draft tugas akhir mlinjo

89
ii UJI EFEKTIVITAS PROTEIN BIJI MELINJO (Gnetum gnemon L.) SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS ALFA- AMILASE DAN ALFA-GLUKOSIDASE SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh : Robitha Kartika Sari 112010101081 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2015

Upload: kareem92

Post on 14-Dec-2015

97 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pertanian

TRANSCRIPT

Page 1: Draft Tugas Akhir mlinjo

ii

UJI EFEKTIVITAS PROTEIN BIJI MELINJO

(Gnetum gnemon L.) SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS ALFA-

AMILASE DAN ALFA-GLUKOSIDASE SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Oleh :

Robitha Kartika Sari

112010101081

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2015

Page 2: Draft Tugas Akhir mlinjo

iii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Allah SWT, yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga saya mendapat kesempatan untuk hidup dan menuntut ilmu, beserta

Nabi Muhammad SWA yang menjadi tauladan saya;

2. Keluarga saya Mama Nanik Ratnasari dan Papa Ali Fauzi, serta kakak saya

Robeth Rahmatullah;

3. Guru-guru dan dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmunya dengan

tulus sedari taman kanak-kanak hingga di perguruan tinggi;

4. Keluarga besar Fakultas Kedokteran Universitas Jember dan saudara

seangkatan CARDIO FK 2011 serta almamater Fakultas Kedokteran

Universitas Jember;

5. Center for Development of Advance Science and Technology (CDAST)

Universitas Jember;

6. Bangsa dan Tanah Airku Indonesia.

Page 3: Draft Tugas Akhir mlinjo

iv

MOTTO

“…tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu teramat baik

bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah

mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

(terjemahan QS: Al-Baqarah: 216*)

*) Departemen Agama RI. 2011. Mushaf Al-Quran Terjemahan. Jakarta: Al-

Mizan

Page 4: Draft Tugas Akhir mlinjo

v

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Robitha Kartika Sari

NIM : 112010101081

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah dengan judul “UJI

EFEKTIVITAS PROTEIN BIJI MELINJO (Gnetum gnemon L.) SEBAGAI

INHIBITOR AKTIVITAS ALFA-AMILASE DAN ALFA-GLUKOSIDASE

SECARA IN VITRO” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali kutipan yang

sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi manapun, serta

bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya

sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa adanya

tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik

jika ternyata di kemudian hari pernyataan tersebut tidak benar.

Jember, 11 April 2015

(Robitha Kartika Sari)

NIM 112010101081

Page 5: Draft Tugas Akhir mlinjo

vi

SKRIPSI

UJI EFEKTIVITAS PROTEIN BIJI MELINJO (Gnetum gnemon L.) SEBAGAI

INHIBITOR AKTIVITAS ALFA-AMILASE DAN ALFA-GLUKOSIDASE

SECARA IN VITRO

Oleh

Robitha Kartika Sari

NIM 112010101081

Pembimbing :

Dosen Pembimbing Utama : Prof. Tri Agus Siswoyo, SP., M.Agr., Ph.D.

Dosen Pembimbing Anggota : Dr. rer. biol. hum. dr. Erma Sulistyaningsih, M.Si.

Page 6: Draft Tugas Akhir mlinjo

vii

PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Uji Efektivitas Protein Biji Melinjo (Gnetum gnemon L.)

sebagai Inhibitor Aktivitas Alfa-Amilase dan Alfa-Glukosidase secara in Vitro”

telah diuji dan disahkan pada :

hari, tanggal : Senin, 11 April 2015

tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Jember

Tim Penguji :

Pembimbing Utama,

Prof.Tri Agus Siswoyo,SP.,M.Agr.,Ph.D.

NIP 197008101998031001

Pembimbing Anggota,

Dr.rer.biol.hum.dr.Erma Sulistyaningsih,M.Si..

NIP 197702222002122001

Penguji I,

dr. Ali Santoso, Sp.PD

NIP 195909041987011001

Penguji II,

dr. Sugiyanta, M. Ked.

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Jember

dr. Eny Suswati, M. Kes.

NIP 197002141999032001

Page 7: Draft Tugas Akhir mlinjo

viii

RINGKASAN

Uji Efektivitas Protein Biji Melinjo (Gnetum Gnemon L.) sebagai Inhibitor

Aktivitas Alfa-Amilase dan Alfa-Glukosidase secara in Vitro; Robitha Kartika

Sari; 112010101081; 2015: 74 Halaman; Fakultas Kedokteran; Universitas Jember.

Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan

hiperglikemia dan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang

disebabkan oleh penurunan sekresi insulin, penurunan sensitivitas insulin atau

keduanya. Diabetes Melitus terdiri dari beberapa tipe, salah satunya adalah Non-

Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM tipe 2) yang mencapai 90-95% dari

populasi penderita diabetes melitus. Peningkatan jumlah penderita diabetes melitus

tipe 2 sudah menjadi perhatian serius sedangkan obat sintetis yang telah banyak

digunakan, seperti acarbose dilaporkan menyebabkan berbagai efek samping seperti

rasa mual, kembung, atau diare.

Acarbose bekerja menghambat enzim pemecah karbohidrat seperti alfa

amilase dan alfa glukosidase. Alfa amilase di air liur dan pankreas akan

menghidrolisis polisakarida menjadi oligosakarida dan dekstrin yang akan dihidrolisis

lebih lanjut oleh alfa glukosidase di membran brush border intestinal menjadi

glukosa. Glukosa yang telah terbentuk akan diabsorbsi oleh epithelium intestinal dan

masuk ke peredaran darah. Oleh sebab itu inhibisi salah satu atau kedua enzim

tersebut akan menghambat absorbsi glukosa sehingga kadar glukosa darah akan

menurun.

Dalam kurun waktu dua dekade ini para peneliti telah berupaya untuk dapat

menemukan protein baru alami yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pembuatan

protein fungsional alami. Sumber protein alami dapat diperoleh dari hewan atau

tumbuhan. Di Indonesia, Tanaman melinjo (Gnetum gnemon L.) merupakan salah

satu komoditas favorit di mana bijinya dapat dimakan setelah dimasak dan dibuang

kulitnya. Komposisi kandungan biji melinjo (Gnetum gnemon L.) terdiri dari 58%

pati, 16.4% lemak, 9-10% protein dan 1% fenolik. Kandungan protein yang tinggi

Page 8: Draft Tugas Akhir mlinjo

ix

mencapai 9-10% itulah yang dianggap memiliki potensi dalam menghambat aktivitas

enzim alfa amilase dan alfa glukosidase

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahapan pemurnian protein biji

melinjo (Gnetum gnemon L.) yang paling efektif sebagai inhibitor aktivitas alfa

amilase dan alfa glukosidase secara in vitro. Jenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian eksperimental (true experimental). Sampel uji yang dipergunakan

merupakan tiga tahapan pemurnian protein biji melinjo (Gnetum gnemon L.) Gg-PK,

Gg-PI, dan Gg-PH. Konsentrasi larutan uji adalah 200 µg/mL dalam pengujian

penghambatan enzim alfa amilase dan alfa glukosidase. Data yang diperoleh berupa

persen (%) penghambatan. Analisis data menggunakan uji normalitas dan

homogenitas, selanjutnya uji dilanjutkan dengan uji One Way ANOVA jika data

terdistribusi normal dan homogen.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan terdapatnya aktivitas protein biji

melinjo (Gnetum gnemon L.) dalam menghambat enzim alfa amilase dan alfa

glukosidase. Kemampuan paling tinggi dalam menghambat enzim alfa amilase dan

alfa glukosidase ditunjukkan oleh protein terhidrolisis biji melinjo (Gnetum gnemon

L.).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah karakter protein terhidrolisis biji

melinjo (Gg-PH) memiliki aktivitas penghambatan aktivitas enzim alfa amilase dan

alfa glukosidase paling tinggi diantara tahapan pemurnian protein lainnya,

ditunjukkan dengan presentase penghambatan alfa amilase sebesar 72,09 ± 0,58%

dan presentase penghambatan alfa glukosidase sebesar 85,7 ± 1,5%.

Page 9: Draft Tugas Akhir mlinjo

x

PRAKATA

Puji Syukur atas ridho dan rahmat yang diberikan oleh Allah S.W.T sehingga

penelitian dengan judul “Uji Efektivitas Protein Biji Melinjo (Gnetum Gnemon L.)

sebagai Inhibitor Aktivitas Alfa-Amilase dan Alfa-Glukosidase Secara in Vitro” dapat

terselesaikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat

kekurangan dan kelemahan, baik dari teknik penulisan maupun materi.

Dalam proses pembuatan skripsi ini sangat banyak pihak yang membantu,

baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya penulis mengucapkan

terimakasih kepada:

1. dr. Enny Suswati, M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas

Jember;

2. Prof. Tri Agus Siswoyo, SP., M.Agr., Ph.D selaku Dosen Pembimbing Utama

(DPU) yang dengan penuh kesabaran memberi banyak pengarahan dalam

penyelesaian skripsi;

3. Dr. rer. biol. hum. dr. Erma Sulistyaningsih, M.Si. selaku Dosen Pembimbing

Anggota (DPA) dengan ketekunan dan kesabarannya dalam meluangkan

segenap waktunya untuk membimbing saya;

4. dr. Ali Santoso, Sp.PD dan dr. Sugiyanta, M. Ked selaku penguji yang

memberi kritik, saran, dan masukkan dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah

ini;

5. dr. Sugiyanta, M.Ked, selaku koordinator Tim KTI Fakultas Kedokteran

Universitas Jember;

6. Segenap Dosen Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Jember yang telah

membagi ilmu pengetahuan selama ini;

7. Ayahanda Ali Fauzi dan Ibunda Nanik Ratnasari, orang tua tersayang yang

telah memberi kasih sayang, doa, bimbingan, dukungan, dan pengorbanan;

8. Kakak saya Robeth Rahmatullah yang selama ini telah memberikan

dukungan, kasih sayang, motivasi dan semangat yang diberikan tiada henti;

Page 10: Draft Tugas Akhir mlinjo

xi

9. Keluarga Besar Fakultas Kedokteran Angkatan 2011 “CARDIO FK 2011”,

atas semangat, dukungan dan motivasi yang kalian berikan. Kebersamaan dan

kenangan ini tak akan pernah terlupakan;

10. Sahabat seperjuangan FK Dea Resita Azharini, Dyah Fitri A., Sharfina, Siti

Fatimah, Rina Nur Anisa, Luky Mustika Dewi, Olyvia Y., Izat Fuadi, Mumtaz

Zuhhad, Ardiansyah P., atas bantuan dan kesabaran mendengarkan setiap

keluh kesah dan memberikanku semangat selama belajar di Fakultas

Kedokteran Universitas Jember;

11. Segenap anggota Divisi Neuraseutikal dan Farmaseutikal Center for

Development of Advance Science and Technology (CDAST) “Melinjo Group”

yang telah mendukung dan senantiasa membantu dalam proses penelitian.

Serta teman-teman seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi Tri Aji Pudjo,

Andhy Isra Biby, Ria Nathania Mahasiwi, A. Nuriyah, Dede Abdillah, Rony

Setiawan, Adi Rahmat, Rio Azimah, dan Bayu Darmawan, Lilik Duwi

Wahyudi, Susilowati, Jainur Rochman;

12. Sahabat terbaik saya, Arief Karimauv dan Dyah Putri H., yang selalu ada dan

memberikan banyak bantuan;

13. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik secara moril

maupun materi hingga terselesaikannya penulisan Karya Tulis Ilmiah ini;

Jember, 11 April 2015

Penulis

Page 11: Draft Tugas Akhir mlinjo

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ................................................................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... v

HALAMAN BIMBINGAN .......................................................................... vi

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... vii

RINGKASAN ................................................................................................ viii

PRAKATA ..................................................................................................... x

DAFTAR ISI .................................................................................................. xii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvii

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 4

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5

2.1 Diabetes Melitus .......................................................................... 5

2.1.1 Definisi ................................................................................. 5

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus ................................................ 5

2.1.3 Diagnosis Diabetes Melitus ................................................. 7

2.1.4 Komplikasi ........................................................................... 8

2.1.5 Terapi ................................................................................... 10

2.2 Metabolisme Karbohidrat .......................................................... 11

2.3 Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase ............................... 15

Page 12: Draft Tugas Akhir mlinjo

xiii

2.3.1 Enzim Alfa Amilase ............................................................. 15

2.3.2 Enzim Alfa Glukosidase ...................................................... 18

2.4 Inhibitor Enzim ........................................................................... 19

2.4.1 Inhibitor Kompetitif ............................................................. 20

2.4.2 Inhibitor Non Kompetitif ..................................................... 20

2.5 Melinjo (Gnetum gnemon L.) ..................................................... 21

2.5.1 Taksonomi ............................................................................ 22

2.5.2 Habitat ................................................................................. 23

2.5.3 Manfaat Tanaman Melinjo ................................................... 23

2.5.4 Kandungan Gizi Melinjo ...................................................... 24

2.6 Protein .......................................................................................... 24

2.6.1 Protein Isolat ........................................................................ 25

2.6.2 Protein Terhidrolisis ............................................................. 26

2.7 Analisis kuantitatif Protein ........................................................ 29

2.8 SDS-PAGE ................................................................................... 29

2.9 Kerangka Konseptual ................................................................. 31

2.10 Hipotesis Penelitian ................................................................... 31

BAB 3. METODE PENELITIAN ............................................................... 32

3.1 Jenis Penelitian ............................................................................ 32

3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian ................................................. 32

3.3 Sampel Penelitian ........................................................................ 32

3.4 Rancangan Penelitian ................................................................ 33

3.5 Alat Dan Bahan ........................................................................... 34

3.6 Variabel Penelitian ...................................................................... 34

3.7 Definisi Operasional .................................................................... 35

3.8 Prosedur Kerja ............................................................................ 36

3.9 Analisis Statistik .......................................................................... 42

3.10 Alur Penelitian ........................................................................... 43

3.11 Persetujuan Etik ....................................................................... 44

Page 13: Draft Tugas Akhir mlinjo

xiv

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 45

4.1 Ekstraksi Protein Kasar Biji Melinjo (Gg-PK) ........................ 45

4.2 Isolasi Protein Biji Melinjo (Gg-PI) .......................................... 45

4.3 Hidrolisis Protein Biji Melinjo (Gg-PH) dan Penentuan Derajat

Hidrolisis (DH) ........................................................................... 46

4.4 Pola Pita Protein Biji Melinjo pada Elektroforesis SDS-PAGE 47

4.5 Uji Aktivitas Penghambatan α-Amilase .................................... 50

4.6 Uji Aktivitas Penghambatan α-Glukosidase ............................. 51

BAB 5. PENUTUP ........................................................................................ 59

5.1 Kesimpulan ................................................................................. 59

5.2 Saran ............................................................................................ 59

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 60

LAMPIRAN ................................................................................................... 68

Page 14: Draft Tugas Akhir mlinjo

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kriteria Penegakan Diagnosis Diabetes Melitus ............................. 7

Tabel 2.2 Kondisi Berdasarkan Kadar Glukosa Darah ................................... 10

Tabel 2.3 Klasifikasi Karbohidrat ................................................................... 13

Tabel 2.4 Kandungan Gizi Melinjo ................................................................. 17

Tabel 3.1 Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa amilase ............ 41

Tabel 3.2 Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa glukosidase ..... 42

Tabel 4.1 Hasil Produksi Bertahap Protein Biji Melinjo (Gnetum gnemon L.) 47

Tabel 4.2 Perbandingan pita protein hasil SDS-PAGE dari sampel protein

biji melinjo ...................................................................................... 50

Page 15: Draft Tugas Akhir mlinjo

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Komplikasi Diabetes Melitus ...................................................... 5

Gambar 2.2 Bagan proses pencernaan karbohidrat ......................................... 12

Gambar 2.3 Struktur alfa amilase.................................................................... 18

Gambar 2.4 Dua jenis polimer glukosa yang ada dalam pati .......................... 20

Gambar 2.5 Buah Melinjo ............................................................................... 21

Gambar 2.6 Pembentukan ikatan peptida diantara dua asam amino ............... 25

Gambar 2.7 Reaksi Reagen TNBS dengan asam amino ................................. 29

Gambar 2.8 Pemasangan gel elektroforesis poliakrilamida ............................ 30

Gambar 2.9 Skema kerangka teori penelitian ................................................. 31

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian ...................................................... 33

Gambar 4.1 Elektroforesis SDS-PAGE .......................................................... 49

Gambar 4.2 Aktivitas Penghambatan Alfa Amilase pada Berbagai Sampel

Protein Biji Melinjo (Gnetum gnemon L.) ................................... 55

Gambar 4.3 Aktivitas Penghambatan Alfa Glukosidase pada Berbagai

Sampel Protein Biji Melinjo (Gnetum gnemon L.)...................... 57

Page 16: Draft Tugas Akhir mlinjo

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Perhitungan Kandungan Protein Biji Melinjo ........................... 68

Lampiran B. Penghambatan Aktivitas Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase .. 69

Lampiran C. Perhitungan Derajat Hidrolisis ................................................... 70

Lampiran D. Pengujian Statistik Data Penelitian ........................................... 73

Lampiran E. Keterangan Persetujuan Etik ...................................................... 77

Page 17: Draft Tugas Akhir mlinjo

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit endokrin yang paling umum di

dunia. Pada tahun 2005 sekitar 173 juta orang menderita Diabetes Melitus. Jumlah

penderita diabetes melitus akan meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 366

juta pada tahun 2030 (Funke & Melzig, 2006). Pada tahun 2000, Indonesia

menempati posisi keempat jumlah penderita diabetes melitus terbanyak, setelah

India, Cina, dan Amerika Serikat, yaitu sekitar 8,4 juta jiwa. Jumlah tersebut

diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta juwa pada tahun 2030 (Wild et al.,

2004).

Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai

dengan hiperglikemia dan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin, penurunan sensitivitas

insulin atau keduanya (Dipiro et al., 2005). Diabetes Melitus terdiri dari beberapa

tipe, salah satunya adalah Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM,

diabetes melitus tipe 2). Diabetes Melitus tipe ini lebih umum terjadi yaitu

mencapai 90-95% dari populasi penderita diabetes melitus (Dirjen Binfar Depkes

RI, 2005). Peningkatan jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 menjadi perhatian

serius sedangkan obat sintetis yang ada saat ini terutama bekerja dengan

menghambat enzim alfa amilase dan alfa glukosidase antara lain Acarbose,

Miglitol dan Voglibose, mempunyai berbagai efek samping seperti rasa mual,

kembung, atau diare (Feng et al., 2011), sehingga obat yang bekerja dengan

efektifitas yang serupa tetapi memiliki efek samping minimal menjadi tujuan ideal

peneliti (Lam et al., 2008).

Pencegahan DM pada individu yang beresiko dapat dilakukan melalui

modifikasi gaya hidup berupa pola makan sesuai, cukup aktivitas fisik, penurunan

berat badan dengan dukungan program edukasi berkesinambungan (Depkes

2005). Cara pengobatan DM lainnya adalah dengan pengontrolan kadar glukosa

Page 18: Draft Tugas Akhir mlinjo

2

darah mendekati normal dengan cara pemberian obat antidiabetik oral dan injeksi

insulin. Obat antidiabetik oral pada dasarnya dilakukan untuk menghambat enzim

pemecah karbohidrat seperti alfa amilase dan alfa glukosidase. Alfa amilase di air

liur dan pankreas akan menghidrolisis polisakarida menjadi oligosakarida dan

dekstrin yang akan dihidrolisis lebih lanjut oleh alfa glukosidase di membran

brush border intestinal menjadi glukosa. Glukosa yang telah terbentuk akan

diabsorbsi oleh epithelium intestinal dan masuk ke peredaran darah (Feng et al.,

2011). Oleh sebab itu inhibisi salah satu atau kedua enzim tersebut akan

menghambat absorbsi glukosa sehingga kadar glukosa darah akan menurun.

Belakangan ini komponen bahan aktif dari beberapa tanaman obat, bahan

pangan, dan produk pertanian lainnya telah dilaporkan mempunyai aktivitas

biologis yang berguna untuk pengobatan penyakit diabetes. Efek hipoglikemik

komponen bioaktif pada tanaman dapat mengembalikan fungsi sel pankreas

sehingga dapat meningkatkan sekresi insulin, menghambat absorpsi glukosa di

usus dan menghambat kerja enzim alfa amilase dan alfa glukosidase (Kim et al.,

2006). Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat masih selalu digunakan masyarakat

Indonesia terutama di daerah pedesaan yang masih kaya dengan keanekaragaman

tumbuhannya. Selain murah dan mudah didapat, obat tradisional yang berasal dari

tumbuhan pun memiliki efek samping yang jauh lebih rendah tingkat bahayanya

dibandingkan obat-obatan kimia (Muhlisah, 2001). Khasiat tanaman obat di

Indonesia masih berdasarkan data empiris, sehingga perlu dibuktikan secara

ilmiah. Agar penggunaan obat tradisional ini bisa lebih memasyarakat maka perlu

ditingkatkan penyebaran informasi kepada masyarakat melalui berbagai cara.

Bukti-bukti ilmiah akan lebih meningkatkan dan memantapkan masyarakat dalam

menggunakan obat tradisional (Muhlisah, 2001).

Dalam kurun waktu dua dekade ini para peneliti telah berupaya untuk

dapat menemukan protein baru alami yang dapat digunakan sebagai dasar dalam

pembuatan protein fungsional alami (Hancock, 2000). Keanekaragaman protein

fungsional menjadikan suatu pertimbangan dalam menemukan bahan alami yang

bisa dimanfaatkan di beberapa bidang (Marshall, 2003).

Page 19: Draft Tugas Akhir mlinjo

3

Sumber protein alami dapat diperoleh dari hewan atau tumbuhan.

Indonesia kaya akan biodiversitas tumbuhan lokal yang berpotensi sebagai sumber

protein fungsional. Tanaman melinjo (Gnetum gnemon L.), banyak dibudidayakan

di Indonesia, Malaysia dan beberapa negara Asia Tenggara. Di Indonesia,

tanaman ini merupakan salah satu komoditas favorit di mana bijinya dapat

dimakan setelah dimasak dan dibuang kulitnya. Komposisi kandungan biji

melinjo (Gnetum gnemon L.) terdiri dari 58% pati, 16.4% lemak, 9-10% protein

dan 1% phenolik (Siswoyo & Aldino, 2007).

Sampai saat ini belum ada penelitian ilmiah yang secara jelas

menyebutkan bahwa protein biji melinjo (Gnetum gnemon L.) memiliki

kemampuan menghambat aktivitas alfa amilase dan alfa glukosidase. Untuk lebih

memberikan dasar bukti manfaatnya, perlu dilakukan penelitian terhadap

efektifitas protein biji melinjo sebagai inhibitor aktivitas alfa amilase dan alfa

glukosidase agar informasi tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan diatas, maka permasalahan

yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana efektivitas

penghambatan protein biji melinjo (Gnetum gnemon L.) terhadap aktivitas enzim

alfa amilase dan alfa glukosidase?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektivitas beberapa tahap pemurnian protein biji

melinjo (Gnetum gnemon L.) sebagai inhibitor aktivitas alfa amilase dan alfa

glukosidase secara in vitro.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui efektivitas Protein Kasar (Gg-PK) ekstrak biji

melinjo (Gnetum gnemon L.) dalam menghambat aktivitas enzim

alfa amilase dan alfa glukosidase secara in vitro.

Page 20: Draft Tugas Akhir mlinjo

4

b. Untuk mengetahui efektivitas Protein Isolat (Gg-PI) ekstrak biji

melinjo (Gnetum gnemon L.) dalam menghambat aktivitas enzim

alfa amilase dan alfa glukosidase secara in vitro.

c. Untuk mengetahui efektivitas Protein Terhidrolisis (Gg-PH) ekstrak

biji melinjo (Gnetum gnemon L.) dalam menghambat aktivitas enzim

alfa amilase dan alfa glukosidase secara in vitro.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang penggunaan nutraseutikal

mengenai manfaat biji melinjo.

2. Memberikan informasi mengenai penghambatan aktivitas alfa amilase dan

alfa glukosidase oleh protein ekstrak biji melinjo (Gnetum gnemon L.).

3. Memberikan informasi yang dapat menjadi dasar untuk bagi penelitian

selanjutnya.

Page 21: Draft Tugas Akhir mlinjo

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

gangguan kerja insulin atau keduanya yang menimbulkan berbagai komplikasi

kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Perkeni,2011).

DM ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal

(hiperglikemia) dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang

disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut.

Apabila dibiarkan tidak terkendali dapat terjadinya komplikasi metabolik akut

maupun komplikasi vaskuler jangka panjang (Soegondo, 2004).

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

2.1.2.1 Diabetes melitus tipe 1 (Insulin-Dependent Diabetes Melitus)

Gangguan produksi insulin pada DM tipe 1 umumnya terjadi karena

kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi autoimun.

Penanda (marker) kerusakan kekebalan sel β ditemukan pada diagnosis 90% dari

penderita DM dan mencakup sel islet antibodi, antibodi terhadap dekarboksilase

asam glutamat, dan antibodi terhadap insulin. DM tipe ini dapat terjadi pada

semua usia, anak-anak sampai orang tua. Penderita yang berusia lebih muda

biasanya memiliki tingkat kerusakan sel β yang cepat dan menimbulkan

ketoasidosis, sedangkan orang dewasa sering mempertahankan sekresi insulin

yang cukup untuk mencegah ketoasidosis selama bertahun-tahun (DiPiro et al.,

2005). Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya,

diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes

(Dirjen Binfar Depkes, 2005).

Page 22: Draft Tugas Akhir mlinjo

6

2.1.2.2 Diabetes Melitus tipe 2 (Non-Insulin-Dependent Diabetes Melitus)

Diabetes tipe ini terjadi karena resistensi jaringan yang signifikan terhadap

insulin yang dibarengi oleh respon sekresi insulin yang tidak cukup untuk

mengatasi resistensi tersebut (Linn, et al., 2009). Berbeda dengan DM tipe 1, pada

penderita DM tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat

dideteksi jumlah insulin yang cukup dalam darahnya, disamping kadar glukosa

yang juga tinggi.

Selain resistensi insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat juga timbul

gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun

demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β Langerhans secara autoimun

sebagaimana yang terjadi pada DM tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi

insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolute. Oleh

karena itu, dalam penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian

insulin (Dirjen Binfar Depkes, 2005).

Karakteristik dari diabetes tipe ini adalah resistensi insulin serta sekresi

insulin yang rendah dan semakin lama cenderung menurun. Individu dengan

diabetes tipe 2 cenderung menunjukan menunjukan kondisi obesitas, yang

merupakan akibat dari diabetes tipe 2 itu sendiri. Selain itu, hipertensi,

dislilipidemia (kadar trigliserida tinggi dan kadar HDL-kolesterol rendah) serta

kadar inhibitor pengaktivasi plasminogen tipe 1 (PAI-1) yang meningkat juga

sering terlihat pada individu tersebut (Linn, et al., 2009). Pengobatan penyakit ini

adalah dengan pemberian obat antidiabetes (Suherman, 2007).

Diabetes tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak

penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-

95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia diatas 45

tahun, tapi akhir-akhir ini penderita DM tipe 2 dikalangan remaja dan anak-anak

populasinya meningkat (Dirjen Binfar Depkes, 2005).

2.1.2.3 Diabetes melitus gestasional (Gestational Diabetes Mellitus)

Diabetes Melitus Gestasional (DGM) adalah keadaan diabetes atau

intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya

berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 7% wanita hamil diketahui

Page 23: Draft Tugas Akhir mlinjo

7

menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua

(DiPiro et al., 2005).

Diabetes gestasional terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak

mengidap diabetes. Sekitar 50% wanita pengidap kelainan ini akan kembali ke

status non-diabetes setelah kehamilan terakhir, namun resiko mengalami diabetes

tipe 2 pada waktu mendatang lebih besar daripada wanita normal (Corwin, 2008).

2.1.2.4 Diabetes Tipe Lain

Selain dari 3 tipe diabetes melitus tersebut, terdapat tipe diabetes lainnya

yaitu diabetes yang disebabkan oleh infeksi, efek samping obat, endokrinopati,

kerusakan pancreas dan kelainan genetic (DiPiro, et al., 2005).

2.1.3 Diagnosis Diabetes Melitus

Umumnya diagnosis terhadap penyakit DM baru akan dilakukan jika

pasien mengalami keluhan khas seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan

penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin

disampaikan penderita antara lain badan terasa lemah, sering kesemutan, gatal-

gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita

(Departemen Kesehatan RI, 2005)

Dalam kebanyakan kasus, DM tipe 1 dapat dengan mudah dicurigai.

Riwayat poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan terlihat dengan

jelas. Sedangkan untuk DM tipe 2, kecurigaan dan pengujian mungkin tertunda

karena manifestasi klinis yang tidak spesifik. Selanjutnya kecurigaan tersebut

dikonfirmasi dengan pengecekan gula darah (Corwin, 2008).

Page 24: Draft Tugas Akhir mlinjo

8

Tabel 2.1. Kriteria penegakan diagnosis Diabetes Melitus

Klasifikasi diagnosis

keadaan penderita

Glukosa plasma

puasa

Glukosa plasma 2 jam

setelah makan

Normal <100 mg/dL <140 mg/dL

Pra-Diabetes

IFG* atau IGT**

100-125 mg/dL

---

---

140-199 mg/dL

Diabetes ≥ 126 mg/dL ≥ 200 mg/dL

Keterangan : *) = Impaired Fasting Glucose (terganggunya glukosa puasa)

**) = Impaired Glucose Tolerance (terganggunya toleransi glukosa)

[Sumber: Departemen Kesehatan RI, 2005, telah diolah kembali]

Apabila pasien merasakan keluhan khas diabetes, hasil pemeriksaan kadar

glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL atau kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dL

sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Sedangkan jika tidak ada keluhan

khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah satu kali saja tidak cukup untuk

menegakkan diagnosis DM. Untuk itu, diperlukan konfirmasi dengan melakukan

pemeriksaan kadar glukosa darah di hari lalu (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Untuk mendiagnosis diabetes gestasional, dilakukan skrining glukosa

dalam urin ibu hamil sepanjang kehamilannya. Selain itu juga dilakukan

pengukuran kadar glukosa darah puasa atau uji toleransi glukosa pada minggu ke-

28 kehamilan (Corwin, 2008).

2.1.4 Komplikasi Diabetes Melitus

Berbagai komplikasi dapat diakibatkan oleh rendahnya kontrol diabetes.

Komplikasi tersebut antara lain berupa penyakit vaskular sistemik (percepatan

aterosklerosis), penyakit jantung, penyakit mikrovaskular pada mata, kerusakan

ginjal serta kerusakan saraf tepi (neuropati diabetik) (Halliwel, 1999). Ketika

diabetes terdeteksi, sindrom ini sudah berkembang dan telah terdapat satu atau

dua komplikasi.

Luasnya komplikasi pada diabetes tampaknya berkorelasi dengan

konsentrasi glukosa darah sehingga glukosa berlebih diduga menjadi penyebab

Page 25: Draft Tugas Akhir mlinjo

9

utama kerusakan jaringan (Rahbani et al., 1999). Fenomena ini dapat disebabkan

oleh kemampuan hiperglikemia secara in vivo dalam modifikasi oksidatif berbagai

substrat. Selain itu, hiperglikemia juga terlibat dalam proses pembentukan radikal

bebas (Droge, 2002). Hiperglikemia menyebabkan autooksidasi glukosa, glikasi

protein, dan aktivasi jalur metabolisme poliol yang selanjutnya mempercepat

pembentukan senyawa oksigen reaktif (Ueno et al., 2002). Pembentukan senyawa

oksigen reaktif tersebut dapat meningkatkan modifikasi lipid, DNA, dan protein

pada berbagai jaringan. Modifikasi molekuler pada berbagai jaringan tersebut

mengakibatkan ketidakseimbangan antara antioksidan protektif (pertahanan

antioksidan) dan peningkatan produksi radikal bebas. Hal itu merupakan awal

kerusakan oksidatif yang dikenal sebagai stres oksidatif (Nuttal et al., 1999).

Untuk meredam kerusakan oksidatif tersebut diperlukan antioksidan.

Peningkatan suplai antioksidan yang cukup akan membantu pencegahan

komplikasi klinis diabetes melitus, meskipun data penelitian belum konsisten.

Komplikasi DM dapat digambarkan dalam gambar 2.1

Gambar 2.1 Komplikasi Diabetes Melitus

Page 26: Draft Tugas Akhir mlinjo

10

2.1.5 Terapi Diabetes Melitus

2.1.5.1 Target Terapi

Target terapi diabetes melitus adalah secara konsisten menormalkan kadar

glukosa darah dengan variasi minimum. Penelitian-penelitian terakhir

mengisyaratkan bahwa upaya mempertahankan kadar glukosa darah senormal dan

sesering mungkin dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian. Selain itu,

terapi diabetes melitus juga bertujuan untuk mengurangi komplikasi jangka

panjang mikrovaskular dan makrovaskular, mencegah komplikasi akut akibat

kadar glukosa darah tinggi, meminimalkan kejadian hipoglikemik dan menjaga

keseluruhan kualitas hidup pasien (Chisholm-Burns, et al.,2008).

Tabel 2.2 Kondisi berdasarkan kadar glukosa darah

Parameter mg/dL mmol/L

Glukosa puasa

Normal <100 <5,6

Impaired Fasting

Glucose (IFG)

100-125 5,6-6,9

Diabetes Melitus ≥126 ≥7,0

Glukosa setelah makan

Normal <140 <7,8

Impaired Glucose

Tolerance (IGT)

140-199 7,8-11,0

Diabetes Melitus ≥200 ≥11,1

[Sumber : Chisholm-Burns, et al.,2008]

Asupan makanan (karbohidrat) harus dimonitor untuk mencapai kadar

glukosa darah yang mendekati normal. Asupan makanan yang terlalu banyak

dapat menyebabkan hiperglikemia pada penderita diabetes melitus.

Page 27: Draft Tugas Akhir mlinjo

11

2.1.5.2 Terapi farmakologi

Terapi insulin merupakan suatu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada

DM Tipe 1, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga

tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderitaan

DM Tipe 1 harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme

karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar

penderita DM tipe 2 tidak memerlukan tidak insulin, namun hampir 30% ternyata

memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral (DiPiro et al.,

2005).

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat

dibagi menjadi tiga golongan (Dirjen Binfar Depkes, 2005), yaitu:

a. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral

golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).

b. Sensitizer insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap

insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan

tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin

secara lebih efektif.

c. Penghambatan katabolisme karbohidrat, antara lain penghambat α-amilase dan

α-glukosidase yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum

digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal-

hyperglicemia)

2.2 Metabolisme Karbohidrat

Karbohidrat merupakan polihidroksi aldehida ataupun keton. Nama

karbohidrat mempunyai rumus empiris yang menunjukkan bahwa senyawa

tersebut adalah karbon ‘hidrat’ serta mempunyai nisbah perbandingan C terhadap

H terhadap O sebanyak 1: 2: 1 (Muchtadi et al. 1993). Karbohidrat disintesis oleh

tanaman dari air dan karbon dioksida dengan bantuan sinar matahari. Rumus

umum dari karbohidrat adalah (CH2O)n. Glukosa merupakan contoh karbohidrat

yang paling sederhana, dengan rumus molekul C6H12O6. Glukosa sangat mudah

larut dan siap ditransportasikan ke seluruh jaringan tanaman atau hewan yang

Page 28: Draft Tugas Akhir mlinjo

12

mana nantinya akan dioksidasi kembali menjadi air dan karbondioksida. Proses

oksidasi tersebut akan menghasilkan energi bagi tanaman dan hewan melalui

proses metabolik seluler (Mann dan Truswell 2009).

