determinan luas pengungkapan modal intelektual …lib.unnes.ac.id/17590/1/7211409017.pdf ·...
TRANSCRIPT
i
DETERMINAN LUAS PENGUNGKAPAN MODAL
INTELEKTUAL PADA PERBANKAN
TAHUN 2009-2011
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
Henggar Malika Purna Cahya
NIM 7211409017
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar
hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian
atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila dikemudian hari
terbukti skripsi ini adalah hasil jiplakan dari karya tulis orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Semarang, Juni 2013
Henggar Malika Purna Cahya
NIM 7211409017
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari
suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan
hanya kepada Tuhanmu-lah hendaknya kamu berharap.” (QS. Al-Insyirah:
6-8)
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu ...”(QS. Al-
Mu’min: 60)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Kedua orang tuaku Bapak Eko Setyo Budi
dan Ibu Eny Setyo Wati tercinta yang selalu
memberi kasih sayang, semangat, doa, dan
dukungan.
Kakakku Inggri Santya Dewi, dan adikku
(Alm) Conie Berthiara Fatma, Monica Putri
Amelia Rizky tercinta yang memberikan
semangat dan doa.
Adi Hendriawan yang selalu memberikan
doa serta dukungan.
Sahabat dan teman terbaikku yang menjadi
penyemangatku.
Teman-teman Akuntansi A 2009.
Almamaterku.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, karena penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul: “Determinan Luas Pengungkapan Modal Intelektual pada Perbankan Tahun
2009-2011”. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini telah mendapatkan
bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka dengan rasa hormat
penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. S. Martono, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Semarang.
3. Drs. Fachrurrozie, M.Si, Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Semarang
4. Drs. Heri Yanto, MBA, Ph.D, Dosen pembimbing I yang telah berkenan
memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi dalam penyelesaian skripsi
ini.
5. Nanik Sri Utaminingsih, S.E., M.Si., Akt, Dosen pembimbing II yang telah
berkenan memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi dalam
penyelesaian skripsi ini.
6. Indah Anisykurlillah, S.E., M.Si., Akt, Dosen penguji skripsi yang telah
memberikan masukan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
vii
7. Drs. Sukardi Ikhsan, M.Si, Dosen wali Akuntansi A 2009 yang memberikan
bimbingan, pengarahan dan motivasi selama penulis menimba ilmu di
Universitas Negeri Semarang.
8. Seluruh Bapak/ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan bantuan selama penulis
menimba ilmu di Universitas Negeri Semarang.
9. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
yang telah membantu dalam proses perkuliahan.
10. Semua pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi
ini.
Dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
penulis mengaharapkan segala kritik dan saran. Penulis berharap semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Semarang, 3 Juni 2013
Penulis
viii
SARI
Cahya, Henggar Malika Purna. 2013. “Determinan Luas Pengungkapan ModalIntelektual pada Perbankan Tahun 2009-2011”. Skripsi. Jurusan Akuntansi.Fakultas Ekonomi. Univesitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Drs. Heri Yanto,MBA. Ph.D., Pembimbing II: Nanik Sri Utaminingsih, S.E,M.Si, Akt.
Kata Kunci: Pengungkapan Modal Intelektual, Kinerja Modal Intelektual,Tingkat Utang, Ukuran Dewan Komisaris, Jumlah Rapat Dewan Komisaris,Ukuran Komite Audit, Konsentrasi Kepemilikan Saham, Umur Listing.
Pengungkapan modal intelektual merupakan informasi yang bernilai bagiinvestor untuk mengurangi ketidakpastian mengenai prospek ke depan danmemfasilitasi ketepatan penilaian terhadap perusahaan. Tingginya peran modalintelektual di era ekonomi masa kini ketika sumber daya manusia dan ilmupengetahuan merupakan sumber keunggulan kompetitif perusahaan menjadialasan atas pentingnya kepemilikan modal intelektual oleh suatu perusahaan.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh kinerja modalintelektual, tingkat utang, ukuran dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris,ukuran komite audit, konsentrasi kepemilikan saham dan umur listing terhadapluas pengungkapan modal intelektual. Variabel independen dalam penelitian iniyaitu kinerja modal intelektual, tingkat utang, ukuran dewan komisaris, jumlahrapat dewan komisaris, konsentrasi kepemilikan saham. Umur listing merupakanvariabel pengendali dalam penelitian ini, serta luas pengungkapan modalintelektual sebagai variabel dependen.
Sampel penelitian adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di BursaEfek Indonesia (BEI) pada periode penelitian tahun 2009 sampai 2011. Sampeldipilih menggunakan metode purposive sampling dan diperoleh 75 pengamatanyang menjadi sampel. Alat analisis yang digunakan adalah regresi bergandadengan pemenuhan uji asumsi klasik.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris,jumlah rapat dewan komisaris, dan ukuran komite audit berpengaruh positifterhadap luas pengungkapan modal intelektual. Sedangkan, kinerja modalintelektual, tingkat utang, dan konsentrasi kepemilikan saham tidak berpengaruhterhadap luas pengungkapan modal intelektual. Saran bagi penelitian selanjutnya,supaya menggunakan jenis perusahaan lain sehingga hasilnya dapat digeneralisasidan menggunakan pengukuran yang berbeda seperti debt to asset ratio.
ix
ABSTRACT
Cahya, Henggar Malika Purna. 2013. “Determinants of Width of IntellectualCapital Disclosure on Banking 2009-2011”. Final Project. AccountingDepartment. Faculty of Economics. Semarang State University. Advisor I: Drs.Heri Yanto, MBA. Ph.D., Advisor II: Nanik Sri Utaminingsih , S.E, M.Si, Akt.
Keywords: Intellectual Capital Disclosure, Intellectual Capital Performance,Leverage, Board of Comissioners Size, Number of Board of CommissionersMeetings, Audit Committee Size, Concentrated Ownership and Listing age.
Intellectual capital disclosure is valuable information for lesseninguncertainty of prospect. This information provides facilitation to decision makersin determining the price of entity. The roles of intellectual capital are veryimportant in this economic era due to the use of human resources and knowledgeas competitive advantage. In the other words, intellectual capital will be one of themain reasons for the existing of the company.
The objective of this study is to analyze the influence of intellectualcapital performance, leverage, board of commissioner size, concentratedownership and listing age on the width of intellectual capital disclosure.Independent variables in this research are performance intellectual capital,leverage, board of commissioner size, number of commissioner board meetings,audit committee size, and concentrated ownership. In addition, listing agebecomes a control variable. The width of intellectual capital disclosure is adependent variable.
The samples of this study were taken from banking companies listed onIndonesia Stock Exchange, with observation period of 2009 until 2011. Byemploying purposive sampling method, the study collected data from 75companies listed in Indonesia Stock Exchange. The study uses multiple-regressionanalysis by testing classical assumptions.
The results show that board of commissioner size, number ofcommissioner meetings, audit committee size affect significantly on the width ofintellectual capital disclosure. While, intellectual capital performance, leverage,and concentrated ownership do not have significant effect on the width ofintellectual capital disclosure. In future research should use different type ofcompany to understand the model. Moreover, future research should use othermeasurement such as debt to asset ratio.
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................... iii
PERNYATAAN..................................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...........................................................................v
KATA PENGANTAR. .......................................................................................... vi
SARI..................................................................................................................... viii
ABSTRACT........................................................................................................... ix
DAFTAR ISI. ...........................................................................................................x
DAFTAR TABEL..................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR. ......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xviii
BAB 1 PENDAHULUAN. ....................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................9
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................9
1.4 Kegunaan Penelitian........................................................................... 10
BAB II TELAAH TEORI.....................................................................................11
2.1 Teori Legetimasi ...............................................................................11
2.2 Stakeholder Theory ...........................................................................12
2.3 Teori Agensi. ....................................................................................13
xi
2.4 Signalling Theory..............................................................................14
2.5 Modal Intellektual.............................................................................16
2.5.1 Definisi Modal Intelektual. ...................................................16
2.5.2 Komponen Modal Intelektual. ..............................................17
2.6 Pengungkapan Sukarela Modal Intelektual. .....................................19
2.7 Kinerja Modal Intelektual. ................................................................24
2.7.1 Model Pulic. ..........................................................................25
2.7.1.1 Value Added Capital Employed (VACA). ...............27
2.7.1.2 Value Added Human Capital (VAHU). ...................27
2.7.1.3 Structural Capital Value Added (STVA). ................28
2.8 Tingkat Utang. ..................................................................................29
2.9 Struktur Corporate Governance. ......................................................30
2.9.1 Ukuran Dewan Komisaris. ....................................................32
2.9.2 Jumlah Rapat Dewan Komisaris. ..........................................34
2.9.3 Ukuran Komite Audit............................................................34
2.9.4 Jumlah Rapat Komite Audit..................................................36
2.9.5 Konsentrasi Kepemilikan Saham. .........................................36
2.10 Umur Listing. ....................................................................................37
2.11 Penelitian Terdahulu. ........................................................................37
2.12 Kerangka Pemikiran Teoritis. ...........................................................40
2.13 Pengembangan Hipotesis. .................................................................44
2.13.1 Pengaruh Kinerja Modal Intelektual terhadap
Luas pengungkapan Modal Intelektual. ................................44
xii
2.13.2 Pengaruh Tingkat Utang terhadap Luas Pengungkapan
Modal Intelektual. .................................................................46
2.13.3 Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadap
Luas Pengungkapan Modal Intelektual.................................47
2.13.3.1 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap
Luas Pengungkapan Modal Intelektual...................47
2.13.3.2 Pengaruh Jumlah Rapat Dewan Komisaris
terhadap Luas Pengungkapan Modal Intelektual....48
2.13.3.3 Pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap
Luas Pengungkapan Modal Intelektual...................48
2.13.3.4 Pengaruh Jumlah Rapat Komite Audit terhadap
Luas Pengungkapan Modal Intelektual...................49
2.13.3.5 Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Saham
terhadap Luas Pengungkapan Modal Intelektual....50
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................52
3.1 Jenis Dan Desain Penelitian ................................................................52
3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ..........................52
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .....................................52
3.3.1 Variabel Terikat atau Dependen Variable ...........................53
3.3.2 Variabel Bebas atau Independen Variable............................56
3.3.3 Variabel Pengendali. .............................................................61
3.4 Metode Pengumpulan Data .................................................................63
3.5 Metode Analisis Data ..........................................................................64
xiii
3.5.1 Analisis Statistik Diskriptif .....................................................64
3.5.2 Uji Asumsi Klasik ..................................................................64
3.5.3 Pengujian Hipotesis ................................................................67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................................70
4.1 Data Penelitian. ...................................................................................70
4.1.1 Deskripsi Obyek Penelitian. ....................................................70
4.2 Hasil Penelitian. ..................................................................................71
4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif.....................................................71
4.2.2 Hasil Uji Asumsi Klasik..........................................................82
4.2.3 Analisis Regresi Berganda. .....................................................91
4.2.4 Uji Hipotesis............................................................................93
4.3 Pembahasan.........................................................................................99
4.3.1 Pengaruh Kinerja Modal Intelektual terhadap
Luas Pengungkapan Modal Intelektual. ..................................99
4.3.2 Pengaruh Tingkat Utang terhadap Luas Pengungkapan
Modal Intelektual. .................................................................101
4.3.3 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap
Luas Pengungkapan Modal Intelektual. ................................103
4.3.4 Pengaruh Jumlah Rapat Dewan Komisaris terhadap
Luas Pengungkapan Modal Intelektual. ................................103
4.3.5 Pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap Luas
Pengungkapan Modal Intelektual. .........................................104
xiv
4.3.6 Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Saham terhadap
Luas Pengungkapan Modal Intelektual. ................................105
4.3.7 Pengaruh Variabel Pengendali terhadap
Luas Pengungkapan Modal Intelektual. ................................106
BAB V PENUTUP..............................................................................................107
5.1 Simpulan............................................................................................107
5.2 Saran..................................................................................................109
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................111
LAMPIRAN.........................................................................................................117
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu .........................................................................38
Tabel 3.1 Prosedur dan Hasil Pemilihan Sampel Perusahaan...........................53
Tabel 3.2 Indeks Pengungkapan Modal Intelektual..........................................55
Tabel 3.3 Definisi Operasional Variabel. .........................................................62
Tabel 3.4 Nilai Durbin Watson.........................................................................65
Tabel 4.1 Ikhtisar Pemilihan Sampel. ...............................................................71
Tabel 4.2 Hasil Uji Statistik Deskriptif ICD.....................................................72
Tabel 4.3 Hasil Analisis Frekuensi Pengungkapan Modal Intelektual
pada Perbankan Tahun 2009-2011. ..................................................72
Tabel 4.4 Hasil Analisis Deskriptif Kinerja Modal Intelektual ........................73
Tabe; 4.5 Hasil Analisis Frekuensi Kinerja Modal Intelektual pada
Perbankan Tahun 2009-2011. ...........................................................73
Tabel 4.6 Hasil Analisis Tingkat Utang............................................................74
Tabel 4.7 Hasil Analisis Frekuensi Tingkat Utang pada Perbankan
Tahun 2009-2011. .............................................................................75
Tabel 4.8 Hasil Analisis Deskriptif Ukuran Dewan Komisaris ........................75
Tabel 4.9 Hasil Analisis Frekuensi Ukuran Dewan Komisaris pada
Perbankan Tahun 2009-2011. ...........................................................76
Tabel 4.10 Hasil Analisis Deskriptif Jumlah Rapat Dewan Komisaris. .............76
Tabel 4.11 Hasil Analisis Frekuensi Jumlah Rapat Dewan Komisaris pada
Perbankan Tahun 2009-2011. ...........................................................77
Tabel 4.12 Hasil Analisis Deskriptif Ukuran Komite Audit...............................77
Tabel 4.13 Hasil Analisis Frekuensi Ukuran Komite Audit pada Perbankan
Tahun 2009-2011. .............................................................................78
Tabel 4.14 Hasil Analisis Deskriptif Jumlah Rapat Komite Audit.....................78
Tabel 4.15 Hasil Analisis Frekuensi Jumlah Rapat Komite Audit pada
Perbankan Tahun 2009-2011. ...........................................................79
Tabel 4.16 Hasil Analisis Deskriptif Konsentrasi Kepemilikan Saham. ............79
xvi
Tabel 4.17 Hasil Analisis Frekuensi Konsentrasi Kepemilikan Saham pada
Perbankan Tahun 2009-2011. ...........................................................80
Tabel 4.18 Hasil Analisis Deskriptif Umur Listing. ...........................................81
Tabel 4.19 Hasil Analisis Frekuensi Umur Listing pada Perbankan
Tahun 2009-2011. .............................................................................81
Tabel 4.20 Hasil Uji Normalitas dengan Rasio Skerwness dan Kurtosis. ..........84
Tabel 4.21 Hasil Uji Normalitas dengan Uji Kolmogorov Smirnov (K-S). ........84
Tabel 4.22 Hasil Uji Autokolerasi. .....................................................................85
Tabel 4.23 Uji Multikolinieritas dengan Matriks Korelasi. ................................87
Tabel 4.24 Uji Multikolinieritas dengan VIF. ....................................................87
Tabel 4.25 Uji Multikolinieritas dengan Matriks Korelasi tanpa RADIT. .........88
Tabel 4.26 Uji Multikolinieritas dengan VIF tanpa RADIT...............................89
Tabel 4.27 Ringkasan Hasil Uji Multikolinieritas. .............................................89
Tabel 4.28 Hasil Persamaan Regresi Berganda. .................................................91
Tabel 4.29 Hasil Uji Koefisien Determinasi.......................................................94
Tabel 4.30 Hasil Uji Pengaruh Simultan. ...........................................................95
Tabel 4.31 Simpulan Hasil Uji Hipotesis. ..........................................................98
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................43
Gambar 4.1 Uji Normalitas dengan Histogram. ...................................................82
Gambar 4.2 Hasil Uji Normal Probability Plot. ...................................................83
Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas. ...........................................................90
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Daftar Perusahaan Sampel............................................................118
Lampiran 2 Pengungkapan Modal Intelektual. ................................................120
Lampiran 3 Kinerja Modal Intelektual.............................................................135
Lampiran 4 Tingkat Utang. ..............................................................................138
Lampiran 5 Struktur Corporate Governance...................................................141
Lampiran 6 Umur Listing.................................................................................144
Lampiran 7 Hasil Pengolahan Data Statistik. ..................................................145
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan ekonomi global ditandai dengan munculnya berbagai
industri baru berbasis pengetahuan (Saleh et al., 2009). Seiring dengan perubahan
ekonomi yang berkarakteristik ekonomi berbasis ilmu pengetahuan dengan
penerapan manajemen pengetahuan (knowledge management), kemakmuran suatu
perusahaan akan bergantung pada suatu penciptaan transformasi dan kapitalisasi
dari pengetahuan itu sendiri (Sawarjuwono, 2003). Proses menciptakan nilai
(value creation) fokusnya bergeser dari pemanfaatan aset-aset individual menjadi
aset sekelompok yang sebagian utamanya adalah aktiva tidak berwujud, yaitu
modal intelektual (intellectual capital) atau modal pengetahuan (knowledge
capital) yang melekat dalam keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman, serta
dalam sistem dan prosedur organisasional (Purnomosidhi, 2006).
Pengakuan terhadap kemampuan intellectual capital dalam menciptakan
dan mempertahankan keuntungan kompetitif dan shareholder value, juga naik
secara signifikan (Tayles et al., 2007). Intellectual capital diakui dapat
meningkatkan keuntungan perusahaan yang labanya dipengaruhi oleh inovasi dan
knowledge-intensive services (Edvinsson dan Sullivan, 1996). Lebih lanjut,
Mouritsen (1998) menyebutkan bahwa intellectual capital menyangkut kapasitas
luas pengetahuan yang dimiliki oleh sebuah perusahaan.
2
Modal intelektual perusahaan dapat dianggap sebagai bentuk
unaccounted capital dalam sistem akuntansi tradisional meskipun beberapa di
antaranya, misalnya goodwill, patent, copy right, dan trade mark diakui sebagai
aktiva tidak berwujud (Purnomosidhi, 2006). Timbulnya unaccounted capital
tersebut dikarenakan sangat ketatnya kriteria akuntansi bagi pengakuan dan
penilaian aktiva, yaitu keteridentifikasian, adanya pengendalian sumber daya, dan
adanya manfaat ekonomis di masa depan (PSAK NO.19: 19.5). Lev dan Zarowin
(1999) menemukan banyak penelitian yang menunjukkan bahwa model akuntansi
yang ada sekarang tidak bisa menangkap faktor kunci dari company’s long term
value, yaitu intangible resources. Kegagalan akuntansi untuk mengakui secara
penuh atas intangible (yang meliputi human resources, customer relationship dan
sebagainya). Hal ini sebagai tanda bahwa laporan keuangan tradisional telah
kehilangan relevansinya sebagai instrumen pengambilan keputusan (Oliveira et
al., 2008).
Akibat dari ketidakpuasan financial reporting tradisional karena tidak
mampu menyediakan informasi yang cukup bagi investor akan menimbulkan
adanya asimetri informasi antara stakeholders dan shareholders. Canibano et al.,
(2000) menyebutkan bahwa pendekatan yang pantas digunakan untuk
meningkatkan kualitas laporan keuangan adalah dengan mendorong peningkatan
informasi intellectual capital disclosure.
Item-item dalam pengungkapan modal intelektual seperti deskripsi
program dan aktivitas pengembangan kompetensi karyawan (human capital),
deskripsi tentang sistem teknologi informasi (structural capital), dan pernyataan
3
citra dan merek dari lingkungan luar (relational capital) dapat mengurangi
asimetri informasi. Hal ini dikarenakan human capital sebagai penggerak modal
intelektual, sedangkan structural capital menyediakan fungsi pendukung sehingga
customer capital atau relational capital dapat menikmati benefit dari human
capital dan structural capital.
Pengungkapan modal intelektual dalam laporan keuangan sangat penting
untuk menyediakan informasi secara lengkap dan membantu investor dalam
memprediksi kinerja suatu perusahaan. Menurut Bukh (2003), beberapa bentuk
intellectual capital disclosure merupakan informasi yang bernilai bagi investor,
yang dapat membantu mengurangi ketidakpastian mengenai prospek ke depan dan
memfasilitasi ketepatan penilaian terhadap perusahaan. Intellectual capital
disclosure juga dapat menunjukkan kinerja keuangan yang lebih baik (Saleh et al.,
2009). Investor dapat keliru dalam pengambilan keputusan terkait alokasi modal
dimiliki tanpa adanya informasi tersebut sehingga investor tidak dapat
memperoleh return yang sepantasnya. Hal ini mengakibatkan investor tidak
mengalokasikan dananya kepada perusahaan sehingga cost of equity capital
perusahaan menjadi lebih besar (Burgman & Roos, 2007). Tingginya peran
modal intelektual di era ekonomi masa kini ketika sumber daya manusia dan ilmu
pengetahuan merupakan sumber keunggulan kompetitif perusahaan juga menjadi
alasan atas pentingnya kepemilikan modal intelektual oleh suatu perusahaan
(Chen, 2005).
Salah satu masalah terkait praktik pengungkapan modal intelektual diulas
dalam salah satu situs berita online pada bulan Desember 2012 mengenai PT Bank
4
Panin Tbk yang merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industri
perbankan. PT Bank Panin Tbk dituntut untuk membayarkan uang pesangon
kepada dua karyawan Bank Panin yang di PHK. Kasus serupa juga terjadi pada
bulan Maret 2013 yang menimpa PT BRI (Persero) Tbk. Perusahaan ini dituntut
untuk menyelesaikan kewajibannya kepada pensiunan seperti uang pesangon,
uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.
Masalah terkait demo buruh pada PT Bank Panin Tbk dan PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mengindikasikan kurangnya pengungkapan
informasi tambahan yang bersifat sukarela mengenai perusahaan. Informasi-
informasi mengenai peristiwa tersebut bisa diungkapkan di luar informasi laporan
keuangan, yaitu berupa informasi pendukung mengenai kondisi perusahaan seperti
penjelasan rincian jumlah biaya yang dibelanjakan untuk karyawan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Suhardjanto dan Wardhani
(2010), tingkat intellectual capital disclosure di Indonesia masih rendah (rata-rata
hanya sebanyak 34,5% dari total 25 item intellectual capital). Hasil survey global
menunjukkan bahwa intellectual capital merupakan salah satu tipe informasi yang
paling banyak dipertimbangkan oleh investor. Dengan demikian, masih ada
“information gap” (Bozzolan et al., 2003).
Fenomena ini menuntut untuk mencari informasi yang lebih rinci
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan modal intelektual. Mulai
dari cara pengidentifikasian, pengukuran sampai dengan pengungkapan modal
intelektual dalam laporan keuangan perusahaan. Namun, belum adanya standar
yang menetapkan item-item apa saja yang termasuk dalam aset tak berwujud yang
5
harus dilaporkan baik secara mandatory atau voluntary, sehingga tidak ada
kewajiban bagi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI untuk
mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan modal intelektual.
Semakin tinggi tingkat pengungkapan informasi yang dilakukan
perusahaan, maka cost of debt dan cost of equity yang ditanggung perusahaan
tersebut akan semakin rendah (Francis & Pereira dalam Putri, 2011).
Pengungkapan informasi juga akan mengurangi agency problem yang merupakan
penyebab dari kesalahan estimasi nilai perusahaan pada pasar modal, sehingga
manajer dapat memperoleh insentif atas pengungkapan sukarela yang
dilakukannya (Healy & Palepu, 2001). Pengaruh yang ditimbulkan dari
pengungkapan modal intelektual telah menarik perhatian para peneliti untuk
mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi luas pengungkapan modal
intelektual perusahaan.
Williams (2001) meneliti pengaruh kinerja modal intelektual yang diukur
dengan VAICTM pada 31 perusahaan yang terdaftar di Financial Times Stock
Exchange (FTSE). Menggunakan variabel pengendali ukuran perusahaan, tipe
industri, status listing, kinerja modal fisik (ROA), dan tingkat utang. Williams
(2001) menemukan bahwa kinerja modal intelektual yang terlalu tinggi akan
mendorong perusahaan untuk mengurangi tingkat pengungkapan modal
intelektualnya untuk mempertahankan posisi kompetitifnya. Mengurangi tingkat
pengungkapan modal intelektual berarti sinyal mengenai peluang kompetisi tidak
akan ditangkap oleh kompetitor yang hendak menyaingi perusahaan yang unggul
tersebut.
6
Selain faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja finansial
perusahaan, karakteristik perusahaan juga diprediksi memiliki pengaruh terhadap
luas pengungkapan modal intelektual perusahaan. Penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Woodcock dan Whiting (2009) terhadap 70 perusahaan Australia
yang terdaftar di pasar modal telah melakukan investigasi pengaruh karakteristik
perusahaan yang terdiri dari tipe industri, konsentrasi kepemilikan, usia listing,
tingkat utang, dan jenis auditor terhadap luas pengungkapan modal intelektual dan
berhasil membuktikan bahwa tipe industri dan jenis auditor berpengaruh terhadap
luas pengungkapan modal intelektual perusahaan. Penelitian sejenis juga
dilakukan oleh White et al. (2007) terhadap perusahaan-perusahaan bioteknologi
di Australia dengan memperluas investigasi faktor determinan luas pengungkapan
hingga mencakup mekanisme corporate governance perusahaan. White et al.
(2007) menginvestigasikan hubungan independensi dewan, usia perusahaan,
tingkat utang, dan ukuran perusahaan terhadap tingkat pengungkapan modal
intelektual.
Studi di atas menemukan bahwa independensi dewan komisaris, tingkat
utang, dan ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat
pengungkapan modal intelektual perusahaan. Penelitian terdahulu telah
membuktikan adanya hubungan antara penerapan corporate governance dengan
tingkat pengungkapan modal intelektual perusahaan. Teori corporate governance
menjelaskan bahwa perusahaan yang telah menerapkan good corporate
governance akan memiliki kebijakan mengenai transparansi dan pengungkapan
7
informasi lebih optimal. Hal ini juga didukung dengan adanya prinsip transparansi
atau keterbukaan pada salah satu dari prinsip corporate governance.
Beberapa penelitian sebelumnya terkait pengungkapan modal intelektual
telah dilakukan, namun menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian yang
dilakukan Williams (2001) yang meneliti pengungkapan modal intelektual terkait
dengan kinerja modal intelektual menghasilkan simpulan bahwa variabel kinerja
modal intelektual, yang diukur dengan VAICTM tidak berpengaruh signifikan
terhadap tingkat pengungkapan, tetapi memiliki arah hubungan yang bertentangan
dengan yang diharapkan. Temuan ini menunjukkan bahwa untuk mempertahankan
keunggulan kompetitif yang dimiliki, perusahaan dapat mengurangi tingkat
pengungkapan modal intelektual sebagai usaha untuk tidak memberi sinyal bagi
pesaing dan pihak-pihak lain tentang keberadaan potensi peluang bisnis.
Perusahaan dengan tingkat utang yang tinggi menanggung monitoring
cost yang tinggi juga (Jensen & Meckling, 1976) serta dituntut untuk memiliki
tingkat transparansi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan kreditur (Khanna et
al., 2004). Namun, studi yang dilakukan Cormier dan Magnan (2005)
menghasilkan temuan bahwa tingkat utang suatu perusahaan berbanding terbalik
dengan tingkat pengungkapan modal intelektual.
Penelitian yang dilakukan oleh White, et al. (2007) menemukan bahwa
komposisi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap pengungkapan
modal intelektual. Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Chandra (2010)
menemukan bahwa komposisi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap
pengungkapan modal intelektual.
8
Penelitian ini berusaha mengukur pengaruh kinerja modal intelektual,
tingkat utang, dan struktur corporate governance terhadap luas pengungkapan
modal intelektual perusahaan sektor perbankan di Indonesia. Pemilihan sektor
perbankan sebagai sampel mengacu pada penelitian Firer dan William (2003).
Sektor perbankan dipilih karena menurut Firer dan William (2003) industri
perbankan adalah salah satu sektor yang paling insentif modal intelektualnya. Hal
ini dikarenakan perbankan memiliki kekayaan modal intelektual yang tinggi
Perbankan lebih banyak menggunakan sumber daya intelektualnya dibandingkan
sektor perusahaan lainnya. Selain itu, dari aspek intelektual, secara keseluruhan
karyawan di sektor perbankan lebih homogen dibandingkan dengan sektor
ekonomi lainnya (Kubo dan Saka, 2002).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian kembali, dengan judul “DETERMINAN LUAS
PENGUNGKAPAN MODAL INTELEKTUAL PADA PERBANKAN
TAHUN 2009-2011”. Variabel-variabel yang akan diteliti terdiri dari kinerja
modal intelektual yang diukur dengan VAICTM, tingkat utang dan struktur
corporate governance yang diukur dari ukuran dewan komisaris, jumlah rapat
dewan komisaris, ukuran komite audit, jumlah rapat komite audit, dan konsentrasi
kepemilikan, dengan memasukkan variabel usia listing sebagai variabel
pengendali.
Perbedaaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada
model penelitian. Sebagian besar peneliti hanya meneliti pengaruh dari struktur
corporate governance terhadap luas pengungkapan modal intelektual tanpa
9
memasukkan variabel lain seperti kinerja modal intelektual. Penelitian ini
mengkombinasikan kedua variabel tersebut (kinerja modal intelektual dan struktur
corporate governance) dengan penambahan satu variabel bebas lainnya yaitu
tingkat utang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh kinerja modal intelektual terhadap luas
pengungkapan modal intelektual perbankan di Indonesia?
2. Apakah terdapat pengaruh tingkat utang terhadap luas pengungkapan
modal intelektual perbankan di Indonesia?
3. Apakah terdapat pengaruh struktur corporate governance terhadap luas
pengungkapan modal intelektual perbankan di Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah, penelitian ini mempunyai tujuan
sebagai berikut:
1. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh kinerja modal intelektual
terhadap luas pengungkapan modal intelektual perbankan di Indonesia.
2. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh tingkat utang terhadap luas
pengungkapan modal intelektual perbankan di Indonesia.
10
3. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh struktur corporate
governance terhadap luas pengungkapan modal intelektual perbankan di
Indonesia.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontirbusi:
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat digunakan sebagai referensi khususnya untuk pengkajian topik-
topik pengungkapan modal intelektual.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
pengembangan teori, terutama yang berkaitan akuntansi manajemen.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan masukan bagi perusahaan terkait dengan modal intelektual
untuk meningkatkan pengungkapan modal intelektual, sehingga tidak
terjadi adanya asimetri informasi.
b. Memberikan informasi kepada pihak-pihak terkait yang memerlukan
hasil penelitian ini.
11
BAB II
TELAAH TEORI
2.1 Teori Legitimasi
Teori legitimasi berasal dari kontrak sosial antara perusahaan dan
masyarakat yang menyatakan bahwa perusahaan akan mencari jalan atau
melakukan suatu tindakan agar perilakunya dipandang baik oleh publik sehingga
kelangsungan perusahaan dapat terjaga. Guthrie et al. (2006) menyatakan bahwa
berdasarkan teori ini, perusahaan akan mengungkapkan secara sukarela segala
pencapaiannya yang dipandang sesuai dengan ekspektasi masyarakat, baik yang
bersifat eksplisit maupun implisit, berdasarkan kontrak sosial yang terjalin antara
perusahaan dan masyarakat. Pengungkapan ini juga bertujuan untuk membentuk
citra yang baik di hadapan publik.
Menurut Guthrie et al. (2004) dalam Oliveira et al. (2008), legitimacy
theory berhubungan erat dengan pelaporan intellectual capital. Perusahaan lebih
mungkin untuk melaporkan intangibles yang dimiliki, jika perusahaan memiliki
kebutuhan yang spesifik untuk melakukannya. Perusahaan tidak dapat
melegitimasi statusnya hanya lewat “hard” asset yang diakui sebagai simbol
kesuksesan tradisional perusahaan. Pendapat lainnya diungkapkan oleh Lindblom
(1994) dalam Williams (2001) yang menyatakan bahwa pelaporan terkait
kepemilikan modal intelektual perusahaan berikut pendayagunaan modal
intelektual dalam menciptakan nilai bagi perusahaan merupakan suatu strategi
bagi perusahaan yang citranya diragukan oleh stakeholder.
12
2.2 Stakeholder Theory
Stakeholder Theory berasumsi bahwa perusahaan tidak hanya bertanggung
jawab pada shareholder atau pemilik saham, tetapi juga kepada Stakeholder.
Menurut Freeman (1984) dalam Oliveira et al. (2010) stakeholder adalah
kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh proses
pencapaian tujuan suatu perusahaan. Pihak-pihak yang masuk ke dalam kelompok
stakeholder adalah pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemasok, kreditor,
pemerintah, dan masyarakat (Riahi-Belkaoui, 2003). Berdasarkan stakeholder
theory, perusahaan memiliki insentif yang tinggi untuk meyakinkan stakeholder
bahwa aktivitasnya sesuai dengan ekspektasi stakeholder (Branco dan Rodrigues,
2006). Untuk meyakinkan para stakeholder, pengungkapan dipilih sebagai suatu
strategi untuk mengelola atau bahkan memanipulasi pemenuhan tuntutan dari
berbagai kelompok (Deegan dan Blomquist, 2006).
Pengungkapan informasi pada laporan keuangan merupakan salah satu
bentuk dari tanggung jawab manajemen dalam memenuhi hak stakeholder untuk
memperoleh informasi mengenai kebijakan dan kegiatan operasional perusahaan
serta dampak bagi mereka. Woodcock & Whiting (2009) menyatakan bahwa
perusahaan akan mengungkapkan informasi mengenai modal intelektual mereka
secara sukarela untuk dapat memenuhi kebutuhan informasi para stakeholder.
Perusahaan yang berkomitmen untuk melaporkan aktivitasnya termasuk
intellectual capital disclosure kepada stakeholder, biasanya bertujuan untuk
mempertahankan keseimbangan dan keberlanjutan pembentukan nilai untuk
13
semua stakeholder (Ernst dan Young, 1999 dalam Suhardjanto dan Wardhani
2010).
2.3 Teori Agensi
Teori agensi menjelaskan adanya hubungan keagenan atau kontrak kerja
yang melibatkan antara dua pihak. Kontrak kerja terjalin antara pihak prinsipal
dengan pihak agen. Kontrak kerja ini berdampak pada pemisahan fungsi. Hal ini
dikarenakan investor atau prinsipal yang menanamkan modalnya dalam bentuk
saham tidak dapat berkecimpung secara aktif di dalam aktivitas operasional
perusahaan yang mereka miliki, prinsipal menunjuk manajemen perusahaan yang
bertindak sebagai agen dan mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan yang
dimilikinya sebagai pemilik perusahaan kepada manajemen.
Teori agensi berpandangan bahwa pendelegasian otoritas pengambilan
keputusan memungkinkan pihak manajemen yang bertindak sebagai agen untuk
melakukan suatu tindakan penyalahgunaan sumber daya perusahaan demi
kepentingan pribadi sehingga terjadi konflik antara pihak manajemen sebagai
pengendali dan pemegang saham sebagai pemilik perusahaan (Fama dan Jensen,
1983 dalam Abeysekera, 2010). Menurut Jensen dan Meckling (1976), dalam
suatu hubungan keagenan, investor sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen
diasumsikan sebagai dua belah pihak yang akan memaksimalkan utilitas mereka,
sehingga agen tidak selalu bertindak sesuai harapan prinsipal.
Potensi masalah yang muncul dalam teori agensi ini adalah adanya
asimetri informasi. Hal ini dikarenakan pihak agen lebih memahami kondisi
14
internal suatu perusahaan dibandingkan dengan pihak prinsipal yang akan memicu
adanya kecurangan pihak agen untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Salah
satu bentuk kecurangan yang dilakukan yaitu menyajikan informasi yang tidak
sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya.
Menurut Bruggen, et al. (2009) menyatakan bahwa asimetri informasi
dapat mengakibatkan misalokasi modal yang mengarah pada biaya sosial seperti
pengangguran dan penurunan produktivitas. Selain itu risiko yang akan muncul
yaitu munculnya biaya pengawasan. Untuk mengurangi risiko yang muncul, teori
agensi menempatkan pengungkapan sebagai mekanisme yang dapat mengurangi
biaya yang dihasilkan dari konflik antara manajer dengan pemegang saham
(compensation contracts) dan dari konflik antara perusahaan dan krediturnya
(debt contracts). Oleh karena itu, pengungkapan merupakan mekanisme untuk
mengontrol kinerja manajer. Sebagai konsekuensinya, manajer didorong untuk
mengungkapkan voluntary information seperti intellectual capital disclosure.
2.4 Signalling Theory
Signalling theory menekankan kepada pentingnya informasi yang
dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar
perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis
karena informasi menyajikan keterangan, catatan atau gambaran perusahaan baik
di masa lalu maupun di masa yang akan datang. Informasi yang lengkap, relevan,
akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat
analisis dalam mengambil keputusan investasi.
15
Menurut Jogiyanto (2003), informasi yang dipublikasikan sebagai suatu
pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan
keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka
diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh
pasar.
Teori ini juga menyatakan bahwa perusahaan akan selalu berusaha untuk
mengirim sinyal berupa informasi positif atau kabar baik kepada investor dan
pemegang saham dengan menggunakan mekanisme pengungkapan, salah satunya
melalui media laporan tahunan (Oliveira 2006 dalam Putri 2011). Informasi yang
diungkapkan oleh manajemen dapat meningkatkan kredibilitas manajemen di
mata publik. Insentif yang diperoleh pihak manajemen dari pengiriman sinyal
positif melalui mekanisme pelaporan tahunan perusahaan ini mendorong
manajemen untuk tetap melakukan pengungkapan informasi positif meskipun
pengungkapan tersebut tidak diwajibkan berdasarkan standar yang berlaku.
Di dalam studinya, Spence (1973) dalam Suhardjanto dan Wardhani
(2010) berhasil membuktikan bahwa biaya yang ditanggung perusahaan dengan
kinerja kurang baik akan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan biaya yang
ditanggung oleh perusahaan dengan kinerja superior. Oleh karena itu, manajer
dengan kinerja superior lebih termotivasi untuk mengungkapkan informasi kepada
publik secara sukarela agar perusahaan dapat diklasifikasikan sebagai perusahaan
dengan kinerja yang baik. Hal ini disebabkan oleh ekspektasi manajer bahwa
menyediakan sinyal yang bagus mengenai kinerja perusahaan kepada pasar akan
mengurangi asimetri informasi (Oliveira et al., 2008).
16
Berdasarkan kerangka signaling theory, manajer diprediksi akan
menggunakan mekanisme pengungkapan mengenai modal intelektual untuk
menyelaraskan ekspektasi pasar mengenai pendapatan perusahaan di masa yang
akan datang dengan ekspektasi manajer perusahaan tersebut. Perusahaan juga
akan menggunakan mekanisme pengungkapan tertentu untuk mengoreksi nilai
perusahaan apabila pasar menilai perusahaan terlalu rendah.
2.5 Modal Intelektual
2.5.1 Definisi Modal Intelektual
Istilah modal intelektual pertama kali dikemukakan oleh John Kenneth
Galbraith pada tahun 1969 yang menulis surat yang ditujukan kepada temannya,
Michael Kalecki. Galbraith mengemukakan: ”I wonder if you realize how much
those us the world around have owed to the intellectual capital you have provided
over the last decades” (Hudson, 1993 dalam Bontis, 2000). Pada tahun 1993
modal intelektual dijelaskan secara rinci oleh Peter Drucker dalam bukunya “Post-
Capitalist Society.” Akhir tahun 1990, referensi mengenai modal intelektual
dalam publikasi bisnis kontemporer menjadi hal yang lazim. Manajemen modal
intelektual menjadi wewenang Chief Knowledge Officer (CKO). Bahkan Stewart
telah diakui sebagai pencetus kelahiran dunia baru intelektual kapitalis (Bontis,
2000). Definisi modal intelektual dikemukakan oleh Klein dan Prusak, yang
kemudian dipopulerkan Stewart dalam Sawarjuwono dan Kadir (2003): “. . .we
can define intellectual capital operationally as intellectual material that has been
formalized, captured, and leveraged to produce a higher valued asset.”
17
Sampai sekarang belum terdapat definisi modal intelektual yang konklusif
dan masih terjadi perdebatan di antara para pakar. Modal intelektual merupakan
sesuatu yang kompleks dan sulit untuk didefinisikan. Hal tersebut terbukti dari
definisi yang berbeda dari para ahli di berbagai literatur. Menurut Williams (2001)
modal intelektual adalah informasi dan pengetahuan yang diaplikasikan dalam
pekerjaan untuk menciptakan nilai. Definisi ini menekankan bahwa kemampuan
modal intelektual dalam menciptakan nilai. Hunter et al (dalam Woodcock dan
Whiting, 2009) menjelaskan bahwa modal intelektual adalah perbedaan nilai pasar
dengan nilau buku perusahaan.
Menurut Mouritsen (1998) dalam Purnomosidhi (2006) berpendapat
bahwa modal intelektual merupakan masalah pengetahuan organisasi yang luas
dan bersifat unik bagi perusahaan sehingga memungkinkan perusahaan secara
terus-menerus beradaptasi dengan kondisi yang selalu berubah. Namun, dari
banyaknya definisi yang berbeda tersebut terdapat salah satu definisi yang paling
komprehensif mengenai modal intelektual (Li et al., 2008 dalam Putri 2011)
adalah “…the possession of knowledge and experience, professional knowledge
and skill, good relationship, and technological capacities, which when applied
will give organizations competitive advantage.”
2.5.2 Komponen Modal Intelektual
Modal intelektual terdiri dari beberapa komponen yang dapat dijadikan
dasar bagi perusahaan dalam menerapkan strategi. Sebagian besar peneliti
membagi intellectual capital menjadi tiga elemen utama (Sveiby, 1997; Meritum,
18
2002 dalam Oliveira et al., 2008), yaitu: human capital, structural capital atau
organizational capital, dan relational capital.
1. Human Capital (modal manusia)
Human capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual. Disinilah
sumber innovation dan improvement, tetapi merupakan komponen yang sulit
untuk diukur. Human capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan
untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki
oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut. Human capital akan
meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki
oleh karyawannya (Sawarjuwono, 2003). Contoh dari human capital adalah
kapasitas kerja kelompok, kreatifitas, fleksibilitas, toleransi terhadap
ambiguitas, motivasi, kepuasan kerja, dan kapasitas pembelajaran dari
karyawan.
2. Structural Capital atau Organizational Capital (modal organisasi)
Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam
memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung
usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta
kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya: sistem operasional perusahaan,
proses manufakturing, budaya organisasi, filosofi manajemen dan semua
bentuk intellectual property yang dimiliki perusahaan. Seorang individu dapat
memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi jika organisasi memiliki
sistem dan prosedur yang buruk maka intellectual capital tidak dapat
mencapai kinerja secara optimal dan potensi yang ada tidak dapat
19
dimanfaatkan secara maksimal (Sawarjuwono, 2003). Contohnya adalah
struktur, proses, rutinitas, sistem, dan kebudayaan yang terdapat di suatu
perusahaan, mencakup database, perangkat manajemen, sistem teknologi
informasi, rancangan structural, mekanisme koordinasi, kebijakan, prosedur,
kapasitas pembelajran organisasional, dan sistem jaringan.
3. Relational Capital atau Costumer Capital (modal pelanggan)
Elemen ini merupakan komponen modal intelektual yang memberikan nilai
secara nyata. Relational capital merupakan hubungan yang
harmonis/association network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para
mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas,
berasal dari pelanggan loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan
yang bersangkutan berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah
maupun dengan masyarakat sekitar. Relational capital dapat muncul dari
berbagai bagian diluar lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai
bagi perusahaan tersebut (Sawarjuwono, 2003). Contohnya adalah citra
perusahaan, reputasi, loyalitas pelanggan, kepuasan pelanggan, jaringan
distribusi, goodwill, kontrak lisensi, dan perjanjian franchise.
2.6 Pengungkapan Sukarela Modal Intelektual
Menurut Bruggen, et al. (2009) alasan perusahaan mengungkapkan modal
intelektual yaitu mengurangi tingkat asimetri informasi sehingga biaya modal
perusahaan dapat mengalami penurunan. Pengungkapan modal intelektual dapat
20
meningkatkan nilai relevansi laporan keuangan. Peningkatan nilai relevansi
laporan keuangan dapat mencegah perusahaan pada kondisi sebagai berikut:
1. Kegagalan dalam menyampaikan informasi secara relevan sehingga
mengakibatkan kemrosotan posisi keuangan perusahaan dan dapat
menghilangkan daya saing jangka panjang.
2. Investor sulit menilai secara akurat nilai perusahaan untuk alokasi sumber
daya dengan menggunakan laporan keuangan yang tidak melaporkan modal
intelektual.
3. Manajer sulit untuk menentukan relevansi aset tidak berwujud yang
diperlukan untuk operasi perusahaan.
Pengungkapan modal intelektual dapat menciptakan kepercayaan dengan
karyawan dan stakeholder, serta mencegah kerugian dan rumor gosip yang
mempengaruhi reputasi perusahaan. Kepercayaan penting dalam jangka panjang
bagi perusahaan sebagai suatu strategi dalam menciptakan komitmen stakeholder
yang lebih tinggi untuk masa depan perusahaan (Bruggen, et al., 2009).
Pengungkapan informasi mengenai modal intelektual dapat juga dijadikan
perusahaan sebagai alat pemasaran. Pengungkapan modal intelektual, perusahaan
dapat memberikan bukti tentang nilai-nilai sejati yang diterapkan dalam
perusahaan serta kemampuan perusahaan dalam menciptakan kekayaan sehingga
dapat meningkatkan reputasi.
Pengelolaan modal intelektual perlu diberi perhatian secara lebih.
Pengelolaan modal intelektual yang baik akan dapat membantu untuk
mengidentifikasi, mengukur, dan mengungkapkan modal intelektual. Akan tetapi
21
sesuai dengan perkembangan jaman, maka terjadi perubahan-perubahan yang
terjadi dalam hal penyajian dan penilaian aset tak berwujud terutama modal
intelektual. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bruggen, et al. (2009) yang
menjelaskan standar sukarela lebih tepat dan fleksibel dibandingkan dengan
standar wajib karena adanya perubahan yang cepat pada modal intelektual.
Dari literatur-literatur yang berhasilkan dikumpulkan, kebanyakan para
penulis membahas tentang pengukuran modal inetelektual. Sedangkan bagaimana
pelaporan modal intelektual dibuat masih jarang dibahas. Disamping itu publikasi
terhadap modal intelektual masih sangat jarang dilakukan. Seperti halnya dengan
pengukuran modal intelektual, pelaporan aset ini belum dibuatkan sebuah
standard tertentu. Beberapa penulis (Bontis 2000; Sveiby 1998; Mouritsen et al.
2000) menyarankan untuk melakukan pelaporan keuangan kedalam dua bentuk,
yaitu laporan keuangan yang lama dalam ukuran moneter ditambah dengan
laporan khusus tentang modal intelektual dengan ukuran non moneter, Bontis
(dalam Sawarjuwono 2003) menyatakan bahwa:
“Adding a flow perspective to the stock perspective is akin to adding a
profit and loss statement to a balance sheet in accounting. The two
perspectives combined (or the two reporting tools, in the case of
accounting) provide much more information than any single one alone. At
the same time, intellectual capital flow reporting presents some additional
challenges in terms of complexity.”
Pernyataan ini juga menunjukkan pentingnya laporan tambahan yang
menguraikan modal intelektual dalam perusahaan. Usulan-usulan ini dapat
22
diterima oleh berbagai kalangan dan secara umum pelaporan terhadap modal
intelektual perusahaan biasa disebut statement of intellectual capital.
Di Indonesia, pengungkapan modal intelektual masih bersifat voluntary.
Sampai saat ini belum ada pengelompokkan komponen modal intelektual yang
dapat diterima bersama dan belum ada pola khusus pengungkapan modal
intelektual (Yunanto, 2010). Namun demikian, terdapat perkembangan konsep
modal intelektual di Indonesia dengan adanya regulasi yaitu PSAK No. 19 Revisi
2009 tentang aset tak berwujud. Menurut PSAK No. 19 Revisi 2009 aset tak
berwujud merupakan aset non moneter yang dapat diidentifikasi tanpa wujud
fisik, dimiliki dan dibawah kontrol suatu perusahaan, dapat dijual, disewakan, dan
dipertukarkan kepada pihak lainnya atau untuk tujuan administratif.
Sawarjuwono (2003) menyatakan penelitian terhadap pelaporan modal
intelektual ini juga dilakukan oleh Guthrie dan Petty (2000) yang melakukan
penelitian terhadap 20 perusahaan di Australia yang telah terdaftar pad bursa efek
(Satyo 2000; Mouritsen et al. 2000). Hasil penelitian ini menunjukkan porsi
pengungkapan setiap elemen modal intelektual, dimana 30% indikator yang
digunakan mengungkapkan human capital, 30% organizational capital (internal
structure) dan 40% customer capital (external structure). Disamping hal-hal di
atas, riset Guthrie dan Petty (2000) menunjukkan bahwa:
1. Pengungkapan modal intelektual lebih banyak (95%) disajikan secara terpisah
dan tidak ada yang disajikan dalam angka atau kuantitatif. Hal ini mendukung
pandangan yang selama ini kuat yaitu aktiva tidak berwujud atau modal
intelektual sulit untuk dikuantifikasikan.
23
2. Pengungkapan mengenai modal eksternal lebih banyak dilakukan oleh
perusahaan. Tidak terdapat pola tertentu dalam laporan-laporan tersebut. Hal-
hal yang banyak diungkapkan menyebar di antara ketiga elemen modal
intelektual.
3. Pelaporan dan pengungkapan modal intelektual dilakukan masih secara
sebagian dan belum menyeluruh.
4. Secara keseluruhan perusahaan menekankan bahwa modal intelektual
merupakan hal penting untuk menuju sukses dalam menghadapi persaingan
masa depan. Namun hal itu belum dapat diterjemahkan dalam suatu pesan
yang solid dan koheren dalam laporan tahunan.
Pengungkapan modal intelektual tidak disajikan dalam neraca. Hal
tersebut disebabkan pengungkapan modal intelektual sulit untuk diukur dan
dikuantifikasikan. Menurut Bruggen, et al. (2009) kerangka kerja akuntansi dan
standar akuntansi yang berlaku tidak memungkinkan untuk melakukan pengakuan
dan pengungkapan penuh pada komponen modal intelektual. Oleh karena itu,
metode pengukuran baru dan model pelaporan IC seperti IC Index dapat
membantu mengatasi masalah standar akuntansi keuangan tradisional dalam
pengukuran modal intelektual.
Pengungkapan modal intelektual dituangkan dalam informasi tambahan
melalui laporan tahunan yang dipublikasikan. Mengungkapkan modal intelektual,
perusahaan dapat mengatasi masalah yang ada dalam hubungan keagenan seperti
asimetri informasi. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa biaya agen
timbul dari perilaku oportunistik manajernya, sehingga mereka termotivasi untuk
24
mengungkapkan informasi secara sukarela yaitu informasi modal intelektual
untuk mengurangi biaya agensi tersebut.
2.7 Kinerja Modal Intelektual
Pengukuran modal intelektual menjadi suatu hal yang penting seiring
dengan peningkatan peran modal intelektual dewasa ini. Terdapat empat metode
pengukuran modal intelektual. Metode yang pertama dikenal dengan pengukuran
berbasis nilai (value-based measurement) yang mengukur nilai modal intelektual
diukur berdasarkan selisih antara nilai pasar dan nilai buku perusahaan (Brennan,
2001). Metode ini tergolong metode yang paling mudah untuk diterapkan karena
data yang dibutuhkan dalam kalkulasi dapat dengan mudah diakses publik.
Metode yang kedua adalah Skandia Navigator. Metode ini dikembangkan
pada tahun 1994 oleh Skandia, sebuah perusahaan yang berbasis di Swedia.
Metode ini mengukur nilai modal intelektual dengan mengidentifikasi dan
mengkuantifikasi faktor kunci penentu kesuksesan dalam bisnis.
Metode yang ketiga menilai modal intelektual dengan menggunakan suatu
indeks. Indeks modal intelektual ini tidak digunakan untuk mengukur nilai modal
intelektual secara langsung, melainkan untuk mengukur efisiensi dari modal
intelektual dengan cara mengidentifikasi dan memberi bobot pada indikator kunci
kesuksesan perusahaan (Roos et al., 1997 dalam Putri 2011).
Metode yang keempat dikenal dengan VAICTM. Metode ini dikembangkan
oleh Pulic pada tahun 1998. Sama dengan metode indeks, metode VAICTM tidak
25
secara langsung mengukur besar modal intelektual yang dimiliki suatu
perusahaan.
Studi yang dilakukan Chen et al. (2005) terhadap perusahaan-perusahaan
publik di Taiwan menghasilkan temuan empiris bahwa investor mengevaluasi
lebih tinggi perusahaan-perusahaan dengan tingkat efisiensi modal intelektual
yang lebih tinggi. Chen et al. (2005) menyimpulkan bahwa modal intelektual
merupakan suatu aset yang bersifat stratejik karena hubungannya dengan nilai
pasar perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan. Pengukuran efisiensi modal
intelektual menggunakan metode yang dikembangkan oleh Pulic (1998), Chen et
al. (2005) membuktikan bahwa perusahaan dengan tingkat profit dan
pertumbuhan pendapatan yang juga lebih tinggi pada tahun berjalan dan tahun
setelahnya.
2.7.1 Model Pulic
VAICTM merupakan metode yang dikembangkan oleh Pulic (1998),
didesain untuk menyajikan informasi mengenai value creation efficiency dari aset
berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki
perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk
menciptakan value added (VA). VA adalah indikator paling objektif untuk
menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
penciptaan nilai (value creation) (Pulic, 1998). Selain itu VAICTM juga
merupakan alat manajemen pengendalian yang memungkinkan organisasi untuk
memonitor dan mengukur kinerja intellectual capital dari suatu perusahaan
26
(Kammath, 2007 dalam Saleh et al., 2008). VA dihitung sebagai selisih antara
output dan input (Pulic, 1998). VA secara teknik merupakan penjumlahan,
retained profit, interest expense, salaries dan wages, depreciation, dividend,
minority share, dan tax untuk pemerintah. Oleh karena itu, VA didefinisikan
sebagai peningkatan pada nilai bersih perusahaan dikarenakan kegiatan operasi
perusahaan.
Menurut Tan et al., (2007) dalam Ulum dkk (2008), menyatakan bahwa
output (OUT) mempresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa
yang dijual di pasar, sedangkan input (IN) mencakup seluruh beban yang
digunakan dalam memperoleh revenue. Menurut Tan et al., (2007), hal penting di
dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labour expense) tidak termasuk
dalam IN dikarenakan peran aktifnya di dalam kegiatan value creation, sehingga
tidak dihitung sebagai biaya (cost).
Komponen utama dari VAICTM yang dikembangkan Pulic (1998) tersebut
dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA-Value
Added Capital Employed), human capital (VAHU – Value Added Human
Capital), dan structural capital (STVA – Structural Capital Value Added).
VAICTM juga dikenal sebagai Value Creation Efficiency Analysis, dimana
merupakan sebuah indikator yang dapat digunakan dalam menghitung efisiensi
nilai yang dihasilkan dari perusahaan yang didapat dengan menggabungkan CEE
(Capital Employed Efficiency), HCE (Human Capital Efficiency), dan SCE
(Structural Capital Efficiency) (Pulic, 1998).
27
2.7.1.1 Value Added Capital Employed (VACA)
VACA adalah indikator atau nilai tambah yang diciptakan oleh suatu unit
dari physical capital. VACA adalah perbandingan antara value added (VA)
dengan model fisik yang bekerja (Capital Employed/CA). Capital employed ini
menunjukkan hubungan harmonis yang dimiliki perusahaan dengan mitranya,
baik yang berasal dari pemasok yang andal dan berkualitas, pelanggan yang loyal,
dan merasa puas dengan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, serta
hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar
(Belkaoui, 2003). Dalam proses penciptaan nilai, intelektual potensial yang
direpresentasikan dalam biaya karyawan tidak dihitung sebagai biaya (input) (Tan
et al., 2007).
Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika satu unit CA menghasilkan
return yang lebih besar pada sebuah perusahaan, maka perusahaan tersebut
mampu memanfaatkan CA dengan lebih baik. Pemanfaatan lebih CA adalah
bagian dari intellectual capital perusahaan. Ketika membandingkan lebih dari
sebuah kelompok perusahaan VACA menjadi sebuah indikator kemampuan
intelektual perusahaan dalam memanfaatkan modal fisiknya (Tan et al., 2007).
2.7.1.2 Value Added Human Capital (VAHU)
VAHU mengindikasikan seberapa besar value added (VA) yang
diciptakan oleh setiap rupiah pengeluaran untuk pegawai (Tan et al., 2007).
Stewart (1997) menjelaskan bahwa human capital adalah kemampuan karyawan
untuk menciptakan produk yang dapat menjaring konsumen sehingga konsumen
28
tidak akan berpaling pada pesaing. Human capital mempresentasikan kemampuan
perusahaan dalam mengelola sumber daya manusia dan menganggap manusia atau
karyawan sebagai aset strategic perusahaan karena pengetahuan yang mereka
miliki. VAHU dihitung dengan membagi value added yang diciptakan perusahaan
dengan total salaries dan wages. Perhitungan ini mengasumsikan bahwa HC
sebagai suatu investasi daripada sebagai expense dan akan diakui sebagai aset
pada neraca (Pulic, 2000 dalam Saleh et al., 2008).
