draft tugas akhir-3
DESCRIPTION
student final projectTRANSCRIPT
ANALISIS KEKERASAN BATU SALURAN URINE PADA SUATU CITRA X-RAY BNO DENGAN PEMBANDING TULANG MENGGUNAKAN
METODA ANALYSIS OF VARIANCE
DRAFT TUGAS AKHIR
Priyo Adi Sesotyo13397076
DEPARTEMEN TEKNIK FISIKAFAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRIINSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2002
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengolahan citra digital merupakan suatu bidang yang berkembang dengan
cepat, dengan semakin banyaknya aplikasi yang berkembang sekarang ini.
Pengolahan citra telah semakin memperbesar kemungkinan untuk pengembangan
instrumen yang cerdas, yang dapat melakukan pengenalan visual seperti layaknya
mahkluk hidup. Sekarang ini, ada banyak sekali aplikasi pengolahan citra yang
sangat membantu manusia dalam upaya pengenalan visual dalam upaya
menyongsong masa depan, termasuk salah satunya dalam pencitraan medis.
Batu saluran urine merupakan.salah satu penyakit yang banyak diderita
oleh seluruh orang di dunia ini. Batu saluran urine ialah sebuah batu atau partikel
kristal pada saluran urine yang dibentuk oleh zat-zat tertentu di dalam cairan urine
Ada dua metode mendasar dalam upaya penghancuran batu saluran urine
yaitu metode invasive, yaitu dengan melakukan pembedahan, instrumen tersebut
dimasukkan ke dalam tubuh penderita. Dan metode non-invasive yaitu dilakukan
penghancuran batu saluran urine, namun instrumen tersebut berada di luar tubuh
penderita.
Alat bantu utama dalam upaya untuk penyembuhan penyakit batu saluran
urine ialah dengan pencitraan pada bagian saluran urine dengan menggunakan
instrumen X-ray. Dengan instrumen ini, nantinya dapat mengetahui letak, ukuran
serta kekerasan batu saluran urine tersebut yang dapat dilihat pada citra X-ray
BNO (Buick Nearent Overzicht = Kidney Ureteral Bladder). Parameter ukuran
dari batu saluran urine dapat dilihat secara jelas dari citra x-ray BNO tersebut,
parameter letak dapat dilihat pada citra x-ray BNO, sebab saluran urine memiliki
banyak tempat untuk berdiamnya batu saluran urine, seperti ginjal, ureter, uretra
ataupun kandung kemih. Parameter kekerasan dari batu saluran urine tidak dapat
dilihat secara jelas dari citra x-ray BNO, walaupun dapat juga dianalisis dari nilai
keabuan (radioopasitas) pada citra x-ray BNO, namun tidak selalu berbanding
lurus. Sedangkan ada banyak parameter yang menentukan kualitas keabuan dari
batu pada citra x-ray BNO, yaitu kualitas film, kualitas cuci citra x-ray,
ketrampilan radiografer, jenis intrumen X-ray, dosis radiasi (mAs dan kVp),
ketebalan jaringan lunak (kurus, sedang dan gemuk) penderita, serta jenis batu
saluran urinenya. Untuk parameter yang pertama hingga yang keenam dapat
diabaikan, dengan asumsi bahwa semua citra x-ray BNO yang ada, memiliki
kualitas film, kualitas cuci citra x-ray, keterampilan radiografer, jenis instrumen
X-ray, dosis radiasi, serta ketebalan jaringan lunak penderitanya sama. Sehingga
yang dapat diperhatikan ialah parameter jenis batu saluran urinenya yang
bervariasi dan sangat berpengaruh dalam menentukan kualitas keabuan dari batu
pada citra x-ray BNO.
Mata manusia memiliki keterbatasan dalam mengenali citra dengan tingkat
keabuan yang bervariatif, selain karena faktor umur yang berpengaruh pada
kerabunan dari mata, juga karena mata manusia hanya mampu mengenai skala
keabuan hingga 40, dengan kata lain, dalam rentang warna dari putih hingga
hitam, hanya dapat menyampling sebanyak 40 kali. Hal ini sangat kurang bila
dibanding dengan kemampuan komputer yang dapat menyampling hingga 255
kali. Sehingga komputer memiliki tingkat sensitvitas yang lebih tinggi daripada
mata untuk mengenali tingkat keabuan dari citra x-ray BNO
Batu saluran urine terbentuk ketika proses pembentukan kristal terjadi di
saluran saluran urine. Kristal terbentuk ketika beragam material organik maupun
anorganik melebihi batas toleransi kelarutan di urine manusia dan bergantung
pada kadar keasaman urine. Jenis dari material penyusun batu saluran urine dan
struktur kristal dari batu saluran urine menentukan tingkat kekerasan dari batu
saluran urine.
Dokter dapat menginterpretasikan sebuah citra dari batu saluran urine
(citra x-ray BNO) dengan berbeda-beda. Ketidaksamaan interpretasi para dokter
itu disebabkan oleh banyak hal, seperti kondisi kesehatan yang tidak fit, ataupun
pengalamannya dalam menangani kasus batu saluran urine yang terkadang
berbeda. Untuk mengatasi masalah ini, dirancang suatu perangkat lunak pengolah
citra x-ray batu saluran urine yang tujuannya menstandarisasi interpretasi para
dokter dalam menilai opasitas dari batu saluran urine. Obyek pembanding yang
3
digunakan dokter dalam menilai kekerasan batu saluran urine ialah tulang panggul
(pelvic girdle), karena tulang ini selalu terlihat dalam setiap citra r-ray BNO.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini ialah :
Menganalisis tingkat kekerasan batu saluran urine dengan membandingkannya ke
tulang pada suatu citra x-ray BNO menggunakan perangkat lunak Histogram
Terequalisasi .