Karbohidrat adalah sumber energi yang paling penting bagi hampir

seluruh penduduk di dunia. Bahan pangan utama yang mengandung karbohidrat

didapat dari jenis serealia, seperti nasi, gandum, jagung, barley, rye, oat, millet,

dan sorgum. Pangan berbasis karbohidrat memberikan sekitar 40-80% dari total

kalori yang dibutuhkan, tergantung dari budaya dan status ekonomi (Mann dan

Truswell 2009). Pangan berbasis karbohidrat juga memberikan kontribusi bagi

sejumlah protein, vitamin, mineral, komponen pangan lainnya seperti fitokimia

dan antioksidan.

Mann dan Truswell (2009) mengklasifikasikan karbohidrat menjadi tiga

kelas berdasarkan derajat polimerisasinya, yaitu sugars atau gula-gula sederhana,

oligosakarida, dan polisakarida. Klasifikasi karbohidrat dapat dilihat pada Tabel

2.4.

Senyawa karbohidrat kompleks (bukan monosakarida) harus dipecah

terlebih dahulu menjadi senyawa yang lebih pendek dan sederhana agar dapat

dimanfaatkan oleh tubuh.Muchtadi et al. (1993) mengemukakan bahwa proses

pemecahan karbohidrat ini dibantu oleh adanya peranan enzim, seperti enzim

pemecah pati (amilase atau ptialin), enzim pemecah disakarida (disakaridase),

enzim sukrase intestinal yang menguraikan sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa,

enzim maltase intestinal yang menguraikan maltosa menjadi glukosa dan glukosa

dan enzim laktase intestinal yang menguraikan laktosa menjadi galaktosa dan

glukosa. Muchtadi et al. (1993) juga meringkas suatu proses pencernaan

karbohidrat ke dalam bagan sederhana yang dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Karbohidrat mulai dicerna pada mulut secara mekanik dengan

pengunyahan dan kimiawi oleh enzim amilase saliva yang disekresikan. Enzim

amilase saliva hanya memecah pati sebagai karbohidrat kompleks bukan

memecah gula-gula sederhana. Namun, aktivitas pencernaan oleh enzim tersebut

akan terhenti apabila makanan sudah masuk ke lambung melalui kerongkongan

karena adanya asam klorida pada lambung yang memiliki pH 2. Oleh karena itu,

Page 29: Draft Tugas Akhir mlinjo

13

hasil pencernaan yang terjadi di mulut relatif tidak begitu signifikan apabila

dibandingkan dengan hasil yang diperoleh melalui proses pencernaan oleh enzim-

enzim pankreas di usus halus. Pada lambung karbohidrat dihidrolisis lebih lanjut

dengan hadirnya HCl dari mukosa (Astawan M 2009). Setelah itu, hasil hidrolisis

dari lambung masuk mukosa usus halus, yaitu berupa campuran disakarida, α-

limit dekstrin, dan sebagian kecil monosakarida. Permukaan usus halus diselimuti

oleh mikrofili-mikrofili sehingga memperluas permukaan area penyerapan lebih

dari 200 m2. Membran mikrofili biasa disebut dengan istilah brush border.

Menurut Cummings dan Mann (2009), ada tiga enzim utama yang menyelesaikan

proses pencernaan karbohidrat menjadi monosakarida, yaitu 1) glukoamilase (α-

glukosidase), 2) sukrose isomaltase (mengurangi produk hasil pencernaan pati

dengan mengubahnya menjadi monomer glukosa, serta memecah sukrosa menjadi

glukosa dan fruktosa), dan 3) laktase atau β-galaktosidase (menghidrolisis laktosa

menjadi glukosa dan galaktosa).

Glukosa, galaktosa, dan fruktosa dibawa dari usus halus ke liver melalui

darah. Liver mengonversi seluruh fruktosa dan galaktosa menjadi glukosa.

Glukosa digunakan sebagai sumber energi dan disimpan sebagai glikogen apabila

jumlahnya sudah berlebih.

Gula alkohol seperti sorbitol dan manitol tidak mempunyai mekanisme

yang spesifik sehingga diserap melalui difusi sederhana. Apabila jumlah gula

alkohol yang dikonsumsi berlebihan, melebihi kapasitas usus halus, maka

sebagian tidak diserap di usus halus dan dibiarkan melewati usus besar. Gula

alkohol memiliki bobot molekul yang relatif kecil sehingga dapat menahan

sejumlah air pada usus besar yang dapat mengakibatkan diare.

Page 30: Draft Tugas Akhir mlinjo

14

Tabel 2.3 Klasifikasi karbohidrat

Kelas (Derajat Polimerisasi) Sub-Kelas Komponen Utama

Sugars (1-2) 1. Monosakarida Glukosa, Fraktosa,

Galaktosa

2. Disakarida Sukrosa, Laktosa,

Maltosa, Trehalosa.

3. Polyols (gula

alkohol)

Sorbitol, Mannitol,

Laktitol, Xylitol,

Eritritol.

Oligosakarida (3-9)

(karbohidrat rantai pendek)

1. Malto-

oligosakarida (α-

glucans)

Maltodekstrin

2. Oligosakarida

bukan α-glucans

Kafinosa, Stakiosa,

Fruktooligosakarida,

Galaktooligosakarida,

polidektrosa, inulin.

Polisakarida (≥10) 1. Pati (α-glucans) Amilosa, Amilopektin,

Pati termodifikasi

2. Polisakarida

bukan pati

Selulosa, emiselulosa,

Pektin, Arabinoxylans,

Glucomannans, Plant

gums dan getah

(mucilages),

Hidrokoloid.

Sumber : Mann dan Truswell (2009)

Pati resisten, oligosakarida bukan α glukan (fruktooligosakarida dsb.), dan

polisakarida bukan pati (selulosa dsb.) tidak dapat dicerna oleh tubuh dan akan

melewati usus halus dan memasuki usus besar atau kolon untuk difermentasi. Hal

ini diperkirakan karena ikatan kimia dan bentuk fisik jenis karbohidrat tersebut

yang tidak mudah diserap baik oleh brush border maupun enzim-enzim pankreas,

Page 31: Draft Tugas Akhir mlinjo

15

Intestinal

maltase

Intestinal

sukrosa

Intestinal

laktose

contohnya selulosa memiliki ikatan β-1,4 (berkebalikan dengan pati yang

memiliki ikatan α-1,4). Perbedaan stereokimia tersebut dapat mencegah proses

hidrolisis selulosa oleh enzim amilase di pankreas. Semua karbohidrat yang

memasuki kolon akan difermentasi dengan bakteri yang hidup di kolon. Bakteri di

kolon jumlahnya sekitar 1012

sel/gram.

Amilase/ptialin

Pancreatic

amylase

Gambar 2.2 Bagan proses pencernaan karbohidrat (Muchtadi et al. 1993)

2.3 Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase

2.3.1 Enzim Alfa Amilase

α-amilase adalah kalsium metalloenzymes, benar-benar tidak dapat

berfungsi dengan tidak adanya kalsium. α-amilase memotong karbohidrat rantai

panjang pada lokasi acak di sepanjang rantai pati, yang pada akhirnya

menghasilkan maltotriosa dan maltosa dari amilosa, atau maltosa, glukosa dan

"limit-dextrin "dari amilopektin. α-amilase cenderung lebih cepat kerjanya

dibanding β-amilase karena dapat bekerja di mana saja pada substrat. Secara

Karbohidrat

Pati

Glukosa

Dekstrin

Glukosa dan

Fruktosa

Glukosa dan

Glukosa

Galaktosa

dan Glukosa

Gula

Maltosa Sukrosa Laktosa

Page 32: Draft Tugas Akhir mlinjo

16

fisiologis pada manusia, baik amilase ludah dan pankreas adalah α-amilase. Juga

ditemukan pada tumbuhan, jamur (ascomycetes dan basidiomycetes) dan bakteri

(Bacillus) (Shipra et al., 2011).

Alfa Amilase / α-amilase (α-1,4-glukan-4-glukanohidrolase ) merupakan

famili endoamilase yang secara acak mengkatalisis hidrolisis awal ikatan

glikosidik α-(1,4) dalam pati menjadi oligosakarida lebih pendek dengan berat

molekul yang rendah, seperti glukosa, maltosa, dan unit maltotriosa. (Pandey et

al, 2001 in Arunsasi et al, 2010; Souza dan Magalhaes, 2010; Mishra dan

Dadhich, 2010). Produk akhir reaksi α-amilase adalah oligosakarida dengan

berbagai panjang dengan konfigurasi-α, α-limit dekstrin, yang merupakan

campuran maltosa, maltotriosa, dan oligosakarida bercabang yang terdiri dari 6-8

unit glukosa yang mengandung ikatan α-1,4 dan α-1,6 (Souza dan Magalhaes,

2010).

α-Amilase memiliki struktur tiga dimensi yang mampu mengikat substrat,

oleh aksi yang sangat spesifik kelompok katalitik, menyebabkan kerusakan ikatan

glikosidik. α-Amilase manusia merupakan enzim klasik yang mengandung

kalsium yang terdiri dari 512 asam amino dalam satu rantai oligosakarida dengan

berat molekul 57,6 kDa . Protein ini mengandung 3 domain: A, B, dan C

(Gambar.2.4). Domain A adalah yang terbesar, menyajikan barel khas berbentuk

super struktur ( β/α). Domain B disisipkan antara domain A dan C dan melekat ke

domain A dengan obligasi disulfida. Domain C memiliki Struktur terkait dengan

domain A dengan rantai polipeptida sederhana dan tampaknya menjadi domain

independen dengan fungsi yang tidak diketahui. Situs aktif (tempat mengikat

substrat) dari α-amilase terletak di celah antara ujung karboksil dari domain A dan

B. Kalsium (Ca2+)

Terletak di antara domain A dan B dan dapat bertindak dalam

stabilisasi struktur tiga dimensinoal dan sebagai aktivator alosterik. Pengikatan

analog substrat menunjukkan bahwa Asp206, Glu230 dan Asp297 berpartisipasi

dalam katalisis. Situs ikatan substrat terdiri dari 5 subsites dengan situs katalitik

diposisikan di subsite 3. Substrat dapat mengikat residu glukosa pertama pada

subsite 1 atau 2, yang memungkinkan terjadinya pemotongan antara residu

Page 33: Draft Tugas Akhir mlinjo

17

glukosa pertama dengan kedua atau residu glukosa kedua dengan ketiga (Souza

dan Magalhaes, 2010).

Gambar 2.3 Struktur α-amilase (Souza dan Magalhaes, 2010).

Pati merupakan sumber energi yang penting untuk manusia, hewan ,

tanaman dan mikroorganisme. Pati merupakan polimer glukosa yang dihubungkan

satu sama lain melalui ikatan glikosidik. Dua jenis polimer glukosa hadir dalam

pati yaitu amilosa dan amilopektin (Gambar 2.4). Amilosa dan amilopektin

memiliki struktur yang berbeda. Amilosa (15-25% dari pati) merupakan polimer

linear yang terdiri dari 6000 unit glukosa dengan ikatan glikosidik α- (1,4),

sedangkan amilopektin (75-85% dari pati) terdiri dari α-(1,4) pendek yang terikat

dengan rantai linear 10-60 unit glukosa dan α-(1,6) terikat dengan rantai samping

yang terdiri dari 15-45 unit glukosa (LeVeque et al., 2000b, Bertoldo dan

Antranikian, 2002). Granul terikat pati sintase dapat memanjangkan

maltooligosakarida membentuk amilosa dan dianggap bertanggung jawab untuk

sintesis polimer ini. Pati sintase yang dapat larut dianggap bertanggung jawab

untuk sintesis unit rantai amilopektin. α-Amilase mampu memotong ikatan

glikosidik α-(1,4) yang ada di bagian dalam dari amilosa atau rantai amilopektin

(Souza dan Magalhaes, 2010).

Page 34: Draft Tugas Akhir mlinjo

18

Gambar 2.4 Dua jenis polimer glukosa yang ada dalam pati: (A) amilosa (B)

amilopektin (Souza dan Magalhaes, 2010).

2.3.2 Enzim Alfa Glukosidase

Enzim alfa glukosidase adalah enzim yang berperan pada konversi

karbohidrat menjadi glukosa. Karbohidrat akan dicerna oleh enzim di dalam

mulut dan usus menjadi gula yang lebih sederhana yang kemudian akan diserap ke

dalam tubuh dan meningkatkan kadar gula darah. Proses pencernaan karbohidrat

tersebut menyebabkan pankreas melepaskan enzim alfa glukosidase ke dalam

usus yang akan mencerna karbohidrat menjadi oligosakarida yang kemudian akan

diubah lagi menjadi glukosa oleh enzim alfa glukosidase yang dikeluarkan oleh

sel-sel usus halus yang kemudian akan diserap ke dalam tubuh. Dengan

dihambatnya kerja enzim alfa glukosidase, kadar glukosa dalam darah dapat

dikembalikan dalam batas normal (Bösenberg, 2008).

Senyawa-senyawa penghambat alfa glukosidase bekerja menghambat

enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding halus. Enzim-enzim alfa

glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase, dan sukrase) berfungsi untuk

menghidrolisis oligosakarida pada dinding usus halus. Penghambatan kerja enzim

ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan

absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post-prandial

Page 35: Draft Tugas Akhir mlinjo

19

pada penderita diabetes. Senyawa penghambatan alfa glukosidase juga

menghambat enzim alfa amilase pankreas yang bekerja menghidrolisis

polisakarida di dalam lumen usus halus (Dirjen Binfar Depkes, 2005). Efek

samping penghambatan alfa glukosidase yaitu kembung, buang angin dan diare.

Supaya lebih efektif harus dikonsumsi bersama makanan (Bösenberg, 2008).

Obat yang termasuk penghambat enzim alfa glukosidase adalah acarbose,

Miglitol dan Voglibose. Di Indonesia Acarbose telah dipasarkan dengan nama

dagang Glucobay®

dan Eclid®. Acarbose adalah suatu oligosakarida yang

diperoleh dari proses fermentasi mikroorganisme, Actinoplanes utahensis, dengan

nama kimia O-4,6-dideoksi-4[[(IS,4R,5S,6S)-4,5,6-trihidoksi-3-(hidroksimetil)-2-

sikloheks-en-1-il]amino]-α-D-glukopiranosil-(140-O-α-D-glukopiranoksil-

(14)-D-glukosa. Acarbose merupakan serbuk bewarna putih dengan berat

molekul 645,6, bersifat larut dalam air dan memiliki pKa 5,1.

Acarbose menghambat enzim alfa glukosidase (maltase, isomaltase,

glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida pada

dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi

pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi

peningkatan kadar glukosa post prandial pada pasien diabetes. Acarbose juga

menghambat enzim α-amilase pankreas yang bekerja menghidrolisis polisakarida

di dalam lumen usus halus. Acarbose tidak merangsang sekresi insulin oleh sel-sel

ß-Langerhans kelenjar pankreas. Oleh sebab itu tidak menyebabkan hipoglikemia,

kecuali diberikan bersama-sama dengan OHO (Obat Hipoglikemik Oral) yang

lain atau dengan insulin.

2.4 Inhibitor Enzim

Berdasarkan reaksi kimianya, inhbitor dapat dibedakan menjadi 2, yaitu

inhibitor irreversibel dan inhbitor reversibel. Inhibitor irreversibel adalah inhibitor

yang reaksi kimianya berjalan satu arah atau tidak dapat balik, dimana setelah

inhibitor mengikat enzim, inhibitor tidak dapat dipisahkan dari sisi aktif enzim.

Keadaan ini menyebabkan enzim tidak dapat mengikat substrat atau inhibitor

merusak beberapa komponen (gugus fungsi) pada sisi katalitik molekul enzim.

Page 36: Draft Tugas Akhir mlinjo

20

Inhibitor reversibel adalah inhibitor yang reaksi kimianya berjalan dua arah atau

dapat balik, bekerja dengan mengikat sisi aktif enzim melalui reaksi reversibel

dan inhibitor ini dapat dipisahkan atau dilepaskan kembali dari ikatannya.

Inhibitor reversibel terdiri dari tiga jenis, yaitu inhibitor yang bekerja

secara kompetitif dan non kompetitif.

2.4.1 Inhibitor Kompetitif

Pada inihibitor kompetitif, inhibitor dan substrat berkompetisi untuk

berikatan dengan enzim. Seringkali inhibitor kompetitif memiliki struktur yang

sangat mirip dengan substrat asli enzim. Sebagai contoh, metotreksat adalah

inihibitor kompetitif untuk enzim dihidrofolat reduktase. Pada inhibitor

kompetitif, kelajuan maksimal reaksi tidak berubah, namun memerlukan

konsentrasi substrat yang lebih tinggi untuk mencapai kelajuan maksimal tersebut,

sehingga meningkatkan Km.

2.4.2 Inhibitor Non Kompetitif

Inhibitor non kompetitif dapat mengikat enzim pada saat yang sama

substrat berikatan dengan enzim. Baik kompleks EI dan EIS tidak aktif. Karena

inhibitor tidak dapat dilawan dengan peningkatan konsentrasi substrat, Vmax reaksi

berubah. Namun, karena substrat masih dapat mengikat enzim, Km tetaplah sama.

Pada penderita DM, penghambatan terhadap enzim yang berperan dalam

hidrolisis karbohidrat menyebabkan penghambatan absorpsi glukosa sehingga

menurunkan keadaan hiperglikemia setelah makan. Obat yang biasa diberikan

pada penderita DM adalah Acarbose. Acarbose merupakan suatu oligosakarida

yang diperoleh dari fermentasi mikroorganisme Actiniplanes utahensis, memiliki

berat molekul 645.6, larut air, dan mempunyai nilai pKa 5.1 (Info Obat Indonesia

2009). Calder dan Geddes (1989) meneliti bahwa Acarbose menghambat enzim

alfa glukosidase secara kompetitif.

