determinan luas pengungkapan modal intelektual …lib.unnes.ac.id/17590/1/7211409017.pdf ·...

174
i DETERMINAN LUAS PENGUNGKAPAN MODAL INTELEKTUAL PADA PERBANKAN TAHUN 2009-2011 SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Universitas Negeri Semarang Oleh Henggar Malika Purna Cahya NIM 7211409017 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013

Upload: others

Post on 24-Jan-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

DETERMINAN LUAS PENGUNGKAPAN MODAL

INTELEKTUAL PADA PERBANKAN

TAHUN 2009-2011

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Henggar Malika Purna Cahya

NIM 7211409017

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013

ii

iii

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar

hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian

atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini

dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila dikemudian hari

terbukti skripsi ini adalah hasil jiplakan dari karya tulis orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Semarang, Juni 2013

Henggar Malika Purna Cahya

NIM 7211409017

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya

sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari

suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan

hanya kepada Tuhanmu-lah hendaknya kamu berharap.” (QS. Al-Insyirah:

6-8)

“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu ...”(QS. Al-

Mu’min: 60)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Kedua orang tuaku Bapak Eko Setyo Budi

dan Ibu Eny Setyo Wati tercinta yang selalu

memberi kasih sayang, semangat, doa, dan

dukungan.

Kakakku Inggri Santya Dewi, dan adikku

(Alm) Conie Berthiara Fatma, Monica Putri

Amelia Rizky tercinta yang memberikan

semangat dan doa.

Adi Hendriawan yang selalu memberikan

doa serta dukungan.

Sahabat dan teman terbaikku yang menjadi

penyemangatku.

Teman-teman Akuntansi A 2009.

Almamaterku.

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya, karena penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul: “Determinan Luas Pengungkapan Modal Intelektual pada Perbankan Tahun

2009-2011”. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini telah mendapatkan

bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka dengan rasa hormat

penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. S. Martono, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Semarang.

3. Drs. Fachrurrozie, M.Si, Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Negeri Semarang

4. Drs. Heri Yanto, MBA, Ph.D, Dosen pembimbing I yang telah berkenan

memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi dalam penyelesaian skripsi

ini.

5. Nanik Sri Utaminingsih, S.E., M.Si., Akt, Dosen pembimbing II yang telah

berkenan memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi dalam

penyelesaian skripsi ini.

6. Indah Anisykurlillah, S.E., M.Si., Akt, Dosen penguji skripsi yang telah

memberikan masukan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

vii

7. Drs. Sukardi Ikhsan, M.Si, Dosen wali Akuntansi A 2009 yang memberikan

bimbingan, pengarahan dan motivasi selama penulis menimba ilmu di

Universitas Negeri Semarang.

8. Seluruh Bapak/ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang

yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan bantuan selama penulis

menimba ilmu di Universitas Negeri Semarang.

9. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang

yang telah membantu dalam proses perkuliahan.

10. Semua pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi

ini.

Dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu

penulis mengaharapkan segala kritik dan saran. Penulis berharap semoga skripsi

ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Semarang, 3 Juni 2013

Penulis

viii

SARI

Cahya, Henggar Malika Purna. 2013. “Determinan Luas Pengungkapan ModalIntelektual pada Perbankan Tahun 2009-2011”. Skripsi. Jurusan Akuntansi.Fakultas Ekonomi. Univesitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Drs. Heri Yanto,MBA. Ph.D., Pembimbing II: Nanik Sri Utaminingsih, S.E,M.Si, Akt.

Kata Kunci: Pengungkapan Modal Intelektual, Kinerja Modal Intelektual,Tingkat Utang, Ukuran Dewan Komisaris, Jumlah Rapat Dewan Komisaris,Ukuran Komite Audit, Konsentrasi Kepemilikan Saham, Umur Listing.

Pengungkapan modal intelektual merupakan informasi yang bernilai bagiinvestor untuk mengurangi ketidakpastian mengenai prospek ke depan danmemfasilitasi ketepatan penilaian terhadap perusahaan. Tingginya peran modalintelektual di era ekonomi masa kini ketika sumber daya manusia dan ilmupengetahuan merupakan sumber keunggulan kompetitif perusahaan menjadialasan atas pentingnya kepemilikan modal intelektual oleh suatu perusahaan.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh kinerja modalintelektual, tingkat utang, ukuran dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris,ukuran komite audit, konsentrasi kepemilikan saham dan umur listing terhadapluas pengungkapan modal intelektual. Variabel independen dalam penelitian iniyaitu kinerja modal intelektual, tingkat utang, ukuran dewan komisaris, jumlahrapat dewan komisaris, konsentrasi kepemilikan saham. Umur listing merupakanvariabel pengendali dalam penelitian ini, serta luas pengungkapan modalintelektual sebagai variabel dependen.

Sampel penelitian adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di BursaEfek Indonesia (BEI) pada periode penelitian tahun 2009 sampai 2011. Sampeldipilih menggunakan metode purposive sampling dan diperoleh 75 pengamatanyang menjadi sampel. Alat analisis yang digunakan adalah regresi bergandadengan pemenuhan uji asumsi klasik.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris,jumlah rapat dewan komisaris, dan ukuran komite audit berpengaruh positifterhadap luas pengungkapan modal intelektual. Sedangkan, kinerja modalintelektual, tingkat utang, dan konsentrasi kepemilikan saham tidak berpengaruhterhadap luas pengungkapan modal intelektual. Saran bagi penelitian selanjutnya,supaya menggunakan jenis perusahaan lain sehingga hasilnya dapat digeneralisasidan menggunakan pengukuran yang berbeda seperti debt to asset ratio.

ix

ABSTRACT

Cahya, Henggar Malika Purna. 2013. “Determinants of Width of IntellectualCapital Disclosure on Banking 2009-2011”. Final Project. AccountingDepartment. Faculty of Economics. Semarang State University. Advisor I: Drs.Heri Yanto, MBA. Ph.D., Advisor II: Nanik Sri Utaminingsih , S.E, M.Si, Akt.

Keywords: Intellectual Capital Disclosure, Intellectual Capital Performance,Leverage, Board of Comissioners Size, Number of Board of CommissionersMeetings, Audit Committee Size, Concentrated Ownership and Listing age.

Intellectual capital disclosure is valuable information for lesseninguncertainty of prospect. This information provides facilitation to decision makersin determining the price of entity. The roles of intellectual capital are veryimportant in this economic era due to the use of human resources and knowledgeas competitive advantage. In the other words, intellectual capital will be one of themain reasons for the existing of the company.

The objective of this study is to analyze the influence of intellectualcapital performance, leverage, board of commissioner size, concentratedownership and listing age on the width of intellectual capital disclosure.Independent variables in this research are performance intellectual capital,leverage, board of commissioner size, number of commissioner board meetings,audit committee size, and concentrated ownership. In addition, listing agebecomes a control variable. The width of intellectual capital disclosure is adependent variable.

The samples of this study were taken from banking companies listed onIndonesia Stock Exchange, with observation period of 2009 until 2011. Byemploying purposive sampling method, the study collected data from 75companies listed in Indonesia Stock Exchange. The study uses multiple-regressionanalysis by testing classical assumptions.

The results show that board of commissioner size, number ofcommissioner meetings, audit committee size affect significantly on the width ofintellectual capital disclosure. While, intellectual capital performance, leverage,and concentrated ownership do not have significant effect on the width ofintellectual capital disclosure. In future research should use different type ofcompany to understand the model. Moreover, future research should use othermeasurement such as debt to asset ratio.

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................... iii

PERNYATAAN..................................................................................................... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...........................................................................v

KATA PENGANTAR. .......................................................................................... vi

SARI..................................................................................................................... viii

ABSTRACT........................................................................................................... ix

DAFTAR ISI. ...........................................................................................................x

DAFTAR TABEL..................................................................................................xv

DAFTAR GAMBAR. ......................................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN. ....................................................................................1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................9

1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................9

1.4 Kegunaan Penelitian........................................................................... 10

BAB II TELAAH TEORI.....................................................................................11

2.1 Teori Legetimasi ...............................................................................11

2.2 Stakeholder Theory ...........................................................................12

2.3 Teori Agensi. ....................................................................................13

xi

2.4 Signalling Theory..............................................................................14

2.5 Modal Intellektual.............................................................................16

2.5.1 Definisi Modal Intelektual. ...................................................16

2.5.2 Komponen Modal Intelektual. ..............................................17

2.6 Pengungkapan Sukarela Modal Intelektual. .....................................19

2.7 Kinerja Modal Intelektual. ................................................................24

2.7.1 Model Pulic. ..........................................................................25

2.7.1.1 Value Added Capital Employed (VACA). ...............27

2.7.1.2 Value Added Human Capital (VAHU). ...................27

2.7.1.3 Structural Capital Value Added (STVA). ................28

2.8 Tingkat Utang. ..................................................................................29

2.9 Struktur Corporate Governance. ......................................................30

2.9.1 Ukuran Dewan Komisaris. ....................................................32

2.9.2 Jumlah Rapat Dewan Komisaris. ..........................................34

2.9.3 Ukuran Komite Audit............................................................34

2.9.4 Jumlah Rapat Komite Audit..................................................36

2.9.5 Konsentrasi Kepemilikan Saham. .........................................36

2.10 Umur Listing. ....................................................................................37

2.11 Penelitian Terdahulu. ........................................................................37

2.12 Kerangka Pemikiran Teoritis. ...........................................................40

2.13 Pengembangan Hipotesis. .................................................................44

2.13.1 Pengaruh Kinerja Modal Intelektual terhadap

Luas pengungkapan Modal Intelektual. ................................44

xii

2.13.2 Pengaruh Tingkat Utang terhadap Luas Pengungkapan

Modal Intelektual. .................................................................46

2.13.3 Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadap

Luas Pengungkapan Modal Intelektual.................................47

2.13.3.1 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap

Luas Pengungkapan Modal Intelektual...................47

2.13.3.2 Pengaruh Jumlah Rapat Dewan Komisaris

terhadap Luas Pengungkapan Modal Intelektual....48

2.13.3.3 Pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap

Luas Pengungkapan Modal Intelektual...................48

2.13.3.4 Pengaruh Jumlah Rapat Komite Audit terhadap

Luas Pengungkapan Modal Intelektual...................49

2.13.3.5 Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Saham

terhadap Luas Pengungkapan Modal Intelektual....50

BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................52

3.1 Jenis Dan Desain Penelitian ................................................................52

3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ..........................52

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .....................................52

3.3.1 Variabel Terikat atau Dependen Variable ...........................53

3.3.2 Variabel Bebas atau Independen Variable............................56

3.3.3 Variabel Pengendali. .............................................................61

3.4 Metode Pengumpulan Data .................................................................63

3.5 Metode Analisis Data ..........................................................................64

xiii

3.5.1 Analisis Statistik Diskriptif .....................................................64

3.5.2 Uji Asumsi Klasik ..................................................................64

3.5.3 Pengujian Hipotesis ................................................................67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................................70

4.1 Data Penelitian. ...................................................................................70

4.1.1 Deskripsi Obyek Penelitian. ....................................................70

4.2 Hasil Penelitian. ..................................................................................71

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif.....................................................71

4.2.2 Hasil Uji Asumsi Klasik..........................................................82

4.2.3 Analisis Regresi Berganda. .....................................................91

4.2.4 Uji Hipotesis............................................................................93

4.3 Pembahasan.........................................................................................99

4.3.1 Pengaruh Kinerja Modal Intelektual terhadap

Luas Pengungkapan Modal Intelektual. ..................................99

4.3.2 Pengaruh Tingkat Utang terhadap Luas Pengungkapan

Modal Intelektual. .................................................................101

4.3.3 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap

Luas Pengungkapan Modal Intelektual. ................................103

4.3.4 Pengaruh Jumlah Rapat Dewan Komisaris terhadap

Luas Pengungkapan Modal Intelektual. ................................103

4.3.5 Pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap Luas

Pengungkapan Modal Intelektual. .........................................104

xiv

4.3.6 Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Saham terhadap

Luas Pengungkapan Modal Intelektual. ................................105

4.3.7 Pengaruh Variabel Pengendali terhadap

Luas Pengungkapan Modal Intelektual. ................................106

BAB V PENUTUP..............................................................................................107

5.1 Simpulan............................................................................................107

5.2 Saran..................................................................................................109

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................111

LAMPIRAN.........................................................................................................117

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu .........................................................................38

Tabel 3.1 Prosedur dan Hasil Pemilihan Sampel Perusahaan...........................53

Tabel 3.2 Indeks Pengungkapan Modal Intelektual..........................................55

Tabel 3.3 Definisi Operasional Variabel. .........................................................62

Tabel 3.4 Nilai Durbin Watson.........................................................................65

Tabel 4.1 Ikhtisar Pemilihan Sampel. ...............................................................71

Tabel 4.2 Hasil Uji Statistik Deskriptif ICD.....................................................72

Tabel 4.3 Hasil Analisis Frekuensi Pengungkapan Modal Intelektual

pada Perbankan Tahun 2009-2011. ..................................................72

Tabel 4.4 Hasil Analisis Deskriptif Kinerja Modal Intelektual ........................73

Tabe; 4.5 Hasil Analisis Frekuensi Kinerja Modal Intelektual pada

Perbankan Tahun 2009-2011. ...........................................................73

Tabel 4.6 Hasil Analisis Tingkat Utang............................................................74

Tabel 4.7 Hasil Analisis Frekuensi Tingkat Utang pada Perbankan

Tahun 2009-2011. .............................................................................75

Tabel 4.8 Hasil Analisis Deskriptif Ukuran Dewan Komisaris ........................75

Tabel 4.9 Hasil Analisis Frekuensi Ukuran Dewan Komisaris pada

Perbankan Tahun 2009-2011. ...........................................................76

Tabel 4.10 Hasil Analisis Deskriptif Jumlah Rapat Dewan Komisaris. .............76

Tabel 4.11 Hasil Analisis Frekuensi Jumlah Rapat Dewan Komisaris pada

Perbankan Tahun 2009-2011. ...........................................................77

Tabel 4.12 Hasil Analisis Deskriptif Ukuran Komite Audit...............................77

Tabel 4.13 Hasil Analisis Frekuensi Ukuran Komite Audit pada Perbankan

Tahun 2009-2011. .............................................................................78

Tabel 4.14 Hasil Analisis Deskriptif Jumlah Rapat Komite Audit.....................78

Tabel 4.15 Hasil Analisis Frekuensi Jumlah Rapat Komite Audit pada

Perbankan Tahun 2009-2011. ...........................................................79

Tabel 4.16 Hasil Analisis Deskriptif Konsentrasi Kepemilikan Saham. ............79

xvi

Tabel 4.17 Hasil Analisis Frekuensi Konsentrasi Kepemilikan Saham pada

Perbankan Tahun 2009-2011. ...........................................................80

Tabel 4.18 Hasil Analisis Deskriptif Umur Listing. ...........................................81

Tabel 4.19 Hasil Analisis Frekuensi Umur Listing pada Perbankan

Tahun 2009-2011. .............................................................................81

Tabel 4.20 Hasil Uji Normalitas dengan Rasio Skerwness dan Kurtosis. ..........84

Tabel 4.21 Hasil Uji Normalitas dengan Uji Kolmogorov Smirnov (K-S). ........84

Tabel 4.22 Hasil Uji Autokolerasi. .....................................................................85

Tabel 4.23 Uji Multikolinieritas dengan Matriks Korelasi. ................................87

Tabel 4.24 Uji Multikolinieritas dengan VIF. ....................................................87

Tabel 4.25 Uji Multikolinieritas dengan Matriks Korelasi tanpa RADIT. .........88

Tabel 4.26 Uji Multikolinieritas dengan VIF tanpa RADIT...............................89

Tabel 4.27 Ringkasan Hasil Uji Multikolinieritas. .............................................89

Tabel 4.28 Hasil Persamaan Regresi Berganda. .................................................91

Tabel 4.29 Hasil Uji Koefisien Determinasi.......................................................94

Tabel 4.30 Hasil Uji Pengaruh Simultan. ...........................................................95

Tabel 4.31 Simpulan Hasil Uji Hipotesis. ..........................................................98

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................43

Gambar 4.1 Uji Normalitas dengan Histogram. ...................................................82

Gambar 4.2 Hasil Uji Normal Probability Plot. ...................................................83

Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas. ...........................................................90

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Daftar Perusahaan Sampel............................................................118

Lampiran 2 Pengungkapan Modal Intelektual. ................................................120

Lampiran 3 Kinerja Modal Intelektual.............................................................135

Lampiran 4 Tingkat Utang. ..............................................................................138

Lampiran 5 Struktur Corporate Governance...................................................141

Lampiran 6 Umur Listing.................................................................................144

Lampiran 7 Hasil Pengolahan Data Statistik. ..................................................145

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan ekonomi global ditandai dengan munculnya berbagai

industri baru berbasis pengetahuan (Saleh et al., 2009). Seiring dengan perubahan

ekonomi yang berkarakteristik ekonomi berbasis ilmu pengetahuan dengan

penerapan manajemen pengetahuan (knowledge management), kemakmuran suatu

perusahaan akan bergantung pada suatu penciptaan transformasi dan kapitalisasi

dari pengetahuan itu sendiri (Sawarjuwono, 2003). Proses menciptakan nilai

(value creation) fokusnya bergeser dari pemanfaatan aset-aset individual menjadi

aset sekelompok yang sebagian utamanya adalah aktiva tidak berwujud, yaitu

modal intelektual (intellectual capital) atau modal pengetahuan (knowledge

capital) yang melekat dalam keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman, serta

dalam sistem dan prosedur organisasional (Purnomosidhi, 2006).

Pengakuan terhadap kemampuan intellectual capital dalam menciptakan

dan mempertahankan keuntungan kompetitif dan shareholder value, juga naik

secara signifikan (Tayles et al., 2007). Intellectual capital diakui dapat

meningkatkan keuntungan perusahaan yang labanya dipengaruhi oleh inovasi dan

knowledge-intensive services (Edvinsson dan Sullivan, 1996). Lebih lanjut,

Mouritsen (1998) menyebutkan bahwa intellectual capital menyangkut kapasitas

luas pengetahuan yang dimiliki oleh sebuah perusahaan.

