diare
DESCRIPTION
diareTRANSCRIPT
DIARE
Definisi Diare
Diare cair adalah buang air besar (defekasi dengan tinja berbentuk cairan atau
setengah cairan (setengah padat), dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak
dari biasanya (normal 100 - 200 ml perjam tinja) tanpa terlihat darah dan dapat disertai
gejala lain, seperti mual, muntah, demam, dan nyeri perut
Bila diare mengandung lendir dan darah maka disebut sindrom disentri.
I. DIARE AKUT
Diare akut terjadi mendadak dan berlangsung singkat kurang dari 1 minggu,
umunya karena infeksi
Penyebab Diare Pada Bayi dan Anak Dapat Dibagi Menjadi Beberapa Faktor,
Yaitu :
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral (infeksi primer), infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
Infeksi enteral ini meliputi :
- Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya
Escherichia coli. Hanya beberapa strain dari mikroba ini yang
menyebabkan diare. E. coli ini diklasifikasikan berdasarkan mekanisme
terjadinya diare, yaitu enteropatogenik (EPEC), enterotoksigenik (ETEC),
enteroinvasif (EIEC), enteroadherent (EAEC), dan enterohemoragik
(EHEC). EPEC dan ETEC menempel pada sel-sel epitel di usus halus
bagian atas dan mengakibatkan penyakit dengan membebaskan toksin yang
merangsang sekresi usus dan mengurangi absorbsi. EIEC menyerang
mukosa kolon, mengakibatkan kerusakan mukosa yang cukup luas dengan
peradangan akut. EPEC merupakan penyebab pada diare epidemic di pusat-
pusat perawatan/pengasuhan bayi, sedangkan ETEC berperan pada
traveler’s diarrhea dan EHEC menyebabkan colitis hemoragik.
Salmonella. Bakteri gram ngatif ini menyebabkan penyakit dengan cara
menyerang mukosa usus.
Shigella. Penyakit yang ditimbulkannya dapat terjadi karena toksin saja
maupun bersamaan dengan invasi jaringan. Kolon secara selektif terserang.
Pengobatan dengan antibiotic menunjukkan 80% sembuh setelah 48 jam.
Banyak S. sonnei resisten terhadap ampicillin, pengobatan dengan
cotrimoksazol pada umumnya efektif.
Campylobscter jejuni. Dapat dijumpai 15% dari angka diare karena
bakteri.. Mikroba ini menyerang mukosa jejunum, ileum, kolon
mengakibatkan enterocolitis.
Yersinia enterocolitica. Ditularkan melalui binatang peliharaan dan
makanan yang terkontaminasi. Bayi dan anak kecil dapat terserang diare,
sedangkan pada anak yang usianya lebih tua biasanya terdapat lesi akut pada
ileum terminal atau limfadenitis mesenteric akut dengan appendicitis
ataupun Chron disease. Artritis, ruam, spondilopati dapat juga ditemukan.
Clostridium difficile. Merupakan penyebab utama dari diare yang
diakibatkan antibiotic. Pengobatan termasuk dengan menghentikan
pemberian antibiotic dan jika diare memburuk dengan vankomisin oral atau
metronidazol.
- Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain - lain
Rotavirus. Infeksi primer virus ini pada bayi biasanya mengakibatkan
penyakit yang berat, sedangkan infeksi kembali yang didapat saat remaja
akan lebih ringan. Rotavirus menyerang epitel dari usus halus bagian atas
dan pada penyakit/keadaan yang buruk dapat juga menginvasi daerah usus
besar hingga kolon. Akibatnya adalah kerusakan pada vilus, defisiensi
disakaridase sekunder, serta peradangan pada lamina propria. Muntah dapat
berlangsung selama 3-4 hari dan diare kurang lebih 7 hari, dengan keadaan
ini biasanya didapatkan dehidrasi pada anak-anak. Diagnosa pasti
ditegakkan dengan ELISA menggunakan feses penderita. Penatalaksanaan
suportif dengan menjaga masukan cairan dan elektrolit agar tidak terjadi
dehidrasi.
Adenovirus. Virus ini (sub tipe Ad40, Ad41, dan Ad 31) menyebabkan
diare dan muntah-muntah selam kurang lebbih satu minggu. Pada usus
halus,infeksi oleh adenovirus mengakibatkan atrofi vilus dan kompensasi
hyperplasia kripta-kripta (sama seperti rotavirus), yang mengakibatkan
malabsorbsi dan kehilangan cairan.
Norwalk-like virus. Masa inkubasi 1 sampai 2 hari diikuti dengan mual,
muntah, diare dan nyeri perut pada 12 – 60 jam berikutnya.
- Infestasi parasit : Cacing (ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides),
Protozoa (Entamoeba hystolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis,
jamur (Candida albicans).
Entamoeba hystolitica. Tempat infeksi Entamoeba histolytica adalah di
kolon, walaupun demikian ia dapat menembus usus dan menyerang hati,
paru serta otak. Diare yang ditimbulkan bersifat akut, berdarah, dan
mengandung leukosit.Diagnosis bergantung pada identifikasi organisme ini
dalam feses dan bias dikonfirmasi secara serologic. Obat pilihan dalam
penatalaksanaannya adalah metronidazol.
Giardia lamblia. Parasit ini ditularkan bilamana tertelan kisat baik dalam
makanan maupun air yang terkontaminasi. Giardia menempel pada
mikrovili epitel duodenum dan jejunum. Manifestasi klinik berupa
anoreksia, nausea, perut kembung, diare (cair), intoleransi laktosa sekunder
dan penurunan berat badan. Diagnosa ditegakkan dengan identifikasi
organisme dalam feses, aspirasi duodenum, atau biopsy usus halus.
b. Infeksi parenteral (infeksi sekunder), infeksi di bagian tubuh lain di luar alat
pencernaan, seperti Otitis media akut (OMA), Tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat
pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarisa (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan
anak yang terpenting ialah intoleransi laktosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor Makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
4. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan
diare terutama pada anak yang lebih besar
→ Ingat 4F :
Food
Fesces
Finger
Fly
Mekanisme Dasar Yang Menyebabkan Timbulnya Diare Adalah :
1. Gangguan osmosis
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare
2. Gangguan sekretorik
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul
diare karena terdapat peningkatan rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya desempatan usus untuk menyerap
makanan, sehingga timbal diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berleihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare
pula.
Patogenesis Diare Akut Karena Infeksi :
1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil
melewati rintangan asam lambung.
2. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) dalam usus halus.
3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik).
Faktor Predisposisi
1. Malnutrisi mempunyai kolerasi yang positif dengan lama dan beratnya diare,
Diare merupakan penyakit nutrisi yang prevalensinya cukup tinggi dalam hal
ini kehilangan air dan elektrolit. Anak yang meninggal karena diare, selain yang
mendapatkan penanganan baik, biasanya kekurangan asupan makanan dan seringkali
sangat berat.
Pada saat terjadi diare, intake makanan berkurang, absorbsi nutrisi menurun,
dan peningkatan kebutuhan nutrisi seringkali ditemukan bersamaan sehingga
menyebabkan penurunan berat badan dan pertumbuhan terhambat : status nutrisi anak
menurun dan adanya malnutrisi sebelumnya akan mengakibatkan kondisi yang lebih
buruk. Pada akhirnya malnutrisi berperan dalam terjadinya diare yang lebih
berat,lama, dan kemungkinan lebih banyak terjadi pada anak yang kurang asupan
makanan bergizi. Lingkaran vicious ini dapat diputus dengan :
tetap melanjutkan pemberian makanan kaya nutrisi selama dan setelah diare
memberikan diet nutrisi yang sesuai dengan usia anak, jika keadaan anak baik.
Bilamana hal tersebut dilakukan maka malnutrisi dapat dicegah dan resiko
kematian karena diare banyak berkurang.
2. menurunnya aktivitas enzim usus, dan hilangnya integritas usus.
3. Kerusakan mukosa usus yang berkepanjangan mempertahan kan lingkaran setan
malnutrisi - diare - malabsorbsi.
4. Pemberian makanan tambahan yang terlalu dini dan tidak tepat
5. Ketidaktersediaan ASI
6. Tidak cukup tersedianya air bersih
7. Kurangnya sarana MCK
8. Higiene perseorangan dan lingkungan yang buruk
9. Cara penyimpanan dan penyediaan makanan yang tidak higienis
10. Cara penyapihan bayi yang tidak baik
11. Sosial ekonomi yang kurang baik
12. Pendidikan ibu yang kurang
13. Budaya yang tidak sesuai dengan kenyataan
Komplikasi Diare :
Akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam
komplikasi
1. Dehidrasi
2. Syok Hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, denyut nadi cepat,
kecil, tekanan darah menurun, penderita menjadi lemah, kesadaran menurun
3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,
perubahan pada elektrokardiogram)
4. Hipoglikemia
5. Hiponatremia
6. Hipernatremia
7. Hipokloremia
8. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiesi enzim laktase karena kerusakan
vili mukosa usus halus
9. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
10. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.
11. Gangguan keseimbangan asam basa (Asidosis metabolik)
12. Kematian
Dehidrasi
Keadaan dimana cairan tubuh yang keluar melebihi cairan yang masuk ke dalam tubuh.
Berdasarkan jumlah cairan yang hilang derajat dehidrasi dapat dibagi menjadi
1. Tanpa dehidrasi : bila kehilangan cairan < 5% berat badan
2. Dehidrasi ringan - sedang bila kehilangan cairan diantara 5% - 10% berat badan
3. Dehidrasi berat bila kehilangan cairan > 10% berat badan
Tabel Penilaian Derajat Dehidrasi Pada Pasien Diare (WHO) 2003
KATEGORI A B C
Lihat infeksi:
1. Kondisi
2. Mata
3. Derajat haus
Baik, sadar
Normal
Minum biasa, tidak
haus
Gelisah
Layu, cekung
Haus, sangat haus
Letargi, tidak sadar
Layu/ cekung
Minum dengan
lemas/tidak mampu
minum
Raba/palpasi
Cubitan pada kulit
Kembali dengan
cepat
Kembali lambat Kembali sangat
lambat
Tentukan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan-
sedang
Bila terdapat 2 atau
lebih tanda *
Dehidrasi berat
Bila terdapat 2 atau
lebih tanda*
Pada anak besar dan dewasa, bila kehilangan cairan lebih dari 5% berat badannya
sudah diangga menderita dehidrasi berat
Tabel 1 : Jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi
Pada anak di bawah 2 tahun
Derajat
Dehidrasi
PWL * NWL ** CWL *** Jumlah
Ringan 50 100 25 175
Sedang 75 100 25 200
Berat 125 100 25 250
Tabel 2 : Jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi
Pada anak berumur 2- 5 tahun
Derajat
Dehidrasi
PWL * NWL ** CWL *** Jumlah
Ringan 30 80 25 135
Sedang 50 80 25 155
Berat 80 80 25 185
Tabel 3 : Jumlah cairan yang hilang pada dehidrasi berat menurut
berat badan penderita dan umur
Berat Badan Umur PWL * NWL ** CWL *** Jumlah
< 3 kg < 1bln 150 125 25 300
3 - 10 kg 1 bln - 2 thn 125 100 25 250
10 - 15 kg 2 - 5 tahun 100 80 25 205
15 - 25 kg 5 - 10 tahun 80 65 25 170
Keterangan :
* PWL : Previous Water Losses (ml/kgbb)
** NWL : Normal Water Losses (ml/kgbb)
*** CWL : Concomitant Water Losses (ml/kgbb)
- (Previous water losses = PWL) Jumlah cairan yang telah hilang melalui diare atau
muntah
- (Normal water losses = NWL) Banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin
dan pernapasan
- (Concomitant water losses = CWL) Banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan
muntah yang masih terus berlangsung
Menurut tonisitas cairan yang hilang dehidrasi dibagi menjadi :
1. Dehidrasi Isotonik : tidak ada perubahan konsentrasi elektrolit darah
2. Dehidrasi hipotonik : konsentrasi elektrolit darah turun
3. Dehidrasi Hipertonik : konsentrasi elektrolit darah naik, biasanya disertai rasa haus
dan gejala neurologis
Karena tonisitas darah terutama ditentukan oleh kadar natrium di dalam plasma, maka
biasanya penentuan jenis dehidrasi tersebut dilakuakan berdasarkan kadar natrium
tersebut, yaitu :
1. Dehidrasi Isotonik, bila kadar natrium plasma 130 - 150 mEq/l dan dapat disebut juga
sebagai dehidrasi isonatremia
2. Dehidrasi Hipotonik, bila kadar natrium dalam plasma kurang dari 130 mEq/l dan
dapat disebut juga sebagai dehidrasi hiponatremia
3. Dehidrasi Hipertonik, bila kadar natrium plasma lebih dari 130 - 150 mEq/l dan dapat
disebut juga sebagai dehidrasi hipernatremia
Tanda Klinik Dehidrasi berat
1. Rasa haus
2. Berat badan turun
3. Kulit, bibir, dan lidah kering
4. Saliva menjadi kental
5. Turgor kulit dan tonus berkurang
6. Mata dan ubun - ubun cekung
7. Pembentukan urin berkurang
8. Anak menjadi apatis
9. Gelisah kadang disertai kejang
10. Timbul gejala asidosis
11. Syok dengan nadi dan jantung yang berdenyut cepat dan lemah
12. Tekanan darah menurun
13. Kesadaran menurun
14. Pernafasan kussmaul
Kadar Normal Kalium dan Defisit Basa Dalam Darah
Kadar Normal kalium : 16-32 mg% atau 4,0-5,6 mEq/l. Sedangkan pada asidosis
(ekses asam / defisit basa ) mempunyai pH 6,80-7,35 dengan BE: -2,3.