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, masalah dibatasi sebagai berikut :
1. obyek penderita pada citra x-ray BNO ialah pasien dengan umur 18 hingga
60 tahun dengan kondisi tulang yang sehat.
2. citra x-ray BNO yang digunakan ialah citra x-ray yang masih dihasilkan
oleh instrumen x-ray konvensional, yaitu masih dalam bentuk lembaran
film, yang tidak melibatkan pengolahan dengan komputer..
3. tulang yang dijadikan standar pengukuran adalah tulang panggul (pelvic
girdle) bagian kiri manusia.
4. pengolahan citra yang dilakukan menggunakan teknik contrast
enhancement dengan aplikasi statistikanya menggunakan teknik histogram
terequalisasi.
5. perangkat lunak yang digunakan dalam tugas akhir ini tidak disiapkan
untuk menangani data secara real time dan on-line
6. Analysis of Variance yang digunakan ialah menggunakan single factor
experiments
1.4 Sistematika Pembahasan
BAB 1. Pendahuluan
Terdiri atas latar belakang, tujuan, batasan masalah serta sistematika
pembahasan.
4
BAB 2. Fisiologis dari Sistem, Batu Saluran urine serta Tulang Pelvic
Menguraikan studi literatur mengenai fisiologis dari saluran urine, serta
bagian-bagiannya dan batu saluran urine, penyebab, proses pembentukan,
material penyusunnya serta karakteristik fisiknya. Juga mengenai
fisiologis Tulang Pelvic
BAB 3.Pengolahan Citra X-ray secara Histogram Equalisasi menggunakan
Metode Analysis of Variance
Menguraikan studi literatur mengenai definisi, teori serta aplikasi dari
pengolahan citra, khususnya metode Histogram Terequalisasi dalam
aplikasinya terhadap citra x-ray dan teknik pengolahan data menggunakan
metode Analysis of Variance
BAB 4.Pengolahan Data dan Analisis pada Citra X-Ray BNO
Pengolahan data nilai statistika dari citra x-Ray BNO, serta
analisisnya yang dikaitkan dengan tingkat kekerasan dari batu
menggunakan Analysis of Variance
BAB 5. Penutup
Kesimpulan dan saran
5
BAB II
FISIOLOGIS SISTEM,
BATU SALURAN URINE
SERTA TULANG PELVIC
2. 1 Fisiologis Sistem Saluran Urine
Sistem urine terdiri atas ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Setiap
bagian memainkan peranan penting dalam upaya membantu tubuh untuk
mengeliminasi limbah ke dalam bentuk urine. Ginjal adalah pengolah zat kimia
utama dalam tubuh. Normalnya, ada 2 ginjal dalam tubuh manusia, kiri dan
kanan, dan terletak di bawah rusuk terbawah. Berwarna agak merah kecoklatan
dan berbentuk kacang kedelai. Ukurannya masing-masing sebesar kepalan tangan.
Tugas utama dari ginjal ialah membuang limbah dari darah dan
mengembalikan darah yang bersih ke tubuh. Limbah tersebut dikonversikan ke
urine. Setiap hari, ginjal memproses sekitar 200 partikel darah untuk
mengeliminasi sekitar 2 partikel darah yang berupa produk limbah dan kelebihan
air. Limbah dan kelebihan air tersebut menjadi urine, yang mengalir ke kandung
kemih melalui saluran yang disebut ureter. Lalu dari kandung kemih ditampung
hingga penuh. Setelah itu dialirkan ke uretra yang lalu dibuang melalui kelamin.
Adapun tugas lain dari ginjal ialah untuk mengatur kualitas keasaman untuk nilai
tertentu dari aliran darah dengan memproduksi garam alkalin ketika diperlukan
serta memproduksi hormon yang berfungsi menjaga kekuatan tulang dan
membantu pembentukan sel darah merah.
Ureter membawa produk limbah yaitu urine dari ginjal ke kandung kemih.
Urine disimpan di kandung kemih yang bersifat elastis. Ketika menyimpan urine,
ia mengembang dan ketika terjadi proses buang air, ia mengempis kembali.
Sebelum dibuang, urine melewati uretra.
Gb. 2. 1 Sistem Saluran Urine
Limbah yang berada di darah , berasal dari proses kerja otot yang
mengalami kejenuhan serta dari makanan yang dimakan. Tubuh menggunakan
makanan untuk menghasilkan energi dan mekanisme perbaikan sel-sel tubuh yang
rusak. Setelah tubuh mengambil zat-zat yang diperlukan dari makanan, limbah
yang terjadi dibuang melalui darah. Jika ginjal tidak membuang limbah tersebut,
limbah tersebut akan terakumulasi dalam darah dan dapat merusak tubuh.
Gb. 2. 2 Limbah dibuang dari darah menuju kandung kemih melalui ginjal
Selain membuang limbah, ginjal juga membantu mengontrol tekanan darah,
memproduksi sel darah merah (eritrocyte) serta menjaga tulang tetap kuat.
2.2 Definisi Batu Saluran Urine
Batu saluran urine ialah sebuah batu atau partikel kristal pada saluran urine
yang dibentuk oleh zat-zat tertentu di dalam urine.