Belakangan ini, berbagai jenis fitokimia telah dilaporkan memiliki daya

hambat terhadap enzim. Banyak peneliti yang tertarik menguji berbagai jenis

tanaman dan fitokimia yang dikandungnya dan diduga dapat menghambat kerja

enzim. Senyawa fitokimia tersebut antara lain dieckol (sejenis florotanin) dari alga

coklat Ecklonia cava yang dapat menghambat enzim alfa amilase dan alfa

Page 37: Draft Tugas Akhir mlinjo

21

glukosidase (Lee et al 2010), vasicine dan vasicinol pada daun Adhatoda vasica

Nees sebagai inhibitor enzim alfa amilase, alfa glukosidase, dan sukrase (Gao et

al. 2008). Senyawa rosmarinic acid, quersetin, protocatechuic acid, dan para-

Coumaric acid pada tanaman herbal oregano dilaporkan dapat menghambat

porcine pankreas amilase in vitro (McCue et al. 2004). Ono et al. (2005) meneliti

bahwa ekstrak daun Nelumbo nucifera mampu menghambat enzim pankreas

amilase dan lipase, namun setelah komponen fenolik pada ekstrak tersebut

dihilangkan, daya hambatnya menghilang. Kayu secang mengandung komponen

kuersetin yang dapat berperan dalam inhibisi enzim α-amilase dan α-glukosidase

(Cai et al. 2007).

Enzim alfa glukosidase dapat dihambat secara efektif oleh naringenin,

kaemferol, luteolin, apigenin, katekin dan epikatekin, diadzein dan epigalokatekin

galat (Tadera et al. 2006). Berbagai kelas senyawa fenolik memang telah banyak

diberitahukan sebagai inhibitor enzim alfa glukosidase. McDougall et al. (2009)

mengutarakan bahwa elagitanin, proantosianidin, dan polifenol pada buah berry

(strawberry, claudberry, dsb) dapat menghambat enzim lipase. Shai et al. (2010)

juga meneliti enam jenis tanaman obat yang tumbuh di Phalaborwa-Afrika

Selatan, memiliki kemampuan menghambat yeast alpha glucosidase walaupun

belum diteliti lebih lanjut senyawa bioaktif apa saja yang berperan dalam

penghambatan tersebut.

2.5 Melinjo (Gnetum gnemon L.)

Melinjo (Gnetum Gnemon L.) merupakan tanaman Gnetacea asli Indo-

Malaya (Kato.2009; Kato.2011). Area distribusi dari tumbuhan ini antara lain di

Asia Tenggara dan Melanesia, Assam, Timur Laut India (Manner dan Elevitch,

2006). Di Indonesia, daerah distribusi tanaman ini meliputi di Andaman,

Sumatera dan Pulau Jawa (Manner dan Elevitch,2006).

Melinjo (Gnetum Gnemon L.) merupakan tumbuhan yang termasuk

dalam divisi Spermatophyta yang dapat ditemukan di Pulau Jawa. Melinjo

mempunyai pohon yang ramping, tinggi mencapai 10-15 m; percabangan

umumnya melingkar; daun lebar 4-7 cm, panjang 10-20cm, tumbuh berlawanan,

Page 38: Draft Tugas Akhir mlinjo

22

bewarna hijau gelap, mengkilap, eliptik; buah ellipsoid, kulit tipis, panjang 1-3,5

cm, lebar setengah dari panjangnya, umumnya menggerombol, berubah dari

kuning kemerah-orange dan menjadi ungu saat tua (Vasishta, 1983). Komposisi

kandungan biji melinjo terdiri dari 58% pati, 16,4% lemak, 9-10% protein dan

1% fenolik (Siswoyo dan Aldino, 2007). Kandungan metabolit sekunder biji

melinjo berupa saponin, tannin, dan flavonoid (Santoso et al., 2010; Kato et al.,

2011; Pahursip dan Sitanggang, 2011). Morfologi biji melinjo ditunjukkan pada

gambar 2.1.

Gambar 2.5 Buah Melinjo (Gnetum gnemon L.)

2.5.1 Taksonomi

Melinjo merupakan tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae). Menurut

Tjitrosoepomo 2004, menyebutkan bahwa tanaman melinjo dalam sistematika

(taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub Divisi : Gymnospermae (berbiji terbuka)

Kelas : Gnetopsida

Ordo : Gnetales

Famili : Gnetaceae

Genus : Gnetum

Spesies : Gnetum gnemon L.

Page 39: Draft Tugas Akhir mlinjo

23

2.5.2 Habitat

Tanaman melinjo dapat tumbuh pada tanah-tanah liat, berpasir dan

berkapur, tetapi tidak tahan terhadap tanah yang tergenang air atau yang berkadar

asam tinggi dan dapat tumbuh dari ketinggian 0 - 1.200 m dpl. Lahan yang akan

ditanami melinjo harus terbuka atau terkena sinar matahari, lubang tanam

berukuran 60 x 60 x 75 cm, dengan jarak tanam 6 - 8 m (Manner et al., 2006).

Melinjo dapat ditemukan di daerah yang kering sampai tropis. Untuk

tumbuh dan berkembang, melinjo tidak memerlukan tanah yang bernutrisi tinggi

atau iklim khusus. Melinjo dapat beradaptasi dengan rentang suhu yang luas. Hal

inilah yang menyebabkan melinjo sangat mudah untuk ditemukan di berbagai

daerah kecuali daerah pantai karena tumbuhan ini tidak dapat tumbuh di daerah

yang memiliki kadar garam yang tinggi. Di Indonesia tumbuhan melinjo tidak

hanya dapat dijumpai di hutan dan perkebunan saja. Di beberapa daerah tumbuhan

melinjo ditumbuhkan di pekarangan rumah atau kebun rumah dan dimanfaatkan

oleh penduduk secara langsung.

2.5.3 Manfaat Tanaman Melinjo

Daun muda, perbungaan, tangkil, dan buah tua melinjo dimasak sebagai

sayur (terutama sayur asem). Bijinya merupakan bagian yang terpenting, buahnya

tidak lain dari biji yang terbungkus oleh kulit dalam yang kaku (kulit biji) dan

kulit luar yang tipis dan dapat dimakan. Biji melinjo umumnya direbus atau

dijadikan emping dan digoreng. Suatu macam serat yang berkualitas tinggi

dihasilkan dari kulit batang bagian dalam, kulit ini dimanfaatkan sebagai tali

panah yang terkenal di pulau Sumba, juga untuk tali pancing atau jaring, berkat

ketahanannya terhadap air laut. Kayu melinjo tak ada manfaat yang khusus,

mungkin alasannya ialah karena kambium sekundernya membentuk struktur

batang yang tidak normal (Asri,2010).

Page 40: Draft Tugas Akhir mlinjo

24

2.5.4 Kandungan Gizi Melinjo

Tabel 2.4. Kandungan Gizi Melinjo

Kandungan

Unsur Gizi Daun Melinjo Biji Melinjo Tangkil

Kalori (kal) 99 345 66

Protein (g) 5,0 12,0 5,0

Lemak (g) 1,3 1,5 1,7

Karbohidrat (g) 21,3 71,5 13,3

Air (g) 70,8 13,0 80,0

Vitamin A (SI) 10.000,00 0 1.000,00

Kalsium 219 100 163

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996).

2.6 Protein

Protein merupakan polipeptida berbobot molekul tinggi yang tersusun atas

beberapa asam amino yang bergabung membentuk ikatan peptida (-CONH-).

Pemisah antara polipeptida besar dan kecil biasanya berada di antara BM (berat

molekul) 8000 dan 10.000. Semua asama amino (kecuali prolin) mempunyai

struktur dasar yang sama, yaitu terdiri dari gugus karboksilat (-COOH), gugus

amino (-NH2), gugus R sebagai gugus fungsional (side chain) yang menentukan

sifat kimiawi protein (Fatchiyah et al., 2011). Struktur umum protein dapat dilihat

pada Gambar 2.6.

Page 41: Draft Tugas Akhir mlinjo

25

Gambar 2.6. Pembentukan ikatan peptida diantara dua asam amino (Jain, 2005)

Selain ikatan peptide, protein juga mempunyai ikatan nonkovalen. Struktur

tersier protein terbentuk melalui interaksi antara gugus R pada rantai polipeptida.

Ikatan disulfida (HS-SH) merupakan ikatan kovalen yang dibentuk melalui ikatan

nonkovalen baik sebagai nonpolar (hidrofobik) atau polar (ikatan hidrogen dan

ionic) (Fatchiyah et al., 2011).

2.6.1 Isolasi protein

Prinsip utama isolasi protein yaitu mendapatkan protein sesuai konfigurasi

aslinya (native state) dan mempertahankan aktivitas biologinya (Englard dan

Seifter, 1990). Oleh karena itu, dalam tata laksana isolasi protein harus

memperhatikan kondisi fisika kimia dan karakteristik struktur protein (Maqueda

et al., 2013).

2.6.1.1 Ekstrasi

Ekstraksi merupakan langkah awal untuk mendapatkan sampel protein

kasar dengan cara memisahkan protein dari berbagai substansi dalam sampel

secara selektif (Berkelman dan Stenstedt, 1998; Maqueda et al., 2013). Metode

ekstraksi protein berdasarkan kelarutannya dibagi dalam empat fraksi yaitu

protein larut air (albumin), protein larut garam (globulin), protein larut asam

(glutein), dan protein larut alkohol (prolamin) (Ju et al., 2011)

Page 42: Draft Tugas Akhir mlinjo

26

2.6.1.2 Presipitasi

Presipitasi bertujuan untuk meningkatkan kosentrasi protein yang

didapatkan (Maqueda et al., 2013). Protein dapat dipresipitasi oleh adanya

gangguan pelarut melalui perubahan PH, kekuatan ion, dan temperaturnya

(Englard dan Seifter, 1990).

a. Ammonium Sulfat

Presipitan garam yang sering digunakan untuk mempresipitasi protein

dengan cara salting out (Englard dan Seifter, 1990).

b. Pelarut organik

Pelarut organic menyebabkan protein mengendap dengan cara

menurunkan konstanta dielektrik, yang meningkatkan interaksi antara protein dan

protein. Semuanya larut dalam air, tetapi menghasilkan peningkatan temperatur

yang signifikan. Seluruh pelarut organik cenderung mendenaturasi protein,

khususnya temperatur di atas 00C

c. Pengaturan pH

Daya larut protein tergantung pH dan mencapai minimum pada titik

isoelektriknya (Bintang, 2010). Pada pH basa 8-9 kelarutan protein meningkat,

karena interaksi elektrostatisnya menurun sehingga kondisi ini sangat baik untuk

mengestrak protein. Pada pH asam 4-6 protein mengalami presipitasi, karena

interaksi elektrostatis antar protein meningkat sehingga menurunkan interaksi

dengan air (Salcedo-Chavez et al., 2002)

2.6.2 Protein Terhidrolisis

Proses hidrolisis adalah proses pemecahan suatu molekul menjadi

senyawa-senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan molekul air. Hidrolisis

protein adalah proses pecahnya atau terputusnya ikatan peptida dari protein

menjadi molekul yang lebih sederhana. Hidrolisis ikatan peptida akan

menyebabkan beberapa perubahan pada protein, yaitu meningkatkan kelarutan

karena bertambahnya kandungan NH3+

dan COO- dan berkurangnya berat

molekul protein atau polipeptida serta rusaknya struktur globular protein (Nielsen,

2010).

Page 43: Draft Tugas Akhir mlinjo

27

Menurut Sediaoetama (2000) ada tiga cara yang dapat ditempuh untuk

menghidrolisis protein, yaitu hidrolisis menggunakan asam, basa dan enzim.

2.6.2.1 Hidrolisis Asam

Hidrolisis dengan menggunakan asam kuat anorganik, seperti HCl atau

H2SO4 pekat dan dipanaskan pada suhu mendidih, dapat dilakukan dengan

tekanan di atas satu atmosfer, selama beberapa jam. Menurut Girindra (2000),

akibat samping yang terjadi dengan hidrolisis asam ialah rusaknya beberapa asam

amino (triptofan, serin, dan treonin).

2.6.2.2 Hidrolisis Basa

Hidrolisis protein menggunakan basa merupakan proses pemecahan

polipeptida dengan menggunakan basa atau alkali kuat, seperti NaOH dan KOH

pada suhu tinggi, selama beberapa jam, dengan tekanan di atas satu atmosfer.

Menurut Girindra (2000), serin dan treonin dapat rusak karena basa.

2.6.2.3 Hidrolisis Enzimatik

Hidrolisis enzimatik dilakukan dengan menggunakan enzim. Dapat

digunakan satu jenis enzim saja, atau beberapa jenis enzim yang berbeda. Pada

penambahan enzim perlu dilakukan pengaturan kondisi pH dan suhu optimal.

Dibandingkan dengan hidrolisis secara kimia (menggunakan asam atau basa),

hidrolisis enzimatik lebih menguntungkan karena tidak mengakibatkan kerusakan

asam amino dan asam-asam amino bebas serta peptida dengan rantai pendek yang

dihasilkan lebih bervariasi, reaksi dapat dipercepat kira-kira 1012

sampai

1020

, tingkat kehilangan asam amino esensial lebih rendah, biaya produksi relatif

lebih murah dan menghasilkan komposisi asam amino tertentu terutama peptida

rantai pendek (dipeptida dan tripeptida) yang mudah diabsorbsi oleh tubuh

(Winarno, 2004; Giyatmi, 2001). Menurut Reed (2000), enzim proteolitik atau

enzim protease adalah enzim yang dapat memecah molekul-molekul protein

dengan cara menghidrolisis ikatan peptida menjadi senyawa-senyawa yang lebih

sederhana seperti proteosa, pepton, polipeptida, dipeptida, dan sejumlah asam-

asam amino

Protein dengan berat molekul yang rendah dapat diperoleh dengan

menghidrolisis protein secara enzimatik (Zhidong et al., 2013). Selain itu juga

Page 44: Draft Tugas Akhir mlinjo

28

memiliki struktur sekunder yang lebih sedikit dari pada sebelum dihidrolisis,

sehingga dapat memperbaiki fungsinya seperti meningkatnya kelarutan mendekati

titik isoelektrik (Kong et al., 2007), meningkatkan ketahanan terhadap panas

(Molina Ortiz dan Wagner, 2002), emulsifikasi (Xiong et al., 2008), dan

meningkatkan pemutusan (Molina Ortiz dan Wagner, 2002), kemampuan tersebut

menjadikan produk hidrolisis menguntungkan dalam aplikasi berbagai produk

makanan (Muhamyankaka et al., 2013). Hidrolisis protein menggunakan enzim

proteolitik seperti alkalase, flavorzyme, protamex, dan neutrase yang memiliki

perbedaan karakteristik pada produk hasil hidrolisisnya (Damrongsakkul et al.,

2008; You et al., 2009; Yust et al., 2010; Tsou et al., 2010; Muhamyankaka et al.

2013).

Alcalase adalah enzim alkaline yang diproduksi dari Bacillus

lincheniform, menurut Adler-Nissen (1986) protein yang dihidrolisis dengan

alcalase memiliki perolehan protein yang paling tinggi (Hoo dan Babji, 2011).

Parameter untuk memonitoring reaksi hidrolisis menggunakan derajat hidrolisis

(DH), merupakan parameter untuk mengetahui berapa persen ikatan peptida yang

dipotong:

DH = h/htot x 100%

dimana htot merupakan jumlah total ikatan peptida per ekuivalen protein, dan h

adalah jumlah ikatan hidrolisis, htot tergantung pada komposisi asam amino

sebelum dihidolisis (Nielsen et al., 2001).

Beberapa metode untuk memonitong DH selama hidrolisis protein yaitu

pH-stat, osmometry, soluble nitrogen content, dan trinitro-benzene-sulfonic acid

(TNBS) (Nielsen et al., 2001). Metode TNBS didasarkan pada reaksi primer asam

amino dengan reagen TNBS membentuk kromofor yang kemudian dilihat

absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Adler-Nissen, 1979).

Page 45: Draft Tugas Akhir mlinjo

29

Reaksi reagen TNBS dengan asam amino ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Reaksi reagen TNBS dengan asam amino (Adler-Nissen, 1979)

2.7 Analisis Kuantitatif Protein

Metode yang sering digunakan untuk menentukan kadar protein yang

didapat yaitu uji Bradford karena paling mudah, cepat, dan cukup akurat

dibandingkan metode lainnya (Bradford, 1976). Metode ini menentukan kadar

protein bukan dari ikatan peptidanya namun metode ini mendeteksi suatu asam

amino spesifik yang berada di dalam protein tersebut dan berikatan dengan zat

warnanya. Kelemahan uji Bradford yaitu reaksi terhambat jika di dalam sampel

ada detergen dan memiliki rentang linier pada rentang pendek, biasanya 2-120

µg/mL, sehingga perlu pengenceran sampel sebelum analisis (Bintang, 2010).

Penentuan kadar proteinnya, berdasarkan pengamatan absorbansi maksimum

larutan Coomassie Brilliant Blue (CBB) G-250 pada panjang gelombang 595 nm,

ketika terjadi pengikatan protein. Pereaksi Bradford harus berwarna cokelat muda

jernih (Bintang, 2010).

2.8 SDS-PAGE

Teknik SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate Poly Acrilamide Gel

Electrophoresis) digunakan untuk memisahkan protein berdasarkan migrasi berat

protein di dalam medan listrik (Sattayasai, 2012). Pemisahan secara elektroforesis

hamper selalu dilakukan dalam gel poliakrilamida. Setelah protein didenaturasi

dapat dipisahkan berdasarkan massanya dengan elektroforesis gel poliakrilamida

(Stryer, 2000).

Campuran protein mula-mula dilarutkan dalam SDS (Sodium Dodecyl

Sulfate), suatu detergen anionik yang akan memutus hamper semua interaksi

Page 46: Draft Tugas Akhir mlinjo

30

kovalen dalam protein alami, juga ditambahkan merkaptoetanol atau ditiotreitol

untuk mereduksi ikatan disulfida. Anion SDS akan berikatan pada rantai utama

dengan perbandingan satu SDS untuk tiap dua residu asam amino, sehingga

terbentuk komplek SDS dengan protein terdenaturasi yang bermuatan negatif

tinggi yang secara kasar sebanding dengan massa protein. Muatan negatif akibat

pengikatan SDS ini umumnya lebih besar dari pada muatan protein alami,

sehingga muatan protein alami ini menjadi tidak penting lagi. Komplek SDS-

protein yang telah terdenaturasi, kemudian dielektroforesis pada gel elektroforesis

dapat dilihat pada Gambar 2.8. Protein dengan berat molekul kecil bergerak cepat

dalam gel, sedangkan protein dengan berat molekul besar tinggal di atas,

berdekatan dengan titik aplikasi campuran (Stryer, 2000).