Asidosis
Asidosis yaitu, Konsentrasi ion hidrogen dalam cairan tubuh naik, karena faktor
metabolik atau respiratorik. Dengan gejala apatis atau gelisah, kadang - kadang koma.
Hiperventilasi dan Hiperpnoe (pernafasan kussmaul), kulit kering, bibir berwarna merah
cherry, nafas mungkin berbau aseton. Anak besar mengeluh mual, nyeri perut dan nyeri
kepala.
Asidosis metabolik pada anak disebabkan oleh :
a. Kehilangan fixed base (natrium dan sebagainya) melalui traktus digestivus
misalnya pada diare, fistel usus dan lain-lain.
b. Penyakit yang menyebabkan suhu tubuh naik dan nafsu makan berkurang
sehingga zat lemak dan protein tubuh digunakan untuk metabolisme dan metabolit
asam bertambah (keton, beta hidroksibutirat dan aseto-asetat), misalnya pada
infeksi, kelaparan, dehidrasi dan diabetes.
c. Kegagalan homeostasis ginjal seperti pada gagal ginjal kronis, keracunan salisilat
dan sebagainya.
Asidosis respiratorik pada anak dapat terjadi karena tekanan parsial CO2 dalam darah
naik sehingga kadar asam karbonat juga naik.
Hal ini dapat terjadi pada :
a. Obstruksi dinding alveolus : edema paru, emfisema paru, fibrosis.
b. Penyakit susunan saraf pusat : keracunan morfin, poliomielitis
yang mempengaruhi pernapasan.
c. Aliran darah ke paru berkurang seperti pada penyakit jantung
bawaan.
Koreksi Asidosis Metabolik
Bila asidosis hanya sedikit (CO2 combining power tidak kurang dari 40 vol% atau
18 mEq/l) maka keadaan tersebut akan dikoreksi oleh homeostasis tubuh sendiri bila
diberi cukup cairan dan elektrolit.
Bila CO2 combining power < 40 vol% atau 18 mEq/l, maka perlu dikoreksi
dengan memberikan natrium laktat atau natrium bikarbonat. Biasanya koreksi tidak
langsung sampai CO2 combining power menjadi normal, karena nilai normal sangat
mudah dilampaui. Oleh karena itu cukup dengan memberikan setengah jumlah alkali
yang diperlukan untuk mencapai nilai normal.
CO2 combining power dapat dinaikkan 1 vol% dengan 1,8 ml 1/6 mol natrium
laktat per-kg berat badan atau 0,0026 gram natrium bikarbonat per-kg berat badan.
Bikarbonat yang dibutuhkan biasanya dihitung dengan menggunakan rumus :
Kebutuhan NaHCO3 = 0,3 x kgbb x base excess
Hipokalemia
Jumlah kalium total dalam tubuh adalah 50 sampai 55 mEq/KgBB pada orang
dengan berat badan ideal. Sembilan puluh lima persen kalium berada intraseluler adalh
150 mEq/l, dengan variasi luas antara jaringan yang satu dengan jaringan lainnya.
Sebagian kecil kalium terikat pada protein sehingga tidak aktif secara osmotic. Rasio K/N
(rasio antara mEq kalium / gram nitrogen) pada jaringan otot berkisar antara 2.6 sampai
3.0 , yang merupakan petanda proporsi yang normal.
Perlu dibedakan antara keadaan jumlah kalium tubuh yang menurun dengan
hipokalemia. Kelainan yang pertama terdapat pada berbagai penyakit distrofi muscular,
yang disebabkan karena massa ototnya berkurang. Hipokalemia terjadi karena masukan
kalium yang kurang, kehilangan akibat ekskresi yang meningkat, dan kehilangan ekstra
renal. Kehilangan kalium secara eksternal akan mengakibatkan pergeseran kalium dari
ruang intraseluler ke ruang ekstraseluler. Kemidian tempat kalium intraselular ini akan
diganti oleh natrium, ion hirogen, dan asam amino dibasic. Bila penggantian ini terjadi
secara berlebihan, keadaan asidosis dalam sel tubulus ginjal yang diakibatkannya, akan
menyababkan pertukaran ion hydrogen intrasel dengan natrium dalam cairan tubulus
distal. Proses ini akan mengakibatkan terjadinya asiduria yang disertai dengan alkalosis
dan meningkatnya ekskresi ammonia.
Perbandingan kadar kalium ekstraseluler dan intraselular sangat vital untuk fungsi
sel. Depolarisasi membran sel, suatu proses yang bertanggung jawab dalam mengawali
kontraksi otot, memerlukan influks natrium yang mendadak ke dalam sel dan efluks
kalium yang setara dari dalam keluar sel. Pada repolarisasi terjadi proses sebaliknya.
Dalam keadaan hipokalemia rasio kadar kalium intraselular terhadap kalium ekstra
selular meningkat. Selisih potential elektrik membran sel yang diakibatkannya akan
meningkat, sehingga perbedaan antara potential istirahat dan potential istirahat dan
potensial eksitasi bertambah, yang selanjutnya akan menghambat pembentukan impuls,
transmisi, dan kotraksi otot. Dengan demikian hipokalemia akan menimbulkan perubahan
fungsi sel otot skelet, otot polos, dan otot jantung.
Konsentrasi normal kalium dalam serum
Bayi premature 4.5 – 7.2 mEq/lBayi 3.7 – 5.2 mEq/lAnak-anak 3.5 - 5.8 mEq/l
Koreksi Hipokalemia
Bila kadar kalium rendah peroral dapat diberikan 1,5-3 gram KCl sehari atau
secara intravena diberikan KCl 2-4 mEq/Kgbb/24 jam
Pada hipokalemia berat dapat diberikan KCl 0,5-1 mEq/kgbb/jam melalui intravenous
fluid drips (maksimum 20 mEq/jam)
Hiponatremia
Hiponatremia terjadi karena depresi natrium, intoksikasi air atau kombinasi
keduanya. Pemeriksaan kadar natrium air kemih dapat mencari penyebab hiponatremia.
Pada defisit natrium kadar air kemih ≤ 10 mEq/l keadaan ini dapat ditemukan pada
sindroma nefrotik, gagal jantung kongesti atau gagal hepar. Pada keadaan kelebihan air
atau kerusakan tubulus ginjal kadar natrium air kemih tinggi yaitu sekitar 50mEq/L.
Batasan hiponatremia adalah bila kadar natrium serum < 130 mEq/l. Beratnya
gejala sebagian ditentukan oleh kecepatan menurunnya kadar Natrium darah. Jika kadar
Natrium menurun secara perlahan , gejala cenderung tidak parah dan tidak muncul
sampai kadar Natrium benar- benar rendah. Jika kadar natrium menurun dengan cepat,
gejal yang timbul lebih parah dan meskipun penurunannya sedikit, tetapi gejala
cenderung timbul. Otak sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi Natrium darah.
Karena itu gejala awal dari Hiponatremia adalh Letargi ( keadaan kesadaran yang
menurunseperti tidur lelap, dapat dibangunkan sebentar, tetapi segera tertidur
kembali ).Pada kasus yang sangat berat, akan diikuti stupor ( penurunan kesadaran
sebgaian ). Bila kadar natrium kurang dari 120 mEq/l dapat menimbulkan gejala kejang
dan renjatan. Kadar natrium lebih dari 120 meq/l biasanya asimptomatik, pengobatan
tergantung pada penyebabnya. Bila akibat kelebihan air pengobatannya berupa restriksi
pemberian air. Pada penderita dengan fungsi ginjal normal kadar natrium darah cepat
menjadi normal, tetapi kadang- kadang kenaikan kadar natrium sangat lambat samapi
beberapa hari atau minggu. Bila penyebabnya defisit natrium maka pengobatannya
diberikan ekstra garam makanan dan parenteral.
Konsentrasi normal natrium dalam serum
Bayi 133 – 146 mEq/lAnak 135 – 148 mEq/l
Koreksi hiponatremia
Hiponatremia terjadi karena deplesi natrium, intoksikasi air atau kombinasi
keduanya. Batasan hiponatremia adalah bila kadar natrium serum < 130mEq/l. Dosis
NaCl yang harus diberikan dapat dihitung dengan rumus :
NaCl = 0,6 X ( N-n ) X BB
Penjelasan :
N = Kadar Na yang diinginkan
n= Kadar Na sekarang
BB = Berat badan
Hipernatremia Peningkatan konsentrasi natrium plasma, yang juga menyebabkan peningkatan
osmolaritas, dapat disebabkan oleh kehilangan air dari larutan ekstraselular, yang
memekatkan ion natrium, atau karena kelebihan natrium dalam cairan ekstraselular. Hal
ini mengakibatkan timbulnya dehidrasi hiperosmotik. Kondisi ini dapat terjadi akibat
ketidakmampuan untuk mensekresi hormon antidiuretik, yang dibutuhkan oleh ginjal
untuk menahan air. Akibat tidak adanya hormon antidiuretik ini, ginjal mengeluarkan
urin encer dalam jumlah yang sangat besar (kelainan yang disebut sebagai diabetes
insipidus), menyebabkan timbulnya dehidrasi dan peningkatan konsentrasi natrium
klorida dalam cairan ekstraselular. Pada jenis-jenis penyakit ginjal tertentu, ginjal tidak
berespons terhadap hormon antidiuretik, juga menyebabkan apa yang disebut diabetes
insipidus “nefrogenik”. Penyebab hipernatremia yang lebih umum yang berhubungan
dengan penurunan volume cairan ekstraselular ialah dehidrasi akibat asupan air yang
lebih sedikit daripada pengeluarannya, seperti yang timbul pada keadaan berkeringat
selama latihan berat.
Hipernatremia juga dapat terjadi sebagai akibat penambahan natrium klorida yang
berlebihan pada cairan ekstraselular. Hal ini sering terjadi pada overhidrasi hiperosmotik,
karena kelebihan natrium klorida ekstraselular biasanya juga berhubungan dengan
beberapa tingkat retensi air oleh ginjal. Sebagai contoh, sekresi berlebihan dari hormon
aldosteron yang meretensi natrium dapat menyebabkan hipernatremia ringan dan
overhidrasi. Alasan bahwa hipernatremia ini tidak lebih berat ialah bahwa peningkatan
sekresi aldosteron menyebabkan ginjal mereabsorbsi air juga natrium dalam jumlah yang
lebih besar.
