak lembab, padat huni, kamar lebih dari satu dan asap dapur tidak

masuk kekamar tidur, sperti kerangka teori berikut :

Page 71: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Kerangka teori pencegahan penyakit TB paru

Kepadatan rumah

Ventilasi udara rumah

Pencahayaan /

penerangan rumah

Penularan Penyakit

TB paru

Kelembaban

Kamar

Pengetahuan

Sumber : Penelitian bersama Depkes dengan UNICEF

Menurut (enjtang 1999 : 18 ), berhasil atau tidak hasilnya pemberantasan TB paru

tergantung pada keadaan sosial masyarakat, kesadaran berobat penderita,

pengetahuan penderita, keluarga dan masyarakat.

II.6 Kerangka Konsep

Page 72: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Berdasarkan kerangka teori dan tinjauan kepustakaan yang ada maka

disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan

Kepadatan Hunian

Luas Ventilasi Kejadian Penyakit TB paru

Pencahayaan Rumah

Pelayanan kesehatan

II.7 Hipotesis

Hipotesis nol ( H0) adalah hipotesis yang digunakan untuk pengukuran statistik

dan interpretasi hasil statistik (nursalam. 2003 : 58-59).

a. Tidak ada hubungan antara pengetahan dengan kejadian penyakit TB paru.

b. Tidak ada hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian penyakit TB paru.

Page 73: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

c. Tidak ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit TB

paru..

d. Tidak ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian penyakit TB paru.

e. Tidak ada hubungan antara pelayanan kesehatan dengan kejadian penyakit

TB paru.

Hipotesis Alternatif (Ha) adalah hipotesis alternatif ysng digunkan untuk

pengukuran statistik dan intepretsi hasil statistik, (nursalam, 2003 :59)

a. Ada hubungan antara pengetahan dengan kejadian penyakit TB paru.

b. Ada hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian penyakit TB paru.

c. Ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit TB paru..

d. Ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian penyakit TB paru.

e. Ada hubungan antara pelayanan kesehatan dengan kejadian penyakit TB

paru.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik dengan pendekatan

cross sectional untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan lingkungan fisik

Page 74: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

rumah dengan penularan penyakit TB Paru di wilayah kerja puskesmas Sekupang

Kota Batam Kelurahan Tanjung Riau, dimana antara variable dependent dan

variable independent diamati pada waktu yang bersamaan.

III.2 lokasi dan Waktu Penelitian

III.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota

Batam Kelurahan Tanjung Riau.

III.2.2. Waktu penelitian

Waktu penelitian ini dimulai dengan pengusulan judul penelitian ,

penelusuran daftar pustaka, persiapan proposal penelitian, perancangan kuisioner,

konsultasi dengan pembimbing, pelaksanaan penelitian, analisa data penelitian

serta penyusunan laporan akhir penelitian. Penelitian ini dilaksanakan selama 2

bualan, yaitu dimulai dari bulan Februari akhir sampai dengan bulan April 2013 di

wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan Tanjung Riau.

III.3. Populasi dan Subjek Penelitian

III.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang dieliti

(Notoatmojo, 2010) Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah semua warga di

kelurahan Tanjung Riau, Sekupang.

III.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010).

3.4. Besar Sampel

Page 75: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Untuk menentukan ukuran sampel dari populasi digunakan rumus

sebagaimana dikemukakan (Lemeshow, et al, 1997) sebagai berikut:

n= Z 2 1-a/2 p.q

d2

Dimana :

n= ukuran sampel yang diperlukan

p= perkiraan proporsi : jumlah penderita TB Paru (+)

Jumlah Penduduk

q= 1-p

d= tingkat akurasi= 0,05

Z2 1-a/2= statistic Z pada distribusi normal standar, pada tingkat kemaknaan a.

III.5. Teknik Sampel

Pengambilan penentuan sampel menggunakan systematic random

sampling dengan acuan rumah penderita. Dari rumah penderita diambil tiga orang

responden masing - masing dari rumah depan samping dan belakang.

III.6. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian

ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2011: 38)

Page 76: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Sedangkan, definisi operasional adalah penentuan construct sehingga menjadi

variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu dapat

digunakan oleh peneliti dalam mengoperasionalisasikan construct, sehingga

memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran

dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran construct yang

lebih baik. (Umi Narimawati , 2011:31)

III.6.1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas (Independent Variable) adalah Variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel

terikat (Variable dependent). Sugiyono (2009:59)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan, kepadatan hunian,luas

ventilasi, dan pencahayaan rumah, Penyuluhan Kesehatan, Sikap Pelayanan

Kesehatan, dan Lokasi Kesehatan penderita TB paru.

III.6.2. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. (Sugiyono,2009:59)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian penularan penyakit TB paru.

III.6.3. Definisi Operasional

N

o

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

Variabel

dependent

1 Kejadian

penyakit TB

paru

Terjadinya

penularan penyakit

TB paru pada

orang sekitar

Observasi

dan

pemeriksaan

klinis

Check list

dan

mikroskop

Dengan

pemeriksaan

dahak

Ordinal

Page 77: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

dengan penderita

TB paru , baik anak

anak maupun

dewasa yang

disebabkan

mycobacterium

tuberculosa yang

menyerang paru

dengan gejala

batuk >2 minggu

dan BTA positif

dengan

pemeriksaan

laboratorium

laboratorium binokuler BTA (+)=0

BTA (-)=1

Variabel

independent

2 Pengeta-

huan

Pengetahuan

adalah beberapa hal

yang diketahui

penderita sekitar

TB paru

Observasi

dan

wawancara

Check list

dan

kuisioner

> 50%

baik=1

≤ 50%

buruk=0

Ordinal

3 Kepadatan

hunian

Jumlah penghuni

dalam satu rumah

yang melebihi

kapasitas yaitu 2x4

meter untuk dihuni

2 orang

Observasi,

kuisioner dan

wawancara

Check list

dan

meteran

Luas rumah <

45 m2 untuk

>5 orang =

padat = (0)

Luas rumah >

45 m2 untuk

≤5 orang =

tidak padat =

Ordinal

Page 78: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

(1)

4 Luas

ventilasi

Tempat

mengalirnya udara

sebanyak

banyaknya menurut

perhitungan

keadaan ruangan

minimal 10% luas

lantai

Observasi

dan

pengukuran

Check list

dan roll

meter

10% dari luas

lantai=baik=

(1)

<10%=buruk

=(0)

Ordinal

5 Pencahayaa

n rumah

Masuknya cahaya

yang dapat berasal

dari cahaya alami

dan buatan seperti

matahari dan lampu

ke dalam ruangan

yang ada di rumah

dengan merata

Observasi,

pengukuran

serta

kuisioner

Check list

dan lux

meter

Cahaya

matahari

masuk &

menyebar

merata di

dalam

rumah=baik.