Hubungan antara VA dan human capital (HC) mengindikasikan bahwa
kemampuan HC adalah menciptakan nilai pada sebuah perusahaan. Pulic (1998)
berpendapat bahwa biaya gaji dan upah merupakan indikator bagi HC. Ketika
VAHU dibandingkan antar perusahaan. VAHU menjadi sebuah indikator kualitas
sumber daya perusahaan. VAHU juga sebagai kemampuan perusahaan
menghasilkan nilai tambah untuk setiap rupiah yang dikeluarkan pada HC
(Kuryanto dan Syafruddin, 2008).
2.7.1.3 Structural Capital Value Added (STVA)
STVA menunjukkan kontribusi modal structural (SC) dalam
pembentukkan nilai tambah. Salah satu bagian dari structural capital adalah
membangun sistem seperti data base yang memungkinkan orang-orang
dihubungkan dan belajar satu sama lain, sehingga menumbuhkan sinergi karena
adanya kemudahan berbagi pengetahuan dan bekerja sama antar individu dalam
organisasi. Penciptaan dari structural capital ini berhubungan dengan
pengetahuan atau nilai dari seseorang yang tidak akan begitu saja hilang kalau
29
yang bersangkutan meninggalkan perusahaan karena pengetahuannya telah
dirangkum dalam data base, sehingga perusahaan tidak akan kehilangan nilainya.
Dalam model yang dikembangkan Pulic ini, STVA dihitung dengan
membagi structural capital (SC) dengan value added (VA). Dalam model Pulic,
SC diperoleh dari VA dikurangi dengan HC. STVA menunjukkan kontribusi
modal struktural dalam penciptaan nilai semakin kecil kontribusi SC (Tan et al.,
2007). Pulic (1998) dalam Saleh et al., (2008) menyatakan terdapat hubungan
proporsi yang berkebalikan antara HC dan SC.
2.8 Tingkat Utang
Tingkat utang merupakan perbandingan besarnya dana yang disediakan
pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur. Rasio ini menunjukkan
kemampuan modal sendiri untuk memenuhi seluruh kewajiban perusahaan.
Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa terdapat suatu potensi untuk
mentransfer kekayaan dari debtholders kepada pemegang saham dan manajer
pada perusahaan-perusahaan yang tingkat ketergantungannya kepada utang sangat
tinggi sehingga menimbulkan biaya keagenan (agency cost) yang tinggi.
Perusahaan yang memiliki tingkat utang yang tinggi dalam struktur
modalnya akan menanggung biaya keagenan (agency cost) yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perusahaan yang tingkat utangnya kecil. Untuk mengurangi
biaya keagenan tersebut, manajemen perusahaan dapat mengungkapkan lebih
banyak informasi secara sukarela, termasuk informasi yang berkaitan dengan
modal intelektual. Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio
30
tingkat utang yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi,
karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal yang seperti itu lebih
tinggi (Jensen dan Meckling, 1976).
Fenomena tingginya tingkat utang suatu perusahaan akan meningkatkan
pengungkapan sukarela didukung oleh beberapa hasil penelitian empiris, misalnya
Williams (2001) yang menguji pengaruh tingkat utang terhadap pengungkapan
modal intelektual. Hasil-hasil penelitian tersebut belum konklusif karena ada
beberapa penelitian (misalnya Khanna et al., 2004) yang justru tidak dapat
membuktikan adanya pengaruh tingkat utang terhadap luas pengungkapan.
2.9 Struktur Corporate Governance
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (dalam Hastuti,
2011), corporate governance adalah seperangkat aturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham, pengelola perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan,
dan para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewjiban mereka. Menurut World Bank (2000) corporate
governance merupakan suatu kerangka yang menekankan efisiensi dalam
pemanfaatan sumber daya perusahaan, serta akuntabilitas dalam pengelolaannya
yang memperhatikan seluruh kepentingan, baik individu, perusahaan, maupun
masyarakat luas.
Pengertian dan konsep corporate governance ini dilandasi dengan teori
agensi. Teori agensi menjelaskan adanya konflik kepentingan antara berbagai
pihak yang memiliki kepentingan pada suatu perusahaan yang disebabkan oleh
31
perbedaan tujuan. Untuk meminimalisasi potensi timbulnya konflik tersebut, suatu
mekanisme kontrol yang secara efektif dapat mengarahkan kegiatan operasional
perusahaan serta kemampuan untuk mengidentifikasi pihak-pihak dengan
kepentingan yang berbeda amat diperlukan (Syakhroza, 2003 dalam Putri 2011).
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perusahaan harus menerapkan
prinsip-prinsip corporate governance. Menurut Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indonesia yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance
(KNKG) tahun 2004, prinsip-prinsip tersebut meliputi lima aspek, yaitu:
1. Transparansi (Transparancy)
Transparansi adalah adanya pengungkapan informasi yang bersifat terbuka,
jelas, tepat waktu dan dapat dibandingkan dengan keadaan yang menyangkut
tentang keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.
Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang materil dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan
dan wajar. Perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan dengan tetap memperhatikan kepentingan pemegang
saham dan pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena itu, akuntabilitas
diperlukan perusahaan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
32
3. Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundangan serta melaksanakan
tanggung jawab kepada masyarakat dan lingkungan sehingga terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang.
4. Independensi (Independency)
Perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ
perusahaan tidak saling mendominasi.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Perusahaan menjamin adanya perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi
hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan yang
berlaku. Perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang
saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan atas kewajaran dan
kesetaraan.
Untuk mewujudkan terciptanya corporate governance yang baik, prinsip-
prinsip tersebut harus dicapai dengan baik. RUPS atau pemegang saham, dewan
direksi, dewan komisaris, dan karyawan merupakan kunci dalam mewujudkan
pelaksanaan corporate governance yang baik.
2.9.1 Ukuran Dewan Komisaris
Dewan komisaris adalah dewan yang bertugas melakukan pengawasan dan
memberi nasihat kepada direktur atau direksi. Di Indonesia, dewan komisaris
ditunjuk oleh RUPS dan di dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas yang dijabarkan mengenai fungsi wewenang dan tanggung jawab dari
dewan komisaris.
33
Menurut Undang-undang Perseroan terbatas Nomor 40 tahun 2007 pada
pasal 108 ayat (5) perusahaan perseroan terbatas wajib memiliki paling setidaknya
dua anggota dewan komisaris. Menurut Pedoman Umum GCG Indonesia (KNKG,
2006), jumlah anggota dewan komisaris harus disesuaikan dengan kompleksitas
perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan
keputusan.
Menurut Pedoman Umum GCG Indonesia (KNKG, 2006), agar
pelaksanaan tugas dewan komisaris dapat berjalan efektif, maka perlu dipenuhi
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Komposisi dewan komisaris harus memungkinkan pengambilan keputusan
secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.
2. Anggota dewan komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan memiliki
kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan baik termasuk
memastikan bahwa direksi telah memperhatikan kepentingan sesama
pemangku kepentingan.
3. Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat dewan komisaris mencakup
tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian sementara.
Indonesia menganut sistem Dua Tingkat (Two Tier System) dalam
menentukan fungsi dewan komisaris. Dalam sistem ini perusahaan mempunyai
dua badan terpisah yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan
manajemen (dewan direksi). Dewan komisaris bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugas yang dilaksanakan oleh dewan direksi agar sesuai dengan
peraturan dan kepentingan pemangku kepentingan.
34
Fungsi kontrol yang dilakukan oleh dewan komisaris dapat mengurangi
biaya agensi. Dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian internal yang
dapat digunakan untuk menyelaraskan perbedaan kepentingan yang terjadi antara
pihak agen dengan pihak prinsipal dengan melakukan pengungkapan informasi
modal intelektual.
2.9.2 Jumlah Rapat Dewan Komisaris
Menurut Waryanto (2010), rapat dewan komisaris merupakan suatu proses
yang dilakukan dewan komisaris dalam pengambilan suatu keputusan mengenai
kebijakan perusahaan. Proses pengambilan keputusan penting dalam menentukan
efektivitas dewan komisaris dalam melakukan mekanisme pengawasan dan
pengendalian.
2.9.3 Ukuran Komite Audit
Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris dalam
rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya. Menurut peraturan
BAPEPAM Kep 29/PM/2004 tentang peraturan nomor IX.1.5 menyatakan bahwa
komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen dan
2 (dua) anggota lainnya berasal dari luar perusahaan.
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) jumlah anggota
komite audit harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap
memperhatikan efektivitas dan pengambilan keputusan. Ukuran komite audit
35
harus ditentukan oleh perusahaan. Jumlah anggota komite audit harus disesuaikan
dengan perusahaan dan peraturan yang berlaku.
Komite audit harus terdiri dari individu-individu yang mandiri agar
terpelihara integritas dan pandangan obyektif dalam penyusunan rekomendasi.
Oleh karena itu, individu yang mandiri akan lebih adil dalam menangani suatu
masalah.
Struktur komite audit telah diatur oleh peraturan BAPEPAM Kep
29/PM/2004 tentang peraturan nomor IX.1.5 mengenai pembentukan dan
pedoman pelaksanaan kerja komite audit sebagai berikut:
1. Anggota Komite Audit diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisaris
dan dilaporkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham.
2. Anggota Komite Audit yang merupakan Komisaris Independen bertindak
sebagai Ketua Komite Audit. Dalam hal ini Komisaris Independen yang
menjadi anggota Komite Audit lebih dari satu orang maka salah satunya
bertindak sebagai Ketua Komite Audit.
Dalam pedoman GCG Indonesia (KNKG, 2006) dijelaskan bahwa komite
audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa:
1. Laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum.
2. Struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik.
3. Pelaksanaan audit internal perusahaan dilaksanakan dengan baik.
4. Pelaksanakan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan
standar audit yang berlaku umum.
36
5. Tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.
Kewenangan komite audit sebagai alat bantu dewan komisaris. Komite
audit tidak memiliki otoritas apapun dan hanya bertindak sebagai rekomendasi
dewan komisaris, kecuali untuk hal spesifik yang memperoleh hak kuasa eksplisit
dari dewan komisaris. Hak kuasa tersebut yaitu menentukan dan mengevaluasi
komposisi auditor eksternal, memimpin suatu investigasi, dan sebagainya.
2.9.4 Jumlah Rapat Komite Audit
Berdasarkan keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-24/PM/2004 dalam
peraturan Nomor IX.1.5 menjelaskan bahwa komite audit mengadakan pertemuan
sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan minimal rapat dewan komisaris yang
ditetapkan dalam anggaran dasar perusahaan. Menurut pernyataan Ikatan Komite
Audit Indonesia (IKAI) menyatakan bahwa frekuensi rapat komite audit dilakukan
minimal 2 kali dalam 1 bulan sehingga minimal diperlukan 24 kali pertemuan
dalam setahun. Rapat komite audit digunakan sebagai media dalam melakukan
koordinasi dengan komite audit untuk melakukan tugas pelaksanaan dalam
membantu dewan komisaris melakukan pengawasan yang meliputi laporan
keuangan, tata kelola perusahaan, dan pengendalian internal.
2.9.5 Konsentrasi Kepemilikan Saham
Struktur kepemilikan perusahaan terdiri dari struktur kepemilikan
manajerial, struktur kepemilikan institusional, struktur kepemilikan asing, dan
sebagainya. Jumlah kekayaan atau saham yang dimiliki masing-masing pemilik
37
tentu memiliki proporsi yang berbeda-beda. Kondisi tersebut akan menunjukkan
pemilik saham mana yang memiliki jumlah saham terbesar di antara struktur
kepemilikan saham yang lain hal ini dapat dikatakan konsentrasi kepemilikan
saham.
Teori agensi telah menjadi landasan pemikiran dalam menjelaskan
konsentrasi kepemilikan saham. Struktur kepemilikan saham yang terkonsentrasi
akan menyebabkan adanya kekuasaan dan memberikan pengaruh bagi operasi
perusahaan. Adanya tekanan dari konsentrasi kepemilikan saham tersebut akan
dapat menghindari tindakan pihak agen untuk melakukan kecurangan. Kondisi
tersebut merupakan tindakan pengawasan yang dapat digunakan untuk
mengurangi biaya agensi.
2.10 Umur Listing
Umur listing perusahaan menunjukkan perusahaan tetap eksis dan mampu
bersaing dan memanfaatkan peluang bisnis dalam suatu perekonomian (Istanti,
2009). Dengan mengetahui umur listing perusahaan, maka akan diketahui sejauh
mana perusahaan tersebut dapat survive. Semakin panjang umur listing
perusahaan akan memberikan pengungkapan informasi keuangan yang lebih luas
dibanding perusahaan lain yang umur listingnya lebih pendek dengan alasan
perusahaan tersebut memiliki pengalaman lebih dalam pengungkapan laporan
tahunan.
2.11 Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian yang terdahulu mengenai variabel yang diteliti:
38
Tabel 2.1 Penelitian terdahulu
Penelitian Variabel ObyekPenelitian
MetodeAnalisis
Hasil
Williams(2001)Is IntellectualCapitalPerformanceand DisclosurePracticesRelated?
Tingkatpengungkapanmodalintelektual,kinerja modalintelektual,tipe industri,status listing,kinerja modalfisik (ROA),dan tingkatutang.
31 Perusahaanyang terdaftarpada FTSE100 tahun1996-2000
Analisis regresiberganda
a. status listing,jenis industri, dantingkat utangberpengaruhterhadap tingkatpengungkapanmodal intelektual.
b. Tidak terdapathubungansistematis antarakinerja modalintelektual danpengungkapanmodal intelektual.
Purnomosidhi(2006)PraktikpengungkapanModalIntelektualpadaPerusahaanPublik di BEJ
Pengungkapanmodalintelektual,ukuranperusahaan,leverage,kinerja modalintelektual
Perusahaanpublik di BEJtahun 2001-2003
Contentanalysis,Analisis regresiberganda
a.Ukuranperusahaan,leverage, kinerjamodal intelektualberpengaruhterhadappengungkapanmodal intelektual.
White, et al.(2007)Drivers ofVoluntaryIntellectualCapitalDisclosure inListedBiotechnologyCompanies
Pengungkapansukarelamodalintelektual(ICD), ukuranperusahaan,umurperusahaan,leverage,konsentrasikepemilikandan komisarisindependen.
PerusahaanBioteknologidi Australiatahun 2005
Analisis regresiberganda
a. ukuranperusahaan,leverage, dankomisarisindependenberpengaruhterhadappengungkapanmodal intelektual.
b. umur perusahaandan konsentrasikepemilikan sahamtidak berpengaruhsignifikan terhadappengungkapanmodal intelektual.
39
Penelitian Variabel ObyekPenelitian
MetodeAnalisis
Hasil
Ulum (2008)IntellectualCapitalPerformanceSektorPerbankan diIndonesia
Financialreturn (ROE,EPS danASR),IntellectualCapital(VAICTM)
Perusahaanperbankan diIndonesiasampaidengan 2006danmelaporkanposisikeuangannyapada BankIndonesia
Partial LeastSquare
a. IntellectualCapital yang diukurdengan VAICTM
mampumenciptakan nilaibagi perusahaan.
Woodcock danWhiting(2009)IntellectualCapitalDisclosures byAustralianCompanies
Pengungkapanmodalintelektual,jenis dan tipeauditor, umurperusahaan,leverage, dankonsentrasikepemilikan.
Perusahaanpublik diAustralia
Analisis regresiberganda
a. Jenis dan tipeauditorberpengaruh secarasignifikan terhadappengungkapanmodal intelektual.
b. Umurperusahaan,leverage dankosnesntrasikepemilikan sahamtidak berpengaruhterhadappengungkapanmodal intelektual.
Bruggen, et al.(2009)Determinantsof IntellectualCapitalDisclosure:Evidence fromAustralia
Pengungkapanmodalintelektual,jenis industri,ukuranperusahaan,dan asimetriinformasi.
Perusahaanpublik diAustralia
Analisis regresiOLS
a. jenis industri danukuran perusahaanberhubunganpositif denganpengungkapanmodal intelektual.
b. asimetriinformasi tidakmemiliki hubungandenganpengungkapanmodal intelektual.
40
Penelitian Variabel ObyekPenelitian
MetodeAnalisis
Hasil
Suhardjantodan Wardhani(2010)PraktikIntellectualCapitalDisclosurePerusahaanyang Terdaftardi Bursa EfekIndonesia
Intellectualcapitaldisclosure,ukuranperusahan,profitabilitas,leverage,umur listing,dan tata kelolaperusahaan.
Perusahaanpublik padatahun 2007
AnalisisRegresiberganda
a. Ukuranperusahaan danprofitabilitasberpengaruhterhadap Intellectualcapital disclosure.
b. Leverage, umurlisting dan tatakelola perusahaantidak berpengaruhterhadap intellectualcapital disclosure
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
2.12 Kerangka Pemikiran Teoritis
Dalam penelitian ini Luas Pengungkapan Modal Intelektual (ICD)
diperlakukan sebagai variabel dependen yaitu variabel yang menjadi pusat
perhatian peneliti, yang keragamannya dijelaskan oleh variabel-variabel
independen yaitu Kinerja Modal Intelektual (KMI), Tingkat Utang (LEV), dan
Struktur Corporate Governance (SCG).
Laporan tahunan merupakan salah satu proxy yang menggambarkan
mengenai kebijakan perusahaan terkait pengungkapan. Laporan tahunan yang
didalamnya mencakup pengungkapan modal intelektual, digunakan perusahaan
untuk membuktikan kredibilitasnya dalam menyusun strategi penciptaan nilai dan
keunggulan kompetitif dengan melibatkan modal intelektual yang dimilikinya
(Steenkamp, 2007 dalam Putri 2011).
Perusahaan yang memiliki kinerja modal intelektual yang tinggi memberi
isyarat tentang kemampuannya dalam value creation di masa datang yang lebih
baik dibandingkan dengan perusahaan yang kinerja modal intelektual lebih
41
rendah. Kemampuan dalam value creation yang tinggi, dapat menurunkan risiko
bisnis dan biaya modal suatu perusahaan. Dengan demikian, semakin tinggi
kinerja modal intelektual, semakin besar pula tuntutan untuk mengungkapkan
informasi yang lebih luas karena perusahaan dipandang mampu menanggung
“biaya” pengungkapan informasi.
Karakteristik perusahaan, selain dari kinerja modal intelektual juga
diprediksi memiliki pengaruh terhadap pengaruh terhadap luas pengungkapan.
Salah satunya adalah tingkat utang. Biaya keagenan dapat diminimalisasi dengan
cara meningkatkan tingkat utang. Oleh karena itu, semakin besar perusahaan,
semakin tinggi tingkat utang, semakin tinggi pula tuntutan pada perusahaan untuk
mengungkapkan informasi yang lebih luas dibandingkan dengan perusahaan yang
tingkat utangnya lebih rendah.
Selain tingkat utang, mekanisme tata kelola perusahaan juga berperan
dalam menurunkan biaya keagenan yang harus ditanggung perusahaan. Adanya
mekanisme corporate governance di suatu perusahaan akan meningkatkan tingkat
pengungkapan mengenai penciptaan dan pengelolaan modal intelektual yang
mencakup informasi yang relevan dengan nilai perusahan. Oleh karena itu,
variabel independen tingkat utang dan struktur corporate governance juga akan
diteliti pengaruhnya terhadap luas pengungkapan modal intelektual pada
penelitian ini.
Dalam penelitian ini peneliti juga memasukkan variabel pengendali ke
dalam model penelitian yang akan diuji, yaitu umur listing. Umur listing
diprediksi berpengaruh terhadap luas pengungkapan modal intelektual.
42
perusahaan dengan umur listing yang lebih tua akan lebih banyak mengungkapkan
informasi mengenai modal intelektual, karena perusahaan yang lebih lama
beroperasi pada umumnya memiliki lebih banyak pengalaman, keahlian, dan
sumber daya untuk memproduksi laporan yang lebih kompleks sehingga tingkat
pengungkapannya menjadi lebih tinggi (Hossain dan Hammami dalam Putri,
2011).
Hubungan antara beberapa karakteristik perusahaan sebagai variabel
independen dengan luas pengungkapan modal intelektual sebagai variabel
dependen secara sistematis dapat digambarkan dalam kerangka teoritis yang
disajikan dalam gambar berikut ini:
43
Variabel Independen
Variabel Dependen
Variabel Pengendali
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Kinerja Modal
Intelektual
Tingkat Utang
Luas
Pengungkapan Modal
Intelektual
Umur Listing
Ukuran Dewan
Komisaris
Ukuran Komite Audit
Jumlah Rapat Komite
Audit
Konsentrasi
Kepemilikan Saham
Jumlah Rapat Dewan
Komisaris
44
2.13 Pengembangan Hipotesis
2.13.1 Pengaruh Kinerja Modal Intelektual terhadap Luas Pengungkapan
Modal Intelektual.
Investasi perusahaan dalam bentuk modal intelektual, terutama pada
perusahaan yang berbasis pengetahuan seperti bank, dipercaya dapat
memaksimalkan penciptaan nilai perusahaan. Kepemilikan modal intelektual akan
menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan yang dipercaya akan
mendatangkan imbal hasil yang tinggi di masa yang akan datang. Berdasarkan
stakeholder theory, suatu perusahaan akan mengungkapkan informasi mengenai
kinerja intelektual, sosial, dan lingkungan secara sukarela atau melebihi ketentuan
yang dimandatkan agar dapat memenuhi ekspektasi stakeholder (Guthrie et al.,
2006).
Dalam konteks modal intelektual, pengungkapan yang dilakukan
perusahaan secara sukarela akan membantu investor, calon investor, dan
stakeholders lainnya dalam proses penilaian kemampuan perusahaan terkait
dengan kemampuannya dalam menciptakan kemakmuran di masa depan
(Williams, 2001). Informasi modal intelektual ini digunakan untuk investor dalam
menganalisis risiko investasi yang akan dilakukan pada suatu perusahaan,
sehingga biaya modal yang ditanggung perusahaan akan berkurang.
Ditinjau dari signaling perpectives, perusahaan yang memiliki kinerja
modal intelektual yang lebih tinggi akan mengungkapkan secara terbuka kepada
pasar yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai saham atau menurunkan biaya
modal suatu perusahaan. Pengungkapan mengenai modal intelektual di dalam
45
laporan tahunan juga dapat dijelaskan dengan teori legitimasi. Berdasarkan teori
legitimasi suatu perusahaan dengan kepemilikan modal intelektual dan
mengungkapkan modal intelektual digunakan pihak manajemen untuk
melegetimasi posisinya di hadapan stakeholder dalam usahanya mencapai tujuan
perusahaan.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Sihotang dan Winata (2008) untuk
mengetahui tingkat pengungkapan modal intelektual yang dilakukan perusahaan-
perusahaan dari berbagai sektor industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
pada tahun 2002 hingga 2004, perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor
perbankan umumnya memiliki tingkat pengungkapan modal intelektual rata-rata
yang relatif tinggi dibandingkan dengan perusahaan dari sektor industri lainnya.
Hal ini sejalan dengan temuan Williams (2001), yaitu efisiensi modal intelektual
memberikan pengaruh positif pada tingkat pengungkapan modal intelektual
perusahaan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka hipotesis pertama yang akan
diuji dalam penelitian ini yaitu:
H1: Kinerja modal intelektual berpengaruh positif dengan luas
pengungkapan modal intelektual.
46
2.13.2 Pengaruh Tingkat Utang Terhadap Luas Pengungkapan Modal
Intelektual
Tingkat utang merupakan perbandingan besarnya dana yang disediakan
pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur. Rasio ini menunjukkan
kemampuan modal sendiri untuk memenuhi seluruh kewajiban perusahaan. Teori
agensi juga digunakan untuk menjelaskan hubungan antara tingkat utang
perusahaan dengan pengungkapan laporan tahunan perusahaan. Jensen dan
Meckling (1976) mengemukakan bahwa terdapat suatu potensi untuk mentransfer
kekayaan dari debtholders kepada pemegang saham dan manajer pada
perusahaan-perusahaan yang tingkat utangnya sangat tinggi sehingga
menimbulkan biaya keagenan yang tinggi. Untuk mengurangi biaya keagenan
yang tinggi akibat dari tingkat utang yang tinggi, maka pengungkapan informasi
secara sukarela dijalankan oleh pihak manajemen dalam usaha mengurangi biaya
keagenan yang timbul.
Bank dengan karakteristik memiliki tingkat yang tinggi dituntut untuk
lebih transparan dalam hal pengungkapan informasi. Bruggen et al. (2009)
menyatakan bahwa tuntutan untuk mengungkapkan informasi lebih dari yang
dimandatkan dari pemegang saham dan kreditur terhadap perusahaan yang
berbasis ilmu pengetahuan akan semakin besar. Hal ini dikarenakan oleh besarnya
jumlah uang yang diinvestasikan dalam bentuk harta tak berwujud dan modal
intelektual yang tidak sepenuhnya diungkapkan dalam laporan keuangan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka hipotesis kedua yang akan diuji
dalam penelitian ini yaitu:
47
H2: Tingkat utang perusahaan berpengaruh positif terhadap luas
pengungkapan modal intelektual.
2.13.3 Pengaruh Struktur Corporate Governance Terhadap Luas
Pengungkapan Modal Intelektual.
2.13.3.1 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris Terhadap Luas Pengungkapan
Modal Intelektual
Berdasarkan teori agensi, dewan komisaris dapat berfungsi sebagai alat
pengendalian tertinggi bagi perusahaan. Dewan komisaris bertugas untuk
melakukan monitoring terhadap tindakan manajer sehingga kejadian seperti
kecurangan dapat dicegah. Tindakan monitoring yang dilakukan dapat
mengurangi biaya agensi melalui penekanan bagi manajer untuk melakukan
pengungkapan informasi mengenai modal intelektual secara relevan dan akurat.
Hal tersebut bertujuan untuk menyelaraskan kepentingan antara pihak agen
dengan pihak prinsipal. Dengan semakin besarnya ukuran dewan komisaris suatu
perusahaan, maka kinerja pengawasan dan pengendalian menjadi lebih baik dan
efektif sehingga akan meningkatkan pengungkapan modal intelektual. Dengan
demikian, hipotesis yang akan dikembangkan yaitu sebagai berikut:
H3.1: Ukuran dewan komisaris bepengaruh positif terhadap luas
pengungkapan modal intelektual.
48
2.13.3.2 Pengaruh Jumlah Rapat Dewan Komisaris Terhadap Luas
Pengungkapan Modal Intelektual
Rapat dewan komisaris merupakan media untuk melakukan koordinasi
dengan berbagai dewan komisaris untuk menentukan pengambilan keputusan
mengenai kebijakan perusahaan. Dalam rapat akan ditetapkan mengenai
efektifitas mekanisme pengawasan yang telah dilaksanakan maupun yang akan
dilaksanakan.
Dengan seiring diadakannya rapat dewan komisaris, diharapkan dapat
meningkatkan mekanisme pengawasan dan pengendalian menjadi lebih baik dan
lebih efektif. Mekanisme tersebut tentu akan memberi dorongan dan tekanan bagi
manajer untuk mengungkapkan informasi mengenai modal inetelektual dengan
baik dan relevan sehingga akan meningkatkan pengungkapan modal intelektual.
Dengan demikian, hipotesis yang akan dikembangkan sebagai berikut:
H3.2: Jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh positif terhadap
pengungkapan modal intelektual.
2.13.3.3 Pengaruh Ukuran Komite Audit Terhadap Luas Pengungkapan Modal
Intelektual
Komite audit bertugas untuk membantu dewan komisaris dalam
melaksanakan tugas pengawasan. Komite audit berfungsi sebagai alat
pengendalian manajemen untuk mencegah tindakan kecurangan sebagai alat
pengendalian manajemen untuk mencegah tindakan kecurangan seperti
menyajikan informasi yang tidak akurat dan relevan.
49
Dengan demikian, semakin besar ukuran komite audit suatu perusahaan
maka dapat mempengaruhi pengungkapan informasi yang dilakukan, seperti
informasi modal intelektual semakin luas dan berkualitas. Penelitian Sani (2010)
menemukan adanya hubungan antara ukuran komite audit yang berpengaruh
signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual. Berdasarkan asumsi
tersebut, maka peneliti akan mengembangkan hipotesis sebagai berikut:
H3.3: Ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap pengungkapan
modal intelektual.
2.13.3.4 Pengaruh Jumlah Rapat Komite Audit Terhadap Luas Pengungkapan
Modal Intelektual
Rapat komite audit mengadakan pertemuan dengan berbagai komite
audit yang memiliki berbagai macam keahlian. Koordinasi dalam rapat komite
audit membahas mengenai strategi dan evaluasi pelaksanaan tugas seperti
pengawasan laporan keuangan, pengendalian internal, serta pengawasan terhadap
tata kelola perusahaan yang baik.
Dengan semakin seringnya frekuensi rapat komite audit dilakukan,
maka dapat meningkatkan koordinasi dan meningkatkan pelaksanaan pengawasan
menjadi lebih baik dan efektif sehingga dapat mempengaruhi pengungkapan
informasi modal intelektual, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Penelitian Sani (2010) menemukan adanya hubungan antara jumlah rapat komite
audit yang berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual.
Berdasarkan asumsi tersebut, maka hipotesis yang akan dikembangkan yaitu:
50
H3.4: Jumlah rapat komite audit berpengaruh positif terhadap luas
pengungkapan modal intelektual.