Jadi, dalam menganalisis kelainan konsentrasi natrium plasma dan memutuskan
terapi yang tepat, kita harus lebih dulu menentukan apakah kelainan ini disebabkan oleh
kehilangan atau penambahan natrium primer atau kehilangan atau penambahan air
primer.
Hipokloremia
Hipokloremia ialah menurunnya kadar ion klorida di dalam darah (N: 98-108
mmol/L).
Ion klorida merupakan elektrolit yang penting dalam darah dan bekerja untuk
memastikan bahwa metabolisme tubuh berjalan dengan baik. Ginjal berfungsi untuk
mengontrol kadar ion klorida di dalam darah. Oleh karena itu, jika terjadi gangguan
keseimbangan kadar ion klorida dalam darah, biasanya dihubungkan dengan keadaan
ginjal. Ion klorida membantu keseimbangan asam-basa dalam tubuh.
Penyebab :
Kehilangan cairan tubuh akibat muntah yang berkepanjangan, diare, berkeringat
atau demam tinggi.
Penggunaan obat-obatan seperti : bikarbonat, kortikosteroid, diuretic, dan laksatif.
Gejala :
Biasanya asimptomatis, kecuali terjadi peningkatan atau penurunan kadar ion
klorida yang berlebihan.
Dehidrasi, kehilangan cairan, atau peningkatan kadar natrium dalam darah harus
dicurigai.
Diare, muntah.
Pencegahan :
Pastikan kita memberi tahu dokter atau pelayanan kesehatan, mengenai
pengobatan lain yang kita gunakan (termasuk vitamin, atau jamu). Jangan
mengkonsumsi aspirin atau obat-obatan yang mengandung aspirin kecuali
diizinkan oleh dokter atau pelayanan kesehatan.
Ingatkan dokter atau pelayanan kesehatan bila kita memiliki riwayat penyakit
hati, ginjal, jantung, atau diabetes.
Menjaga keseimbangan cairan tubuh dengan minum air ≥ 2 L atau 8 gelas/hari.
Hindari kafein dan alcohol, karena dapat menyebabkan gangguan keseimbangan
elektrolit.
Pengobatan :
Memperbaiki faktor penyebab. Jika terdapat disfungsi endokrin atau system
hormon, kita dapat konsul pada bagian endokrinologis untuk pengobatan. Jika
terdapat gangguan pada ginjal, kita dapat menemui nefrologis.
Apabila penurunan kadar ion klorida disebabkan oleh pengobatan, bila
memungkinkan dapat dihentikan.
Hipoglikemia
Suatu keadaan dimana kadar gula darah secara abnormal rendah. Dalam keadaan
normal , tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 70- 110 mg/dl. Kadar gula darah
yang rendah menyebabkan berbagai sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi. Otak
merupakan organ yang sangat peka terhadap kadar gula darah yang rendah dan melalui
sistem saraf, merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan epinefrin. Hal ini akan
merangsang hati untuk melepaskan gula agar kadar dalam darah tetap.
Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa menurun sampai 40 mg%
pada bayi dan 50 % pada anak –anak. Terjadinya hipoglikemia ini perlu dipertimbangkan
jika terjadi kejang yang tiba- tiba tanpa adanya panas dan penyakit lain yang disertai
kejang, atau penderita dipuasakan dalam waktu yang lama. Pada awalnya tubuh
merespons terhadap rendahnya kadar gula darah dengan melepaskan epinefrin dari
kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf. Epinefrin merangsang pelepasan gula dari
cadangan tubuh tetapi juga menyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan .
Hipoglikemia yang lebih berat menyebabkan berkurangnya glukosa ke otak dan
menyebabkan pusing, bingung, lelah , lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak biasa,
tidak mampu berkonsentrasi, gangguan penglihatan, kejang dan koma. Hipoglikemia
yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Gejala yang
menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak dapat terjadi secara perlahan
maupun secara tiba- tiba . Gemetar atau tremor , serangan sianosis apatis, kejang,
serangan apnea intermitten atau takipnea, tangis yang lemah atau melengking,
kelumpuhan atau letargi , kesulitan minum dan terdapatnya gerakan putar mata. Dapat
pula timbul keringat dingin, pucat , hipotermia, gagal dan henti jantung . Karena gejala
klinis tersebut dapat disebabkan oleh bermacam- macam sebab maka bila gejala tidak
menghilang setelah pemberian glukosa yang adekuat , perlu dipikirkan penyebab lain.
Pada bayi yang aterm dengan Berat badan 2500 gram atau lebih , kadar glukosa plasma
darah lebih rendah dari 30 mg/dl dalam 72 jam pertama dan 40 mg/ dl pada hari
berikutnya , sedangkan pada bayi dengan berat badan lahir rendah dibawah 25 mg/ dl.
Koreksi hipoglikemia
Pengobatan bila tanpa kejang bolus intravena 200 mg/kg bb glukosa 10 % cukup
efektif untuk meningkatkan kadar gula darah. Bila terdapat kejang diberikan larutan
glukosa 10 %- 25 % dengan dosis total 1-2 gr/ kgbb. Kemudian dilanjutkan dengan infus
glukosa 4- 8 mg/kgbb/menit . Bila hipoglikemia berulang diberikan infus glukosa 15- 20
% dan bila tidak cukup diberikan hidrokortison 2,5 mg/ kgbb/12 jam atau prednison 1mg/
kgbb/24 jam. Pemeriksaan kadar gula darah dilakukan tiap 2 jam samapai beberapa hasil
menunjukkan kadar diatas 40 mg/dl. Kemudian pemeriksaan dilanjutkan setiap 4- 6 jam
pengobatan dikurangi dan dihentikan bila kadar gula darah sudah normal dan bayi tidak
menunjukan gejala selama 24- 48 jam.
Pengobatan diare
Tujuan pengobatan :
1. Mencegah dehidrasi
2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada
3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan setelah
diare
4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan
memberikan suplemen zinc.
Dalam garis besarnya pengobatan diare dapat dibagi dalam :
a. Pengobatan cairan
b. Pengobatan kausal
c. Pengobatan simptomatik
d. Pengobatan dietetik
A. Pengobatan cairan
Jenis Cairan
Larutan M Mol/liter
Na K Ca Cl Laktat/asetat
Larutan ½ darrow 61 18 0 52 27
Larutan garam faali 154 0 0 154 0
Larutan ½ garam faal (
NaCl 0,45 % )
77 0 0 77 0
Ringer laktat ( larutan
Hartman )
130 4 3 109 28
Cairan rehidrasi oral (CRO)
- Cairan rehidrasi parenteral (CRP)
Cairan rehidrasi oral (CRO)
Ada beberapa macam cairan rehidrasi oral :
- Cairan rehidrasi oral dengan formula lengkap yang mengandung NaCl, KCl,
NaHCO3 dan glukosa atau penggantinya yang dikenal dengan nama oralit. Kadar
natrium 90 mEq/l untuk kolera dan diare akut pada anak diatas 6 bulan dengan
dehidrasi ringan dan sedang atau tanpa dehidrasi (untuk pencegahan dehidrasi).
- Formula sederhana (tidak lengkap), hanya mengandung NaCl dan sukrosa atau
karbohidrat lain, misalnya larutan garam-gula (LGG), larutan air tajin garam,
larutan tepung beras-garam dan sebagainya untuk pengobatan pertama di rumah
pada semua anak dengan diare akut baik sebelum ada dehidrasi maupun setelah
ada dehidrasi ringan.
Cairan rehidrasi parenteral (CRP)
- DG aa (1 bagian larutan Darrow + 1 bagian glukosa 5%)
- RL g (1 bagian Ringer laktat + 1 bagian glukosa 5%)
- RL (Ringer laktat)
- 3 @ ( 1 bagian NaCl 0,9% + 1 bagian glukosa 5% + 1 bagian Na-
laktat 1/6 mol/l)
- DG 1:2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%)
- RLg 1:3 (1 bagian ringer laktat + 3 bagian glukosa 5-10%)
- Cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 1½ % atau 4 bagian
glukosa 5-10% + 1 bagian NaCl 0,9%)
Indikasi
Ringer Laktat
- Pilihan pertama untuk diare
- Mengandung Natrium dan Kalium dengan konsentrasi yang cukup untuk
memperbaiki kehilangan elektrolit
- Mengandung laktat yang perlu untuk memperbaiki asidosis yang
timbul
RL g
Digunakan pada diare dehidrasi berat.
RL g 1:3
Digunakan untuk diare dehidrasi berat karena masukan atau intake kurang tanpa
asidosis.
DG aa
Diare dehidrasi berat pada :
- MEP
- Bronkopneumonia tanpa disertai kelainan jantung
- MEP ringan, sedang berat tipe marasmus, disertai bronkopneumonia tanpa
kelainan jantung
- MEP berat tipe marasmik kwashiorkor dan tipe kwashiorkor yang disertai
bronkopneumonia yang tanpa disertai kelainan jantung
- Kelainan jantung bawaan (congenital heart disease/ CHD)
- Diare dehidrasi berat yang disertai kejang
- Intake kurang yang disertai asidosis
3@
Digunakan pada diare dehidrasi berat
DG 1:2
Digunakan pada diare dehidrasi berat yang disertai kejang
Cairan 4:1
Digunakan untuk diare dehidrasi berat pada :
- Bayi baru lahir (neonatus) dengan berat badan 2-3 kg (kadar glukosa 5% pada cairan)
- Bayi yang berat badan kurang dari 2 kg (kadar glukosa 10% pada cairan)
Jalan pemberian cairan
a. Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi
dan bila anak mau minum serta kesadaran baik.
b. Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa
dehidrasi, tetapi anak tidak mau minum, atau kesadaran menurun.
c. Intravena untuk dehidrasi berat.
Jumlah cairan
Jumlah cairan : Jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan :
1) Previous water loss (PWL) atau defisit, yaitu jumlah cairan yang telah hilang,
biasanya berkisar antara 5-15% dari berat badan
2) normal water loss (NWL) yang terdiri dari urin ditmbah jumlah cairan yang hilang
melalui penguapan pada kulit dan pernafasan ( insensible water loss) untuk daerah
tropis seperti Jakarta kira-kira 100 ml/kgbb/24jam
3) Concomitant water loss (CWL ) yaitu jumlah cairan yang hilang melalui muntah dan
diare (kira-kira 25 ml/kgbb/hari), dengan suction, parasentesis asites dan sebagainya
Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat badan masing-masing
anak atau golongan umur sesuai dengan tabel berikut :
Jadwal (kecepatan) pemberian cairan
a. Belum ada dehidrasi
- Oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas setiap kali buang
air besar.
- Parenteral dibagi rata dalam 24 jam
b. Dehidrasi ringan
- 1 jam pertama : 25-50 ml/kgbb peroral atau intragastrik
- Selanjutnya : 125 ml/kgbb/hari atau ad libitum
c. Dehidrasi sedang
- 1 jam pertama : 50-100 ml/kgbb peroral atau intragastrik
- Selanjutnya : 125 ml/kgbb/hari atau ad libitum
d. Dehidrasi berat
- Untuk anak 1 bulan-2 tahun dengan berat badan 3-10 kg
1 jam pertama : 40 ml/kgbb/jam atau
= 10 tetes/kgbb/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 20 tetes)
atau
= 13 tetes /kgbb/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 20 tetes)
7 jam kemudian : 12 ml/kg/jam atau
= 3 tetes/kgbb/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 15 tetes)
atau
= 4 tetes/kgbb/menit (dengan infus berukuran 1 ml = 20 tetes)
16 jam berikut : 125 ml/kgbb oralit peroral atau intragastrik.
Bila anak tidak mau minum, teruskan DG aa intravena 2
tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgbb/menit (1 ml
= 20 tetes)
- Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15
kg.
1 jam pertama : 30 ml/kgbb/jam atau
= 8 tetes/kgbb/menit ( 1ml = 15 tetes) atau
= 10 tetes/kgbb/menit ( 1 ml = 20 tetes)
7 jam kemudian: 10 ml/kgbb/jam atau
= 3 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau
= 4 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes)
16 jam berikut : 125 ml/kgbb oralit peroral atau intragastrik.