=(1)

Cahaya

matahari

tidak masuk

& tidak

menyebar

merata atau

masuk tapi

tidak

menyebar

merata di

dalam rumah

=buruk=(0)

Ordinal

Page 79: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

6 Penyuluhan

Kesehatan

Adanya pemberian

informasi

mengenai penyakit

TB yang dapat

menambah

wawasan

masyarakat

terhadap penyakit

TB Paru

kuisioner Check list Masyarakat

pernah

mendapat

penyuluhan=

baik=1

Masyarakat

tidak pernah

mendapat

penyuluhan

=buruk=0

Ordinal

7 Sikap

Pelayanan

Kesehatan

Tanggapan petugas

pelayanan

kesehatan terhadap

keluhan yang

disampaikan pasien

dan tindak

lanjutnya

kuisioner Check list Ramah,

menanggapi

keluhan dan

kemajuan

pasien,

memberikan

penjelasan

tentang

penyakit,

mengingat-

kan untuk

periksa ulang

dan

mengambil

obat= baik=1

Tidak

Ramah,

menanggapi

keluhan dan

Ordinal

Page 80: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

kemajuan

pasien,

memberikan

penjelasan

tentang

penyakit,

mengingat-

kan untuk

periksa ulang

dan

mengambil

obat =

buruk=0

8 Lokasi

Kesehatan

Terjangkau atau

tidaknya sarana

pelayanan

kesehatan terhadap

lokasi rumah

pasien

kuisioner Check list Terjangkau =

baik=1

Tidak

terjangkau =

buruk=0

Ordinal

III.7. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan pada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam,

2003:18)

Pengumpulan data terdiri dari :

III.7.1. Data Primer

Page 81: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Merupakan data yang didapat langsung melalui observasi dan wawancara

dengan responden menggunakan kuisioner atau juga melalui pengkuran langsung

kepada suatu objek yang diteliti dengan alat ukur yang sesuai.

III.7.2. Data Sekunder

Data tentang keteraturan pasien berobat dengan melihat daftar kunjungan

pasien dalam pengambilan obat setiap kali obat habis. Selanjutnya beberapa

tambahan data yang dapat diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Batam dan

Puskesmas Sekupang Kota Batam.

III.8. Pengolahan Data

Data yang sudah dikumpulkan, kemudian diolah dengan menggunakan

bantuan perangkat lunak computer serta dianalisis, pengolahan data yang

mencakup antara lain kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

Editing

Adalah menyeleksi data yang telah didapat dari hasil wawancara untuk

mendapatkan data yang akurat

Koding

Adalah melakukan pengkodean adat agar tidak terjadi kekeliruan dalam

melakukan tabulasi data.

Tabulasi Data

Adalah penyusunan data sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam

penjumlahan data dan disajikan dalam bentuk tulisan.

Page 82: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

IV.1. Gambaran Umum Puskesmas Sekupang

IV.1.1. Letak Puskesmas Sekupang

Page 83: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Puskesmas Sekupang terletak di wilayah Kelurahan Sei Harapan

Kecamatan Sekupang Kota Batam, mempunyai wilayah kerja yaitu kecamatan

Sekupang dengan 7 kelurahan yaitu : Sungai Harapan, Tanjung Riau, Tanjung

Pinggir, Tiban Indah, Tiban Lama, Patam Lestari dan Tiban Baru. Wilayah kerja

Puskesmas Sekupang berbatasan dengan :

Bagian Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Belakang Padang

Bagian Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Sagulung

Bagian Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Batam Kota

Bagian Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Batu Aji

Luas wilayah Kerja Puskesmas Sekupang

No. KELURAHAN LUAS WILAYAH

1. Sungai Harapan 7,0 km2

2. Tanjung Riau 16,0 km2

3. Tanjung Pinggir 10,0 km2

4. Tiban Indah 10,0 km2

5. Tiban Lama 10,0 km2

6. Patam Lestari 10,0 km2

7. Tiban Baru 10,0 km2

Jumlah 93,0 km2

Sumber : kecamatan Sekupang dan Batuaji

Untuk mewujudkan Visi Puskesmas pada tahun 2011, dan Misi yang telah

ditetapkan yang dilakukan menggunakan pendekatan Sistem Manajemen

Kesehatan Terpadu terdiri dari fungsi-fungsi pokok yaitu :

Page 84: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Fungsi manajemen umum melalui konsep pengelolaan yang efektif dan

efisien

Fungsi sistem infoormasi melalui analisis kependudukan, resiko

lingkungan, resiko perilaku sistem surveilans, sistem informasi geografis,

sistem jaringan komunikasi.

Fungsi perencanaan melalui perencanaan program kesehatan terpadu

(P2KT)

Fungsi intervensi program kesehatan melalui pemasaran sosial, kemitraan

dan pemberdayaan masyarakat.

Fungsi audit melalui audit khusus dan audit kesehatan masyarakat untuk

menilai keberhasilan keselurah program kesehatan.

Untuk mewujudkan hal tersebut di atas Puskesmas akan ditempuh strategi sebagai

berikut :

o Menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup bersih dan

lingkungan yang sehat

o Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang

berkualitas

o Meningkatkan Sistem Surveilans, Monitoring, dan Informasi Kesehatan

o Melaksanakan Upaya Kesehatan masyarakat dan perorangan

o Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya kesehatan

o Meningkatkan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan dalam

upaya penyelenggaraan sistem kesehatan daerah (SKD). Selain itu juga

melaksanakan dan memberikan pelayanan rujukan upaya kesehatan.

o Kerjasama horizontal : meningkatkan kerjasama antar pemegang program

dilingkungan Puskesmas.

Page 85: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

o Kerjasama vertikal : meningkatkan kerjasama dengan pemerintah kota,

provinsi dan pusat.

o Kerjasama dengan masyarakat dan swasta : meningkatkan kerjasama

dengan masyarakat dan pihak swasta dengan prinsip saling

menguntungkan semua pihak.

o Menyiapkan Sumber dys Manusia (tenaga kesehatan yang berkualitas)

untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

o Meningkatkan Pembiayaan Kesehatan

Untuk tercapainya tujuan dan sasaran menuju terwujudnya Visi Puskesmas, maka

peran Puskesmas dalam penyelengaraan pembangunan kesehatan di kota Batam

dilaksanakan berdasarkan pada kebijakan sebagai berikut :

Peningkatan Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat

Peningkatan Kualitas Kesehatan Lingkungan.

Peningkatan Kualitas Pelayanan kesehatan oleh Puskesmas beserta

jajarannya.

Peningkatan pembinaan dan pengawasan obat, makanan, bahan

berbahaya dan perbekalan kesehatan.

Peningkatan pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan tidak

menular

Pengembangan Sumber Daya Kesehatan

Pengembangan manajemen dan regulasi bidang kesehatan di era

desentralisasi dan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah, peran

Pemerintah Daerah sangat penting dan menentukan dalam pencapaian

tujuan pembangunan kesehatan.

Sesuai dengan Sistem kesehatan Nasional, Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan

kesehatan tingkat pertama mempunyai 3 fungsi sebagai berikuut :

Page 86: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan.

Pusat Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga

Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

Salah satu faktor penting dalam melaksanakan pelayanan kesehatan adalah adanya

tenaga kesehatan yang cukup meningkatkan pelayan kesehatan. Perlu peningkatan

SDM tenaga kesehatan baik dari segi kuantitas dan kualitas yang ditempatkan

pada sarana dan prasarana dalam rangka menunjang kelancaran pelayanan

tersebut jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Sekupang.

IV.1.2. Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi Puskesmas Serta

Struktur Organisasi Puskesmas Sekupang Kota Batam.