2.13.3.5 Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Saham Terhadap Luas
Pengungkapan Modal Intelektual
Pemegang saham tersebut tentu memiliki tujuan yang ingin dicapai oleh
perusahaan. Pemegang saham menerapkan strategi yang selanjutnya akan
diimplementasikan dengan mengalokasikan sumber daya yang dimiliki
perusahaan. Tahapan-tahapan tersebut tidak lepas dari peran pemegang saham
atau pemilik kekayaan perusahaan. Dengan demikian, dengan adanya peran dan
kuasa oleh kepemilikan saham yang terkonsentrasi memberi pengaruh terhadap
aktivitas operasi perusahaan, salah satunya tekanan terhadap manajer untuk
melakukan pengungkapan modal intelektual.
Penelitian yang dilakukan oleh Woodcock dan Whiting (2009)
menyatakan bahwa kepemilikan saham yang besar akan menimbulkan biaya
agensi. Tindakan pengawasan yang dilakukan oleh pemegang saham akan
mengurangi informasi, yaitu salah satunya informasi modal intelektual. Selain itu
terdapat tindakan pengawasan untuk mencegah kecurangan yang dilakukan
manajer serta untuk mencegah konflik dan asimetri informasi seperti pengurangan
informasi dan member informasi yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Dengan demikian, diharapkan dengan kepemilikan saham yang
terkonsentrasi maka akan meningkatkan tindakan pengawasan dan tekanan kepada
manajer dalam melakukan pengungkapan informasi modal intelektual. Penelitian
51
yang dilakukan Wahyu (2009) menemukan bahwa konsentrasi kepemilikan saham
memiliki pengaruh terhadap pengungkapan modal intelektual. Berdasarkan
asumsi tersebut, maka peneliti akan mengembangkan hipotesis sebagai berikut:
H3.5: Konsentrasi kepemilikan saham berpengaruh positif terhadap
luas pengungkapan modal intelektual.
52
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dimana data yang
digunakan merupakan data sekunder yang berasal dari laporan keuangan tahunan
(annual report) yang telah diaudit oleh auditor independen dan dipublikasikan,
dimana data tersebut dapat diperoleh di Pusat Informasi Pasar Modal
(www.idx.co.id). Laporan keuangan tahunan yang dipilih adalah laporan
keuangan perbankan yang telah go public di Bursa Efek Indonesia.
3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh bank yang go public dan sahamnya
tercatat pada Bursa Efek Indonesia. Sampel dari penelitian ini terdiri dari bank
yang go public dan sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia selama tiga tahun
berturut-turut, yaitu 2009, 2010, dan 2011. Pemilihan sampel menggunakan
purposive sampling yang dipilih berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Data laporan tahunan berasal dari sektor perbankan yang menerbitkan dan
mempublikasikan secara lengkap di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2009-
2011.
2. Tahun fiskal perusahaan berakhir pada tanggal 31 Desember.
3. Laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik.
53
4. Perusahaan sektor perbankan yang memiliki data-data yang terkait dengan
variabel penelitian.
Adapun proses pemilihan sampel dapat dilihat dalam tabel sebagai
berikut:
Tabel 3.1 Prosedur dan Hasil Pemilihan Sampel Perusahaan
No Kriteria JumlahPerusahaan
1. Perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada tahun2008, 2009 dan 2010.
27
2. Perusahaan perbankan yang berturut-turut menyajikanlaporan keuangan yang telah diaudit pada tahun 2009,2010, dan 2011.
27
Jumlah perusahaan sampel yang digunakan 27Tahun Amatan (Tahun) 3Jumlah Unit Analisis 81
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.3.1 Variabel Terkait atau Dependent Variable
Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
lain atau variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah luas
pengungkapan modal intelektual pada laporan tahunan yang dinyatakan dengan
ICD Index (Intellectual Capital Disclosure Index). Metode content analysis
digunakan untuk mengukur jumlah pengungkapan modal intelektual dengan
membaca dan memberi kode informasi yang terkandung di dalamnya menurut
rerangka modal intelektual yang dipilih. Apabila item yang ditentukan
diungkapkan oleh perusahaan di laporan tahunan, maka akan diberi skor 1.
54
Namun, apabila item yang ditentukan tidak diungkapkan oleh perusahaan di
laporan tahunan, maka akan diberi skor 0.
Penilaian ICD Index ini dilakukan dengan cara membandingkan jumlah
pengungkapan modal intelektual yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan
jumlah maksimum pengungkapan modal intelektual yang seharusnya dilakukan
oleh perusahaan. Perhitungan ICD Index dapat dirumuskan sebagai berikut:
ܦܥܫ ܫ ݔ =Σ ݎ ݑ ݕ ݐ ℎ ݑ ݏݑݎ ℎ
Σ ݎ ݏ ݑ ݑ ݐ ݑݐ
Indeks pengungkapan modal intelektual ini menggunakan indeks
pengungkapan White et, al.(2007). Indeks pengungkapan terdiri dari 56 item
yang terbagi ke dalam 5 kategori yang diungkapkan, yaitu employees (24 item),
customers (8 item), information technology (5 item), processes (8 items) dan
strategy statement (11 items). Berikut akan dijabarkan mengenai lima kategori
pengungkapan menurut White et, al. (2007) yaitu:
55
Tabel 3.2 Indeks Pengungkapan Modal Intelektual
Keterangan Item Kode
Employees(24 items)
Employee breakdown by ageEmployee breakdown by seniorityEmployee breakdown by genderEmployee breakdown by nationalityEmployee breakdown by departmentEmployee breakdown by job functionEmployee breakdown by level of educationRate of employee turnoverComments on changes in the number of employeesEmployee absenteeism rateDiscussion of employee interviewsStatements of policy on competency developmentDescription of competency development programs and
activitiesEducation and training expenseEducation and training expense by number of
employeesEmployees expense by number of employeesRecruitment policies of the firmSeparate indication firm has a HRM department,
division or functionJob rotation opportunitiesCareer opportunitiesRemuneration and incentive systemsPensionsRevenues per employeeValue added per employee
E1E2E3E4E5E6E7E8E9E10E11E12E13
E14E15
E16E17E18
E19E20E21E22E23E24
Customer (8items)
Number of customersSales breakdown by customerAnnual sales per segment or productAverage purchase size by customerDescription of customer relationsAbsolute market share (%) of the firm within its
industryRelative market share (not expressed as percentage) of
the firmMarket share (%) breakdown by country, segment,
product
C1C2C3C4C5C6
C7
C8
56
Keterangan Item KodeInformationTechnology(IT) (5items)
Description of investments in ITDescription of existing IT systemsSoftware assets held or developed by the firmDescription of IT facilitiesIT expenses
IT1IT2IT3IT4IT5
Processes (8items)
Information and communication within the companyEfforts related to the working environmentWorking from homeInternal sharing of knowledge and informationExternal sharing of knowledge and informationMeasure of internal or external processing failuresDiscussion of fringe benefits and company social
programsEnvironmental approvals and statements/policies
P1P2P3P4P5P6P7
P8Strategystatement(11 items)
Statements of corporate quality performanceInformation about strategic alliancies of the firmObjective and reason for strategic allianciesComments on the effects of the strategic allianciesCorporate culture statementsStatements about best practicesOrganizational structure of the firmInvestment in the environmentDescription of community involvementInformation on corporate social responsibility andobjectiveDescription of employee contracts/contractual issues
SS1SS2SS3SS4SS5SS6SS7SS8SS9SS10
SS11Sumber: White et, al.(2007)
3.3.2 Variabel Bebas atau Independent Variable
Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi variabel
lain atau yang diselidiki pengaruhnya. Yang menjadi variabel bebas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kinerja Modal Intelektual (KMI)
Kinerja modal intelektual merupakan efisiensi pendayagunaan aset
berwujud dan tak berwujud dalam proses penciptaan nilai perusahaan. Dalam
penelitian ini metode yang digunakan untuk mengukur kinerja modal intelektual
57
adalah metode VAICTM yang dikembangkan oleh Ante Pulic (1998). VAICTM
dihitung dari penjumlahan tiga rasio, yaitu physical capital (VACA), human
capital (VAHU), dan structural capital (STVA).
a. Value Added (VA)
Pulic (1999) dalam Ulum (2008) menyebutkan bahwa value added (VA)
adalah indikator yang paling objektif dalam menilai keberhasilan bisnis suatu
perusahaan dan menunjukkan kemampuan perusahaan tersebut dalam
penciptaan nilai (value creation). Value added (VA) dapat diformulasikan
sebagai berikut:
Keterangan:
VA = Nilai tambah perusahaan
OUT = Total penjualan dan pendapatan lainnya
IN = Beban penjualan dan biaya-biaya lainnya
b. Value Added Capital Coefficient (VACA)
VACA adalah indikator yang digunakan dalam melihat kemampuan
intelektual perusahaan untuk memanfaatkan modal fisik yang lebih baik.
VACA diperoleh dengan membandingkan value added (VA) dengan modal
fisik yang bekerja (CE). Pulic (1999) mengasumsikan jika sebuah unit CE
menghasilkan return yang lebih besar di sebuah perusahaan daripada
perusahaan lainnya, maka perusahaan tersebut lebih baik dalam pemanfaatan
modal fisik yang bekerjanya (CE). Pengukuran VACA adalah sebagai
berikut:
VA = OUT / IN
58
Keterangan:
VACA = Rasio value added terhadap capital employed
VA = Nilai tambah perusahaan
CE = Nilai buku aset bersih penjualan
c. Value Added Human Capital (VAHU)
VAHU adalah indikator yang digunakan untuk melihat kualitas sumber daya
manusia yang dimiliki oleh suatu perusahaan. VAHU diperoleh dengan
membandingkan VA dengan HC yang mengindikasikan kemampuan HC
dalam membuat nilai sebuah perusahan, atau dengan kata lain VAHU adalah
seberapa besar nilai tambah yang tercipta dan diperoleh oleh perusahaan
dengan pengeluaran sejumlah rupiah untuk pekerja. Pengukuran VAHU
adalah sebagai berikut:
Keterangan:
VAHU = Rasio value added terhadap human capital
VA = Nilai tambah perusahaan
HC = Beban karyawan
d. Structural Capital Value Added (STVA)
STVA adalah indikator yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar
kontribusi modal struktural dalam membentuk nilai suatu perusahaan. STVA
diperoleh dengan membandingkan antara structural capital (SC) dengan
value added (VA). Dalam model Pulic, SC diperoleh dengan pengurangan
VACA = VA / CE
VAHU = VA / HC
59
VA terhadap HC. Rasio ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk
menghasilkan 1 Rupiah dari VA dan mengindikasikan keberhasilan SC dalam
menciptakan nilai. Pengukuran STVA adalah sebagai berikut:
Keterangan:
STVA = Rasio structural capital terhadap value added
SC = Structural capital perusahaan, diperoleh dari VA – HC
VA = Nilai tambah perusahaan
VACA, VAHU dan STVA merupakan rasio-rasio yang menunjukkan
kalkulasi kemampuan modal intelektual (intellectual capital) sebuah perusahaan.
Gabungan dari ketiga komponen intellectual capital tersebut akan menghasilkan
indikator baru yang disebut dengan value added intellectual capital (VAICTM)
yang dikembangkan oleh Pulic dengan formulasi sebagai berikut:
2. Tingkat Utang (LEV)
Tingkat utang atau leverage menunjukkan proporsi penggunaan utang
untuk membiayai investasi perusahaan. Semakin tinggi angka leverage, maka
semakin tinggi ketergantungan perusahaan terhadap utang, sehingga semakin
besar risiko yang dihadapi. Oleh karena itu, investor akan meminta tingkat
keuntungan yang semakin tinggi (Purnomosidhi, 2006). Dalam penelitian ini
tingkat utang dihitung dengan rumusan sebagai berikut:
STVA = SC / VA
VAICTM = VACA + VAHU + STVA
60
ܮ ݒ ݎ =ݐ ܮ ݐ ݏ
ݐ ܤ ݑ ݑݍܧ ݐ ݏ
3. Struktur Corporate Governance
Struktur corporate governance terdiri dari beberapa faktor, yaitu:
a. Ukuran Dewan Komisaris
Ukuran dewan komisaris dapat diukur dengan cara menghitung jumlah dewan
komisaris dalam laporan tahunan perusahaan.
b. Jumlah Rapat Dewan Komisaris
Jumlah rapat dewan komisaris dapat diukur dengan cara menghitung
frekuensi pertemuan dewan komisaris yang ada pada laporan tahunan
perusahaan.
c. Ukuran Komite Audit
Ukuran komite audit diukur dengan cara menghitung jumlah komite audit
dalam laporan tahunan suatu perusahaan.
d. Jumlah Rapat Komite Audit
Jumlah rapat komite audit dapat diukur dengan cara menghitung frekuensi
rapat komite audit yang tercantum dalam laporan tahunan perusahaan.
e. Konsentrasi Kepemilikan Saham
Konsentrasi kepemilikan saham suatu perusahaan dapat diukur dengan
menghitung persentase jumlah saham terbesar yang dimiliki pemegang saham
tertinggi.
61
3.3.3 Variabel Pengendali
Variabel pengendali dalam penelitian ini didefinisikan sebagai variabel
yang faktornya dikendalikan untuk menetralisasi pengaruhnya. Variabel
pengendali berfungsi untuk menghilangkan atau menetralkan pengaruh yang dapat
mengganggu hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Variabel pengendali dalam penelitian ini meliputi umur listing.
Haniffa dan Cooke (2002) menyatakan bahwa durasi listing suatu
perusahaan merupakan faktor yang relevan dalam menjelaskan tingkat
pengungkapan suatu perusahaan. Penelitian ini menggunakan ukuran umur listing
seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Li et al. (2008). Umur listing
perusahaan dihitung dengan melihat jarak antara waktu pertama kali perusahaan
tersebut terdaftar di Bursa Efek Indonesia hingga akhir tahun yang diobservasi
berdasarkan keterangan dalam situs Bursa Efek Indonesia.
Umur listing diprediksi berpengaruh terhadap luas pengungkapan modal
intelektual. Perusahaan dengan umur listing yang lebih tua akan lebih banyak
mengungkapkan informasi mengenai modal intelektual, karena perusahaan yang
lebih lama beroperasi pada umumnya memiliki lebih banyak pengalaman,
keahlian, dan sumber daya untuk memproduksi laporan yang lebih kompleks
sehingga luas pengungkapannya menjadi lebih tinggi.
62
Tabel 3.3 Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi Pengukuran SkalaData
1. PengungkapanModalIntelektual(ICD)
Pengungkapan item-item modal intelektualyang memilikikomponen HumanCapital, StructuralCapital, dan RelationalCapital.
ICD= (∑ ܯ/ )di=pengungkapan
item-item modalintelektual
M=total jumlah yangdiukur
Rasio
2. Kinerja ModalIntelektual(KMI)
Efisiensipendayagunaan asetberwujud dan takberwujud dalam prosespenciptaan nilaiperusahaan.
VAICTM= VACA +VAHU + STVA
Rasio
3. Tingkat Utang(LEV)
Menunjukkan proporsiatas penggunaan utanguntuk membiayaiinvestasi perusahaan
Lev=totalliabilities/total bookvalue of equities
Rasio
4. StrukturCorporateGovernance(SGC)
Meliputi ukuran dewankomisaris (UKOM),jumlah rapat dewankomisaris (RAKOM),ukuran komite audit(UDIT), jumlah rapatkomite audit (RADIT),dan konsentrasikepemilikan saham(KONST).
UKOM= jumlahdewan komisarisRAKOM=frekuensipertemuan dewankomisarisUDIT= jumlah komiteauditRADIT= frekuensirapat komite auditKONST= jumlahkepemilikan sahamterbesar/jumlah sahamyang beredar.
Rasio
6. Umur listing(AGE)
Umur listingmerupakan jarak antarawaktu pertama kaliperusahaan terdaftar diBursa Efek Indonesiahingga akhir tahunyang diobservasi.
Age=Thnt-ThnnThnt=tahun annualreport yang ditelitiThnn=tahunperusahaan terdaftar diBEI
Rasio
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
63
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu
laporan tahunan tahun 2009, 2010, dan 2011. Laporan tahunan digunakan karena
pada laporan tahunan terdapat sumber informasi yang dilaporkan oleh perusahaan
yang penting dan bermanfaat bagi stakeholder dalam pengambilan keputusan
dengan tujuan untuk mengurangi adanya asimetri informasi.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi dengan melakukan content analysis. Content analysis adalah
suatu metode pengumpulan data penelitian melalui teknik observasi dan analisis
terhadap isi atau pesan dari suatu dokumen. Tujuan content analysis adalah untuk
melakukan identifikasi terhadap karakteristik atau informasi spesifik yang
terdapat pada suatu dokumen untuk menghasilkan deskripsi yang obyektif dan
sistematik (Indriantoro, 1999).
Pemerolehan data berasal dari dokumentasi laporan tahunan dan laporan
keuangan perusahaan perbankan yang listed di Bursa Efek Indonesia. Data
laporan tahunan dan laporan keuangan diunduh dari situs resmi Bursa Efek
(www.idx.co.id) dan situs resmi emiten perbankan.
64
3.5 Metode Analisis Data
3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk melihat karakteristik dari
persebaran data sebelum pengujian dilakukan. Penelitian ini menjabarkan rata-rata
(mean), standar deviasi, varians, maksimum, minimum, sum range, kurtosis
(keruncingan), dan skewness (kemencengan distribusi), sehingga secara
kontekstual dapat lebih mudah dimengerti oleh pembaca.
3.5.2 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan dalam penelitian ini untuk menguji apakah
data memenuhi asumsi klasik. Uji asumsi klasik bertujuan untuk menghindari
estimasi yang bias karena tidak semua data dapat diterapkan dengan melakukan
analisis regresi. Dalam penelitian ini menggunakan pengujian yang meliputi uji
normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinieritas, dan uji heteroskedastisitas.
1. Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Proses uji
normalitas data dilakukan dengan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-
Smirnov K-S dan memperhatikan penyebaran data (titik) pada normal p-plot of
Regression standardized residual dari variabel independen, dimana:
65
a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka
model regresi memenuhi asumsi normalitas.
b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti garis
diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal,
maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
2. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi
linear terjadi korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi
yang bebas dari autokorelasi. Untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi dapat
dilakukan dengan pengujian terhadap nilai uji Durbin-Watson (Uji DW) dengan
ketentuan sebagai berikut:
Tabel 3.4 Nilai Durbin-Watson
Hipotesis nol Keputusan JikaTdk ada autokorelasi positif Tolak 0 <d < dlTdk ada autokorelasi positif No decision dl ≤ d ≤ duTdk ada korelasi negatif Tolak 4 – dl < d <4Tdk ada korelasi negatif No decision 4-du ≤ d ≤ 4-dlTdk ada autokorelasi, positif atau negatif Tidak ditolak du < d < 4-duSumber: Ghozali, 2011
3. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Untuk mendeteksi
adanya masalah multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya,
66
yaitu VIF (Variance Inflation Factor). Nilai tolerance yang rendah sama dengan
nilai VIF yang tinggi (karena VIF= 1/tolerance).
Nilai cutoff yang dipakai untuk menandai adanya faktor-faktor
multikolinearitas adalah nilai tolerance ≤ 0.10 atau sama dengan nilai VIF ≥10.
Model regresi yang baik tidak terdapat masalah multikolinearitas atau adanya
hubungan yang sempurna di antara variabel-variabel independennya.
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain (Ghozali, 2011). Jika varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas.
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi variabel independen dengan
nilai absolute residual. Untuk mendeteksi heteroskedastisitas dengan melihat ada
tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana
sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah
di-studentized, dimana:
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
67
3.5.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis
regresi berganda dengan alat bantu SPSS (Statistical Packages for Social
Science). Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh luas
pengungkapan modal intelektual sebagai variabel dependen dengan variabel
independen (kinerja modal intelektual, tingkat utang, dan struktur corporate
governance).
Persamaan regresi dapat dituliskan sebagai berikut:
ICD = α + β1VAIC + β2LEV + β3UKOM+ β4RAKOM + β5UDIT +
β6RADIT + β7KONST + β8AGE + e
dimana:
ICD = luas pengungkapan modal intelektual
α = konstanta
VAIC = kinerja modal intelektual
LEV = tingkat utang
UKOM = ukuran (jumlah) dewan komisaris
RAKOM = jumlah rapat dewan komisaris
UDIT = ukuran (jumlah) komite audit
RADIT = jumlah rapat komite audit
KONST = konsentrasi kepemilikan saham (persentase)
AGE = umur listing
e = error
68
Persiapan regresi yang diperoleh dalam suatu proses perhitungan tidak
selalu baik untuk mengestimasi nilai variabel dependen (ICD), sehingga
diperlukan pengujian terhadap hipotesis dengan cara sebagai berikut:
1. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variansi variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi berada di antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen
amat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi
variabel-variabel dependen (Ghozali, 2011).
2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F dilakukan untuk mneguji kemampuan seluruh variabel
independen secara bersama-sama dalam menjelaskan perilaku variabel dependen.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan signifikansi tingkat 0,05 (α = 5%).
Ketentuan penolakan atau penerimaan hipotesis adalah sebagai berikut:
a. Jika signifikansi > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak
signifikan). Ini berarti bahwa secara bersama-sama variabel independen tidak
mempunyai pengaruh signifikansi terhadap variabel dependen.
b. Jika signifikansi < 0,05 maka hipotesis tidak dapat ditolak (Koefisien regresi
signifikan). Ini berarti bahwa secara bersama-sama variabel independen
mempunyai pengaruh signifikansi terhadap variabel dependen.
69
3. Uji t (Uji Parsial)
Menurut Ghozali (2011), uji statistik t pada dasarnya menunjukkan
seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam
menerangkan variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
significance level 0,05 (α= 5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan
dengan kriteria sebagai berikut:
a. Jika nilai signifikansi > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak
signifikan). Ini berarti bahwa secara parsial variabel independen tersebut
tidak mempunyai pengaruh yang signifikasn terhadap variabel dependen.
b. Jika nilai signifikansi < 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi
signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen tersebut mempunyai
pengaruh yang signifikansi terhadap variabel dependen.
70
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Penelitian
4.1.1 Deskripsi Obyek Penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bank yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia yang mempublikasikan annual report untuk tahun 2009-2011.
Pemilihan tiga periode penelitian ini didasarkan untuk melihat perkembangan
pengungkapan modal intelektual pada tahun 2009 sampai dengan 2011.
Perusahaan untuk sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
sebanyak 29 perusahaan, dari 29 perusahaan yang terdaftar hanya 27 perusahaan
yang mempublikasikan laporan tahunannya pada website BEI www.idx.co.id.
Penentuan sampel penelitian dilakukan melalui purposive sampling.
Adapun syarat pemilihan sampel yaitu pertama, perbankan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia yang menerbitkan laporan tahunan (annual report) selama tahun
2009 sampai dengan 2011. Kedua, tahun fiskal perbankan berakhir pada tanggal
31 Desember. Ketiga, laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Kantor
Akuntan Publik. Keempat, perusahaan memiliki data yang dibutuhkan secara
lengkap dan jelas selama periode pengamatan dalam laporan keuangan tahunan.
Pemilihan sampel berdasarkan kriteria-kriteria tersebut menghasilkan sampel
sebanyak 27 perusahaan sektor perbankan. Sampel perusahaan dapat dilihat pada
Lampiran 1. Dari 27 bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama
tiga tahun berturut-turut, yaitu tahun 2009-2011, enam bank dikeluarkan dari
71
sampel karena merupakan data outlier karena memiliki skor dengan nilai
standardized ≥ 2.5 (Ghozali, 2011). Setelah pemilihan sampel dilakukan, peneliti
memperoleh jumlah akhir sampel penelitian sebanyak 75 observasi.
Tabel 4.1 Ikhtisar Pemilihan Sampel
Tahun Bank yangTerdaftar di BEI
Tahun 2009-2011
Bank yang MerupakanOutlier
Bank yangDigunakan
sebagai Sampel2009 27 Bank 2 bank 25 bank2010 27 Bank 2 bank 25 bank2011 27 Bank 2 bank 25 bank
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskriptif suatu
data yang dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian,
maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness atau kemencengan
distribusi (Ghozali, 2011). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
variabel independen, variabel pengendali, dan variabel dependen. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah kinerja modal intelektual, ukuran dewan
komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, ukuran komite audit, konsentrasi
kepemilikan saham. Variabel pengendali adalah umur listing. Sedangkan untuk
variabel dependennya adalah pengungkapan modal intelektual.
72
1. Pengungkapan Modal Intelektual
Tabel 4.2 Hasil Uji Statistik Deskriptif ICD
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
ICD 75 14.29 51.79 34.9284 9.25695
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah unit analisis dalam penelitian (N)
adalah 75. Variabel Pengungkapan Modal Intelektual (ICD) dari sampel
perusahaan memiliki nilai minimum sebesar 14,29 yang diperoleh PT Bank Pundi
Indonesia Tbk pada tahun 2010. Nilai maksimum sebesar 51,79 yang diperoleh
oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Pada tahun 2010 dan PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk pada tahun 2011. Rata-rata untuk variabel
pengungkapan modal intelektual sebesar 34, 9284 dengan standar deviasi 9,25695
artinya standar deviasi lebih rendah dari nilai rata-rata. Hal ini menunjukkan
sebaran data untuk variabel pengungkapan modal intelektual (ICD) cenderung ke
rata-rata. Hal ini menunjukkan perusahaan sampel melakukan pengungkapan tidak
jauh beda atau hampir sama.
Tabel 4.3 Hasil Analisis Frekuensi Pengungkapan Modal Inteleketual padaPerbankan Tahun 2009-2011
No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 14,29 – 21,79 Sangat rendah 9 12%2. 21,80 – 29,30 Rendah 15 20%3. 29,31 – 36,81 Cukup 21 28%4. 36,82 - 44,32 Tinggi 12 16%5. >44,33 Sangat Tinggi 18 24%
TOTAL 75 100%Sumber: Data Sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.3 menunjukkan terdapat 9 atau 12% unit analisis yang memiliki
nilai ICD pada kategori sangat rendah, 15 atau 20% unit analisis berada pada
73
kategori rendah, 21 atau 28% berada pada kategori cukup, 12 atau 16% berada
pada kategori tinggi dan sisanya sebanyak 18 atau 24% berada pada kategori
sangat tinggi. Secara umum pengungkapan modal intelektual pada perbankan
berada pada kategori yang cukup. Hal ini membuktikan bahwa perbankan
merupakan perusahaan yang memiliki modal intelektual cukup tinggi.
2. Kinerja Modal Intelektual
Tabel 4.4 Hasil Analisis Deskriptif Kinerja Modal Intelektual
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KMI 75 -1.66 6.28 2.8688 1.45661
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.4 menunjukkan variabel kinerja modal intelektual (KMI) memiliki
nilai minimum sebesar -1,66 yang diperoleh PT Bank ICB Bumiputera Tbk pada
tahun 2011. Nilai maksimum sebesar 6,28 diperoleh PT Bank Panin Tbk pada
tahun 2009. Rata-rata variabel kinerja modal intelektual sebesar 2,8688 sedangkan
standar deviasi 1,45661. Standar deviasi lebih rendah dari nilai rata-rata,
menunjukkan sebaran data perusahaan sampel mempunyai kinerja modal
intelektual yang tidak jauh beda atau hampir sama.
Tabel 4.5 Hasil Analisis Frekuensi Kinerja Modal Intelektual padaPerbankan Tahun 2009-2011
No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. (-1,66) – (-0,07) Sangat rendah 1 1%2. (-0,08) – 1,51 Rendah 11 15%3. 1,52 – 3,11 Cukup 33 44%4. 3,12 – 4,71 Tinggi 23 31%5. >4,72 Sangat Tinggi 7 9%
TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
74
Tabel 4.5 menunjukkan terdapat 1 atau 1% unit analisis yang memiliki
nilai KMI pada kategori sangat rendah, 11 atau 15% unit analisis berada pada
kategori rendah, 33 atau 44% berada pada kategori cukup, 23 atau 31% berada
pada kategori tinggi, dan sisanya sebanyak 7 atau 9% berada pada kategori sangat
tinggi. Secara umum kinerja modal intelektual pada perbankan berada pada
kategori yang cukup. Hal ini membuktikan bahwa perbankan cukup mampu untuk
mengefisiensikan pendayagunaan aset berwujud dan tidak berwujud untuk
menciptakan nilai perusahaan, namun sebagian besar kinerja modal intelektual
masih berada pada kategori antara sangat rendah dan cukup. Alasan inilah yang
mendasari kinerja modal intelektual tidak berpengaruh pada luas pengungkapan
modal intelektual.
