dinasti dinasti kecil di timur baghdad (thahiriyah,samaniyah dan ukailiyah)
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
DINASTI-DINASTI KECIL DI TIMUR BAGHDAD
(Thahiriyah,Samaniyah dan Ukailiyah)
Dipresentasikan dalam Seminar Kelas Semester I Program Magister
UIN Alauddin Makassar pada Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Oleh
SY. JAPAR SADIQN I M 80100212177
Dosen Pemandu:Prof. Dr. Abd. Rahim Yunus, MA.
Dr. Hj. Syamsudduha Shaleh, M.Ag.
PROGRAM PASCASARJANA
1
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa kekhalifahan dinasti Abbasiyah (Bani Abbas)
adalah merupakan simbol kemajuan peradaban Islam dan
kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan didunia Islam.
Kekhalifahan dinasti Abbasiyah ini berlangsung cukup lama yakni
tahun 750 – 1258 M, dinasti ini di samping mengalami kemajuan
yang cukup pesat juga mengalami kemunduran dan bahkan
kehancuran. Masa kekhalifahan dinasti Abbasiyah dapat dibagi
menjadi tiga periode yaitu;
a. Periode keemasan ( 750 – 950 M),
b. Periode disintegrasi (950 – 1050 M)
c. Periode kemunduran dan kehancuran ( 1050 – 1258 M).
Adapun yang menjadi pokok bahasan pada makalah ini
adalah periode pertengahan atau masa disintegrasi yang
ditandai dengan hal-hal sebagai berikut
a. Munculnya dinasti-dinasti kecil di barat maupun di timur
Baghdad yang berusaha melepaskan diri atau meminta
otonomi
b. Perebutan kekuasaan oleh dinasti Buwaih dari Persia dan
dinasti Seljuk dari Turki di pusat pemerintahan Bani Abbas di
Baghdad sehingga mengakibatkan fungsi khalifah seperti
boneka,
c. Lahirnya perang salib antara pasukan Islam dan pasukan salib
dari Eropa.
2
d. Lebih spesifik lagi makalah ini akan membahas tentang
munculnya dinasti-dinasti kecil di timur Baghdad yang
berusaha melepaskan diri atau meminta otonomi terhadap
pemerintahan pusat, dinasti tersebut adalah dinasti
Tha>hiriyyah, dinasti Sama>niyyah dan dinasti Ukailiyyah.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, agar pembahasan
terarah maka dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Sejarah berdirinya dinasti Tha>hiriyyah, dinasti Sama>niyyah
dan dinasti Ukailiyyah ?
2. Bagaimana perkembangan (kemajuan dan kemunduran)
dinasti Tha>hiriyyah, dinasti Sama>niyyah dan dinasti
Ukailiyyah ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. DINASTI THA>HIRIYYAH (205 – 259 H. / 821 – 873 M.)
1. Sejarah berdinya
Tha>hiriyah adalah merupakan salah satu dinasti yang
muncul pada masa Daulah Abbasiyah di seebelah timur
Baghdad, berpusat di Khura>san dengan ibu kota Naisabur.
Dinasti ini didirikan oleh Tha>hir ibn Husein pada 205H/821 M di
Khura>san,dinasti ini bertahan hingga tahun 259 H/873 M.1[1]
Tha>hir muncul pada sa’at pemerintahan Abba>siyah terjadi
peerselisihan antara kedua pewaris tahta kekhalifahan antara
Muhammad al-Amin ( memerintah 194-198 H/809-813 M ), anak
Harun ar-Rasyid dari istrinya yang keturunan Arab ( Zubaidah)
sebagai pemegang kekuasaan di Baghdad dan Abdullah al-
Makmun anak Ha>run ar-Rasyid dari istrinya yang keturunan
Persia, sebagai pemegang kekuasaan di wlayah sebelah timur
Baghdad.2
1Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedi Islam, (Jakarta;Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), h.33.
2ibid, h. 33.