Struktur Organisasi dan Tata Kerja Puskesmas diatur didalam Keputusan Menteri

Dalam Negeri no.23 tahun 1994 yang tercantum dalam buku Pedoman Kerja

Puskesmas Jilid 1, Departemen Kesehatan RI th 1999. Berdasarkan pedoman

inilah dibentuk Struktur Organisasi (SOT) Puskesmas sebagaimana bagan

dibawah ini :

Page 87: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Struktur Organisasi dan Tata kerja (SOT) Puskesmas Sekupang, Kota Batam

Keterangan :

Kepala Puskesmas

Bagian Tata Usaha :

Bagian Umum

Bagian Kepegawaian

Bagian Perlengkapan/barang

Bagian Keuangan

SP2TP

Unit Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ,ttd :

Upaya Imunisasi

Surveilans Penyakit

Page 88: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

P2 DHF

P2 Malaria

P2 TB

P2 ISPA

P2 Diare

P2 IMS

Unit Peningkatan dan Kesehatan Keluarga,ttd :

Upaya kesehatan ibu dan anak

Upaya peningkatan anak pra sekolah

Upaya kesehatan kb

Upaya peningkatan gizi

Upaya kesehatan usia lanjut

Upaya kesehatan kerja

Upaya kesehatan reproduksi remaja

Unit pemulihan kesehatan dan rujukan

Upaya pelayanan dan pengobatan

Upaya pelayanan kesehatan gigi dan mulut

Upaya pelayanan rujukan

Unit kesehatan lingkungan, PKM dan PSM :

Uapay kesehatan lingkungan

Upaya penyuluhan kesehatan masyarakat

Upaya peran serta masyarakat termasuk batra dan posyandu

Page 89: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Upaya kesehatan sekolah

Upaya kesehatan olah raga

Upaya pelayanan perawatan kesehatan masyarakat

Unit perawatan :

Upaya pelayanan rawat inap

Unit penunjang :

Laboratorium

Apotik

Gudang obat

Unit pelaksana khusus :

Upaya kesehatan mata

Upaya kesehatan jiwa

Upaya kesehatan untuk keluarga miskin / JPS-BK

Upaya pelayanan fungsional :

Puskesmas pembantu/pustu

Polindes/bidan desa

Page 90: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

IV.1.3. Geografi

Puskesmas sekupang merupakan salah satu wilayah di kota batam povinsi

kepulauan riau, terletak antara 0,55o-1,55o lintang utara, 45o-104,10o bujur

timur, sebelah utara berbatasan dengan belakang padang, sebelah selatan

berbatasan dengan wilayah kecamatan sagulung, sebelah barat berbatasan dengan

kecamatan batu aji dan sebelah timur berbatsan dengan kecamatan batam kota.

Faktor geografi ini mencakup aspek keadaan alam dan sumber daya alam (SDA)

yang dapat berpengaruh besar terhadap pembangunan kesehatan. Pengaruh ini

dapat bersifat menunjang dan dapat pula bersifat menghambat.

Tersedianya SDA merupakan faktor yang menunjang kesehatan baik langsung

maupun tidak langsung. Keadaan geografi yang tidak menguntungkan antara lain

Page 91: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

keadaan pemukiman penduduk yang berpencar-pencar dan terpencil serta

pemukiman yang padat merupakan kendala dalam pembangunan kesehatan yaitu

upaya peningkatan perluasan dan pemerataan kesempatan untuk hidup sehat.

SDA baik yang terkandung didaratan, disunga,maupun dilaut (jika ada)

merupakan potensi ekonomi yang besar. Hal ini berarti bahwa pengelolaan SDA

secara efisiensi akan meningkatkan pendapatan pemerintah daerah dan secara

tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan

pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat jelas akan memberi dampak

positif terhadap penyediaan dana dan fasilitas kesehatan sehingga pengembangan

kesehatan dapat terlaksana sesuai harapan.

Rencana umum tata ruang (RUTR) kota batam yang berwawasanramah

lingkungan harus dijadikan pedoman perencanaan terpadu pembangunan, agar

tatanan lingkungan hidup dan pemanfaat SDA, sumber daya mabusia (SDM) dan

sumber daya buatan(SDB) dapat dilakukan secara tepat guna,berdaya guna serta

berhasil guna secara berkelanjutan.

IV.1.4. Demografi

Berdasarkan undang-undang kesehatan diperuntukan bagi seluruh masyarakat

indonesia dan salah satu tujannya adalah meningkatkan derajat kesehatan yang

setinggi tingginya. Dengan demikian penduduk baik sebagai perorangan maupun

sebagai kelompok masyarakat merupakan sasaran kegiatan pembangunan

kesehatan. Oleh karena itu aspek aspek kependudukan,dinamika penduduk dan

masalah yang ditemui dalam masyarakat akan sangat mempengaruhi kesehatan.

Tabel

Page 92: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Keadaan kependudukan

No. Kelurahan Laki-laki Perempuan jumlah

1. Tiban indah 6416 6085 12501

2. Patam lestari 9585 8742 18327

3. Tiban baru 11306 10830 22136

4. Tiban lama 12130 11131 23261

5. Sungai harapan 8783 8753 17536

6. Tanjung pinggir 7117 6072 13289

7. Tanjung riau 6960 6015 12975

Jumlah 62297 57628 119925

Sumber : profil kecamatan sekupang tahun 2009

Page 93: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

IV.2 Gambaran Umum Kelurahan Tanjung Riau

DATA GEOGRAFI

» Luas wilayah : 36123 km²

» Batas wilayah

- Utara : Kel Sei Harapan.

- Timur : Kec Batu Aji

- Selatan : Kel Tg Uncang

- Barat : Kec Blakang Padang

» Topografi Wilayah

-Pebukitan : 3

- Daratan :

- Pulau : 3( P.Seloko, P.seraya, P.Janda Berias)

Page 94: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

- Rawa : mangrove/bakau

- Hutan lindung : 738 ha

- Jumlah RT : 78 RT

- Jumlah RW : 17 RW

- Perumahan :