Gambar 2.8 Pemasangan gel elektroforesis poliakrilamida (Sattayasai, 2012)

Page 47: Draft Tugas Akhir mlinjo

31

2.9 Kerangka Konseptual

Αlfa amilase

Alfa glukosidase

Gambar 2.9 Skema kerangka teori penelitian

Keterangan :

= Permasalahan

= Variabel yang diteliti

= Supresi

2.10 Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah protein biji melinjo (Gnetum gnemon

L.) memiliki aktivitas inhibisi terhadap alfa amilase dan alfa glukosidase secara in

vitro.

Karbohidrat

Monosakarida

Stres Oksidatif

Hiperglikemia

Protein biji melinjo

(Gnetum gnemon L.)

Sindrom Diabetes Melitus

Komplikasi Diabetik

Monosakarida

Page 48: Draft Tugas Akhir mlinjo

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian ekperimental yang bertujuan untuk

mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat dari adanya

perlakuan tertentu. Penelitian ekperimental memiliki tujuan utama yaitu untuk

menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengan cara mengadakan

intervensi atau mengenakan perlakuan kepada satu atau lebih kelompok

eksperimen, kemudian hasil dari intervensi tersebut dibandingkan dengan

kelompok yang tidak dikenakan perlakuan (kelompok kontrol). Jenis penelitian

eksperimental yang digunakan adalah True Experimental (Notoadmojo, 2005).

3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini seluruhnya dilakukan di Laboratorium Center for

Development of Advance Science and Technology (CDAST) Universitas Jember.

Waktu Penelitian pada bulan Januari 2014 – April 2015.

3.3 Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah biji melinjo (Gnetum

gnemon L.) yang sudah masak secara fisiologis, ditandai dengan warna kulit luar

merah sepenuhnya. Biji melinjo tersebut diperoleh petani di daerah Jember, Jawa

Timur.

Page 49: Draft Tugas Akhir mlinjo

33

3.4 Rancangan Penelitian

Secara skematis rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian

Keterangan :

P : Uji Aktivitas Inhibitor

A : Enzim Alfa Amilase

G : Enzim Alfa Glukosidase

K : Kelompok Kontrol

K+ : kelompok kontrol dengan pemberian acarbose 200 μg/mL

K- : Kelompok kontrol dengan pemberian HCL 2 N (blangko)

DK+ : Hasil kelompok kontrol dengan pemberian acarbose 200 μg/mL

DK- : Hasil Kelompok kontrol dengan pemberian HCL 2 N (blangko)

PK : Perlakuan menggunakan Protein Kasar (PK) 200 μg/mL

PI : Perlakuan menggunakan Protein Isolat (PI) 200 μg/mL

PH : Perlakuan menggunakan Protein Terhidrolisis (PH) 200 μg/mL

S+ : Kelompok perlakuan dengan pemberian PK/PI/PH 200 μg/mL

S- : Kelompok perlakuan dengan pemberian aquadest (blangko)

DS+ : Hasil kelompok perlakuan dengan pemberian PK/PI/PH 200 μg/mL

DS- : Hasil kelompok perlakuan dengan pemberian aquadest (blangko)

P

A

K

K+ DK+

K- DK-

PK/PI/PH

S+ DS+

S- DS-

G

K

K DK

K+ DK+

PK/PI/PH

S+ DS+

S- DS-

Page 50: Draft Tugas Akhir mlinjo

34

3.5 Alat Dan Bahan

3.5.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah waterbath, inkubator

(Carbolite), microplate reader (spektrofotometer Hitachi tipe U-2900 UV-Vis),

sertrifuse (Tomy MRX-150 dan Hitachi CR21GIII), gel electrophoresis, SDS-

PAGE (Bio-rad), dry block heater, strirer, vortex, microplate, tabung reaksi,

eppendorf, siringe Hamilton, micropipette dan alat pendukung penelitian lainnya.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquadest, 1 M NaOH, 1

M HCl, buffer fosfat pH 6,9, 1% Soluble Starch (wako) 191-03985, Pottasium

Sodium Tartrate (wako) 191-03005, 96mM 3,5-Dinitrosalicylic acid (wako) 040-

03642, enzim alfa amilase porcine pancreas (Sigma A3176), enzim alfa

glukosidase saccharomyces cerevisiae (Sigma G0660-750UN), 1 M maltose,

buffer fosfat pH 7, enzim glucose oxidase, enzim peroxidase, 4-aminoantipyrine,

triton X-100, larutan phenol, 0,1 M buffer fosfat, phenol-buffer pH 7, 0,1 M

Na2SO4, enzim Alkalase 24L FG (2,4 AU/g dan densitasnya 1,18 g/mL),

separating gel 15%, stacking gel, larutan staining, larutan destaining, running

buffer, SDS-reducing buffer, pereaksi Bradford, BSA (Bovine Serum Albumin),

0,1% TNBS, standart L-Leucin, dan marker protein (ELPIS BIOTECH’S EBM-

1018 : 100 kDa, 70 kDa, 50 kDa, 40 kDa, 30 kDa, 20 kDa dan 15 kDa).

3.6 Variabel Penelitian

3.6.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi sampel uji (protein

kasar (Gg-PK), protein isolate (Gg-PI), protein terhidrolisis (Gg-PH) biji melinjo

(Gnetum gnemon L.)).

3.6.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil persen (%) inhibisi

aktivitas alfa amilase dan alfa glukosidase.

3.6.3 Variabel Kendali

Variabel kendali pada penelitian ini adalah waktu inkubasi, cara ekstraksi

sampel dan prosedur kerja.

Page 51: Draft Tugas Akhir mlinjo

35

3.7 Definisi Operasional

a. Sampel biji melinjo (Gnetum gnemon L.) adalah sampel yang sudah

masak secara fisiologis.

b. Protein kasar (Gg-PK) adalah ekstrak kasar yang diperoleh dari biji

melinjo yang telah dihaluskan yang kemudian dipisahkan antara pelet dan

supernatan. Pengujian ini menggunakan protein kasar dari supernatan.

c. Protein isolat (Gg-PI) adalah protein yang diperoleh dari ekstraksi biji

melinjo (Gnetum gnemon L.) yang telah melalui proses pengeringan,

kemudian serbuk yang dihasilkan dilarutkan kedalam aquades

(perbandingan 1:3). Tahap selanjutnya, dilakukan pengisolasian protein

dengan metode isoelectric presipitation.

d. Protein terhidrolisis (Gg-PH) adalah protein yang diperoleh dari ekstraksi

biji meinjo yang dihaluskan dan dilarutkan dengan aquadest

(perbandingan 1:3), yang kemudian melalui proses pencernaan oleh

alkalase dan dilakukan pengisolasian protein. Tujuan dari proses ini

adalah untuk menghasilkan berat molekul protein yang lebih kecil.

e. Pengujian inhibisi enzim alfa amilase adalah uji untuk mengetahui

efektivitas protein biji melinjo secara in vitro terhadap penurunan

aktivitas enzim alfa amilase dalam memecah pati sehingga hasilnya

adalah penurunan daya cerna pati. Pati dihidrolisis oleh enzim alfa

amilase menjadi gula-gula sederhana. Semakin tinggi daya cerna suatu

pati berarti semakin banyak pati yang dapat dihidrolisis dalam waktu

tertentu yang ditunjukkan oleh semakin banyaknya glukosa dan maltosa

yang dihasilkan. Glukosa dan maltosa dapat bereaksi dengan DNS (asam

dinitrosalisilat) sehingga kadar keduanya dapat diukur menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.

f. Pengujian inhibisi enzim alfa glukosidase adalah uji untuk mengetahui

penurunan glukosa aktivitas penghambatan enzim alfa glukosidase yang

berasal dari Saccharomyces cerevisiae secara in vitro. Maltosa sebagai

substrat dihidrolisis oleh alfa glukosidase menjadi glukosa dan glukosa.

Page 52: Draft Tugas Akhir mlinjo

36

Glukosa tersebut direaksikan dengan glucose oxidase untuk menghasilkan

asam glukonat dan hydrogen peroksida. Hydrogen peroksida tadi

direaksikan dengan 4-aminoantipyrine, phenol dan peroxidase sebagai

katalisnya untuk menghasilkan warna sehingga kadar glukosa tersebut

dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm.

3.8 Prosedur Kerja

3.8.1 Ekstraksi Biji Melinjo (Gnetum gnemon L.)

Bahan baku yang digunakan adalah 16 gram biji melinjo berwarna merah

penuh yang diperoleh dari daerah Jember. Kulit biji melinjo dihilangkan dan biji

dikeringkan pada oven dengan suhu 40 ºC selama 18 jam. Biji kering dihilangkan

lapisan kedua secara manual. Biji kering lapisan ketiga dihancurkan menjadi

serbuk dengan menggunakan mortar dan pasir quarsa untuk mempermudah

pengekstrakan kemudian di saring menggunakan penyaring dan dilarutkan dalam

48 ml aquadest (perbandingan 1:3). Selanjutnya, larutan tersebut dimasukkan ke

dalam tube dan disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 10.000 rpm

pada suhu 15 ºC. Supernatan yang dihasilkan dari proses ini disebut sebagai

protein kasar (Gg-PK) biji melinjo.

3.8.2 Isolasi Protein (Gg-PI) Biji Melijo

Isolasi protein menggunakan metode presispitasi isoelektrik seperti yang

dijelaskan Salcedo-Chavez et al. (2002) dengan sedikit modifikasi. Gg-PK diatur

pHnya menjadi 4 dengan penambahan 1 N HCl, kemudian disentrifugasi selama

10 menit dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 150C. Peletnya diambil dan

supernatannya dibuang, kemudian diresuspensikan dengan aquadesr serta diatur

pHnya menjadi pH 8 dengan menambahkan 1 N NaOH, hasilnya disebut protein

isolat (Gg-PI). Setelah itu, sampel disimpan pada suhu -800C sampai digunakan

lebih lanjut.

Page 53: Draft Tugas Akhir mlinjo

37

3.8.3 Hidrolisis Enzimatik Protein Isolat

Hidrolisis protein isolat (protein Gg-PI) dengan menggunakan alcalase

dengan perbandingan E/S (Enzim/Substrat) 0,2% pada kondisi suhu 50oC pada pH

8 selama 7-8 jam (Siswoyo et al., 2012). Gg-PI sebanyak 12,5 mL (total protein

73 mg) digunakan sebagai bahan hidrolisis enzimatik dengan menambahkan

alcalase sebanyak 146 µL yang sudah diencerkan 10x dari stok Alcalase 24 FLG

menggunakan buffer fosfat 0,2 N pH 7,4. Setelah itu di inkubasi 50ᵒC selama 7

jam. Kemudian dipanaskan kembali selama 10 menit pada suhu 95ᵒC untuk

menginaktivasi enzim. Setelah itu hasilnya disentrifugasi 5000 rpm selama 10

menit dalam suhu 15ᵒC. Bagian supernatan yang kemudian akan dianalisis sebagai

Protein Terhidrolisis (Gg-PH). Setelah itu, sampel disimpan pada suhu -800C

sampai digunakan lebih lanjut.

3.8.4 Penentuan Total Protein Terlarut

Kandungan protein diukur dengan metode Bradford (1970) dalam

Deutcher (1990). Sebanyak 5 µl sampel ditambahkan dengan 45 µl aquadest dan

ditambah dengan 950 µl larutan Bradford, kemudian absorbansi diukur pada

panjang gelombang 595 nm. Hasil yang didapat dibandingkan dengan Standar

Bovine Serum Albumin (BSA) untuk mengetahui konsentrasi protein terlarut.

3.8.5 Pengukuran Derajat Hidrolisis

Derajat hidrolisis ditentukan dengan menggunakan TNBS (Adler-Nissen,

1979). Jumlah total asam α-amino ditentukan dalam sampel (Gg-PI) dengan cara

dihidrolisis secara asam (6 N HCl pada 1100C selama 24 jam). Sampel 25 μL (Gg-

PI yang telah terhidrolisis asam dan Gg-PH) masing-masing dicampur dengan 400

μL 0,2 N buffer fosfat (pH 8) dan 200 μL 0,1% TNBS, kemudian diinkubasi

selama 30 menit pada suhu 500C. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 400

μL 0,1 N Na2SO3 lalu didinginkan pada suhu ruang, kemudian dibaca

absorbansinya pada 420 nm. Kurva standart L-leucine digunakan sebagai

mengetahui konsentrasi asam amino. Persentasi derajat hidrolisis (DH) ditentukan

Page 54: Draft Tugas Akhir mlinjo

38

dengan persamaan : DH = h/htot x 100%; dimana h adalah jumlah ikatan peptida

yang dihidrolisis dan htot adalah jumlah total ikatan peptida per ekuivalen protein.

3.8.6 Elektroforesis SDS-PAGE

Analisis pola pita protein menggunakan 15% SDS-PAGE (Sodium

Dedocyl Polyacrylamide Gel Electrophoresis) sesuai dengan metode Laemmli

(1970). Separating gel 15% dituang ke dalam plate pembentuk gel sampai batas

yang terdapat pada plate. Aquadest ditambahkan di atas larutan gel dalam plate

agar permukaan gel tidak bergelombang. Setelah gel memadat, aquadest yang

menutupi separating gel dibuang, kemudian stacking gel dituang di atas

separating gel, comb dimasukkan untuk membuat sumuran sampel. Memasukan

plate yang sudah berisi gel kedalam chamber elektroforesis. Running buffer

dituang sampai bagian atas dan bawah gel terendam.

SDS-reducing buffer ditambahkan ke dalam sampel protein 1:1 (v/v)

dalam tabung eppendorf kemudian dipanaskan pada suhu 960C selama 3 menit.

Sampel Gg-PK, Gg-PI, dan Gg-PH yang sudah ditambahkan SDS-reducing buffer

dengan jumlah protein yang sama yaitu 40,7 μg serta marker protein sebanyak 5

μL dimasukan ke dalam sumur gel menggunakan siringe Hamilton, kemudian

dirunning pada 25-80 volt sampe tracking dye mencapai jarak 0,5 cm dari dasar

gel. Setelah selesai, running buffer dituang dan gel diambil dari plate.

Gel direndam dalam larutan staining sambil digoyang pada kecepatan 36

rpm selama 30 menit untuk mewarnai pita protein. Setelah itu, larutan staining

dituang kembali pada wadahnya kemudian dicuci dengan aquadest. Pencucian gel

dilakukan dengan merendam gel di dalam larutan destaining dan dipanaskan

menggunakan microwave pada suhu ± 600C selama 20 detik, kemudian digoyang

pada kecepatan 36 rpm selama ± 2 menit. Proses pencucian dilakukan 2-3 kali

atau sampai pita protein terlihat jelas. Berat molekul protein dapat diketahui

dengan membandingkan antara pola protein sampel dengan marker protein yang

telah diketahui berat molekulnya.

Page 55: Draft Tugas Akhir mlinjo

39

3.8.8 Inhibisi enzim alfa amilase (Thalapaneni et al. 2008)

Larutan enzim alfa amilase yang digunakan adalah enzim porcine

pancreatic amylase 2,16 unit/ml sebanyak 30 μL. Campuran reaksi terdiri dari

kontrol blanko (B0), blanko (B1), kontrol sampel (S0), sampel (S1) dengan

konsentrasi 200 μg/mL. Kemudian campuran reaksi di pre-inkubasi pada suhu

37°C selama 15 menit, larutan soluble starch 1% (b/v) ditambahkan sebanyak 250

μL dan diinkubasi kembali pada suhu 37°C selama 15 menit. Setelah inkubasi

kedua, dididihkan selama 1 menit untuk menginaktivasi enzim. Ambil 100 μL dari

larutan tersebut dan tambahkan 50 μL DNS lalu didihkan kembali selama 15

menit. Setelah dididihkan dinginkan dengan suhu ruangan dan tambahkan

aquadest 450 μL, ukur absorbansi nya dengan panjang gelombang 540 nm.

Kontrol positif yang digunakan adalah acarbose dengan konsentrasi 200 μg/mL

yang diperoleh dari tablet Glucobay (50 mg acarbose).

Buffer Phosphat Saline dibuat dari larutan sodium dihydrogenphosphate

dehydrate 20 mM dan sodium chloride 6,7 mM , campurkan dua reagen tersebut

dengan aquadest sampai 100 ml. setelah itu atur sampai pH 6.9 dengan

penambahan NaOH 1 M. Soluble strach 1% (b/v) dibuat dari 0.25 gram soluble

starch dilarutkan dengan 25 ml buffer phosphate saline, kemudian dididihkan

selama 15 menit dan setelah dingin ditepatkan ke volume awal dengan

penambahan aquadest. Pereaksi DNS 96 mM dibuat dengan melarutkan 438 mg

asam 3,5-dinitrosalisilat ke dalam 20 ml aquadest. Larutan DNS tersebut

kemudian dicampurkan dengan larutan potassium sodium tartrate , yang dibuat

dari 12 gram potassium sodium tartrate dalam 8 mL 2 M NaOH. Volume

campuran larutan tersebut kemudian ditepatkan sampai 40 ml dengan penambahan

aquadest.

Tabel 3.1 menunjukkan kombinasi jumlah sampel, buffer phosphate

saline, dan enzim yang diberikan pada kontrol blanko (B0), blanko (B1), kontrol

sampel (S0), sampel (S1). Acarbose diberi perlakuan yang sama seperti sampel.