4
Tha>hir ibn Husein merupakan seorang jenderal pada
masa khalifah Dinasti Abba>siyah yang lahir di desa Musanj
dekat Marw dan dia berasal dari seorang keturunan wali
Abba>siyah di Marw dan Harrah, Khura>san, Persia bernama
Mash’ab ibn Zuraiq. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
hubungan antara pemerintah Abba>siyah di Baghdad dengan
keluarga Tha>hir sudah terjalin sejak lama. Karena itu cukup
beralasan bila pemerintah Baghdad memberikan kepercayan
kepada generasi keluarga Mash’ab ibn Zuraiq untuk melanjutkan
estafeta kepemimpinan lokal. Tujuannya tetap sama, menjaga
keutuhan wilayah kekuasaan Islam Abba>siyah di wilayah Timur
kota Baghdad dan menjadi pelindung dari berbagai kemungkinan
serangan negara-negara tetangga di Timur.
Sebenarnya, latar belakang kemunculan dinasti ini diawali
oleh peristiwa perebutan kekuasaan antara al-Makmun dengan
al-Amin. Perseteruan tersebut terjadi setelah khalifah Ha>run al-
Rasyid meninggal dunia pada 809 M. Perseteruan tersebut
akhirnya dimenangkan al-Makmun, dan Tha>hir berada pada
pihak yang menang. Peran Tha>hir yang cukup besar dalam
pertarungan itu dengan mengalahkan pasukan al-Amin melalui
kehebatan dan kelihaiannya bermain pedang membuat al-
Makmun terpesona. Sebagai bentuk penghargaan atas jasanya
itu, al-Makmun memberinya gelar abu al-Yamain atau Zu al-
Yaminain ( trampil ), bahkan diberi gelar si mata tunggal, dengan
kekuatan tangan yang hebat (minus one eye, plus an extra right
arm). Selain itu, Tha>hir juga diberi kepercayaan untuk menjadi
gubernur di Khura>san pada tahun 205 H, jabatan ini diberikan
oleh Al-Makmun sebagai balasan atas jerih payahnya dalam
medan perang.3
3Ahmad Al-usairy, at-Tarikhul Islami ,( H.Samson Rahman ; ____, Terj. 2003), h. 262
5
Jabatan ini merupakan peluang bagus baginya untuk
meniti karir politik pemerintahan pada masa itu. Jabatan dan
prestasi yang diraihnya ternyata belum memuaskan baginya,
karena ia mesti tunduk berada di bawah kekuasaan Baghdad.
Untuk itu, ia menyusun strategi untuk segara melepaskan diri
dari pemerintahan Baghdad. Di antaranya dengan tidak lagi
menyebut nama khalifah dalam setiap kesempatan dan mata
uang yang dibuatnya. Ambisinya untuk menjadi penguasa lokal
yang independen dari pemerintahan Baghdad tidak terealisir,
karena ia keburu meninggal pada 207 H, setelah lebih kurang 2
(dua) tahun menjadi gubernur (205-207 H). Meskipun begitu,
khalifah Bani Abbas masih memberikan kepercayaan kepada
keluarga Tha>hir untuk memegang jabatan gubernur di wilayah
tersebut. Terbukti setelah Tha>hir meninggal, jabatan gubernur
diserahkan kepada putranya bernama Thalhah ibn Tha>hir.