Bila anak tidak mau minum, teruskan DG aa intravena 2
tetes/kgbb/menit ( 1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgbb/menit ( 1 ml
= 2 tetes)
- Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
1 jam pertama : 20 ml/kgbb/jam atau
= 5 tetes/kgbb/menit ( 1 ml = 15 tetes) atau
= 7 tetes/kgb/menit ( 1 ml = 20 tetes)
7 jam kemudian: 10 ml/kgbb/jam atau
= 21/2 tetes/kgbb/menit ( 1 ml = 15 tetes) atau
= 3 tetes/kgbb/menit ( 1 ml = 20 tetes)
16 jam berikut :105 ml/kgbb oralit peroral diberikan DG aa intravena 1
tetes/kgbb/menit ( 1 ml = 15 tetes) atau 11/2 tetes/kgbb/menit ( 1
ml = 20 tetes)
- Untuk bayi baru lahir (neonatus) dengan berat badan 2-3 kg. kebutuhan cairan =
125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kgbb/24 jam.
Jenis cairan : cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5%) + bagian NaHCO3 11/2%).
Kecepatan :
4 jam pertama : 25 ml/kgbb/jam atau
= 6 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes ) atau
= 8 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes)
20 jam berikut : 150 ml/kgbb/20 jam atau
= 2 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau
= 21/2 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes)
- Untuk bayi berat badan lahir rendah, dengan berat badan kurang dari 2 kg.
Kebutuhan cairan = 250 ml/kgbb/24 jam
Jenis cairan : cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 11/2%)
Kecepatan :
4 jam pertama : 25 ml/kgbb/jam atau
= 6 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes)atau
= 8 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes)
20 jam berikut : 150 ml/kgbb/20 jam atau
= 2 tetes/kgbb/menit (1 ml = 15 tetes) atau
= 21/2 tetes/kgbb/menit (1 ml = 20 tetes).
B. Pengobatan kausal
Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare diberikan setelah diketahui penyebab
diare yang pasti. Jika kausa diare ini penyakit parenteral, diberikan antibiotika sistemik.
Di Indonesia diperkirakan kasus diare yang disebabkan oleh infeksi (termasuk virus)
kira-kira 50-70%. Menemukan kuman pada pemeriksaan mikroskopik umumnya sulit.
Bila pada pemeriksaan tinja ditemukan leukosit 10-20/LP (dengan pembesaran 200x),
maka penyebab diare tersebut dapat dianggap infeksi enteral. Berdasarkan hal-hal
tersebut diatas, pada penderita diare antibiotika hanya boleh diberikan kalau :
- Ditemukan bakteri patogen pada pemeriksaan mikroskopik atau
biakan
- Pada pemeriksaan makroskopik atau mikroskopik ditemukan
darah pada tinja
- Secara klinis terdapat tanda-tanda yang menyokong adanya
infeksi enteral
- Di daerah endemik kolera (diberi tetrasiklin)
- Pada neonatus jika diduga terjadi infeksi nosokomial
C. Pengobatan simptomatik
Obat-obat anti diare : Obat-obat yang berkhasiat menghentikan diare secara cepat
seperti antispasmodik/spasmolitik atau opium (Papaverin, Extractum Belladona,
Loperamid, Kodein, dan sebagainya. Justru akan memperburuk keadaan karena akan
menyebabkan terkumpulnya cairan di lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya
perlipat gandaan (over growth) bakteri, gangguan digesti dan absorpsi. Obat ini hanya
berkhasiat menghentikan peristaltik saja. Diare terlihat tidak ada lagi, tetapi perut akan
bertambah kembung dan dehidrasi bertambah berat yang akhirnya dapat berakibat fatal
untuk penderita.
Adsorbents : Obat-obat adsorbents seperti kaolin, pektin, charcoal (norit, tabonal),
bismuth subbikarbonat, dan sebagainya, telah dibuktikan tidak ada manfaatnya.
Stimulans : Obat-obat stimulans seperti adrenali, nikotinamide, dan sebagainya tidak
akan memperbaiki renjatan atau dehidrasi karena penyebab dehidrasi ini adalah
kehilangan cairan (hipovolemik syok) seingga pengobatan yang paling tepat adalah
pemberian cairan secepatnya.
Antiemetik : Obat antiemetik seperti chlorpromazin (largactil) terbukti selain mencegah
muntah juga dapat mengurangi sekresi dan kehilangan cairan bersama tinja. Pemberian
dalam dosis adekuat (sampai dengan 1 mg/kgBB/hari) kiranya cukup bermanfaat.
Antipiretik : Obat antipiretik seperti preparat salisilat (asetosal, aspirin) dalam dosis
rendah (25 mg/tahun/kali) ternyata selain berguna untuk menurunkan panas yang
terjadi sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi penyerta, juga mengurangi
sekresi cairan yang keluar bersama tinja.
D. Pengobatan dietetik
Memuasakan penderita diare (hanya memberi air teh) dan sudah tidak dapat
dilakukan lagi karena akan memperbesar kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan
KKP. Sebagai pegangan dalam melaksanakan pengobatan dietetik dipakai : Oralit, Breast
feeding, Early Feeding simultaneously with Education (O,B,E,S,E).
Cara memberi makanan :
1. Pada bayi dengan asi
Asi dilanjutkan bersama-sama dengan oralit, dan diberi selang-seling. Pada
bayi berumur > 4 bulan (sudah mendapat buah-buahan, makanan tambahan)
dilanjutkan dengan fase readaptasi, sedikit demi sedikit makanan diberikan
kembali seperti sebelum sakit.
2. Pada bayi dengan susu formula
Diberikan oralit, diberikan selang-seling dengan susu formula. Jika bayi telah
mendapat makanan tambahan (umur > 4 bulan), makanan tambahan untuk
sementara dihentikan, diberikan sedikit demi sedikit mulai hari ke-3.
3. Untuk anak di bawah umur 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat
badan badan kurang dari 7 kg.
jenis makanan :
Susu (asi atau susu formula yang mengandung laktosa
rendah dan asam lemak tidak jenuh).
Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat
(nasi tim) bila anak tidak mau minum susu karena di rumah
sudah biasa diberi makanan padat.
Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa
atau susu dengan asam lemak berantai sedang/tidak jenuh,
sesuai dengan kelainan yang ditemukan.
Caranya :
Hari 1 :
- Setelah rehidrasi segera diberikan makanan peroral
- Bila diberikan Asi atau susu formula, diare masih sering,
hendaknya diberikan tambahan oralit atau air tawar selang-seling
dengan asi, misalnya: 2 x ASI/susu formula rendah laktosa, 1 x
oralit/air tawar.
Hari 2-4 : ASI/susu formula rendah laktosa penuh.
Hari 5 : Dipulangkan dengan ASI/susu formula sesuai dengan kelainan yang
ditemukan (dari hasil pemeriksaan laboratorium).
Bila tidak ada kelainan, dapat diberikan susu biasa seperti SGM, Lactogen,
Dancow, dan sebagainya dengan menu makanan sesuai dengan umur dan
berat badan bayi.
4. Untuk anak diatas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg.
Jenis makanan :
Makanan padat atau makanan cair/susu dengan kebiasaan
makan di rumah.
Caranya :
Hari 1 : Setelah rehidrasi segera diberikan makanan seperti ; buah (pisang),
biskuit dan Breda (bubur realimentasi daging ayam) dan ASI diteruskan (bila
masih ada) ditambah oralit.
Hari 2 : Breda, buah, biskuit, ASI.
Hari 3 : Nasi tim, buah, biscuit, dan ASI
Hari 4 : makanan biasa dengan ekstra kalori (11/2 kali kebutuhan)
Hari 5 : dipulangkan dengan nasehat makanan seperti hari 4.
Berdasarkan Tabel penilaian derajat dehidrasi (berat ringannya penyakit) yang
dikeluarkan oleh WHO, Maka pasien diare dapat diberikan rencana terapi seperti di
bawah ini :
1. Rencana terapi A (tanpa dehidrasi) :
Terapi dilaksanakan di rumah untuk mencegah dehidrasi dan malnutrisi. Seorang
anak dengan diare dan tanpa dehidrasi memerlukan cairan garam tambahan untuk
mengganti cairan dan elektrolit yang hilang untuk mencegah dehidrasi. Beberapa hal
yang harus diajarkan kepada ibu untuk mencegah dehidrasi, malnutrisi dan saat
merujuk :
Berikan anak lebih banyak cairan dari biasanya untuk mencegah dehidrasi
Teruskan pemberian makanan pada anak untuk mencegah malnutrisi
Beri suplemen zinc elemental (10 mg untuk anak usia <6bulan dan 20 mg usia >6
bulan), selama 10 - 14 hari
Bawa ke dokter / tenaga medis bila terdapat tanda - tanda dehidrasi atau masalah
lainnya seperti tinja cair keluar amat sering, muntah berulang, rasa haus
meningkat, atau tidak dapat makan / minum seperti biasanya
Cairan Rehidrasi Oral (CRO)
Komposisi CRO sangat penting untuk memperoleh penyerapan yang optimal. Terapi
CRO yang dianjurkan oleh WHO selama 3 dekade ini dengan menggunakan cairan
elektrolit dan glukosa telah berhasil menurunkan angka kematian akibat dehidrasi
pada diare, karena kombinasi gula dan garam ini dapat meningkatkan penyerapan
cairan di usus. CRO selain murah juga mudah digunakan dan aman, sehingga sangat
efektif dan efisien digunakan pada pusat pelayanan kesehatan dengan jumlah tenaga
kesehatan yang terbatas serta tidak mempunyai tenaga yang terlatih. Sesuai dengan
anjuran WHO saat ini dianjurkan penggunaan CRO dengan komposisi Na 75
mmol/L, K 20 mmol/L, Cl mmol/L, glukosa 75 mmol/L, sitrat 10 mmol/L.
2. Rencana terapi B (dehidrasi ringan - sedang)
Pada dehidrasi ringan - sedang, CRO diberikan dengan pemantauan yang dilakukan di
ruang rawat inap sehari atau pojok upaya rehidrasi oral selama 3 jam. Penilaian
kembali deajat dehidrasi, bila masukan minum atau makan baik, penderita dapat
dipulangkan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat pemantauan, yaitu :
Jumlah CRO yang harus diperhatikan ?
Cara pemberian CRO ?
Pemantauan kemjuan terapi rehidrasi oral
Penghentian terapi CRO
Kapan Rehidrasi oral dianggap gagal
Pemberian zinc
Pemberian makanan
Tabel jumlah cairan rehidrasi oral yang harus diberikan 3 jam pertama
Usia < 4 bln 4-11
bln
12-23
bln
2-4 thn 5-14
thn
>15 thn
BB < 5 kg 5-7,9 kg 8-10,9
kg
11-15,9
kg
16-29,9
kg
> 30 kg
Jumlah
(mL)
200 -
400
400 -
600
600-800 800 -
1200
1200 -
2200
2200 -
4000
3. Rencana terapi C (dehidrasi berat)
Bila anak dapat minum, CRO dapat diberikan sampai cairan parenteral dapat
diberikan. Cairan parenteral yang diberikan adalah ringer laktat sebanyak 100
mL/kgBB dengan tahapan sebagai berikut :
Usia Pertama beri 30 ml/kgBB
dalam :
Selanjutnya beri 70 ml/kg
dalam :
Bayi (< 1 tahun ) 1 jam)* 5 jam
Anak (> 1 tahun ) ½ jam* 2 ½ jam
Catatan :
Ringer laktat pada i jam tahap pertama, sedangkan pada tahap selanjutnya dapat diberikan
KaEN 3B
Setelah 6 jam (Bayi) atau 3 jam (anak), pasien dievaluasi dengan menggunakan tabel penilaian
dehidrasi dan tentukan rencana terapi selanjutnya sesuai status dehidrasi (A, B, C)
* Ulangi 1 kali 1agi bila pulsasi nadi masih sangat lemah atau tidak teraba.