Pengujian larutan blanko dan control blanko dilakukan untuk mengetahui aktivitas

enzim tanpa adanya sampel sebagai inhibitor. Hal ini dilakukan karena

penyimpanan larutan enzim dapat menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas

Page 56: Draft Tugas Akhir mlinjo

40

enzim. Pengujian larutan sampel dilakukan untuk mengetahui kemampuan

penghambatan aktivitas enzim oleh ekstrak, sedangkan pengujian control sampel

dilakukan sebagai faktor koreksi terhadap larutan sampel. Begitu juga dengan

pengujian acarbose sebagai larutan pembanding untuk mengetahui kemampuan

penghambatan aktivitas enzim oleh acarbose, dan pengujian control pembanding

acarbose dilakukan sebagai faktor koreksi terhadap acarbose.

Tabel 3.1 Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa amilase

Larutan B0 (μl) B1 (μl) S0 (μl) S1 (μl)

Sampel - - 54 54

Pelarut sampel 54 54 - -

Buffer Phospat Saline 30 - 30 -

Enzim - 30 - 30

Substrate soluble 250 250 250 250

DNS 50 50 50 50

Aquadest 450 450 450 450

Aktivitas inhibisi ekstrak dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan : A1 = Absorbansi blanko (B1) – Absorbansi kontrol blanko (B0)

A2= Absorbansi sampel (S1) – Absorbansi kontrol sampel (S0)

3.8.9 Inhibisi enzim alfa glukosidase (Mayur et al. 2010)

Enzim alfa glukosidase yang digunakan berasal dari Saccharomyces

cerevisiae dengan aktivitas 1 unit/ml. Campuran reaksi terdiri dari kontrol blanko

(B0), blanko (B1), kontrol sampel (S0), sampel (S1) dengan konsentrasi 200

μg/mL. Kemudian campuran reaksi diinkubasi pada suhu 37°C selama 60 menit,

lalu didihkan selama 3 menit pada suhu 900C. Buffer phenol pH 7 ditambahkan

sebanyak 750 μl dan tambahkan 5 μL peroxidase (0,5 unit/ μL), 5 μL 4-

Aminoanthypirin, 5 μL glucose oxidase (0,8 unit/ μL). Setelah itu inkubasi

Page 57: Draft Tugas Akhir mlinjo

41

kembali pada suhu 370C selama 10 menit dan diukur absorbansinya pada panjang

gelombang 500 nm. Kontrol positif yang digunakan adalah acarbose dengan

konsentrasi 200 μg/mL yang diperoleh dari tablet Glucobay (50 mg acarbose).

Buffer kalium fosfat dibuat dari larutan kalium fosfat monobasik 0.1 M

(13.609 gram dilarutkan dalam 1 liter aquadest) dan dinaikkan pH nya menjadi 7

dengan penambahan NaOH 1 M. Substrat maltose 1 M dibuat dengan menimbang

0,342 gram dalam 1 mL aquadest. Buffer phenol dibuat dari 1,36 gram KH2PO4

yang dilarutkan dengan 80 mL aquadest, 3 mL larutan phenol (50 mg/mL) yang

terbuat dari 5 gram phenol dilarutkan dalam 100 ml aquadest, 3 mL triton X-100

(50 mg/mL) yang terbuat dari 5 gram triton X-100 dan dilarutkan dalam 100 mL

aquadest, campuran tersebut diatur pHnya sampai 7 dengan menambahkan 1M

NaOH dan larutkan sampai 100 ml dengan aquadest. Aminoanthypirin (4mg/mL)

dibuat dengan menimbang 0,2 gram 4-aminoanthypirin yang dilarutkan dalam 50

ml aquadest,

Tabel 3.2 menunjukkan kombinasi jumlah sampel, buffer kalium fosfat,

dan enzim yang diberikan pada kontrol blanko (B0), blanko (B1), kontrol sampel

(S0), sampel (S1). Acarbose diberi perlakuan yang sama seperti sampel. Pengujian

larutan blanko dan kontrol blanko dilakukan untuk mengetahui aktivitas enzim

tanpa adanya sampel sebagai inhibitor. Hal ini dilakukan karena penyimpanan

larutan enzim dapat menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas enzim.

Pengujian larutan sampel dilakukan untuk mengetahui kemampuan penghambatan

aktivitas enzim oleh ekstrak, sedangkan pengujian kontrol sampel dilakukan

sebagai faktor koreksi terhadap larutan sampel. Begitu juga dengan pengujian

acarbose sebagai larutan pembanding untuk mengetahui kemampuan

penghambatan aktivitas enzim oleh acarbose, dan pengujian kontrol pembanding

acarbose dilakukan sebagai faktor koreksi terhadap acarbose.

Page 58: Draft Tugas Akhir mlinjo

42

Tabel 3.2 Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa glukosidase

Larutan B0 (μl) B1 (μl) S0 (μl) S1 (μl)

Sampel - - 54 54

Pelarut sampel 54 54 - -

Substrat Maltosa 50 50 50 50

Buffer Kalium Fosfat 64 54 64 54

Enzim alfa glukosidase - 10 - 10

Buffer Phenol 750 750 750 750

Peroxidase 5 5 5 5

Aminoanthypirin 5 5 5 5

Glucose oxidase 5 5 5 5

Aktivitas inhibisi ekstrak dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan : A1 = Absorbansi blanko (B1) – Absorbansi kontrol blanko (B0)

A2= Absorbansi sampel (S1) – Absorbansi kontrol sampel (S0)

3.9 Analisis Statistik

Analisis statistik menggunakan uji normalitas, setelah itu dilakukan uji

homogenitas untuk mengetahui apakah sampel yang diambil variannya sama. Jika

populasi terdistribusi normal dan homogen dilakukan uji statistik one way

ANOVA untuk membandingkan antar perlakuan.

Page 59: Draft Tugas Akhir mlinjo

43

- diekstraksi dengan aquadest 1:3 (w/v)

- disentrifugasi 10.000 rpm, 10 menit,

1500C

- Diatur pHnya 4

(1 N HCl)

- disentrifugasi

10.000 rpm, 10

menit, 1500C

- Diresuspensi dengan

aquadest

- Diatur pH 8 (1 N NaOH)

- Dihidrolisis dengan

alkalase, 500C, 7jam

- Dipanaskan 900C, 10

menit

- Disentrifugasi 5.000

rpm, 10 menit, 150C

3.10 Alur Penelitian

Biji melinjo

(Gnetum gnemon L.)

Protein kasar (Gg-PK)

biji melinjo

Supernatan

Pelet

Analisis

metode

Bradford untuk

Total Protein

Terlarut dan

analisis pola

pita protein

(SDS-PAGE)

Protein

Isolat

(Gg-PI)

biji

melinjo

Pelet

Supernatan protein

terhidrolisis (Gg-PH)

biji melinjo

Derajat hidrolisis

Uji aktivitas

inhibisi alfa

amilase

Uji aktivitas

inhibisi alfa

glukosidase

Page 60: Draft Tugas Akhir mlinjo

44

3.11 Persetujuan Etik

Penelitian ini diajukan ke komisi etik Fakultas Kedokteran Universitas

Jember untuk mendapatkan masukan dan izin penelitian. Penelitian ini akan

dilaksanakan setelah mendapat izin dari komisi etik Fakultas Kedokteran

Universitas Jember.

Page 61: Draft Tugas Akhir mlinjo

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstrasi Protein Kasar Biji Melinjo (Gg-PK)

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah 16 gram biji

melinjo yang masak secara fisiologi, ditandai dengan kulit luar berwarna merah

penuh. Kulit biji melinjo dihilangkan, kemudian lapisan kedua biji dihilangkan

secara manual. Biji lapisan ketiga dihaluskan dengan mortir, kemudian disaring

dengan menggunakan kain kasa berukuran 100 mesh dan dilarutkan dalam 48 ml

aquadest. Selanjutnya, larutan tersebut disentrifugasi selama 10 menit dengan

kecepatan 10.000 rpm pada suhu 150 C untuk memisahkan bagian tidak terlarut.

Bagian terlarut (supernatan) ini yang selanjutnya disebut sebagai protein kasar

(Gg-PK). Protein kasar yang diperoleh sebanyak 42,5 mL dan total protein 197,9

mg.

4.2 Isolasi Protein Biji Melinjo (Gg-PI)

Isolasi protein pada biji melinjo dilakukan dengan metode isoelektric

presipitation seperti yang dijelaskan Salcedo-Chavez et al. (2002) dengan sedikit

modifikasi. Supernatan hasil sentrifugasi dari proses ekstraksi biji melinjo

sebanyak 42,5 mL diatur pHnya mencapai pH 4 dengan menambahkan 1 N HCl.

Pada pH ini sebagian besar protein akan mengendap dititik isoelektriknya akibat

peningkatan interaksi elektrostatis antar molekul protein sehingga interaksi

elektrostatis protein dengan air mengalami penurunan (Salcedo-Chavez et al.,

2002). Setelah itu, dilakukan pemisahan bagian terlarut menggunakan sentrifugasi

selama 10 menit dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 40 C. Bagian tidak

terlarut (pelet) dilarutkan dengan aquadest sebanyak 11,5 mL dan diatur pHnya

sampai pH 8-9 dengan menggunakan 1 N NaOH. Proses ini menghasilkan protein

isolate biji melinjo (Gg-PI) sebanyak 12,5 mL dengan total protein 73 mg. Hasil

produksi bertahap Gg-PK, Gg-PI, dan Gg-PH dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Page 62: Draft Tugas Akhir mlinjo

46

Tabel 4.1 Hasil Produksi Bertahap Protein Biji Melinjo (Gnetum gnemon L.)

Sampel

Uji

Volume

(mL)

Konsentrasi

(mg/mL)

Total Protein

(mg)

Recovery

(%)*

Gg-PK 42,5 4,66 ± 0,05 197,9 100

Gg-PI 12,5 5,84 ± 0,21 73 36,8

Gg-PH 6,4 2,88 ± 0,01 18,4 9,3

*) % Recovery menunjukkan persentase protein yang didapat dalam proses

ekstraksi

4.3 Hidrolisis Protein Biji Melinjo (Gg-PH) dan Penentuan Derajat Hidrolisis

(DH)

Protein isolate (Gg-PI) merupakan material awal yang bagus untuk

memproduksi protein hidrolisat, ini dikarenakan konsentrasi protein yang tinggi

memberikan peluang yang besar bagi enzim alcalase untuk memotong ikatan

peptida kompleks sehingga menurunkan berat molekul dan meningkatkan

kemampuan fungsional protein seperti meningkatkan derajat kelarutan dititik

isoelektrik dan lebih stabil terhadap pemanasan tanpa mempengaruhi nutrisi yang

terkandung didalamnya (Zhidong et al., 2013). Hidrolisis enzimatik menggunakan

alcalase bisa mendapatkan protein hidrolisat yang berat molekulnya relatif lebih

kecil karena sisi pemotongan ikatan peptida memiliki spectrum yang lebih luas

dibandingkan dengan beberapa enzim seperti tripsin yang hanya memotong ikatan

peptida dengan gugus fungsional arginin dan lisin, sedangkan alcalase memotong

ikatan peptida pada gugus hidrofobik seperti alanin, prolin, fenilalanin, leusin,

prolin, dan isoleusin (Sujith dan Hymavathi, 2011).

Produksi protein hidrolisat (protein Gg-PH) dilakukan dengan

menghidrolisis protein isolat (protein Gg-PI) dengan menggunakan alcalase

dengan perbandingan E/S (Enzim/Substrat) 0,2% pada kondisi suhu 50oC pada pH

8 selama 7-8 jam (Siswoyo et al., 2012). Material awal Gg-PI sebanyak 12,5 mL

(total protein 73 mg) digunakan sebagai bahan hidrolisis enzimatik dengan

menambahkan alcalase sebanyak 146 µL yang sudah diencerkan 10x dari stok

Alcalase 24 FLG menggunakan buffer fosfat 0,2 N pH 7,4. Proses hidrolisis Gg-

PI oleh alcalase menghasilkan produk berupa campuran peptida dan asam-asam

Page 63: Draft Tugas Akhir mlinjo

47

amino bebas (Gg-PH) melalui pemecahan ikatan peptida. Inaktivasi enzim

dilakukan melalui inkubasi hidrolisat pada suhu 95oC selama 10 menit.

Selanjutnya protein terhidrolisis yang terbentuk dipisahkan antara pelet dan

supernatan secara sederhana dengan sentrifugasi dengan kecepatan 5.000 rpm

selama 10 menit pada suhu 150C. Supernatan ini yang selanjutnya disebut dengan

protein terhidrolisis (Gg-PH). Protein hidrolisat yang diperoleh dalam proses ini

sebanyak 6,4 mL dan total protein 18,4 mg.

Derajat hidrolisis (DH) digunakan untuk memonitoring reaksi hidrolisis

dalam memotong ikatan peptida. Metode TNBS dipergunakan dalam penentuan

derajat hidrolisis, dimana reaksi primer asam amino dengan reagen TNBS

membentuk kromofor yang kemudian diukur absorbansinya dengan

spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang (λ) 420 nm, sehingga semakin

banyak konsentrasi peptida atau asam amino maka intensitas warna makin kuat

dan absorbansinya makin tinggi (Adler-Nissen, 1979). Persentasi derajat hidrolisis

(DH) ditentukan dengan mengetahui total asam amino dari sampel awal Gg-PI

dan total asam amino dari sampel terhidrolisis Gg-PH. Total asam amino

didefinisikan sebagai 100% sampel terhidrolisis dengan menggunakan perlakuan

6 N HCl pada 1100C selama 12 jam di dalam vacum oven (Chel-Guerrero et al.,

2012). Penggunakan asam dan suhu ekstrim tersebut mampu memotong seluruh

ikatan peptida pada protein Gg-PI, kemudian setelah Gg-PI dihidrolisis secara

asam dianalisis konsentrasi asam aminonya beserta sampel Gg-PH menggunakan

metode TNBS. Hasil perhitungan derajat hidrolisis (DH) Alcalase dalam

menghidrolisis Gg-PI sebesar 40,6%, tingginya derajat hidrolisis menunjukkan

bahwa peptida atau asam amino yang terbentuk semakin banyak sehingga

menghasilkan protein hidrolisat dengan berat molekul lebih kecil.

4.4 Pola Pita Protein Biji Melinjo pada Elektroforesis SDS-PAGE

Elektroforesis adalah suatu proses migrasi atau perpindahan molekul

bermuatan didalam suatu media bermuatan listrik, dimana kecepatan migrasinya

bergantung kepada muatan, ukuran, dan bentuk setiap molekul yang terlibat. Pada

saat arus listrik diberikan, molekul bermigrasi melalui media gel, molekul yang

Page 64: Draft Tugas Akhir mlinjo

48

lebih kecil akan bermigrasi lebih cepat, sehingga terjadi pemisahan (Dunn, 1989).

Metode paling umum untuk memisahkan protein adalah dengan cara

elektroforesis menggunakan discontinuous polyacrylamide gel sebagai medium

penyangga dan Sodium Dodecyl Sulphate (SDS) untuk mendenaturasi protein.

Fungsi dari elektroforesis adalah untuk mengetahui pola protein yang terdapat

pada biji melinjo dan mengetahui berat molekul dari protein yang terkandung

didalamnya. Proses hidrolisis protein bertujuan untuk menurunkan berat molekul

protein melalui pemotongan ikatan peptida, hal ini dapat dilihat dari profil

proteinnya pada jumlah protein yang sama, yaitu sebesar 40,7 μg. Hasil SDS

PAGE pada protein biji melinjo Gg-PK, Gg-PI, dan Gg-PH dapat dilihat pada

gambar 4.1.

Gambar 4.1 Elektroforesis SDS-PAGE. M = Marker Protein; PK = Protein Kasar

(Gg-PK); PI = Protein Isolat (Gg-PI); PH = Protein Terhidrolisis (Gg-

PH)

C

A

B

M PI PH

Berat Molekul (kDa)

100

KDa 70

50

40

30

20

15

PK

Page 65: Draft Tugas Akhir mlinjo

49

Tabel 4.2 Perbandingan pita protein hasil SDS-PAGE dari sampel protein biji

melinjo (Gnetum gnemon L.)

Protein Rf PK PI PH

A 0,33 ++ ++ -

B 0,41 + + -

C 0,71 +++ +++ +

Keterangan : (-) Tidak ada pita

(+) Ada pita (tidak jelas)

(++) Ada pita (jelas)

(+++) Ada pita (sangat jelas)

Gambar 4.1 diatas menjelaskan hasil elektroforesis pada protein biji

melinjo Gg-PK, Gg-PI, dan Gg-PH. Pada Gg-PK dan Gg-PI terdapat tiga pita

protein yang mendominasi dengan perkiraan berat sebesar 50 kDa dan 40 kDa,

serta berat 15 kDa. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya,

bahwa protein yang mendominasi pada perkiraan berat 15 kDa (Siswoyo et al.,

2014). Kesamaan profil pita protein pada Gg-PK dan Gg-PI menunjukkan bahwa

Gg-PI tidak mengalami modifikasi struktur protein melainkan hanya peningkatan

konsentrasi protein yang didapat melalui metode isoelektrik presipitation. Profil

pita Protein hidrolisat biji melinjo (Gg-PH) didominasi oleh berat molekul 15 kDa

dan tidak terdapat pita protein dengan berat 50 kDa dan 40 kDa. Protein 50 kDa

dan 40 kDa yang menghilang menunjukkan bahwa terdapat modifikasi struktur

protein setelah adanya proses pencernaan oleh enzim alcalase, ditandai dengan

perubahan berat molekul protein menjadi lebih kecil sebesar 15 kDa atau lebih

kecil. Hidrolisis enzimatik bekerja dengan memotong protein tanpa merusak

kandungan asam amino didalamnya. Hidrolisis enzimatik meningkatkan asam

amino bebas yang ditunjukkan dengan modifikasi struktur protein dengan berat

molekul yang lebih kecil (Carthy et al., 2013). Hidrolisis ikatan peptida akan

menyebabkan beberapa perubahan pada protein, yaitu meningkatkan kelarutan

karena bertambahnya kandungan NH3+

dan COO- dan berkurangnya berat

molekul protein atau polipeptida serta rusaknya struktur globular protein (Pace et

al, 2004)

Page 66: Draft Tugas Akhir mlinjo

50

4.5 Uji Aktivitas Penghambatan Alfa Amilase

Alfa Amilase / α-amilase (α-1,4-glukan-4-glukanohidrolase ) merupakan

famili endoamilase yang secara acak mengkatalisis hidrolisis awal ikatan

glikosidik α-(1,4) dalam pati menjadi oligosakarida lebih pendek dengan berat

molekul yang rendah, seperti glukosa, maltosa, dan unit maltotriosa. (Pandey et

al, 2001 in Arunsasi et al, 2010; Souza & Magalhaes, 2010; Mishra & Dadhich,

2010). Produk akhir reaksi α-amilase adalah oligosakarida dengan berbagai

panjang dengan konfigurasi-α, α-limit dekstrin, yang merupakan campuran

maltosa, maltotriosa, dan oligosakarida bercabang yang terdiri dari 6-8 unit

glukosa yang mengandung ikatan α-1,4 dan α-1,6 (Souza and Magalhaes, 2010).

