dm lansia done

26
MAKALAH KOMUNITAS II Diabetes Melitus pada Lansia Oleh : Kelompok 5 Edvina Novriani Gita Apri Lonia Nurlaila Rahmat Kurnia Kelas : III A S1 Keperawatan Dosen Pembimbing : Ns. Dewi Kurniawati, S.Kep, MS

Upload: gita-aprilonia

Post on 07-Dec-2015

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas komunitas

TRANSCRIPT

Page 1: DM Lansia Done

MAKALAH

KOMUNITAS II

Diabetes Melitus pada Lansia

Oleh :

Kelompok 5

Edvina NovrianiGita Apri Lonia

Nurlaila Rahmat Kurnia

Kelas : III A S1 KeperawatanDosen Pembimbing : Ns. Dewi Kurniawati, S.Kep, MS

STIKes YARSI SUMBAR BUKITTINGGIPROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK2015/2016

Page 2: DM Lansia Done

A. PENGERTIAN

Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan yang heterogen ditandai oleh

kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

Diabetes melitus merupakan keadaan hiperglikemia kronik yang disertai

berbagai kelainan metabolik yang diakibatkan gangguan hormonal dan menimbulkan

berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah

Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai dengan

metabolisme karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin atau

secara relatif kekurangan insulin.

Oleh sebab itu pada usia lanjut merupakan masa usia di mana terjadi perubahan-

perubahan yang menyebabkan terjadinya kemunduran fungsional pada tubuh. Salah

satunya adalah terjadinya penurunan produksi dan pengeluaran hormon yang diatur

oleh enzim-enzim yang juga mengalami penurunan pada usia lanjut. Salah satu

hormon yang menurun sekresinya pada usia lanjut adalah insulin. Hal ini merupakan

salah satu faktor penyebab terjadinya diabetes mellitus pada usia lanjut.

B. ETIOLOGI

Penyebab diabetes mellitus pada lanjut usia secara umum terbagi ke dalam dua

golongan besar yaitu :

Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan

fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi

dengan baik).

Gaya hidup (life style) yang tidak bagus (banyak makan, jarang olahraga,

minum alkohol, dll.) Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat

menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus.Selain itu perubahan fungsi fisik yang

menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi

lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk

buang air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang mungkin

tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa

hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.

Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan meningkatnya umur, maka

intoleransi terhadap glukosa juga meningkat. Jadi untuk golongan lanjut usia

diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi dari pada batas yang dipakai untuk

menegakkan diagnosis diabetes melitus pada orang dewasa yang bukan merupakan 1

Page 3: DM Lansia Done

golongan lanjut usia. Intoleransi glukosa pada lanjut usia berkaitan dengan obesitas,

aktivitas fisik yang kurang, berkurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaan

obat-obatan, di samping karena pada lanjut usia sudah terjadi penurunan sekresi

insulin dan resistensi insulin. Pada lebih 50 % lanjut usia diatas 60 tahun yang tanpa

keluhan ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal, namun

intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan diabetes melitus.

Menurut Jeffrey, peningkatan kadar gula darah pada lanjut usia disebabkan oleh

beberapa hal, yaitu:

Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang

Perubahan karena lanjut usia sendiri yang berkaitan dengan resistensi

insulin, akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskular.

Aktivitas fisik yang berkurang, banyak makan, badan kegemukan.

Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress, operasi.

Sering menggunakan bermacam-macam obat-obatan.

Adanya faktor keturunan.

C. PATOFISIOLOGI DM PADA LANJUT USIA

Seiring dengan proses penuaan, semakin banyak lansia yang berisiko terhadap

terjadinya DM, sehingga sekarang dikenal istilah prediabetes. Prediabetes merupakan

kondisi tingginya gula darah puasa (gula darah puasa 100-125mg/ dL) atau gangguan

toleransi glukosa (kadar gula darah 140- 199mg/dL, 2 jam setelah pembebanan 75 g

glukosa). Modifikasi gaya hidup mencakup menjaga pola makan yang baik, olah raga

dan penurunan berat badan dapat memperlambat perkembangan prediabetes menjadi

DM. Bila kadar gula darah mencapai >200 mg/dL maka pasien ini masuk dalam kelas

Diabetes Melitus (DM).1 Gangguan metabolisme karbohidrat pada lansia meliputi tiga

hal yaitu resistensi insulin, hilangnya pelepasan insulin fase pertama sehingga

lonjakan awal insulin postprandial tidak terjadi pada lansia dengan DM, peningkatan

kadar glukosa postprandial dengan kadar gula glukosa puasa normal.