2
Istilah kedokteran untuk batu saluran urine ialah Nephrolithiasis atau Renal
Calculi
Ukuran batu saluran urine bervariasi, antara seukuran pasir hingga bola
golf. Tanpa menghiraukan dari ukurannya, batu saluran urine merupakan salah
satu masalah kedokteran yang paling sering terjadi. Mereka biasanya berwarna
kuning atau coklat.
Batu saluran urine biasanya terbentuk di dalam saluran urine, tetapi
terkadang dapat ditemukan pada kandung kemih atau ureter. Rasa sakit yang terus
menerus yang berkaitan dengan batu saluran urine biasanya terjadi ketika batu
tersebut mengalir dengan pelan pada ureter yang kecil dari saluran urine ke
kandung kemih.
Batu saluran urine dapat menyebabkan kerusakan permanen pada saluran
urine bila tidak ditangani dengan baik. Bila ukuran batu saluran urine kecil,
kurang lebih berukuran 5 milimeter dapat melewati sistem urine tanpa masalah..
Timbul masalah bila ukuran batu saluran urine tersebut besar. Akan menyebabkan
iritasi pada saluran urine bila akan dibuang dengan normal.
Batu saluran urine yang tidak berhasil keluar dapat merintangi saluran
urine. Rintangan ini akan menyebabkan rasa sakit. Jika tidak ditangani dengan
segera, maka dalam beberapa hari, saluran urine tersebut telah rusak total.
2.3 Karakteristik Batu Saluran Urine
Empat tipe utama dari batu saluran urine :
Tipe yang paling umum ialah yang mengandung Ca (Kalsium).
Kalsium yang tidak dipergunakan oleh tulang dan otot pergi ke ginjal.
Pada kebanyakan orang, ginjal akan melalukan ekstra Kalsium tersebut
bersama dengan urine.
Batu saluran urine berjenis Struvite terbentuk setelah terjadi infeksi pada
sistem urine. Batu ini mengandung mineral Magnesium dan senyawa
Ammonia
3
Batu saluran urine Uric Acid (Asam Urat). Terbentuk ketika terkandung
terlalu banyak asam di dalam urine.
Batu saluran urine Cystine jarang ditemui. Cystine adalah salah satu
komponen penyusun otot, saraf, dan bagian lain dari tubuh.
Tabel 2. 1 Karakter fisis dari batu saluran urine
No Komposisi Material
(% menyatakan berat)
Densitas (kg*m-3)
1 Cystine (100) 1.624 ± 73
2 COM (100) 2.038 ± 34
3 Brushite (95)/COM (5) 2.157 ± 16
4 UA (100) 1.546 ± 12
5 CA (95)/COD (5) 1.732 ± 116
6 MAPH (90)/CA (10) 1.587 ± 68
Bila dibandingkan dengan
Renal tissue dengan densitas 1.039 kg*m-3
Air dengan densitas 1.000 kg*m-3
Dengan keterangan sbb : COM (Calsium Oxalate Monohydrate)
UA (Uric Acid)
CA (Calcium Apatite)
COD (Calcium Oxalate Dihydrate)
MAPH (Magnesium Ammonium Phosphate Hydrogen)
2.4 Proses Pembentukan Batu Saluran Urine
Peristiwa penyebab pembentukan batu saluran urine ialah supersaturasi.
Ketika urine di saluran urine mengalami saturasi, yaitu kondisi jenuh dengan
konsentrasi dari substansi mencapai titik puncak pada urine, nilai maksimal
kelarutan suatu limbah dalam suatu urine, sehingga belum terbentuk kristal
sebagai cikal bakal batu saluran urine. Supersaturasi merupakan kondisi dimana
mulai terbentuk kristal, yaitu di luar batas kelarutan urine terhadap limbah.
4
Ketika urine dalam volume rendah, kalsium dalam konsentrasi tinggi,
oksalat, fosfat, atau rendahnya konsentrasi sitrat akan terjadi kristalisasi. Urine
mengandung substansi yang menghalangi atau mendukung pembentukan kristal.
Substansi tersebut dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu inhibitor, complexor dan
promotor. Karena adanya inhibitor maka akan menghalangi terbentuknya
kristalisasi, seperti kristal kalsium oksalat akan terbentuk ketika nilai
konsentrasinya 7 hingga 11 kali nilai kelarutannya. Bila tidak ada inhibitor maka
akan terbentuk dengan konsentrasi lebih kecil dari 7 kali kelarutannya. Substansi
jenis kompleksor akan semakin membuat kristal berstruktur lebih kompleks ketika
terjadi pembentukan kristal, sedangkan substansi jenis promotor akan mendukung
terbentuknya kristal.
Secara alamiah, urine mengandung zat kimia yang mencegah
pembentukan kristal. Namun zat kimia tersebut yang tergolong inhibitor
nampaknya tidak berfungsi dengan baik, Sehingga ada beberapa orang yang
berbakat untuk menderita batu saluran urine.
2.5 Penanganan atas Gangguan Batu Saluran Urine
Penanganan tradisional untuk penyakit batu saluran urine ialah dengan
pembedahan terbuka (Lithotomy). Selain pembedahan terbuka merupakan suatu
proses yang kompleks, pasien penderita akan mengalami rasa sakit selama
beberapa minggu, entah karena proses pembiusan yang tidak baik, infeksi dari
luka akibat pembedahan, ataupun rasa trauma dari pembedahan itu sendiri. Hal ini
merupakan kekurangan dari penanganan dengan pembedahan terbuka.