2. Kemajuan-kemajuan yang dicapai
Dinasti Tha>hiriyyah mengalami masa kamajuan
ketika pemerintahan dipegang oleh Abdullah ibn Tha>hir,
saudara Thalhah. Abdullah memiliki kekuasaan dan pengaruh
yang cukup besar, belum pernah hal ini dimiliki oleh para Wali
sebelumnya.4 Ia terus menjalin komunikasi dan kerjasama
dengan Baghdad sebagai bagian dari bentuk pengakuannya
terhadap peran dan keberadaan khalifah Abba>siyah. Perjanjian
dengan pemerintah Bagdad yang pernah dirintis ayahnya,
Tha>hir ibn Husein, terus ditingkatkan. Peningkatan keamanaan
di wilayah perbatasan terus dilakukan guna menghalau
pemberontak dan kaum perusuh yang mengacaukan
pemerintahan Abba>siyah. Setelah itu, ia berusaha melakukan
perbaikan ekonomi dan keamanan. Selain itu, ia juga
4 Ibid; h. 87
6
memberikan ruang yang cukup luas bagi upaya pengembangan
ilmu pengetahuan dan perbaikan moral atau akhlak di
lingkungan masyarakatnya di wilayah Timur Baghdad. Dalam
rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dunia islam,
kebudayaan dan memajukan ekonomi, dinansti ini menjadikan
kota Naisabur sebagai pusatnya, sehingga pada masa itu, negeri
Khurasan dalam keadaan makmur dengan pertumbuhan
ekonomi yang baik.5 Adanya pertumbuhan ekonomi yang baik
inilah yang sangat mendukung terhadap kegiatan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan pada umumnya.
3. Masa-masa kemunduran
Dalam perjalanan selanjutnya, dinasti ini justru tidak mengalami
perkembangan ketika pemerintahan dipegang oleh Ahmad ibn
Tha>hir (248-259 H), saudara kandung Abdullah ibn Tha>hir,
bahkan mengalami masa kemerosotan. Faktornya antara lain;
a. Pemerintahan ini dianggap sudah tidak loyal terhadap
pemerintah Baghdad, karenanya Baghdad memanfaatkan
kelemahan ini sebagai alasan untuk menggusur dinasti
Tha>hiriyah dan jabatan strategis diserahkan kepada
pemerintah baru, yaitu dinasti Saffa>riyah.
b. Pola dan gaya hidup berlebihan yang dilakukan para
penguasa dinasti ini. Gaya hidup seperti itu menimbulkan
dampak pada tidak terurusnya pemerintahan dan kurangnya
perhatian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan
peradaban Islam.
c. Keamanan dan keberlangsungan pemerintahan tidak
terpikirkan secara serius, sehingga keadaan ini benar-benar
dimanfaatkan oleh kelompok lain yang memang sejak lama
mengincar posisi strategis di pemerintahan lokal, seperti
5Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaba Islam, h.147.
7
kelompok Saffa>riyah. Kelompok baru ini mendapat
kepercayaan dari pemerintah Bagdad untuk menumpas sisa-
sisa tentara dinasti Tha>hiriyah yang berusaha memisahkan
diri dari pemerintahan Baghdad dan melakukan makar.
Dengan demikian, berakhirlah masa jabatan dinasti
Tha>hiriyah yang pernah menjadi kaki tangan penguasa
Abba>siyah di wilayah Timur kota Baghdad.
B. DINASTI SAMA><><<<NIYAH (261 – 389 H. / 874 –
999 M.)
1. Sejarah berdirinya.
Pendiri dinasti ini adalah Ahmad bin Asad bin
Samankhudat. Nama Sama>niyah dinisbahkan kepada leluhur
pendirinya yaitu Samankhudat, seorang pemimpin suku dan tuan
tanah keturunan bangsawan terkenal di Balkh, sebuah daerah di
sebelah utara Afghanistan. Dalam sejarah Sama>niyah terdapat
dua belas khalifah yang memerintah secara berurutan, yaitu;
1. Ahmad I ibn Asad ibn Sama>n (Gubernur Farghana)
204 H/819 M
2. Na>sh I ibn Ahmad, (semula Gubernur Samarkand)
250 H/864 M
3. Isma>il I ibn Ahmad 279
H/892 M
4. Ahmad II ibn Isma>il 295
H/907 M