Di antara ketiga gangguan tersebut, yang paling berperanan adalah resistensi insulin.

Hal ini ditunjukkan dengan kadar insulin plasma yang cukup tinggi pada 2 jam setelah

pembebanan glukosa 75 gram dengan kadar glukosa yang tinggi pula.

Timbulnya resistensi insulin pada lansia dapat disebabkan oleh 4 faktor1 perubahan

komposisi tubuh: massa otot lebih sedikit dan jaringan lemak lebih banyak,

2

Page 4: DM Lansia Done

menurunnya aktivitas fisik sehingga terjadi penurunan jumlah reseptor insulin yang

siap berikatan dengan insulin, perubahan pola makan lebih banyak makan karbohidrat

akibat berkurangnya jumlah gigi sehingga, perubahan neurohormonal (terutama

insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dan dehidroepiandosteron (DHEAS) plasma)

sehingga terjadi penurunan ambilan glukosa akibat menurunnya sensitivitas reseptor

insulin dan aksi insulin.

Selain gangguan metabolisme glukosa, pada DM juga terjadi gangguan metabolisme

lipid sehingga dapat terjadi peningkatan berat badan sampai obesitas, dan bahkan

dapat pula terjadi hipertensi. Bila ketiganya terjadi pada seorang pasien, maka pasien

tersebut dikatakan sebagai mengalami sindrom metabolic.

D. TANDA DAN GEJALA

Gejala klasik DM seperti poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat

badan tidak selalu tampak pada lansia penderita DM karena seiring dengan

meningkatnya usia terjadi kenaikan ambang batas ginjal untuk glukosa sehingga

glukosa baru dikeluarkan melalui urin bila glukosa darah sudah cukup tinggi. Selain

itu, karena mekanisme haus terganggu seiring dengan penuaan, maka polidipsi pun

tidak terjadi, sehingga lansia penderita DM mudah mengalami dehidrasi hiperosmolar

akibat hiperglikemia berat

Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,

sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan

komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan

penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot

(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan

lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering

ditemukan adalah :

1. Katarak

2. Glaukoma

3. Retinopati

4. Gatal seluruh badan

5. Pruritus Vulvae

6. Infeksi bakteri kulit

3

Page 5: DM Lansia Done

7. Infeksi jamur di kulit

8. Dermatopati

9. Neuropati perifer

10. Neuropati viseral

11. Amiotropi

12. Ulkus Neurotropik

13. Penyakit ginjal

14. Penyakit pembuluh darah perifer

15. Penyakit koroner

16. Penyakit pembuluh darah otak

17. Hipertensi

E. KOMPLIKASI

Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang

termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA),

dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam

komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati,

dislipidemia, dan hipertensi.

Komplikasi akut

Diabetes ketoasidosis

       Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat

pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat

sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)

    Komplikasi kronis:

a. Retinopati diabetic

Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.

Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina.

Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi

pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat mengakibatkan

perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio retina atau berulang

yang mengakibatkan kebutaan permanen.

4

Page 6: DM Lansia Done

b. Nefropati diabetic

Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang

nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson.

Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi

sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.

c. Neuropati

Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic yang

paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.

d. Displidemia

Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.

e. Hipertensi

Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,

mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa

menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan ditangani

karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit makrovaskular.

f. Kaki diabetic

Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan

sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki

mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan

makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia,

dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.

g. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,

yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.

Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau

hipoglikemik oral.

5

Page 7: DM Lansia Done

F. PENATALAKSANAAN DM PADA LANJUT USIA

Langkah I: Menentukan tujuan pelaksanaan, yaitu:

1. Mempertahankan kesehatan badan dan kualitas hidup

2. Meniadakan hiperglikemi dan gejalanya

3. Mengkaji dan menerapi penyakit komorbid seperti hipertensi, penyakit

kardiovaskuler, Alhzeimer, dan lain-lain

4. Meniadakan efek samping obat terutama hipoglikemi

5. Membuat berat badan menjadi ideal

6. Mencegah kalau mungkin dan menerapi komplikasi

7. Mengenali disabilitas dan mengurangi hendaya sosial yang terjadi

Langkah II: Melakukan assesement untuk mengetahui kapasitas penderita baik fisik,

psikologis, fungsional, lingkungan, sosial dan ekonomi. Pemeriksaan mulai dari

anamnesis, pemeriksaan fisik, psikologis, fungsional, pemeriksaan penunjang

sebaiknya dilakukan oleh suatu tim multidisiplin yang bekerja secara interdisiplin dan

terpadu.