Alternatif lainnya ialah dengan menggunakan ESWL (Extracorporeal
Shock Wave Lithotripsy). Lithotripsy adalah teknik operasi yang non-invasive
untuk menghancurkan batu saluran urine tanpa resiko komplikasi rasa sakit.
Teknik ini termasuk pemecahan batu in-vivo yang terdapat pada saluran urine
sehingga dapat melalui saluran urine dan langsung dibuang dari tubuh manusia
tanpa proses lain maupun menyebabkan rasa sakit.
5
Namun kedua penanganan tersebut memerlukan proses X-ray, yang
bertujuan untuk mengetahui lokasi, ukuran, kekerasan dari batu saluran urine,
serta penanganan selanjutnya dari penyembuhan gangguan saluran urine.
Gb. 2. 3 Citra x-ray BNO dengan batu pada ginjal kanan
Namun adapun batu saluran urine yang tidak nampak ketika dilihat pada
foto BNO, yang disebut dengan istilah radiolucent. Jenis batu tersebut adalah
Cystine dan Uric Acid. Sehingga untuk penanganan lebih lanjutnya, terkadang
ketika mendiagnosis adanya batu saluran urine, digunakan pula USG (Ultra Sono
Graphy), sehingga kedua jenis batu tersebut menjadi nampak.
Gb. 2. 4 Citra USG dengan batu pada kandung kemih
Jenis batu saluran urine yang lunak ada tiga jenis, yaitu :
6
1. Calcium oxalate dihydrate (Weddellite) dengan rumus kimia CaC2O4.2H2O
2. Magnesium ammonium phospate hexahydrate (Struvite) dengan rumus
kimia MgNH4PO4.6H2O
3. Anhydrous uric acid dengan rumus kimia C5H4N4O3
Jenis batu saluran urine yang keras ada dua jenis, yaitu :
1. Calcium Oxalate Monohydrate (COM)
2. Cystine
2.6 Sistem Rangka Manusia
Sistem rangka manusia memiliki banyak fungsi penting, yaitu untuk
membentuk tubuh, sebagai upaya untuk mendukung, melindungi tubuh, dan untuk
menunjang pergerakan tubuh, memproduksi darah untuk tubuh dan menyimpan
mineral.
Tubuh manusia terdiri atas 206 potong tulang, yang membentuk sistem
kerja yang menjadi landasan menempel bagi tissue lunak dan organ tubuh. Organ
vital juga dilindungi oleh tubuh. Otak manusia dilindungi oleh tengkorak yang
melingkupinya, seperti halnya jantung dan paru-paru yang dilingkupi oleh tulang
sternum dan rib.
Pergerakan tubuh merupakan interaksi antara sistem muscular dan skeletal.
Oleh karena itu, sistem tersebut seringkali dijadikan satu buah sistem saja, yaitu
sistem musculo-skeletal. Otot terhubung ke tulang melalui tendon. Tulang
terhubung dengan tulang lainnya melalui ligament. Tempat pertemuan antar
tulang disebut joint. Otot yang menyebabkan pergerakan dari joint dihubungkan
ke dua tulang yang berbeda dan berkontraksi untuk mendorong keduanya secara
bersama-sama. Sebagai contoh ialah kontraksi antara bisep dan relaksasi dari
trisep. Kedua hal ini menjadikan sikut kita membengkok, juga menjadikan lengan
kita menegang.
7
Gb. 2. 5 Sistem rangka tampak depan
Tulang berfungsi sebagai tempat menyimpan mineral seperti kalsium dan
fosfor. Ketika terjadi kandungan yang berlebih pada darah, mineral tersebut
disimpan dalam tulang, namun ketika ternyata kandungan pada darah rendah,
maka simpanan mineral tersebut akan dilepas kembali ke darah. Sel darah juga
diproduksi oleh sumsum merah yang berada hanya pada beberapa jenis tulang
saja. Sekitar 2.6 juta sel darah merah diproduksi setiap detiknya oleh tulang untuk
menggantikan mereka yang telah rusak dan dihancurkan oleh hati.
Rangka manusia terbagi atas dua bagian besar, yang pertama ialah rangka
axial, yang terdiri atas tulang-tulang yang membentuk sumbu axis dari tubuh dan
mendukung serta melindungi organ seperti kepala, leher dan batang tubuh.
Tulang–tulang tersebut antara lain ialah tulang tengkorak (skull), tulang sternum,
tulang iga (rib) dan ruas-ruas tulang belakang (vertebral column)
8
Yang kedua ialah rangka appendicular, yang tersusun dari tulang yang
mengaitkan anggota tubuh ke rangka axial. Tulang-tulang tersebut antara lain
ialah tulang upper extremities, lower extremities, shoulder girdle dan pelvic girdle
(dengan catatan bahwa tulang sacrum dan coccyx merupakan bagian dari
vertebral column)
Tulang-tulang penyusun tubuh terbagi atas empat kategori besar, yaitu
tulang panjang (long bones), tulang pendek (short bones), tulang rata (flat bones)
dan tulang yang tidak beraturan (irregular bones). Tulang panjang merupakan
tulang yang ukuran panjangnya lebih panjang dari lebarnya, dan berfungsi sebagai
pengungkit. Tulang dari upper dan lower extremities seperti humerus, tibia,
femur, ulna, metacarpar, metatarsal, dsb. Tulang pendek memiliki ukuran yang
pendek, berbentuk mendekati kubus, dan berada pada pergelangan kaki dan
tangan. Tulang rata memiliki permukaan yang luas untuk melindungi organ dan
tempat melekatnya otot, seperti tulang iga, tulang tengkorak (cranial), tulang
shoulder girdle. Tulang tidak beraturan sisa dari tulang yang telah disebutkan di
atas, yang memiliki bentuk, ukuran dan kontur permukaan yang tidak beraturan,
dan termasuknya tulang vertebrae dan sejumlah kecil tulang pada tengkorak.