5. Al-Amir as-Sa’id Na>shr II 301
H/914 M
6. Al-Amir al-Hamid Nuh I 331 H/943
M
8
7. Al-Amir al-Mu’ayyad Abdul Malik I 343
H/954 M
8. Al-amir as-Sadid Manshur I 350
H/961 M
9. Al-Amir ar-Ridha> Nuh II 365
H/976 M
10. Mansur II 387
H/997 M
11. Abdul Malik II 389
H/999 M
12. Isma>il II Al-Muntashir
390-395H/1000-1005 M
Dinasti ini berbeda dengan dinasti kecil lain yang berada
di sebelah barat Baghdad, dinasti ini tetap tunduk kepada
kepemimpinan khalifah Abba>siyyah.6
Dalam sejarah Islam tercatat bahwa dinasti ini bermula
dari masuknya Samankhudat menjadi penganut Islam pada masa
khalifah Hisyam bin Abdul Malik (khalifah Bani Umayyah), sejak
itu Samankhudat dan keturunannya mengabdikan diri kepada
penguasa Islam. Pada masa kekuasaan al-Ma’mun (198-218
H/813-833 M) dari dinasti Bani Abba>siyyah, empat cucu
Samankhudat memegang jabatan penting sebagai gubernur
dalam wilayah kekuasaan Abbas>iyah yaitu Nuh di Samarkand,
Ahmad bin Asad di Farghana (Turkistan) dan Transoksania,
Yahya> bin Asad di Shash serta Asyrusanah (daerah di utara
Samarkand), dan Ilya>s di Heart, Afgha>nistan.7
6Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedi Islam, (Jakarta ; Ichtiar Baru van Hoeve, 2005), h.159.
7Ahmad Al-usairy, at-Tarikhul Islami,( H.Samson Rahman ; ____, Terj. 2003), h. 266
9
Seorang cucu Samankhudat yang bernama Ahmad bin
Asad, dalam perkembangannya mulai merintis berdirinya Dinasti
Sama>niyah didaerah kekuasaannya, Fargha>na. Ahmad
mempunyai dua putra, Na>sr dan Isma’il, yang juga menjadi
orang kepercayaan khalifah Abba>siyah. Nasr I bin Ahmad
dipercayakan menjadi gubernur di Transoksania dan Isma>’il I
bin Ahmad di Bukhara. Selanjutnya Na>sr I bin Ahmad mendapat
kepercayaan dari khalifah al-Mu’tamid untuk memerintah seluruh
wilayah Khura>san dan Transoksania, dan daerah ini menjadi
basis perkembangan dinasti Sama>niyyah. Karenanya Nasr I bin
Ahmad dianggap sebagai pendiri hakiki dinasti ini. Antara Nasr
dan saudaranya, Isma’il selalu terlibat konflik yang
mengakibatkan terjadinya peperangan, dalam peperangan yang
terjadi Nasr mengalami kekalahan yang kemudian ia ditawan,
sehingga kepemimpinan Dinasti Sama>niyyah beralih ke tangan
Isma’il I bin Ahmad. Adanya peralihan kepemimpinan ini
menyebabkan berpindahnya pusat pemerintahan yang semula di
Khurasan dipindahkan ke Bukhara.
Pada sa’at pemerintahan dipimpin Isma’il I bin Ahmad, ia
selalu merusaha untuk;
1. Memperkukuh kekuatan dan mengamankan batas wilayahnya
dari ancaman suku liar Turki.
2. Membenahi administrasi pemerintahan.
3. Memperluas wilayah kekuasaan ke Tabaristan (Irak utara) dan
Rayy (Iran).
Isma’il I bin Ahmad adalah orang yang sangat mencintai
dan memuliakan para ilmuwan serta bertindak adil terhadap
rakyatnya, setelah ia wafat pemerintahan diteruskan putranya
Ahmad bin Isma’il. Setelah Ahmad bin Isma’il, pemerintahan
diteruskan putranya Nasr II bin Ahmad yang berhasil
10
memperluas wilayah kekuasaannya hingga Sijistan, Karman,
Jurjan di samping Rayy, Tabaristan, Khura>san, dan
transoksania. Setelah Nasr II bin Ahmad, para khalifah berikutnya
tidak mampu lagi melakukan perluasan wilayah, bahkan pada
khalifah terakhir Isma’il II al-Muntasir, tidak dapat
mempertahankan wilayahnya dari serbuan tentara dinasti
Qarakhan dan dinasti Ghazna>wiyah dari Turki. Akhirnya wilayah
Sama>niyah dipecah menjadi dua, daerah Transoksania direbut
oleh Qarakhan dan wilayah Khura>san menjadi pemilik penguasa
Ghazna>wiyah.