3. Tingkat Utang
Tabel 4.6 Hasil Analisis Tingkat Utang
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
SQRTLEV 75 .66 3.55 2.5184 .56196
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan variabel tingkat utang (LEV) memiliki
nilai minimum 0,66 yang diperoleh PT Bank Artha Graha Internasional Tbk pada
tahun 2010. Nilai maksimum sebesar 3,55 diperoleh PT Bank Kesawan Tbk pada
tahun 2011. Variabel tingkat utang (LEV) memiliki rata-rata 2,5184 dengan
standar deviasi 0,56196. Standar deviasi lebih rendah dari nilai rata-rata
menunjukkan sebaran data untuk variabel tingkat utang pada perusahaan sampel
tidak jauh beda atau hampir sama.
75
Tabel 4.7 Hasil Analisis Frekuensi Tingkat Utang pada Perbankan Tahun2009-2011
No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 0,66 – 1,24 Sangat rendah 2 3%2. 1,25 – 1,83 Rendah 4 5%3. 1,84 – 2,42 Cukup 26 35%4. 2,43 – 3,01 Tinggi 31 41%5. >3,02 Sangat Tinggi 12 16%
TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa terdapat 2 atau 3% unit analisis yang
memiliki tingkat utang pada kategori sangat rendah, 4 atau 5% unit analisis berada
pada kategori rendah, 26 atau 35% berada pada kategori cukup, 31 atau 41%
berada pada kategori tinggi dan 12 atau 16% unit analisis berada pada kategori
sangat tinggi. Secara umum perbankan yang terdaftar di BEI berada dalam
kategori tinggi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perbankan memiliki tingkat
ketergantungan pada utang yang tinggi.
4. Ukuran Dewan Komisaris
Tabel 4.8 Hasil Analisis Deskriptif Ukuran Dewan Komisaris
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
SQRUKOM 75 1.41 3.46 2.2292 .42378
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.8 menunjukkan variabel ukuran dewan komisaris (UKOM)
memiliki nilai minimum sebesar 1,41 yang diperoleh PT Bank Himpunan Saudara
1906 Tbk pada tahun 2010. Nilai maksimum sebesar 3,46 diperoleh PT Bank
Agroniaga Tbk pada tahun 2009. Rata-rata variabel ukuran dewan komisaris
independen sebesar 2,2292 dengan standar deviasi 0,42378. Standar deviasi lebih
76
rendah dari nilai rata-rata, menunjukkan sebara data perusahaan sampel
mempunyai ukuran dewan komisaris yang tidak jauh beda atau hampir sama.
Tabel 4.9 Hasil Analisis Frekuensi Ukuran Dewan Komisaris padaPerbankan Tahun 2009-2011
No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,41 – 1,82 Sangat Kecil 19 25%2. 1,83 – 2,24 Kecil 24 32%3. 2,25 – 2,66 Cukup 22 30%4. 2,67 – 3,08 Besar 9 12%5. >3,09 Sangat Besar 1 1%
TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa terdapat 19 atau 25% unit analisis yang
memiliki ukuran dewan komisaris pada kategori sangat kecil, 24 atau 32% unit
analisis berada pada kategori kecil, 22 atau 30% berada pada kategori cukup, 9
atau 12% berada pada kategori besar dan 1 atau 1% unit analisis berada pada
kategori sangat besar. Secara umum ukuran dewan komisaris pada perbankan
berada pada kategori kecil. Ukuran dewan komisaris suatu perusahaan tergantung
dari kompleksitas perusahaan itu sendiri.
5. Jumlah Rapat Dewan Komisaris
Tabel 4.10 Hasil Analisis Deskriptif Jumlah Rapat Dewan Komisaris
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
SQRRAKOM 75 1.73 6.86 3.2266 1.36638
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.10 menunjukkan variabel jumlah rapat dewan komisaris
(RAKOM) memiliki nilai minimum sebesar 1,73 yang diperoleh PT Bank
Agroniaga Tbk, PT Bank Kesawan Tbk pada tahun 2009 dan PT Bank Nusantara
Parahyangan Tbk pada tahun 2010. Nilai maksimum sebesar 6,86 diperoleh PT
77
Bank Central Asia Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk pada tahun
2011. Variabel jumlah rapat dewan komisaris memiliki rata-rata 3,2266 dengan
standar 1,36638. Standar deviasi lebih rendah dari nilai rata-rata menunjukkan
sebaran data menunjukkan untuk variabel jumlah rapat dewan komisaris pada
perusahaan sampel tidak jauh beda atau hampir sama.
Tabel 4.11 Hasil Analisis Frekuensi Jumlah Rapat Dewan Komisaris padaPerbankan Tahun 2009-2011
No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,73 – 3,44 Jarang 50 66%2. 3,45 – 5,16 Cukup 14 18%3. 5,17 – 6,86 Sering 13 16%
TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa terdapat 50 atau 66% unit analisis yang
memiliki jumlah rapat dewan komisaris pada kategori jarang, 14 atau 18% unit
analisis berada pada kategori cukup, dan 13 atau 16% berada pada kategori
sering,. Secara umum jumlah rapat dewan komisaris pada perbankan berada pada
kategori jarang.
6. Ukuran Komite Audit
Tabel 4.12 Hasil Analisis Deskriptif Ukuran Komite Audit
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
SQRUDIT 75 1.41 2.45 1.9109 .23629
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.12 menunjukkan variabel ukuran komite audit (UDIT) memiliki
nilai minimum sebesar 1,41 yang diperoleh PT Bank Agroniaga Tbk dan PT Bank
Kesawan Tbk pada tahun 2010. Nilai maksimum sebesar 2,45 diperoleh PT Bank
Danamon Tbk selam a tahun 2009-2011 dan PT Bank Negara Indonesia (Persero)
78
Tbk pada tahun 2011. Variabel jumlah rapat dewan komisaris memiliki rata-rata
1,9109 dengan standar 0,23629. Standar deviasi lebih rendah dari nilai rata-rata
menunjukkan sebaran data menunjukkan untuk variabel jumlah rapat dewan
komisaris pada perusahaan sampel tidak jauh beda atau hampir sama.
Tabel 4.13 Hasil Analisis Frekuensi Ukuran Komite Audit pada PerbankanTahun 2009-2011
No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,41 – 1,62 Sangat Kecil 2 3%2. 1,63 – 1,84 Kecil 36 48%3. 1,85 – 2,06 Cukup 24 32%4. 2,07 – 2,28 Besar 8 11%5. >2,29 Sangat Besar 5 6%
TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa terdapat 2 atau 3% unit analisis yang
memiliki ukuran komite audit pada kategori sangat kecil, 36 atau 48% unit
analisis berada pada kategori kecil, 24 atau 32% berada pada kategori cukup, 8
atau 11% berada pada kategori besar dan 5 atau 6% unit analisis berada pada
kategori sangat besar. Secara umum ukuran komite audit pada perbankan berada
pada kategori kecil. Ukuran komite audit suatu perusahaan tergantung dari
kompleksitas perusahaan itu sendiri.
7. Jumlah Rapat Komite Audit
Tabel 4.14 Hasil Analisis Deskriptif Jumlah Rapat Komite Audit
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
SQRRADIT 75 1.00 6.08 3.2356 1.20709
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Berdasarkan tabel 4.14 menunjukkan variabel jumlah rapat komite audit
(RADIT) memiliki nilai minimum 1,00 yang diperoleh PT Bank Swadesi Tbk
79
pada tahun 2011. Nilai maksimum sebesar 6,08 diperoleh PT Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk pada tahun 2010 dan 2011. Variabel jumlah rapat komite
audit (RADIT) memiliki rata-rata 3,2356 dengan standar deviasi 1,20709. Standar
deviasi lebih rendah dari nilai rata-rata menunjukkan sebaran data untuk variabel
tingkat utang pada perusahaan sampel tidak jauh beda atau hampir sama.
Tabel 4.15 Hasil Analisis Frekuensi Jumlah Rapat Komite Audit padaPerbankan Tahun 2009-2011
No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,00 – 2,68 Jarang 26 35%2. 2,69 – 4,37 Cukup 37 49%3. 4,38 – 6,08 Sering 12 16%
TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.15 menunjukkan bahwa terdapat 26 atau 35% unit analisis yang
memiliki jumlah rapat komite audit pada kategori jarang, 37 atau 49% unit
analisis berada pada kategori cukup, dan 12 atau 16% berada pada kategori sering.
Secara umum jumlah rapat komite audit pada perbankan berada pada kategori
cukup.
8. Konsentrasi Kepemilikan Saham
Tabel 4.16 Hasil Analisis Deskriptif Konsentrasi Kepemilikan Saham
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KONST 75 21.70 100.00 60.2427 19.73704
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.16 menunjukkan variabel konsentrasi kepemilikan saham
(KONST) memiliki nilai minimum sebesar 21,70 atau 21,70% yang diperoleh PT
Bank Capital Indonesia Tbk pada periode 2009 dan 2010. Nilai maksimum 100,00
80
atau 100% yang diperoleh PT Bank Mutiara Tbk pada periode 2010 dan 2011.
Variabel konsentrasi kepemilikan saham (KONST) memiliki rata-rata 60, 2427
atau 60,2427% dengan standar deviasi 19,73704. Standar deviasi lebih rendah dari
nilai rata-rata menunjukkan sebaran data untuk variabel konsentrasi kepemilikan
saham pada perusahaan sampel tidak jauh beda atau hampir sama.
Tabel 4.17 Hasil Analisis Frekuensi Konsentrasi Kepemilikan Saham padaPerbankan Tahun 2009-2011
No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 21,70 – 37,36 Sangat Kecil 6 8%2. 37,37 – 53,03 Kecil 18 24%3. 53,04 – 68,70 Cukup 27 36%4. 68,71 – 84,37 Besar 13 17%5. >84,38 Sangat Besar 11 15%
TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Pada tabel 4.17 menunjukkan bahwa terdapat 6 atau 8% unit analisis yang
memiliki nilai konsentrasi kepemilikan saham pada kategori sangat kecil, 18 atau
24% unit analisis berada pada kategori kecil, 27 atau 36% unit analisis berada
pada kategori cukup, 13 atau 17% unit analisis berada pada kategori besar dan 11
atau 15% unit analisis berada pada kategori sangat besar. Hal ini menunjukkan
sebagian besar perbankan memiliki konsentrasi kepemilikan saham yang
tergolong cukup. Jika dilihat interval untuk kategori kecil dengan batas sebesar
53,03 hal ini sudah menunjukkan bahwa perbankan memiliki konsentrasi
kepemilikan saham yang besar atau dalam arti terkonsentrasi pada satu kelompok
atau individu utama.
81
9. Umur Listing
Tabel 4.18 Hasil Analisis Deskriptif Umur Listing
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
SQRAGE 75 1.00 5.39 3.0715 1.09947
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.18 menunjukkan variabel umur listing (AGE) memiliki nilai
minimum sebesar 1,00 yang diperoleh PT Bank Ekonomi Raharja Tbk dan PT
Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk pada tahun 2009. Nilai maksimum 5,39
yang diperoleh PT Bank Panin Tbk pada tahun 2011. Variabel konsentrasi
kepemilikan saham (KONST) memiliki rata-rata 3,0715 dengan standar deviasi
1,09974. Standar deviasi lebih rendah dari nilai rata-rata menunjukkan sebaran
data untuk variabel konsentrasi kepemilikan saham pada perusahaan sampel tidak
jauh beda atau hampir sama.
Tabel 4.19 Hasil Analisis Frekuensi Umur Listing pada Perbankan Tahun2009-2011
No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,00 – 2,46 Baru 22 29%2. 2,47 – 3,93 Menengah 35 47%3. 3,94 – 5,39 Lama 18 24%
TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.19 menunjukkan bahwa terdapat 22 atau 29% unit analisis yang
memiliki umur listing pada kategori baru, 35 atau 47% unit analisis berada pada
kategori menengah, dan 18 atau 24% berada pada kategori lama. Secara umum
umur listing pada perbankan berada pada kategori menengah artinya sebagian
besar perbankan telah listing cukup lama.
82
4.2.2 Hasil Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik dilakukan agar nilai parameter model penduga
yang digunakan dinyatakan valid. Uji asumsi klasik merupakan prasyaratan
analisis regresi berganda. Uji penyimpangan asumsi klasik menurut Ghozali
(2011) terdiri dari uji normalitas, uji multikoliniearitas, uji autokorelasi, dan uji
heterokedastisitas. Berikut ini hasil pengujian asumsi klasik dalam penelitian ini.
1. Uji Normalitas
Ghozali (2011) menyatakan bahwa uji normalitas adalah untuk menguji
apakah model regresi, variabel independen, dan variabel dependennya memiliki
distribusi normal atau tidak normal. Model regresi yang baik adalah memiliki
distribusi data normal atau mendekati normal. Uji normalitas dilakukan dengan
melihat histogram dan grafik normal plot, uji rasio skewness dan kurtosis serta uji
Kolmogorov Smirnov (K-S). Hasil analisis grafik dapat dilihat dilihat sebagai
berikut
Gambar 4.1Uji Normalitas dengan Histogram
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
83
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa grafik histogram berdistribusi normal
dengan pola distribusi yang tidak menceng (skewness) ke kiri maupun menceng
(kurtosis) ke kanan.
Gambar 4.2 Hasil Uji Normal Probability Plot
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Pada grafik normal plot terlihat titik-titik menyebar disekitar garis
diagonal, dengan penyebaran mengikuti arah garis diagonal. Berdasarkan gambar
4.1 dan gambar 4.2 dapat dikatakan bahwa model regresi memenuhi asumsi
normalitas, sehingga layak digunakan.
Hasil uji statistik rasio skewness dan rasio kurtosis dapat dilihat pada tabel
4.20 dibawah ini.
84
Tabel 4.20 Hasil Uji Normalitas dengan Rasio Skewness dan Kurtosis
N Skewness Kurtosis
Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error
Unstandardized Residual 75 .138 .277 .479 .548
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.20 menunjukkan statistik skewness 0,138 dan standar error 0,277
maka nilai rasio skewness 0,498 dari 0,138/0,277; sedangkan statistik kurtosis
o,479 dan standar error 0,548 maka nilai rasio kurtosis 0,874 dari 0,479/0,548;
karena rasio skewness dan rasio kurtosis berada diantara -2 hingga +2, maka dapat
disimpulkan bahwa distribusi data adalah normal. Hasil uji Kolmogorov Smirnov
(K-S) dapat dilihat pada tabel 4.21 berikut.
Tabel 4.21 Hasil Uji Normalitas dengan Uji Kolmogorov Smirnov (K-S)
UnstandardizedResidual
N 75
Normal Parametersa
Mean .0000000
Std. Deviation 6.32576014
Most Extreme Differences Absolute .060
Positive .056
Negative -.060
Kolmogorov-Smirnov Z .516
Asymp. Sig. (2-tailed) .953
a. Test distribution is Normal.
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.21 menunjukkan bahwa besarnya nilai Asymp. Sig. (2-tailed)
adalah 0,953 dan lebih besar dari 0,05. Selain itu, nilai Kolmogorov Smirnov (K-
S) sebesar 0,516 dan tidak signifikan pada 0,05 maka dapat dikatakan bahwa uji
normalitas terpenuhi.
85
2. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi linier ada
korelasi antar pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1
(sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
autokorelasi (Ghozali, 2011). Untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi dapat
dilakukan dengan pengujian terhadap nilai uji Durbin-Watson (Uji DW). Nilai dl
dan du untuk jumlah variabel independen 7 dengan jumlah sampel 75 pada taraf
signifikansi 0,05 adalah sebesar dl (1,428) dan du (1,834). Hasil perhitungan uji
autokorelasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.22 Hasil Uji Autokorelasi
Model RStd. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .730a
6.64800 1.861
a. Predictors: (Constant), SQRAGE, SQRTLEV, KONST, SQRRAKOM, SQRUDIT, KMI,
SQRUKOM
b. Dependent Variable: ICD
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.22 menunjukkan bahwa DW sebesar 1,861 lebih besar dari batas
du (1,834) dan kurang dari 4 - 1,834 (4 – du), berdasarkan kriteria tabel nilai uji
durbin watson halaman 66, hasil ini menunjukkan tidak ada autokorelasi positif
atau negatif. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pada periode t-1.
3. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan korelasi antar variabel bebas (independen) (Ghozali, 2011).
Pendekatan yang digunakan untuk menguji ada tidaknya multikolinieritas dengan
86
uji tes Variance Inflation Factor (VIF), dengan analisis jika nilai tolerance > 0,10
dan VIF < 10, maka dapat diartikan bahwa tidak terdapat multikolinieritas pada
penelitian tersebut atau jika nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka dapat
diartikan bahwa terdapat multikolinieritas pada penelitian tersebut. Hasil uji
multikolinieritas dapat dilihat pada tabel 4.23.
Tabel 4.23 menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat yaitu
antara RAKOM dengan RADIT (-0,603) dan UKOM dengan RADIT (-0,609).
Hal ini berarti pada model regresi ini telah terkena gejala multikolinieritas.
Selanjutnya dengan memperhatikan nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan
Tolerance, bila nilai VIF dan Tolerance mendekati 1, dapat dikatakan telah terjadi
gejala multikolinieritas terhadap model regresi ini. Untuk lebih jelasnya lihat tabel
4.23.
87
Tabel 4.23 Uji Multikolinieritas dengan Matriks Korelasi
Coefficient Correlationsa
Model SQRAGE SQRTLEV KONST SQRRADIT KMI SQRUDIT SQRRAKOM SQRUKOM
1 Correlations SQRAGE 1.000 .173 .236 -.081 -.217 -.088 .149 -.199
SQRTLEV .173 1.000 .176 .015 -.343 -.139 .259 -.139
KONST .236 .176 1.000 -.225 -.001 -.187 .362 -.023
SQRRADIT -.081 .015 -.225 1.000 .245 -.070 -.603 -.609
KMI -.217 -.343 -.001 .245 1.000 -.122 -.409 .015
SQRUDIT -.088 -.139 -.187 -.070 -.122 1.000 -.047 -.250
SQRRAKOM .149 .259 .362 -.603 -.409 -.047 1.000 .238
SQRUKOM -.199 -.139 -.023 -.609 .015 -.250 .238 1.000
Covariances SQRAGE .596 .206 .008 -.070 -.106 -.261 .093 -.431
SQRTLEV .206 2.368 .012 .026 -.333 -.820 .323 -.599
KONST .008 .012 .002 -.011 -4.246E-5 -.032 .013 -.003
SQRRADIT -.070 .026 -.011 1.237 .172 -.296 -.544 -1.895
KMI -.106 -.333 -4.246E-5 .172 .398 -.294 -.209 .026
SQRUDIT -.261 -.820 -.032 -.296 -.294 14.701 -.145 -2.683
SQRRAKOM .093 .323 .013 -.544 -.209 -.145 .657 .540
SQRUKOM -.431 -.599 -.003 -1.895 .026 -2.683 .540 7.826
a. Dependent Variable: ICD
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.24 Uji Multikolinieritas dengan VIF
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) -17.542 7.729 -2.270 .026
KMI -.788 .631 -.124 -1.250 .216 .688 1.454
SQRTLEV .212 1.539 .013 .138 .891 .776 1.289
SQRUKOM 8.489 2.797 .389 3.035 .003 .413 2.422
SQRRAKOM 3.747 .811 .553 4.623 .000 .473 2.114
SQRUDIT 10.048 3.834 .256 2.621 .011 .707 1.415
SQRRADIT -1.914 1.112 -.250 -1.721 .090 .322 3.106
KONST .063 .045 .134 1.395 .168 .737 1.357
SQRAGE 2.084 .772 .247 2.698 .009 .805 1.242
a. Dependent Variable: ICD
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
88
Pada model regresi ini terdapat masalah multikolinieritas maka proses
dilanjutkan dengan membuang variabel bebas yang mempunyai korelasi sangat
kuat dengan variabel bebas lainnya, karena terdapat dua variabel bebas yang
memiliki korelasi kuat yaitu RAKOM dengan RADIT dan UDIT dengan RADIT,
maka yang harus dibuang terlebih dahulu adalah RADIT, kemudian dilakukan
proses regresi ulang.
Tabel 4.25 Uji Multikolinieritas dengan Matriks Korelasi tanpa RADIT
Coefficient Correlationsa
Model SQRAGE SQRTLEV KONST SQRRAKOM SQRUDIT KMI SQRUKOM
1 Correlations SQRAGE 1.000 .175 .224 .126 -.094 -.204 -.315
SQRTLEV .175 1.000 .185 .336 -.138 -.358 -.164
KONST .224 .185 1.000 .292 -.208 .057 -.207
SQRRAKOM .126 .336 .292 1.000 -.111 -.338 -.205
SQRUDIT -.094 -.138 -.208 -.111 1.000 -.108 -.370
KMI -.204 -.358 .057 -.338 -.108 1.000 .213
SQRUKOM -.315 -.164 -.207 -.205 -.370 .213 1.000
Covariances SQRAGE .610 .213 .008 .064 -.286 -.099 -.553
SQRTLEV .213 2.436 .013 .344 -.837 -.346 -.575
KONST .008 .013 .002 .009 -.036 .002 -.021
SQRRAKOM .064 .344 .009 .430 -.283 -.137 -.302
SQRUDIT -.286 -.837 -.036 -.283 15.058 -.261 -3.229
KMI -.099 -.346 .002 -.137 -.261 .385 .297
SQRUKOM -.553 -.575 -.021 -.302 -3.229 .297 5.065
a. Dependent Variable: ICD
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
89
Tabel 4.26 Uji Multikolinieritas dengan VIF tanpa RADIT
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) -13.088 7.388 -1.772 .081
KMI -.523 .620 -.082 -.843 .402 .732 1.367
SQRTLEV .252 1.561 .015 .161 .872 .776 1.288
SQRUKOM 5.556 2.251 .254 2.469 .016 .657 1.523
SQRRAKOM 2.905 .656 .429 4.430 .000 .744 1.344
SQRUDIT 9.589 3.880 .245 2.471 .016 .710 1.408
KONST .045 .044 .097 1.020 .311 .776 1.288
SQRAGE 1.975 .781 .235 2.530 .014 .810 1.234
a. Dependent Variable: ICD
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.25 dan 4.26 menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antar
variabel bebas yang kuat (lebih besar 0,5). Nilai tolerance kurang dari 0,10 dan
hasil perhitungan nilai VIF juga menunjukkan hal yang sama yaitu tidak ada
satupun variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat
dikatakan bahwatidak terjadi multikolinieritas antar variabel independen dalam
model regresi. Tabel 4.27 dibawah ini akan memperjelas ringkasan dari hasi uji
multikolinieritas.
Tabel 4.27 Ringkasan Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel Independen Tolerance VIF KesimpulanKinerja Modal Intelektual 0,732 1,367 Tidak ada multikolinieritasTingkat Utang 0,776 1,288 Tidak ada multikolinieritasUkuran Dewan Komisaris 0,657 1,523 Tidak ada multikolinieritasJumlah Rapat Dewan Komisaris 0,744 1,344 Tidak ada multikolinieritasUkuran Komite Audit 0,710 1,408 Tidak ada multikolinieritasKonsentrasi Kepemilikan Saham 0,776 1,288 Tidak ada multikolinieritasUmur Listing 0,810 1,234 Tidak ada multikolinieritas
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
90
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dan residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain (Ghozali, 2011). Jika variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut sebagai homokedastisitas dan
jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homokedastisitas. Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini
menggunakan metode scatterplot pada uji regresi yang telah dilakukan
sebelumnya. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,
2011). Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
91
Dari grafik scatterplots di atas terlihat bahwa titik-titik menyebar secara
acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y hal ini
dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi,
sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi variabel dependen
berdasarkan masukan variabel independennya.
4.2.3 Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh
variabel bebas (independen) yaitu Kinerja Modal Intelektual, Tingkat Utang,
Ukuran Dewan Komisaris, Jumlah Rapat Dewan Komisaris, Ukuran Komite
Audit, Konsentrasi Kepemilikan Saham, Umur Listing terhadap variabel terikat
(dependen) yaitu Pengungkapan Modal Intelektual.
Hasil analisis regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS 16 dapat
dilihat pada Tabel 4.28 berikut ini:
Tabel 4.28 Hasil Persamaan Regresi Berganda
Model
Unstandardized Coefficients
t Sig.B Std. Error
1 (Constant) -13.088 7.388 -1.772 .081
KMI -.523 .620 -.843 .402
SQRTLEV .252 1.561 .161 .872
SQRUKOM 5.556 2.251 2.469 .016
SQRRAKOM 2.905 .656 4.430 .000
SQRUDIT 9.589 3.880 2.471 .016
KONST .045 .044 1.020 .311
SQRAGE 1.975 .781 2.530 .014
a. Dependent Variable: ICD
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
92
Dari tabel 4.28 maka persamaan regresi dapat ditulis sebagai berikut:
ICD = -13,088 – 0,523 KMI1 + 0,252 LEV2 + 5,556 UKOM3 + 2,905 RAKOM4 +
9,589 UDIT5 + 0,045 KONST6 + 1,975 AGE7 + e
1. Constant = -13,088 (negatif), artinya bila variabel independen dalam model
diasumsikan sama dengan 0 atau konstan, maka rata-rata pengungkapan
modal intelektual akan berkurang sebesar 13,088.
2. Koefisien β1 = -0,523 (negatif), artinya setiap kenaikan 1% kinerja modal
intelektual akan menurunkan luas pengungkapan modal intelektual sebesar
0,523 dan faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan.
3. Koefisien β2 = 0,252 (positif), artinya setiap kenaikan 1% tingkat utang akan
meningkatkan luas pengungkapan modal intelektual sebesar 0,252 dan faktor
lain yang mempengaruhi dianggap konstan.
4. Koefisien β3 = 5,556 (positif), artinya setiap kenaikan 1% ukuran dewan
komisaris akan meningkatkan luas pengungkapan modal intelektual sebesar
5,556 dan faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan.
5. Koefisien β4 = 2,905(positif), artinya setiap kenaikan 1% frekuensi rapat
dewan komisaris akan meningkatkan luas pengungkapan modal intelektual
sebesar 2,905 dan faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan.
6. Koefisien β5 = 9,589 (positif), artinya setiap kenaikan 1% ukuran komite
audit akan meningkatkan luas pengungkapan modal intelektual sebesar 9,589
dan faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan.
93
7. Koefisien β6 = 0,045 (positif), artinya setiap kenaikan 1% kepemilikan saham
akan meningkatkan luas pengungkapan modal intelektual sebesar 0,252 dan
faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan
8. Koefisien β7 = 1,975 (positif), artinya setiap kenaikan 1 tahun umur listing
akan meningkatkan luas pengungkapan modal intelektual sebesar 1,975 dan
faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan.
4.2.4 Uji Hipotesis
1. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) berguna untuk menguji seberapa jauh
kemampuan model penelitian dalam menerangkan variabel dependen (good of fit)
(Ghozali, 2011). Nilai R2 yang telah disesuaikan adalah antara 0 sampai dengan 1.
Nilai R2 yang mendekati 1 berarti kemampuan variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi
variabel dependen. Nilai R2 yang kecil atau dibawah 0,5 berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat kecil
(Ghozali, 2011).
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias
terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Oleh
karena itu, peneliti menggunakan nilai adjusted R2 untuk mengevaluasi mana
model regresi terbaik. Hasil koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel 4.29 di
berikut ini.
94
Tabel 4.29 Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .730a
.533 .484 6.64800
a. Predictors: (Constant), SQRAGE, SQRTLEV, KONST, SQRRAKOM, SQRUDIT, KMI,
SQRUKOM
b. Dependent Variable: ICD
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Koefisien determinasi (Adjusted R2) yang terlihat pada tabel 4.29
mengindikasikan bahwa kemampuan persamaan regresi berganda untuk
menunjukkan tingkat penjelasan model terhadap variabel dependen. Besarnya
koefisien determinasi (Adjusted R2) adalah 0,484 atau 48,4% ini berarti bahwa
kemampuan variabel penjelas dalam hal ini adalah variabel kinerja modal
intelektual (KMI), ukuran dewan komisaris (UKOM), jumlah rapat dewan
komisaris (RAKOM), ukuran komite audit (UDIT), konsentrasi kepemilikan
saham (KONST), dan umur listing (AGE) secara simultan memiliki pengaruh
terhadap variabel pengungkapan modal intelektual sebesar 48,4%. Sedangkan
sisanya yaitu sebesar 51,6% (100%-48,4%) dijelaskan oleh variabel lain selain
variabel penjelas atau variabel independen diatas.
2. Uji Pengaruh Simultan
Uji statistik regresi simultan menunjukkan bahwa variabel independen
yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variaebel
dependennya (Ghozali, 2011). Uji simultan digunakan untuk menguji besarnya
pengaruh dari variabel independen (kinerja modal intelektual, ukuran dewan
komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, ukuran komite audit, konsentrasi
kepemilikan saham , dan umur listing) secara bersama-sama atau simultan
95
berpengaruh positif terhadap variabel dependen (Pengungkapan Modal
Intelektual). Hasil uji simultan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.30
diberikut ini.