2.7 Komposisi Tulang
Tulang terbuat dari tissue yang tergolong dari satu atau bermacam jenis
seperti tulang padat (Compact, atau dense bone )atau berongga (spongy, atau
cancellous, bone). Sebagian besar tulang terbuat dari kedua jenis tissue tersebut.
Tulang padat memiliki sifat rapat, kuat dan terletak pada bagian luar dari tulang
sehingga dapat melindungi bagian dalam tulang. Tulang berongga berada pada
bagian dalam tulang padat dan memiliki sifat sangat berongga (baik rongga kecil
maupun rongga besar). Tulang berongga terdapat pada sebagian besar tulang.
Tissue tulang tersusun atas beberapa sel tulang yang mengandung ikatan garam
inorganik (sebagian besar kalsium dan fosfor), yang berguna untuk memberikan
kekuatan pada tulang, dan serat kolagen (collagenous fibers) dan substansi tanah
yang berguna untuk memberikan kelenturan pada tulang.
9
2.8 Tulang Pelvic
Tulang Pelvic termasuk jenis tulang yang bentuknya tidak beraturan
(irregular shapes). Nama lain dari Tulang Pelvic ialah Tulang Innominate. Tulang
ini terletak di bagian tengah sistem rangka dan melebar pada setiap sisinya. Setiap
Tulang Pelvic tersusun atas tiga tulang, yaitu Illium, Ischium, dan Pubis, yang
ketiganya bersatu ketika masa puber.
Gb. 2. 6 Tulang Pelvic tampak samping
Letak Tulang Pelvic dekat dengan Sistem Saluran Urine, sehingga dalam
setiap pengambilan citra x-ray BNO, selalu terlihat citra tulang Pelvic. Dari segi
kepadatannya, tulang Pelvic tergolong padat, seperti layaknya tulang yang
bentuknya tidak teratur.
10
BAB III
PENGOLAHAN CITRA X-RAY SECARA HISTOGRAM
EQUALISASI MENGGUNAKAN
METODE ANALYSIS OF VARIANCE
3.1 Definisi Citra
Sebuah citra merupakan sebuah representasi dari beberapa bentuk visual.
Namun bagi sebuah komputer, sebuah citra merupakan beberapa array dengan
numerik yang banyak. Array-array tersebut disebut sebagai citra digital.
3.1.1 Citra Keabuan
Sebuah citra digital dengan matriks a[m,n] seperti yang telah
dideskripsikan pada 2D discrete space didapat dari pensarian informasi citra
analog dengan koordinat (x,y) pada 2D continuous space melalui proses cacah
yang umumnya disebut sebagai digitasi. Pencacahan citra mengkonversikan citra
analog a(x,y) ke bentuk digital b[m,n]
Gb. 3. 1 Skema proses cacah dari sebuah citra analog
Citra analog 2D (x,y) dibagi menjadi N baris dan M kolom. Perpotongan
dari kolom dan baris disebut pixel. Nilai yang diberikan ke koordinat [m,n]
dengan {m=0,1,2,...,M-1} dan {n=0,1,2,...,N-1} adalah [m,n].
Gb. 3. 2 Digitasi dari citra analog. Pixel pada koordinat [m=10, n=3] memiliki nilai keabuan 110
Sebenarnya, dalam banyak kasus (x,y), koordinat tersebut sebenarnya
merupakan sinyal fisis yang memiliki fungsi dari banyak variabel seperti
kedalaman (z), warna ( ), dan waktu (t). Bila tidak didefinisikan sebelumnya,
sebuah citra 2D akan dianggap sebagai citra yang monokrom dan statis.
Nilai yang diberikan kepada setiap pixel tersebut adalah rata-rata
kecerahan. Proses yang merepresentasikan amplitudo dari sinyal 2D pada
koordinat yang telah ditentukan dengan level keabu-abuan yang berbeda disebut
sebagai amplitudo kuantisasi
Informasi pada foto tersebut berkisar hanya pada variasi kecerahan dengan
posisi tertentu. Untuk mendapatkan informasi tersebut secara digital, kecerahan
citra tersebut dienkode setiap posisinya sehingga dapat dipaparkan secara
numerik. Namun sebelum dienkode, kecerahan tersebut harus dikenali setiap
posisi dan skala / ukurannya. Sesuai konvensi, citra digital memiliki posisi awal
pada kiri atas yang disebut x yang bertambah dari kiri ke kanan, dan y yang
bertambah dari atas ke bawah.
Nilai 0 berarti warna hitam (gelap) dan nilai 255 berarti warna
putih(cerah). Rentang kecerahan ini disebut re-mapping tingkat keabuan (skala
keabu-abuan). 255 merupakan nilai terbesar yang dapat dicakup oleh sebuah byte
dari data komputer. Sebuah byte terdiri dari 8 bit. Setiap bit bernilai antara 0 dan
2
1. Sehingga 255 merupakan 28. skala 0 hingga 255 merupakan suatu skala yang
linier, sehingga nilai 42 merupakan dua kali kecerahan nilai 21.