Langkah III: Melakukan terapi dan rehabilitasi pada penderita DM usia lanjut. Target

yang ingin dicapai tetap sama dengan usia dewasa muda yaitu HbA1c <7%, dan ini

sangat sulit pada lansia karena terdapat berbagai macam kendala seperti:

- Adanya berbagai penurunan fungsi organ karena proses menua

- Adanya penyakit komorbid

- Penuruan kapasitas fungsional yang menyebabkan penurunan aktifitas fisik

- Penurunan fungsi kognitif penderita meningkatnya resiko hipoglikemi

- Adanya polifarmasi meningkatkan efek samping dan interaksi obat lain

dengan obat-obat antihiperglikemik

Pilihan utama terapi diabetes pada lansia adalah terapi tanpa obat atau sering

disebut sebagai perubahan gaya hidup yang meliputi:

Diet

Diberikan diet dengan jumlah kalori sesuai BMI, dengan pembatasan sesuai penyakit

komorbid atau faktor resiko atherosklerosis lain yang ada. Komposisi normal biasanya

60-65% karbohidrat komplek, 20% protein dan 15-20% lemak. Disamping itu juga

diberikan suplemen dan vitamin A, C, B komplek, E, Ca, selenium, zinc dan besi.

6

Page 8: DM Lansia Done

Olahraga

Disesuaikan dengan kapasitas fungsionalnya. Bila masih bisa berjalan disuruh

berjalan, bila hanya bisa duduk olahraga dengan duduk. Apabila tidak dapat, bisa

dilakukan dengan gerakan atau latihan pasif di tempat tidur. Prinsip terapi olahraga

adalah dengan memperbaiki aktifitas fisik, menurunkan kadar gula darah, mencegah

terjadinya imobilitas yang mempercepat munculnya kompliasi makrovaskuler

diabetes.

Apabila dengan terapi tanpa obat di atas gula darah atau HbA1c belum turun atau

terkendali, sesuai dengan target makan diberikan terapi dengan obat antihiperglikemik.

Obat

Terutama obat untuk menurunkan gula darah harus dipilih yang bekerja pendek,

mempertimbangkan kapasitas ginjal, hepar dan saluran cerna agar tidak terjadi efek

samping. Patut juga diperhatikan status sosial ekonomi penderita dalam memilih obat

mengingat obat ini biasanya dipakai dalam jangka waktu lama bahkan dapat seumur

hidup. Obat yang dipilih apakah obat anti diabetik oral atau insulin disesuaikan dengan

klisifikasi DMnya dan keadaan klinisnya seperti penyakit komorbid atau BMI nya.

Untuk penderita diabetes lansia gemuk, obat hiperglikemik oral yang dipilih

adalah inhibitor alfa Glukosidase (acarbose), biguanide atau thiazolidinedione, karena

obat-obat ini selain menurunkan kadar gula darah juga dapat menuurnkan berat badan,

tetapi bila terdapat ganguan fungsi hati atau ginjal baik biguanide atau

thiazolodinedione tidak boleh dipakai. Sebaliknya penderita yang kurus sebaiknya

dipilih terapi dengan insulin karena dapat menungkatkan berat badan. Sulfoniuria dan

non sulfoniuria insulin secretagoue (repaglinide/nateglinide) lebih tepat dipilih untuk

penderita dengan berat badan normal.

Indikasi penggunaan insulin pada penderita diabetes antara lain: DM tipe 1, DM

tipe 2 yang tidak bisa dikontol dengan obat oral, DM tipe 2 dengan penyakit akut

berulang dan berhubungan dengan hiperglikemi, DM tipe 2 dengan penyakit komorbid

yang merupakan kontraindikasi OHO, DM tipe 2 dengan operasi yang lama

(pre/pascaoperatif), DM tipe 2 dengan malnutrisi/kurus dan malaise berat, koma

diabetik (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar nonketotik dan asidosis laktat) dan

perempuan hamil.