2. Kemajuan-kemajuan yang dicapai
Dinasti Sama>niyah telah memberikan sumbangan yang
sangat berharga bagi kemajuan Islam, baik dalam bidang ilmu
pengetahuan, filasafat, budaya, politik, dan lain-lain. Tokoh atau
pelopor yang sangat berpengaruh di bidang filsafat dan ilmu
pengetahuan pada dinasti ini adalah Ibn Sina, selain beliau juga
muncul para pujangga dan ilmuwan di bidang kedokteran,
astronomi dan filsafat yang sangat terkenal, seperti Al-Firdausi,
Ummar Kayam, Al-Bairuni dan Zakariya Ar- Razi.8 Dinasti ini telah
berhasil menciptakan kota Bukhara dan Samarkan sebagai kota
budaya dan kota ilmu pengetahuan yang sangat terkenal di
seluruh dunia, sehingga kota ini dapat menyaingi kota-kota lain,
seperti Baghdad dan Cordova. Dinasti ini juga telah berhasil
mengembangkan perekonomian dengan baik, sehingga
kehidupan masyarakatnya sangat tentram, hal terjadi karena
dinasti ini tidak pernah lepas hubungan dengan pemerintah
pusat di Baghdad.
3. Masa-masa kemunduran
Pada sa’at dinasti mencapai kejayaannya, banyak imigran
8Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h. 151
11
Turki yang menduduki posisi penting dalam pemerintahan,
namun bersebab dari tingginya fanatic kesukuan pada dinasti ini,
akhirnya mereka para imigran Turki yang menduduki jabatan
penting dalam pemerintahan tersebut banyak yang dicopot,
langkah-langkah inilah yang menyebabkan kehancuran dinasti
ini, karena mereka tidak terima dengan perlakuan tersebut,
sehingga mereka mengadakan penyerangan sampai mereka
berhasil melumpuhkan dinasti ini.
C. DINASTI UKAILIYYAH (386 – 489 H / 996 – 1095 M)
Ukailiyyah berasal dari kelompok suku badui besar Amir
ibn Sha’sha’a, yang juga mencakup Khafaja> dan Muntafiq di
Irak bawah. Dengan runtuhnya penguasa terakhir
Hamda>niyyah di Mosul, kota itu beralih ketangan Abu Dzawa>d
Muhammad Ibnul Musayyib al-Aqili9 dari Ukailiyyah. Setelah Abu
Dzawa>d Muhammad Ibnul Musayyib al-Aqili meninggal, terjadi
upaya untuk merebut kekuasaan di antara putra-putranya, suatu
upaya yang menghancurkan semua pihak. Namun penguasaan
atas Mosul dan kota-kota lain Ukailiyah dan benteng-bentengnya
di Al- Jazirah akhirnya berada ditangan Mu’tamid Daulah
Qarawisy ibn Al-Muqallid. Problem utama Mu’tamid Daulah
Qarawisy ibn Al-Muqallid10 adalah menjaga keutuhan wilayah
kekuasaannya agar tidak diinvasi Oghuz dari Persia barat dan
Irak. Upaya menjaga keutuhan ini mengharuskan membuat
persekutuan dengan penguasa lain di Irak yang sama-sama
terancam yaitu Mazya>diyyah Hilla.11
Kemudian, di bawah Syara>fud Daulah Muslim ibn
9Ahmad Al-usairy, at-Tarikhul Islami,( H.Samson Rahman ; Terj. 2003), h. 277.
