distribusi penyakit pada obesitas orang dewasa
DESCRIPTION
ObesitasTRANSCRIPT
Distribusi Penyakit pada Obesitas Orang Dewasa
1. Lokasi desa, kota, pantai, pegunungan
Lokasi mempengaruhi obesitas orang dewasa. Menurut data Riskesdas 2010,
prevalensi obesitas lebih tinggi di daerah perkotaan dibanding daerah
perdesaan, sebaliknya prevalensi kurus cenderung lebih tinggi di perdesaan
dibanding perkotaan.
2. Kelompok umur bayi, balita, remaja
Menurut data Riskesdas 2010, prevalensi obesitas cenderung mulai
meningkat setelah usia 35 tahun keatas, dan kemudian menurun kembali
setelah usia 60 tahun keatas, baik pada laki-laki maupun perempuan.
Sehingga umur dapat mempengaruhi prevalensi obesitas pada orang dewasa.
Secara nasional dapat dilihat masalah gizi pada penduduk dewasa di atas 18
tahun adalah: 12,6 persen kurus, dan 21,7 persen gabungan kategori berat
badan lebih (BB lebih) dan obese, yang bisa juga disebut obesitas.
Permasalahan gizi pada orang dewasa cenderung lebih dominan untuk
kelebihan berat badan.
3. Gender Jenis kelamin
Berdasarkan gender (jenis kelamin), prevalensi Obesitas pada laki-laki lebih
rendah (16,3%) dibanding perempuan (26,9%). Secara umum status gizi pada
penduduk dewasa laki-laki dan perempuan cenderung lebih tinggi untuk yang
kelebihan berat badan dibanding yang kurus. Angka obesitas pada perempuan
lebih tinggi dibanding laki-laki.
4. Faktor sosial ekonomi rendah, tinggi
Prevalensi obesitas cenderung lebih tinggi pada kelompok penduduk dewasa
yang juga berpendidikan lebih tinggi, dan bekerja sebagai PNS/ TNI/ Polri/
Pegawai. Semakin tinggi tingkat pengeluaran rumahtangga per kapita
cenderung semakin tinggi prevalensi obesitas. Berdasarkan karakteristik,
permasalahan obesitas sangat dominan pada kelompok status ekonomi yang
lebih baik, dan tinggi pendidikan tinggi.
5. Faktor internal
a. Faktor genetik berperan penting untuk memicu timbulnya obesitas. Bila
salah satu orang tua mengalami obesitas maka anaknya memiliki
kecenderungan mengalami obesitas sebesar 40 %. Bila kedua orang tua
mengalami obesitas maka kecenderungan anaknya untuk menjadi obesitas
sebesar 80 %.
b. Faktor-faktor Psikologis
Sebab-sebab psikologis terjadinya kegemukan, ialah bagaimana gambaran
kondisi emosional yang tidak stabil (unstabil emotional) yang
menyebabkan individu cenderung untuk melakukan pelarian diri (self-
mechanism defence) dengan cara banyak makan-makanan yang
mengandung kalori atau kolesterol tinggi. Kondisi emosi ini biasanya
bersifat ekstrim, artinya menimbulkan gejolak emosional yang sangat
dahsyat dan traumatis.
c. Faktor Kecelakaan atau Cidera Otak
Salah satu penyebab terjadinya kegemukan adalah karena faktor
kecelakaan yang menimbulkan kerusakan otak terutama pada pusat rasa
lapar. Kerusakan syaraf otak ini menyebabkan individu tidak pernah
merasa kenyang, walaupun telah makan makanan yang banyak, dan
akibatnya badan individu menjadi gemuk.
d. Faktor Pola Makan Berlebih
Orang yang kegemukan lebih responsif dibanding dengan orang berberat
badan normal terhadap isyarat lapar eksternal, seperti rasa dan bau
makanan, atau saatnya waktu makan. Orang yang gemuk cenderung
makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia lapar. Pola
makan berlebih inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari
kegemukan jika sang individu tidak memiliki kontrol diri dan motivasi
yang kuat untuk mengurangi berat badan.
e. Kurang Gerak atau Olah Raga
Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian
berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor : 1) tingkat
aktivitas dan olah raga secara umum; 2) angka metabolisme basal atau
tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal
tubuh. Dari kedua faktor tersebut metabolisme basal memiliki tanggung
jawab dua pertiga dari pengeluaran energi orang normal. Meski aktivitas
fisik hanya mempengaruhi satu pertiga pengeluaran energi seseorang
dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan
aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Pada saat berolahraga
kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori
yang hilang. Kalori secara tidak langsung mempengaruhi sistem
metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami
penurunn metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan
menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olah
raga menjadi sangat sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya olah
raga secara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme
basal tubuh orang tersebut. Jadi olah raga sangat penting dalam penurunan
berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga
karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolis normal.
Daftar Pustaka
Riset Kesehatan Dasar 2010
Naj. Gambaran kasus dan Penyebab Obesitas. 2011.
http://blogpertamachaonline.blogspot.com/2011/03/gambaran-kasus-
obesitas-di-indonesia.html [ Diakses tanggal 20 September 2013]