Sebuah citra terdiri atas banyak elemen. Elemen tersebut disebut pixel.
Masing-masing nilai matriks disebut pixel. Resolusi merupakan suatu istilah yang
berarti detail informasi yang dapat diterima oleh citra digital. Istilah kontras
mengacu pada sejumlah variasi dari kecerahan yang terdapat pada suatu citra.
Sebuah citra dengan nilai pixel maksimumnya 100 dan nilai minimumnya 40
memiliki nilai kontras yang rendah daripada citra dengan nilai maksimum
pixelnya 200 dan nilai minimumnya 42.
3.1.2 Citra Berwarna
Dalam citra berwarna, tidak hanya kecerahannya saja yang dienkode,
namun juga warnanya. Cahaya dengan panjang gelombang 430 nm disebut biru,
dengan panjang gelombang 550 nm disebut hijau serta dengan panjang gelombang
700 disebut merah. Bila ketiga warna tersebut dicampur dengan komposisi yang
berbeda maka akan dihasilkan warna yang bervariasi. Warna- warna tersebut
disebut warna primer. Citra warna akan didigitasi sebesar 3 kali 8 bit integer.
Sebuah citra warna dengan ukuran 512 x 512 pixel membutuhkan 768k untuk
penyimpanannya. Atau dapat dinyatakan sebagai 24 bit per-pixel. Juga setiap
warna primer dapat dinyatakan dalam rentang 1 hingga 256 dan sebuah warna
dapat dispesifikasikan sebagai 1 dalam 1,6x107 (1 bagian dalam 256x256x256)
3.2 Aplikasi Pengolahan Citra
Pada dasarnya, tujuan dari sebagian besar aplikasi pengolahan citra ialah
untuk mensarikan informasi yang dapat diolah dari sebuah citra. Salah satu
masalah penting yang menjadi keistimewaan pengolahan citra ialah bagaimana
kita mensarikan informasi dari citra tersebut. Sehingga tujuan dari banyak aplikasi
pencitraan medis ialah untuk mensarikan informasi mengenai kondisi pasien dari
x-ray, ultrasound, magnetic resonance ataupun instrumen pencitraan lainnya.
3
3.2.1 Segmentasi Citra
Citra berisi representasi banyak obyek. Sebagai contoh, sebuah citra medis
menunjukkan variasi dari organ dan jaringan tubuh, beberapa dalam kondisi
normal, sedangkan sisanya mungkin sedang rusak. Agar didapatkan tujuan dari
aplikasi pengolahan citra ialah citra tersebut harus dibagi dalam beberapa bagian
yang merepresentasikan satu dari obyek fisik tersebut. Seorang dokter biasanya
hanya tertarik pada satu bagian dari bagian-bagian pada citra medis tersebut, dan
menganalisisnya secara tersendiri. Proses untuk membagi sebuah citra menjadi
beberapa bagian yang nantinya salah satu bagiannya dianalisis disebut sebagai
segmentasi.
Namun proses segmentasi yang otomatis merupakan salah satu hal yang
masih sukar untuk diaplikasikan dalam pengolahan citra digital. Sistem
penginderaan visual manusia dapat melakukan segmentasi secara otomatis, karena
didukung oleh melimpahnya data citra dari berbagai benda yang langsung diolah
dan dikenali oleh otak. Namun tidak begitu pada pengolahan citra pada komputer,
walau sampai sekarang banyak metode dan teknik yang telah dikembangkan
untuk dapat melakukan proses segmentasi dengan lebih baik.
Ada beberapa pendekatan dasar dalam segmentasi citra :
- mencari bagian dari citra yang pixelnya memiliki kesamaan properti
dengan sekitarnya
- mencari bagian dari citra yang pixelnya memiliki perbedaan properti
dengan sekitarnya
Untuk beberapa aplikasi, citra dapat lebih mudah disegmentasi, namun pada
aplikasi medis, citra lebih sukar untuk diaplikasikan, karena organ dan jaringan
tubuh memiliki bentuk yang tidak teratur serta jarang yang memiliki
keistimewaan linier.
3.2.2 Analisis CitraTujuan dari penganalisisan citra ialah salah satunya untuk
mengidentifikasi satu atau beberapa bagian sehingga semua bagian dari citra
tersebut telah teridentifikasi dan terkoreksi keberadaannya. Cara yang dilakukan
4
ialah dengan mereduksi data citra yang sebelumnya terdiri dari ratusan atau ribuan
pixel menjadi lebih simpel.
Aplikasi lainnya dari analisis citra ialah dengan melakukan pengukuran
dari obyek. Contohnya dengan melakukan pencitraan tumor, yang dengan rentang
waktu tertentu dapat diukur perkembangan ukurannya. Namun dalam
penganalisisan citra medis, informasi yang berasal dari keluhan pasien turut
dilibatkan, agar didapatkan hasil diagnosis secara keseluruhan.
3.3 Pengolahan Citra secara Statistika
Pada pengolahan citra, seringkali digunakan statistik untuk
mendeskripsikan citra. Istilah statistik ini seringkali dikaitkan dengan konsep
distribusi probabilitas, umumnya disebut distribusi amplitudo sinyal.