DATA PEKERJAAN MASYARAKAT

» Pegawai Pemerintah : 533

» Pegawai Swasta : 3812

» Nelayan : 310

» wiraswasta bueuh dll :1225

DATA TINGKAT PENDIDIKAN MASYARAKAT

Tingkat pendidikan Laki-laki Perempuan Jumla

h

Usia 1-4 th s/d 18 tahun yg sedang sekolah 1280 1616 2896

Usia 18 s/d 56 th tidak pernah sekolah 85 108 198

Usia 18 s/d 56 th pernah SD tp tak tamat 105 120 225

Usia 12 s/d 56 th pernah SMP tp tdk tamat 168 200 368

Usia 18 s/d 56 th pernah SMA tp tdk tamat 140 159 299

Tamat SD 640 626 1266

Tamat SMP 496 596 1025

Tamat SMA 1369 1793 3162

Tamat D1 6 10 16

Page 95: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Tamat D2 54 70 124

Tamat D3 169 126 295

Tamat S1 97 162 259

Tamat S2 1 - 1

Jumlah 4796 5791 10587

DATA PENDUDUK

» Jumlah penduduk : 17.069

» Jumlah KK : 5130

» Jumlah Jiwa dalam keluarga

- Laki- laki : 5677

- Perempuan : 6825

JUMLAH PENDUDUK MENURUT USIA

Usia jumlah

<1 87

1 s/d 4 tahun 1029

5 s/d 9 tahun 1839

10 s/d 14 tahun 1356

15 s/d 19 tahun 1060

20 s/d 24 tahun 1539

25 s/d 29 tahun 2373

Page 96: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

30 s/d 34 tahun 2499

35 s/d 39 tahun 1915

40 s/d 44 tahun 1358

45 s/d 49 tahun 829

50 s/d 54 tahun 493

55 s/d 59 tahun 287

60 s/d 64 tahun 191

65 s/d 69 tahun 94

70 s/d 74 tahun 74

>74 tahun 46

Jumlah 17069

JUMLAH PENDUDUK MENURUT RW

RW JUMLAH KEPALA KELUARGA JUMLAH

PENDUDUK

1 523 1510

2 299 954

3 329 765

4 344 871

5 225 783

6 387 1363

Page 97: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

7 326 1019

8 265 482

9 71 253

10 267 930

11 282 753

12 180 620

13 548 2015

14 274 1024

15 323 1036

16 227 709

JUMLAH 4870 15087

» Jumlah KK pemegang JAMKESMAS : 642 kk

» Jumlah jiwa pemegang kartu JAMKESMAS : 2577 jiwa

JUMLAH BANGUNAN

» Kantor Pemerintah : 5

» Sekolah

TK : 4

PAUD : 1

SD : 2

Page 98: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

SLTP : 2

SLTA : 1

» Tempat Ibadah

Mesjid : 8

Mushola : 12

Gereja : 2

» Tempat-tempat Umum

Gedung Serba Guna : 1

Posyandu : 9

Pasar Inpres : 1

JUMLAH SARANA KESEHATAN

» PUSTU : 1

» POSKESDES : 1

Praktek Bidan Mandiri : 5

DATA KESLING

» Rumah Sehat :Permanen : 2182

Semi Permanen : 1205

Non Permanen : 678

» Sumber Air Bersih

- Sumur

- Waduk ( PAM ) : 4256 kk

- Air Hujan :2

Page 99: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

- Sumur Gali : 523

» MCK

- Leher Angsa : 4356

- Cemplong : 470

» Pembuangan Sampah

- Sembarang : ke laut

- Di baker : Ya

- TPS : 4

DATA UKBM

» Posyandu : 9

- Tg. Riau

- Kp. Baru

- Kp. Bukit

- Kp. Ponjen

- S. Temiang

- P. Seraya

- Laguna

- Graha Mas

- Galaksi

» Posyandu USILA : 2

DATA KELEMBAGAAN MASYARAKAT

LPM, LKMD,LPM

Page 100: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

IV. 3 Hasil Analisis Univariat

Tujuan dari analisis univariat adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan tiap

variabel yang akan diteliti.

Dari hasil analisis univariat penelitian tentang hubungan pengetahuan,lingkungan

faktor fisik rumah dan pelayanan kesehatan dengan kejadian penyakit TB Paru di

wilayah kerja puskesmas sekupang kota batam tahun 2013 dapatkan sebagai

berikut :

IV.2.1. Distribusi frekuensi jenis kelamin kejadian penyakit TB Paru di

wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan Tanjung

Riau.tahun 2013.

Dari hasil seluruh variabel penelitian terhadap distribusi berdasarkan jenis

kelamin responden didapatkan hasil seperti tabel sebagai berikut :

Tabel

Distribusi frekuensi jenis kelamin kelamin kejadian penyakit TB Paru di

wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan Tanjung Riau.

tahun 2013.

No. Jenis kelamin Jumlah %

1. Laki-laki 19 52,78 %

2. Perempuan 17 47,22 %

Jumlah 36 100

Berdasarkan tabel 4.2 terlihat, bahwa dari 36 sampel yang ada sebagian besar

respondennya adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu terdapat sebanyak 19

Page 101: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

(52,78%) responden, sedangkan berjenis kelamin perempuan adalah sebanyak 17

(47,22 %) Responden.

IV.2.2. Distribusi frekuensi menurut golongan umur kejadian penyakit TB

Paru di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan Tanjung

Riau. tahun 2013.

Dari hasil seluruh variabel pengamatan terhadap distribusi terhadap kelompok

umur responden didapatkan hasil seperti tabel sebagai berikut ;

Tabel

Distribusi frekuensi menurut golongan umur kejadian penyakit TB Paru di

wilayah kerja puskesmas sekupang kota batam tahun 2013.

No. Golongan umur Jumlah %

1. 18th-25th 5 13,8 %

2. 26th-35th 11 30,55%

3. 36th-45th 21 58,3%

4. 45 th ke atas 9 25%

Jumlah 36 100%

Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa dari 36 responden mayoritas golongan umur

responden di wilayah kerja puskesmas sekupang kota batam tahun 2013 dijumpai

untuk 18-25 tahun terdapat sebanyak 5 (13,8 %) responden, umur 26-35 tahun

sebanyak 11 (30,55%) responden, umur 36-45 tahun sebanyak 21 (58,3%)

responden dan umur 45 tahun keatas terdapat sebanyak 9 (25 %) responden.

Page 102: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

IV.2.3. Distribusi Frekuensi menurut Tingkat pendidikan kejadian penyakit

TB Paru di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan

Tanjung Riau.tahun 2013.

Dari hasil variabel pengamatan terhadap distribusi berdasarkan tingkat pendidikan

responden didapatkan hasil seperti tabel berikut :

Tabel

Distribusi Frekuensi menurut Tingkat pendidikan kejadian penyakit TB

Paru di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan Tanjung

Riau. tahun 2013.

No. TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH %

1

2

3

4

5

Tidak Sekolah

SD

SMP

SMA

S 1

5

17

8

5

1

13,9 %

47,22%

22.22%

13,9%

2,7%

JUMLAH 36 100

Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa sebagian besar tingkat pendidikan

masyarakat yang menjadi responden dari 36 responden pada penelitian ini adalah

untuk Tidak sekolah 5 (13,9% ) SD 17 ( 47,22% ) responden, SMP 8 (22.22% )

responden, SMA 5 ( 13,9% ) responden, dan S1 1 (2,7 %) responden.

Page 103: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

IV.2.4. Distribusi Frekuensi menurut pekerjaan kejadian penyakit TB Paru

di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan Tanjung

Riau.tahun 2013.

Dari hasil seluruh variabel pengamatan terhadap distribusi berdasarkan mata

pencaharian responden didapatkan hasil seperi tabel sebagai berikut :

Tabel

Distribusi Frekuensi menurut pekerjaan kejadian penyakit TB Paru di

wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan Tanjung

Riau.tahun 2013

No. MATA PENCAHARIAN JUMLAH %

1

2

3

4

5

PEGAWAI NEGRI / SWASTA

NELAYAN

WIRASWASTA

BURUH

LAINNYA

1

9

6

3

17

2,7

25

16,7

8,33

47,22

JUMLAH 36 100

Berdasar tabel 4.5 terlihat, bahwa pekerjaan responden pada penelitian ini adalah

sebagai pegawai negri / swasta sebanyak 1 (2,7 %) responden, nelayan sebanyak

9 (25 %) responden, wiraswasta sebanyak 6 ( 16,7 %) responden, dan buruh

terdapat sebanyak 3 (8,33%) responden. lainnya terdapat sebanyak 17 ( 47,22 %)

responden.

IV.2.5. Distribusi Frekuensi menurut pengetahuan kejadian penyakit TB

Paru di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan Tanjung

Riau.tahun 2013

Page 104: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Dari hasil seluruh variabel pengamatan terhadap distribusi pengetahuan

penularan responden didapatkan hasil seperi tabel sebagai berikut :

Tabel

Distribusi Frekuensi menurut pengetahuan kejadian penyakit TB Paru di

wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan Tanjung

Riau.tahun 2013

No. Pengetahuan Jumlah %

1

2

Baik

Buruk

15

21

41,57 %

58,33 %

Jumlah 36 100

Berdasarkan tabel ?? terlihat bahwa sebagian besar pelayanan kesehatan di

wilayah kerja puskesmas sekupang kota batam tahun 2013 dari 36 responden

adalah pengetahuan yang baik 15 ( 41,57 %) responden, dan pengetahuan yang

buruk terdapat sebanyak 21(58,33 %) responden.