ASUHAN KEPERAWATAN

7

Page 9: DM Lansia Done

A. PENGKAJIAN

I.  Identitas

a. Nama :

b. Jenis kelamin :

c. Umur : DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia ≥

60 tahun

d. Agama :

e. Status perkawinan :

f. Pendidikan terakhir :

g. Pekerjaan :

h. Alamat rumah :

II. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan dahulu (RKD)

Biasanya memiliki gaya hidup yang kurang baik seperti banyak makan, kurang

olahraga, mempunyai riwayat penyakit DM.

b. Riwayat kesehatan sekarang (RKS)

Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan penglihatan karena

katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka

pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim. kelemahan, kelelahan, BB

menurun.

c.  Riwayat penyakit keluarga

Dalam anggota keluarga tersebut salah satu anggota keluarga ada yang menderita DM

III. Pemeriksaan Fisik

a) Kepala

Rambut : beruban, lurus, cukup bersih

Mulut : gigi tidak lengkap

Mata : penglihatan kabur, katarak, conjungtiva tidak anemis, menurunnya

lapang pandang, Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru

Hidung : bersih tidak ada sekret

8

Page 10: DM Lansia Done

Telinga : Presbiakusis (menurunnya pendengaran pada lansia) membran

timpani menjadi altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukkan serumen

sehingga mengeras karena meningkatnya keratin

b) Dada/thorak

Dada : bentuk simetris

Paru-paru : bunyi nafas vesikuler, tidak ada bunyi nfas tambahan

Jantung : irama teratur

c) Abdomen : tidak ada distensi abdomen

d) Musculoskeletal : Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang

pengecilan otot karena menurunnya serabut otot

e) Integumen :

Kulit keriput akibat kehilangan lemak, kulit kering dan pucat dan terdapat bintik-

bintik hitam akibat menurunnya aliran darah kekulit dan menurunnya sel-sel yang

memproduksi pigmen, kuku pada jari tengah dan kaki menjadi tebal dan rapuh. Pada

orang berusia 60 tahun rambut wajah meningkat, rambut menipis/botak dan warna

rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya..

IV. Pemeriksaan Penunjang

1. Glukosa darah sewaktu

2. Kadar glukosa darah puasa

3. Tes toleransi glukosa

Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu

- Plasma vena

- Darah kapiler

Kadar glukosa darah puasa

- Plasma vena

- Darah kapiler

< 100

<80

<110

<90

100-200

80-200

110-120

90-110

>200

>200

>126

>110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali

pemeriksaan :

9

Page 11: DM Lansia Done

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi

75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

B. ANALISA DATA

No Data Penunjang Masalah Keperawatan

1. Data subjektif :

- Pasien mengatakan tidak

nafsu makan,

- Pasien mengatakan badan

terasa lemas.

Data objektif :

- Berat badan pasien menurun,

- pasien tampak lemas

ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhn tubuh

2. Data subjektif :

- Klien mengatakan kulit

kering dan pucat,

- Pasien mengatakan ada

bintik-bintik hitam di kulit

- Pasien mengatakan luka

sukar sembuh

Data objektif :

- Kulit klien tampak kering dan

pucat,

- Kulit pasien ada bintik-bintik

hitam, kulit keriput

- Luka klien tampak basah

Kerusakan integritas kulit

3. Data subjektif :

- Pasien mengatakan luka sulit

sembuh

Data objektif :

- Kadar glukosa dalam darah

tinggi

Resiko infeksi

10

Page 12: DM Lansia Done

4. Data subjektif :

- Pasien mengatakan

pandangannya kabur, sulit

melihat pada malam hari

- Pasien mengatakan badannya

lemah

Data objektif :

- Pasien tampak lemah

- Lapangan pandang pasien

menurun

- Daya akomodasi mata pasien

menurun

Resiko terjadi injury

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan peningkatan metabolisme protein, lemak.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati

perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.

Resiko infeksi berhubungan dengan glukosa darah tinggi

Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan.

D. INTERVENSI

N

o

Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)

1. Ketidakseimb

angan nutrisi

kurang dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan

dengan pening

katan

Tujuan :

Nutritional

status : food

and fluid

intake,

nutrient

intake

Weight

Kaji adanya alergi makanan

Kolaborasi dengan ahli gizi

untuk menentukan jumlah

kalori dan nutrisi yang

dibutuhkan pasien

Anjurkan pasien untuk

meningkatkan protein dan

11

Page 13: DM Lansia Done

metabolisme

protein,

lemak.

contro

Kriteria hasil :

1. Adanya

peningkatan

berat badan

sesuai

dengan

tujuan.

