ebeb blok 16 gerd

16
Penyakit Refluks Gastroesofageal Disease ( GERD ) Febriyanthi Kurniawan 102012002 /D9 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Telephone : (021) 5694-2061 Fax : (021)- 563 1731 Pendahuluan Refluks gastroesofageal sebenarnya merupakan proses fisiologis normal yang banyak dialami orang sehat, terutama sesudah makan. 1 PRGE atau Penyakit refluks gastroesofageal (gastro-esophageal reflux disease/GERD) adalah kondisi patologis dimana sejumlah isi lambung berbalik (refluks) ke esofagus melebihi jumlah normal, dan menimbulkan berbagai keluhan. 1,2 Refluks ini ternyata juga menimbulkan symptoms ekstraesofageal, disamping penyulit intraesofageal seperti striktur, Barrett's esophagus atau bahkan adenokarsinoma esophagus. 1,2 Banyak ahli yang menggunakan istilah esofagitis refluks, yang merupakan keadaan terbanyak dari penyakit refluks gastroesofageal. PRGE dan sindroma dispepsia mempunyai prevalensi yang sama tinggi, dan seringkali muncul dengan simptom yang tumpang tindih sehingga menyulitkan diagnosis. Dispepsia non ulkus, di masa lalu diklasifikasikan menjadi 4 subgrup yaitu dispepsia tipe ulkus, dispepsia tipe dismotilitas, dispepsia tipe refluks dan dispepsia non Page 1

Upload: david-christian

Post on 16-Dec-2015

229 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

saya

TRANSCRIPT

Penyakit Refluks Gastroesofageal Disease ( GERD )Febriyanthi Kurniawan102012002 /D9Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510Telephone : (021) 5694-2061 Fax : (021)- 563 1731PendahuluanRefluks gastroesofageal sebenarnya merupakan proses fisiologis normal yang banyak dialami orang sehat, terutama sesudah makan.1 PRGE atau Penyakit refluks gastroesofageal (gastro-esophageal reflux disease/GERD) adalah kondisi patologis dimana sejumlah isi lambung berbalik (refluks) ke esofagus melebihi jumlah normal, dan menimbulkan berbagai keluhan.1,2 Refluks ini ternyata juga menimbulkan symptoms ekstraesofageal, disamping penyulit intraesofageal seperti striktur, Barrett's esophagus atau bahkan adenokarsinoma esophagus.1,2 Banyak ahli yang menggunakan istilah esofagitis refluks, yang merupakan keadaan terbanyak dari penyakit refluks gastroesofageal. PRGE dan sindroma dispepsia mempunyai prevalensi yang sama tinggi, dan seringkali muncul dengan simptom yang tumpang tindih sehingga menyulitkan diagnosis. Dispepsia non ulkus, di masa lalu diklasifikasikan menjadi 4 subgrup yaitu dispepsia tipe ulkus, dispepsia tipe dismotilitas, dispepsia tipe refluks dan dispepsia non spesifik. Namun kemudian ternyata dispepsia tipe refluks dapat berlanjut menjadi penyakit organik yang berbahaya seperti karsinoma esofagus. Karena itulah para ahli sepakat memisahkan dispepsia tipe refluks dari dispepsia dan menjadikan penyakit tersendiri bernama penyakit refluks gastroesofageal.3

PembahasanAnamnesis Identitas : Nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat lengkap. Keluhan Utama Bila makan cepat kenyang, begah dan nyeri ulu hati kadang di sertai kembung bila makan banyak. Bila makan di paksakan, perut penuh sekali sehingga sampai ke dada dan sesak, muntah keluar cairan asam Riwayat penyakit sekarang Sejak kapan? 4 bulan yang lalu Gejala penyerta lain? (demam, pusing dan lain-lain) Riwayat pengobatan? (sudah minum obat apa? Sebelumnya sudah pernah ke dokter atau belum?)Pemeriksaan FisikDiagnosis PRGE ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang. Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan untuk mencari fitur seperti anemia, berat badan dan gizi buruk karena kesulitan menelan. Akibat asam ke saluran dapat mengakibatkan memburuknya asma dan pernapasan lainnya seperti paru-paru abses, radang paru-paru dan fibrosis paru interstisial. Ini perlu dicatat pada pemeriksaan.1. Keadaan umum Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara kualitatif seperti compos mentis, apathis, somnolent, sopor, koma dan delirium.2. Pemeriksaan tanda vitalMeliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan) dan suhu tubuh.3. Pemeriksaan baku emas untuk mendiagnosis PRGE berdasarkan konsensus Montreal di tahun 2006 adalah pemantauan pH esophagus selama 24 jam. Namun pemeriksaan ini tidak mudah dilakukan di banyak pusat kesehatan, karena memerlukan alat dan keahlian khusus. Di Indonesia sendiri, konsensus nasional penatalaksanaan. PRGE (2004) menetapkan endoskopi SCBA sebagai standar baku untuk menegakkan diagnosis PRGE. Pada endoskopi SCBA akan didapatkan mucosal breaks diesophagus, dan pada biopsinya ditemukan esofagitis.Pada pemeriksaan fisik didapatkan BB = 50 kg, TB= 149 cm saat ini BB menjadi 44kg. Pasien memiliki kebiasaan minum soft drink dan jamu setiap 2 hari sekali.