10ibid, h. 278.11C.E.Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam, (Manchester ; ____, Terj. 1980),
h. 81
12
Qara>wisy wilayah kekuasaan Ukailiyah terbentang hampir dari
Baghdad sampai ke Aleppo. Ukailiyah bukanlah dinasti Badui
yang haus perang, tetapi telah memperkenalkan beberapa hal
penting dari pola baku pemerintahan Abba>siyyah ke wilayah
mereka. Pemerintahan ini terus berlangsung hingga akhirnya
dihancurkan oleh orang-orang Saljuk pada tahun 489 H/1095 M.12
12Ahmad Al-usairy, at-Tarikhul Islami,( H.Samson Rahman ; Terj. 2003),h. 278
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada masa kekhalifahan dinasti Abbasiyyah, setelah khalifah
al-Ma’mun khalifahnya lemah-lemah (di Baghdad) sehingga
memberikan otonomi kepada daerah-daerah, khususnya di
timur Baghdad ada dinasti Thahiriyyah, Samaniyyah dan
Ukailiyah.
2. Keberadaan dinasti-dinasti tersebut pada satu sisi membawa
kamajuan khususnya perluasan wilayah kekuasaan, dan juga
perkembangan ilmu pengetahuan. Pada sisi yang lain dinasti-
dinasti tersebut mengalami konflik internal sehingga tidak
mengalami kelanggengan, hal ini mengakibatkan kehancuran
dinasti tersebut pada khususnya dan pemerintahan bani
Abbasiyah pada umumnya.
3. Upaya yang dilakukan oleh dinasti Tha>hiriyah adalah;
a. Perbaikan ekonomi dan keamanan.
b. Pengembangan ilmu pengetahuan.
4. Adapun penyebab dari kehancuran dinasti ini adalah :
a. Dinasti ini tidak lagi loyal terhadap pemerintah pusat.
b. Pola dan gaya hidup pemimpinnya yang berlebih-lebihan.
c. Bidang keamanan dan pemerintahan sering diabaikan.
5. Upaya yang dilakukan oleh dinasti Samma>niyah adalah :
a. Mengamankan batas wilayahnya dari ancaman suku Turki.
b. Membenahi administrasi pemerintahan.
14
c. Memperluas wilayah hingga ke Asia.
d. Menjadikan Bukhara> sebagai pusat ilmu pengetahuan.
6. Adapun penyebab dari kehancuran dinasti ini adalah :
a. Tidak mampu mempertahankan wilayahnya dari serbuan
tentara dinasti Qorakhan dan Ghazna>wiyah.
7. Upaya yang dilakukan oleh dinasti Ukailiyah adalah :
a. Menjaga keutuhan wilayah kekuasaannya.
b. Menjalin persekutuan dengan penguasa Mazyadiyah Hilla>
di Irak.
15
DAFTAR PUSTAKA
Al-usairy, Ahmad. at-Tarikhul Islami,( H.Samson Rahman ; ____,
Terj. 2003),
Ansary, Tamin. Dari Puncak Bagdad, Sejarah Dunia Versi
Islam.Jakarta : Zaman, 2009.
Bosworth,C.E. Dinasti-Dinasti Islam. Terj. Manchester : _________,
1980.
Bosworth,C.E. The Islamic Dynasties. Terj. Bandung : Mizan,
1993.
Dedi Supriyadi, Sejarah peradaban Islam,Bandung. CV,Pustaka
Setia 2008
Lubis, Amany. Sistem Pemerintahan Oligarki dalam Sejarah
Islam. Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005.
Mufrodi, Ali. Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta : Logos
Wacana Ilmu, 1997.
Nurhakim, Moh. Sejarah dan Peradaban Islam. Malang : UMM
Press, 2004.
Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedi Islam,(Jakarta;Ichtiar Baru
Van Hoeve, 2002).
Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedi Islam. Jakarta : Ichtiar
Baru van Hoeve, 2005.
Sou’yb, Joesoef. Sejarah Daulat Abbasiah II. Jakarta : Bulan
Bintang, 1977.
16
Watt, W.Montgomery. Kejayaan Islam : Kajian Kritis dari Tokoh
Orientalis. Terj.:Hartono Hadikusumo. Yogyakarta : Tiara
Wacana Yogya, 1990.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2004.