3.3.1 Nilai Mean dan Deviasi Standar pada Citra
Mean merupakan suatu pengukuran dari kecerahan secara menyeluruh dari
citra re-mapping tingkat keabuan (keabuan). Dengan membandingkan antara dua
citra keabuan, yang satu dengan nilai mean yang lebih besar, maka akan nampak
lebih terang. Terkadang untuk citra dengan nilai mean yang mirip, memiliki
konfigurasi pixel yang berbeda (gambar yang berbeda).
Nilai mean didapat dengan menjumlahkan semua pixel dari citra menjadi nilai
tunggal dan membaginya dengan jumlah pixel pada citra tersebut, yang dapat
dituliskan sebagai berikut:
(3.1)
Dengan merupakan nilai mean dan Ii merupakan ith pixel dari citra masukan I,
yang memiliki sejumlah n pixel secara keseluruhan.
Standar deviasi dari suatu citra merupakan nilai yang mengkarakterisasi
citra berdasarkan sembarang nilai pixel yang nampaknya bervariasi dari nilai
mean. Semakin besar nilai deviasi standar, semakin besar proporsi dari pixel yang
terletak lebih jauh dari nilai mean. Untuk citra keabuan, deviasi standar yang
bernilai tinggi akan berarti bahwa citra tersebut memiliki kontras yang banyak.
5
Yang juga berarti bahwa citra tersebut memiliki kandungan noise yang banyak.
Deviasi standar dapat dituliskan sebagai berikut :
(3.2)
Dengan σ merupakan deviasi standar dan merupakan nilai mean, seperti yang
telah diuraikan di atas.
Nilai mean dan deviasi standar dari sebuah citra seringkali
mengindikasikan kecerahan dan kontrasnya. Namun terkadang tidaklah mungkin
untuk memprediksi bagaimana tampilan sebuah citra hanya dengan
memprediksikan nilai mean dan deviasi standarnya. Namun untuk sejumlah besar
variasi dari citra, nilai mean dan standar deviasi dapat digunakan sebagai indikator
yang cukup baik untuk kecerahan dan kontras.
Gb. 3. 3 Contoh dari suatu citra yang telah dikarakterisasi nilai statistikanya
3.3.2 Re-mapping Tingkat Keabuan
Salah satu topik umum dari manipulasi kontras dan kecerahan ialah grey
level re-mapping (pemetaan ulang tingkat keabuan). Salah satu alasan umumnya
ialah untuk mengkompensasi kekurangan dari sistem penangkapan citra yang
tidak ideal, sehingga mendegradasi dari citra aslinya ke citra setelah keluar dari
sistem tersebut. Citra yang memiliki kontras yang rendah, dapat diperbaiki dengan
meningkatkan kontrasnya. Proses ini terkadang dapat mengembalikan sebagian
informasi yang sempat hilang saat proses penangkapan citra. Alasan lainnya ialah
6
untuk membuat citra-citra yang sebelumnya memiliki rentang nilai kecerahan
yang berbeda-beda menjadi sama. Sehingga setelah citra tersebut di-remapping,
dapat diproses lebih lanjut, seperti diberikan proses pseudocoloring, ataupun yang
lainnya.
Metoda re-mapping tingkat keabuan merupakan salah satu cara yang
mudah dan efektif dalam memodifikasi citra. Pada metode ini masukan citra yang
monokrom diubah ke citra yang tetap monokrom namun dengan re-mapping
tingkat keabuan yang berbeda sesuai dengan transformasinya.
Seringkali, sebuah citra di-scan namun hasil tidak mencerminkan citra
aslinya. Terjadi degradasi kualitas kecerahan dari citra tersebut. Dengan
menggunakan histogram, dapat ditingkatkan kualitas citranya. Bila sebuah citra
dimaksudkan untuk ditingkatkan kecerahannya dari rentang 0 (sebagai nilai
minimum atau 0%) hingga 2B-1 (sebagai nilai maksimum atau 100%), dengan
formula transformasi diberikan sebagai berikut :
(3.3)
Sebuah jenis dari transformasi untuk aplikasi tertentu dapat diidentifikasi
dari perhitungan histogram pada masukan citra dan mempelajari karakteristiknya.
Sekalipun metode re-mapping tingkat keabuan termasuk yang konseptual dan
secara komputasi mudah, namun dapat memberikan peningkatan kualitas citra
yang cukup baik.
Metode re-mapping tingkat keabuan memiliki beberapa keterbatasan.
Salah satunya ialah berlaku global, yaitu metode ini akan diaplikasikan ke seluruh
pixel pada citra tersebut. Dan keterbatasan lainnya ialah bila bagus untuk suatu
citra maka belum tentu bagus untuk citra lainnya.
3.3.3 Penggunaan Histogram Equalisasi dalam Re-mapping Tingkat Keabuan
Suatu grafik yang menunjukkan probabilitas dari setiap nilai pixel secara
keseluruhan disebut histogram. Histogram memiliki banyak jenis dan
7
penggunaannya dalam pengolahan citra. Dalam tugas akhir ini, dikhususkan
dalam histogram equalisasi.