IV.2.6. Distribusi Frekuensi menurut kepadatan hunian rumah kejadian

penyakit TB Paru di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam

Kelurahan Tanjung Riau.tahun 2013

Dari hasil seluruh variabel pengamatan terhadap distribusi kepadatan hunian

rumah responden didapatkan hasil seperi tabel sebagai berikut :

Tabel

Page 105: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Distribusi Frekuensi menurut kepadatan hunian kejadian penyakit TB Paru

di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan Tanjung

Riau.tahun 2013

No. Kepadatan hunian Jumlah %

1

2

Tidak padat

Padat

13

23

36,11 %

63,89 %

Jumlah 36 100

Berdasarkan tabel 4.2.6 terlihat bahwa sebagian besar kepadatan hunian rumah di

wilayah kerja puskesmas sekupang kota batam tahun 2013 dari 36 responden

adalah frekuensi tidak padat sebanyak 13 ( 36,11 %) rumah, dan frekuensi

padat terdapat sebanyak 23 (63,89 %) rumah.

IV.2.7. Distribusi Frekuensi menurut luas ventilasi rumah kejadian penyakit

TB Paru di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan

Tanjung Riau.tahun 2013

Dari hasil seluruh variabel pengamatan terhadap distribusi keadaan ventilasi

rumah responden didapatkan hasil seperi tabel sebagai berikut :

Tabel

Distribusi Frekuensi menurut luas ventilasi rumah kejadian penyakit TB

Paru di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan Tanjung

Riau.tahun 2013

No. Ventilasi Jumlah %

1

2

Baik

Buruk

26

10

72.22 %

27,78 %

Page 106: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Jumlah 36 100

Berdasarkan hasil analisa tabel 4.8 terlihat, bahwa luas ventilasi rumah

masyarakat diwilayah kerja puskesmas sekupang kota batam dari 36 responden

adalah dengan frekwensi luas ventilasi baik terdapat sebanyak 26 (72.22 %)

rumah, dan frekuensi luas ventilasi buruk sebanyak 10 (27,78 %) rumah.

IV.2.8. Distribusi Frekuensi menurut pencahayaan rumah kejadian penyakit

TB di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan Tanjung

Riau.tahun 2013

Dari hasil seluruh variabel pengamatan terhadap distribusi keadaan pencahayaan

di rumah responden didapatkan hasil seperi tabel sebagai berikut :

Tabel

Distribusi Frekuensi menurut pencahayaan di kejadian penyakit TB Paru di

wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan Tanjung

Riau.tahun 2013

No. Pencahayaan Jumlah %

1

2

Baik

Buruk

35

1

97,22 %

2,78%

Jumlah 36 100

Berdasrkan hasil analisa tabel 4.9 terlihat, bahwa sebagian besar pencahayaan

rumah masyarakat diwilayah kerja puskesmas sekupang kota batam tahun 2013

dari 36 responden adalah pencahayaan frekwensi baik terdapat sebanyak 35

( 97,22 %) rumah, dan frekwensi pencahayaan yang buruk terdapat sebanyak 1 (

2,78%) rumah.

Page 107: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

IV.2.9.Distribusi Frekuensi menurut pelayanan kesehatan kejadian penyakit TB

Paru di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan Tanjung

Riau.tahun 2013

Tabel ??

Dari hasil seluruh variabel pengamatan terhadap distribusi keadaan pelayanan

ksehatan terhadap responden didapatkan hasil seperi tabel sebagai berikut :

Distribusi Frekuensi penyuluhan tentang TB Paru terhadap kejadian penyakit TB

Paru di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan Tanjung

Riau.tahun 2013

No. Pengetahuan Jumlah %

1

2

Ada

Tidak ada

22

14

61,11%

38,89%

Jumlah 36 100

Berdasarkan tabel 4.9 terlihat bahwa sebagian besaryang mendapatkan

penyuluhan kesehatan di wilayah kerja puskesmas sekupang kota batam tahun

2013 dari 36 responden adalah mendapatkan penyuluhan 22 (61,11 %) responden,

dan tidak mendapatkan penyuluhan terdapat sebanyak 14(38,89 %) responden.

Tabel ??

Distribusi Frekuensi menurut sikap pelayanan kesehatan tehadap kejadian

penyakit TB Paru di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam

Kelurahan Tanjung Riau.tahun 2013

No. Pengetahuan Jumlah %

Page 108: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

1

2

Baik

Buruk

36

0

100%

0 %

Jumlah 36 100

Berdasarkan tabel 4.9 terlihat bahwa sebagian besar sikap pelayanan kesehatan di

wilayah kerja puskesmas sekupang kota batam tahun 2013 dari 36 responden

adalah sikap pelayanan kesehatan yang baik 36 ( 100 %) responden, dan sikap

pelayanan yang buruk terdapat sebanyak 0(0 %) responden.

Tabel

Distribusi Frekuensi menurut Terjangkaunnya pelayanan kesehatan

terhadap kejadian penyakit TB Paru di wilayah kerja puskesmas Sekupang

Kota Batam Kelurahan Tanjung Riau.tahun 2013

No. Pengetahuan Jumlah %

1

2

Terjangkau

Tidak Terjangkau

27

9

75 %

25%

Jumlah 36 100

Berdasarkan tabel 4.9 terlihat bahwa sebagian besar Terjangkaunya pelayanan

kesehatan di wilayah kerja puskesmas sekupang kota batam tahun 2013 dari 36

responden adalah Terjaangkau 27 (75 %) responden, dan Tidak terjangkau

terdapat sebanyak 9 (58,33 %) responden.

Page 109: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

IV.3 Hasil analisis Bivariat

Dari hasil analisis bivariat penelitian pada hubungan pengetahuan dan lingkungan

faktor fisik rumah dengan penularan penyakit TB paru diewilayah kerja

puskemas sekupang kota batam tahun 2013.

Untuk mengetahui adda tidaknya hubungan yang bermakna antara variabel bebas

dengan penularan penyakit TB paru, maka dilakukan analisis (tabel 2x2 ) pada

semja variabel bebas yang diteliti. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-square

dan sidapatkan hasik seperti dibawah ini :

IV.3.1. Hubungan pengetahuan dengan Kejadian penyakit TB paru

Adapun hasil analisa hubungan pengetahuan dengan penularan dengan penularan

penyakit TB paru seperti di bawah ini :

Tabel

Hasil analisis hubungan pengetahuan dengan Kejadian penyakit TB paru di

wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan Tanjung

Riau.tahun 2013

Pengetahuan Kejadian

Tb paru

Total OR

95 %

P

Value

Sehat Sakit

N % N %

Baik

Buruk

Total

Page 110: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel 4.10 terlihat bahwa ada sebanyak ( %)

dari ....rumah dengan pengetahuan yang baik resiko tertular TB paru, sedangkan

pengetahuan yang buruk terdapat sebanyak ( %) dari......rumah yang resiko

tertular TB paru. Hasil statstik diperoleh p-value =......, maka dapat disimpulkan

ada perbedaan proporsi penularan TB paru antara pengetahuan buruk dengan

pengetahuan baik ( ada hubungan signifikan antara pengetahuan dengan penularan

TB paru). Dari hasil analisis diperoleh pula OR=......, artinya pengetahuan

masyarakat yang buruk mempunyai resiko ...... kali tertular penyakit TB paru

dibandingkan dengan masyarakat yang mempunyai pengetahuan yang baik.