2

Modal intelektual perusahaan dapat dianggap sebagai bentuk

unaccounted capital dalam sistem akuntansi tradisional meskipun beberapa di

antaranya, misalnya goodwill, patent, copy right, dan trade mark diakui sebagai

aktiva tidak berwujud (Purnomosidhi, 2006). Timbulnya unaccounted capital

tersebut dikarenakan sangat ketatnya kriteria akuntansi bagi pengakuan dan

penilaian aktiva, yaitu keteridentifikasian, adanya pengendalian sumber daya, dan

adanya manfaat ekonomis di masa depan (PSAK NO.19: 19.5). Lev dan Zarowin

(1999) menemukan banyak penelitian yang menunjukkan bahwa model akuntansi

yang ada sekarang tidak bisa menangkap faktor kunci dari company’s long term

value, yaitu intangible resources. Kegagalan akuntansi untuk mengakui secara

penuh atas intangible (yang meliputi human resources, customer relationship dan

sebagainya). Hal ini sebagai tanda bahwa laporan keuangan tradisional telah

kehilangan relevansinya sebagai instrumen pengambilan keputusan (Oliveira et

al., 2008).

Akibat dari ketidakpuasan financial reporting tradisional karena tidak

mampu menyediakan informasi yang cukup bagi investor akan menimbulkan

adanya asimetri informasi antara stakeholders dan shareholders. Canibano et al.,

(2000) menyebutkan bahwa pendekatan yang pantas digunakan untuk

meningkatkan kualitas laporan keuangan adalah dengan mendorong peningkatan

informasi intellectual capital disclosure.

Item-item dalam pengungkapan modal intelektual seperti deskripsi

program dan aktivitas pengembangan kompetensi karyawan (human capital),

deskripsi tentang sistem teknologi informasi (structural capital), dan pernyataan

3

citra dan merek dari lingkungan luar (relational capital) dapat mengurangi

asimetri informasi. Hal ini dikarenakan human capital sebagai penggerak modal

intelektual, sedangkan structural capital menyediakan fungsi pendukung sehingga

customer capital atau relational capital dapat menikmati benefit dari human

capital dan structural capital.

Pengungkapan modal intelektual dalam laporan keuangan sangat penting

untuk menyediakan informasi secara lengkap dan membantu investor dalam

memprediksi kinerja suatu perusahaan. Menurut Bukh (2003), beberapa bentuk

intellectual capital disclosure merupakan informasi yang bernilai bagi investor,

yang dapat membantu mengurangi ketidakpastian mengenai prospek ke depan dan

memfasilitasi ketepatan penilaian terhadap perusahaan. Intellectual capital

disclosure juga dapat menunjukkan kinerja keuangan yang lebih baik (Saleh et al.,

2009). Investor dapat keliru dalam pengambilan keputusan terkait alokasi modal

dimiliki tanpa adanya informasi tersebut sehingga investor tidak dapat

memperoleh return yang sepantasnya. Hal ini mengakibatkan investor tidak

mengalokasikan dananya kepada perusahaan sehingga cost of equity capital

perusahaan menjadi lebih besar (Burgman & Roos, 2007). Tingginya peran

modal intelektual di era ekonomi masa kini ketika sumber daya manusia dan ilmu

pengetahuan merupakan sumber keunggulan kompetitif perusahaan juga menjadi

alasan atas pentingnya kepemilikan modal intelektual oleh suatu perusahaan

(Chen, 2005).

Salah satu masalah terkait praktik pengungkapan modal intelektual diulas

dalam salah satu situs berita online pada bulan Desember 2012 mengenai PT Bank

4

Panin Tbk yang merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industri

perbankan. PT Bank Panin Tbk dituntut untuk membayarkan uang pesangon

kepada dua karyawan Bank Panin yang di PHK. Kasus serupa juga terjadi pada

bulan Maret 2013 yang menimpa PT BRI (Persero) Tbk. Perusahaan ini dituntut

untuk menyelesaikan kewajibannya kepada pensiunan seperti uang pesangon,

uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.

Masalah terkait demo buruh pada PT Bank Panin Tbk dan PT Bank

Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mengindikasikan kurangnya pengungkapan

informasi tambahan yang bersifat sukarela mengenai perusahaan. Informasi-

informasi mengenai peristiwa tersebut bisa diungkapkan di luar informasi laporan

keuangan, yaitu berupa informasi pendukung mengenai kondisi perusahaan seperti

penjelasan rincian jumlah biaya yang dibelanjakan untuk karyawan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Suhardjanto dan Wardhani

(2010), tingkat intellectual capital disclosure di Indonesia masih rendah (rata-rata

hanya sebanyak 34,5% dari total 25 item intellectual capital). Hasil survey global

menunjukkan bahwa intellectual capital merupakan salah satu tipe informasi yang

paling banyak dipertimbangkan oleh investor. Dengan demikian, masih ada

“information gap” (Bozzolan et al., 2003).

Fenomena ini menuntut untuk mencari informasi yang lebih rinci

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan modal intelektual. Mulai

dari cara pengidentifikasian, pengukuran sampai dengan pengungkapan modal

intelektual dalam laporan keuangan perusahaan. Namun, belum adanya standar

yang menetapkan item-item apa saja yang termasuk dalam aset tak berwujud yang

5

harus dilaporkan baik secara mandatory atau voluntary, sehingga tidak ada

kewajiban bagi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI untuk

mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan modal intelektual.

Semakin tinggi tingkat pengungkapan informasi yang dilakukan

perusahaan, maka cost of debt dan cost of equity yang ditanggung perusahaan

tersebut akan semakin rendah (Francis & Pereira dalam Putri, 2011).

Pengungkapan informasi juga akan mengurangi agency problem yang merupakan

penyebab dari kesalahan estimasi nilai perusahaan pada pasar modal, sehingga

manajer dapat memperoleh insentif atas pengungkapan sukarela yang

dilakukannya (Healy & Palepu, 2001). Pengaruh yang ditimbulkan dari

pengungkapan modal intelektual telah menarik perhatian para peneliti untuk

mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi luas pengungkapan modal

intelektual perusahaan.

Williams (2001) meneliti pengaruh kinerja modal intelektual yang diukur

dengan VAICTM pada 31 perusahaan yang terdaftar di Financial Times Stock

Exchange (FTSE). Menggunakan variabel pengendali ukuran perusahaan, tipe

industri, status listing, kinerja modal fisik (ROA), dan tingkat utang. Williams

(2001) menemukan bahwa kinerja modal intelektual yang terlalu tinggi akan

mendorong perusahaan untuk mengurangi tingkat pengungkapan modal

intelektualnya untuk mempertahankan posisi kompetitifnya. Mengurangi tingkat

pengungkapan modal intelektual berarti sinyal mengenai peluang kompetisi tidak

akan ditangkap oleh kompetitor yang hendak menyaingi perusahaan yang unggul

tersebut.

6

Selain faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja finansial

perusahaan, karakteristik perusahaan juga diprediksi memiliki pengaruh terhadap

luas pengungkapan modal intelektual perusahaan. Penelitian terdahulu yang

dilakukan oleh Woodcock dan Whiting (2009) terhadap 70 perusahaan Australia

yang terdaftar di pasar modal telah melakukan investigasi pengaruh karakteristik

perusahaan yang terdiri dari tipe industri, konsentrasi kepemilikan, usia listing,

tingkat utang, dan jenis auditor terhadap luas pengungkapan modal intelektual dan

berhasil membuktikan bahwa tipe industri dan jenis auditor berpengaruh terhadap

luas pengungkapan modal intelektual perusahaan. Penelitian sejenis juga

dilakukan oleh White et al. (2007) terhadap perusahaan-perusahaan bioteknologi

di Australia dengan memperluas investigasi faktor determinan luas pengungkapan

hingga mencakup mekanisme corporate governance perusahaan. White et al.

(2007) menginvestigasikan hubungan independensi dewan, usia perusahaan,

tingkat utang, dan ukuran perusahaan terhadap tingkat pengungkapan modal

intelektual.

Studi di atas menemukan bahwa independensi dewan komisaris, tingkat

utang, dan ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat

pengungkapan modal intelektual perusahaan. Penelitian terdahulu telah

membuktikan adanya hubungan antara penerapan corporate governance dengan

tingkat pengungkapan modal intelektual perusahaan. Teori corporate governance

menjelaskan bahwa perusahaan yang telah menerapkan good corporate

governance akan memiliki kebijakan mengenai transparansi dan pengungkapan

7

informasi lebih optimal. Hal ini juga didukung dengan adanya prinsip transparansi

atau keterbukaan pada salah satu dari prinsip corporate governance.

Beberapa penelitian sebelumnya terkait pengungkapan modal intelektual

telah dilakukan, namun menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian yang

dilakukan Williams (2001) yang meneliti pengungkapan modal intelektual terkait

dengan kinerja modal intelektual menghasilkan simpulan bahwa variabel kinerja

modal intelektual, yang diukur dengan VAICTM tidak berpengaruh signifikan

terhadap tingkat pengungkapan, tetapi memiliki arah hubungan yang bertentangan

dengan yang diharapkan. Temuan ini menunjukkan bahwa untuk mempertahankan

keunggulan kompetitif yang dimiliki, perusahaan dapat mengurangi tingkat

pengungkapan modal intelektual sebagai usaha untuk tidak memberi sinyal bagi

pesaing dan pihak-pihak lain tentang keberadaan potensi peluang bisnis.

Perusahaan dengan tingkat utang yang tinggi menanggung monitoring

cost yang tinggi juga (Jensen & Meckling, 1976) serta dituntut untuk memiliki

tingkat transparansi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan kreditur (Khanna et

al., 2004). Namun, studi yang dilakukan Cormier dan Magnan (2005)

menghasilkan temuan bahwa tingkat utang suatu perusahaan berbanding terbalik

dengan tingkat pengungkapan modal intelektual.

Penelitian yang dilakukan oleh White, et al. (2007) menemukan bahwa

komposisi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap pengungkapan

modal intelektual. Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Chandra (2010)

menemukan bahwa komposisi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap

pengungkapan modal intelektual.

8

Penelitian ini berusaha mengukur pengaruh kinerja modal intelektual,

tingkat utang, dan struktur corporate governance terhadap luas pengungkapan

modal intelektual perusahaan sektor perbankan di Indonesia. Pemilihan sektor

perbankan sebagai sampel mengacu pada penelitian Firer dan William (2003).

Sektor perbankan dipilih karena menurut Firer dan William (2003) industri

perbankan adalah salah satu sektor yang paling insentif modal intelektualnya. Hal

ini dikarenakan perbankan memiliki kekayaan modal intelektual yang tinggi

Perbankan lebih banyak menggunakan sumber daya intelektualnya dibandingkan

sektor perusahaan lainnya. Selain itu, dari aspek intelektual, secara keseluruhan

karyawan di sektor perbankan lebih homogen dibandingkan dengan sektor

ekonomi lainnya (Kubo dan Saka, 2002).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian kembali, dengan judul “DETERMINAN LUAS

PENGUNGKAPAN MODAL INTELEKTUAL PADA PERBANKAN

TAHUN 2009-2011”. Variabel-variabel yang akan diteliti terdiri dari kinerja

modal intelektual yang diukur dengan VAICTM, tingkat utang dan struktur

corporate governance yang diukur dari ukuran dewan komisaris, jumlah rapat

dewan komisaris, ukuran komite audit, jumlah rapat komite audit, dan konsentrasi

kepemilikan, dengan memasukkan variabel usia listing sebagai variabel

pengendali.

Perbedaaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada

model penelitian. Sebagian besar peneliti hanya meneliti pengaruh dari struktur

corporate governance terhadap luas pengungkapan modal intelektual tanpa

9

memasukkan variabel lain seperti kinerja modal intelektual. Penelitian ini

mengkombinasikan kedua variabel tersebut (kinerja modal intelektual dan struktur

corporate governance) dengan penambahan satu variabel bebas lainnya yaitu

tingkat utang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat pengaruh kinerja modal intelektual terhadap luas

pengungkapan modal intelektual perbankan di Indonesia?

2. Apakah terdapat pengaruh tingkat utang terhadap luas pengungkapan

modal intelektual perbankan di Indonesia?

3. Apakah terdapat pengaruh struktur corporate governance terhadap luas

pengungkapan modal intelektual perbankan di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, penelitian ini mempunyai tujuan

sebagai berikut:

1. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh kinerja modal intelektual

terhadap luas pengungkapan modal intelektual perbankan di Indonesia.

2. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh tingkat utang terhadap luas

pengungkapan modal intelektual perbankan di Indonesia.

10

3. Memperoleh bukti empiris tentang pengaruh struktur corporate

governance terhadap luas pengungkapan modal intelektual perbankan di

Indonesia.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontirbusi:

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat digunakan sebagai referensi khususnya untuk pengkajian topik-

topik pengungkapan modal intelektual.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada

pengembangan teori, terutama yang berkaitan akuntansi manajemen.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan masukan bagi perusahaan terkait dengan modal intelektual

untuk meningkatkan pengungkapan modal intelektual, sehingga tidak

terjadi adanya asimetri informasi.

b. Memberikan informasi kepada pihak-pihak terkait yang memerlukan

hasil penelitian ini.

11

BAB II

TELAAH TEORI

2.1 Teori Legitimasi

Teori legitimasi berasal dari kontrak sosial antara perusahaan dan

masyarakat yang menyatakan bahwa perusahaan akan mencari jalan atau

melakukan suatu tindakan agar perilakunya dipandang baik oleh publik sehingga

kelangsungan perusahaan dapat terjaga. Guthrie et al. (2006) menyatakan bahwa

berdasarkan teori ini, perusahaan akan mengungkapkan secara sukarela segala

pencapaiannya yang dipandang sesuai dengan ekspektasi masyarakat, baik yang

bersifat eksplisit maupun implisit, berdasarkan kontrak sosial yang terjalin antara

perusahaan dan masyarakat. Pengungkapan ini juga bertujuan untuk membentuk

citra yang baik di hadapan publik.

Menurut Guthrie et al. (2004) dalam Oliveira et al. (2008), legitimacy

theory berhubungan erat dengan pelaporan intellectual capital. Perusahaan lebih

mungkin untuk melaporkan intangibles yang dimiliki, jika perusahaan memiliki

kebutuhan yang spesifik untuk melakukannya. Perusahaan tidak dapat

melegitimasi statusnya hanya lewat “hard” asset yang diakui sebagai simbol

kesuksesan tradisional perusahaan. Pendapat lainnya diungkapkan oleh Lindblom

(1994) dalam Williams (2001) yang menyatakan bahwa pelaporan terkait

kepemilikan modal intelektual perusahaan berikut pendayagunaan modal

intelektual dalam menciptakan nilai bagi perusahaan merupakan suatu strategi

bagi perusahaan yang citranya diragukan oleh stakeholder.

12

2.2 Stakeholder Theory

Stakeholder Theory berasumsi bahwa perusahaan tidak hanya bertanggung

jawab pada shareholder atau pemilik saham, tetapi juga kepada Stakeholder.

Menurut Freeman (1984) dalam Oliveira et al. (2010) stakeholder adalah

kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh proses

pencapaian tujuan suatu perusahaan. Pihak-pihak yang masuk ke dalam kelompok

stakeholder adalah pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemasok, kreditor,

pemerintah, dan masyarakat (Riahi-Belkaoui, 2003). Berdasarkan stakeholder

theory, perusahaan memiliki insentif yang tinggi untuk meyakinkan stakeholder

bahwa aktivitasnya sesuai dengan ekspektasi stakeholder (Branco dan Rodrigues,

2006). Untuk meyakinkan para stakeholder, pengungkapan dipilih sebagai suatu

strategi untuk mengelola atau bahkan memanipulasi pemenuhan tuntutan dari

berbagai kelompok (Deegan dan Blomquist, 2006).

Pengungkapan informasi pada laporan keuangan merupakan salah satu

bentuk dari tanggung jawab manajemen dalam memenuhi hak stakeholder untuk

memperoleh informasi mengenai kebijakan dan kegiatan operasional perusahaan

serta dampak bagi mereka. Woodcock & Whiting (2009) menyatakan bahwa

perusahaan akan mengungkapkan informasi mengenai modal intelektual mereka

secara sukarela untuk dapat memenuhi kebutuhan informasi para stakeholder.

Perusahaan yang berkomitmen untuk melaporkan aktivitasnya termasuk

intellectual capital disclosure kepada stakeholder, biasanya bertujuan untuk

mempertahankan keseimbangan dan keberlanjutan pembentukan nilai untuk

13

semua stakeholder (Ernst dan Young, 1999 dalam Suhardjanto dan Wardhani

2010).

2.3 Teori Agensi

Teori agensi menjelaskan adanya hubungan keagenan atau kontrak kerja

yang melibatkan antara dua pihak. Kontrak kerja terjalin antara pihak prinsipal

dengan pihak agen. Kontrak kerja ini berdampak pada pemisahan fungsi. Hal ini

dikarenakan investor atau prinsipal yang menanamkan modalnya dalam bentuk

saham tidak dapat berkecimpung secara aktif di dalam aktivitas operasional

perusahaan yang mereka miliki, prinsipal menunjuk manajemen perusahaan yang

bertindak sebagai agen dan mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan yang

dimilikinya sebagai pemilik perusahaan kepada manajemen.

Teori agensi berpandangan bahwa pendelegasian otoritas pengambilan

keputusan memungkinkan pihak manajemen yang bertindak sebagai agen untuk

melakukan suatu tindakan penyalahgunaan sumber daya perusahaan demi

kepentingan pribadi sehingga terjadi konflik antara pihak manajemen sebagai

pengendali dan pemegang saham sebagai pemilik perusahaan (Fama dan Jensen,

1983 dalam Abeysekera, 2010). Menurut Jensen dan Meckling (1976), dalam

suatu hubungan keagenan, investor sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen

diasumsikan sebagai dua belah pihak yang akan memaksimalkan utilitas mereka,

sehingga agen tidak selalu bertindak sesuai harapan prinsipal.