Teknik penyempurnaan kontras (contrast enhancement) memiliki proses
sebagai berikut : yaitu mengubah atau menggeser tingkat keabuan (grey level) dari
histogram dari sebuah citra dalam upaya untuk meningkatkan kontras agar dapat
diamati kualitas dari citra. Salah satu teknik yang banyak digunakan untuk
mendapatkan hasil yang optimal dari peningkatkan kontras dengan
mendistribusikan dari nilai pixel untuk menghasilkan histogram yang uniform
(flat), disebut histogram equalisasi. Keluaran dari citra histogram mengandung
sejumlah nilai pixel untuk setiap nilai tingkat keabuan yang diskrit. Bila terdapat
citra masukan dengan jumlah baris m dan kolom j menggunakan resolusi skala
keabuan l bit, sehingga histogram ideal seharusnya flat dengan (m x n/2l) untuk
setiap tingkat keabuan. Untuk menghasilkan histogram yang flat, distribusi dari
pixel pada citra masukan akan disebar merata pada citra secara keseluruhan.
Gb. 3. 4 Histogram dari citra yang belum dipetakan ulang dan citra yang telah dipetakan ulang
Bentuk dari histogram bagian kiri tersebut di atas, biasanya setipe dengan
histogram dari citra asli obyek yang banyak terdapat disekitar kita. Yaitu dengan
berlimpahnya jumlah pixel pada bagian tengah sedangkan pada bagian pinggirnya
lebih sedikit. Dapat dinalar saja, untuk nilai tingkat keabuan terendah, bernilai 0,
dan nilai pixel yang berada di dekatnya diberikan nilai 0 hingga dapat diberikan
nilai tingkat yang baru kepada nilai pixel yang berada di dekatnya. Proses alokasi
nilai tingkat keabuan pixel ini terus berlangsung hingga semua tingkat keabuan
8
memiliki alokasi yang sesuai. Efek yang terjadi ialah ada kecenderungan dari
tingkat keabuan yang lebih besar untuk dialokasikan ke daerah yang lebih banyak
sedangkan tingkat keabuan yang lebih kecil dialokasikan ke daerah yang lebih
sedikit. Sehingga hal ini akan semakin meningkatkan kontras pada bagian dari
histogram yang lebih banyak populasi pixelnya.
Secara matematis, fungsi pemetaan alokasi nilai tingkat keabuan ke nilai
yang baru dapat dituliskan sebagai berikut :
(3.4)
dengan N(g) sebagai nilai keabuan baru
c(g) merupakan kumulatif nilai pixel untuk setiap nilai tingkat keabuan
dan operator Round berarti proses pembulatan nilai ke nilai terdekat dari nilai
yang ada. (dalam bilangan integer). Karena nilai pixel per tingkat keabuan
berkisar antara 1 hingga jumlah baris n dikalikan jumlah kolom n, sehingga
persamaan di atas mengandung fungsi rounding karena hanya nilai tingkat
keabuan diskrit yang dapat digunakan untuk histogram keluaran.
Walaupun teknik histogram equalisasi tidak sepenuhnya optimal bila
diaplikasikan pada suatu citra, teknik ini setidaknya cukup baik dan sering
digunakan. Dan juga, tujuan untuk menghasilkan histogram yang flat terkadang
tidak cocok untuk citra-citra tertentu. Dan seperti laiknya bentuk teknik dari
pengolahan citra, dibutuhkan proses coba-coba (trial and error) untuk dapat
menemukan bentuk teknik yang terbaik yang dapat diaplikasikan pada citra
tersebut.
BAB I.....................................................................................................................2PENDAHULUAN..............................................................................................2
1.1 Latar Belakang.......................................................................................2
9
1.2 Tujuan Penelitian...................................................................................41.3 Batasan Masalah....................................................................................41.4 Sistematika Pembahasan.......................................................................4
BAB II....................................................................................................................1FISIOLOGIS SISTEM,.....................................................................................1BATU SALURAN URINE..............................................................................1SERTA TULANG PELVIC.............................................................................1
2. 1 Fisiologis Sistem Saluran Urine.................................................................12.2 Definisi Batu Saluran Urine........................................................................22.3 Karakteristik Batu Saluran Urine..............................................................32.4 Proses Pembentukan Batu Saluran Urine.................................................42.5 Penanganan atas Gangguan Batu Saluran Urine.....................................52.6 Sistem Rangka Manusia........................................................................72.7 Komposisi Tulang..................................................................................92.8 Tulang Pelvic........................................................................................10
BAB III PENGOLAHAN CITRA X-RAY SECARA HISTOGRAM EQUALISASI MENGGUNAKAN METODE ANALYSIS OF VARIANCE..........................................................................................................1
3.1 Definisi Citra................................................................................................13.1.1 Citra Keabuan.........................................................................................13.1.2 Citra Berwarna........................................................................................3
3.2 Aplikasi Pengolahan Citra..........................................................................33.2.1 Segmentasi Citra.....................................................................................43.2.2 Analisis Citra...........................................................................................4
3.3 Pengolahan Citra secara Statistika............................................................53.3.1 Nilai Mean dan Deviasi Standar pada Citra............................................53.3.2 Re-mapping Tingkat Keabuan................................................................63.3.3 Penggunaan Histogram Equalisasi dalam Re-mapping Tingkat Keabuan..........................................................................................................................8
Gb. 3. 1 Skema proses cacah dari sebuah citra analog............................................1Gb. 3. 2 Digitasi dari citra analog. Pixel pada koordinat [m=10, n=3] memiliki
nilai keabuan 110.............................................................................................2Gb. 3. 3 Contoh dari suatu citra yang telah dikarakterisasi nilai statistikanya........6Gb. 3. 4 Histogram dari citra yang belum dipetakan ulang dan citra yang telah
dipetakan ulang................................................................................................8
10
11