IV.3.2 Hubungan kepadatan hunian rumah dengan Kejadian penyakit TB

paru

Adapun hasil analisis hubngan antara kepadatan hunian rumah dengan penularan

penyakit TB paru seperti tabel dibawah ini :

Tabel

Hasil analisis hubungan kepadatan hunian rumah dengan Kejadian penyakit

TB paru di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan

Tanjung Riau.tahun 2013

Kepadatan

Hunian

Kejadian

Tb paru

Total OR

95 %

P

Value

Sehat Sakit

N % N %

Tidak

Padat

Padat

Page 111: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Total

Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel 4.11. terlihat bahwa hubungan antara

kepadatan hunian dengan penularan penyakit TB paru diperoleh ada sebanyak ..

( %) dari .....rumah dengan kepadatan hunian yang tidak padat resiko tertular TB

paru, sedangkan kepadatan hunian yang padat ada...( %) dari .....rumah dengan

kepadatan hunian yang padat tertular Tb paru. Hasil statistik diperoleh P-value

=...... , maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi penularan penyakit TB

paru antara kepadatan hunian yang pada dengan hunian yang tidak padat (ada

hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian dengan penularan penyakit TB

paru. Dari hasil analsis diperoleh pula OR =....., artinya rumah dengan kepadatan

hunian yang padat mempunyai resio ......kali penularan penyakit Tb paru

dibandingkan dengan kepadatan hunian yang tidak padat.

IV.3.3 Hubungan luas Ventilasi rumah dengan Kejadian penyakit TB paru

Adapun hasil analisa hubungan antara luas ventilasi dengan penularan penyakit

TB paru seperti tabel dibawah ini :

Tabel

Hasil anallisa hubungan luas ventilasi rumah dengan Kejadian penyakit TB

paru di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan Tanjung

Riau.tahun 2013

Ventilasi Kejadian

Tb paru

Total OR

95 %

P

Value

Sehat Sakit

N % N % N %

Baik

Page 112: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Buruk

Total

Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel 4.12 terlihat bahwa, hubungan antara

luas ventilasi dengan penularan TB paru diperoleh bahwa ada sebanyak ( )

dari ... rumah ventlasi yang baik resiko tertular TB paru, sedangkan antara luas

ventilasi yang buruk ada sebanyak ( %) dari rumah dengan resiko tertular TB

paru. Hasil statistik yang diperoleh nilai p-value = , maka dapat disimpulkan

ada perbedaan proporsi penularan Tb paru antara luas ventilasi yang buruk dengan

luas ventilasi yang baik ( ada hubungan signifikan antara luas ventilasi dengan

penularan Tb paru ). Dari hasil analisa diperoleh pula OR = ,artinya rumah

dengan luas ventilasi yang buruk mempunyai resiko kali tertular penyakit TB paru

dibandingkan dengan luas ventilasi yang baik.

IV.3.4. Hubungan pencahayaan rumah dengan Kejadian penyakit TB paru

Adapun hasil analisa hubungan antara pencahayaan rumah dengan Kejadian

penyakit TB paru seperti tabel dibawah ini :

Tabel

Hasil analisa hubungan antara pencahayaan rumah dengan Kejadian

penyakit TB paru di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam

Kelurahan Tanjung Riau.tahun 2013.

Pencahayaan Kejadian

Tb paru

Total OR

95 %

P

Value

Sehat Sakit

N % N % N %

Baik

Page 113: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Buruk

Total

Hasil analisa diperoleh pula OR= , artinya rumah dengan pencahayaan rumah

yang buruk mempunyai resiko kali tertular penyakit Tb paru dibandingkan

dengan rumah yang pencahayaan baik.

IV.3.5. Hubungan penyuluhan dengan Kejadian penyakit TB paru

Adapun hasil analisa hubungan penyuluhan kesehatan dengan penularan penyakit

TB paru seperti di bawah ini :

Tabel

Hasil analisis hubungan penyuluhan kesehatan dengan Kejadian penyakit

TB paru di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam Kelurahan

Tanjung Riau.tahun 2013

Penyuluhan Kejadian

Tb paru

Total OR

95 %

P

Value

Tidak Ya

N % N %

Ada

Tidak ada

Total

Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel 4.14 terlihat bahwa ada sebanyak ( %)

dari ....rumah dengan penyuluhan kesehatan yang baik resiko tertular TB paru,

sedangkan penyuluhan kesehatan yang buruk terdapat sebanyak ( %)

Page 114: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

dari......rumah yang resiko tertular TB paru. Hasil statistik diperoleh p-value =......,

maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian TB paru antara

penyuluhan kesehatan buruk dengan penyuluhan kesehatan baik ( ada hubungan

signifikan antara penyuluhan kesehatan dengan kejadian TB paru). Dari hasil

analisis diperoleh pula OR=......, artinya penyuluhan kesehatan terhadap

masyarakat yang buruk mempunyai resiko ...... kali tertular penyakit TB paru

dibandingkan dengan masyarakat yang mendapatkan penyuluhan kesehatan yang

baik.

IV.3.6. Hubungan Sikap pelayanan kesehatan dengan Kejadian penyakit TB

paru

Adapun hasil analisa hubungan sikap pelayanan kesehatan dengan penularan

penyakit TB paru seperti di bawah ini :

Tabel

Hasil analisis hubungan Sikap pelayanan kesehatan dengan Kejadian

penyakit TB paru di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota Batam

Kelurahan Tanjung Riau.tahun 2013

Sikap Kejadian

Tb paru

Total OR

95 %

P

Value

Tidak Ya

N % N %

Baik

Buruk

Total

Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel 4.14 terlihat bahwa ada sbanyak ( %)

dari ....rumah dengan sikap pelayanan kesehatan yang baik resiko tertular TB

Page 115: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

paru, sedangkan sikap pelayanan kesehatan yang buruk terdapat sebanyak ( %)

dari......rumah yang resiko tertular TB paru. Hasil statstik diperoleh p-value =......,

maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian TB paru antara sikap

pelayanan kesehatan buruk dengan sikap pelayanan kesehatan baik ( ada

hubungan signifikan antara sikap pelayanan kesehatan dengan kejadian TB paru).

Dari hasil analisis diperoleh pula OR=......, artinya sikap pelayanan kesehatan

terhadap masyarakat yang buruk mempunyai resiko ...... kali tertular penyakit TB

paru dibandingkan dengan masyarakat yang mendapatkan sikap pelayanan

kesehatan yang baik.

IV.3.7. Hubungan Terjangkaunya sarana pelayanan kesehatan dengan

Kejadian penyakit TB paru

Adapun hasil analisa hubungan terjangkaunya sarana pelayanan kesehatan dengan

penularan penyakit TB paru seperti di bawah ini :

Tabel

Hasil analisis hubungan Terjangkaunya sarana pelayanan kesehatan dengan

Kejadian penyakit TB paru di wilayah kerja puskesmas Sekupang Kota

Batam Kelurahan Tanjung Riau.tahun 2013

Sarana Kejadian

Tb paru

Total OR

95 %

P

Value

Tidak Ya

N % N %

Terjangkau

Tidak

terjangkau

Total

Page 116: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel 4.14 terlihat bahwa ada sbanyak ( %)

dari ....rumah dengan terjangkau pelayanan kesehatan resiko tertular TB paru,

sedangkan tidak terjangkau pelayanan kesehatan yang buruk terdapat sebanyak (

%) dari......rumah yang resiko tertular TB paru. Hasil statstik diperoleh p-value

=......, maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian TB paru antara

tidak terjangkau pelayanan kesehatan dengan terjangkau pelayanan kesehatan

( ada hubungan signifikan antara terjangkau pelayanan kesehatan dengan kejadian

TB paru). Dari hasil analisis diperoleh pula OR=......, artinya sikap tidak

terjangkau pelayanan kesehatan terhadap masyarakat mempunyai resiko ...... kali

tertular penyakit TB paru dibandingkan dengan masyarakat yang mendapatkan

sikap pelayanan kesehatan yang baik.