Potensi masalah yang muncul dalam teori agensi ini adalah adanya

asimetri informasi. Hal ini dikarenakan pihak agen lebih memahami kondisi

14

internal suatu perusahaan dibandingkan dengan pihak prinsipal yang akan memicu

adanya kecurangan pihak agen untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Salah

satu bentuk kecurangan yang dilakukan yaitu menyajikan informasi yang tidak

sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya.

Menurut Bruggen, et al. (2009) menyatakan bahwa asimetri informasi

dapat mengakibatkan misalokasi modal yang mengarah pada biaya sosial seperti

pengangguran dan penurunan produktivitas. Selain itu risiko yang akan muncul

yaitu munculnya biaya pengawasan. Untuk mengurangi risiko yang muncul, teori

agensi menempatkan pengungkapan sebagai mekanisme yang dapat mengurangi

biaya yang dihasilkan dari konflik antara manajer dengan pemegang saham

(compensation contracts) dan dari konflik antara perusahaan dan krediturnya

(debt contracts). Oleh karena itu, pengungkapan merupakan mekanisme untuk

mengontrol kinerja manajer. Sebagai konsekuensinya, manajer didorong untuk

mengungkapkan voluntary information seperti intellectual capital disclosure.

2.4 Signalling Theory

Signalling theory menekankan kepada pentingnya informasi yang

dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar

perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis

karena informasi menyajikan keterangan, catatan atau gambaran perusahaan baik

di masa lalu maupun di masa yang akan datang. Informasi yang lengkap, relevan,

akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat

analisis dalam mengambil keputusan investasi.

15

Menurut Jogiyanto (2003), informasi yang dipublikasikan sebagai suatu

pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan

keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka

diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh

pasar.

Teori ini juga menyatakan bahwa perusahaan akan selalu berusaha untuk

mengirim sinyal berupa informasi positif atau kabar baik kepada investor dan

pemegang saham dengan menggunakan mekanisme pengungkapan, salah satunya

melalui media laporan tahunan (Oliveira 2006 dalam Putri 2011). Informasi yang

diungkapkan oleh manajemen dapat meningkatkan kredibilitas manajemen di

mata publik. Insentif yang diperoleh pihak manajemen dari pengiriman sinyal

positif melalui mekanisme pelaporan tahunan perusahaan ini mendorong

manajemen untuk tetap melakukan pengungkapan informasi positif meskipun

pengungkapan tersebut tidak diwajibkan berdasarkan standar yang berlaku.

Di dalam studinya, Spence (1973) dalam Suhardjanto dan Wardhani

(2010) berhasil membuktikan bahwa biaya yang ditanggung perusahaan dengan

kinerja kurang baik akan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan biaya yang

ditanggung oleh perusahaan dengan kinerja superior. Oleh karena itu, manajer

dengan kinerja superior lebih termotivasi untuk mengungkapkan informasi kepada

publik secara sukarela agar perusahaan dapat diklasifikasikan sebagai perusahaan

dengan kinerja yang baik. Hal ini disebabkan oleh ekspektasi manajer bahwa

menyediakan sinyal yang bagus mengenai kinerja perusahaan kepada pasar akan

mengurangi asimetri informasi (Oliveira et al., 2008).

16

Berdasarkan kerangka signaling theory, manajer diprediksi akan

menggunakan mekanisme pengungkapan mengenai modal intelektual untuk

menyelaraskan ekspektasi pasar mengenai pendapatan perusahaan di masa yang

akan datang dengan ekspektasi manajer perusahaan tersebut. Perusahaan juga

akan menggunakan mekanisme pengungkapan tertentu untuk mengoreksi nilai

perusahaan apabila pasar menilai perusahaan terlalu rendah.

2.5 Modal Intelektual

2.5.1 Definisi Modal Intelektual

Istilah modal intelektual pertama kali dikemukakan oleh John Kenneth

Galbraith pada tahun 1969 yang menulis surat yang ditujukan kepada temannya,

Michael Kalecki. Galbraith mengemukakan: ”I wonder if you realize how much

those us the world around have owed to the intellectual capital you have provided

over the last decades” (Hudson, 1993 dalam Bontis, 2000). Pada tahun 1993

modal intelektual dijelaskan secara rinci oleh Peter Drucker dalam bukunya “Post-

Capitalist Society.” Akhir tahun 1990, referensi mengenai modal intelektual

dalam publikasi bisnis kontemporer menjadi hal yang lazim. Manajemen modal

intelektual menjadi wewenang Chief Knowledge Officer (CKO). Bahkan Stewart

telah diakui sebagai pencetus kelahiran dunia baru intelektual kapitalis (Bontis,

2000). Definisi modal intelektual dikemukakan oleh Klein dan Prusak, yang

kemudian dipopulerkan Stewart dalam Sawarjuwono dan Kadir (2003): “. . .we

can define intellectual capital operationally as intellectual material that has been

formalized, captured, and leveraged to produce a higher valued asset.”

17

Sampai sekarang belum terdapat definisi modal intelektual yang konklusif

dan masih terjadi perdebatan di antara para pakar. Modal intelektual merupakan

sesuatu yang kompleks dan sulit untuk didefinisikan. Hal tersebut terbukti dari

definisi yang berbeda dari para ahli di berbagai literatur. Menurut Williams (2001)

modal intelektual adalah informasi dan pengetahuan yang diaplikasikan dalam

pekerjaan untuk menciptakan nilai. Definisi ini menekankan bahwa kemampuan

modal intelektual dalam menciptakan nilai. Hunter et al (dalam Woodcock dan

Whiting, 2009) menjelaskan bahwa modal intelektual adalah perbedaan nilai pasar

dengan nilau buku perusahaan.

Menurut Mouritsen (1998) dalam Purnomosidhi (2006) berpendapat

bahwa modal intelektual merupakan masalah pengetahuan organisasi yang luas

dan bersifat unik bagi perusahaan sehingga memungkinkan perusahaan secara

terus-menerus beradaptasi dengan kondisi yang selalu berubah. Namun, dari

banyaknya definisi yang berbeda tersebut terdapat salah satu definisi yang paling

komprehensif mengenai modal intelektual (Li et al., 2008 dalam Putri 2011)

adalah “…the possession of knowledge and experience, professional knowledge

and skill, good relationship, and technological capacities, which when applied

will give organizations competitive advantage.”

2.5.2 Komponen Modal Intelektual

Modal intelektual terdiri dari beberapa komponen yang dapat dijadikan

dasar bagi perusahaan dalam menerapkan strategi. Sebagian besar peneliti

membagi intellectual capital menjadi tiga elemen utama (Sveiby, 1997; Meritum,

18

2002 dalam Oliveira et al., 2008), yaitu: human capital, structural capital atau

organizational capital, dan relational capital.

1. Human Capital (modal manusia)

Human capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual. Disinilah

sumber innovation dan improvement, tetapi merupakan komponen yang sulit

untuk diukur. Human capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan

untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki

oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut. Human capital akan

meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki

oleh karyawannya (Sawarjuwono, 2003). Contoh dari human capital adalah

kapasitas kerja kelompok, kreatifitas, fleksibilitas, toleransi terhadap

ambiguitas, motivasi, kepuasan kerja, dan kapasitas pembelajaran dari

karyawan.

2. Structural Capital atau Organizational Capital (modal organisasi)

Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam

memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung

usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta

kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya: sistem operasional perusahaan,

proses manufakturing, budaya organisasi, filosofi manajemen dan semua

bentuk intellectual property yang dimiliki perusahaan. Seorang individu dapat

memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi jika organisasi memiliki

sistem dan prosedur yang buruk maka intellectual capital tidak dapat

mencapai kinerja secara optimal dan potensi yang ada tidak dapat

19

dimanfaatkan secara maksimal (Sawarjuwono, 2003). Contohnya adalah

struktur, proses, rutinitas, sistem, dan kebudayaan yang terdapat di suatu

perusahaan, mencakup database, perangkat manajemen, sistem teknologi

informasi, rancangan structural, mekanisme koordinasi, kebijakan, prosedur,

kapasitas pembelajran organisasional, dan sistem jaringan.

3. Relational Capital atau Costumer Capital (modal pelanggan)

Elemen ini merupakan komponen modal intelektual yang memberikan nilai

secara nyata. Relational capital merupakan hubungan yang

harmonis/association network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para

mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas,

berasal dari pelanggan loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan

yang bersangkutan berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah

maupun dengan masyarakat sekitar. Relational capital dapat muncul dari

berbagai bagian diluar lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai

bagi perusahaan tersebut (Sawarjuwono, 2003). Contohnya adalah citra

perusahaan, reputasi, loyalitas pelanggan, kepuasan pelanggan, jaringan

distribusi, goodwill, kontrak lisensi, dan perjanjian franchise.

2.6 Pengungkapan Sukarela Modal Intelektual

Menurut Bruggen, et al. (2009) alasan perusahaan mengungkapkan modal

intelektual yaitu mengurangi tingkat asimetri informasi sehingga biaya modal

perusahaan dapat mengalami penurunan. Pengungkapan modal intelektual dapat

20

meningkatkan nilai relevansi laporan keuangan. Peningkatan nilai relevansi

laporan keuangan dapat mencegah perusahaan pada kondisi sebagai berikut:

1. Kegagalan dalam menyampaikan informasi secara relevan sehingga

mengakibatkan kemrosotan posisi keuangan perusahaan dan dapat

menghilangkan daya saing jangka panjang.

2. Investor sulit menilai secara akurat nilai perusahaan untuk alokasi sumber

daya dengan menggunakan laporan keuangan yang tidak melaporkan modal

intelektual.

3. Manajer sulit untuk menentukan relevansi aset tidak berwujud yang

diperlukan untuk operasi perusahaan.

Pengungkapan modal intelektual dapat menciptakan kepercayaan dengan

karyawan dan stakeholder, serta mencegah kerugian dan rumor gosip yang

mempengaruhi reputasi perusahaan. Kepercayaan penting dalam jangka panjang

bagi perusahaan sebagai suatu strategi dalam menciptakan komitmen stakeholder

yang lebih tinggi untuk masa depan perusahaan (Bruggen, et al., 2009).

Pengungkapan informasi mengenai modal intelektual dapat juga dijadikan

perusahaan sebagai alat pemasaran. Pengungkapan modal intelektual, perusahaan

dapat memberikan bukti tentang nilai-nilai sejati yang diterapkan dalam

perusahaan serta kemampuan perusahaan dalam menciptakan kekayaan sehingga

dapat meningkatkan reputasi.

Pengelolaan modal intelektual perlu diberi perhatian secara lebih.

Pengelolaan modal intelektual yang baik akan dapat membantu untuk

mengidentifikasi, mengukur, dan mengungkapkan modal intelektual. Akan tetapi

21

sesuai dengan perkembangan jaman, maka terjadi perubahan-perubahan yang

terjadi dalam hal penyajian dan penilaian aset tak berwujud terutama modal

intelektual. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bruggen, et al. (2009) yang

menjelaskan standar sukarela lebih tepat dan fleksibel dibandingkan dengan

standar wajib karena adanya perubahan yang cepat pada modal intelektual.

Dari literatur-literatur yang berhasilkan dikumpulkan, kebanyakan para

penulis membahas tentang pengukuran modal inetelektual. Sedangkan bagaimana

pelaporan modal intelektual dibuat masih jarang dibahas. Disamping itu publikasi

terhadap modal intelektual masih sangat jarang dilakukan. Seperti halnya dengan

pengukuran modal intelektual, pelaporan aset ini belum dibuatkan sebuah

standard tertentu. Beberapa penulis (Bontis 2000; Sveiby 1998; Mouritsen et al.

2000) menyarankan untuk melakukan pelaporan keuangan kedalam dua bentuk,

yaitu laporan keuangan yang lama dalam ukuran moneter ditambah dengan

laporan khusus tentang modal intelektual dengan ukuran non moneter, Bontis

(dalam Sawarjuwono 2003) menyatakan bahwa:

“Adding a flow perspective to the stock perspective is akin to adding a

profit and loss statement to a balance sheet in accounting. The two

perspectives combined (or the two reporting tools, in the case of

accounting) provide much more information than any single one alone. At

the same time, intellectual capital flow reporting presents some additional

challenges in terms of complexity.”

Pernyataan ini juga menunjukkan pentingnya laporan tambahan yang

menguraikan modal intelektual dalam perusahaan. Usulan-usulan ini dapat

22

diterima oleh berbagai kalangan dan secara umum pelaporan terhadap modal

intelektual perusahaan biasa disebut statement of intellectual capital.

Di Indonesia, pengungkapan modal intelektual masih bersifat voluntary.

Sampai saat ini belum ada pengelompokkan komponen modal intelektual yang

dapat diterima bersama dan belum ada pola khusus pengungkapan modal

intelektual (Yunanto, 2010). Namun demikian, terdapat perkembangan konsep

modal intelektual di Indonesia dengan adanya regulasi yaitu PSAK No. 19 Revisi

2009 tentang aset tak berwujud. Menurut PSAK No. 19 Revisi 2009 aset tak

berwujud merupakan aset non moneter yang dapat diidentifikasi tanpa wujud

fisik, dimiliki dan dibawah kontrol suatu perusahaan, dapat dijual, disewakan, dan

dipertukarkan kepada pihak lainnya atau untuk tujuan administratif.

Sawarjuwono (2003) menyatakan penelitian terhadap pelaporan modal

intelektual ini juga dilakukan oleh Guthrie dan Petty (2000) yang melakukan

penelitian terhadap 20 perusahaan di Australia yang telah terdaftar pad bursa efek

(Satyo 2000; Mouritsen et al. 2000). Hasil penelitian ini menunjukkan porsi

pengungkapan setiap elemen modal intelektual, dimana 30% indikator yang

digunakan mengungkapkan human capital, 30% organizational capital (internal

structure) dan 40% customer capital (external structure). Disamping hal-hal di

atas, riset Guthrie dan Petty (2000) menunjukkan bahwa:

1. Pengungkapan modal intelektual lebih banyak (95%) disajikan secara terpisah

dan tidak ada yang disajikan dalam angka atau kuantitatif. Hal ini mendukung

pandangan yang selama ini kuat yaitu aktiva tidak berwujud atau modal

intelektual sulit untuk dikuantifikasikan.

23

2. Pengungkapan mengenai modal eksternal lebih banyak dilakukan oleh

perusahaan. Tidak terdapat pola tertentu dalam laporan-laporan tersebut. Hal-

hal yang banyak diungkapkan menyebar di antara ketiga elemen modal

intelektual.

3. Pelaporan dan pengungkapan modal intelektual dilakukan masih secara

sebagian dan belum menyeluruh.

4. Secara keseluruhan perusahaan menekankan bahwa modal intelektual

merupakan hal penting untuk menuju sukses dalam menghadapi persaingan

masa depan. Namun hal itu belum dapat diterjemahkan dalam suatu pesan

yang solid dan koheren dalam laporan tahunan.

Pengungkapan modal intelektual tidak disajikan dalam neraca. Hal

tersebut disebabkan pengungkapan modal intelektual sulit untuk diukur dan

dikuantifikasikan. Menurut Bruggen, et al. (2009) kerangka kerja akuntansi dan

standar akuntansi yang berlaku tidak memungkinkan untuk melakukan pengakuan

dan pengungkapan penuh pada komponen modal intelektual. Oleh karena itu,

metode pengukuran baru dan model pelaporan IC seperti IC Index dapat

membantu mengatasi masalah standar akuntansi keuangan tradisional dalam

pengukuran modal intelektual.

Pengungkapan modal intelektual dituangkan dalam informasi tambahan

melalui laporan tahunan yang dipublikasikan. Mengungkapkan modal intelektual,

perusahaan dapat mengatasi masalah yang ada dalam hubungan keagenan seperti

asimetri informasi. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa biaya agen

timbul dari perilaku oportunistik manajernya, sehingga mereka termotivasi untuk

24

mengungkapkan informasi secara sukarela yaitu informasi modal intelektual

untuk mengurangi biaya agensi tersebut.

2.7 Kinerja Modal Intelektual

Pengukuran modal intelektual menjadi suatu hal yang penting seiring

dengan peningkatan peran modal intelektual dewasa ini. Terdapat empat metode

pengukuran modal intelektual. Metode yang pertama dikenal dengan pengukuran

berbasis nilai (value-based measurement) yang mengukur nilai modal intelektual

diukur berdasarkan selisih antara nilai pasar dan nilai buku perusahaan (Brennan,

2001). Metode ini tergolong metode yang paling mudah untuk diterapkan karena

data yang dibutuhkan dalam kalkulasi dapat dengan mudah diakses publik.

Metode yang kedua adalah Skandia Navigator. Metode ini dikembangkan

pada tahun 1994 oleh Skandia, sebuah perusahaan yang berbasis di Swedia.

Metode ini mengukur nilai modal intelektual dengan mengidentifikasi dan

mengkuantifikasi faktor kunci penentu kesuksesan dalam bisnis.

Metode yang ketiga menilai modal intelektual dengan menggunakan suatu

indeks. Indeks modal intelektual ini tidak digunakan untuk mengukur nilai modal

intelektual secara langsung, melainkan untuk mengukur efisiensi dari modal

intelektual dengan cara mengidentifikasi dan memberi bobot pada indikator kunci

kesuksesan perusahaan (Roos et al., 1997 dalam Putri 2011).

Metode yang keempat dikenal dengan VAICTM. Metode ini dikembangkan

oleh Pulic pada tahun 1998. Sama dengan metode indeks, metode VAICTM tidak

25

secara langsung mengukur besar modal intelektual yang dimiliki suatu

perusahaan.