2. Mengidentifi

kasi

kebutuhan

nutrisi.

3. Tidak ada

tanda-tanda

mal-nutrisi.

4. Tidak ada

penurunan

berat badan

yang berarti

vitamin C

Yakinkan diet yang

mengandung serat tinggi untuk

mencegah konstipasi

Beri makanan yang terpilih

seperti tinggi serat dan tinggi

protein (sudah dikonsultasikan

dengan ahli gizi)

Monitor adanya penurunan

berat badan

Monitor tipe dan jumlah

aktifitas

2. Kerusakan

integritas kulit

berhubungan

dengan peruba

han status

metabolik

(neuropati

perifer)

ditandai

dengan gangre

n pada

extremitas.

Tujuan :

Tissue

integrity :

skin and

Mucous

membranes

Hemodyalis

akses

Kriteria hasil :

Integritas

kulit yang

baik bisa

dipertahanka

Anjurkan pasien untuk

menggunakan pakaian yang

longgar

Hindari kerutan pada tempat

tidur

Jaga kebersihan kulit agar

tetap bersih dan kering

Mobilisasi (ubah posisi pasien)

pasien setiap dua jam sekali

Oleskan lotion atau minyak /

baby oil pada daerah yang

tertekan

Monitor aktivas dan mobilisasi

12

Page 14: DM Lansia Done

n (sensasi,

temperatur,

hidrasi,

pigmentasi)

Tidak ada

luka/lesi

Perfusi

jaringan baik

Mampu

melindungi

kulit dan

mempertahan

kan

kelembaban

kulit dan

perawatan

alami

pasien

Memandikan pasien dengan

sabun dan air hangat.

3. Resiko infeksi

berhubungan

dengan

glukosa darah

tinggi

Tujuan :

Immune

status

Knowledge :

infection

control

Risk control

Kriteria Hasil :

Klien bebas

bebas dari

tanda dan

gejala infeksi

Menunjukka

n

kemampuan

untuk

mencegah

Bersihkan lingkungan setelah

dipakai pasien lain.

Batasi pengunjung bila perlu.

Intruksikan kepada keluarga untuk

mencuci tangan saat kontak dan

sesudahnya.

Gunakan sabun anti miroba untuk

mencuci tangan.

Lakukan cuci tangan sebelum dan

sesudah tindakan keperawatan.

Gunakan baju dan sarung tangan

sebagai alat pelindung.

Pertahankan teknik aseptik untuk

setiap tindakan.

Lakukan perawatan luka dan dresing

infus setiap hari.

Amati keadaan luka dan sekitarnya

13

Page 15: DM Lansia Done

timbulnya

infeksi

Jumlah

leukosit

dalam batas

normal

dari tanda – tanda meluasnya infeksi

Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan

Berikan antibiotik sesuai program.

Monitor hitung granulosit dan

WBC.

Dorong istirahat yang cukup.

Dorong peningkatan mobilitas dan

latihan.

Ajarkan keluarga/klien tentang

tanda dan gejala infeksi.

4. Resiko

terjadi

injury

berhubung

an dengan

penurunan

fungsi

penglihata

n.

Tujuan :

Trauma risk

for

Injury risk

for

Kriteria Hasil :

Tidak ada

kejadian

jatuh

Pengetahuan

: pemahaman

pencegahan

jatuh

Mendorong pasien untuk

menggunakan tongkat atau alat

pembantu berjalan

Tempat artikel mudah dijangkau

dari pasien

Gunakan rel sisi panjang yang

sesuai dan tinggi untuk mencegah

jatuh dari tempat tidur, sesuai

kebutuhan.

Memberikan pencahayaan yang

memadai untuk meningkatkan

visibilitas

Anjurkan pasien untuk memakai

kaca mata, sesuai, ketika keluar

dari tempat tidur

14

Page 16: DM Lansia Done

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. I., & Setiowulan, W. (2001). Kapita

Selekta Kedokteran (3th ed., Jilid I). Jakarta : Media Aesculaius.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). NANDA NIC-NOC. (Jilid 1 & 2). Yogyakarta : MediaAction

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth (8th ed., Vol.2). Jakarta : EGC

15