BAB V

PEMBAHASAN

Page 117: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

V.1. Analisa Univariat

V.1.1. Karakteristik Responden

Penelitiaan mengenai hubungan pengetahuan dan lingkungan faktor fisik rumah

dengan kejadian penyakit TB paru diwilayah kerja puskesmas sekupang kota

batam tahun 2012 dari … rumah yang diambil sebagai responden,mayoritas

responden adalah berjenis laki-laki yaitu sebanyak …(%) responden,untuk

kelompok umur yang terbanyak pada umur tahun sebanyak …. Responden,untuk

tingkat pendidikan SMP…reponden ,sedangkan perkerjaan pada umumnya adalah

swasta terdapat ,,,,responden

Penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan lingkungan factor fisik

rumah dengan penularan penyakit TB paru diwilayah kerja puskesmas sekupang

kota batam than 2013 dari ….rumah yang diambil sebagai responden ,bahwa

sebagian besar pengetahuannya buruk terdapat sebanyak …..responden,kepadatan

hunian yang tidak padat terdapat terdapat sebanyak….. rumah,untuk keadaan luas

ventilasi baik terdapat sebanyak …..rumah,sedangkan untuk keadaan pencahayaan

yang buruk terdapat sebanyak …. Rumah dan yang mendapatkan pelayanan

kesehatan yang baik sebanyak.....

V.2. Analisa Bivariat

V.2.1.Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Penyakit TB

Secara analisis statistic menunjukan dari … responden yang diteliti,bahwa

pengetahuan yang buruk terdapat sebanyak …. Dari….rumah yang resiko tertular

TB paru,sedangkan pengetahuan yang baik ….. responden

Hasil stastistik diperoleh p-value =…….,maka dapat disimpulkan ada

perbedaan proporsi penularan TB paru antara pengetahuan yang buruk dengan

pengetahuan baik.dari hasil analsis diperoleh pula OR =….,artinya pengetahuan

masyarakat yang buruk mempunyai resiko…..kali tertular penyakit TB paru

Page 118: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

dibandingkan dengan masyarakat yang mempuntyai pengetahuan yang baik.Hal

ini menunjukan bahwa adanya hubungan yang sgnifikan antara pengetahuan

dengan penularan TB

Hasil analisa ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Usman ,SKM,M.kes

2006 dikelurahan rumbai pecan baru yaitu ditemukan hubungan yang bermakna

antara pengetahuan dengan penularan penyakit TB paru.

Hasil analisa ini sesuai dengan teori dari notoatmodjo ,200 yang

mengatakan pengetahuan sangat berpotensi terhadap penyakit TB paru

menyebabkan banyak penderita TB paru tidak sembuh

V.2.2 Hubungan Kepadatan Hunian Rumah dengan Kejadian Penyakit TB

Dari …responden yang diteliti dapat ditemukan,bahwa kepadatan hunian yang

padat ada …… dari…..rumah dengan kepadatan hunian yang padat tertular TB

Paru,sedangkan hunian tidak padat terdapat sebanyak …..rumah.

Hasil stastistik diperoleh p-value =…….,maka dapat disimpulkan ada

perbedaan proporsi penularan penyakit TB paru antara kepadatan hunian yang

padat dengan hunian yang tidak padat.dari hasil analisis diperoleh pula OR

=….,artinya rumah dengan kepadatan hunian yang padat mempunyai resiko …..

kali penularan penyakit TB paru dibandingakn dengan kepadatan hunian yang

tidak padat.hal ini menunjukan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara

kepadatan hunian dengan penularan TB paru.

Hasil analisa ini sesuai dengan teori notoatmodjo ,2003 yaitu luasnya

rumah sesuaikan dengan jumlah penghuninya karena kurangnya komsumsi

oksigen akan mempermudah proses penularan penakit.

Hal ini juga berkaitan dengan teori atmosukarti dari litbang kesehatan

(2000),didapatkan data bahwa : 1) rumah tangga yang penderita mempunyai

kebiasaan tidur dengan bal;ita mempunyai resiko terkena TB 2,8 kali disbanding

dengan yang tisur terpisah , 2 ) tingakat penularan TB di lingkungan keluarga

Page 119: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

penderita cukup tinggi,dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan

kepada 2-3 orang didalam rumahnya 3) besar resiko terjadinya penularan untik

tangga dengan penderita lebih dari 1 orang adalah 4 kali dibandingkan rumah

tangga dengan hanya 1 orang penserita TB.

V.2.3. Hubungan Luas Ventilasi Dengan Kejadian Penyakit TB

Dari …responden yang diteliti dapat ditemukan,bahwa luas ventilasi yang

buruk ada sebanyak ….. dari …rumah dengan resiko tertular TB paru,sedangkan

luas ventilasi baik terdapat sebanyak …..rumah.

Hasil statistic yang diperoleh nilai p-value = …,maka dapat disimpulkan

ada perbedaan proporsi penularan TB paru anatara luas ventilasi yang buruk

dengan luas ventilasi yang baik.dari hasil analisa diperoleh pula OR =….,artinya

rumah dengan luas ventilasi yang buruk mempunyai resiko …. Kali tertular

penyakit TB paru dibandingkan dengan luas ventilasi yang baik.hal ini

menunjukan bahwa adannya hubungan yang signifikan antara luas ventilasi

dengan penularan TB paru

Hasil analisa ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

soedjaji,2005 terhadap pondok pesantren di kabupaten lamongan jawa timur yaitu

ditemukan adannya hubungan yang bermakna antara luas ventilasi dengan

penularan penyakit TB paru.

Hasil analisa ini sesuai dengan teori notoatmodjo 2007,tentang persyaratan

kesehatan perumahan menjelaskan bahwa luas penghawaan atau ventilasi alamiah

yang permanen minimal 10 % dari luas lantai.jika tidak ada system pertukaran

udara,konraminasi akan tetap berada disekitar sumber dan didaerah sekitar

pernafasan dengan konsentrasi yang tinggi

V.2.3. Hubungan Pencahayaan Rumah Dengan Kejadian Penyakit TB paru

Page 120: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Dari …responden yang diteliti dapat ditemukan,bahwa Pencahayaan

Rumah yang buruk ada sebanyak ….. dari …rumah dengan resiko tertular TB

paru,sedangkan Pencahayaan Rumah baik terdapat sebanyak …..rumah.

Hasil statistik yang diperoleh nilai p-value = …,maka dapat disimpulkan

ada perbedaan proporsi penularan TB paru antara Pencahayaan Rumah yang

buruk dengan Pencahayaan Rumah yang baik.dari hasil analisa diperoleh pula OR

=….,artinya rumah dengan Pencahayaan Rumah yang buruk mempunyai resiko

…. Kali tertular penyakit TB paru dibandingkan dengan Pencahayaan Rumah

yang baik.hal ini menunjukan bahwa adannya hubungan yang signifikan antara

Pencahayaan Rumah dengan penularan TB paru.

Hal ini sesuai dengan teori depkes RI,2002 bahwa kuman TB paru cepat

mati dengan sinar matahari lansung.keberadaan sinar matahari ini peneliti kaitkan

dengan rumah sehat.