Studi yang dilakukan Chen et al. (2005) terhadap perusahaan-perusahaan

publik di Taiwan menghasilkan temuan empiris bahwa investor mengevaluasi

lebih tinggi perusahaan-perusahaan dengan tingkat efisiensi modal intelektual

yang lebih tinggi. Chen et al. (2005) menyimpulkan bahwa modal intelektual

merupakan suatu aset yang bersifat stratejik karena hubungannya dengan nilai

pasar perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan. Pengukuran efisiensi modal

intelektual menggunakan metode yang dikembangkan oleh Pulic (1998), Chen et

al. (2005) membuktikan bahwa perusahaan dengan tingkat profit dan

pertumbuhan pendapatan yang juga lebih tinggi pada tahun berjalan dan tahun

setelahnya.

2.7.1 Model Pulic

VAICTM merupakan metode yang dikembangkan oleh Pulic (1998),

didesain untuk menyajikan informasi mengenai value creation efficiency dari aset

berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki

perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk

menciptakan value added (VA). VA adalah indikator paling objektif untuk

menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam

penciptaan nilai (value creation) (Pulic, 1998). Selain itu VAICTM juga

merupakan alat manajemen pengendalian yang memungkinkan organisasi untuk

memonitor dan mengukur kinerja intellectual capital dari suatu perusahaan

26

(Kammath, 2007 dalam Saleh et al., 2008). VA dihitung sebagai selisih antara

output dan input (Pulic, 1998). VA secara teknik merupakan penjumlahan,

retained profit, interest expense, salaries dan wages, depreciation, dividend,

minority share, dan tax untuk pemerintah. Oleh karena itu, VA didefinisikan

sebagai peningkatan pada nilai bersih perusahaan dikarenakan kegiatan operasi

perusahaan.

Menurut Tan et al., (2007) dalam Ulum dkk (2008), menyatakan bahwa

output (OUT) mempresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa

yang dijual di pasar, sedangkan input (IN) mencakup seluruh beban yang

digunakan dalam memperoleh revenue. Menurut Tan et al., (2007), hal penting di

dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labour expense) tidak termasuk

dalam IN dikarenakan peran aktifnya di dalam kegiatan value creation, sehingga

tidak dihitung sebagai biaya (cost).

Komponen utama dari VAICTM yang dikembangkan Pulic (1998) tersebut

dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA-Value

Added Capital Employed), human capital (VAHU – Value Added Human

Capital), dan structural capital (STVA – Structural Capital Value Added).

VAICTM juga dikenal sebagai Value Creation Efficiency Analysis, dimana

merupakan sebuah indikator yang dapat digunakan dalam menghitung efisiensi

nilai yang dihasilkan dari perusahaan yang didapat dengan menggabungkan CEE

(Capital Employed Efficiency), HCE (Human Capital Efficiency), dan SCE

(Structural Capital Efficiency) (Pulic, 1998).

27

2.7.1.1 Value Added Capital Employed (VACA)

VACA adalah indikator atau nilai tambah yang diciptakan oleh suatu unit

dari physical capital. VACA adalah perbandingan antara value added (VA)

dengan model fisik yang bekerja (Capital Employed/CA). Capital employed ini

menunjukkan hubungan harmonis yang dimiliki perusahaan dengan mitranya,

baik yang berasal dari pemasok yang andal dan berkualitas, pelanggan yang loyal,

dan merasa puas dengan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, serta

hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar

(Belkaoui, 2003). Dalam proses penciptaan nilai, intelektual potensial yang

direpresentasikan dalam biaya karyawan tidak dihitung sebagai biaya (input) (Tan

et al., 2007).

Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika satu unit CA menghasilkan

return yang lebih besar pada sebuah perusahaan, maka perusahaan tersebut

mampu memanfaatkan CA dengan lebih baik. Pemanfaatan lebih CA adalah

bagian dari intellectual capital perusahaan. Ketika membandingkan lebih dari

sebuah kelompok perusahaan VACA menjadi sebuah indikator kemampuan

intelektual perusahaan dalam memanfaatkan modal fisiknya (Tan et al., 2007).

2.7.1.2 Value Added Human Capital (VAHU)

VAHU mengindikasikan seberapa besar value added (VA) yang

diciptakan oleh setiap rupiah pengeluaran untuk pegawai (Tan et al., 2007).

Stewart (1997) menjelaskan bahwa human capital adalah kemampuan karyawan

untuk menciptakan produk yang dapat menjaring konsumen sehingga konsumen

28

tidak akan berpaling pada pesaing. Human capital mempresentasikan kemampuan

perusahaan dalam mengelola sumber daya manusia dan menganggap manusia atau

karyawan sebagai aset strategic perusahaan karena pengetahuan yang mereka

miliki. VAHU dihitung dengan membagi value added yang diciptakan perusahaan

dengan total salaries dan wages. Perhitungan ini mengasumsikan bahwa HC

sebagai suatu investasi daripada sebagai expense dan akan diakui sebagai aset

pada neraca (Pulic, 2000 dalam Saleh et al., 2008).

Hubungan antara VA dan human capital (HC) mengindikasikan bahwa

kemampuan HC adalah menciptakan nilai pada sebuah perusahaan. Pulic (1998)

berpendapat bahwa biaya gaji dan upah merupakan indikator bagi HC. Ketika

VAHU dibandingkan antar perusahaan. VAHU menjadi sebuah indikator kualitas

sumber daya perusahaan. VAHU juga sebagai kemampuan perusahaan

menghasilkan nilai tambah untuk setiap rupiah yang dikeluarkan pada HC

(Kuryanto dan Syafruddin, 2008).

2.7.1.3 Structural Capital Value Added (STVA)

STVA menunjukkan kontribusi modal structural (SC) dalam

pembentukkan nilai tambah. Salah satu bagian dari structural capital adalah

membangun sistem seperti data base yang memungkinkan orang-orang

dihubungkan dan belajar satu sama lain, sehingga menumbuhkan sinergi karena

adanya kemudahan berbagi pengetahuan dan bekerja sama antar individu dalam

organisasi. Penciptaan dari structural capital ini berhubungan dengan

pengetahuan atau nilai dari seseorang yang tidak akan begitu saja hilang kalau

29

yang bersangkutan meninggalkan perusahaan karena pengetahuannya telah

dirangkum dalam data base, sehingga perusahaan tidak akan kehilangan nilainya.

Dalam model yang dikembangkan Pulic ini, STVA dihitung dengan

membagi structural capital (SC) dengan value added (VA). Dalam model Pulic,

SC diperoleh dari VA dikurangi dengan HC. STVA menunjukkan kontribusi

modal struktural dalam penciptaan nilai semakin kecil kontribusi SC (Tan et al.,

2007). Pulic (1998) dalam Saleh et al., (2008) menyatakan terdapat hubungan

proporsi yang berkebalikan antara HC dan SC.

2.8 Tingkat Utang

Tingkat utang merupakan perbandingan besarnya dana yang disediakan

pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur. Rasio ini menunjukkan

kemampuan modal sendiri untuk memenuhi seluruh kewajiban perusahaan.

Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa terdapat suatu potensi untuk

mentransfer kekayaan dari debtholders kepada pemegang saham dan manajer

pada perusahaan-perusahaan yang tingkat ketergantungannya kepada utang sangat

tinggi sehingga menimbulkan biaya keagenan (agency cost) yang tinggi.

Perusahaan yang memiliki tingkat utang yang tinggi dalam struktur

modalnya akan menanggung biaya keagenan (agency cost) yang lebih tinggi

dibandingkan dengan perusahaan yang tingkat utangnya kecil. Untuk mengurangi

biaya keagenan tersebut, manajemen perusahaan dapat mengungkapkan lebih

banyak informasi secara sukarela, termasuk informasi yang berkaitan dengan

modal intelektual. Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio

30

tingkat utang yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi,

karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal yang seperti itu lebih

tinggi (Jensen dan Meckling, 1976).

Fenomena tingginya tingkat utang suatu perusahaan akan meningkatkan

pengungkapan sukarela didukung oleh beberapa hasil penelitian empiris, misalnya

Williams (2001) yang menguji pengaruh tingkat utang terhadap pengungkapan

modal intelektual. Hasil-hasil penelitian tersebut belum konklusif karena ada

beberapa penelitian (misalnya Khanna et al., 2004) yang justru tidak dapat

membuktikan adanya pengaruh tingkat utang terhadap luas pengungkapan.

2.9 Struktur Corporate Governance

Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (dalam Hastuti,

2011), corporate governance adalah seperangkat aturan yang mengatur hubungan

antara pemegang saham, pengelola perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan,

dan para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan

hak-hak dan kewjiban mereka. Menurut World Bank (2000) corporate

governance merupakan suatu kerangka yang menekankan efisiensi dalam

pemanfaatan sumber daya perusahaan, serta akuntabilitas dalam pengelolaannya

yang memperhatikan seluruh kepentingan, baik individu, perusahaan, maupun

masyarakat luas.

Pengertian dan konsep corporate governance ini dilandasi dengan teori

agensi. Teori agensi menjelaskan adanya konflik kepentingan antara berbagai

pihak yang memiliki kepentingan pada suatu perusahaan yang disebabkan oleh

31

perbedaan tujuan. Untuk meminimalisasi potensi timbulnya konflik tersebut, suatu

mekanisme kontrol yang secara efektif dapat mengarahkan kegiatan operasional

perusahaan serta kemampuan untuk mengidentifikasi pihak-pihak dengan

kepentingan yang berbeda amat diperlukan (Syakhroza, 2003 dalam Putri 2011).

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perusahaan harus menerapkan

prinsip-prinsip corporate governance. Menurut Pedoman Umum Good Corporate

Governance Indonesia yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance

(KNKG) tahun 2004, prinsip-prinsip tersebut meliputi lima aspek, yaitu:

1. Transparansi (Transparancy)

Transparansi adalah adanya pengungkapan informasi yang bersifat terbuka,

jelas, tepat waktu dan dapat dibandingkan dengan keadaan yang menyangkut

tentang keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.

Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus

menyediakan informasi yang materil dan relevan dengan cara yang mudah

diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.

2. Akuntabilitas (Accountability)

Perusahaan harus mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan

dan wajar. Perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan

kepentingan perusahaan dengan tetap memperhatikan kepentingan pemegang

saham dan pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena itu, akuntabilitas

diperlukan perusahaan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

32

3. Responsibilitas (Responsibility)

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundangan serta melaksanakan

tanggung jawab kepada masyarakat dan lingkungan sehingga terpelihara

kesinambungan usaha dalam jangka panjang.

4. Independensi (Independency)

Perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ

perusahaan tidak saling mendominasi.

5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)

Perusahaan menjamin adanya perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi

hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan yang

berlaku. Perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang

saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan atas kewajaran dan

kesetaraan.

Untuk mewujudkan terciptanya corporate governance yang baik, prinsip-

prinsip tersebut harus dicapai dengan baik. RUPS atau pemegang saham, dewan

direksi, dewan komisaris, dan karyawan merupakan kunci dalam mewujudkan

pelaksanaan corporate governance yang baik.

2.9.1 Ukuran Dewan Komisaris

Dewan komisaris adalah dewan yang bertugas melakukan pengawasan dan

memberi nasihat kepada direktur atau direksi. Di Indonesia, dewan komisaris

ditunjuk oleh RUPS dan di dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas yang dijabarkan mengenai fungsi wewenang dan tanggung jawab dari

dewan komisaris.

33

Menurut Undang-undang Perseroan terbatas Nomor 40 tahun 2007 pada

pasal 108 ayat (5) perusahaan perseroan terbatas wajib memiliki paling setidaknya

dua anggota dewan komisaris. Menurut Pedoman Umum GCG Indonesia (KNKG,

2006), jumlah anggota dewan komisaris harus disesuaikan dengan kompleksitas

perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan

keputusan.

Menurut Pedoman Umum GCG Indonesia (KNKG, 2006), agar

pelaksanaan tugas dewan komisaris dapat berjalan efektif, maka perlu dipenuhi

prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Komposisi dewan komisaris harus memungkinkan pengambilan keputusan

secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.

2. Anggota dewan komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan memiliki

kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan baik termasuk

memastikan bahwa direksi telah memperhatikan kepentingan sesama

pemangku kepentingan.

3. Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat dewan komisaris mencakup

tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian sementara.

Indonesia menganut sistem Dua Tingkat (Two Tier System) dalam

menentukan fungsi dewan komisaris. Dalam sistem ini perusahaan mempunyai

dua badan terpisah yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan

manajemen (dewan direksi). Dewan komisaris bertanggung jawab atas

pelaksanaan tugas yang dilaksanakan oleh dewan direksi agar sesuai dengan

peraturan dan kepentingan pemangku kepentingan.

34

Fungsi kontrol yang dilakukan oleh dewan komisaris dapat mengurangi

biaya agensi. Dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian internal yang

dapat digunakan untuk menyelaraskan perbedaan kepentingan yang terjadi antara

pihak agen dengan pihak prinsipal dengan melakukan pengungkapan informasi

modal intelektual.

2.9.2 Jumlah Rapat Dewan Komisaris

Menurut Waryanto (2010), rapat dewan komisaris merupakan suatu proses

yang dilakukan dewan komisaris dalam pengambilan suatu keputusan mengenai

kebijakan perusahaan. Proses pengambilan keputusan penting dalam menentukan

efektivitas dewan komisaris dalam melakukan mekanisme pengawasan dan

pengendalian.

2.9.3 Ukuran Komite Audit

Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris dalam

rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya. Menurut peraturan

BAPEPAM Kep 29/PM/2004 tentang peraturan nomor IX.1.5 menyatakan bahwa

komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen dan

2 (dua) anggota lainnya berasal dari luar perusahaan.

Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) jumlah anggota

komite audit harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap

memperhatikan efektivitas dan pengambilan keputusan. Ukuran komite audit

35

harus ditentukan oleh perusahaan. Jumlah anggota komite audit harus disesuaikan

dengan perusahaan dan peraturan yang berlaku.

Komite audit harus terdiri dari individu-individu yang mandiri agar

terpelihara integritas dan pandangan obyektif dalam penyusunan rekomendasi.

Oleh karena itu, individu yang mandiri akan lebih adil dalam menangani suatu

masalah.

Struktur komite audit telah diatur oleh peraturan BAPEPAM Kep

29/PM/2004 tentang peraturan nomor IX.1.5 mengenai pembentukan dan

pedoman pelaksanaan kerja komite audit sebagai berikut:

1. Anggota Komite Audit diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisaris

dan dilaporkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham.

2. Anggota Komite Audit yang merupakan Komisaris Independen bertindak

sebagai Ketua Komite Audit. Dalam hal ini Komisaris Independen yang

menjadi anggota Komite Audit lebih dari satu orang maka salah satunya

bertindak sebagai Ketua Komite Audit.

Dalam pedoman GCG Indonesia (KNKG, 2006) dijelaskan bahwa komite

audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa:

1. Laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi

yang berlaku umum.

2. Struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik.

3. Pelaksanaan audit internal perusahaan dilaksanakan dengan baik.

4. Pelaksanakan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan

standar audit yang berlaku umum.

36

5. Tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.

Kewenangan komite audit sebagai alat bantu dewan komisaris. Komite

audit tidak memiliki otoritas apapun dan hanya bertindak sebagai rekomendasi

dewan komisaris, kecuali untuk hal spesifik yang memperoleh hak kuasa eksplisit

dari dewan komisaris. Hak kuasa tersebut yaitu menentukan dan mengevaluasi

komposisi auditor eksternal, memimpin suatu investigasi, dan sebagainya.

2.9.4 Jumlah Rapat Komite Audit

Berdasarkan keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-24/PM/2004 dalam

peraturan Nomor IX.1.5 menjelaskan bahwa komite audit mengadakan pertemuan

sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan minimal rapat dewan komisaris yang

ditetapkan dalam anggaran dasar perusahaan. Menurut pernyataan Ikatan Komite

Audit Indonesia (IKAI) menyatakan bahwa frekuensi rapat komite audit dilakukan

minimal 2 kali dalam 1 bulan sehingga minimal diperlukan 24 kali pertemuan

dalam setahun. Rapat komite audit digunakan sebagai media dalam melakukan

koordinasi dengan komite audit untuk melakukan tugas pelaksanaan dalam

membantu dewan komisaris melakukan pengawasan yang meliputi laporan

keuangan, tata kelola perusahaan, dan pengendalian internal.

2.9.5 Konsentrasi Kepemilikan Saham

Struktur kepemilikan perusahaan terdiri dari struktur kepemilikan

manajerial, struktur kepemilikan institusional, struktur kepemilikan asing, dan

sebagainya. Jumlah kekayaan atau saham yang dimiliki masing-masing pemilik

37

tentu memiliki proporsi yang berbeda-beda. Kondisi tersebut akan menunjukkan

pemilik saham mana yang memiliki jumlah saham terbesar di antara struktur

kepemilikan saham yang lain hal ini dapat dikatakan konsentrasi kepemilikan

saham.

Teori agensi telah menjadi landasan pemikiran dalam menjelaskan

konsentrasi kepemilikan saham. Struktur kepemilikan saham yang terkonsentrasi

akan menyebabkan adanya kekuasaan dan memberikan pengaruh bagi operasi

perusahaan. Adanya tekanan dari konsentrasi kepemilikan saham tersebut akan

dapat menghindari tindakan pihak agen untuk melakukan kecurangan. Kondisi

tersebut merupakan tindakan pengawasan yang dapat digunakan untuk

mengurangi biaya agensi.

2.10 Umur Listing

Umur listing perusahaan menunjukkan perusahaan tetap eksis dan mampu

bersaing dan memanfaatkan peluang bisnis dalam suatu perekonomian (Istanti,

2009). Dengan mengetahui umur listing perusahaan, maka akan diketahui sejauh

mana perusahaan tersebut dapat survive. Semakin panjang umur listing

perusahaan akan memberikan pengungkapan informasi keuangan yang lebih luas

dibanding perusahaan lain yang umur listingnya lebih pendek dengan alasan

perusahaan tersebut memiliki pengalaman lebih dalam pengungkapan laporan

tahunan.

2.11 Penelitian Terdahulu

Berbagai penelitian yang terdahulu mengenai variabel yang diteliti:

38

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu

Penelitian Variabel ObyekPenelitian

MetodeAnalisis

Hasil

Williams(2001)Is IntellectualCapitalPerformanceand DisclosurePracticesRelated?