II. DIARE MELANJUT
Bila diare infeksi berlanjut lebih dari 1 minggu ( berakhir antara 7 - 14 hari )
dikatakan diare melanjut
Menyusun Anamnesis Diare Melanjut
Dalam melakukan anamnesis, perlu ditanyakan pada orang tua penderita hal- hal
seperti :
a. Riwayat penyakit / waktu dan frekuensi diare
Saat mulainya diare serta adanya gejala ekstraintestinal seperti infeksi saluran
pernafasan bagian atas. Diare pada malam hari atau sepanjang hari, tidak
intermitten atau timbul mendadak, menunjukkan adanya penyakit organik. Jika
lama diare kronik kurang dari 3 bulan mengarahkan pada penyakit inflamatorik.
Diare yang terjadi pada pagi hari, lebih dikarenakan akibat stress
b. Bentuk tinja
Perlu dipertanyakan apakah tinja berdarah atau berlendir atau apakah terdapat
minyak dalam tinja
c. Keluhan lain yang menyertai diare
1. Nyeri abdomen: pada diare karena penyakit organik, lokasi nyeri menetap
sedangkan pada diare fungsional. Nyeri dapat berubah- ubah
baik tempat maupun penyebarannya . Kram abdomen
disertai tinja kemerahan biasanya didapatkan pada
giardiasis.
2. Demam : sering menyertai infeksi atau keganasan
3. Mual dan muntah dapat menyertai infeksi
4. Penurunan berat badan disertai riwayat dehidrasi / hipokalemia menunjukkan
adanya penyakit organik
d. Obat- obatan
Banyak obat- obatan yang dapat menimbulkan diare ( laksansia, anti kanker,
antidepresan dll ) . Pengentian obat beberapa hari dapat dicoba untuk membantu
menegakkan diagnosis. Bila diare berhenti dengan dihentikkanya obat, maka
kemungkinan besar diare disebabkan oleh diare tersebut.
e. Makanan/ minuman
Diare dan mual yang menyertai minum susu menunjukkan dugaan kuat adanya
intoleransi laktosa dan sindroma usus iritatif. Pasien dengan riwayat diare
terhadap makanan tertentu biasanya mempunyai riwayat alergi dalam
keluarganya/ manifestasi alergi lain seperti asma bronchial
f. Lain- lain
Berat badan menurun dapat terjadi karena diare kronik maupun fungsional,
disebabkan karena nafsu makan yang menurun. Diare setelah radioterapi
menunjukkan adanya malabsorpsi / colitis radiasi. Diagnosis diare berupa airnya
sangat hebat tanpa gejala yang jelas ke arah infeksi dapat disebakan oleh tumor
endokrin penyebab diare.
Patofisiologi Diare Kronik
Mekanisme diare kronik bergantung kepada penyakit dasarnya (Diare akutnya). Sering
yang menyebabkan terdapat lebih dari 1 macam sehingga efeknya merupakan kombinasi
dari penyebab - penyebab tersebut . mekanisme patofisiologi diare kronik dapat sebagai :
1. Diare osmotik
Akumulasi bahan - bahan yang tidak dapat diserap dalam lumen usus
mengakibatkan keadaan hipertonik dan meninggikan tekanan osmotik intra lumen
yang menghalangi absorbsi air dan elektrolit dan terjadilah diare.contoh :
intoleransi laktosa, malabsorbsi asam empedu
2. Diare sekretorik
Sekresi usus yang disertai sekresi ion secara aktif merupakan faktor penting pada
sekretorik. Pengetahuan terakhir mekanisme ini didapat dari penelitian diare
karena Vibrio cholerae. Patofisiologi pada kolera ialah salah satu contoh sekresi
anion yang aktif dalam usus halus sebagai akibat stimulasi enterotoksin. Pada
sindrom Zolinger-Ellison, hipergastrinemia menginduksi dengan jelas sekresi
lambung dan diare.
3. Bakteri tumbuh lampau, asam empedu dan asam lemak
dalam keadaan normal, usus halus anak adalah relatif steril. Bakteri tumbuh
lampau dapat terjadi pada setiap kondisi yang menimbulkan stasis isi usus.
Jumlah bakteri usus dapat meningkat pada bayi dengan diare non spesifik yang
persisten dan dengan intoleransi monosakarida sekunder. Organisme coliform
biasanya predominan, walaupun bakteri anaerob ( seperti bacteroides) mungkin
meningkat secara kuantitatif.
Dekonjugasi garam-garam empedu oleh bakteri mengakibatkan pembentukan
dihydroxy bile acids ataupun menurunnya garam-garam empedu terkonjugasi
yang menimbulkan gangguan absorbsi lemak. Lemak diet ( dietary fat) dikonversi
menjadi hydroxy fatty acids oleh flora kolon ( dan mungkin oleh flora usus halus
yang abnormal). Kedua dyhidroxy bile acids dan hydroksy fatty acids merupakan
well/established colonic secretagogues dan menyebabkan diare.
Adanya asam-asam empedu bebas dalam lumen jejunum nampaknya mempunyai
efek negatif terhadap absobsi monosakarida. Reseksi distal ileum menyebabkan
keluarnya asam-asam empedu dekonjugasi menuju kolon, dimana dekonjugasi
bakteri menginduksi pembentukan diarrheogenic dihydroxy bile acids atau yang
disebut juga oleh beberapa penulis dengan cholerrhoeic diarrhoea.
4. tidak adanya mekanisme absobsi ion secara aktif yang biasanya terdapat dalam
keadaan normal
contoh klasik ialah penyakit congenital choridorrhoea. Pada peyakit ini, penderita
tidak mampu mengabsorbsi klorida secara aktif karena defek mpada auh melebihi
penukaran anion ileum. Hal ini mengakibatkan berkurangnya absorbsi cairan ,
asidifikasi isi lumen usus dan konsentrasi klorida tinggi dalam cairan tidak
terabsorbsi yang tinggal dalam lumen ileum dan kolon. Konsentrasi klorida tinja
jauh melebihi kombinasi konsentrasi natrium dan kalium
5. kerusakan mukosa
berkurangnya permukaan mukosa atau krusakan permukaan mukosa dapat
mengakibatkan terganggunya permeabilitas air dan elektrolit. Pada coeliac sprue
terdapat hilangnya daerah permukaan dan menurunnya effective pore size mukosa
jejunum yang nyata.
Kerusakan epitel usus halus yang difus terjadi pada kebanyakan tipe enteritis
karena infeksi, penyakit crohn dan pada penyakit-penyakit kolon seperti kolitis
ulseratif, kolitis granulomatous dan kolitis infeksi.
6. motilitas usus yang abnormal
kelainan motilitas usus menyebabkan gangguan digesti dan atau absorbsi.
Berjurangnya motilitas memudahkan tejadinya stasis dan bakteri tumbuh lampau,
sedangkan kenaikan motilitas akan mengakibatkan transit nutrisi yang cepat
diusus dam menimbulkan kontak lama dengan mukosa yang inadekuat.
Berkurangnya motilitas usus terdapat pada diabetes dan skleroderma. Motilitas
usus yang bertambah berhubungan dengan isi usus yang meninggi ( seperti pada
diare osmotik), inflamasi usus san keadaan-keadaan terdapatnya circulating
humoral agents ( sepert prostlagandin dan serotoni) yang meningkat secara aktif.
Pada short bowel syndrome ( sering pasca bedah), terdapat daerah permukaan
absorbsi yang ianadekuat dikombinasi dengan transit cepat yang akan
mengakibatkan diare. Hipersekresi lambung pada transient hypergastrinemia juga
dapat menghasilkan diare segera sesudah operasi. Bayi dengan usus halus kurang
dari 40 cm jarang dapat hidup, terutama bila valvula ileocaecal direseksi.
7. Sindrom diare kronik
Kebanyakan bayi dengan severe, protectid diarrhoea akan menunjukkan
perubahan mukosa usus halus berupa atrofi vilus. Kehilangan nutrient yang
melanjut dan masuknya kalori yang inadekuat mengakibatkan deplesi protein
yang bermakna dan malnutrisi. Pada terjadinya deplesi protein, regenerasi
morfologi dan fungsional usus halus akan terganggu; ini menimbulkan
malabsorbsi yang menyeluruh dan diare yang terus-menerus dan terjadila
lingkaran setan.
8. mekanisme lain
defisiensi seng ( Zn) berhubungan dengan diare kronik seperti pada akrodermatitis
enteropatik. Mekanisme diare pada gastroenteropati alergik masih perlu diselidiki,
walaupun terdapat alasan untuk menduga bahwa mukosa rusak dan fungsi
terganggu. Hal ini dibahas pada pembahasan alergi susu sapi atau cow's milk
protein sensitive enteropathy (CMPSE).
Mengidentifikasi tanda-tanda klinis dehidrasi pada bayi dan anak :
Bagian Tubuh Mana
Yang Diperiksa
Nilai Untuk Gejala Yang Ditemukan
0 1 2
Kesadaran umum Sehat Gelisah, cengeng,
apatis, ngantuk
Mengigau, koma
atau syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun - ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi/menit Kuat < 120 Sedang ( 120 - 140 ) Lemah > 140
Asidosis
Istilah asidosis menunjuk pada semua tipe asidosis lain disamping asidosis yang
disebabkan oleh beberapa penyebab umum :
1. kegagalan ginjal untuk mengekskkresikan asam metabolik yang normalnya
dibentuk dalam tubuh
2. pembentukan asam metabolic yang berlebihan dalam tubuh
3. penambahan asam metabolic ke dalam tubuh melalui makanan atau infuse asam
4. kehilangan basa dari cairan tubuh, yang memiliki efek sama seperti penambahan
asam ke dalam cairan tubuh.
Asidosis di timbulkan oleh perubahan keseimbangan antara produksi dan ekskresi
asam. Asidosis sistemik dapat disebakan oleh peningkatan konsentrasi ion hydrogen
darah akibat akumulasi yang ditimbulkan oleh peningkatan masukan dari sumber-sumber
eksogen atau peningkatan produksi endogen maupun ketidak adekuatan ekskresi ion
hydrogen atau kehilangan bikarbonat berlebihan dari urin atau tinja. Pengembangan cpat
ruang cairan ekstraseluler oleh cairan bebas bikarbonat juga dapat mengakibatkan
asidosis meabolik dengan mengencerkan bikarbonat dalam cairan ekstraseluler. Beban
ion hydrogen mula-mula di buffer oleh bikarbonat dalam cairan ekstraseluler dan oleh
buffer interseluler seperti hemoglobin dan pospat
Diare berat mungkin merupakan penyebab asidosis metabolic yang paling sering.
Penyebab asidosis ini adalah hilangnya sejunlah besar Na-bikarbonat dalam feses.
Sekresi gastrointestinal secara normal mengandung sejumlah besar bikarbonat, dan diare
menyebabkan hilangnya ion bikarbonat ini dari tubuh, yang memberi efek yang sama
seperti hilangnya sejumlah besar bikarbonat dalam urin. Bentuk asidosis metabolic ini
berlangsung berat dan dapat menyebabkan kematian, terutama pada anak.
Akibat asidosis sistemik dan peningkatan PCO2 merangsang pusat respirasi (dan
mungkin pula khemoreseptor perifer di arteria karotis dan aorta ) untuk meningkatkan
kecepatan respirasi, sehingga akan meningkatkan laju ekskresi karbondioksida. PCO2
plasma dan kadar asam karbonat turun, secara parsial atau hampir total mengoreksi
asodosis, tetapi dengan mengakibatkan penurunan bikarbonat plasma dan PCO2 pH
darah turun, tetapi jarang turun serendah penurunan kadar bikarbonat plasma.
Mengidentifikasi Tanda Klinis Asidosis Metabolik.
Gambaran klinis asidosis metabolic sering tidak spesifik. Tanda fisik yang
terpenting adalah hiperventilasi yang pada keadaan ekstrim berupa pernafasan cepat dan
dalam ( yaitu, pernafasan Kusmaul), yang diperlukan untuk kompensasi respirasi.
Meskipun demikian, asidosis berat sebdiri dapat mengakibatkan penurunan resistensi
vascular perifern dan fungsi ventrikel jantung, menimbulkan hipotensi, udem paru dan
hipoksia jaringan. Gambaran laboratorium berupa penurunan pH serum dan penurunan
kadar HCO3 dan PCO2.