Pengujian inhibisi enzim alfa amilase adalah uji untuk mengetahui

penurunan aktivitas enzim alfa amilase dalam memecah pati sehingga hasilnya

adalah penurunan daya cerna pati. Pati dihidrolisis oleh enzim alfa amilase

menjadi gula-gula sederhana. Semakin tinggi daya cerna suatu pati berarti

semakin banyak pati yang dapat dihidrolisis dalam waktu tertentu yang

ditunjukkan oleh semakin banyaknya glukosa dan maltosa yang dihasilkan.

Glukosa dan maltosa dapat bereaksi dengan DNS (asam dinitrosalisilat) sehingga

kadar keduanya dapat diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang

540 nm. Semakin kecil nilai absorbansi maka semakin besar persen inhibisi

sampel, begitu juga sebaliknya. Hal ini juga dapat ditentukan dengan intensitas

warna kuning yang terjadi terhadap maltosa yang bereaksi dengan DNS. Semakin

berkurang intensitas warna kuning yang terjadi maka semakin sedikit maltosa

yang terbentuk sehingga persen inhibisi semakin tinggi.

Page 67: Draft Tugas Akhir mlinjo

51

Gambar 4.2 Aktivitas Penghambatan Alfa Amilase pada Berbagai Sampel Protein

Biji Melinjo (Gnetum gnemon L.)

Pada gambar 4.2 menunjukan hasil pengujian masing-masing jenis protein

terhadap alfa amilase dengan konsentrasi yang sama (0,2 μg/mL) yaitu protein

kasar (Gg-PK) memiliki aktivitas penghambatan mencapai 44,38 ± 1,87%, protein

isolat (Gg-PI) mencapai 18,41 ± 1,78%, dan protein terhidrolisis (Gg-PH)

mencapai 72,09 ± 0,58% sedangkan acarbose sebagai kontrol positif memiliki

aktivitas penghambatan mencapai 97,29 ± 0,89%.

Analisis data menggunakan software IBM SPSS 21. Data diuji

menggunakan uji One Way ANOVA (lampiran D). Uji One Way ANOVA

dilakukan untuk menguji data apakah rata-rata lebih dari dua sampel berbeda

secara signifikan (nyata) atau tidak. Hasil uji menunjukkan angka signifikansi

sebesar 0,000 (p < 0,05), ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh

dari pemberian sampel uji protein biji melinjo (Gnetum gnemon L.) terhadap

aktivitas enzim alfa amilase.

4.6 Uji Aktivitas Penghambatan Alfa Glukosidase

Alfa glukosidase adalah enzim yang mengkatalis pemotongan ikatan

glikosidik pada oligosakarida. Beberapa glukosidase yang bekerja spesifik dalam

memotong ikatan glikosidik bergantung pada jumlah, posisi, atau konfigurasi grup

Page 68: Draft Tugas Akhir mlinjo

52

hidroksil di dalam molekul gula (de Melo et al., 2006). Oleh karena itu pada

kondis hiperglikemia dimana konsentrasi gula pada darah tinggi melibihi normal

seperti yang terjadi pada penderita diabetes, penghambatan aktivitas enzim alfa

amilase dan alfa glukosidase dapat membantu mengatasi kondisi hiperglikemia

kerena jumlah monosakarida yang dapat diserap oleh usus menjadi berkurang.

Uji penghambatan aktivitas enzim alfa glukosidase dilakukan untuk

mengetahui penurunan glukosa yang merupakan tanda adanya aktivitas

penghambatan. Maltosa sebagai substrat dihidrolisis oleh alfa glukosidase

menjadi glukosa dan glukosa. Glukosa tersebut direaksikan dengan glucose

oxidase untuk menghasilkan asam glukonat dan hydrogen peroksida (Ngwe et al.,

2011). Hydrogen peroksida tadi direaksikan dengan 4-aminoantipyrine, phenol

dan peroxidase sebagai katalisnya untuk menghasilkan warna sehingga kadar

glukosa tersebut dapat diukur dengan spektrofotometri pada panjang gelombang

500 nm (Vinodu dan Padmanabhan, 2001) menggunakan spektrofotometer UV-

Vis. Aktivitas penghambatan juga dapat ditentukan dengan intensitas warna

merah yang terjadi terhadap hydrogen peroksida yang bereaksi dengan 4-

aminoantipyrine, phenol dan peroxidase. Semakin berkurang intensitas warna

merah yang terjadi maka semakin sedikit hydrogen peroksida yang terbentuk

sehingga persen inhibisi semakin tinggi.

Pada gambar 4.3 menunjukan hasil pengujian masing-masing jenis protein

terhadap enzim alfa glukosidase dengan konsentrasi yang sama (200 μg/mL) yaitu

protein kasar (Gg-PK) memiliki aktivitas penghambatan mencapai 29,6 ± 2,2%,

protein isolat (Gg-PI) mencapai 12,6 ± 1,7%, dan protein terhidrolisis (Gg-PH)

mencapai 85,7 ± 1,5% sedangkan acarbose sebagai kontrol positif memiliki

aktivitas penghambatan mencapai 97,1 ± 0,3%.

Page 69: Draft Tugas Akhir mlinjo

53

Gambar 4.3 Aktivitas Penghambatan Alfa Glukosidase pada Berbagai Sampel

Protein Biji Melinjo (Gnetum gnemon L.)

Analisis data menggunakan software IBM SPSS 21. Data diuji

menggunakan uji One Way ANOVA (lampiran D). Uji One Way ANOVA

dilakukan untuk menguji data apakah rata-rata lebih dari dua sampel berbeda

secara signifikan (nyata) atau tidak. Hasil uji menunjukkan angka signifikansi

sebesar 0,000 (p < 0,05), ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh

dari pemberian sampel uji protein biji melinjo (Gnetum gnemon L.) terhadap

aktivitas enzim alfa glukosidase.

Acarbose merupakan senyawa oligosakarida yang berasal dari proses

fermentasi mikroorganisme Actinoplanes uthaenis, dikenal dengan nama kimia O-

4,6-dideoxy-4-[[(1S,4R,5S,6S)-4,5,6-trihydroxy-3-(hydroxtmethyl)-2-cyclohexen-

1-yl] amino]-a-D-glucopyranosyl-(1->4)-O-a-D-glucopyranosyl-(1->4)-D-glucose

dan memiliki rumus empiris C25H43NO18. Senyawa oligosakarida kompleks ini

merupakan inhibitor kompetitif potensial dari enzim alfa amilase dan alfa

glukosidase untuk memecah pati, dekstrin, maltose dan sukrosa hingga

meghasilkan monosakarida yang dapat dicerna. Berdasarkan sifat tersebut maka

acarbose merupakan salah satu agen antidiabetik oral bagi pasien penderita

diabetes melitus tipe 2. Efek samping yang dirasakan kebanyakan pasien yang

Page 70: Draft Tugas Akhir mlinjo

54

menggunakan akarbose adalah flatulensi, diare, dan sakit perut (Hollander et al.,

1997) .

Aktivitas penghambatan oleh sampel protein biji melinjo dengan

konsentrasi (200 μg/mL) seperti pada gambar 4.2 dan 4.3 dapat disimpulkan

bahwa protein terhidrolisis (Gg-PH) mempunyai kemampuan paling tinggi dalam

menghambat aktivitas enzim alfa amilase dan alfa glukosidase. Presentase

penghambatan Gg-PK lebih besar daripada Gg-PI dikarenakan Gg-PK masih

terdapat senyawa sekunder seperti flavonoid yang larut dalam air dan turut

terekstraksi (Santoso et al., 2010 ; Kato et al., 2011), dibandingkan dengan

protein isolate yang diharapkan hanya mengandung protein (protein murni dengan

konsentrasi tinggi). Banyak penelitian membuktikan bahwa senyawa fitokimia

memiliki kemampuan untuk menghambat kerja enzim alfa amilase dan alfa

glukosidase seperti senyawa dari golongan alkaloid (Patel et al., 2012), triterpenes

(Lai et al., 2012) dan flavonoid (Wang et al., 2010). Menurut Kim et al., (2008)

sebagian besar inhibitor alfa amilase dan alfa glukosidase bekerja dengan cara

meniru posisi transisi unit piranosidik dari substrat glukosidase alami, sehingga

diduga mekanisme penghambatan adalah berupa penghambatan kompetitif.

Kemampuan dari protein terhidrolisis yang paling efektif menghambat

aktivitas enzim alfa amilase dan alfa glukosidase tidak terlepas dari proses

hidrolisis enzimatik yang menghasilkan bioaktif peptida. Bioaktif peptida tersusun

atas asam amino rantai pendek yang aktivitasnya bergantung pada kompisisi dan

urutan asam amino (Jae et al., 2007). Menurut penelitian sebelumnya urutan asam

amino yang memiliki kemampuan menghambat aktivitas enzim alfa amilase

adalah GHWYYRCW (Gly-His-Thr-Tyr-Tyr-Arg-Cys-Thr) (Maresova et al.,

2005) dan RHWYYRYW (Arg-His-Thr-Tyr-Tyr-Arg-Tyr-Thr) (Ochiai et al.,

2012) di mana urutan ketiga, keempat, kelima, dan keenam residu yaitu WYYR

(Trp-Tyr-Tyr-Arg) dalam peptida sebagai urutan penting untuk aktivitas

penghambatan enzim alfa amilase karena saat terjadi penghambatan secara

kompetitif susunan WYYR inilah yang berinteraksi dengan sisi aktif dari enzim

alfa amilase. Sedangkan urutan asam amino yang telah diketahui memiliki

kemampuan menghambat aktivitas enzim alfa glukosidase secara kompetitif di

Page 71: Draft Tugas Akhir mlinjo

55

sisi aktif enzim adalah CGHHHRDYC (Cys-Gly-His-His-His-Arg-Asp-Tyr-Cys)

(Roskar et al., 2015). Komposisi asam amino pada biji melinjo yang sebagian

besar tersusun atas Gly, His, Thr, Tyr, Arg, dan Cys yang mungkin berkorelasi

dengan besarnya penghambatan aktivitas enzim alfa amilase dan alfa glukosidase.

Page 72: Draft Tugas Akhir mlinjo

59

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa protein

terhidrolisis (Gg-PH) biji melinjo mempunyai aktivitas penghambatan enzim alfa

amilase dan alfa glukosidase paling tinggi diantara sampel tahapan pemurnian protein

lainnya, ditunjukkan dengan presentase penghambatan alfa amilase sebesar 72,09 ±

0,58% dan presentase penghambatan alfa glukosidase sebesar 85,7 ± 1,5%.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan uji lanjutan untuk mengetahui konsentrasi protein biji melinjo

(Gnetum gnemon L.) yang paling efektif dalam menghambat aktivitas enzim alfa

amilase dan alfa glukosidase.

2. Perlu dilakukan uji lanjutan seperti uji in vivo, uji toksisitas, dan uji klinis agar

protein biji melinjo (Gnetum gnemon L.) dapat dimanfaatkan secara maksimal.

3. Perlu dilakukan uji lanjutan tentang susunan asam amino protein biji melinjo

(Gnetum gnemon L.) agar dapat diketahui mekanisme penghambatannya dengan

pasti.

Page 73: Draft Tugas Akhir mlinjo

60

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Djaeni Sediaoetomo.2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa & Profesi Jilid 1.

Jakarta: Dian Rakyat.

Agus Krisno Budiyanto. 2004. Gizi pada anak. In: Dasar-dasar ilmu gizi. 2nd ed.

Ed: Universitas Muhammadiyah. UMM Press. Malang. p43-4.

Arunsasi, ManthiriKani S, Jegadeesh G and Ravikumar M. Submerged

Fermentation Of Amylase Enzyme Byaspergillus Flavus Using Cocos

Nucifera Meal. Kathmandu University Journal Of Science, Engineering

And Technology. Department of plant biology and plant

biotechnologyGovt. Arts College for men’s, Nandanam, Chennai. 2010.

6(2). 75-87.

Asri, I.W.Y.2010. Analisis Usaha Industri Emping Melinjo Skala Rumah Tangga

Di Kabupaten Magetan. Skripsi. Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret. [serialonline].

http://eprints.uns.ac.id/204/1/170492411201011352.pdf. [15 Agustus

2014].

Astawan M. 2009. Hand Out Metode Evaluasi Nilai Biologis Komponen Pangan.

Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Bintang, Maria. Biokimia. Jakarta: Erlangga, 2010.

Bradford, M., (1976), Rapid and sensitive method for the quantitation of

microgram quantities of protein utilizing the principle dye binding,

Analytical of Biochemistry., 72, 248−254.

Page 74: Draft Tugas Akhir mlinjo

61

Cai YZ, Luo Q, Sun M, Corkea H. 2007. Antioxidant activity and phenolic

compound of 112 traditional chinese medicinal plants associated with

anticancer. Life Sci 74: 2157-2184.

Calder PC, Geddes R. Acarbose is a competitive inhibitor of mammalian

lysosomal acid alpha-Dglucosidases. Carbohydr Res, [Online]. Abstract

from Department of Biochemistry, University of Auckland, New Zealand.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov. [17 November 2014]

Chisholm-Bums, M.A., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Malone, P.M.,

Kolesar, J.M., et al. (2008). Pharmacotherapy Principles and Practice. New

York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Corwin, E.J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Ter. Dalam Handbook of

Pathophysiology oleh Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC. 629-640.

Corwin, Elizabeth J. 2008. The Pancreas and Diabetes Mellitus. Dalam

Handbook of Pathophysiology (3rd

edition, hal. 550-570. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins.

Coskun, O., Kanter, M., Kormaz, A., dan S. Oter. 2005. Querssetin, a flavonoid

antioxidant, prevent and protects streptozocin induced oxidative stress and

β cell damage rat pancreas. Pharmacological Research. 192: 117 – 123.

Cummings J, Mann J. 2009. Carbohydrates. Di dalam: Mann J, Truswell AS

(eds.). Essentials of Human Nutrition. New York: Oxford University

Press, pp 35-71

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 2005. Jumlah penderita diabetes Indonesia

ranking ke-4 di dunia. Berita Dep. Kes. RI. 5 September 2005.

Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes

Melitus. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Page 75: Draft Tugas Akhir mlinjo

62

DiPiro, J.T., Talbert, R.L. Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M.

(2005). Pharmacotherapy sixth edition. New York: McGraw-Hill.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1996. Kandungan Gizi

Melinjo, Jakarta: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. (2005). Pharmaceutical care untuk penyakit diabetes

mellitus. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Fatchiyah. Arumingtyas, Estri Laras. 2006. Kromosom, Gen, DNA, Sinthesis

Protein dan Regulasi. Akses tanggal 05 September 2014, 16:40.

http://inherent.brawijaya.ac.id/biomol/materi

Gandjar, I. G., & Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Gao H, Huang YN, Gao B, Li P, Inagaki C, Kawabata J. 2008. Inhibitory effect

on α-glucosidase by Adhatoda vasica Nees. Food Chem 108: 965-972.

Grainer bio-one. (2008). Application Note: UV/VIS Spectroscopy in Microplates

UV Star®, μClear®, MICROLON® and CELLSTAR®. Grainer bio-one.

Girindra, A. 2000. Biokimia I. Gramedia. Jakarta.

Hancock, R.E.W. Cationic Antimicrobial Peptides: Towards Clinical

Applications. Expert Opinion On Investigational Drugs, (2000), Vol. 9, P.

1723-1729.

Info Obat Indonesia. 2009. Acarbose. http://infodrugindonesia.blogspot.com [15

September 2014]

Page 76: Draft Tugas Akhir mlinjo

63

Jae, Yong Je, Zhong-ji Qian, Hee-Guk Byun, and Se-Kwon Kim.2007.

Purification and Characteristic of an Antioxidant Peptide Obtained from

Tuna Backbone Protein by Enzymatic Hydrolisis. Process Biochem

Kato, E., Tokunaga, Y., Sakan, F. (2009).Stillbenoids Isolated from the Seeds of

Melinjo (Gnetum gnemon L.) and Their Biological Activity. Japan. J. Agric

Food Chem, 57 (6), 2544-2549.

Kato H, Samizo M, Kawabata R, Takano F, Ohta T.2011. Stillbenoids dari

melinjo (Gnetum gnemon L.) Buah memodulasi sitokin produksi murine

Peyer Patch sel ex vivo. Planta Med. 77 (10) :1027-1034.

Lai YC, Chen CK, Tsai SF, Lee SS.2012. Triterpenes as alpha glucosidase

inhibitors from Fagus hayate. Phytochemistery 74: 206-211. DOI:

10.1016/j.phytochem.2011.09.016.

Lee SH, Park MH, Heo SJ. Kang SM, Ko SC, Han JH, Jeon YJ. 2010. Dieckol

isolated from Ecklonia cava inhibits α-glucosidase and α-amylase in vitr

and alleviates postprandial hyperglicemia in streptozotocin –induced

diabetic mice. Food Chem Toxicology 48 : 2663-3637.

Linn, W.D., Wofford, M.R., O’Keefe, M.E., & Pose, L.M.(2009).

Pharmacotherapy in primary care. New York: McGraw-Hill.279-

280;285-290.