Tingkatpengungkapanmodalintelektual,kinerja modalintelektual,tipe industri,status listing,kinerja modalfisik (ROA),dan tingkatutang.

31 Perusahaanyang terdaftarpada FTSE100 tahun1996-2000

Analisis regresiberganda

a. status listing,jenis industri, dantingkat utangberpengaruhterhadap tingkatpengungkapanmodal intelektual.

b. Tidak terdapathubungansistematis antarakinerja modalintelektual danpengungkapanmodal intelektual.

Purnomosidhi(2006)PraktikpengungkapanModalIntelektualpadaPerusahaanPublik di BEJ

Pengungkapanmodalintelektual,ukuranperusahaan,leverage,kinerja modalintelektual

Perusahaanpublik di BEJtahun 2001-2003

Contentanalysis,Analisis regresiberganda

a.Ukuranperusahaan,leverage, kinerjamodal intelektualberpengaruhterhadappengungkapanmodal intelektual.

White, et al.(2007)Drivers ofVoluntaryIntellectualCapitalDisclosure inListedBiotechnologyCompanies

Pengungkapansukarelamodalintelektual(ICD), ukuranperusahaan,umurperusahaan,leverage,konsentrasikepemilikandan komisarisindependen.

PerusahaanBioteknologidi Australiatahun 2005

Analisis regresiberganda

a. ukuranperusahaan,leverage, dankomisarisindependenberpengaruhterhadappengungkapanmodal intelektual.

b. umur perusahaandan konsentrasikepemilikan sahamtidak berpengaruhsignifikan terhadappengungkapanmodal intelektual.

39

Penelitian Variabel ObyekPenelitian

MetodeAnalisis

Hasil

Ulum (2008)IntellectualCapitalPerformanceSektorPerbankan diIndonesia

Financialreturn (ROE,EPS danASR),IntellectualCapital(VAICTM)

Perusahaanperbankan diIndonesiasampaidengan 2006danmelaporkanposisikeuangannyapada BankIndonesia

Partial LeastSquare

a. IntellectualCapital yang diukurdengan VAICTM

mampumenciptakan nilaibagi perusahaan.

Woodcock danWhiting(2009)IntellectualCapitalDisclosures byAustralianCompanies

Pengungkapanmodalintelektual,jenis dan tipeauditor, umurperusahaan,leverage, dankonsentrasikepemilikan.

Perusahaanpublik diAustralia

Analisis regresiberganda

a. Jenis dan tipeauditorberpengaruh secarasignifikan terhadappengungkapanmodal intelektual.

b. Umurperusahaan,leverage dankosnesntrasikepemilikan sahamtidak berpengaruhterhadappengungkapanmodal intelektual.

Bruggen, et al.(2009)Determinantsof IntellectualCapitalDisclosure:Evidence fromAustralia

Pengungkapanmodalintelektual,jenis industri,ukuranperusahaan,dan asimetriinformasi.

Perusahaanpublik diAustralia

Analisis regresiOLS

a. jenis industri danukuran perusahaanberhubunganpositif denganpengungkapanmodal intelektual.

b. asimetriinformasi tidakmemiliki hubungandenganpengungkapanmodal intelektual.

40

Penelitian Variabel ObyekPenelitian

MetodeAnalisis

Hasil

Suhardjantodan Wardhani(2010)PraktikIntellectualCapitalDisclosurePerusahaanyang Terdaftardi Bursa EfekIndonesia

Intellectualcapitaldisclosure,ukuranperusahan,profitabilitas,leverage,umur listing,dan tata kelolaperusahaan.

Perusahaanpublik padatahun 2007

AnalisisRegresiberganda

a. Ukuranperusahaan danprofitabilitasberpengaruhterhadap Intellectualcapital disclosure.

b. Leverage, umurlisting dan tatakelola perusahaantidak berpengaruhterhadap intellectualcapital disclosure

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

2.12 Kerangka Pemikiran Teoritis

Dalam penelitian ini Luas Pengungkapan Modal Intelektual (ICD)

diperlakukan sebagai variabel dependen yaitu variabel yang menjadi pusat

perhatian peneliti, yang keragamannya dijelaskan oleh variabel-variabel

independen yaitu Kinerja Modal Intelektual (KMI), Tingkat Utang (LEV), dan

Struktur Corporate Governance (SCG).

Laporan tahunan merupakan salah satu proxy yang menggambarkan

mengenai kebijakan perusahaan terkait pengungkapan. Laporan tahunan yang

didalamnya mencakup pengungkapan modal intelektual, digunakan perusahaan

untuk membuktikan kredibilitasnya dalam menyusun strategi penciptaan nilai dan

keunggulan kompetitif dengan melibatkan modal intelektual yang dimilikinya

(Steenkamp, 2007 dalam Putri 2011).

Perusahaan yang memiliki kinerja modal intelektual yang tinggi memberi

isyarat tentang kemampuannya dalam value creation di masa datang yang lebih

baik dibandingkan dengan perusahaan yang kinerja modal intelektual lebih

41

rendah. Kemampuan dalam value creation yang tinggi, dapat menurunkan risiko

bisnis dan biaya modal suatu perusahaan. Dengan demikian, semakin tinggi

kinerja modal intelektual, semakin besar pula tuntutan untuk mengungkapkan

informasi yang lebih luas karena perusahaan dipandang mampu menanggung

“biaya” pengungkapan informasi.

Karakteristik perusahaan, selain dari kinerja modal intelektual juga

diprediksi memiliki pengaruh terhadap pengaruh terhadap luas pengungkapan.

Salah satunya adalah tingkat utang. Biaya keagenan dapat diminimalisasi dengan

cara meningkatkan tingkat utang. Oleh karena itu, semakin besar perusahaan,

semakin tinggi tingkat utang, semakin tinggi pula tuntutan pada perusahaan untuk

mengungkapkan informasi yang lebih luas dibandingkan dengan perusahaan yang

tingkat utangnya lebih rendah.

Selain tingkat utang, mekanisme tata kelola perusahaan juga berperan

dalam menurunkan biaya keagenan yang harus ditanggung perusahaan. Adanya

mekanisme corporate governance di suatu perusahaan akan meningkatkan tingkat

pengungkapan mengenai penciptaan dan pengelolaan modal intelektual yang

mencakup informasi yang relevan dengan nilai perusahan. Oleh karena itu,

variabel independen tingkat utang dan struktur corporate governance juga akan

diteliti pengaruhnya terhadap luas pengungkapan modal intelektual pada

penelitian ini.

Dalam penelitian ini peneliti juga memasukkan variabel pengendali ke

dalam model penelitian yang akan diuji, yaitu umur listing. Umur listing

diprediksi berpengaruh terhadap luas pengungkapan modal intelektual.

42

perusahaan dengan umur listing yang lebih tua akan lebih banyak mengungkapkan

informasi mengenai modal intelektual, karena perusahaan yang lebih lama

beroperasi pada umumnya memiliki lebih banyak pengalaman, keahlian, dan

sumber daya untuk memproduksi laporan yang lebih kompleks sehingga tingkat

pengungkapannya menjadi lebih tinggi (Hossain dan Hammami dalam Putri,

2011).

Hubungan antara beberapa karakteristik perusahaan sebagai variabel

independen dengan luas pengungkapan modal intelektual sebagai variabel

dependen secara sistematis dapat digambarkan dalam kerangka teoritis yang

disajikan dalam gambar berikut ini:

43

Variabel Independen

Variabel Dependen

Variabel Pengendali

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kinerja Modal

Intelektual

Tingkat Utang

Luas

Pengungkapan Modal

Intelektual

Umur Listing

Ukuran Dewan

Komisaris

Ukuran Komite Audit

Jumlah Rapat Komite

Audit

Konsentrasi

Kepemilikan Saham

Jumlah Rapat Dewan

Komisaris

44

2.13 Pengembangan Hipotesis

2.13.1 Pengaruh Kinerja Modal Intelektual terhadap Luas Pengungkapan

Modal Intelektual.

Investasi perusahaan dalam bentuk modal intelektual, terutama pada

perusahaan yang berbasis pengetahuan seperti bank, dipercaya dapat

memaksimalkan penciptaan nilai perusahaan. Kepemilikan modal intelektual akan

menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan yang dipercaya akan

mendatangkan imbal hasil yang tinggi di masa yang akan datang. Berdasarkan

stakeholder theory, suatu perusahaan akan mengungkapkan informasi mengenai

kinerja intelektual, sosial, dan lingkungan secara sukarela atau melebihi ketentuan

yang dimandatkan agar dapat memenuhi ekspektasi stakeholder (Guthrie et al.,

2006).

Dalam konteks modal intelektual, pengungkapan yang dilakukan

perusahaan secara sukarela akan membantu investor, calon investor, dan

stakeholders lainnya dalam proses penilaian kemampuan perusahaan terkait

dengan kemampuannya dalam menciptakan kemakmuran di masa depan

(Williams, 2001). Informasi modal intelektual ini digunakan untuk investor dalam

menganalisis risiko investasi yang akan dilakukan pada suatu perusahaan,

sehingga biaya modal yang ditanggung perusahaan akan berkurang.

Ditinjau dari signaling perpectives, perusahaan yang memiliki kinerja

modal intelektual yang lebih tinggi akan mengungkapkan secara terbuka kepada

pasar yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai saham atau menurunkan biaya

modal suatu perusahaan. Pengungkapan mengenai modal intelektual di dalam

45

laporan tahunan juga dapat dijelaskan dengan teori legitimasi. Berdasarkan teori

legitimasi suatu perusahaan dengan kepemilikan modal intelektual dan

mengungkapkan modal intelektual digunakan pihak manajemen untuk

melegetimasi posisinya di hadapan stakeholder dalam usahanya mencapai tujuan

perusahaan.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Sihotang dan Winata (2008) untuk

mengetahui tingkat pengungkapan modal intelektual yang dilakukan perusahaan-

perusahaan dari berbagai sektor industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

pada tahun 2002 hingga 2004, perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor

perbankan umumnya memiliki tingkat pengungkapan modal intelektual rata-rata

yang relatif tinggi dibandingkan dengan perusahaan dari sektor industri lainnya.

Hal ini sejalan dengan temuan Williams (2001), yaitu efisiensi modal intelektual

memberikan pengaruh positif pada tingkat pengungkapan modal intelektual

perusahaan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka hipotesis pertama yang akan

diuji dalam penelitian ini yaitu:

H1: Kinerja modal intelektual berpengaruh positif dengan luas

pengungkapan modal intelektual.

46

2.13.2 Pengaruh Tingkat Utang Terhadap Luas Pengungkapan Modal

Intelektual

Tingkat utang merupakan perbandingan besarnya dana yang disediakan

pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur. Rasio ini menunjukkan

kemampuan modal sendiri untuk memenuhi seluruh kewajiban perusahaan. Teori

agensi juga digunakan untuk menjelaskan hubungan antara tingkat utang

perusahaan dengan pengungkapan laporan tahunan perusahaan. Jensen dan

Meckling (1976) mengemukakan bahwa terdapat suatu potensi untuk mentransfer

kekayaan dari debtholders kepada pemegang saham dan manajer pada

perusahaan-perusahaan yang tingkat utangnya sangat tinggi sehingga

menimbulkan biaya keagenan yang tinggi. Untuk mengurangi biaya keagenan

yang tinggi akibat dari tingkat utang yang tinggi, maka pengungkapan informasi

secara sukarela dijalankan oleh pihak manajemen dalam usaha mengurangi biaya

keagenan yang timbul.

Bank dengan karakteristik memiliki tingkat yang tinggi dituntut untuk

lebih transparan dalam hal pengungkapan informasi. Bruggen et al. (2009)

menyatakan bahwa tuntutan untuk mengungkapkan informasi lebih dari yang

dimandatkan dari pemegang saham dan kreditur terhadap perusahaan yang

berbasis ilmu pengetahuan akan semakin besar. Hal ini dikarenakan oleh besarnya

jumlah uang yang diinvestasikan dalam bentuk harta tak berwujud dan modal

intelektual yang tidak sepenuhnya diungkapkan dalam laporan keuangan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka hipotesis kedua yang akan diuji

dalam penelitian ini yaitu:

47

H2: Tingkat utang perusahaan berpengaruh positif terhadap luas

pengungkapan modal intelektual.

2.13.3 Pengaruh Struktur Corporate Governance Terhadap Luas

Pengungkapan Modal Intelektual.

2.13.3.1 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris Terhadap Luas Pengungkapan

Modal Intelektual

Berdasarkan teori agensi, dewan komisaris dapat berfungsi sebagai alat

pengendalian tertinggi bagi perusahaan. Dewan komisaris bertugas untuk

melakukan monitoring terhadap tindakan manajer sehingga kejadian seperti

kecurangan dapat dicegah. Tindakan monitoring yang dilakukan dapat

mengurangi biaya agensi melalui penekanan bagi manajer untuk melakukan

pengungkapan informasi mengenai modal intelektual secara relevan dan akurat.

Hal tersebut bertujuan untuk menyelaraskan kepentingan antara pihak agen

dengan pihak prinsipal. Dengan semakin besarnya ukuran dewan komisaris suatu

perusahaan, maka kinerja pengawasan dan pengendalian menjadi lebih baik dan

efektif sehingga akan meningkatkan pengungkapan modal intelektual. Dengan

demikian, hipotesis yang akan dikembangkan yaitu sebagai berikut:

H3.1: Ukuran dewan komisaris bepengaruh positif terhadap luas

pengungkapan modal intelektual.

48

2.13.3.2 Pengaruh Jumlah Rapat Dewan Komisaris Terhadap Luas

Pengungkapan Modal Intelektual

Rapat dewan komisaris merupakan media untuk melakukan koordinasi

dengan berbagai dewan komisaris untuk menentukan pengambilan keputusan

mengenai kebijakan perusahaan. Dalam rapat akan ditetapkan mengenai

efektifitas mekanisme pengawasan yang telah dilaksanakan maupun yang akan

dilaksanakan.

Dengan seiring diadakannya rapat dewan komisaris, diharapkan dapat

meningkatkan mekanisme pengawasan dan pengendalian menjadi lebih baik dan

lebih efektif. Mekanisme tersebut tentu akan memberi dorongan dan tekanan bagi

manajer untuk mengungkapkan informasi mengenai modal inetelektual dengan

baik dan relevan sehingga akan meningkatkan pengungkapan modal intelektual.

Dengan demikian, hipotesis yang akan dikembangkan sebagai berikut:

H3.2: Jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh positif terhadap

pengungkapan modal intelektual.

2.13.3.3 Pengaruh Ukuran Komite Audit Terhadap Luas Pengungkapan Modal

Intelektual

Komite audit bertugas untuk membantu dewan komisaris dalam

melaksanakan tugas pengawasan. Komite audit berfungsi sebagai alat

pengendalian manajemen untuk mencegah tindakan kecurangan sebagai alat

pengendalian manajemen untuk mencegah tindakan kecurangan seperti

menyajikan informasi yang tidak akurat dan relevan.

49

Dengan demikian, semakin besar ukuran komite audit suatu perusahaan

maka dapat mempengaruhi pengungkapan informasi yang dilakukan, seperti

informasi modal intelektual semakin luas dan berkualitas. Penelitian Sani (2010)

menemukan adanya hubungan antara ukuran komite audit yang berpengaruh

signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual. Berdasarkan asumsi

tersebut, maka peneliti akan mengembangkan hipotesis sebagai berikut:

H3.3: Ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap pengungkapan

modal intelektual.

2.13.3.4 Pengaruh Jumlah Rapat Komite Audit Terhadap Luas Pengungkapan

Modal Intelektual

Rapat komite audit mengadakan pertemuan dengan berbagai komite

audit yang memiliki berbagai macam keahlian. Koordinasi dalam rapat komite

audit membahas mengenai strategi dan evaluasi pelaksanaan tugas seperti

pengawasan laporan keuangan, pengendalian internal, serta pengawasan terhadap

tata kelola perusahaan yang baik.

Dengan semakin seringnya frekuensi rapat komite audit dilakukan,

maka dapat meningkatkan koordinasi dan meningkatkan pelaksanaan pengawasan

menjadi lebih baik dan efektif sehingga dapat mempengaruhi pengungkapan

informasi modal intelektual, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.

Penelitian Sani (2010) menemukan adanya hubungan antara jumlah rapat komite

audit yang berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual.

Berdasarkan asumsi tersebut, maka hipotesis yang akan dikembangkan yaitu:

50

H3.4: Jumlah rapat komite audit berpengaruh positif terhadap luas

pengungkapan modal intelektual.

2.13.3.5 Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Saham Terhadap Luas

Pengungkapan Modal Intelektual

Pemegang saham tersebut tentu memiliki tujuan yang ingin dicapai oleh

perusahaan. Pemegang saham menerapkan strategi yang selanjutnya akan

diimplementasikan dengan mengalokasikan sumber daya yang dimiliki

perusahaan. Tahapan-tahapan tersebut tidak lepas dari peran pemegang saham

atau pemilik kekayaan perusahaan. Dengan demikian, dengan adanya peran dan

kuasa oleh kepemilikan saham yang terkonsentrasi memberi pengaruh terhadap

aktivitas operasi perusahaan, salah satunya tekanan terhadap manajer untuk

melakukan pengungkapan modal intelektual.

Penelitian yang dilakukan oleh Woodcock dan Whiting (2009)

menyatakan bahwa kepemilikan saham yang besar akan menimbulkan biaya

agensi. Tindakan pengawasan yang dilakukan oleh pemegang saham akan

mengurangi informasi, yaitu salah satunya informasi modal intelektual. Selain itu

terdapat tindakan pengawasan untuk mencegah kecurangan yang dilakukan

manajer serta untuk mencegah konflik dan asimetri informasi seperti pengurangan

informasi dan member informasi yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Dengan demikian, diharapkan dengan kepemilikan saham yang

terkonsentrasi maka akan meningkatkan tindakan pengawasan dan tekanan kepada

manajer dalam melakukan pengungkapan informasi modal intelektual. Penelitian

51

yang dilakukan Wahyu (2009) menemukan bahwa konsentrasi kepemilikan saham

memiliki pengaruh terhadap pengungkapan modal intelektual. Berdasarkan

asumsi tersebut, maka peneliti akan mengembangkan hipotesis sebagai berikut:

H3.5: Konsentrasi kepemilikan saham berpengaruh positif terhadap

luas pengungkapan modal intelektual.