Pernapasan kuszmaul ini merupakan homeostatic respiratorik yang merupakan usaha
dari tubuh untuk mempertahankan pH darah. Mekanisme terjadinya pernapasan kuszmaul
ini dapat diterangkan dengan mempergunakan ekswasi Henderson hasselbach.
(HCO3)
Ekswasi Henderson hasselbach: pH = pK+ ----------
H2CO3
Untuk sistem bikarbonat, nilai pK ini konstan, yaitu 6.1. hal ini berarti pH tergantung
pada ratio bikarbonat dan karbona, tetapi tidak tergantng dari konsentrasi mutlak
bkarbonat dan karbonat. Dalam keadaan normal NaHCO3 27 mEq/L (=60 vol %) dan
kadar H2CO3 = 1.35 mEq/L. Selama ratio 20:1 ini konstan maka pH-pun tetap 7.4.
Bila kadar bikarbonat turun, maka kadar karbonat pun harus turun pula supaya ratio
bikarbonat : karbonat tetap 20:1. Untuk mempertahankan ratio ini maka sebagian asam
karbonat akan diubah menjadi H2O dan CO2 serta kelebihan CO2 akan dikeluarkan
dengan bernapas lebih cepat dan dalam (pernapasan kuszmaul).
Pemeriksaan Tambahan Untuk Asidosis.
”ANALISA GAS DARAH”
Hasil-hasil yang didapat dari pemeriksaan tersebut antara lain;
pH darah
adalah resultan dari dua komponen yaitu komponen metabolik dan komponen
respiratorik =>normal = 7.35- 7.45 atau 44 – 38 mEq(mmol)
Basa buffer
adalah jumlah anion darah yang mencakup bikarbonat,protein plasma dan hemoglobin.
Pada keadaan asidosis metabolik terjadi penimbunan asam non-volatil seperti asam
laktat yang dapat mencapai 18 mEq (mmol)/l, sehingga buffer yang dapat turun
menjadi 30mEq(mmol)/l. Perbedaan antara basa buffer yang diukur dan basa buffer
normal disebut buffer basa (BE = Base Excess).
Ekses Basa (BE)
adalah angka yang ditunjukkan BE merupakan komponen metabolik yaitu jumlah basa
atau kelebihan asam.
PCO2
merupakan komponen respiratorik status asam basa.Normal = 35-45 mmHG
Bikarbonat Standar
merupakan indeks dari komponen metabolik,yaitu kosentrasi bikarbonat plasma dalam
keadaan saturesi Hb jenuh O2 ,PCO2 40mmHgdan suhu 370C. Normal = 22-26(mmol)/l
plasma.
Total kadar CO2
Kadar CO2 total = bikarbonat aktual + (PCO2 mmHg x 0,03). Parameter ini
mengukur komponen metabolik dan respiratorik status asam basa tubuh. Dari
berbagai indikator tersebut yang terpenting adalah pH, PCO2, dan BE.
KLASIFIKASI GANGGUAN ASAM –BASA
Asidosis Metabolik :BE < 2,3(Ekses asam/defisit basa) Respiratorik : PCO2 > 45mmHGPH =6.80 – 7.80
Alkalosis Metabolik :BE > 2,3(Ekses basa/defisit asam) Respiratorik :PCO2 < 35 mmHG
PH= 7.45 – 7.80
Syok
Definisi umum syok adalah keadaan klinis ketidakcukupan perfusi akibat tidak
terpenuhinya kebutuhan tubuh. Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan massif
kebutuhan metabolic ( konsimsi oksigen ) dan/atau penurunan pasokan metabolic
(penghantaran oksigen). Patofisiologi syok bervariasi sesui dengan perbedaan
etiologinya, masing-masing mempunyai gambaran klinis yang berbeda dan memerlukan
pendekatan terapi yang berbeda pula.
Kehilangan plasma dari system sirkulasi, bahkan tanpa kehilangan seluruh darah,
dapat cukup berat untuk mengurangi volumu darah total secara nyata, dengan demikian
menyebabkan syok hipovolemik khas yang serupa daalam banyak hal dengan yang
disebabkan oleh perdarahan. Syok hipovolemik yang timbul akibat hilangnya plasma
hamper mempuntai sifat-sifat khas yang sama dengan syok akibat perdarahan, kecuali
satu factor komplikasi tambahan.
Hilangnya cairan dari semua kompartemen cairan dalam tubuh disebut dehidrasi;
ini juga dapat mengurangi volume darah, dan menimbulkan syok hipovolemik yang
sangat mitip dengan syok akibat perdarahan. Beberapa penyebab dari bentuk syok ini
antara lain :
1. berkeringat yang luar biasa
2. hilangnya cairan karena diare berat atau muntah-muntah
3. hilangnya cairan yang berlebihan karena ginjal yang nefrotik
4. asupan cairan dan elektrolit yang tidak mencukupi dan
5. kerusakan korteks adrenal, dengan akibat kegagalan ginjal untuk merearbsorbsi
natrium, klorida, dan air karena tidak adanya hormone aldosteron.
Mengidentifikasi Tanda Klinis Syok
Pada penderita didapatkan takikardi dengan tekanan darah normal atau rendah.
Anak dengan kehilangan volume yang berat dapat jauh efisien mempertahankan tekanan
arteri sentral daripada orang dewasa. Hal ini dicapai dengan vasokonstriksi hebat
bantalan vascular perifer, yang secara klinis nampak sebagai tungkai dingin dan burik.
Semakin kehilangan volume, semakin proksimal pula pendinginannya. Misalnya, anak
dengan kehilangan sedikit volume akan teraba dingin sampai ke pergelangan tangan dan
kaki; sedangkan yang dengan kehilangan yang lebih berat, dinginnya tungkai akan teraba
lebih keproksimal, sampai ke paha dan bahu. Pada anak, penilaian klinis perfusi perifer
mungkin merupakan indicator syok yang lebih dapat diandalkan daripada pengukuran
tekanan darah. Waktu pengisian kapiler dapat digunakan untuk menilai perusi perifer,
tetapi interpretasi harus hati-hati karena hasilnya juga tergantung pada suhu linkungan.
Pemeriksaan Laboratorium Feses dan Penunjang Lainnya
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare kronik adalah
sebagai berikut :
1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes) :
Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan
adanya inflamasi intestinal. Kultur bacteri dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk
menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam keadaan immunocompromised, penting
sekali kultur organisma yang tidak biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium
Intracellulare. Pada pasien yang sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus
diperiksa.
2. Volume Feses :
Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric atau imflamasi sedikit
kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan untuk
mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day), kemudian perlu juga
ditentukan apakah terjadi steatorhea atau diare tanpa malabsorbsi lemak.
3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam :
Jika berat feses >300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-
1500 gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan
proses malabsorbsif.
4. Lemak Feses :
Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu steatore, lemak feses
kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per ½ lapang pandang dari
sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi jika pasien diet rendah
lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya dilakukan pada
tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan malabsorbsi mukosa
intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
5. Osmolalitas Feses :
Diperlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau diare sekretori. Elekrolit
feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses normal adalah –290
mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit faeces
(Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion organic yang tidak dapat diukur,
metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan butirat) yang bernilai untuk anion gap,
terjadi dari degradasi bakteri terhadap karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai
pendek. Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul dalam suatu tempat. Jika
feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti tinggi.
Diare dengan normal atau osmotic gap yang rendah biasanya menunjukkan diare
sekretori. Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.
6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses :
Untuk menunjukkan adanya Giardia, E. Histolitika pada pemeriksaan rutin.
Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi dengan modifikasi noda asam.
7. Pemeriksaan darah :
Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat dan hipoproteinemia.
Albumin dan globulin rendah akan mengesankan suatu protein losing enteropathy akibat
inflamasi intestinal. Skrining awal CBC,protrombin time, kalsium dan karotin akan
menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan vitamin yang larut dalam
lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi penunjuk defak absorbsi lemak pada
stadium luminal, apakah pada mukosa, atau hasil dari obstruksi limfatik postmukosa.
Protombin time,karotin dan kolesterol mungkin turun tetapi Fe, folat dan albumin
mengkin sekali rendah jika penyakit adalah mukosa primer dan normal jika malabsorbsi
akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.
8. Tes Laboratorium lainnya :
Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa seperti serum VIP (VIPoma),
gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin (medullary thyroid carcinoma), cortisol
(Addison’s disease), anda urinary 5-HIAA (carcinoid syndrome).
9. Diare Factitia :
Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses dengan NaOH yang kan
berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses terhadap penyebab lain dapat
dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya. Diantaranya Mg,SO4 dan PO4 dapat
mendeteksi katartik osmotic seperti MgSO4,mgcitrat, Na2 SO4 dan Na2 PO4.
Hipokalemia
Jumlah kalium total dalam tubuh adalah 50 sampai 55 mEq/KgBB pada orang
dengan berat badan ideal. Sembilan puluh lima persen kalium berada intraseluler adalh
150 mEq/l, dengan variasi luas antara jaringan yang satu dengan jaringan lainnya.
Sebagian kecil kalium terikat pada protein sehingga tidak aktif secara osmotic. Rasio K/N
(rasio antara mEq kalium / gram nitrogen) pada jaringan otot berkisar antara 2.6 sampai
3.0 , yang merupakan petanda proporsi yang normal.
Perlu dibedakan antara keadaan jumlah kalium tubuh yang menurun dengan
hipokalemia. Kelainan yang pertama terdapat pada berbagai penyakit distrofi muscular,
yang disebabkan karena massa ototnya berkurang. Hipokalemia terjadi karena masukan
kalium yang kurang, kehilangan akibat ekskresi yang meningkat, dan kehilangan ekstra
renal. Kehilangan kalium secara eksternal akan mengakibatkan pergeseran kalium dari
ruang intraseluler ke ruang ekstraseluler. Kemidian tempat kalium intraselular ini akan
diganti oleh natrium, ion hirogen, dan asam amino dibasic. Bila penggantian ini terjadi
secara berlebihan, keadaan asidosis dalam sel tubulus ginjal yang diakibatkannya, akan
menyababkan pertukaran ion hydrogen intrasel dengan natrium dalam cairan tubulus
distal. Proses ini akan mengakibatkan terjadinya asiduria yang disertai dengan alkalosis
dan meningkatnya ekskresi ammonia.
Perbandingan kadar kalium ekstraseluler dan intraselular sangat vital untuk fungsi
sel. Depolarisasi membran sel, suatu proses yang bertanggung jawab dalam mengawali
kontraksi otot, memerlukan influks natrium yang mendadak ke dalam sel dan efluks
kalium yang setara dari dalam keluar sel. Pada repolarisasi terjadi proses sebaliknya.
Dalam keadaan hipokalemia rasio kadar kalium intraselular terhadap kalium ekstra
selular meningkat. Selisih potential elektrik membran sel yang diakibatkannya akan
meningkat, sehingga perbedaan antara potential istirahat dan potential istirahat dan
potensial eksitasi bertambah, yang selanjutnya akan menghambat pembentukan impuls,
transmisi, dan kotraksi otot. Dengan demikian hipokalemia akan menimbulkan perubahan
fungsi sel otot skelet, otot polos, dan otot jantung.
Mengidentifikasi Tanda Klinis Hipokalemia
Derajat gejala klinis yang timbul diduga berkaitan dengan kecepatan terjadinya
penurunan dan besarnya deficit kalium. Gejala dini yang khas adalah kalemahan otot
anggota gerak , yang mendahului kelemahan otot tubuh dan otot pernafasan. Bila
berlanjut dapat terjadi arefleksia, paralysis, dilatasi lambung, ileus paralitik, dan mungkin
kematian akibat paralysis otot pernafasan meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,
perubahan pada elektrokardiogram. Bila sumber kehilangan kalium belum diketahui,
pengukuran kadar kalium air kemih dapat membantu menentukannya. Kadar kaliu urine
sama atau kurang dari 15 mEq/l menujukkan utuhnya daya konservasi ginjal, sehingga
dapat disimpulkan bahwa kehilangan kalium terjadi karena sebab ekstrarenal.