Pemeriksaan Penunjang Disamping pemeriksaan fisik dan anmanesis yang seksama, beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosis GERD, yaitu :-Endoskopi saluran cerna bagian atas : merupakan standar baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya esofagitis refluks. Dengan ini dapat dinilai perubahan makroskopik dari mukosa esofagus, serta dapat menyingkirkan keadaan patologis lain yang dapat menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukannya esofagitis refluks pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejal khas GERD, keadaan ini disebut sebagai non-erosive reflux disease (NERD).-Pemantauan pH 24 jam : pengukuran pH pada esofagys bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal.-Tes Bernstein : tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCL 0,1 M dalam waktu kurang dari satu jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam pada pasien-pasien dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka tes ini dianggap positif. Tes bernstein yang negatif tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esofagus.-Sintigrafi gastroesofageal : pemeriksaan ini menggunakan cairan atau campuran makanan cair dan padat yang dilabel dengan radioisotop yang tidak diabsorpsi, biasanya technetium. Selanjutnya sebuah penghitung gamma eksternal akan memonitor transit dari cairan / makanan yang dilabel tersebut. Sensitivitas dan spesifitas tes ini masih diragukan.Diagnosis BandingDispepsia FungsionalDisfagia Esofageal

Gejala Nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar didada.9Mampu menelan tetapi terasa mengganjal. Ca esofagus dan akalasia.

Etiologi riwayat kronik, gejala yang berubah-ubah, riwayat gangguan psikiatrik, nyeri yang tidak responsive dengan obat-obatan dan dapat juga ditunjukkan letaknya oleh pasien, dimana secara klinis pasien tampak sehat.Akalasia : primer dan sekunder.Ca esofagus : penyebab pasti belum diketahui.

Epidemiologi Diindonesia belum ada data epidemiologi. Negara barat 7-41%.Akalasia : termasuk jarang dijumpaiCa esofagus : di asian esophageal cancer belt, lebih sering pda laki-laki kulit hitam.

Patogenesis Sekresi asam lambung, perlambatan pengosongan lambung, diet dan faktor lingkungan, psikologik.

Akalasia: akibat terganggunya LES dan hilangnya peristaltik.Ca esofagus : faktor genetik dan iritasi asam yang kronik pada GERD.

Penatalaksanaan Antasid, penyekat H2 reseptor, PPI, sitoproteksi, prokinetik.Akalasia : nitrat ( isosorbid dinitrat),calcium channel blocker (nifedipin dan verapamil), dan inhibitor fosfodiesterase.Ca esofagus : operasi,kemoterapi dan radioterapi.

PrognosisBila ditegakan setelah pemeriksaan fisik dan penunjang yang akurat, mempunyai prognosis baik.Akalasia : baik.Ca esofagus : tergantung stadium.