Hasil analisa ini sesuai dengan teori notoatmodjo 1997 bahwa kurangnya

cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah,terutama cahaya matahari disamping

kurang nyaman,juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan

berkembangbiaknya bibit-bibit penyakit.cahaya matahari sangat penting,karena

dapat membunuh bakteri-bakteri pathogen didalam rumah,misalnya basil TB

Paru.

V.2.1.Hubungan Pelayanan kesehatan Dengan Kejadian Penyakit TB

Secara analisis statistic menunjukan dari … responden yang diteliti,bahwa

pelayanan kesehatan yang buruk terdapat sebanyak …. Dari….rumah yang resiko

tertular TB paru,sedangkn mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik …..

responden

Hasil stastistik diperoleh p-value =…….,maka dapat disimpulkan ada

perbedaan proporsi penularan TB paru antara pelayanan kesehatan yang buruk

dengan pelayanan kesehatan baik.dari hasil analasis diperoleh pula OR

=….,artinya pelayanan kesehatan masyarakat yang buruk mempunyai

Page 121: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

resiko…..kali tertular penyakit TB paru dibandingkan dengan masyarakat yang

mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik.Hal ini menunjukan bahwa adanya

hubungan yang signifikan antara pelayanan dengan kejadian TB paru.

BAB VI

PENUTUP

Page 122: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

VI.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hubungan pengetahuan dan

lingkungan factor fisik rumah dengan kejadian penyakit TB paru di Wilayah Kerja

Puskesmas Sekupang Kota Batam tahun 2013 dari …. Responden yang

diteliti ,maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1.pengetahuan masyarakat penderita Tb Paru di wilayah kerja puskesmas

sekupang kota batam tahun 2013 dari … response pengetahuan yang baik

…..responden ,dan pengetahuannya yang buruk terdapat sebanyak …

responden.hal ini menunjukan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara

pengetahuan dengan penularan TB paru.

2.kepadatan hunian rumah masyarakat penderita di wilayah kerja puskesmas

sekupang kota batam tahun 2013 dari …responden adalah tidak padat terdapat

sebanyak ….rumah ,dan padatterdapat sebanyak ….rumah.hal ini menunjukan

bahwa adanya hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian dengan

penularan TB paru.

3.Luas ventilasi rumah masyarakat di wilayah kerja puskesmas sekupang kota

batam dari ….responden adalah dengan luas ventilasi baik terdapat sebanyak

…..rumah , dan luas ventilasi buruk sebanyak ….rumah. Hal ini menunjukan

bahwa adannya hubungan yang signifikan antara luas ventilasi dengan penularan

TB paru.

4.pelayanan kesehatan yang buruk terdapat sebanyak …. Dari….rumah yang

resiko tertular TB paru,sedangkn mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik

….. responden

4.pencahayaanrumah responden di wilayah kerja puskesmas sekupang kota batam

tahun 2013 dari …responden adalah pencahayaan baik terdapat sebanya

….rumah.

5.Hubungan antara pengetahuan dengan penelaran TB Paru diperoleh bahwa ada

sebanyak ….dari rumah dengan pengetahuan yang baik resiko tertular TB

Paru,sedangkan pengetahuan yang buruk terdapat sebanyak …dari …rumah yang

Page 123: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

resiko tertular TB paru. Hasil stastistik diperoleh p-value =…….,maka dapat

disimpulkan ada perbedaan proporsi penularan TB paru antara pengetahuan yang

buruk dengan pengetahuan baik.dari hasil analsis diperoleh pula OR =….,artinya

pengetahuan masyarakat yang buruk mempunyai resiko…..kali tertular penyakit

TB paru dibandingkan dengan masyarakat yang mempuntyai pengetahuan yang

baik.

6. Hubungan Kepadatan Hunian Rumah dengan Penularan Penyakit TB Paru

diperoleh bahwa ada sebanyak ….dari …rumah dengan kepadatan hunian yang

tidak padat resiko tertular TB paru.sedangkan kepadatan hunian yang padat ada …

dari ….rumah dengan kepadatan hunian yang padat tertular TB paru. Hasil

stastistik diperoleh p-value =…….,maka dapat disimpulkan ada perbedaan

proporsi penularan penyakit TB paru antara kepadatan hunian yang padat dengan

hunian yang tidak padat.dari hasil analisis diperoleh pula OR =….,artinya rumah

dengan kepadatan hunian yang padat mempunyai resiko ….. kali penularan

penyakit TB paru dibandingkan dengan kepadatan hunian yang tidak padat.

7. Hubungan luas ventilasi dengan Penularan Penyakit TB Paru diperoleh bahwa

ada sebanyak ….dari …rumah dengan luas ventilasi yang baik resiko tertular TB

paru.sedangkan luas ventilasi buruk ada … dari ….rumah dengan resiko tertular

TB paru. Hasil statistic yang diperoleh nilai p-value = …,maka dapat disimpulkan

ada perbedaan proporsi penularan TB paru anatara luas ventilasi yang buruk

dengan luas ventilasi yang baik.dari hasil analisa diperoleh pula OR =….,artinya

rumah dengan luas ventilasi yang buruk mempunyai resiko …. Kali tertular

penyakit TB paru dibandingkan dengan luas ventilasi yang baik.

8. Hubungan Pencahayaan Rumah Dengan penularan Penyakit TB paru diperoleh

bahwa ada sebanyak ….dari …rumah dengan Pencahayaan Rumah yang baik

resiko tertular TB paru.sedangkan Pencahayaan Rumah buruk ada … dari

….rumah dengan resiko tertular TB paru. Hasil statistik yang diperoleh nilai p-

value = …,maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi penularan TB paru

antara Pencahayaan Rumah yang buruk dengan Pencahayaan Rumah yang

baik.dari hasil analisa diperoleh pula OR =….,artinya rumah dengan Pencahayaan

Page 124: Editan Iga Bagus Suastika Ph Konsul Dr.ivon (26!03!13)

Rumah yang buruk mempunyai resiko …. Kali tertular penyakit TB paru

dibandingkan dengan Pencahayaan Rumah yang baik.

VI.2. Saran

1. Bagi Puskesmas

Dari seuruh institusi dapat menjalin kerjasama dengan masyarakat dan pemerintah

desa dalam usaha menurunkan jumlah kasus penularan penyakit TB paru dan

meningkatkan derajat kesehatan di lingkungan tersebut,seperti melakukan

penyuluhan,penjaringan yang berkala dan pemantauan keadaan fisik lingkungan

rumah.

2.Bagi institusi Pendidikan

Insitusi pendidikan diharapkan memperbanyak literature bacaan khusus mengenai

penyakit penularan Tb paru dan ilmu kesehatan lainnya mengingat sulitnya

peneliti dalam mencari sumber yang berkaitan dengan penyakit Tb

paru ??????????????????????????????????????

3.Bagi Masyarakat

Dengan adannya peneliti ini diharapkan masyarakat dilingkungan tersebut agar

dapat mengajak serta keluarga peduli terhadap kesehatan lingkungan fisik rumah

seperti jumlah anggota keluarga dalam satu rumah ,bagaimana ventilasinnya dan

tetap terus masuk dalam rumah serta mencari informasi kepada petugas kesehatan

tentang penularan penyakit TB paru.

Memberikan respon positif terhadap upaya pemerintah dalam memberantas

penyakit TB paru,serta segera memeriksakan diri kepusat pelayanan kesehatan

terdekat bila sakit.