52

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dimana data yang

digunakan merupakan data sekunder yang berasal dari laporan keuangan tahunan

(annual report) yang telah diaudit oleh auditor independen dan dipublikasikan,

dimana data tersebut dapat diperoleh di Pusat Informasi Pasar Modal

(www.idx.co.id). Laporan keuangan tahunan yang dipilih adalah laporan

keuangan perbankan yang telah go public di Bursa Efek Indonesia.

3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh bank yang go public dan sahamnya

tercatat pada Bursa Efek Indonesia. Sampel dari penelitian ini terdiri dari bank

yang go public dan sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia selama tiga tahun

berturut-turut, yaitu 2009, 2010, dan 2011. Pemilihan sampel menggunakan

purposive sampling yang dipilih berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Data laporan tahunan berasal dari sektor perbankan yang menerbitkan dan

mempublikasikan secara lengkap di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2009-

2011.

2. Tahun fiskal perusahaan berakhir pada tanggal 31 Desember.

3. Laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik.

53

4. Perusahaan sektor perbankan yang memiliki data-data yang terkait dengan

variabel penelitian.

Adapun proses pemilihan sampel dapat dilihat dalam tabel sebagai

berikut:

Tabel 3.1 Prosedur dan Hasil Pemilihan Sampel Perusahaan

No Kriteria JumlahPerusahaan

1. Perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada tahun2008, 2009 dan 2010.

27

2. Perusahaan perbankan yang berturut-turut menyajikanlaporan keuangan yang telah diaudit pada tahun 2009,2010, dan 2011.

27

Jumlah perusahaan sampel yang digunakan 27Tahun Amatan (Tahun) 3Jumlah Unit Analisis 81

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.3.1 Variabel Terkait atau Dependent Variable

Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

lain atau variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah luas

pengungkapan modal intelektual pada laporan tahunan yang dinyatakan dengan

ICD Index (Intellectual Capital Disclosure Index). Metode content analysis

digunakan untuk mengukur jumlah pengungkapan modal intelektual dengan

membaca dan memberi kode informasi yang terkandung di dalamnya menurut

rerangka modal intelektual yang dipilih. Apabila item yang ditentukan

diungkapkan oleh perusahaan di laporan tahunan, maka akan diberi skor 1.

54

Namun, apabila item yang ditentukan tidak diungkapkan oleh perusahaan di

laporan tahunan, maka akan diberi skor 0.

Penilaian ICD Index ini dilakukan dengan cara membandingkan jumlah

pengungkapan modal intelektual yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan

jumlah maksimum pengungkapan modal intelektual yang seharusnya dilakukan

oleh perusahaan. Perhitungan ICD Index dapat dirumuskan sebagai berikut:

ܦܥܫ ܫ ݔ =Σ ݎ ݑ ݕ ݐ ℎ ݑ ݏݑݎ ℎ

Σ ݎ ݏ ݑ ݑ ݐ ݑݐ

Indeks pengungkapan modal intelektual ini menggunakan indeks

pengungkapan White et, al.(2007). Indeks pengungkapan terdiri dari 56 item

yang terbagi ke dalam 5 kategori yang diungkapkan, yaitu employees (24 item),

customers (8 item), information technology (5 item), processes (8 items) dan

strategy statement (11 items). Berikut akan dijabarkan mengenai lima kategori

pengungkapan menurut White et, al. (2007) yaitu:

55

Tabel 3.2 Indeks Pengungkapan Modal Intelektual

Keterangan Item Kode

Employees(24 items)

Employee breakdown by ageEmployee breakdown by seniorityEmployee breakdown by genderEmployee breakdown by nationalityEmployee breakdown by departmentEmployee breakdown by job functionEmployee breakdown by level of educationRate of employee turnoverComments on changes in the number of employeesEmployee absenteeism rateDiscussion of employee interviewsStatements of policy on competency developmentDescription of competency development programs and

activitiesEducation and training expenseEducation and training expense by number of

employeesEmployees expense by number of employeesRecruitment policies of the firmSeparate indication firm has a HRM department,

division or functionJob rotation opportunitiesCareer opportunitiesRemuneration and incentive systemsPensionsRevenues per employeeValue added per employee

E1E2E3E4E5E6E7E8E9E10E11E12E13

E14E15

E16E17E18

E19E20E21E22E23E24

Customer (8items)

Number of customersSales breakdown by customerAnnual sales per segment or productAverage purchase size by customerDescription of customer relationsAbsolute market share (%) of the firm within its

industryRelative market share (not expressed as percentage) of

the firmMarket share (%) breakdown by country, segment,

product

C1C2C3C4C5C6

C7

C8

56

Keterangan Item KodeInformationTechnology(IT) (5items)

Description of investments in ITDescription of existing IT systemsSoftware assets held or developed by the firmDescription of IT facilitiesIT expenses

IT1IT2IT3IT4IT5

Processes (8items)

Information and communication within the companyEfforts related to the working environmentWorking from homeInternal sharing of knowledge and informationExternal sharing of knowledge and informationMeasure of internal or external processing failuresDiscussion of fringe benefits and company social

programsEnvironmental approvals and statements/policies

P1P2P3P4P5P6P7

P8Strategystatement(11 items)

Statements of corporate quality performanceInformation about strategic alliancies of the firmObjective and reason for strategic allianciesComments on the effects of the strategic allianciesCorporate culture statementsStatements about best practicesOrganizational structure of the firmInvestment in the environmentDescription of community involvementInformation on corporate social responsibility andobjectiveDescription of employee contracts/contractual issues

SS1SS2SS3SS4SS5SS6SS7SS8SS9SS10

SS11Sumber: White et, al.(2007)

3.3.2 Variabel Bebas atau Independent Variable

Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi variabel

lain atau yang diselidiki pengaruhnya. Yang menjadi variabel bebas dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kinerja Modal Intelektual (KMI)

Kinerja modal intelektual merupakan efisiensi pendayagunaan aset

berwujud dan tak berwujud dalam proses penciptaan nilai perusahaan. Dalam

penelitian ini metode yang digunakan untuk mengukur kinerja modal intelektual

57

adalah metode VAICTM yang dikembangkan oleh Ante Pulic (1998). VAICTM

dihitung dari penjumlahan tiga rasio, yaitu physical capital (VACA), human

capital (VAHU), dan structural capital (STVA).

a. Value Added (VA)

Pulic (1999) dalam Ulum (2008) menyebutkan bahwa value added (VA)

adalah indikator yang paling objektif dalam menilai keberhasilan bisnis suatu

perusahaan dan menunjukkan kemampuan perusahaan tersebut dalam

penciptaan nilai (value creation). Value added (VA) dapat diformulasikan

sebagai berikut:

Keterangan:

VA = Nilai tambah perusahaan

OUT = Total penjualan dan pendapatan lainnya

IN = Beban penjualan dan biaya-biaya lainnya

b. Value Added Capital Coefficient (VACA)

VACA adalah indikator yang digunakan dalam melihat kemampuan

intelektual perusahaan untuk memanfaatkan modal fisik yang lebih baik.

VACA diperoleh dengan membandingkan value added (VA) dengan modal

fisik yang bekerja (CE). Pulic (1999) mengasumsikan jika sebuah unit CE

menghasilkan return yang lebih besar di sebuah perusahaan daripada

perusahaan lainnya, maka perusahaan tersebut lebih baik dalam pemanfaatan

modal fisik yang bekerjanya (CE). Pengukuran VACA adalah sebagai

berikut:

VA = OUT / IN

58

Keterangan:

VACA = Rasio value added terhadap capital employed

VA = Nilai tambah perusahaan

CE = Nilai buku aset bersih penjualan

c. Value Added Human Capital (VAHU)

VAHU adalah indikator yang digunakan untuk melihat kualitas sumber daya

manusia yang dimiliki oleh suatu perusahaan. VAHU diperoleh dengan

membandingkan VA dengan HC yang mengindikasikan kemampuan HC

dalam membuat nilai sebuah perusahan, atau dengan kata lain VAHU adalah

seberapa besar nilai tambah yang tercipta dan diperoleh oleh perusahaan

dengan pengeluaran sejumlah rupiah untuk pekerja. Pengukuran VAHU

adalah sebagai berikut:

Keterangan:

VAHU = Rasio value added terhadap human capital

VA = Nilai tambah perusahaan

HC = Beban karyawan

d. Structural Capital Value Added (STVA)

STVA adalah indikator yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar

kontribusi modal struktural dalam membentuk nilai suatu perusahaan. STVA

diperoleh dengan membandingkan antara structural capital (SC) dengan

value added (VA). Dalam model Pulic, SC diperoleh dengan pengurangan

VACA = VA / CE

VAHU = VA / HC

59

VA terhadap HC. Rasio ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk

menghasilkan 1 Rupiah dari VA dan mengindikasikan keberhasilan SC dalam

menciptakan nilai. Pengukuran STVA adalah sebagai berikut:

Keterangan:

STVA = Rasio structural capital terhadap value added

SC = Structural capital perusahaan, diperoleh dari VA – HC

VA = Nilai tambah perusahaan

VACA, VAHU dan STVA merupakan rasio-rasio yang menunjukkan

kalkulasi kemampuan modal intelektual (intellectual capital) sebuah perusahaan.

Gabungan dari ketiga komponen intellectual capital tersebut akan menghasilkan

indikator baru yang disebut dengan value added intellectual capital (VAICTM)

yang dikembangkan oleh Pulic dengan formulasi sebagai berikut:

2. Tingkat Utang (LEV)

Tingkat utang atau leverage menunjukkan proporsi penggunaan utang

untuk membiayai investasi perusahaan. Semakin tinggi angka leverage, maka

semakin tinggi ketergantungan perusahaan terhadap utang, sehingga semakin

besar risiko yang dihadapi. Oleh karena itu, investor akan meminta tingkat

keuntungan yang semakin tinggi (Purnomosidhi, 2006). Dalam penelitian ini

tingkat utang dihitung dengan rumusan sebagai berikut:

STVA = SC / VA

VAICTM = VACA + VAHU + STVA

60

ܮ ݒ ݎ =ݐ ܮ ݐ ݏ

ݐ ܤ ݑ ݑݍܧ ݐ ݏ

3. Struktur Corporate Governance

Struktur corporate governance terdiri dari beberapa faktor, yaitu:

a. Ukuran Dewan Komisaris

Ukuran dewan komisaris dapat diukur dengan cara menghitung jumlah dewan

komisaris dalam laporan tahunan perusahaan.

b. Jumlah Rapat Dewan Komisaris

Jumlah rapat dewan komisaris dapat diukur dengan cara menghitung

frekuensi pertemuan dewan komisaris yang ada pada laporan tahunan

perusahaan.

c. Ukuran Komite Audit

Ukuran komite audit diukur dengan cara menghitung jumlah komite audit

dalam laporan tahunan suatu perusahaan.

d. Jumlah Rapat Komite Audit

Jumlah rapat komite audit dapat diukur dengan cara menghitung frekuensi

rapat komite audit yang tercantum dalam laporan tahunan perusahaan.

e. Konsentrasi Kepemilikan Saham

Konsentrasi kepemilikan saham suatu perusahaan dapat diukur dengan

menghitung persentase jumlah saham terbesar yang dimiliki pemegang saham

tertinggi.

61

3.3.3 Variabel Pengendali

Variabel pengendali dalam penelitian ini didefinisikan sebagai variabel

yang faktornya dikendalikan untuk menetralisasi pengaruhnya. Variabel

pengendali berfungsi untuk menghilangkan atau menetralkan pengaruh yang dapat

mengganggu hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Variabel pengendali dalam penelitian ini meliputi umur listing.

Haniffa dan Cooke (2002) menyatakan bahwa durasi listing suatu

perusahaan merupakan faktor yang relevan dalam menjelaskan tingkat

pengungkapan suatu perusahaan. Penelitian ini menggunakan ukuran umur listing

seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Li et al. (2008). Umur listing

perusahaan dihitung dengan melihat jarak antara waktu pertama kali perusahaan

tersebut terdaftar di Bursa Efek Indonesia hingga akhir tahun yang diobservasi

berdasarkan keterangan dalam situs Bursa Efek Indonesia.

Umur listing diprediksi berpengaruh terhadap luas pengungkapan modal

intelektual. Perusahaan dengan umur listing yang lebih tua akan lebih banyak

mengungkapkan informasi mengenai modal intelektual, karena perusahaan yang

lebih lama beroperasi pada umumnya memiliki lebih banyak pengalaman,

keahlian, dan sumber daya untuk memproduksi laporan yang lebih kompleks

sehingga luas pengungkapannya menjadi lebih tinggi.

62

Tabel 3.3 Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Pengukuran SkalaData

1. PengungkapanModalIntelektual(ICD)

Pengungkapan item-item modal intelektualyang memilikikomponen HumanCapital, StructuralCapital, dan RelationalCapital.

ICD= (∑ ܯ/ )di=pengungkapan

item-item modalintelektual

M=total jumlah yangdiukur

Rasio

2. Kinerja ModalIntelektual(KMI)

Efisiensipendayagunaan asetberwujud dan takberwujud dalam prosespenciptaan nilaiperusahaan.

VAICTM= VACA +VAHU + STVA

Rasio

3. Tingkat Utang(LEV)

Menunjukkan proporsiatas penggunaan utanguntuk membiayaiinvestasi perusahaan

Lev=totalliabilities/total bookvalue of equities

Rasio

4. StrukturCorporateGovernance(SGC)

Meliputi ukuran dewankomisaris (UKOM),jumlah rapat dewankomisaris (RAKOM),ukuran komite audit(UDIT), jumlah rapatkomite audit (RADIT),dan konsentrasikepemilikan saham(KONST).

UKOM= jumlahdewan komisarisRAKOM=frekuensipertemuan dewankomisarisUDIT= jumlah komiteauditRADIT= frekuensirapat komite auditKONST= jumlahkepemilikan sahamterbesar/jumlah sahamyang beredar.

Rasio

6. Umur listing(AGE)

Umur listingmerupakan jarak antarawaktu pertama kaliperusahaan terdaftar diBursa Efek Indonesiahingga akhir tahunyang diobservasi.

Age=Thnt-ThnnThnt=tahun annualreport yang ditelitiThnn=tahunperusahaan terdaftar diBEI

Rasio

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

63

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu

laporan tahunan tahun 2009, 2010, dan 2011. Laporan tahunan digunakan karena

pada laporan tahunan terdapat sumber informasi yang dilaporkan oleh perusahaan

yang penting dan bermanfaat bagi stakeholder dalam pengambilan keputusan

dengan tujuan untuk mengurangi adanya asimetri informasi.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode dokumentasi dengan melakukan content analysis. Content analysis adalah

suatu metode pengumpulan data penelitian melalui teknik observasi dan analisis

terhadap isi atau pesan dari suatu dokumen. Tujuan content analysis adalah untuk

melakukan identifikasi terhadap karakteristik atau informasi spesifik yang

terdapat pada suatu dokumen untuk menghasilkan deskripsi yang obyektif dan

sistematik (Indriantoro, 1999).

Pemerolehan data berasal dari dokumentasi laporan tahunan dan laporan

keuangan perusahaan perbankan yang listed di Bursa Efek Indonesia. Data

laporan tahunan dan laporan keuangan diunduh dari situs resmi Bursa Efek

(www.idx.co.id) dan situs resmi emiten perbankan.

64

3.5 Metode Analisis Data

3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk melihat karakteristik dari

persebaran data sebelum pengujian dilakukan. Penelitian ini menjabarkan rata-rata

(mean), standar deviasi, varians, maksimum, minimum, sum range, kurtosis

(keruncingan), dan skewness (kemencengan distribusi), sehingga secara

kontekstual dapat lebih mudah dimengerti oleh pembaca.

3.5.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik digunakan dalam penelitian ini untuk menguji apakah

data memenuhi asumsi klasik. Uji asumsi klasik bertujuan untuk menghindari

estimasi yang bias karena tidak semua data dapat diterapkan dengan melakukan

analisis regresi. Dalam penelitian ini menggunakan pengujian yang meliputi uji

normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinieritas, dan uji heteroskedastisitas.

1. Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Proses uji

normalitas data dilakukan dengan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-

Smirnov K-S dan memperhatikan penyebaran data (titik) pada normal p-plot of

Regression standardized residual dari variabel independen, dimana:

65

a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka

model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti garis

diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal,

maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

2. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi

linear terjadi korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan

kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi

yang bebas dari autokorelasi. Untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi dapat

dilakukan dengan pengujian terhadap nilai uji Durbin-Watson (Uji DW) dengan

ketentuan sebagai berikut:

Tabel 3.4 Nilai Durbin-Watson

Hipotesis nol Keputusan JikaTdk ada autokorelasi positif Tolak 0 <d < dlTdk ada autokorelasi positif No decision dl ≤ d ≤ duTdk ada korelasi negatif Tolak 4 – dl < d <4Tdk ada korelasi negatif No decision 4-du ≤ d ≤ 4-dlTdk ada autokorelasi, positif atau negatif Tidak ditolak du < d < 4-duSumber: Ghozali, 2011

3. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Untuk mendeteksi

adanya masalah multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya,

66

yaitu VIF (Variance Inflation Factor). Nilai tolerance yang rendah sama dengan

nilai VIF yang tinggi (karena VIF= 1/tolerance).

Nilai cutoff yang dipakai untuk menandai adanya faktor-faktor

multikolinearitas adalah nilai tolerance ≤ 0.10 atau sama dengan nilai VIF ≥10.

Model regresi yang baik tidak terdapat masalah multikolinearitas atau adanya

hubungan yang sempurna di antara variabel-variabel independennya.

4. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain (Ghozali, 2011). Jika varians dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut

heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas.