Diagnosis KerjaPenyakit refluks gastroesofageal (gastro-esophageal reflux disease/GERD) adalah kondisi patologis dimana sejumlah isi lambung berbalik (refluks) ke esofagus melebihi jumlah normal, dan menimbulkan berbagai keluhan.1,2 Refluks ini ternyata juga menimbulkan symptoms ekstraesofageal, disamping penyulit intraesofageal seperti striktur, Barrett's esophagus atau bahkan adenokarsinoma esophagus.EtiologiPenyakit refluks gastroesofageal bersifat multifaktorial. Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila: terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluks dengan mukosa esofagus dan terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus,walaupun kontak antara bahan refluks dengan esofagus tidak cukup lama. Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang dihasilkan kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat menelan. Aliran balik dari gaster ke esofagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau rendah (< 3 mmHg). Refluks gastroesophageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme yaitu refluks spontan pada saat refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat, aliran retrograd yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan dan meningkatnya tekanan intra abdomen.8 Faktor ResikoFaktor-faktor risiko yang mengakibatkan GERD termasuk kehamilan, obesitas, diet lemak tinggi dan sebagainya. Kehamilan dan GERDWanita hamil berada pada risiko GERD. Itu adalah menemukan bahwa perubahan dalam tingkat hormon selama kehamilan, terutama kenaikan tingkat progesteron, dapat melemahkan LES. Selain itu, karena pertumbuhan janin tekanan ke atas pada perut naik. Ini mungkin mendorong isi perut ke esofagus. Orang-orang yang kelebihan berat badan dan gemuk dan GERDKarena peningkatan tekanan pada LES dan perut mungkin ada gejala GERD di individu. Ini peningkatan tekanan juga melemahkan LES. Diet tinggi lemak dan GERDOrang-orang diet lemak tinggi juga dapat mengembangkan GERD. Lemak di perut memakan waktu lama untuk dicerna dan pindah ke dalam usus. Hal ini menyebabkan stagnasi makanan di perut. Ini meningkatkan tekanan ternyata mundur dan mungkin melemahkan LES. Tembakau, alkohol dan kafein dan GERDMerokok tembakau, alkohol, kafein mengandung produk, seperti kopi atau cokelat, semua santai dan melemahkan LES menuju gejala GERD. Stres dan marah emosional dan GERDStres dan gangguan emosional adalah penyebab untuk melemahnya LES menuju gejala GERD. Pasien dengan hiatus hernia dan GERDPada pasien dengan hiatus hernia ada risiko GERD. Ini adalah suatu kondisi di mana bagian perut mendorong melalui diafragma, yang lapisan otot yang memisahkan rongga dada dari rongga perut. Biasanya di bagian bawah esofagus melewati sebuah lubang di diafragma ini. Pada pasien dengan hiatus hernia lubang ini diperbesar dan bagian perut mendorong ke dalam rongga dada. Pasien dengan gastroparesis dan GERDPada pasien dengan gastroparesis, di mana perut berlangsung lebih lama untuk membuang perut asam, asam dapat meresap kembali ke dalam kerongkongan yang menyebabkan gejala GERD. Ini terlihat pada pasien dengan diabetes. Penderita diabetes mempunyai gula darah tinggi yang dapat merusak syaraf yang mengendalikan otot-otot perut dan kerongkongan. Obat-obatan dan GERDBeberapa obat dapat juga menyebabkan gejala GERD. Ini dapat bersantai LES atau dapat meningkatkan sekresi asam lambung. Mereka termasuk: saluran kalsium Blocker (misalnya, Amlodipine, dll Nifedipine digunakan dalam kontrol tekanan darah tinggi). Penghilang rasa sakit atau steroid anti-inflammatory drugs obat (NSAID seperti Ibuprofen antidepresan (inhibitor serotonin selektif reuptake SSRI misalnya Fluoxetine, Paroxetine dll.)

Epidemiologi Prevalensi PRGE di Asia, termasuk Indonesia, relatif rendah dibanding negara maju. Di Amerika, hampir 7% populasi mempunyai keluhan heartburn, dan 20%-40% diantaranya diperkirakan menderita PRGE. Prevalensi esofagitis di negara barat berkisar antara 10%-20%, sedangkan di Asia hanya 3%-5%, terkecuali Jepang dan Taiwan (13-15%).2,4 Tidak ada predileksi gender pada PRGE, laki-laki dan perempuan mempunyai risiko yang sama, namun insidens esofagitis pada laki-laki lebih tinggi (2:1-3:1), begitu pula Barrett's esophagitis lebih banyak dijumpai pada laki-laki (10:1).1 PRGE dapat terjadi di segala usia, namun prevalensinya meningkat pada usia diatas 40 tahun.1

PatogenesisPatogenesis PRGE meliputi ketidakseimbangan antara faktor ofensif dan faktor defensif dari bahan refluksat (gambar 1). Gambar 1. Patogenesis terjadinya PRGE Gambar 2. Heartburn

Faktor defensif antara lain disfungsi SEB atau sfingter esophagus bawah (lower esophageal sphincter/LES), bersihan asam dari lumen esofagus, dan ketahanan epitel esophagus. Bentuk anatomik SEB yang melipat berbentuk sudut, dan kekuatan menutup dari sfingter, menjadikan SEB berperan penting dalam mekanisme antirefluks. Peningkatantekanan intraabdomen (misalnya saat batuk), prosesgravitasi saat berbaring, dan kelainan anatomis seperti sliding hernia hiatal mempermudah terjadinya refluks.5 Bersihan asam dari lumen esofagus adalah kemampuan esophagus untuk membersihkan dirinya dari bahan refluksat. Kemampuan esophagus ini berasal dari peristaltik esofagus primer, peristaltike-sofagus sekunder (saat menelan), dan produksi saliva yang optimal. Ketahanan epitel esofagus berasal dari lapisan mukus di permukaan mukosa, produksi mukus, dan mikrosirkulasi aliran darah di post epitel.4Sementara yang menjadi faktor ofensif adalah peningkatan asam lambung, dilatasi lambung, beberapa kondisi patologis yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan pengosongan lambung seperti obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying.2