Tabel 4.30 Hasil Uji Pengaruh Simultan
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3380.011 7 482.859 10.925 .000a
Residual 2961.128 67 44.196
Total 6341.139 74
a. Predictors: (Constant), SQRAGE, SQRTLEV, KONST, SQRRAKOM, SQRUDIT, KMI,
SQRUKOM
b. Dependent Variable: ICD
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.30 di atas menunjukkan besarnya nilai F hitumg adalah 10,925
dinayatakan dengan tanda positif maka arah hubungnnya adalah positif. Nilai
secara statistik menunjukkan hasil yang signifikan pada α = 0,05, yaitu sebesar
0,000 artinya nilai signifikansi 0,000 < 0,05. Ini menunjukkan bahwa secara
simultan (bersama-sama) variabel independen memiliki pengaruh signifikan
positif terhadap variabel dependen artinya variabel independen yaitu kinerja
modal intelektual, ukuran dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, ukuran
komite audit, konsentrasi kepemilikan saham , dan umur listing secara simultan
berpengaruh positif terhadap pengungkapan modal intelektual.
3. Uji Parsial
Menurut Ghozali (2011) uji parsial pada dasarnya menunjukkan seberapa
jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan
variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level
0,05 (α=5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan bila t hitung > t
96
tabel atau probabilitas < tingkat signifikansi (Sig.< 0,05), maka Ha diterima dan
Ho ditolak artinya variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.
Bila t hitung < t tabel atau probabilitas > tingkat signifikansi (Sig > 0,05), maka
Ha ditolak dan Ho diterima artinya variabel independen tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen. Hasil uji t dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 4.28. Dari uji signifikansi parsial (uji statistik t) pada tabel 4.28 diperoleh
hasil sebagai berikut:
Variabel Kinerja Modal Intelektual (KMI) secara statistik menunjukkan
hasil yang tidak signifikan pada α = 0,05, yaitu sebesar 0,402. Hal ini bisa dilihat
dari signifikansinya lebih dari 0,05 (0,402 > 0,05). Nilai t sebesar -0,843
dinyatakan dengan tanda negatif maka hubungannya adalah negatif. Ini
menunjukkan kinerja modal intelektual tidak berpengaruh positif terhadap
pengungkapan modal intelektual, sehingga H1 dalam penelitian ditolak.
Variabel Tingkat Utang (LEV) secara statistik menunjukkan hasil yang
tidak signifikan pada α = 0,05, yaitu sebesar 0,872. Hal ini bisa dilihat dari
signifikansinya lebih dari 0,05 (0,872 > 0,05). Tabel 4.28 menunjukkan bahwa
nilai t sebesar 0,161 dinyatakan dengan tanda positif maka hubungannya adalah
negatif. Ini menunjukkan tingkat utang tidak berpengaruh terhadap pengungkapan
modal intelektual, sehingga H2 dalam penelitian ditolak.
Variabel Struktur Corporate Governance yang diukur dengan 4 indikator
yaitu ukuran dewan komisaris (UKOM), jumlah rapat dewan komisaris
(RAKOM), ukuran komite ausit (UDIT), dan konsentrasi kepemilikan saham
(KONST). Variabel ukuran dewan komisaris (UKOM) secara statistik
97
menunjukkan hasil yang signifikan pada α = 0,05, yaitu sebesar 0,016. Hal ini bisa
dilihat dari signifikansinya kurang dari 0,05 (0,016 < 0,05). Tabel 4.28
menunjukkan bahwa nilai t sebesar 2,469 dinyatakan dengan tanda positif maka
hubungannya adalah positif. Ini menunjukkan ukuran dewan komisaris
beperngaruh positif terhadap luas pengungkapan modal intelektual, sehingga H3.1
dalam penelitian ini diterima.
Variabel jumlah rapat dewan komisaris (RAKOM) secara statistik
menunjukkan hasil yang signifikan pada α = 0,05, yaitu sebesar 0,000. Hal ini bisa
dilihat dari signifikansinya kurang dari 0,05 (0,000 < 0,05). Tabel 4.28
menunjukkan bahwa nilai t sebesar 4,430 dinyatakan dengan tanda positif maka
hubungannya adalah positif. Ini menunjukkan jumlah rapat dewan komisaris
beperngaruh positif terhadap luas pengungkapan modal intelektual, sehingga H3.2
dalam penelitian ini diterima.
Variabel ukuran komite audit (UDIT) secara statistik menunjukkan hasil
yang signifikan pada α = 0,05, yaitu sebesar 0,016. Hal ini bisa dilihat dari
signifikansinya kurang dari 0,05 (0,016 < 0,05). Tabel 4.28 menunjukkan bahwa
nilai t sebesar 2,471 dinyatakan dengan tanda positif maka hubungannya adalah
positif. Ini menunjukkan ukuran komite audit beperngaruh positif terhadap luas
pengungkapan modal intelektual, sehingga H3.3 dalam penelitian ini diterima.
Variabel konsentrasi kepemilikan saham (KONST) secara statistik
menunjukkan hasil yang tidak signifikan pada α = 0,05, yaitu sebesar 0,311. Hal
ini bisa dilihat dari signifikansinya lebih dari 0,05 (0,311 > 0,05). Tabel 4.28
menunjukkan bahwa nilai t sebesar 1,020 dinyatakan dengan tanda positif maka
98
hubungannya adalah positif. Ini menunjukkan konsentrasi kepemilikan saham
tidak beperngaruh terhadap luas pengungkapan modal intelektual, sehingga H3.5
dalam penelitian ini ditolak.
Variabel umur listing (AGE) secara statistik menunjukkan hasil yang
signifikan pada α = 0,05, yaitu sebesar 0,014. Hal ini bisa dilihat dari
signifikansinya kurang dari 0,05 (),014 < 0,05). Tabel 4.28 menunjukkan bahwa
nilai t sebesar 2, 530dinyatakan dengan tanda positif maka hubungannya adalah
positif. Ini menunjukkan umur listing berpengaruh terhadap luas pengungkapan
modal intelektual.
Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan, diperoleh simpulan hasil
uji hipotesis sebagai berikut:
Tabel 4.31 Simpulan Hasil Uji Hipotesis
No Hipotesis Keterangan Hasil1 H1 Kinerja modal intelektual tidak berpengaruh
positif terhadap luas pengungkapan modalintelektual
Ditolak
2 H2 Tingkat utang tidak berpengaruh terhadap luaspengungkapan modal intelektual
Ditolak
3 H3.1 Ukuran dewan komisaris berpengaruh positifterhadap luas pengungkapan modal inetelektual
Diterima
4 H3.2 Jumlah rapat dewan komisaris berpengaruhpositif terhadap luas pengungkapan modalintelektual
Diterima
5 H3.3 Ukuran komite audit berpengaruh positifterhadap luas pengungkapan modal intelektual
Diterima
6 H3.5 Konsentrasi kepemilikan saham tidakberpengaruh terhadap luas pengungkapan modalintelektual
Ditolak
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
99
4.3 Pembahasan
Penelitian ini menguji pengaruh kinerja modal intelektual, tingkat utang
dan struktur corporate governance terhadap luas pengungkapan modal intelektual
dengan variabel pengendali umur listing. Berdasarkan pada pengujian empiris
yang telah ada dilakukan terhadap beberapa hipotesis dalam penelitian, hasilnya
menunjukkan bahwa tidak semua variabel independen di atas berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen (ICD). Faktor-faktor yang berpengaruh
signifkan terhadap pengungkapan modal intelektual hanya struktur corporate
governance yaitu ukuran dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, ukuran
komite audit begitu juga dengan variabel independen pengendali yaitu umur
listing.
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan oleh peneliti dari uji regresi
berganda, maka peneliti akan menjelaskan secara lebih detail pada pembahasan
hasil uji hipotesis. Adapun pembahasan dari setiap hipotesis dalam penelitian ini
sebagai berikut:
4.3.1 Pengaruh Kinerja Modal Intelektual terhadap Luas Pengungkapan
Modal Intelektual
Kinerja modal intelektual merupakan efisiensi pendayagunaan aset
berwujud dan tak berwujud dalam proses penciptaan nilai perusahaan. Dalam
penelitian ini metode yang digunakan untuk mengukur kinerja modal intelektual
adalah metode VAICTM.
Hasil analisis dengan menggunakan regresi linier berganda menunjukkan
bahwa kinerja modal intelektual tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
100
pengungkapan modal intelektual. Hasil ini dapat dilihat pada tabel 4.28 pada uji
parsial dimana tingkat signifikan sebesar 0,402 lebih besar dari 0,05, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa H1 dalam penelitian ditolak. Hal ini bisa
dimaknai bahwa kinerja modal intelektual tidak mampu meningkatkan luas
pengungkapan modal intelektual.
Berdasarkan teori yang diajukan menyatakan bahwa suatu perusahaan
akan mengungkapkan informasi mengenai kinerja intelektual, sosial, dan kinerja
secara sukarela atau melebihi ketentuan yang dimandatkan agar dapat memenuhi
ekspektasi stakeholder.
Hasil analisis ini mendukung penelitian Williams (2001) yang
menyebutkan bahwa tidak ada hubungan signfikan antara kinerja modal
intelektual terhadap luas pengungkapan modal intelektual dan bertentangan
dengan penelitian yang dilakukan Purnomosidhi (2006). Faktor ini bertentangan
dengan teori yang diajukan, kinerja modal intelektual mendorong penurunan luas
pengungkapan modal intelektual selama penelitian dibandingkan untuk
meningkatkan.
Alasan yang melandasi tidak diterimanya hipotesis pertama adalah
dikarenakan nilai VAICTM pada perusahaan perbankan masih tergolong rendah
yaitu ada 42 perusahaan dari 75 atau 56% di bawah rata-rata. Nilai tersebut belum
mampu untuk mengefisiensikan pendayagunaan aset berwujud dan tak berwujud
dalam proses penciptaan nilai perusahaan sehingga kesadaran perusahaan akan
mengungkapkan modal intelektual masih rendah.
101
Berbeda dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya yang
memprediksikan adanya pengaruh positif dari kinerja modal intelektual
perusahaan terhadap luas pengungkapan modal intelektual perusahaa, hasil
pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kinerja modal intelektual perusahaan
berpengaruh negatif terhadap tingkat pengungkapan modal intelektual perusahaan.
Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien β1 yang bernilai negatif (-0,843).
Pengaruh negatif ini sejalan dengan temuan Williams (2001). Penelitian
tersebut meneliti pengaruh kinerja modal intelektual dari perusahaan publik di
Inggris. Williams (2001) menyatakan bahwa ketika kinerja modal intelektual telah
mencapai suatu titik tertentu yang dirasa tinggi, perusahaan akan mulai
mengurangi pengungkapannya yang merupakan suatu informasi stratejik untuk
melindungi keunggulan kompetitifnya. Pada industri perbankan yang bermuatan
modal intelektual tinggi dimana iklim persaingan cukup ketat dan keunggulan
kompetitif jangka panjang cukup sulit untuk dipertahankan (Bhide, 1986 dalam
Putri, 2011), dasar dari hubungan negatif ini mungkin terjadi.
4.3.2 Pengaruh Tingkat Utang terhadap Luas Pengungkapan Modal
Intelektual
Tingkat utang merupakan perbandingan besarnya dana yang disediakan
pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur. Rasio ini menunjukkan
kemampuan modal sendiri untuk memenuhi seluruh kewajiban perusahaan.
Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa variabel tingkat
utang tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan modal intelektual. Hasil ini
dapat dilihat pada tabel 4.28 pada uji parsial dimana tingkat signifikansinya
102
sebesar 0,872 lebih besar dari 0,05, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
H2 dalam penelitian ditolak. Hal ini bisa dimaknai bahwa tingkat utang tidak
mampu meningkatkan luas pengungkapan modal intelektual.
Berdasarkan teori keagenan, potensi timbulnya konflik keagenan akan
meningkat seiring dengan peningkatan tingkat utang perusahaan. Berbeda dengan
studi terdahulu yang menghasilkan temuan berupa hubungan signifikan positif
antara tingkat utang dan pengungkapan modal intelektual (Woodcock dan
Whiting, 2009; White et al., 2007), perusahaan yang diteliti pada penelitian ini
terbatas pada perusahaan publik yang bergerak di sektor perbankan.
Hasil temuan ini sejalan dengan temuan dari studi yang dilakukan oleh
Oliveira et al, (2006). Berdasarkan temuan studi ini, alternatif pengungkapan
modal intelektual dipilih untuk mengurangi biaya agensi karena adanya potensi
konflik kepentingan antara kreditur dan manajemen tidak terbukti.
Alasan yang melandasi tidak diterimanya hipotesis kedua disebabkan
karena pada sampel penelitian yaitu perbankan memiliki dana pihak ketiga yang
tinggi sebesar 85%. Komponen dana pihak ketiga pada utang bank terdiri dari
giro, tabungan, deposito, dan kewajiban lainnya kepada pihak yang bukan
merupakan bank. Dana pihak ketiga yang paling tinggi yaitu deposito berjangka
dengan usia ≤ 1 bulan dengan rata-rata persentase sebesar 58%.
Tingginya deposito berjangka dengan usia ≤ 1 bulan dalam komponen
dana pihak ketiga pada utang bank mengindikasikan bahwa deposan atau nasabah
merasa tidak memiliki kebutuhan akan pengungkapan modal intelektual sehingga
tidak menuntut bank untuk mengungkapkan modal intelektual.
103
4.3.3 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Luas Pengungkapan
Modal Intelektual
Variabel ukuran dewan komisaris secara statistik menunjukkan hasil yang
signifikan pada α = 0,005, yaitu sebesar 0,016. Hal ini bisa dilihat dari nilai
signifikansinya kurang dari 0,05 (0,016 < 0,05). Tabel 4.28 menunjukkan bahwa
nilai t sebesar 0,2469 dinyatakan dengan tanda positif maka hubungannya adalah
positif. Ini menunjukkan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap
luas pengungkapan modal intelektual, sehingga H3.1 dalam penelitian ini
diterima. Hal ini dapat dimaknai yaitu dengan ukuran dewan komisaris yang
tinggi maka memberi dampak pengungkapan modal intelektual juga semakin luas.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh White et
al. (2007) yang menyatakan ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap
pengungkapan modal intelektual. Adapun alasan yang dapat dijelaskan dalam
penelitian ini, ukuran dewan komisaris mampu memonitoring terhadap tindakan
manajer. Hal tersebut bertujuan untuk menyelaraskan kepentingan antara pihak
agen dengan pihak prinsipal. Semakin besar ukuran dewan komisaris perusahaan
maka kinerja pengawasan dan pengendalian menjadi lebih baik dan efektif
sehingga akan meningkatkan pengungkapan modal inetelektual.
4.3.4 Pengaruh Jumlah Rapat Dewan Komisaris terhadap Luas
Pengungkapan Modal Intelektual
Hipotesis H3.2 yang diajukan peneliti adalah jumlah rapat dewan
komisaris berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan modal intelektual.
Berdasarkan hasil pengujian dapat dibuktikan bahwa H3.2 dalam penelitian ini
104
diterima dengan hasil penelitian bahwa jumlah rapat dewan komisaris
berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan modal intelektual. Hasil tersebut
dapat dimaknai, semakin besar jumlah rapat dewan komisaris suatu perusahaan
maka semakin luasnya pengungkapan modal intelektual perusahaan yang
diungkapkan.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang sebelumnya telah
dilakukan oleh Waryanto (2010) memperoleh hasil bahwa jumlah rapat dewan
komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan modal intelektual. Adapun alasan
yang dapat dijelaskan dalam penelitian ini, rapat dewan komisaris sebagai media
untuk menetapkan efektifitas mekanisme pengawasan yang telah dilaksanakan
maupun yang akan dilaksanakan. Dengan seringnya diadakan rapat dewan
komisaris, dapat meningkatkan mekanisme pengawasan dan pengendalian
menjadi lebih baik dan lebih efektif. Mekanisme tersebut akan memberi dorongan
dan tekanan bagi manajer untuk mengungkapkan informasi mengenai modal
intelektual dengan baik dan relevan sehingga akan meningkatkan luasnya
pengungkapan modal intelektual.
4.3.5 Pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap Luas Pengungkapan Modal
Intelektual
Variabel ukuran komite audit secara statistik menunjukkan hasil yang
signifikan pada α = 0,05, yaitu sebesar 0,016. Hal ini bisa dilihat dari nilai
signifikansinya kurang dari 0,05 (0,016 < 0,05). Tabel 4.28 menunjukkan bahwa
nilai t 2,471 dinyatakan dengan tanda positif maka hubungannya adalah positif.
Ini menunjukkan ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap pengungkapan
105
modal intelektual, sehingga H3.3 dalam penelitian ini diterima. Hal ini dapat
dimaknai yaitu dengan ukuran komite audit yang tinggi makan memberi dampak
pengungkapan modal intelektual juga semakin luas.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sani
(2009) yang menyatakan ukuran komite audit berpengaruh terhadap
pengungkapan modal intelektual. Adapun alasan yang dapat dijelaskan dalam
penelitian ini, komite audit berfungsi sebagai alat pengendalian manajemen untuk
mencegah tindakan kecurangan seperti menyajikan informasi yang tidak akurat
dan relevan. Semakin besar ukuran komite audit suatu perusahaan maka dapat
mempengaruhi pengungkapan informasi yang dilakukan, seperti informasi modal
intelektual semakin luas dan berkualitas.
4.3.6 Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Saham terhadap Luas
Pengungkapan Modal Intelektual
Hasil pengujian H3.5 menunjukkan bahwa variabel konsentrasi
kepemilikan saham tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan modal
intelektual. Hasil ini dapat dilihat pada tabel 4.28 dimana tingkat signifikansinya
sebesar 0,311 lebih besar dari 0,05, dengan demikian dapat disimpulkan H3.5
dalam penelitian ini ditolak. Hal ini bisa dimaknai bahwa konsentrasi
kepemilikan saham tidak mampu meningkatkan luas pengungkapan modal
intelektual.
Hasil analisis ini senada dengan studi White et al. (2007) yang menyatakan
bahwa konsentrasi kepemilikan saham tidak berpengaruh terhadap pengungkapan
modal intelektual. Hal ini dikarenakan dengan konsentrasi kepemilikan yang
106
tinggi dapat menyebabkan arah kebijakan atau keputusan terfokus pada
konsentrasi kepemilikan saham yang tinggi karena adanya voting right (hak suara)
dalam RUPS, sehingga hasil yang dicapai belum maksimal, kebijakan perusahaan
tidak efektif dan pencapaian tujuan kurang baik. Dengan keadaan itu, maka
governance dalam perusahaan kurang optimal sehingga dengan otomatis
intellectual capital tidak terungkap dengan luas.
4.3.7 Pengaruh Variabel Pengendali terhadap Luas Pengungkapan Modal
Intelektual
Variabel umur listing perusahaan terbukti memiliki pengaruh yang
signifikan dan positif terhadap luas pengungkapan modal intelektual perusahaan.
Hal ini sejalan dengan hipotesis yang diajukan peneliti, yaitu semakin lama suatu
bank terdaftar di pasar modal, semakin tinggi pula luas pengungkapan modal
intelektual. Hal ini dapat dimungkinkan karena perusahaan yang lebih lama
beroperasi pada umumnya memiliki lebih banyak pengalaman, keahlian, dan
sumber daya untuk memproduksi laporan yang lebih kompleks sehingga luas
pengungkapan modal intelektual menjadi lebih tinggi (Sejjaka, 2003 dalam Putri,
2011). Lamanya umur listing dari suatu perusahaan tentunya juga akan
meningkatkan pengalaman perusahaan mengenai lingkungan pasar modal,
tercakup di dalamnya peraturan-peraturan BAPEPAM mengenai transparansi
perusahaan dalam hal pengungkapan informasi, sehingga perusahaan yang lebih
lama listing akan lebih berpengalaman dalam hal pengungkapan informasi.
107
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pengujian atas data dalam penelitan
mengenai determinan luas pengungkapan modal intelektual pada perbankan tahun
2009-2011, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan variabel kinerja modal
intelektual tidak berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan modal
intelektual artinya setiap peningkatan kinerja modal intelektual tidak diikuti
dengan luas peningkatan pengungkapan modal intelektual. Tidak ada
pengaruh kinerja modal intelektual terhadap luas pengungkapan modal
intelektual kemungkinan disebabkan nilai VAICTM yang masih tergolong
rendah yaitu 56% di bawah rata-rata. Nilai tersebut belum mampu untuk
mengefesiensikan pendayagunaan aset berwujud dan tak berwujud dalam
proses penciptaan nilai perusahaan sehingga kesadaran perusahaan akan
mengungkapkan modal intelektual masih rendah.
2. Hasil pengujian hipotesis kedua dengan variabel tingkat utang tidak
berpengaruh terhadap luas pengungkapan modal intelektual artinya setiap
kenaikan tingkat utang tidak diikuti dengan luas pengungkapan modal
intelektual. Hubungan yang tidak signifikan antara tingkat utang dan luas
pengungkapan modal intelektual disebabkan pada sampel penelitian yaitu
perbankan memiliki dana pihak ketiga yang tinggi dengan mayoritas deposito
108
berjangka usia ≤ 1 bulan dengan rata-rata persentase sebesar 58% yang
mengindikasikan bahwa deposan tidak menuntut bank untuk mengungkapkan
modal intelektual.
3. Hasil pengujian hipotesis H3.1, ukuran dewan komisaris berpengaruh positif
terhadap luas pengungkapan modal intelektual artinya keberadaan dewan
komisaris mampu meningkatkan luas pengungkapan modal intelektual.
4. Hasil pengujian hipotesis H3.2, jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh
positif terhadap luas pengungkapan modal intelektual artinya dengan
seringnya rapat dewan komisaris maka akan meningkatkan luasnya
pengungkapan modal intelektual.
5. Hasil pengujian hipotesis H3.3, ukuran komite audit berpengaruh positif
terhadap luas pengungkapan modal intelektual artinya keberadaan komite
audit mampu meningkatkan luas pengungkapan modal intelektual karena
tugasnya dalam pengendalian internal.
6. Hasil pengujian hipotesis H3.5 dengan variabel konsentrasi kepemilikan tidak
berpengaruh terhadap luas pengungkapan modal intelektual. Hal ini
dikarenakan konsentrasi kepemilikan yang tinggi dapat menyebabkan
kebijakan atau keputusan sepihak karena adanya hak suara dalam RUPS,
sehingga hasil yang dicapai tidak maksimal. Akibatnya governance dalam
perusahaan kurang optimal sehingga dengan otomatis intellectual capital
tidak terungkap dengan luas.
109
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini menggunakan data pada laporan tahunan dan situs
perusahaan untuk menghitung item pengungkapan modal intelektual.
Informasi ini tentunya belum mencerminkan kondisi sebenarnya dari
praktek modal intelektual karena tidak semua item diungkapkan secara
jelas sehingga hasil perhitungan pengungkapan modal intelektual dalam
penelitian ini masih terbatas. Item pengungkapan modal intelektual yang
digunakan penelitian ini mengacu pada instrumen penelitian White et al.
(2007) yang mengacu pada kondisi luar negeri, untuk itu perlu adanya
kajian lebih lanjut terhadap tiap instrumen pengungkapan modal
intelektual dengan menyesuaikan kondisi yang ada di Indonesia.
2. Peneliti hanya menggunakan satu jenis industri yaitu perbankan sehingga
hasilnya tidak dapat digeneralisasi untuk jenis industri lain. Peneliti
selanjutnya bisa menggunakan jenis perusahaan lain seperti perusahaan
efek, perusahaan sektor teknologi informasi yang memiliki modal
intelektual cukup tinggi (Firer dan William, 2003).
3. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan pengukuran yang berbeda
melalui rasio tingkat utang juga dapat menggunakan debt to asset ratio.
4. Metode pengukuran kinerja modal intelektual yang digunakan pada
penelitian ini hanya dinilai dengan metode VAICTM dengan
pertimbangan bahwa model VAICTM merupakan metode pengukuran
110
kinerja modal intelektual yang paling banyak diadaptasi pada penelitian
mengenai modal intelektual. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan
peneliti juga menggunakan metode pengukuran modal intelektual lainnya
seperti value-based measurement, Skandia navigator (Sawarjuwono,
2003).
111
DAFTAR PUSTAKA
Abeysekera, I. 2010. The Influence of Board Size on Intellectual Capital
Disclosure by Kenyan Listed Firms. Journal of Intellectual Capital 11:
504-518.
Bontis, N., Keow, W.C.C., and Richardson, S. 2000. Intellectual Capital and
Business Performance in Malaysian Industries. Journal of Intellectual
Capital 1: 85-100.
Bozzolan, S., Favotto, F., and Ricceri. 2003. Italian Annual Intellectual Capital
Disclosure: An Empirical Analysis. Journal of Intellectual Capital 4/4:
543-558.
Branco, M. and Rodrigues, L.L. 2006. Communication of Corporate Social
Responsibility by Portuguese Banks: A Legitimacy Theory Perspective.
Corporate Communication: An International Journal 11: 232-48.
Brennan, N. 2001. Reporting Intellectual Capital in Australian Reports: Evidence
from Ireland. Accounting, Auditing, and Accountability Journal 14/4:
423-436.
Bruggen, A., Vergauwen, P., and Dao, M. 2009. Determinants of Intellectual
Capital Disclosure: Evidence from Australia. Management Decision
47/2: 233-245.
Bukh, P. N. 2003. Commentary: The Relevance of Intellectual Capital Disclosure:
A Paradox?. Accounting, Auditing & Accountability Joournal, 16/1: 49-
56.
Burgman, R. and Roos, G. 2007. “The Importance of Intellectual Capital
Reporting: Evidence and Implications”. Journal of Intellectual Capital 8:
7-51.
Canibano, L., Garcia-Ayuso, M., dan Sanchez, P. 2000. Accounting for
intangibles: A Literature Review. Journal of Accounting Literature, 19:
102-130.
112
Chandra, Ricky Mustika. 2010. “ Pengaruh Mekanisme Corporate Governance
Terhadap Pengungkapan Intellectual Capital”. Skripsi. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Chen, M.-C., S,-J, Cheng, & Y. Hwang. 2005. An Empirical Investigation of The
Reliationship between Intellectual Capital and Firms’ Market Value and
Financial Performance. Journal of Intellectual Capital, 6: 159-176.
Cormier, D., Magnan, M., and van Velthoven, B. 2005. Environmental Disclosure
Quality in Large German Companies: Economic Incentives, Public
Pressures or Institutional Conditions? European Acccounting Review
14: 3-39.
Deegan, C. and Bloomquist, C. 2006. Stakeholder Influence on Corporate
Reporting: An Exploration of The Interaction Between WWF-Australia
and The Australian Minerals Industry. Accounting Organizations and
Society 31: 343-72.
Edvinson, L. dan Sullivan, P. 1996. Developing Model for Managing Intellectual
Capital. European Management Journal, 14/4: 356-364.
Ernst & Young, KPMG, Pricewaterhouse Coopers, and House of Mandag
Morgen. 1999. The Copenhagen Charter: A Management Guide To
Stakeholder Reporting. Danish: House of Mandag Morgen.
Firer, S., and Williams, S. M. 2003. “Intellectual Capital and Traditional
Measures of Corporate Performance”, Journal of Intellectual Capital,
4/3: 348-60.
Ghozali, Imam. 2011. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Guthrie, J., and R. Petty. 2000. Intellectual Capital: Australian Annual Reporting
Practices. Journal of Intellectual Capital 1/3: 241-251.
________, __________, and Ricceri, F. 2006. The Voluntary Reporting of
Intellectual Capital: Comparing Evidence from Hong Kong and
Australia. Journal of Intellectual Capital 7: 254-271.
113
Haniffa, M. R., and Cooke, T.E. 2002. “The Impact of Culture and Governance
on Corporate Social Reporting”.Journal of Accounting and Public Policy
24: 391-430.
Hastuti. 2011. ”Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Secara Internal dan
Eksternal Terhadap Kinerja Keuangan: Studi Kasus di Bank yang
Terdaftar di BEI 2006-2009”. Skripsi. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Healy, P. M., and Palepu, K. G. 2001. Information Asymmetry, Corporate
Disclosure, and The Capital Markets: A Review of The Empirical
Disclosure Literature. Journal of Accounting and Economics 31: 405-
440.
Hossain, M, and Hammami, P. 2009. “Voluntary Disclosure in the Annual
Reports of New Zealand Companies”. Journal of International Financial
Management and Accounting 6/1: 69-87.
IDX. www.idx.co.id. Diakses 05 Desember 2012.
Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan (Revisi 2009). Jakarta:
Ikatan Akuntan Indonesia, 2009.
Indriantoro, N., dan B. Supomo. 1999. “Metodologi Penelitian
Bisnis”.Yogyakarta: BPFE.
Jensen, M.C. and Meckling, W. H. 1976. Theory of The Firm: Managerial
Behaviour, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial
Economics 3: 305-60.
Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio Dan Analisis Investasi. Edisi Ketiga.
Yogyakarta: BPFE.
Khanna, T., Krishna, G. P., and Suraj, S. 2004. Disclosure Practices of Foreign
Companies Interacting with U. S. Markets. Journal of Accounting
Research, 42/2: 475-507.
Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indonesia. Jakarta.