Mann J, Truswell AS. 2009. Essentials of Human Nutrition. New York: Oxford

University Press.

Manner, H. I. dan Elevitch, C.R.2006. Gnetumgnemon (gnemon). Ver 1. 1. In:

Elevitch, C.R. (ed.). Spesies Profiles for Pacific Insland Agroforestry.

Hawai: Permanent Agricultur Resources (PAR): 1-9.

Maresova L., Pavlik M, Horn M, and Mares M, Chem. Biol., 12, 1349-1357

(2005).

Page 77: Draft Tugas Akhir mlinjo

64

Marshall, S. H. (2003) Antimicrobial Peptides: A Natural Alter-native To

Chemical Antibiotics And a Potential For Applied Biotechnology.

Electronic Journal of Biotechnology. 6: 271-284.

Mayur B, Sandez S, Shrutí S, Sung-Yum S. 2010. Antioxidant and alpha-

Glucosidase inhibitory properties of Carpesium abrotanoides L. J Med

Plant Res 4 (15) : 1547-1553.

McCue P, Vattem D, Shetty K. 2004. Inhibitory effect of clonal oregano extracts

against porcine pancreatic amylase in vitro. Asia Pac J Clin Nutr 13 (4):

401-408.

McDougall GJ, Kulkarni NN, Stewart D. 2009. Berry poliphenol inhibit

pancreatic lipase activity in vitro. Food Chem 115: 193-199.

Mishra, BK and Dadhich SK. Production of Amylase and Xylanase Enzymes from

Soil Fungi of Rajasthan. Journal Adv. Dev. Res. 2010. 1(1). 21-23

Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi: Sumber,

Fungsi, dan Kebutuhan bagi Tubuh Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan.

Murray, R.K., Granner, O.K., & Rodwell, U.W.(2009). Biokimia Harper edisi 27

terjemahan dari Harper’s Biochemistry 27th

oleh Brahm U. Pendit.

Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. 53, 65, 69-72.

Muhlisah, F., 2001. Tanaman Obat Keluarga. Edisi ke-7. Penerbit Penebar

Swadaya, 7-12. Jakarta.

Ngwe, H., kyin, S., & Nyo, H. H. 2011. Chemical Analysis and α-Glucosidase

Inhibitory effect of Bizat Leaves (Eupatorium odoratum L.). Universitas

Research Journal. Vol. 4 (3): 1-11.

Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka

Cipta.

Page 78: Draft Tugas Akhir mlinjo

65

Ono Y, Hattori E, Fukaya Y, Imai S, Ohizumi Y. 2005. Anti-obesity effect of

Nelumbo nucifera leaves extract in mice and rats. J Ethnopharm 106:

236-244.

Ortiz, S. E. Molina., dan Wagner, J. R. 2002. Hydrolysates of Native and

Modified Soy Protein Isolate: structural characteristics, solubility and

foaming properties. Food Research International (35): 511-518.

Patel MB, Mishra SM. 2012. Magnoflorine from Tinospora cordifolia stem

inhibits alpha glucosidase and is antiglycemic in rats. J Funct Foods 4: 79-

86. DOI: 10.1016/j.jff.2011.08.002.

PERKENI. 2011. Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2

di Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.

Roskar I., Molek P., Vodnik M., Stempelj M., Strukelj B., Lunder M. 2015.

Peptide Modulators of Alpha Glucosidase. Ljubeljana: Journal of Diabetes

Investigation.

Santoso, Martha., Yuko Nata, Clement Angkawidjaja, Tomoko Yamaguchi,

Teruyoshi Matoba, and Hithosi Takamura. 2010. Antioxidant and DNA

Damage Prevention Activities of the Edible Parts of Gnetum gnemon and

Their Changes upon Heat Treatment. Food Sci. Technol. Res., 16(6), 549-

556.

Shai LJ, Masako P, Mokgotho MP, Magono SR, Mogale AM, Boadou N, Ellof

JN. 2010. Yeast alpha glucosidase inhibitory and antioxidant activities of

six medicinal plants collected in Phalaborwo, South Africa. South Afri J of

Botany 76: 465-470.

Siswoyo, T.A and Aldino, M (2007) Free Radical Scavenging Activity and

Phenolic Content of Mlinjo Tree (Gnetum gnemon L.). International

Conference of Chemistry Science, UGM, Yogyakarta.

Page 79: Draft Tugas Akhir mlinjo

66

Siswoyo, T.A. (2011). Biji melinjo tingkatkan daya tahan. Harian Kompas, 27

Januari 2011.

Siswoyo, T.A., Eka M., Lee K.O. and Hosokawa K. (2011) Isolation and

Characterization of Antioxidant Protein Fractions From Melinjo (Gnetum

gnemon) Seed. J. Agricultural and Food chemistry. 59, 5648–5656.

Soegondo. 2008. Hidup Secara Mandiri dengan Diabetes Melitus Kencing Manis

Sakit Gula. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Souza PM and Magalhães PO. Application Of Microbial Α-Amylase In Industry .

A Review. Departamento de Ciências Farmacêuticas, Faculdade de

Ciências da Saúde, Universidade de Brasília, Brasília, DF,

Brasil.Submitted. 2010.

Suherman, S.K. (2007). Insulin dan Antidiabetik Oral. dalam S.G.Gunawan, R.

Setiabadi, Nafrialdi, & Elysabeth, Farmakologi dan Terapi (pp.421-495).

Jakarta: Departement Farmakologi & Terapeutik FK UI.

Tadera K, Minami Y, Takamatsu K, Matsuoka T. 2006. Inhibition of α-

glucosidase and α-amylase by flavonoids. J Nutrion Sci and Vitamin 52

(2): 149:153.

Thalapeneni NR, Chidambaram KA, Ellapan T, Sabapathi ML, Mandal SC. 2008.

Inhibition of carbohydrate digestive enzymes by Talinum portulacifolium

(Forssk) leaf extract. J Compl Integ Med 5 (1): 1-10.

Tjirosoepomo, G.2004. Taksonomi Tumbuhan (spermatophyte). Cetakan ke

delapan. UGM press. Hal 244.

Vasista, P.C., 1983, Botany for Degree Students. S.Chand & Company. Anonim,

Journal of Ethropharmacology, USA.

Page 80: Draft Tugas Akhir mlinjo

67

Vinodu, M.V & Padmanabhan, M. 2001. Peroxide-like catalytic activities of ionic

metallophorphyrins supported on functionalized polystyrene surface. Proc.

Indian Acad. Sci. (Chem. Sci.). Vol. 113 (1): 1 – 9.

Wang H, Du YJ, Song HC. 2010. Alpha glucosidase and alpha amylase inhibitory

activities of guava leaves. Food Chem 123: 6-13.

Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Yu, L. (2008). Wheat Antioxidants. United States Of America: Wiley.

Page 81: Draft Tugas Akhir mlinjo

68

y = 33.34x - 0.213R² = 0.977

-5

0

5

10

15

20

25

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

kon

sen

tras

i (μ

g/μ

L)

Hasil absorbansi

Kurva Standart BSA

Lampiran A. Perhitungan Kandungan Protein Biji Melinjo

A.1 Standart BSA untuk Penentuan Total Protein Terlarut

A.2 Hasil Pengukuran Konsentrasi Protein Terlarut

Konsentrasi BSA

(μg/mL)

Hasil Absorbansi

0 0

2 0.043

5 0.169

10 0.349

15 0.484

20 0.553

SAMPEL ABSORBANSI KONSENTRASI

(μg/μL)

RERATA

KONSENTRASI

VOLUME

(mL)

JUMLAH

PROTEIN

(mg) U1 U2 U3 U1 U2 U3

Gg-PK 0.700 0.713 0.701 4.63 4.71 4.63 4.66 ± 0.05 42,5 197,9

Gg-PI 0.852 0.882 0.914 5.64 5.84 6.05 5.84 ± 0.21 12,5 73

Gg-PH 0.437 0.439 0.439 2.87 2.88 2.88 2.88 ± 0,01 6,4 18,4

Page 82: Draft Tugas Akhir mlinjo

69

Lampiran B. Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase

B.1 Perhitungan aktivitas penghambatan Alfa Amilase

B.2 Perhitungan aktivitas penghambatan Alfa Glukosidase

SAMPEL

S+ S- S(+) - S (-)

Penghambatan (%) rerata

(%) STDEV

U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3

Gg-PK 0.754 0.763 0.753 0.375 0.39 0.396 0.379 0.373 0.357 27.8 29.0 32.0 29.6 2.2

Gg-PI 0.779 0.797 0.78 0.33 0.335 0.314 0.449 0.46 0.466 14.5 12.0 11.2 12.6 1.7

Gg-PH 0.695 0.7 0.712 0.626 0.627 0.628 0.069 0.07 0.084 86.9 86.1 84.0 85.7 1.5

Akarbose 0.051 0.051 0.051 0.037 0.036 0.034 0.014 0.02 0.017 97.3 97.1 96.8 97.1 0.3

B 0.746 0.746 0.746 0.213 0.22 0.229 0.533 0.526 0.517

SAMPEL S+ S- S(+) - S (-)

Penghambatan (%) rerata

(%) STDEV

U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3

Gg-PK 0.530 0.535 0.538 0.432 0.438 0.446 0.098 0.097 0.092 43.023 43.605 46.512 44.38 1.87

Gg-PI 0.595 0.597 0.598 0.458 0.456 0.455 0.137 0.141 0.143 20.349 18.023 16.860 18.41 1.78

Gg-PH 0.524 0.519 0.526 0.477 0.471 0.477 0.047 0.048 0.049 72.674 72.093 71.512 72.09 0.58

Akarbose 0.067 0.065 0.062 0.062 0.059 0.059 0.005 0.006 0.003 97.093 96.512 98.256 97.29 0.89

K+ 0.449

K- 0.277

0.172

Page 83: Draft Tugas Akhir mlinjo

70

y = 0.057x + 0.045R² = 0.990

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

0.45

0 1 2 3 4 5 6 7

Nil

ai A

bso

rban

si

Konsentrasi L-Leucin

Kurva Standart Derajat Hidrolisis L-Leucin

Lampiran C. Perhitungan Derajat Hidrolisis

C.1 Standart derajat hidrolisis dengan L-Leucin

konsentrasi L-

Leucin (µL)

absorbansi

0 0

1 0.117

2 0.156

3 0.205

4 0.267

5 0.331

6 0.401

Page 84: Draft Tugas Akhir mlinjo

71

C.2 Hidrolisis asam Gg-PI

Tujuan : memotong seluruh ikatan peptida

Prinsip : sampel + HCl konsentrasinya 6 N HCl

Langkah : 12,08 N HCl diencerkan menjadi 6 N HCl

M1 x V1 = M2 x V2

12,08 N x V1 = 6 N x 500 µL

V1 = 248,3 µL

Jadi 12,08 N HCl diambil sebanyak 248,3 µL dan ditambahkan sampel Gg-PI

sebanyak 251,7 µL, kemudian diinkubasi 1100C selama 12 jam. Hasil hidrolisis Gg-

PI secara asam disebut sebagai Gg-PI(asam).

D.3 Perhitungan derajat hidrolisis

Konsentrasi Gg-PI = 5,84 µg/ µL

Total asam α-amino Gg-PI yang dihidrolisis secara asam (Gg-PI(asam))

248,3 µL Gg-PI + 251,7 µL 12,08 N HCl = 500 µL Gg-PI(asam) dengan

jumlah protein yang dimasukkan 1,45 mg.

Gg-PI(asam) yang diencerkan 7x untuk pengukuran α-amino

menggunakan metode TNBS (10 µL Gg-PI(asam) dalam 60 µL

aquadest) = Gg-PIasam 7x

Absorbansi 25 µL Gg-PIasam 7x pada λ 420 (TNBS) = 0.512 sehingga

jumlah asam α-amino dalam 25 µL Gg-PIasam 7x = 8,44 µg

Total asam α-amino terlarut sebesar 59.08 µg/146 mg protein atau

404,6 mg/g protein.

Total asam α-amino terlarut Gg-PH

Gg-PH diencerkan 2x untuk pengukuran α-amino menggunakan

metode TNBS (10 µL Gg-PH2x pada λ 420 (TNBS)= Gg-PH2x

Page 85: Draft Tugas Akhir mlinjo

72

Absorbansi 25 µL Gg-PHasam2x pada λ 420 (TNBS) = 0.524 sehingga

jumlah asam α-amino dalam 25 µL Gg-PHasam2x = 8,65 µg

Total asam α-amino terlarut sebesar 17.3µg/72 mg protein atau 240,2

mg/g protein.

Perhitungan derajat hidrolisis (DH)

DH = 404,6−240,2

404,6𝑥 100% = 40,6 %

Page 86: Draft Tugas Akhir mlinjo

73

Lampiran D. Pengujian Statistik Data Penelitian

D.1 Uji Normalitas Data

D.2 Uji Homogenitas Levene-Statistik

Enzim Alfa Amilase

Enzim Alfa Glukosidase

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

12 12

58,0426 56,2222

30,8960 37,5017

,169 ,271

,146 ,241

-,169 -,271

,584 ,937

,885 ,343

N

Mean

Std. Dev iation

Normal Parameters a,b

Absolute

Positive

Negative

Most Extreme

Dif f erences

Kolmogorov-Smirnov Z

Asy mp. Sig. (2-tailed)

Aktiv itas

enzim

Alpha

glukosidase

Test distribution is Normal.a.

Calculated f rom data.b.

Test of Homogeneity of Variances

Aktiv itas enzim

2,150 3 8 ,172

Levene

Stat ist ic df 1 df 2 Sig.

Test of Homogeneity of Variances

Alpha glukosidase

2,585 3 8 ,126

Levene

Stat ist ic df 1 df 2 Sig.

Page 87: Draft Tugas Akhir mlinjo

74

D.3 Uji One Way ANOVA

One Way Anova Parameter Enzim Alfa Amilase

Descriptives

Aktiv itas enzim

3 44,380 1,869 1,079 39,737 49,023 43,02 46,51

3 18,411 1,776 1,025 13,999 22,823 16,86 20,35

3 72,093 ,581 ,336 70,649 73,537 71,51 72,67

3 97,287 ,888 ,513 95,081 99,493 96,51 98,26

12 58,043 30,896 8,919 38,412 77,673 16,86 98,26

Gg-PK

Gg-PI

Gg-PH

Akarbose

Total

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

Lower

Bound

Upper

Bound

95% Conf idence

Interv al for Mean

Minimum Maximum

ANOVA

Aktiv itas enzim

10484,609 3 3494,870 1798,126 ,000

15,549 8 1,944

10500,158 11

Between Groups

Within Groups

Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Page 88: Draft Tugas Akhir mlinjo

75

Uji LSD Parameter Enzim Alfa Amilase

One Way Anova Parameter Alfa Glukosidase

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Aktiv itas enzim

LSD

25,9690* 1,1383 ,000 23,3440 28,5939

-27,7132* 1,1383 ,000 -30,3381 -25,0882

-52,9070* 1,1383 ,000 -55,5319 -50,2820

-25,9690* 1,1383 ,000 -28,5939 -23,3440

-53,6822* 1,1383 ,000 -56,3071 -51,0572

-78,8760* 1,1383 ,000 -81,5009 -76,2510

27,7132* 1,1383 ,000 25,0882 30,3381

53,6822* 1,1383 ,000 51,0572 56,3071

-25,1938* 1,1383 ,000 -27,8187 -22,5689

52,9070* 1,1383 ,000 50,2820 55,5319

78,8760* 1,1383 ,000 76,2510 81,5009

25,1938* 1,1383 ,000 22,5689 27,8187

(J) Perlakuan

Gg-PI

Gg-PH

Akarbose

Gg-PK

Gg-PH

Akarbose

Gg-PK

Gg-PI

Akarbose

Gg-PK

Gg-PI

Gg-PH

(I) Perlakuan

Gg-PK

Gg-PI

Gg-PH

Akarbose

Mean

Dif f erence

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

95% Conf idence Interv al

The mean dif f erence is signif icant at the .05 lev el.*.

Descriptives

Alpha glukosidase

3 29,587 2,166 1,251 24,206 34,968 27,81 32,00

3 12,571 1,693 ,977 8,366 16,777 11,24 14,48

3 85,651 1,480 ,854 81,975 89,326 84,00 86,86

3 97,079 ,291 ,168 96,357 97,802 96,76 97,33

12 56,222 37,502 10,826 32,395 80,050 11,24 97,33

Gg-PK

Gg-PI

Gg-PH

Akarbose

Total

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

Lower

Bound

Upper

Bound

95% Conf idence

Interv al for Mean

Minimum Maximum

Page 89: Draft Tugas Akhir mlinjo

76

Uji LSD Parameter Alfa Glukosidase

ANOVA

Alpha glukosidase

15450,473 3 5150,158 2095,221 ,000

19,664 8 2,458

15470,138 11

Between Groups

Within Groups

Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Alpha glukosidase

LSD

17,0159* 1,2801 ,000 14,0639 19,9678

-56,0635* 1,2801 ,000 -59,0154 -53,1115

-67,4921* 1,2801 ,000 -70,4440 -64,5401

-17,0159* 1,2801 ,000 -19,9678 -14,0639

-73,0794* 1,2801 ,000 -76,0313 -70,1274

-84,5079* 1,2801 ,000 -87,4599 -81,5560

56,0635* 1,2801 ,000 53,1115 59,0154

73,0794* 1,2801 ,000 70,1274 76,0313

-11,4286* 1,2801 ,000 -14,3805 -8,4766

67,4921* 1,2801 ,000 64,5401 70,4440

84,5079* 1,2801 ,000 81,5560 87,4599

11,4286* 1,2801 ,000 8,4766 14,3805

(J) Perlakuan

Gg-PI

Gg-PH

Akarbose

Gg-PK

Gg-PH

Akarbose

Gg-PK

Gg-PI

Akarbose

Gg-PK

Gg-PI

Gg-PH

(I) Perlakuan

Gg-PK

Gg-PI

Gg-PH

Akarbose

Mean

Dif f erence

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

95% Conf idence Interv al

The mean dif f erence is signif icant at the .05 lev el.*.