Manifestasi KlinikGejala klinik yang khas pada GERD adalah nyeri atau rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya didekskripsikan sebagai rasa terbakar, kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia, mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walau demikian derajat berat ringannya keluhan heartburn ternyata tidak berkolerasi dengan temuan endoskopik. Kadang-kadang timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip dengan keluhan pada serangan angina pektoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang dari Barrets esophagus.5,6 Odinofagia (rasa sakit pada waktu menelan makanan) bisa timbul jika sudah terjadi ulserasi esofagus yang berat. Keluhan ekstraesofageal yang juga dapat ditimbulkan oleh PRGE adalah nyeri dada non kardiak, suara serak, laringitis, erosi gigi, batuk kronis,bronkiektasis, dan asma. Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa. Oleh sebab itu, umumnya pasien dengan GERD memerlukan penatalaksaan secara medik. 2,4

PenatalaksanaanPada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan endoskopik. Target penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi esofagus, menghilangkan gejala atau keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup dan mencegah timbulnya komplikasi.6Modifikasi gaya hidup : salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD, namun bukan pengobatan primer, tetapi usaha ini untuk mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan. Hal hal yang perlu dimodifikasi yaitu:1. Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esofagus.2. Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel.3. Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung.4. Menurunkan berat bedan pasien kegemukan serta menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intra abdomen.5. Menghindari makanan/ minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam.6. Jika memungkinkan menghindari obat-obatan yang dapat menurunkan tonus LES seperti antikoligernik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonis beta adregenik, progesteron.Terapi medikamentosa : terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up {dari golongan obat yang kurang kuat dalam menekan sekresi asam ( antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan penekan sekresi asam yang lenih kuat dengan masa terapi lebih lama (penghambat pompa proton/PPI)}. Sedangkan step down (pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antasid.

KomplikasiKomplikasi yang paling sering terjadi adalah striktur dan perdarahan. Sebagai dampak adanya rangsangan kronik asam lambung terhadap mukosa esofagus, dapat terjadi perubahan mukosa esofagus dari skuamosa menjadi epitel kolumnar yang metaplastik. Keadaan ini disebut sebagai esofagus barrett dan merupakan suatu keadaan premaglina. Resiko terjadinya karsinoma pada barretts esophagus adalah sampai 30-40 kali dibandingkan populasi normal.7

PrognosisGejala GERDbiasanyaberjalanperlahan-lahan,sangatjarang terjadi episode akutataukeadaan yang bersifat mengancam nyawa (jarang menyebabkan kematian). Prognosis dari penyakit ini baik jika derajat kerusakan esofagus masih rendah dan pengobatan yangdiberikan benar pilihan dan pemakaiannyaKesimpulan Pada seknario didapatkan Ny.T mengalami cepat kenyang, begah, dan rasa terbakar (heartburn). Rasa terbakar adalah gejala khas dari GERD, jadi kemungkinan diagnosis Ny. T adalah penyakit refluks gastroesofageal.

Daftar Pustaka1.Fisichella PM, Patti MG.Gastroesophageal reflux disease (cited,2010 August 24). Available from url:http://emedicine.medscape.com/article/176595-overview.2. Makmun D. Penyakit refluks gastroesofageal. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.hlm.317-32.3. Simadibrata M. Dispepsia and gastroesophageal reflux disease (GERD): Is there any correlation?. Acta Med Indones-Indones J Intern Med 2009; 41(4):222-7.4. Syam AF, Aulia C, Renaldi K, Simadibrata M, Abdullah M, Tedjasaputra.Revisi konsensus nasional penatalaksanaan penyakit refluks gastroesofageal (Gastro-esophageal Reflux Disease/GERD) di Indonesia 2013. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia; 2013.hlm.4-9,14-16.5. Djojoningrat D. Penyakit refuks esophageal. Dalam: Rani AA,Simadibrata M, Syam AF. Buku Ajar gastroenterologi. InternaPublising. Jakarta, 2011.hlm. 245-5.6. Malekzadeh R, Moghaddam SN, Sotoudeh M. Gastroesophagealreflux disease: the new epidemic (cited 2010 August 25). Diunduh dari url:http://www.ams.ac.ir/aim/0362/ 0362127. Htm.7. Miyamoto M, Haruma K, Takeuci K, Kuwabara M. Frequency scale for symptoms of gastroesophageal refluxdisease predicts the need for addition of prokinetics toproton pump inhibitor therapy. J Gastroenterol Hepatol 2008;23:74651.8. Vakil N, van Zanten S, Kahrilas P, Dent J, and Jones R: The Montreal definition and classification of gastroesophageal reflux disease: a global evidence-based consensus. Am J Gastroenterol 2006;101:1900-20.9.Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UKRIDA ; 2013. h. 25-37.Page 8