114
Kubo, I., dan A. Saka. 2002. ”An Iquairy into The Motivations of Knowledge
Workers in The Japanese Financial Industry”. Journal of Knowledge
Management, 6/3: 262-271.
Kuryanto, Benny dan M. Syafruddin. 2008. “Pengaruh Modal Intelektual
terhadap Kinerja Perusahaan”. Simposium Nasional Akuntansi XI.
Lev, B. dan Zarowin, P. 1999. The Boundaries of Financial Reporting And How
To Extend Them. Journal of Accounting Research, 37/2: 353-386.
Li, J., Pike, R. and Haniffa, R. 2008. Intellectual Capital Disclosure and
Corporate Governance Structure in UK Firms. Accounting and Business
Research 38: 137-159.
Mouritsen, J. 1998. Driving Growth: Economics Value Added Versus Intellectual
Capital. Management Accounting Research, 9/4: 461-483.
Oliveira, Lidia, Lucia Lima Rodrigues, dan Russel Craig. 2008. Applying
Voluntary Disclosure Theories to Intangibles Reporting: Evidence from
the Portuguese Stock Market. www.ssrn.com.Diakses 14 November
2012.
Oliveira, L., Rodrigues, L.l., and Craig, R. 2006. Firm Specific Determinants of
Intangibles Reporting: Evidence from Portuguese Stock Market. Journal
of Human Resource Costing and Accounting 10: 11-33.
Oliveira, L., Rodrigues, L.L., and Craig, R. 2010. Intellectual Capital reporting in
Sustainability Reports. Journal of Intellectual Capital 11: 575-594.
Pettty, P. dan J. Guthrie. 2000. “Intellcetual Capital Literature Review:
Measurement, Reporting and Management”. Journal of Intellectual
Capital 1/2: 155-157.
Pulic, A. 1998.”Measuring the performance of intellectual potential in knowledge
economy”. www.measuring-ip.at/Papers/ham99txt.htm. Diakses 14
November 2012.
Purnomosidhi, B. 2006. Praktik Pengungkapan Modal Intelektua Pada
Perusahaan Publik di BEJ. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 9/1: 1-20.
115
Putri, Tiesha Narandha. 2011. “Pengaruh Kinerja Modal Intelektual, Tingkat
Utang, dan Praktik Corporate Governance terhadap Tingkat
pengungkapan Modal Intelektual (Studi Empiris Perusahaan Perbankan
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010)”. Skripsi.
Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Riahi-Belkaoui, A. 2003. “Intellectual Capital and Firm Performance of US
Multinational Firms: A Study of The Resource-Based and Stakeholder
Views”. Journal of Intellectual Capital 4/2: 215-226.
Roos, J., Roos, G., Edvinsson, L., and Dragonetti, N.C. 1997. Intellectual Capital-
Navigating in The New Business Landscape. London: Macmillan.
Saam, Nicole J. 2007. Asymmetry in Information versus Asymmetry in Power:
Implicit Assumption of Agency Theory. Journal of Socio-Economics 36:
825-840.
Saleh, N. M, Rahma, R. A dan Hassan, M. S. 2009. Ownership Structure and
Intellectual Capital Performance In Malaysia. AAMJAF (5): 1-29.
www.ssrn.com. Diakses 14 November 2012.
Sani, M. 2011. “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Pengungkapan
Intellectual Capital (Studi Empiris pada Perusahaan Jasa yang Terdaftar
di BEI)”. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Sawarjuwono, T., dan Agustine, P. K. 2003. Intellectual Capital: Perlakuan,
Pengukuran Dan Pelaporan (Sebuah Library Research). Jurnal
Akuntansi & Keuangan, 5/1: 35-37.
Spence, M. 1973. Job Market Signalling. The Quarterly Journal of Economics,
87/3, 355-374.
Stewart, T.A. 1997. Intellectual Capital: The Wealth of New Organisations.
Nicholas Brealy Publishing. London.
Suhardjanto, D dan Wardhani, M. 2010. Praktik Intellectual Capital Disclosure
Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. JAAI 14/1: 71-85.
Sveiby, K. E. 1997. The New Organizational Wealth: Managing and Measruring
Knowledgebased Asset. San Francisco, CA: Berrett-Koehler Publishers.
116
Tan, H.P., D. Plowman, P. Hancock. 2007. “Intellectual Capital and Financial
Returns of Companies”. Journal of Intellectual capital 8/1: 76-95.
Tayles, M., Pike, R., dan Sofian, S. 2007. Intellectual Capital , Management
Accounting Practices and Corporate Performance: Perceptions of
Managers. Accounting, Auditing & Accountability journal, 20/4: 522.
Ulum, Ihyaul. 2008. Intellectual Capital Performance Sektor Perbankan di
Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan 10/2: 77-84.
Ulum, Ihyaul, Imam Ghozali, dan Anis Chariri. 2008. Intellectual Capital dan
Kinerja Keuangan Perusahaan: Suatu Analisis dengan Pendekatan
Partial Least Squares. Simposium Nasional Akuntansi XI.
Wahyu, S. L. 2009. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Sukarela
Modal Intelektual (Studi Empiris pada Perusahaan non keuangan yang
listing di BEI)”. Eprints. Semarang: Universitas Diponegoro.
Waryanto. 2010. “Pengaruh Karakteristik Good Corporate Governance (GCG)
terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) di
Indonesia”. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
White, G., A, Lee, & G. Tower. 2007. Drivers of Voluntary Intellectual Capital
Disclosure in Listed Biotechnology Companies. Journal of Intellectual
Capital 8: 517-537.
Williams, M. S. 2001. Is Intellectual Capital Performance and Disclosure
Practices Related? Journal of Intellectual Capital 2: 192-203.
Woodcock, J., & R. H. Whiting. 2009. Intellectual Capital Disclosure by
Australian Companies. Paper presented at the AFAANZ Conference,
Adelaide, Australia.
Yunanto. 2010. “Intellectual Capital Disclosure dan Karakteristuk Pemerintah
Daerah di Indonesia”. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
118
Daftar Perusahaan Sampel
No Kode Keterangan
1 AGRO PT. Bank Agroniaga Tbk
2 BABP PT. Bank ICB Bumiputera Tbk
3 BACA PT. Bank Capital Indonesia Tbk
4 BAEK PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk
5 BBCA PT. Bank Central Asia Tbk
6 BBKP PT. Bank Bukopin Tbk
7 BBNI PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
8 BBNP PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk
9 BBRI PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
10 BCIC PT. Bank Mutiara Tbk
11 BDMN PT. Bank Danamon Tbk
12 BEKS PT. Bank Pundi Indonesia Tbk
13 BKSW PT. Bank Kesawan Tbk
14 BMRI PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk
15 BNGA PT. Bank CIMB Niaga Tbk
16 BNII PT. Bank Internasional Indonesia Tbk
17 BNLI PT. Bank Permata Tbk
18 BSWD PT. Bank Swadesi Tbk
19 BTPN PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk
20 BVIC PT. Bank Victoria Internasional Tbk
21 INPC PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk
22 MAYA PT. Bank Mayapada Tbk
23 MCOR PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk
24 MEGA PT. Bank Mega Tbk
25 NISP PT. Bank OCBC NISP Tbk
26 PNBN PT. Bank Panin Tbk
27 SDRA PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk
Keterangan
: Tidak digunakan
Lampiran 1
119
Daftar Perusahaan Sampel Setelah 2 Bank Dikeluarkan Karena Outlier
No Kode Keterangan
1 AGRO PT. Bank Agroniaga Tbk
2 BABP PT. Bank ICB Bumiputera Tbk
3 BACA PT. Bank Capital Indonesia Tbk
4 BAEK PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk
5 BBCA PT. Bank Central Asia Tbk
6 BBNI PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
7 BBNP PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk
8 BBRI PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
9 BCIC PT. Bank Mutiara Tbk
10 BDMN PT. Bank Danamon Tbk
11 BEKS PT. Bank Pundi Indonesia Tbk
12 BKSW PT. Bank Kesawan Tbk
13 BMRI PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk
14 BNGA PT. Bank CIMB Niaga Tbk
15 BNII PT. Bank Internasional Indonesia Tbk
16 BNLI PT. Bank Permata Tbk
17 BSWD PT. Bank Swadesi Tbk
18 BTPN PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk
19 BVIC PT. Bank Victoria Internasional Tbk
20 INPC PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk
21 MAYA PT. Bank Mayapada Tbk
22 MEGA PT. Bank Mega Tbk
23 NISP PT. Bank OCBC NISP Tbk
24 PNBN PT. Bank Panin Tbk
25 SDRA PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk
120
E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11 E12 E13 E14 E15 E16 E17 E18 E19 E20 E21 E22 E23 E24
1 AGRO 2009 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 6
2 BABP 2009 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 7
3 BACA 2009 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 6
4 BAEK 2009 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 4
5 BBCA 2009 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 6
6 BBKP 2009 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 5
7 BBNI 2009 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 8
8 BBNP 2009 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
9 BBRI 2009 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 7
10 BCIC 2009 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 7
11 BDMN 2009 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 8
12 BEKS 2009 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
13 BKSW 2009 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 4
14 BMRI 2009 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
15 BNGA 2009 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 10
16 BNII 2009 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 5
17 BNLI 2009 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 7
18 BSWD 2009 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 6
19 BTPN 2009 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 4
20 BVIC 2009 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 5
21 INPC 2009 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 8
22 MAYA 2009 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
23 MCOR 2009 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 6
24 MEGA 2009 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 6
25 NISP 2009 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 6
26 PNBN 2009 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 7
27 SDRA 2009 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 9
13 15 0 0 1 1 26 1 2 0 0 25 14 20 0 4 10 0 2 7 8 11 0 0 160
No Kode TahunEmployees
Jumlah
Pengungkapan Modal Intelektual
Lampiran 2
121
Pengungkapan Modal Intelektual
No Kode TahunCustomers
JumlahC1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8
1 AGRO 2009 0 0 0 0 0 0 1 0 1
2 BABP 2009 0 0 1 0 1 0 0 0 2
3 BACA 2009 0 0 1 0 0 0 0 0 1
4 BAEK 2009 0 0 1 0 0 1 0 0 2
5 BBCA 2009 1 0 1 0 1 0 0 1 4
6 BBKP 2009 1 0 1 0 0 0 1 1 4
7 BBNI 2009 0 0 1 0 1 1 0 1 4
8 BBNP 2009 0 0 0 0 0 0 0 1 1
9 BBRI 2009 0 0 1 0 0 1 0 1 3
10 BCIC 2009 0 0 1 0 0 0 0 0 1
11 BDMN 2009 1 0 1 0 1 0 0 1 4
12 BEKS 2009 0 0 1 0 0 0 0 0 1
13 BKSW 2009 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 BMRI 2009 0 0 1 0 1 0 1 0 3
15 BNGA 2009 1 0 1 0 0 0 1 1 4
16 BNII 2009 0 0 1 0 1 0 0 0 2
17 BNLI 2009 0 0 1 0 1 0 0 0 2
18 BSWD 2009 0 0 0 0 1 0 0 0 1
19 BTPN 2009 0 1 1 0 1 1 0 0 4
20 BVIC 2009 0 0 1 0 0 0 0 0 1
21 INPC 2009 0 0 1 0 0 0 0 0 1
22 MAYA 2009 0 0 0 0 1 0 0 0 1
23 MCOR 2009 0 0 1 0 0 0 0 1 2
24 MEGA 2009 0 0 1 0 0 0 0 0 1
25 NISP 2009 0 0 1 0 1 0 1 0 3
26 PNBN 2009 0 0 1 0 1 0 1 0 3
27 SDRA 2009 0 0 1 0 0 0 0 0 1
4 1 22 0 12 4 6 8 57
122
Pengungkapan Modal Intelektual
No Kode TahunInform Tech (IT)
JumlahIT1 IT2 IT3 IT4 IT5
1 AGRO 2009 1 0 0 0 0 1
2 BABP 2009 0 1 1 0 0 2
3 BACA 2009 1 0 0 1 0 2
4 BAEK 2009 1 0 1 0 0 2
5 BBCA 2009 1 1 1 0 0 3
6 BBKP 2009 0 1 1 0 0 2
7 BBNI 2009 0 1 1 1 0 3
8 BBNP 2009 0 1 1 0 0 2
9 BBRI 2009 0 1 1 1 0 3
10 BCIC 2009 0 0 0 0 1 1
11 BDMN 2009 0 1 1 1 0 3
12 BEKS 2009 0 1 0 0 0 1
13 BKSW 2009 0 0 0 0 0 0
14 BMRI 2009 0 1 1 0 0 2
15 BNGA 2009 0 1 1 0 1 3
16 BNII 2009 1 1 0 1 1 4
17 BNLI 2009 1 1 0 0 0 2
18 BSWD 2009 0 1 0 0 0 1
19 BTPN 2009 1 1 0 1 0 3
20 BVIC 2009 0 0 0 1 1 2
21 INPC 2009 1 1 1 1 0 4
22 MAYA 2009 0 1 1 0 0 2
23 MCOR 2009 1 0 1 0 1 3
24 MEGA 2009 0 1 1 0 1 3
25 NISP 2009 0 1 1 0 1 3
26 PNBN 2009 1 1 0 0 0 2
27 SDRA 2009 1 1 1 1 0 4
11 20 16 9 7 63
123
Pengungkapan Modal Intelektual
No Kode TahunProcesses
JumlahP1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
1 AGRO 2009 1 0 0 1 1 0 0 0 3
2 BABP 2009 0 0 0 1 1 0 1 0 3
3 BACA 2009 1 0 0 1 1 0 1 0 4
4 BAEK 2009 0 0 0 1 1 0 0 0 2
5 BBCA 2009 1 0 0 1 1 0 1 0 4
6 BBKP 2009 1 1 0 1 0 0 0 0 3
7 BBNI 2009 1 1 0 1 1 0 1 0 5
8 BBNP 2009 1 0 0 1 0 0 0 0 2
9 BBRI 2009 1 0 0 1 1 0 1 0 4
10 BCIC 2009 1 1 0 1 0 0 1 0 4
11 BDMN 2009 1 0 0 1 1 0 1 1 5
12 BEKS 2009 1 0 0 1 0 0 0 0 2
13 BKSW 2009 1 0 0 1 0 0 0 0 2
14 BMRI 2009 1 0 0 1 1 0 1 0 4
15 BNGA 2009 1 0 0 1 1 0 1 0 4
16 BNII 2009 1 0 0 1 1 0 1 0 4
17 BNLI 2009 1 0 0 1 0 0 1 0 3
18 BSWD 2009 1 0 0 1 1 0 0 0 3
19 BTPN 2009 1 0 0 1 0 0 0 0 2
20 BVIC 2009 1 0 0 1 0 0 0 0 2
21 INPC 2009 1 0 0 1 1 0 0 0 3
22 MAYA 2009 1 0 0 1 0 0 0 0 2
23 MCOR 2009 1 0 0 1 1 0 1 0 4
24 MEGA 2009 1 0 0 1 0 0 1 1 4
25 NISP 2009 1 0 0 1 1 0 1 0 4
26 PNBN 2009 1 1 0 1 1 0 1 0 5
27 SDRA 2009 1 0 0 1 0 0 0 0 2
25 4 0 27 16 0 15 2 89
124
SS1 SS2 SS3 SS4 SS5 SS6 SS7 SS8 SS9 SS10 SS11
1 AGRO 2009 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 4
2 BABP 2009 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 6
3 BACA 2009 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 5
4 BAEK 2009 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 6
5 BBCA 2009 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 8
6 BBKP 2009 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 7
7 BBNI 2009 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 8
8 BBNP 2009 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2
9 BBRI 2009 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 8
10 BCIC 2009 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 7
11 BDMN 2009 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7
12 BEKS 2009 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 3
13 BKSW 2009 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 4
14 BMRI 2009 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 7
15 BNGA 2009 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 5
16 BNII 2009 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7
17 BNLI 2009 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 9
18 BSWD 2009 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 6
19 BTPN 2009 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 3
20 BVIC 2009 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 3
21 INPC 2009 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 6
22 MAYA 2009 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 3
23 MCOR 2009 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 4
24 MEGA 2009 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 6
25 NISP 2009 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 6
26 PNBN 2009 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 7
27 SDRA 2009 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 6
26 17 5 0 15 14 27 11 16 22 0 153
JumlahStrategic Statement
No Kode Tahun
Pengungkapan Modal Intelektual
125
E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11 E12 E13 E14 E15 E16 E17 E18 E19 E20 E21 E22 E23 E24
1 AGRO 2010 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 8
2 BABP 2010 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 6
3 BACA 2010 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
4 BAEK 2010 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 4
5 BBCA 2010 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 5
6 BBKP 2010 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 7
7 BBNI 2010 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 8
8 BBNP 2010 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
9 BBRI 2010 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 6
10 BCIC 2010 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 6
11 BDMN 2010 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 7
12 BEKS 2010 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
13 BKSW 2010 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
14 BMRI 2010 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
15 BNGA 2010 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 12
16 BNII 2010 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 8
17 BNLI 2010 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 7
18 BSWD 2010 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 6
19 BTPN 2010 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 6
20 BVIC 2010 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 5
21 INPC 2010 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 9
22 MAYA 2010 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
23 MCOR 2010 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 7
24 MEGA 2010 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 3
25 NISP 2010 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 10
26 PNBN 2010 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 4
27 SDRA 2010 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 7
13 17 0 0 4 1 23 2 2 0 0 24 13 18 1 0 16 0 2 5 7 10 0 0 158
No Kode TahunEmployees
Jumlah
Pengungkapan Modal Intelektual
126
Pengungkapan Modal Intelektual
No Kode TahunCustomers
JumlahC1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8
1 AGRO 2010 0 0 1 0 0 0 1 0 2
2 BABP 2010 0 0 1 0 0 0 0 0 1
3 BACA 2010 0 0 1 0 0 1 0 0 2
4 BAEK 2010 0 0 1 0 0 0 0 0 1
5 BBCA 2010 1 0 1 0 0 1 0 0 3
6 BBKP 2010 0 0 1 0 0 0 0 1 2
7 BBNI 2010 0 1 1 0 1 1 1 0 5
8 BBNP 2010 0 0 1 0 0 0 0 1 2
9 BBRI 2010 0 0 1 0 0 1 0 1 3
10 BCIC 2010 0 0 0 0 0 0 0 1 1
11 BDMN 2010 0 0 1 0 1 1 0 1 4
12 BEKS 2010 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 BKSW 2010 0 0 1 0 0 0 0 0 1
14 BMRI 2010 0 0 1 0 0 0 0 1 2
15 BNGA 2010 0 0 0 0 1 1 0 0 2
16 BNII 2010 0 1 0 1 0 0 0 0 2
17 BNLI 2010 0 0 1 0 0 1 0 0 2
18 BSWD 2010 0 0 1 0 0 0 0 0 1
19 BTPN 2010 1 0 0 0 1 0 0 0 2
20 BVIC 2010 0 0 1 0 0 0 0 0 1
21 INPC 2010 0 0 1 0 0 0 0 1 2
22 MAYA 2010 0 0 1 0 0 0 0 0 1
23 MCOR 2010 0 0 0 0 0 0 0 1 1
24 MEGA 2010 0 0 1 0 0 1 0 1 3
25 NISP 2010 0 0 1 0 0 0 0 1 2
26 PNBN 2010 0 0 1 0 0 0 0 1 2
27 SDRA 2010 0 0 1 0 0 0 0 1 2
2 2 21 1 4 8 2 12 52
127
Pengungkapan Modal Intelektual
No Kode TahunInform Tech (IT)
JumlahIT1 IT2 IT3 IT4 IT5
1 AGRO 2010 0 1 0 1 1 3
2 BABP 2010 0 1 1 1 1 4
3 BACA 2010 1 1 0 1 1 4
4 BAEK 2010 1 0 0 0 1 2
5 BBCA 2010 1 1 1 1 0 4
6 BBKP 2010 0 1 1 1 0 3
7 BBNI 2010 0 1 1 1 0 3
8 BBNP 2010 0 1 0 1 0 2
9 BBRI 2010 1 1 1 1 0 4
10 BCIC 2010 1 1 0 0 1 3
11 BDMN 2010 1 0 1 1 1 4
12 BEKS 2010 0 1 0 0 0 1
13 BKSW 2010 0 0 0 0 1 1
14 BMRI 2010 0 0 0 1 0 1
15 BNGA 2010 1 1 0 0 0 2
16 BNII 2010 0 1 0 1 1 3
17 BNLI 2010 0 1 1 1 0 3
18 BSWD 2010 0 1 0 0 0 1
19 BTPN 2010 0 1 0 1 0 2
20 BVIC 2010 1 1 0 0 1 3
21 INPC 2010 0 1 0 0 0 1
22 MAYA 2010 0 1 1 0 1 3
23 MCOR 2010 1 1 0 1 0 3
24 MEGA 2010 0 1 0 0 0 1
25 NISP 2010 1 1 0 1 0 3
26 PNBN 2010 0 1 0 1 1 3
27 SDRA 2010 0 1 0 0 1 2
10 23 8 16 12 69
128
Pengungkapan Modal Intelektual
No Kode TahunProcesses Jumlah
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
1 AGRO 2010 1 0 0 1 1 0 0 0 3
2 BABP 2010 1 1 0 1 1 0 0 0 4
3 BACA 2010 1 1 0 1 0 0 0 0 3
4 BAEK 2010 1 0 0 1 0 0 1 0 3
5 BBCA 2010 1 1 0 1 1 0 1 0 5
6 BBKP 2010 1 0 0 1 1 0 1 0 4
7 BBNI 2010 1 0 0 1 1 0 1 1 5
8 BBNP 2010 1 0 0 1 1 0 0 0 3
9 BBRI 2010 1 0 0 1 1 0 1 1 5
10 BCIC 2010 1 0 0 1 0 0 1 0 3
11 BDMN 2010 1 1 0 1 1 0 1 1 6
12 BEKS 2010 1 0 0 1 0 0 0 0 2
13 BKSW 2010 1 0 0 1 0 0 1 0 3
14 BMRI 2010 1 0 0 1 1 0 1 0 4
15 BNGA 2010 1 0 0 1 1 0 1 1 5
16 BNII 2010 1 0 0 1 1 0 1 0 4
17 BNLI 2010 1 1 0 1 1 0 1 1 6
18 BSWD 2010 1 0 0 0 1 0 1 0 3
19 BTPN 2010 1 0 0 1 1 0 0 0 3
20 BVIC 2010 1 0 0 1 1 0 0 0 3
21 INPC 2010 1 0 0 1 0 0 1 0 3
22 MAYA 2010 1 0 0 1 1 0 0 0 3
23 MCOR 2010 1 0 0 1 1 0 0 0 3
24 MEGA 2010 1 0 0 1 1 0 1 1 5
25 NISP 2010 1 0 0 1 1 0 1 1 5
26 PNBN 2010 1 0 0 1 0 0 1 0 3
27 SDRA 2010 1 0 0 1 1 0 1 0 4
27 5 0 26 20 0 18 7 103
129
SS1 SS2 SS3 SS4 SS5 SS6 SS7 SS8 SS9 SS10 SS11
1 AGRO 2010 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 6
2 BABP 2010 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 6
3 BACA 2010 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 5
4 BAEK 2010 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 4
5 BBCA 2010 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 5
6 BBKP 2010 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 6
7 BBNI 2010 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 8
8 BBNP 2010 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 3
9 BBRI 2010 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 8
10 BCIC 2010 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 6
11 BDMN 2010 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 7
12 BEKS 2010 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2
13 BKSW 2010 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 3
14 BMRI 2010 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 7
15 BNGA 2010 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 6
16 BNII 2010 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 8
17 BNLI 2010 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 6
18 BSWD 2010 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 5
19 BTPN 2010 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 5
20 BVIC 2010 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 4
21 INPC 2010 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 5
22 MAYA 2010 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 3
23 MCOR 2010 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 4
24 MEGA 2010 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 5
25 NISP 2010 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7
26 PNBN 2010 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 7
27 SDRA 2010 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 5
26 15 1 0 16 11 26 15 13 22 1 146
JumlahStrategic Statement
No Kode Tahun
Pengungkapan Modal Intelektual
130
E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11 E12 E13 E14 E15 E16 E17 E18 E19 E20 E21 E22 E23 E24
1 AGRO 2011 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 5
2 BABP 2011 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 9
3 BACA 2011 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 4
4 BAEK 2011 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 4
5 BBCA 2011 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 6
6 BBKP 2011 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 7
7 BBNI 2011 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 9
8 BBNP 2011 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 6
9 BBRI 2011 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 8
10 BCIC 2011 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 9
11 BDMN 2011 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 7
12 BEKS 2011 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 6
13 BKSW 2011 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
14 BMRI 2011 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
15 BNGA 2011 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 11
16 BNII 2011 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 8
17 BNLI 2011 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 8
18 BSWD 2011 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 6
19 BTPN 2011 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2
20 BVIC 2011 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 6
21 INPC 2011 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
22 MAYA 2011 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
23 MCOR 2011 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6
24 MEGA 2011 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 4
25 NISP 2011 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 11
26 PNBN 2011 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 5
27 SDRA 2011 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 10
15 20 2 0 5 2 24 0 0 0 0 25 18 16 6 0 18 1 0 7 6 2 2 0 169
No Kode TahunEmployees
Jumlah
Pengungkapan Modal Intelektual
131
Pengungkapan Modal Intelektual
No Kode TahunCustomers
JumlahC1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8
1 AGRO 2011 0 0 1 0 0 0 1 0 2
2 BABP 2011 0 0 1 0 0 1 0 0 2
3 BACA 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1
4 BAEK 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1
5 BBCA 2011 1 0 1 0 1 0 0 1 4
6 BBKP 2011 0 0 1 0 0 0 0 1 2
7 BBNI 2011 0 0 1 0 0 0 0 1 2
8 BBNP 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1
9 BBRI 2011 1 0 1 0 0 1 1 0 4
10 BCIC 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1
11 BDMN 2011 0 1 0 0 0 0 0 1 2
12 BEKS 2011 0 0 1 0 0 0 0 1 2
13 BKSW 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1
14 BMRI 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1
15 BNGA 2011 0 0 1 0 1 0 1 0 3
16 BNII 2011 0 0 1 0 0 0 1 0 2
17 BNLI 2011 0 0 1 0 1 0 1 0 3
18 BSWD 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1
19 BTPN 2011 1 0 1 0 1 0 0 0 3
20 BVIC 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1
21 INPC 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1
22 MAYA 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1
23 MCOR 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1
24 MEGA 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1
25 NISP 2011 0 0 1 0 0 0 1 0 2
26 PNBN 2011 0 0 0 0 0 0 0 1 1
27 SDRA 2011 0 1 1 0 1 0 0 1 4
3 2 25 0 5 2 6 7 50
132
Pengungkapan Modal Intelektual
No Kode TahunInform Tech (IT)
JumlahIT1 IT2 IT3 IT4 IT5
1 AGRO 2011 0 1 0 1 1 3
2 BABP 2011 1 1 1 1 1 5
3 BACA 2011 0 1 1 1 0 3
4 BAEK 2011 0 1 0 0 1 2
5 BBCA 2011 1 1 0 1 0 3
6 BBKP 2011 0 1 0 1 0 2
7 BBNI 2011 0 1 1 1 0 3
8 BBNP 2011 0 0 0 1 0 1
9 BBRI 2011 1 1 1 1 1 5
10 BCIC 2011 1 1 1 0 0 3
11 BDMN 2011 0 1 0 1 0 2
12 BEKS 2011 1 1 0 0 1 3
13 BKSW 2011 0 1 0 0 0 1
14 BMRI 2011 0 1 0 0 0 1
15 BNGA 2011 0 1 1 0 0 2
16 BNII 2011 0 1 1 1 1 4
17 BNLI 2011 0 1 0 1 0 2
18 BSWD 2011 0 1 0 1 0 2
19 BTPN 2011 0 1 0 1 0 2
20 BVIC 2011 0 1 0 0 0 1
21 INPC 2011 1 0 1 0 0 2
22 MAYA 2011 0 1 1 1 0 3
23 MCOR 2011 0 1 0 0 0 1
24 MEGA 2011 0 0 0 1 0 1
25 NISP 2011 0 1 1 1 0 3
26 PNBN 2011 0 1 0 1 0 2
27 SDRA 2011 0 1 1 0 0 2
6 24 11 17 6 64
133
Pengungkapan Modal Intelektual
No Kode TahunProcesses
JumlahP1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
1 AGRO 2011 1 0 0 1 1 0 0 0 3
2 BABP 2011 1 1 0 1 1 1 1 0 6
3 BACA 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4
4 BAEK 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4
5 BBCA 2011 1 0 0 1 1 0 1 1 5
6 BBKP 2011 1 1 0 1 1 0 1 1 6
7 BBNI 2011 1 1 0 1 1 0 1 0 5
8 BBNP 2011 0 0 0 1 0 0 1 0 2
9 BBRI 2011 1 1 0 1 1 0 1 0 5
10 BCIC 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4
11 BDMN 2011 1 1 0 1 1 0 1 1 6
12 BEKS 2011 1 0 0 1 1 0 0 0 3
13 BKSW 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4
14 BMRI 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4
15 BNGA 2011 1 1 0 1 1 0 1 0 5
16 BNII 2011 1 0 0 1 1 0 1 1 5
17 BNLI 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4
18 BSWD 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4
19 BTPN 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4
20 BVIC 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4
21 INPC 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4
22 MAYA 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4
23 MCOR 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4
24 MEGA 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4
25 NISP 2011 1 1 0 1 1 0 1 0 5
26 PNBN 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4
27 SDRA 2011 1 0 0 1 1 0 1 1 5
26 7 0 27 26 1 25 5 117
134
SS1 SS2 SS3 SS4 SS5 SS6 SS7 SS8 SS9 SS10 SS11
1 AGRO 2011 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 7
2 BABP 2011 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 3
3 BACA 2011 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 4
4 BAEK 2011 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 4
5 BBCA 2011 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 6
6 BBKP 2011 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 6
7 BBNI 2011 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 7
8 BBNP 2011 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 4
9 BBRI 2011 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 7
10 BCIC 2011 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 6
11 BDMN 2011 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7
12 BEKS 2011 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 4
13 BKSW 2011 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
14 BMRI 2011 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 7
15 BNGA 2011 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7
16 BNII 2011 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 7
17 BNLI 2011 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 8
18 BSWD 2011 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 5