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi variabel independen dengan

nilai absolute residual. Untuk mendeteksi heteroskedastisitas dengan melihat ada

tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana

sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah

di-studentized, dimana:

a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu

yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka

mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah

angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

67

3.5.3 Pengujian Hipotesis

Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis

regresi berganda dengan alat bantu SPSS (Statistical Packages for Social

Science). Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh luas

pengungkapan modal intelektual sebagai variabel dependen dengan variabel

independen (kinerja modal intelektual, tingkat utang, dan struktur corporate

governance).

Persamaan regresi dapat dituliskan sebagai berikut:

ICD = α + β1VAIC + β2LEV + β3UKOM+ β4RAKOM + β5UDIT +

β6RADIT + β7KONST + β8AGE + e

dimana:

ICD = luas pengungkapan modal intelektual

α = konstanta

VAIC = kinerja modal intelektual

LEV = tingkat utang

UKOM = ukuran (jumlah) dewan komisaris

RAKOM = jumlah rapat dewan komisaris

UDIT = ukuran (jumlah) komite audit

RADIT = jumlah rapat komite audit

KONST = konsentrasi kepemilikan saham (persentase)

AGE = umur listing

e = error

68

Persiapan regresi yang diperoleh dalam suatu proses perhitungan tidak

selalu baik untuk mengestimasi nilai variabel dependen (ICD), sehingga

diperlukan pengujian terhadap hipotesis dengan cara sebagai berikut:

1. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variansi variabel dependen. Nilai

koefisien determinasi berada di antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti

kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen

amat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen

memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi

variabel-variabel dependen (Ghozali, 2011).

2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji statistik F dilakukan untuk mneguji kemampuan seluruh variabel

independen secara bersama-sama dalam menjelaskan perilaku variabel dependen.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan signifikansi tingkat 0,05 (α = 5%).

Ketentuan penolakan atau penerimaan hipotesis adalah sebagai berikut:

a. Jika signifikansi > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak

signifikan). Ini berarti bahwa secara bersama-sama variabel independen tidak

mempunyai pengaruh signifikansi terhadap variabel dependen.

b. Jika signifikansi < 0,05 maka hipotesis tidak dapat ditolak (Koefisien regresi

signifikan). Ini berarti bahwa secara bersama-sama variabel independen

mempunyai pengaruh signifikansi terhadap variabel dependen.

69

3. Uji t (Uji Parsial)

Menurut Ghozali (2011), uji statistik t pada dasarnya menunjukkan

seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam

menerangkan variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan

significance level 0,05 (α= 5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan

dengan kriteria sebagai berikut:

a. Jika nilai signifikansi > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak

signifikan). Ini berarti bahwa secara parsial variabel independen tersebut

tidak mempunyai pengaruh yang signifikasn terhadap variabel dependen.

b. Jika nilai signifikansi < 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi

signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen tersebut mempunyai

pengaruh yang signifikansi terhadap variabel dependen.

70

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Penelitian

4.1.1 Deskripsi Obyek Penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bank yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia yang mempublikasikan annual report untuk tahun 2009-2011.

Pemilihan tiga periode penelitian ini didasarkan untuk melihat perkembangan

pengungkapan modal intelektual pada tahun 2009 sampai dengan 2011.

Perusahaan untuk sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

sebanyak 29 perusahaan, dari 29 perusahaan yang terdaftar hanya 27 perusahaan

yang mempublikasikan laporan tahunannya pada website BEI www.idx.co.id.

Penentuan sampel penelitian dilakukan melalui purposive sampling.

Adapun syarat pemilihan sampel yaitu pertama, perbankan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia yang menerbitkan laporan tahunan (annual report) selama tahun

2009 sampai dengan 2011. Kedua, tahun fiskal perbankan berakhir pada tanggal

31 Desember. Ketiga, laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Kantor

Akuntan Publik. Keempat, perusahaan memiliki data yang dibutuhkan secara

lengkap dan jelas selama periode pengamatan dalam laporan keuangan tahunan.

Pemilihan sampel berdasarkan kriteria-kriteria tersebut menghasilkan sampel

sebanyak 27 perusahaan sektor perbankan. Sampel perusahaan dapat dilihat pada

Lampiran 1. Dari 27 bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama

tiga tahun berturut-turut, yaitu tahun 2009-2011, enam bank dikeluarkan dari

71

sampel karena merupakan data outlier karena memiliki skor dengan nilai

standardized ≥ 2.5 (Ghozali, 2011). Setelah pemilihan sampel dilakukan, peneliti

memperoleh jumlah akhir sampel penelitian sebanyak 75 observasi.

Tabel 4.1 Ikhtisar Pemilihan Sampel

Tahun Bank yangTerdaftar di BEI

Tahun 2009-2011

Bank yang MerupakanOutlier

Bank yangDigunakan

sebagai Sampel2009 27 Bank 2 bank 25 bank2010 27 Bank 2 bank 25 bank2011 27 Bank 2 bank 25 bank

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskriptif suatu

data yang dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian,

maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness atau kemencengan

distribusi (Ghozali, 2011). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

variabel independen, variabel pengendali, dan variabel dependen. Variabel

independen dalam penelitian ini adalah kinerja modal intelektual, ukuran dewan

komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, ukuran komite audit, konsentrasi

kepemilikan saham. Variabel pengendali adalah umur listing. Sedangkan untuk

variabel dependennya adalah pengungkapan modal intelektual.

72

1. Pengungkapan Modal Intelektual

Tabel 4.2 Hasil Uji Statistik Deskriptif ICD

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

ICD 75 14.29 51.79 34.9284 9.25695

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah unit analisis dalam penelitian (N)

adalah 75. Variabel Pengungkapan Modal Intelektual (ICD) dari sampel

perusahaan memiliki nilai minimum sebesar 14,29 yang diperoleh PT Bank Pundi

Indonesia Tbk pada tahun 2010. Nilai maksimum sebesar 51,79 yang diperoleh

oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Pada tahun 2010 dan PT Bank

Rakyat Indonesia (Persero) Tbk pada tahun 2011. Rata-rata untuk variabel

pengungkapan modal intelektual sebesar 34, 9284 dengan standar deviasi 9,25695

artinya standar deviasi lebih rendah dari nilai rata-rata. Hal ini menunjukkan

sebaran data untuk variabel pengungkapan modal intelektual (ICD) cenderung ke

rata-rata. Hal ini menunjukkan perusahaan sampel melakukan pengungkapan tidak

jauh beda atau hampir sama.

Tabel 4.3 Hasil Analisis Frekuensi Pengungkapan Modal Inteleketual padaPerbankan Tahun 2009-2011

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 14,29 – 21,79 Sangat rendah 9 12%2. 21,80 – 29,30 Rendah 15 20%3. 29,31 – 36,81 Cukup 21 28%4. 36,82 - 44,32 Tinggi 12 16%5. >44,33 Sangat Tinggi 18 24%

TOTAL 75 100%Sumber: Data Sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.3 menunjukkan terdapat 9 atau 12% unit analisis yang memiliki

nilai ICD pada kategori sangat rendah, 15 atau 20% unit analisis berada pada

73

kategori rendah, 21 atau 28% berada pada kategori cukup, 12 atau 16% berada

pada kategori tinggi dan sisanya sebanyak 18 atau 24% berada pada kategori

sangat tinggi. Secara umum pengungkapan modal intelektual pada perbankan

berada pada kategori yang cukup. Hal ini membuktikan bahwa perbankan

merupakan perusahaan yang memiliki modal intelektual cukup tinggi.

2. Kinerja Modal Intelektual

Tabel 4.4 Hasil Analisis Deskriptif Kinerja Modal Intelektual

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

KMI 75 -1.66 6.28 2.8688 1.45661

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.4 menunjukkan variabel kinerja modal intelektual (KMI) memiliki

nilai minimum sebesar -1,66 yang diperoleh PT Bank ICB Bumiputera Tbk pada

tahun 2011. Nilai maksimum sebesar 6,28 diperoleh PT Bank Panin Tbk pada

tahun 2009. Rata-rata variabel kinerja modal intelektual sebesar 2,8688 sedangkan

standar deviasi 1,45661. Standar deviasi lebih rendah dari nilai rata-rata,

menunjukkan sebaran data perusahaan sampel mempunyai kinerja modal

intelektual yang tidak jauh beda atau hampir sama.

Tabel 4.5 Hasil Analisis Frekuensi Kinerja Modal Intelektual padaPerbankan Tahun 2009-2011

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. (-1,66) – (-0,07) Sangat rendah 1 1%2. (-0,08) – 1,51 Rendah 11 15%3. 1,52 – 3,11 Cukup 33 44%4. 3,12 – 4,71 Tinggi 23 31%5. >4,72 Sangat Tinggi 7 9%

TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

74

Tabel 4.5 menunjukkan terdapat 1 atau 1% unit analisis yang memiliki

nilai KMI pada kategori sangat rendah, 11 atau 15% unit analisis berada pada

kategori rendah, 33 atau 44% berada pada kategori cukup, 23 atau 31% berada

pada kategori tinggi, dan sisanya sebanyak 7 atau 9% berada pada kategori sangat

tinggi. Secara umum kinerja modal intelektual pada perbankan berada pada

kategori yang cukup. Hal ini membuktikan bahwa perbankan cukup mampu untuk

mengefisiensikan pendayagunaan aset berwujud dan tidak berwujud untuk

menciptakan nilai perusahaan, namun sebagian besar kinerja modal intelektual

masih berada pada kategori antara sangat rendah dan cukup. Alasan inilah yang

mendasari kinerja modal intelektual tidak berpengaruh pada luas pengungkapan

modal intelektual.

3. Tingkat Utang

Tabel 4.6 Hasil Analisis Tingkat Utang

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SQRTLEV 75 .66 3.55 2.5184 .56196

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan variabel tingkat utang (LEV) memiliki

nilai minimum 0,66 yang diperoleh PT Bank Artha Graha Internasional Tbk pada

tahun 2010. Nilai maksimum sebesar 3,55 diperoleh PT Bank Kesawan Tbk pada

tahun 2011. Variabel tingkat utang (LEV) memiliki rata-rata 2,5184 dengan

standar deviasi 0,56196. Standar deviasi lebih rendah dari nilai rata-rata

menunjukkan sebaran data untuk variabel tingkat utang pada perusahaan sampel

tidak jauh beda atau hampir sama.

75

Tabel 4.7 Hasil Analisis Frekuensi Tingkat Utang pada Perbankan Tahun2009-2011

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 0,66 – 1,24 Sangat rendah 2 3%2. 1,25 – 1,83 Rendah 4 5%3. 1,84 – 2,42 Cukup 26 35%4. 2,43 – 3,01 Tinggi 31 41%5. >3,02 Sangat Tinggi 12 16%

TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa terdapat 2 atau 3% unit analisis yang

memiliki tingkat utang pada kategori sangat rendah, 4 atau 5% unit analisis berada

pada kategori rendah, 26 atau 35% berada pada kategori cukup, 31 atau 41%

berada pada kategori tinggi dan 12 atau 16% unit analisis berada pada kategori

sangat tinggi. Secara umum perbankan yang terdaftar di BEI berada dalam

kategori tinggi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perbankan memiliki tingkat

ketergantungan pada utang yang tinggi.

4. Ukuran Dewan Komisaris

Tabel 4.8 Hasil Analisis Deskriptif Ukuran Dewan Komisaris

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SQRUKOM 75 1.41 3.46 2.2292 .42378

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.8 menunjukkan variabel ukuran dewan komisaris (UKOM)

memiliki nilai minimum sebesar 1,41 yang diperoleh PT Bank Himpunan Saudara

1906 Tbk pada tahun 2010. Nilai maksimum sebesar 3,46 diperoleh PT Bank

Agroniaga Tbk pada tahun 2009. Rata-rata variabel ukuran dewan komisaris

independen sebesar 2,2292 dengan standar deviasi 0,42378. Standar deviasi lebih

76

rendah dari nilai rata-rata, menunjukkan sebara data perusahaan sampel

mempunyai ukuran dewan komisaris yang tidak jauh beda atau hampir sama.

Tabel 4.9 Hasil Analisis Frekuensi Ukuran Dewan Komisaris padaPerbankan Tahun 2009-2011

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,41 – 1,82 Sangat Kecil 19 25%2. 1,83 – 2,24 Kecil 24 32%3. 2,25 – 2,66 Cukup 22 30%4. 2,67 – 3,08 Besar 9 12%5. >3,09 Sangat Besar 1 1%

TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa terdapat 19 atau 25% unit analisis yang

memiliki ukuran dewan komisaris pada kategori sangat kecil, 24 atau 32% unit

analisis berada pada kategori kecil, 22 atau 30% berada pada kategori cukup, 9

atau 12% berada pada kategori besar dan 1 atau 1% unit analisis berada pada

kategori sangat besar. Secara umum ukuran dewan komisaris pada perbankan

berada pada kategori kecil. Ukuran dewan komisaris suatu perusahaan tergantung

dari kompleksitas perusahaan itu sendiri.

5. Jumlah Rapat Dewan Komisaris

Tabel 4.10 Hasil Analisis Deskriptif Jumlah Rapat Dewan Komisaris

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SQRRAKOM 75 1.73 6.86 3.2266 1.36638

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.10 menunjukkan variabel jumlah rapat dewan komisaris

(RAKOM) memiliki nilai minimum sebesar 1,73 yang diperoleh PT Bank

Agroniaga Tbk, PT Bank Kesawan Tbk pada tahun 2009 dan PT Bank Nusantara

Parahyangan Tbk pada tahun 2010. Nilai maksimum sebesar 6,86 diperoleh PT

77

Bank Central Asia Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk pada tahun

2011. Variabel jumlah rapat dewan komisaris memiliki rata-rata 3,2266 dengan

standar 1,36638. Standar deviasi lebih rendah dari nilai rata-rata menunjukkan

sebaran data menunjukkan untuk variabel jumlah rapat dewan komisaris pada

perusahaan sampel tidak jauh beda atau hampir sama.

Tabel 4.11 Hasil Analisis Frekuensi Jumlah Rapat Dewan Komisaris padaPerbankan Tahun 2009-2011

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,73 – 3,44 Jarang 50 66%2. 3,45 – 5,16 Cukup 14 18%3. 5,17 – 6,86 Sering 13 16%

TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa terdapat 50 atau 66% unit analisis yang

memiliki jumlah rapat dewan komisaris pada kategori jarang, 14 atau 18% unit

analisis berada pada kategori cukup, dan 13 atau 16% berada pada kategori

sering,. Secara umum jumlah rapat dewan komisaris pada perbankan berada pada

kategori jarang.

6. Ukuran Komite Audit

Tabel 4.12 Hasil Analisis Deskriptif Ukuran Komite Audit

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SQRUDIT 75 1.41 2.45 1.9109 .23629

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.12 menunjukkan variabel ukuran komite audit (UDIT) memiliki

nilai minimum sebesar 1,41 yang diperoleh PT Bank Agroniaga Tbk dan PT Bank

Kesawan Tbk pada tahun 2010. Nilai maksimum sebesar 2,45 diperoleh PT Bank

Danamon Tbk selam a tahun 2009-2011 dan PT Bank Negara Indonesia (Persero)

78

Tbk pada tahun 2011. Variabel jumlah rapat dewan komisaris memiliki rata-rata

1,9109 dengan standar 0,23629. Standar deviasi lebih rendah dari nilai rata-rata

menunjukkan sebaran data menunjukkan untuk variabel jumlah rapat dewan

komisaris pada perusahaan sampel tidak jauh beda atau hampir sama.

Tabel 4.13 Hasil Analisis Frekuensi Ukuran Komite Audit pada PerbankanTahun 2009-2011

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,41 – 1,62 Sangat Kecil 2 3%2. 1,63 – 1,84 Kecil 36 48%3. 1,85 – 2,06 Cukup 24 32%4. 2,07 – 2,28 Besar 8 11%5. >2,29 Sangat Besar 5 6%

TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.13 menunjukkan bahwa terdapat 2 atau 3% unit analisis yang

memiliki ukuran komite audit pada kategori sangat kecil, 36 atau 48% unit

analisis berada pada kategori kecil, 24 atau 32% berada pada kategori cukup, 8

atau 11% berada pada kategori besar dan 5 atau 6% unit analisis berada pada

kategori sangat besar. Secara umum ukuran komite audit pada perbankan berada

pada kategori kecil. Ukuran komite audit suatu perusahaan tergantung dari

kompleksitas perusahaan itu sendiri.

7. Jumlah Rapat Komite Audit

Tabel 4.14 Hasil Analisis Deskriptif Jumlah Rapat Komite Audit

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SQRRADIT 75 1.00 6.08 3.2356 1.20709

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Berdasarkan tabel 4.14 menunjukkan variabel jumlah rapat komite audit

(RADIT) memiliki nilai minimum 1,00 yang diperoleh PT Bank Swadesi Tbk

79

pada tahun 2011. Nilai maksimum sebesar 6,08 diperoleh PT Bank Negara

Indonesia (Persero) Tbk pada tahun 2010 dan 2011. Variabel jumlah rapat komite

audit (RADIT) memiliki rata-rata 3,2356 dengan standar deviasi 1,20709. Standar

deviasi lebih rendah dari nilai rata-rata menunjukkan sebaran data untuk variabel

tingkat utang pada perusahaan sampel tidak jauh beda atau hampir sama.

Tabel 4.15 Hasil Analisis Frekuensi Jumlah Rapat Komite Audit padaPerbankan Tahun 2009-2011

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,00 – 2,68 Jarang 26 35%2. 2,69 – 4,37 Cukup 37 49%3. 4,38 – 6,08 Sering 12 16%

TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.15 menunjukkan bahwa terdapat 26 atau 35% unit analisis yang

memiliki jumlah rapat komite audit pada kategori jarang, 37 atau 49% unit

analisis berada pada kategori cukup, dan 12 atau 16% berada pada kategori sering.

Secara umum jumlah rapat komite audit pada perbankan berada pada kategori

cukup.