FAKTOR PENYEBAB HIPOKALEMIA
Masukan kurang
Malnutrisi
Diare kronik
Penyakit dengan muntah berulang : selaput antral, stenosis pylorus, akalasia
Ekskresi renal meningkat
Pembarian diuretic
Kelainan tubulus: asidosis tubular renal
Gangguan keseimbangan asam basa
Def. magnesium
Cushing Syndrom
Kehilangan ekstrarenal
Diare menahun
Enema berulang
Fistula entero kutan
Perspirasi berlebihan
Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan serum kalium
Pengukuran kadar kalium urin
Interpretasi Hasil Pemeriksaan
Kadar kalium urin sama atau < 15 mEq/l menunjukkan utuhnya daya konservasi
ginjal sehingga dapat disimpulkan bahwa kehilangan kalium terjadi karena sebab
ekstrarenal ( misalnya diare).
Hiponatremia
Hiponatremia terjadi karena depresi natrium, intoksikasi air atau kombinasi
keduanya. Batasan hiponatremi adalah bila kadar natrium serum < 130 mEq/l. beratnya
gejala sebagian ditentukan oleh kecepatan menurunnya kadar natrium darah. Jika kadar
natriumnya menurun secara perlahan, gejala cenderung tidak parah dan tidak muncul
sampai kadar natrium benar-benar rendah. Jika kadar natrium menurun dengan cepat,
gejala timbul lebih parah dan meskipun penurunannya sedikit, tetapi gejala cenderung
timbul.
Kehilangan natrium klorida dari cairan ekstraseluler atau penambahan air yang
berlebihan pada cairan ekstraseluler akan menyebabkan penurunan konsentrasi natrium
plasma. Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada dehidrasi hiposmotik
dan berhubungan dengan penurunan volume cairan ekstraseluler. Kondisi – kondisi yang
dapat menyebabkan hiponatremia antaralain berkeringan, diare dan muntah- muntah.
Hiponatremi juga dapat terjadi sehubungan dengan kelebihan retensi air, yang
mengencerkan natrium dalam cairan ekstraseluler, yaitu suatu kondisi yang disebut
dengan overhidrasi – hiposmotik.
Mengidentifikasi Tanda Klinis Hiponatremia
Gejala hiponatremia akan terlihat gangguan serebral yang difus :
Bingung
Konvulsi
Muntah
Letargi
Delirium
Koma
Gejala – gejala lain adalah :
Anoreksia
Kejang
Stupor
Mual, lemah, pusing
Orthostatic syncope
Circulatory collaps
Hipotensi postural
Tekanan V. Jugularis ↓
Oliguria
Pengukuran primer untuk menilai status cairan pasien sering kali yang dipakai
adalah konsentrasi natrium plasma. Osmolaritas plasma tidak secara rutin diukur, tapi
karena natrium dan anion yang berhubungan ( klorida ) bertanggung jawab atas lebih dari
90 % zat terlarut dalam cairan ekstraseluler, maka konsentrasi natrium plasma merupakan
indicator yang cukup baik bagi osmolaritas plasma pada sebagian besar keadaan.
Interpretasi pemeriksaan tersebut adalah
1. Dehidrasi isotonic, bila kadar Na dalam plasma antara 131 – 150 mEq/L
2. Dehidrasi hipotonik, bila kadar Na plasma < 131 mEq/L
3. Dehidrasi hipertonik, bila kadar Na plasma > 150 mEq/L
Gejala Hipotonik Isotonik Hipertonik
Rasa haus - + +
Berat badan ↓↓ ↓ ↓
Turgor kulit ↓↓ ↓ Tidak jelas
Kulit / selaput Basah Kering Kering sekali
lender
Gejala SSP Apatis Koma Irritable, kejang,
hiperefleksi
Sirkulasi Jelek sekali Jelek Relative masih baik
Nadi Sangat lemah Cepat & lemah Cepat & keras
Tekanan darah Sangat rendah Rendah Rendah
Banyaknya kasus 20 – 30 % 70 % 10 – 20 %
Pemeriksaan Laboratorium
Kadar natrium serum
Interpretasi Hasil Pemeriksaan
Hiponatremia: Kadar natrium dalam plasma < 130 mEq/l
Konsentrasi natrium serum rendah (<130 mmol/l)
Osmolaritas serum rendah (275 mOsmol/l)
Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah ( glukosa ) bayi
secara bermakna dibawah kadar rata-rata bayi seusia dan berat badan sama. Pada bayi
aterm dengan BB 2500 gram atau lebih, kadar glukosa plasma darah lebih rendah dari 30
mg/dl dalam 72 jam pertama dan 40 g/dl pada hari berikutnya, sdangkan pada bayi
dengan berat badan lahir rendah dibawah 25 mg/dl. Dalam keadaan normal, tubuh
mempertahankan kadar gula darah antara 70 - 110 mg/dl.
Hipoglikemia terjadi pada 2 – 3 % dari anak – anak yang menderita diare. Pada
anak – anak dengan gizi cukup / baik, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih sering terjadi
pada anak yang sebelumnya sudah menderita KKP. Hal ini terjadi karena :
1. penyimpanan/ perskediaan glikogen dalam hati terganggu
2. adanya gangguan absorpsi glukosa ( walaupun jarang terjadi )
Mengidentifikasi tanda kilns hipoglikemia
Gejala hipoglikemia dapat berupa :
Lemas
Sianosis apatis
Peka rangsang
Tremor
Berkeringat dingin / pucat
Syok
Kejang sampai koma
Jantung berdebar - debar
Kadang merasa lapar
Gerakan putar mata
Pemeriksaan
Kadar glukosa darah
Interpretasi Pemeriksaannya
Dimana gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun
sampai 40 mg % pada bayi dan 50 mg % pada anak - anak
Sindrom Usus Halus Terkontaminasi (CSBS)
Terjadi karena penambahan mikroflora intestinal yang berlebihan dan patologis
dengan jumlah bakteri 1- 2 logs atau lebih tinggi daripada normal, akibat berbagai macam
faktor, antara lain tertahannya (stasis) feses di usus yang dimanfaatkan mikroflora
intestinal (bakteri enteric pathogen) untuk berkembang biak. Ada berbagai hasil yang
terjadi pada penambahan bakteri tumbuh lampau tersebut, dan dinamakan sebagai
Sindroma usus terkontaminasi (CSBS).
Beberapa penyebab dari CSBS :
1. Strictures intestinal dan obstruksi intestinal
2. Postoperative gasteroenterostomy
3. Neuropati otonom akibat Diabetes Melitus
4. Degenerasi dari pleksus myenterikus (Hirschprung disease)
5. Kronik alkoholisme
6. Malnutrisi pada anak - anak
7. Malabsorbsi pada usia tua
8. dan lain - lain
Mengidentifikasi Sindroma Usus Terkontaminasi (CSBS)
1. Mukosa usus yang terkontaminasi
Akibat depresi aktivitas enzim brush border dan kegagalan transportasi beberapa
bahan makanan termasuk gula dan asam amino
2. Steatorea
Garam empedu tak terkonjugasi menghambat pemakaian dan esterifikasi asam -
asam lemak di jejunum tikus. Bakteri anaerob dapat mendekonjugasi garam - garam
empedu dengan cara yang sama menghasilkan garam - garam empedu bebas, yang
sukar larut dalam air pada pH lumen saluran pencernaan bagian atas. Bila
kontaminasi bakteri yang profus menyebabkan dekonjugasi garam - garam empedu
yang cukup luas, konsentrasi garam empedu terkonjugasi dalam lumen menurun
sampai di bawah nilai bormal yang dibutuhkan untuk pembentukan mixed micelle
dan terjadilah steatorea
3. Malabsorbsi karbohidrat
4. Hipoproteinemia
5. Defisiensi Vitamin - vitamin (B12, K) yang biasanya menjadi anemia megaloblastik
Flora bakteri mengabsorbsi vitamin - vitamin itu sehingga tidak dapat dimanfaatkan
oleh manusia tersebut.
6. Defisiensi Mineral (Besi)
Perdarahan tersamar atau nyata dengan adanya striktur atau laserasi
7. Defisiensi air dan elektrolit
9. Penurunan berat badan dan malaise
Pemeriksaan Tambahan
Kultur bahan dari usus
Deteksi metabolit bakteri
Breath test
Interpretasi Hasil Pemeriksaan
Pada kultur bahan dari usus dan deteksi metabolit dari bakteri, terlihat bakteri
tumbuh lampau. Pada breath test didapati peningkatan 14C pada udara ekspirasinya.
III. DIARE PERSISTEN
Diare kronik adalah diare karena sebab apapun yang berlangsung 14 hari atau
lebih karena sebab apapun termasuk infeksi dan non- infeksi; oleh karena itu diare
persisten merupakan bagian dari diare kronik
Pengobatan Berdasarkan Etiologi Diare
1) Kolera
Syok perlu diatasi dengan ringer laktat dengan nadi konstan, di samping dan
disusuli dengan oralit (sistem ROSE, Suharyono, 1978). Bila di bawah 2 tahun,
Ringer laktat 30 ml/kgBB selama 1 jam. Selanjutnya ½ Darrow 10 ml/kgBB/jam
dan disusuli Oralit.
Antibiotika :
Tetracyclin masih merupakan obat utama 40-50 mg/kgBB/hari selama 3 hari.
Chloramphenicol : 50-100 mg/kgBB/hari selama 5 hari.
Thiampenicol : 50-100 mg/kgBB/hari selama 5 hari.
2) Eschericia coli
Peranan antibiotika pada E.coli mempunyai arti, terutama pada bayi-bayi muda
dan neonatus lebih-lebih bila terjadi invasi melalui mukosa usus atau timbul
sepsis. Neomycin telah lama dipakai dalam pengobatan E.coli gastroenteritis (50-
100 mg/kgBB/hari -3 a 4 dosis - 5 hari) walaupun akhir-akhir ini dilaporkan
meningkatnya resistensi terhadap neomycin, bisa menyebabkan suatu kerusakan
pada vili usus. Obat lain yang masih sensitif adalah Colistin (100.000
U/kgBB/hari-5 hari). Colistin mempunyai daya kerja terutama tehadap kuman-
kuman Gram negatif, bersifat bakterisid dan praktis tidak diserap oleh usus.
3) Shigella
Yang penting ialah mempebaiki water and electrolyte balance, antibiotika dan
diet. Dibandingkan dengan kolera, cairan yang keluar dalam tinja oleh karena
toksin shigella mengandung lebih banyak K+ dan Cl, sehingga pemberian PZ,
glukosa dan kalium sangat diperlukan untuk memperbaiki keseimbangan air dan
elektrolit.
Antibiotika yang baik ialah ampicillin diberikan pertama kali 50mg/kgBB/oral,
diikuti dengan 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis selama 5-7 hari.
Sebaiknya dilakukan sensitivity test. Bila terdapat diresistensi terhadap ampicillin
dapat diberikan colistin atau gentamycin per oral dan kanamycin parenteral.
Terakhir dinyatakan bahwa Bactrim (trimethroprim-sulfamethoxazole)
memberikan hasil yang baik untuk pengobatan shigellosis. Terhadap tetracycline
dan chloramphenicol, dinyatakan bahwa shigellosis telah resisten terhadap
antibiotika ini. Makanan perlu diperhatikan karena dapat terjadi sindrom
malabsorbsi pada penyakit ini.
4) Salmonella
Antibiotika tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Sehubungan dengan ini ada
yang memberikan gejala-gejala sistemik di samping gastroenteritis pada bayi-bayi
muda dimana chloramphenicol merupakan obat termurah (50-100 mg/kgBB/hari)
walaupun terakhrir resistensi Salmonella enteritis terhadap obat ini mencapai 50%
(Surabaya, 1978). Trimetoprim-sulfamethoxazole dapat diberikan dengan dosis :
4-6 mg/kgBB/hari. Golongan-golongan nitrofurantoin, fultrexin (30
mg/kgBB/hari) mempunyai resistensi yang rendah (Surabaya, 1978 : 7%).