19 BTPN 2011 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 8
20 BVIC 2011 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 3
21 INPC 2011 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 6
22 MAYA 2011 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 3
23 MCOR 2011 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 4
24 MEGA 2011 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 4
25 NISP 2011 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 7
26 PNBN 2011 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 6
27 SDRA 2011 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 5
26 11 0 1 20 14 24 16 11 20 3 146
JumlahStrategic Statement
No Kode Tahun
Pengungkapan Modal Intelektual
135
No Nama Perusahaan VACA VAHU STVA VAIC
1 PT. Bank Agroniaga Tbk 0,017 1,122 0,109 1,248
2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 0,029 1,622 0,383 2,034
3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 0,015 2,609 0,617 3,241
4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 0,034 3,074 0,675 3,782
5 PT. Bank Central Asia Tbk 0,053 3,574 0,720 4,347
6 PT. Bank Bukopin Tbk 0,026 1,998 0,499 2,523
7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 0,044 2,901 0,655 3,600
8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 0,024 1,783 0,439 2,246
9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 0,066 3,128 0,680 3,874
10 PT. Bank Mutiara Tbk 0,020 1,313 0,238 1,571
11 PT. Bank Danamon Tbk 0,056 1,828 0,453 2,336
12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk 0,011 0,706 -0,416 0,300
13 PT. Bank Kesawan Tbk 0,020 1,210 0,174 1,404
14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 0,044 3,554 0,719 4,317
15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 0,039 2,141 0,533 2,713
16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 0,021 1,029 0,028 1,079
17 PT. Bank Permata Tbk 0,043 2,093 0,522 2,659
18 PT. Bank Swadesi Tbk 0,047 3,956 0,747 4,750
19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 0,045 1,107 0,097 1,249
20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 0,015 3,012 0,668 3,694
21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 0,050 3,764 0,734 4,548
22 PT. Bank Mayapada Tbk 0,026 1,406 0,289 1,721
23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 0,020 1,610 0,379 2,009
24 PT. Bank Mega Tbk 0,041 2,665 0,625 3,331
25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 0,035 1,865 0,464 2,364
26 PT. Bank Panin Tbk 0,037 5,428 0,816 6,281
27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 0,047 2,098 0,523 2,668
Kinerja Modal Intelektual Tahun 2009
Lampiran 3
136
No Nama Perusahaan VACA VAHU STVA VAIC
1 PT. Bank Agroniaga Tbk 0,039 2,112 0,527 2,678
2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 0,024 1,263 0,208 1,496
3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 0,016 2,071 0,517 2,604
4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 0,036 2,084 0,520 2,640
5 PT. Bank Central Asia Tbk 0,047 3,360 0,702 4,109
6 PT. Bank Bukopin Tbk 0,026 2,228 0,551 2,806
7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 0,052 3,110 0,678 3,840
8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 0,027 1,802 0,445 2,275
9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 0,076 3,530 0,717 4,323
10 PT. Bank Mutiara Tbk 0,007 0,502 -0,992 -0,484
11 PT. Bank Danamon Tbk 0,068 2,109 0,526 2,703
12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk -0,005 -0,196 6,100 5,899
13 PT. Bank Kesawan Tbk 0,026 1,416 0,294 1,737
14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 0,043 3,331 0,700 4,073
15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 0,044 3,181 0,686 3,911
16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 0,031 1,488 0,328 1,847
17 PT. Bank Permata Tbk 0,038 2,189 0,543 2,770
18 PT. Bank Swadesi Tbk 0,052 3,869 0,742 4,662
19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 0,071 1,887 0,470 2,428
20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 0,019 3,672 0,728 4,419
21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 0,020 1,594 0,373 1,987
22 PT. Bank Mayapada Tbk 0,027 1,618 0,382 2,027
23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 0,023 1,520 0,342 1,885
24 PT. Bank Mega Tbk 0,036 2,388 0,581 3,004
25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 0,036 1,988 0,497 2,521
26 PT. Bank Panin Tbk 0,035 5,375 0,814 6,224
27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 0,055 2,479 0,597 3,131
Kinerja Modal Intelektual Tahun 2010
137
No Nama Perusahaan VACA VAHU STVA VAIC
1 PT. Bank Agroniaga Tbk 0,083 1,684 0,406 2,173
2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 0,008 0,333 -2,002 -1,661
3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 0,004 1,729 0,422 2,154
4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 0,056 2,996 0,666 3,718
5 PT. Bank Central Asia Tbk 0,048 3,524 0,716 4,288
6 PT. Bank Bukopin Tbk 0,028 2,621 0,619 3,268
7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 0,047 2,811 0,644 3,503
8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 3,638 0,209 -3,775 0,073
9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 0,067 3,610 0,723 4,400
10 PT. Bank Mutiara Tbk 0,008 0,637 -0,569 0,076
11 PT. Bank Danamon Tbk 0,065 2,084 0,520 2,669
12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk -0,033 -0,558 2,792 2,200
13 PT. Bank Kesawan Tbk 0,029 1,158 0,136 1,323
14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 0,037 3,049 0,672 3,759
15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 0,043 3,226 0,690 3,959
16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 0,030 1,502 0,334 1,866
17 PT. Bank Permata Tbk 0,033 2,205 0,547 2,785
18 PT. Bank Swadesi Tbk 0,047 4,100 0,756 4,903
19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 0,068 2,299 0,565 2,932
20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 0,019 3,115 0,679 3,813
21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 0,019 1,514 0,340 1,873
22 PT. Bank Mayapada Tbk 0,037 2,173 0,540 2,750
23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 0,010 1,473 0,321 1,804
24 PT. Bank Mega Tbk 0,035 2,060 0,515 2,611
25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 0,036 2,268 0,559 2,863
26 PT. Bank Panin Tbk 0,036 5,180 0,807 6,024
27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 0,042 2,259 0,557 2,858
Kinerja Modal Intelektual Tahun 2011
138
No Nama Perusahaan Tingkat Utang
1 PT. Bank Agroniaga Tbk 7,57
2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 11,98
3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 5,86
4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 9,75
5 PT. Bank Central Asia Tbk 9,14
6 PT. Bank Bukopin Tbk 13,65
7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 10,88
8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 9,55
9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 10,63
10 PT. Bank Mutiara Tbk 12,23
11 PT. Bank Danamon Tbk 5,23
12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk -31,53
13 PT. Bank Kesawan Tbk 12,15
14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 10,23
15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 8,55
16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 10,56
17 PT. Bank Permata Tbk 10,57
18 PT. Bank Swadesi Tbk 4,08
19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 9,93
20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 10,69
21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 15,02
22 PT. Bank Mayapada Tbk 6,68
23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 8,29
24 PT. Bank Mega Tbk 10,66
25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 7,96
26 PT. Bank Panin Tbk 6,16
27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 8,48
Tingkat Utang Tahun 2009
Lampiran 4
139
No Nama Perusahaan Tingkat Utang
1 PT. Bank Agroniaga Tbk 9,97
2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 11,37
3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 7,09
4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 8,35
5 PT. Bank Central Asia Tbk 8,50
6 PT. Bank Bukopin Tbk 15,45
7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 6,50
8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 9,25
9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 10,02
10 PT. Bank Mutiara Tbk 12,93
11 PT. Bank Danamon Tbk 5,40
12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk 5,09
13 PT. Bank Kesawan Tbk 13,54
14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 9,81
15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 9,43
16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 9,36
17 PT. Bank Permata Tbk 8,31
18 PT. Bank Swadesi Tbk 3,93
19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 7,19
20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 12,88
21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 15,18
22 PT. Bank Mayapada Tbk 5,81
23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 7,35
24 PT. Bank Mega Tbk 10,82
25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 8,81
26 PT. Bank Panin Tbk 7,81
27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 7,25
Tingkat Utang Tahun 2010
140
No Nama Perusahaan Tingkat Utang
1 PT. Bank Agroniaga Tbk 9,01
2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 10,72
3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 6,71
4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 8,50
5 PT. Bank Central Asia Tbk 8,07
6 PT. Bank Bukopin Tbk 12,07
7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 6,90
8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 10,28
9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 8,43
10 PT. Bank Mutiara Tbk 12,10
11 PT. Bank Danamon Tbk 4,49
12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk 11,94
13 PT. Bank Kesawan Tbk 3,03
14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 7,20
15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 8,08
16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 10,93
17 PT. Bank Permata Tbk 10,09
18 PT. Bank Swadesi Tbk 5,00
19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 7,31
20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 8,74
21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 15,62
22 PT. Bank Mayapada Tbk 6,79
23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 10,57
24 PT. Bank Mega Tbk 11,70
25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 8,07
26 PT. Bank Panin Tbk 6,85
27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 9,75
Tingkat Utang Tahun 2011
141
No Nama Perusahaan
Ukuran
Dewan
Komisaris
Jumlah
Rapat
Dewan
Komisaris
Ukuran
Komite
Audit
Jumlah
Rapat
Komite
Audit
Konsentrasi
Kepemilikan
Saham
1 PT. Bank Agroniaga Tbk 3 3 3 20 96,73%
2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 5 10 4 16 67,07%
3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 3 4 3 4 21,70%
4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 4 6 5 12 98,96%
5 PT. Bank Central Asia Tbk 5 43 4 20 49,91%
6 PT. Bank Bukopin Tbk 6 27 3 12 39,39%
7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 7 51 8 33 76,36%
8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 5 6 3 11 55,68%
9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 6 28 5 16 56,77%
10 PT. Bank Mutiara Tbk 3 4 3 4 99,99%
11 PT. Bank Danamon Tbk 8 8 6 10 41,70%
12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk 3 4 3 4 50,66%
13 PT. Bank Kesawan Tbk 3 3 3 2 64,03%
14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 6 18 4 27 53,27%
15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 6 13 7 13 77,24%
16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 6 11 4 23 54,33%
17 PT. Bank Permata Tbk 8 11 4 25 44,51%
18 PT. Bank Swadesi Tbk 5 4 4 5 76,00%
19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 6 8 5 10 71,60%
20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 3 5 3 4 43,73%
21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 6 13 4 12 47,39%
22 PT. Bank Mayapada Tbk 3 4 3 4 25,31%
23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 3 8 3 4 45,92%
24 PT. Bank Mega Tbk 3 35 3 16 57,82%
25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 8 4 4 19 74,73%
26 PT. Bank Panin Tbk 4 12 3 2 45,92%
27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 3 12 3 12 54,48%
Struktur Corporate Governance Tahun 2009
Lampiran 5
142
No Nama Perusahaan
Ukuran
Dewan
Komisaris
Jumlah
Rapat
Dewan
Komisaris
Ukuran
Komite
Audit
Jumlah
Rapat
Komite
Audit
Konsentrasi
Kepemilikan
Saham
1 PT. Bank Agroniaga Tbk 5 4 2 4 95,62%
2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 6 9 4 11 69,99%
3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 3 12 3 4 21,70%
4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 4 5 4 10 98,96%
5 PT. Bank Central Asia Tbk 5 35 4 17 49,62%
6 PT. Bank Bukopin Tbk 4 34 3 8 39,538%
7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 7 42 4 37 60,00%
8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 5 3 3 10 60,31%
9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 7 27 4 15 56,75%
10 PT. Bank Mutiara Tbk 3 4 3 12 99,996%
11 PT. Bank Danamon Tbk 7 5 6 10 67,42%
12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk 3 4 3 4 61,02%
13 PT. Bank Kesawan Tbk 3 8 2 2 51,23%
14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 7 17 5 34 66,68%
15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 8 12 8 14 96,91%
16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 7 12 4 20 54,33%
17 PT. Bank Permata Tbk 9 10 3 20 44,52%
18 PT. Bank Swadesi Tbk 5 4 3 5 76,00%
19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 6 4 5 8 59,68%
20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 3 6 3 6 38,01%
21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 6 14 4 12 68,59%
22 PT. Bank Mayapada Tbk 4 4 3 4 25,31%
23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 4 9 4 4 48,01%
24 PT. Bank Mega Tbk 4 36 3 15 57,82%
25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 8 4 4 19 81,90%
26 PT. Bank Panin Tbk 4 12 4 4 44,68%
27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 2 12 4 4 52,92%
Struktur Corporate Governance Tahun 2010
143
No Nama Perusahaan
Ukuran
Dewan
Komisaris
Jumlah
Rapat
Dewan
Komisaris
Ukuran
Komite
Audit
Jumlah
Rapat
Komite
Audit
Konsentrasi
Kepemilikan
Saham
1 PT. Bank Agroniaga Tbk 4 11 3 13 79,78%
2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 6 11 3 12 69,90%
3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 3 13 3 4 38,59%
4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 4 4 4 8 98,94%
5 PT. Bank Central Asia Tbk 5 47 3 19 49,91%
6 PT. Bank Bukopin Tbk 5 32 3 3 39,17%
7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 7 47 4 37 60,00%
8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 5 4 3 13 60,31%
9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 6 26 6 16 56,75%
10 PT. Bank Mutiara Tbk 4 9 5 15 99,996%
11 PT. Bank Danamon Tbk 8 5 6 10 67,37%
12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk 3 9 3 4 69,81%
13 PT. Bank Kesawan Tbk 6 4 3 9 69,59%
14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 7 17 4 30 60,00%
15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 8 12 6 14 96,92%
16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 7 11 5 18 54,33%
17 PT. Bank Permata Tbk 9 10 3 26 44,52%
18 PT. Bank Swadesi Tbk 4 4 3 1 76,00%
19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 6 5 5 8 59,70%
20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 3 6 3 4 35,15%
21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 6 14 4 12 40,39%
22 PT. Bank Mayapada Tbk 3 4 3 4 25,31%
23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 3 7 3 4 67,06%
24 PT. Bank Mega Tbk 3 11 3 13 57,82%
25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 8 4 4 19 85,10%
26 PT. Bank Panin Tbk 4 11 4 4 45,46%
27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 4 6 3 4 52,92%
Struktur Corporate Governance Tahun 2011
144
No Nama PerusahaanTahun
2009
Tahun
2010
Tahun
2011
1 PT. Bank Agroniaga Tbk 2 3 4
2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 7 8 9
3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 2 3 4
4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 1 2 3
5 PT. Bank Central Asia Tbk 9 10 11
6 PT. Bank Bukopin Tbk 3 4 5
7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 13 14 15
8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 8 9 10
9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 6 7 8
10 PT. Bank Mutiara Tbk 12 13 14
11 PT. Bank Danamon Tbk 20 21 22
12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk 8 9 9
13 PT. Bank Kesawan Tbk 7 8 9
14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 6 7 8
15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 20 21 22
16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 20 21 22
17 PT. Bank Permata Tbk 19 20 21
18 PT. Bank Swadesi Tbk 7 8 9
19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 1 2 3
20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 10 11 12
21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 19 20 21
22 PT. Bank Mayapada Tbk 12 13 14
23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 2 3 4
24 PT. Bank Mega Tbk 9 10 11
25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 15 16 17
26 PT. Bank Panin Tbk 27 28 29
27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 3 4 5
Umur Listing
Lampiran 6
145
Hasil Pengolahan Data Statistik
1. Statistik Deskriptif
1.1 Pengungkapan Modal Intelektual
Tabel 4.2 Hasil Uji Statistik Deskriptif ICD
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
ICD 75 14.29 51.79 34.9284 9.25695
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.3 Hasil Analisis Frekuensi Pengungkapan Modal Inteleketual padaPerbankan Tahun 2009-2011
No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 14,29 – 21,79 Sangat rendah 9 12%2. 21,80 – 29,30 Rendah 15 20%3. 29,31 – 36,81 Cukup 21 28%4. 36,82 - 44,32 Tinggi 12 16%5. >44,33 Sangat Tinggi 18 24%
TOTAL 75 100%Sumber: Data Sekunder yang diolah, 2013
1.2 Kinerja Modal Intelektual
Tabel 4.4 Hasil Analisis Deskriptif Kinerja Modal Intelektual
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KMI 75 -1.66 6.28 2.8688 1.45661
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.5 Hasil Analisis Frekuensi Kinerja Modal Intelektual padaPerbankan Tahun 2009-2011
No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. (-1,66) – (-0,07) Sangat rendah 1 1%2. (-0,08) – 1,51 Rendah 11 15%3. 1,52 – 3,11 Cukup 33 44%4. 3,12 – 4,71 Tinggi 23 31%5. >4,72 Sangat Tinggi 7 9%
TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Lampiran 7
146
1.3 Tingkat Utang
Tabel 4.6 Hasil Analisis Tingkat Utang
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
SQRTLEV 75 .66 3.55 2.5184 .56196
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.7 Hasil Analisis Frekuensi Tingkat Utang pada Perbankan Tahun2009-2011
No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 0,66 – 1,24 Sangat rendah 2 3%2. 1,25 – 1,83 Rendah 4 5%3. 1,84 – 2,42 Cukup 26 35%4. 2,43 – 3,01 Tinggi 31 41%5. >3,02 Sangat Tinggi 12 16%
TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
1.4 Ukuran Dewan Komisaris
Tabel 4.8 Hasil Analisis Deskriptif Ukuran Dewan Komisaris
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
SQRUKOM 75 1.41 3.46 2.2292 .42378
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.9 Hasil Analisis Frekuensi Ukuran Dewan Komisaris padaPerbankan Tahun 2009-2011
No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,41 – 1,82 Sangat Kecil 19 25%2. 1,83 – 2,24 Kecil 24 32%3. 2,25 – 2,66 Cukup 22 30%4. 2,67 – 3,08 Besar 9 12%5. >3,09 Sangat Besar 1 1%
TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
147
1.5 Jumlah Rapat Dewan Komisaris
Tabel 4.10 Hasil Analisis Deskriptif Jumlah Rapat Dewan Komisaris
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
SQRRAKOM 75 1.73 6.86 3.2266 1.36638
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.11 Hasil Analisis Frekuensi Jumlah Rapat Dewan Komisaris padaPerbankan Tahun 2009-2011
No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,73 – 3,44 Jarang 50 66%2. 3,45 – 5,16 Cukup 14 18%3. 5,17 – 6,86 Sering 13 16%
TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
1.6 Ukuran Komite Audit
Tabel 4.12 Hasil Analisis Deskriptif Ukuran Komite Audit
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
SQRUDIT 75 1.41 2.45 1.9109 .23629
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.13 Hasil Analisis Frekuensi Ukuran Komite Audit pada PerbankanTahun 2009-2011
No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,41 – 1,62 Sangat Kecil 2 3%2. 1,63 – 1,84 Kecil 36 48%3. 1,85 – 2,06 Cukup 24 32%4. 2,07 – 2,28 Besar 8 11%5. >2,29 Sangat Besar 5 6%
TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
148
1.7 Jumlah Rapat Komite Audit
Tabel 4.14 Hasil Analisis Deskriptif Jumlah Rapat Komite Audit
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
SQRRADIT 75 1.00 6.08 3.2356 1.20709
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.15 Hasil Analisis Frekuensi Jumlah Rapat Komite Audit padaPerbankan Tahun 2009-2011
No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,00 – 2,68 Jarang 26 35%2. 2,69 – 4,37 Cukup 37 49%3. 4,38 – 6,08 Sering 12 16%
TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
1.8 Konsentrasi Kepemilikan Saham
Tabel 4.16 Hasil Analisis Deskriptif Konsentrasi Kepemilikan Saham
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KONST 75 21.70 100.00 60.2427 19.73704
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.17 Hasil Analisis Frekuensi Konsentrasi Kepemilikan Saham padaPerbankan Tahun 2009-2011
No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 21,70 – 37,36 Sangat Kecil 6 8%2. 37,37 – 53,03 Kecil 18 24%3. 53,04 – 68,70 Cukup 27 36%4. 68,71 – 84,37 Besar 13 17%5. >84,38 Sangat Besar 11 15%
TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
149
1.9 Umur Listing
Tabel 4.18 Hasil Analisis Deskriptif Umur Listing
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
SQRAGE 75 1.00 5.39 3.0715 1.09947
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.19 Hasil Analisis Frekuensi Umur Listing pada Perbankan Tahun2009-2011
No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,00 – 2,46 Baru 22 29%2. 2,47 – 3,93 Menengah 35 47%3. 3,94 – 5,39 Lama 18 24%
TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
2. Uji Asumsi Klasik
2.1 Uji Normalitas
Gambar 4.1 Uji Normalitas dengan Histogram
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
150
Gambar 4.2 Hasil Uji Normal Probability Plot
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.20 Hasil Uji Normalitas dengan Rasio Skewness dan Kurtosis
N Skewness Kurtosis
Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error
Unstandardized Residual 75 .138 .277 .479 .548
Valid N (listwise) 75
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
151
Tabel 4.21 Hasil Uji Normalitas dengan Uji Kolmogorov Smirnov (K-S)
UnstandardizedResidual
N 75
Normal Parametersa
Mean .0000000
Std. Deviation 6.32576014
Most Extreme Differences Absolute .060
Positive .056
Negative -.060
Kolmogorov-Smirnov Z .516
Asymp. Sig. (2-tailed) .953
a. Test distribution is Normal.
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
2.2 Uji Autokorelasi
Tabel 4.22 Hasil Uji Autokorelasi
Model RStd. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .730a
6.64800 1.861
a. Predictors: (Constant), SQRAGE, SQRTLEV, KONST, SQRRAKOM, SQRUDIT, KMI,
SQRUKOM
b. Dependent Variable: ICD
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
152
2.3 Uji Multikolinieritas
Tabel 4.23 Uji Multikolinieritas dengan Matriks Korelasi
Coefficient Correlationsa
Model SQRAGE SQRTLEV KONST SQRRADIT KMI SQRUDIT SQRRAKOM SQRUKOM
1 Correlations SQRAGE 1.000 .173 .236 -.081 -.217 -.088 .149 -.199
SQRTLEV .173 1.000 .176 .015 -.343 -.139 .259 -.139
KONST .236 .176 1.000 -.225 -.001 -.187 .362 -.023
SQRRADIT -.081 .015 -.225 1.000 .245 -.070 -.603 -.609
KMI -.217 -.343 -.001 .245 1.000 -.122 -.409 .015
SQRUDIT -.088 -.139 -.187 -.070 -.122 1.000 -.047 -.250
SQRRAKOM .149 .259 .362 -.603 -.409 -.047 1.000 .238
SQRUKOM -.199 -.139 -.023 -.609 .015 -.250 .238 1.000
Covariances SQRAGE .596 .206 .008 -.070 -.106 -.261 .093 -.431
SQRTLEV .206 2.368 .012 .026 -.333 -.820 .323 -.599
KONST .008 .012 .002 -.011 -4.246E-5 -.032 .013 -.003
SQRRADIT -.070 .026 -.011 1.237 .172 -.296 -.544 -1.895
KMI -.106 -.333 -4.246E-5 .172 .398 -.294 -.209 .026
SQRUDIT -.261 -.820 -.032 -.296 -.294 14.701 -.145 -2.683
SQRRAKOM .093 .323 .013 -.544 -.209 -.145 .657 .540
SQRUKOM -.431 -.599 -.003 -1.895 .026 -2.683 .540 7.826
a. Dependent Variable: ICD
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.24 Uji Multikolinieritas dengan VIFCoefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) -17.542 7.729 -2.270 .026
KMI -.788 .631 -.124 -1.250 .216 .688 1.454
SQRTLEV .212 1.539 .013 .138 .891 .776 1.289
SQRUKOM 8.489 2.797 .389 3.035 .003 .413 2.422
SQRRAKOM 3.747 .811 .553 4.623 .000 .473 2.114
SQRUDIT 10.048 3.834 .256 2.621 .011 .707 1.415
SQRRADIT -1.914 1.112 -.250 -1.721 .090 .322 3.106
KONST .063 .045 .134 1.395 .168 .737 1.357
SQRAGE 2.084 .772 .247 2.698 .009 .805 1.242
a. Dependent Variable: ICD
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
153
Tabel 4.25 Uji Multikolinieritas dengan Matriks Korelasi tanpa RADIT
Coefficient Correlationsa
Model SQRAGE SQRTLEV KONST SQRRAKOM SQRUDIT KMI SQRUKOM
1 Correlations SQRAGE 1.000 .175 .224 .126 -.094 -.204 -.315
SQRTLEV .175 1.000 .185 .336 -.138 -.358 -.164
KONST .224 .185 1.000 .292 -.208 .057 -.207
SQRRAKOM .126 .336 .292 1.000 -.111 -.338 -.205
SQRUDIT -.094 -.138 -.208 -.111 1.000 -.108 -.370
KMI -.204 -.358 .057 -.338 -.108 1.000 .213
SQRUKOM -.315 -.164 -.207 -.205 -.370 .213 1.000
Covariances SQRAGE .610 .213 .008 .064 -.286 -.099 -.553
SQRTLEV .213 2.436 .013 .344 -.837 -.346 -.575
KONST .008 .013 .002 .009 -.036 .002 -.021
SQRRAKOM .064 .344 .009 .430 -.283 -.137 -.302
SQRUDIT -.286 -.837 -.036 -.283 15.058 -.261 -3.229
KMI -.099 -.346 .002 -.137 -.261 .385 .297
SQRUKOM -.553 -.575 -.021 -.302 -3.229 .297 5.065
a. Dependent Variable: ICD
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.26 Uji Multikolinieritas dengan VIF tanpa RADIT
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) -13.088 7.388 -1.772 .081
KMI -.523 .620 -.082 -.843 .402 .732 1.367
SQRTLEV .252 1.561 .015 .161 .872 .776 1.288
SQRUKOM 5.556 2.251 .254 2.469 .016 .657 1.523
SQRRAKOM 2.905 .656 .429 4.430 .000 .744 1.344
SQRUDIT 9.589 3.880 .245 2.471 .016 .710 1.408
KONST .045 .044 .097 1.020 .311 .776 1.288
SQRAGE 1.975 .781 .235 2.530 .014 .810 1.234
a. Dependent Variable: ICD
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
154
Tabel 4.27 Ringkasan Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel Independen Tolerance VIF KesimpulanKinerja Modal Intelektual 0,732 1,367 Tidak ada multikolinieritasTingkat Utang 0,776 1,288 Tidak ada multikolinieritasUkuran Dewan Komisaris 0,657 1,523 Tidak ada multikolinieritasJumlah Rapat Dewan Komisaris 0,744 1,344 Tidak ada multikolinieritasUkuran Komite Audit 0,710 1,408 Tidak ada multikolinieritasKonsentrasi Kepemilikan Saham 0,776 1,288 Tidak ada multikolinieritasUmur Listing 0,810 1,234 Tidak ada multikolinieritas
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
2.4 Uji Heteroskedastisitas
Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
155
3. Analisis Regresi Berganda
Tabel 4.28 Hasil Persamaan Regresi Berganda
Model
Unstandardized Coefficients
t Sig.B Std. Error
1 (Constant) -13.088 7.388 -1.772 .081
KMI -.523 .620 -.843 .402
SQRTLEV .252 1.561 .161 .872
SQRUKOM 5.556 2.251 2.469 .016
SQRRAKOM 2.905 .656 4.430 .000
SQRUDIT 9.589 3.880 2.471 .016
KONST .045 .044 1.020 .311
SQRAGE 1.975 .781 2.530 .014
a. Dependent Variable: ICD
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
3.1 Uji Koefisien Determinasi
Tabel 4.29 Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .730a
.533 .484 6.64800
a. Predictors: (Constant), SQRAGE, SQRTLEV, KONST, SQRRAKOM, SQRUDIT, KMI,
SQRUKOM
b. Dependent Variable: ICD
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
156
3.2 Uji Pengaruh Simultan
Tabel 4.30 Hasil Uji Pengaruh Simultan
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3380.011 7 482.859 10.925 .000a
Residual 2961.128 67 44.196
Total 6341.139 74
a. Predictors: (Constant), SQRAGE, SQRTLEV, KONST, SQRRAKOM, SQRUDIT, KMI,
SQRUKOM
b. Dependent Variable: ICD
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013