Sedangkan untuk golongan thiamphenicol, amoxacillin, dan ampicillin resistensi
adalah 70-100%)
5) Vibrio Campylobacter
- Antibiotika pilihan erythromycin
- Antibiotika lain fultrexin
- Antibiotika lain gentamycin secara parenteral pada bayi
6) Virus
- Menghindari dehidrasi dan ganguan asam basa
- Obat-obatan banyak membantu
- Menjaga nutrisi
Penanggulangan Diare Pada Umumnya (Untuk Keluarga)
Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja
dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau
karbohidrat lain ( gula, air tajin, tepung beras, dan sebagainya).
Selain itu, dapat juga diberikan obat-obatan seperti :
1) Obat anti sekresi
© Asetosal
Dosis : 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30 mg
© Klorpromazin
Dosis : 0,5-1 mg/kgbb/hari
2) Obat anti spasmolitik
Pada umumnya obat anti spasmolitik seperti papaverine, ekstrak belladonna,
opium, loperamid dan sebagainya tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut
3) Obat pengeras tinja
Obat pengeras tinja seperti kaolin,pectin, Charcoal, tabonal dan sebagainya
tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare.
4) Antibiotika
Pada umunya antibiotika tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut, kecuali
bila penyebabnya jelas seperti :
¤ kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kgbb/hari
¤ Campylobacter, diberikan eritromisin 40-50 mg/kgbb/hari
antibiotika lain dapat diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti
misalnya :
¤ Infeksi ringan (OMA, faringitis), diberikan penisilin prokain 50.000
U/kgbb/hari
¤ Infeksi sedang (bronchitis), diberikan penisilin prokain atau ampisilin 50
mg/kgbb/hari
¤ Infeksi berat (missal bronkopneumonia), diberikan penisilin prokain dengan
kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari atau ampisiln 75-100 mg/kgbb/hari ditambah
gentamisin 6 mg/kgbb/hari atau derivat sefalosporin 30-50 mg/kgbb/hari.
Selain diberikan obat, terapi dehidrasi, pasien juga diharapkan istirahat yang
cukup, dan makan-makanan yang bergizi untuk mengembalikan nutrisi-nutrisi dalam
tubuh yang hilang dalam jumlah besar sewaktu terjadi diare.
3 cara dasar terapi di rumah :
1) berikan anak cairan lebih banyak daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi
a) gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti cairan oralit,
makanan cair ( sup, air tajin, minuman yoghurt) atau air matang.
Gunakan oralit untuk anak sesuai aturan. ( jika anak berusia < 6 bulan
dan belum makan makanan padat lebih baik diberi oralit dan air
matang daripada makanan yan cair).
b) Berikan larutan ini sebanyak anak mau
c) Teruskan pemberian larutan ini sampai diare berhenti
2) beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi
a) teruskan ASI atau susu yang biasa diberikan
b) untuk anak < 6 bulan dan belum mendapat makanan padat dapat
diberikan susu yan dicairkan dengan air yang sebanding selama 2 hari
c) bila anak ≥ 6 bulan atau telah mendapat makanan padat :
© berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin
dicampur dengan kacang-kacangan, sayur, daging atau ikan,
tambahkan 1 atau 2 sendok the minyak sayur tiap porsi
© berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium
© berikan makanan yang segar, masak dan haluskan atau tumbuk
dengan baik
© dorong anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari
© berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan
makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu
3) bawa anak kepada petugas bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau
menderita sebagai berikut:
a) buang air besar cair sering kali
b) muntah berulang-ulang
c) sangat haus sekali
d) makan atu minum sedikit
e) demam
f) tinja berdarah
Tabel kebutuhan oralit perkelompok umur
Umur Jumlah oralit yang diberikan
tiap BAB
Jumlah oralit yang
disediakan dirumah
< 12 bulan 50-100ml 400ml/hari (2 bungkus)
1-4 tahun 100-200ml 600-800 ml/hari, 3-4
bungkus
> 5 tahun 200-300ml 800-1000 ml/hari, 4-5
bungkus
Dewasa 300-400ml 1200-2800 ml/hari
Cara memberikan oralit :
1) Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak dibawah umur 2 tahun
2) Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua
3) Bila anak muntah, tunggulah 1$0 menit. Kemudian berikan cairan lebih
sedikit ( misalnya sesendok tiap 1-2 menit)
4) Bila diare berlanjut setelah bungkus oralit habis, beritahu ibu untuk
memberikan cairan lain seperti yang dijelaskan dalam cara pertama atau
kembali kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan tambahan oralit
Cairan oralit yang dianjurkan WHO, tiap 1 liter mengandung 3,5 g/l
natrium klorida, 2,5 g/l natrium bikarbonat, 1,5 g/l kalium klrorida, dan 20
g/l glukosa. Elektrolit yang dikandung meliputi natrium 90 mMol/l,
klorida 80 mMol/l, kalium 20 mMol/l, bikarbonat 30 mMol/l, dan glukosa
111 mMol/ liter.
5) Pojok oralit
- Pojok oralit adalah suatu tempat di rumah sakit yang menyediakan oralit
bagi para penderita diare khususnya penderita diare ringan dan sedang
yang tidak perlu mendapatkan perawatan inap didalam rumah sakit
supaya keadaan diare tidak berlanjut menjadi lebih parah.
- Alat-alat yang perlu disediakan : termos, oralit, sendok, dll.
Ramalan Lamanya Penyakit dan Lamanya Perawatan
1) pengobatan diare tanpa dehidrasi
penderita diare ringan tanpa dehidrasi (diare tidak lebih dari 1x dalam 2 jam atau
lebih atau kurang dari 5cc tinja/Kgbb/jam), harus segera diberi cairan rumah
tangga seperti laruan garam, larutan air tajin kuah sayur-sayuran dan sebagainya.
Pengobatan dapat dikerjakan dirumah oleh keluarga penderita dengan petunjuk
kesehatan.
Jumlah cairan yang diberikan ialah 100ml/Kgbb/hari, setengahnya 50 ml/Kgbb
diberikan 4 jam pertama dan sisinya ad libidium artinya sebanyak anak mau
minum ( bukan sebanyak-banyaknya). Prognosisnya baik dengan lama
pengobatan 2-4 jam.
2) pengobatan diare dehidrasi ringan sampai sedang
apabila diare berlangsung lebih dari 4 kali sehari dan volume setiap buang air
besar cukup banyak (25-100 ml/Kgbb/hari) atau setiap jam lebih dai 2 kali maka
penderita mungkin akan jatuh kedalam dehidrasi ringan atau sedang bahkan
dehidrasi berat jikatidak diberi minum cukup banyak apabila dipuasakan atau
semua makanan dan minuman dihentikan. Terapi oralit.
Setelah 3 jam pengobatan dilakukan evaluasi mengenai keadaan penderita apakah
keadaannya membaik, tetap atau memburuk, prognosis baik bila segera diberikan
terapi cairan.
3) Pengobatan diare berat
Diare yang begitu hebat apabila disertai muntah, dan dalam waktu pendek
penderita dapat jatuh kedalam dehidrasi berat. Dalam keadaan ini pengobatan
yang terbaik adalah pemberian cairan parenteral. Tetapi hal ini hanya dapat
dikerjakan di Rumah sakit atau puskesmas. Sebelum dibawa ke puskesmas
penderita dapat diberikan cairan rehidrasi oral ad libitum atau 250 ml/Kgbb/hari.
Apabila penderita tidak dapat minum dapat diberikan pengobatan secara
nasogastrik dengan kecepatan 20 ml/Kgbb/jam. Tujuan dari pengobatan dengan
cara ini adalah mencegah penderita menjadi bertambah berat atau jatuh dalam
keadaan syok. Pengobatan yang terbaik adalah dengan rehidrasi parenteral
menggunakan cairan parenteral menggunakan cairan ringer laktat.
Pengobatan
Obat anti-diare
Tidak perlu diberikan obat anti diare seperti kalon, pektin, difenoksilat (lomotil).
Tidak satu pun dari obat-obat ini memberi efek positif pada patofisiologi. Penelitian baru-
baru ini memberi petunjuk bahwa obat-obat yang memperlambat motilitas usus justru
akan memperpanjang lamanya enteritis karena infeksi.
Obat anti-mikroba
Pengobatan antibiotik pada umumnya tidak dianjurkan, bahkan hal ini akan
mengubah flora usus dan menimbulkan keadaan diare menjadi lebih buruk. Untuk
membersihkan isi usus anak dengan infeksi usus karena bakteri, fungsi peristaltik
ternyata lebih efektif (Gall dan Hamilton, 1974:Arasu dkk., 1979). Walaupun pada anak
lebih besar antibiotik sebaiknya tidak diberikan, namun pada neonatus, anak yang sakit
serius (sepsis atau lainnya), anak dengan defisiensi imunologi dan anak dengan protracted
diarrhoea yang sangat berat, dianjurkan tetap diberikan. Di samping itu, antibiotik masih
dianggap berguna pada blind loop syndrome (Gall dan Hamilton, 1974). Metronidazole
mrupakan obat yang efektif dan aman untuk Giardia lamblia dan bakteri anaerob yang
sering terdapat pada blind loop syndrome atau CSBS (sindrom usus halus
terkontaminasi).
Kortikosteroid
Anak dengan kolitis ulseratif, paling tidak pada serangan pertama memberi
respons baik hanya terdapat enema steoid, beberapa anak mendapat kombinasi steroid
rektal dan sistemik (Gall dan Hamilton, 1974).
Imunosupresif
Obat imunosupresif (azathioprine) digunakan pada penyakit Crohn dan ini pun
hanya diberikan bila pengobatan konvensional tidak mungkin. Efek samping segera yang
terbanyak ialah penekanan sumsum tulang; karena itu pada pasien perlu dilakukan
pemeriksaan darah secara teratur (Gall dan Hamilton, 1974).
Kolestiramin
Penggunaan kolestiramin pada diare kronik, terutama untuk malabsorbsi asam
empedu (pada reseksi akhir ileum) dan pada infeksi usus karena bakteri (untuk mengikat
endotoksin) sangat bermanfaat.
Operasi
Bila diare kronik terjadi pada kasus-kasus bedah seperti misalnya penyakit
Hirschsprung, enterokolitis nekrotikans, maka sering terdapat indikasi untuk melakukan
operasi. Tindakan ini hendaknya dilakukan setelah keadaan umum pasien membaik.
Beberapa Cara Pembuatan Cairan Rumah Tangga
1.larutan gula garam
Larutan gula pasir sebanyak 1 sendok teh mujung atau 2 sendok teh peres dan
garam dapur yang halus sebanyak ¼ sendok teh peres kedalam air masak atau air teh
hangat (tidak selagi mendidih) sebanyak 200cc. Bila ada sendok biru dapat digunakan
sendok biru. Keuntungan dengan menggunakan sendok biru (blue spoon) ialah disitu
sudah dicantumkan petunjuk cara penggunaannya dan berapa banyak larutan gula garam
yang harus diminum oleh penderita. Pada bagian depan sendok tertulis jumlah gula dan
garam yang harus dilarutkan masak (200 cc) dan di bagian belakang tertulis aturan
pakainya ialah setiap kali mencret berikan laruan gula garam satu gelas untuk anak
dibawah 6 tahun dan 2 gelas untuk anak diatas 6 tahun dan orang dewasa.
2. Air tajin
Terdapat 3 cara pembuatan air tajin
- Cara tradisional
Ke dalam air tanakan nasi diberika tambahan air secukupnya, kemudian diambil
diatasnya (cairan supernatan). Kedalam 200 ml cairan ini ditambahkan garam dapur
sebanyak ¼ sendok teh teres.
- Cara mutakhir
Ke dalam 3 L air dimasukan 100 gram atau 6 sendok nmakan munjung beras dan masak
dimasak selama 45-60 menit. Tambahkan 1 takar sendok munjung garam dapur.
Setelah makan akan memberikan air tajin sebanyak 2 liter.
- Cara terbaik
Kedalam 2 liter air ditambahkan tepung beras sebanyak 100 gram atau 6 sendok makan
dan 5 gram atau 1 takar sendok teh garam dapur. Setelah dimasak hingga mendidih
akan diperoleh air tajin yang sudah siap untuk dipakai