8. Konsentrasi Kepemilikan Saham

Tabel 4.16 Hasil Analisis Deskriptif Konsentrasi Kepemilikan Saham

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

KONST 75 21.70 100.00 60.2427 19.73704

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.16 menunjukkan variabel konsentrasi kepemilikan saham

(KONST) memiliki nilai minimum sebesar 21,70 atau 21,70% yang diperoleh PT

Bank Capital Indonesia Tbk pada periode 2009 dan 2010. Nilai maksimum 100,00

80

atau 100% yang diperoleh PT Bank Mutiara Tbk pada periode 2010 dan 2011.

Variabel konsentrasi kepemilikan saham (KONST) memiliki rata-rata 60, 2427

atau 60,2427% dengan standar deviasi 19,73704. Standar deviasi lebih rendah dari

nilai rata-rata menunjukkan sebaran data untuk variabel konsentrasi kepemilikan

saham pada perusahaan sampel tidak jauh beda atau hampir sama.

Tabel 4.17 Hasil Analisis Frekuensi Konsentrasi Kepemilikan Saham padaPerbankan Tahun 2009-2011

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 21,70 – 37,36 Sangat Kecil 6 8%2. 37,37 – 53,03 Kecil 18 24%3. 53,04 – 68,70 Cukup 27 36%4. 68,71 – 84,37 Besar 13 17%5. >84,38 Sangat Besar 11 15%

TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Pada tabel 4.17 menunjukkan bahwa terdapat 6 atau 8% unit analisis yang

memiliki nilai konsentrasi kepemilikan saham pada kategori sangat kecil, 18 atau

24% unit analisis berada pada kategori kecil, 27 atau 36% unit analisis berada

pada kategori cukup, 13 atau 17% unit analisis berada pada kategori besar dan 11

atau 15% unit analisis berada pada kategori sangat besar. Hal ini menunjukkan

sebagian besar perbankan memiliki konsentrasi kepemilikan saham yang

tergolong cukup. Jika dilihat interval untuk kategori kecil dengan batas sebesar

53,03 hal ini sudah menunjukkan bahwa perbankan memiliki konsentrasi

kepemilikan saham yang besar atau dalam arti terkonsentrasi pada satu kelompok

atau individu utama.

81

9. Umur Listing

Tabel 4.18 Hasil Analisis Deskriptif Umur Listing

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SQRAGE 75 1.00 5.39 3.0715 1.09947

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.18 menunjukkan variabel umur listing (AGE) memiliki nilai

minimum sebesar 1,00 yang diperoleh PT Bank Ekonomi Raharja Tbk dan PT

Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk pada tahun 2009. Nilai maksimum 5,39

yang diperoleh PT Bank Panin Tbk pada tahun 2011. Variabel konsentrasi

kepemilikan saham (KONST) memiliki rata-rata 3,0715 dengan standar deviasi

1,09974. Standar deviasi lebih rendah dari nilai rata-rata menunjukkan sebaran

data untuk variabel konsentrasi kepemilikan saham pada perusahaan sampel tidak

jauh beda atau hampir sama.

Tabel 4.19 Hasil Analisis Frekuensi Umur Listing pada Perbankan Tahun2009-2011

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,00 – 2,46 Baru 22 29%2. 2,47 – 3,93 Menengah 35 47%3. 3,94 – 5,39 Lama 18 24%

TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.19 menunjukkan bahwa terdapat 22 atau 29% unit analisis yang

memiliki umur listing pada kategori baru, 35 atau 47% unit analisis berada pada

kategori menengah, dan 18 atau 24% berada pada kategori lama. Secara umum

umur listing pada perbankan berada pada kategori menengah artinya sebagian

besar perbankan telah listing cukup lama.

82

4.2.2 Hasil Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik dilakukan agar nilai parameter model penduga

yang digunakan dinyatakan valid. Uji asumsi klasik merupakan prasyaratan

analisis regresi berganda. Uji penyimpangan asumsi klasik menurut Ghozali

(2011) terdiri dari uji normalitas, uji multikoliniearitas, uji autokorelasi, dan uji

heterokedastisitas. Berikut ini hasil pengujian asumsi klasik dalam penelitian ini.

1. Uji Normalitas

Ghozali (2011) menyatakan bahwa uji normalitas adalah untuk menguji

apakah model regresi, variabel independen, dan variabel dependennya memiliki

distribusi normal atau tidak normal. Model regresi yang baik adalah memiliki

distribusi data normal atau mendekati normal. Uji normalitas dilakukan dengan

melihat histogram dan grafik normal plot, uji rasio skewness dan kurtosis serta uji

Kolmogorov Smirnov (K-S). Hasil analisis grafik dapat dilihat dilihat sebagai

berikut

Gambar 4.1Uji Normalitas dengan Histogram

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

83

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa grafik histogram berdistribusi normal

dengan pola distribusi yang tidak menceng (skewness) ke kiri maupun menceng

(kurtosis) ke kanan.

Gambar 4.2 Hasil Uji Normal Probability Plot

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Pada grafik normal plot terlihat titik-titik menyebar disekitar garis

diagonal, dengan penyebaran mengikuti arah garis diagonal. Berdasarkan gambar

4.1 dan gambar 4.2 dapat dikatakan bahwa model regresi memenuhi asumsi

normalitas, sehingga layak digunakan.

Hasil uji statistik rasio skewness dan rasio kurtosis dapat dilihat pada tabel

4.20 dibawah ini.

84

Tabel 4.20 Hasil Uji Normalitas dengan Rasio Skewness dan Kurtosis

N Skewness Kurtosis

Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error

Unstandardized Residual 75 .138 .277 .479 .548

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.20 menunjukkan statistik skewness 0,138 dan standar error 0,277

maka nilai rasio skewness 0,498 dari 0,138/0,277; sedangkan statistik kurtosis

o,479 dan standar error 0,548 maka nilai rasio kurtosis 0,874 dari 0,479/0,548;

karena rasio skewness dan rasio kurtosis berada diantara -2 hingga +2, maka dapat

disimpulkan bahwa distribusi data adalah normal. Hasil uji Kolmogorov Smirnov

(K-S) dapat dilihat pada tabel 4.21 berikut.

Tabel 4.21 Hasil Uji Normalitas dengan Uji Kolmogorov Smirnov (K-S)

UnstandardizedResidual

N 75

Normal Parametersa

Mean .0000000

Std. Deviation 6.32576014

Most Extreme Differences Absolute .060

Positive .056

Negative -.060

Kolmogorov-Smirnov Z .516

Asymp. Sig. (2-tailed) .953

a. Test distribution is Normal.

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.21 menunjukkan bahwa besarnya nilai Asymp. Sig. (2-tailed)

adalah 0,953 dan lebih besar dari 0,05. Selain itu, nilai Kolmogorov Smirnov (K-

S) sebesar 0,516 dan tidak signifikan pada 0,05 maka dapat dikatakan bahwa uji

normalitas terpenuhi.

85

2. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi linier ada

korelasi antar pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1

(sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari

autokorelasi (Ghozali, 2011). Untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi dapat

dilakukan dengan pengujian terhadap nilai uji Durbin-Watson (Uji DW). Nilai dl

dan du untuk jumlah variabel independen 7 dengan jumlah sampel 75 pada taraf

signifikansi 0,05 adalah sebesar dl (1,428) dan du (1,834). Hasil perhitungan uji

autokorelasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.22 Hasil Uji Autokorelasi

Model RStd. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .730a

6.64800 1.861

a. Predictors: (Constant), SQRAGE, SQRTLEV, KONST, SQRRAKOM, SQRUDIT, KMI,

SQRUKOM

b. Dependent Variable: ICD

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.22 menunjukkan bahwa DW sebesar 1,861 lebih besar dari batas

du (1,834) dan kurang dari 4 - 1,834 (4 – du), berdasarkan kriteria tabel nilai uji

durbin watson halaman 66, hasil ini menunjukkan tidak ada autokorelasi positif

atau negatif. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi pengganggu pada

periode t dengan kesalahan pada periode t-1.

3. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan korelasi antar variabel bebas (independen) (Ghozali, 2011).

Pendekatan yang digunakan untuk menguji ada tidaknya multikolinieritas dengan

86

uji tes Variance Inflation Factor (VIF), dengan analisis jika nilai tolerance > 0,10

dan VIF < 10, maka dapat diartikan bahwa tidak terdapat multikolinieritas pada

penelitian tersebut atau jika nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka dapat

diartikan bahwa terdapat multikolinieritas pada penelitian tersebut. Hasil uji

multikolinieritas dapat dilihat pada tabel 4.23.

Tabel 4.23 menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat yaitu

antara RAKOM dengan RADIT (-0,603) dan UKOM dengan RADIT (-0,609).

Hal ini berarti pada model regresi ini telah terkena gejala multikolinieritas.

Selanjutnya dengan memperhatikan nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan

Tolerance, bila nilai VIF dan Tolerance mendekati 1, dapat dikatakan telah terjadi

gejala multikolinieritas terhadap model regresi ini. Untuk lebih jelasnya lihat tabel

4.23.

87

Tabel 4.23 Uji Multikolinieritas dengan Matriks Korelasi

Coefficient Correlationsa

Model SQRAGE SQRTLEV KONST SQRRADIT KMI SQRUDIT SQRRAKOM SQRUKOM

1 Correlations SQRAGE 1.000 .173 .236 -.081 -.217 -.088 .149 -.199

SQRTLEV .173 1.000 .176 .015 -.343 -.139 .259 -.139

KONST .236 .176 1.000 -.225 -.001 -.187 .362 -.023

SQRRADIT -.081 .015 -.225 1.000 .245 -.070 -.603 -.609

KMI -.217 -.343 -.001 .245 1.000 -.122 -.409 .015

SQRUDIT -.088 -.139 -.187 -.070 -.122 1.000 -.047 -.250

SQRRAKOM .149 .259 .362 -.603 -.409 -.047 1.000 .238

SQRUKOM -.199 -.139 -.023 -.609 .015 -.250 .238 1.000

Covariances SQRAGE .596 .206 .008 -.070 -.106 -.261 .093 -.431

SQRTLEV .206 2.368 .012 .026 -.333 -.820 .323 -.599

KONST .008 .012 .002 -.011 -4.246E-5 -.032 .013 -.003

SQRRADIT -.070 .026 -.011 1.237 .172 -.296 -.544 -1.895

KMI -.106 -.333 -4.246E-5 .172 .398 -.294 -.209 .026

SQRUDIT -.261 -.820 -.032 -.296 -.294 14.701 -.145 -2.683

SQRRAKOM .093 .323 .013 -.544 -.209 -.145 .657 .540

SQRUKOM -.431 -.599 -.003 -1.895 .026 -2.683 .540 7.826

a. Dependent Variable: ICD

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.24 Uji Multikolinieritas dengan VIF

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -17.542 7.729 -2.270 .026

KMI -.788 .631 -.124 -1.250 .216 .688 1.454

SQRTLEV .212 1.539 .013 .138 .891 .776 1.289

SQRUKOM 8.489 2.797 .389 3.035 .003 .413 2.422

SQRRAKOM 3.747 .811 .553 4.623 .000 .473 2.114

SQRUDIT 10.048 3.834 .256 2.621 .011 .707 1.415

SQRRADIT -1.914 1.112 -.250 -1.721 .090 .322 3.106

KONST .063 .045 .134 1.395 .168 .737 1.357

SQRAGE 2.084 .772 .247 2.698 .009 .805 1.242

a. Dependent Variable: ICD

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

88

Pada model regresi ini terdapat masalah multikolinieritas maka proses

dilanjutkan dengan membuang variabel bebas yang mempunyai korelasi sangat

kuat dengan variabel bebas lainnya, karena terdapat dua variabel bebas yang

memiliki korelasi kuat yaitu RAKOM dengan RADIT dan UDIT dengan RADIT,

maka yang harus dibuang terlebih dahulu adalah RADIT, kemudian dilakukan

proses regresi ulang.

Tabel 4.25 Uji Multikolinieritas dengan Matriks Korelasi tanpa RADIT

Coefficient Correlationsa

Model SQRAGE SQRTLEV KONST SQRRAKOM SQRUDIT KMI SQRUKOM

1 Correlations SQRAGE 1.000 .175 .224 .126 -.094 -.204 -.315

SQRTLEV .175 1.000 .185 .336 -.138 -.358 -.164

KONST .224 .185 1.000 .292 -.208 .057 -.207

SQRRAKOM .126 .336 .292 1.000 -.111 -.338 -.205

SQRUDIT -.094 -.138 -.208 -.111 1.000 -.108 -.370

KMI -.204 -.358 .057 -.338 -.108 1.000 .213

SQRUKOM -.315 -.164 -.207 -.205 -.370 .213 1.000

Covariances SQRAGE .610 .213 .008 .064 -.286 -.099 -.553

SQRTLEV .213 2.436 .013 .344 -.837 -.346 -.575

KONST .008 .013 .002 .009 -.036 .002 -.021

SQRRAKOM .064 .344 .009 .430 -.283 -.137 -.302

SQRUDIT -.286 -.837 -.036 -.283 15.058 -.261 -3.229

KMI -.099 -.346 .002 -.137 -.261 .385 .297

SQRUKOM -.553 -.575 -.021 -.302 -3.229 .297 5.065

a. Dependent Variable: ICD

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

89

Tabel 4.26 Uji Multikolinieritas dengan VIF tanpa RADIT

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -13.088 7.388 -1.772 .081

KMI -.523 .620 -.082 -.843 .402 .732 1.367

SQRTLEV .252 1.561 .015 .161 .872 .776 1.288

SQRUKOM 5.556 2.251 .254 2.469 .016 .657 1.523

SQRRAKOM 2.905 .656 .429 4.430 .000 .744 1.344

SQRUDIT 9.589 3.880 .245 2.471 .016 .710 1.408

KONST .045 .044 .097 1.020 .311 .776 1.288

SQRAGE 1.975 .781 .235 2.530 .014 .810 1.234

a. Dependent Variable: ICD

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.25 dan 4.26 menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antar

variabel bebas yang kuat (lebih besar 0,5). Nilai tolerance kurang dari 0,10 dan

hasil perhitungan nilai VIF juga menunjukkan hal yang sama yaitu tidak ada

satupun variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi dapat

dikatakan bahwatidak terjadi multikolinieritas antar variabel independen dalam

model regresi. Tabel 4.27 dibawah ini akan memperjelas ringkasan dari hasi uji

multikolinieritas.

Tabel 4.27 Ringkasan Hasil Uji Multikolinieritas

Variabel Independen Tolerance VIF KesimpulanKinerja Modal Intelektual 0,732 1,367 Tidak ada multikolinieritasTingkat Utang 0,776 1,288 Tidak ada multikolinieritasUkuran Dewan Komisaris 0,657 1,523 Tidak ada multikolinieritasJumlah Rapat Dewan Komisaris 0,744 1,344 Tidak ada multikolinieritasUkuran Komite Audit 0,710 1,408 Tidak ada multikolinieritasKonsentrasi Kepemilikan Saham 0,776 1,288 Tidak ada multikolinieritasUmur Listing 0,810 1,234 Tidak ada multikolinieritas

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

90

4. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variance dan residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain (Ghozali, 2011). Jika variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut sebagai homokedastisitas dan

jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang

homokedastisitas. Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini

menggunakan metode scatterplot pada uji regresi yang telah dilakukan

sebelumnya. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di

bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,

2011). Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

91

Dari grafik scatterplots di atas terlihat bahwa titik-titik menyebar secara

acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y hal ini

dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi,

sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi variabel dependen

berdasarkan masukan variabel independennya.

4.2.3 Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh

variabel bebas (independen) yaitu Kinerja Modal Intelektual, Tingkat Utang,

Ukuran Dewan Komisaris, Jumlah Rapat Dewan Komisaris, Ukuran Komite

Audit, Konsentrasi Kepemilikan Saham, Umur Listing terhadap variabel terikat

(dependen) yaitu Pengungkapan Modal Intelektual.

Hasil analisis regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS 16 dapat

dilihat pada Tabel 4.28 berikut ini:

Tabel 4.28 Hasil Persamaan Regresi Berganda

Model

Unstandardized Coefficients

t Sig.B Std. Error

1 (Constant) -13.088 7.388 -1.772 .081

KMI -.523 .620 -.843 .402

SQRTLEV .252 1.561 .161 .872

SQRUKOM 5.556 2.251 2.469 .016

SQRRAKOM 2.905 .656 4.430 .000

SQRUDIT 9.589 3.880 2.471 .016

KONST .045 .044 1.020 .311

SQRAGE 1.975 .781 2.530 .014

a. Dependent Variable: ICD

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

92

Dari tabel 4.28 maka persamaan regresi dapat ditulis sebagai berikut:

ICD = -13,088 – 0,523 KMI1 + 0,252 LEV2 + 5,556 UKOM3 + 2,905 RAKOM4 +

9,589 UDIT5 + 0,045 KONST6 + 1,975 AGE7 + e

1. Constant = -13,088 (negatif), artinya bila variabel independen dalam model

diasumsikan sama dengan 0 atau konstan, maka rata-rata pengungkapan

modal intelektual akan berkurang sebesar 13,088.

2. Koefisien β1 = -0,523 (negatif), artinya setiap kenaikan 1% kinerja modal

intelektual akan menurunkan luas pengungkapan modal intelektual sebesar

0,523 dan faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan.

3. Koefisien β2 = 0,252 (positif), artinya setiap kenaikan 1% tingkat utang akan

meningkatkan luas pengungkapan modal intelektual sebesar 0,252 dan faktor

lain yang mempengaruhi dianggap konstan.

4. Koefisien β3 = 5,556 (positif), artinya setiap kenaikan 1% ukuran dewan

komisaris akan meningkatkan luas pengungkapan modal intelektual sebesar

5,556 dan faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan.

5. Koefisien β4 = 2,905(positif), artinya setiap kenaikan 1% frekuensi rapat

dewan komisaris akan meningkatkan luas pengungkapan modal intelektual

sebesar 2,905 dan faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan.

6. Koefisien β5 = 9,589 (positif), artinya setiap kenaikan 1% ukuran komite

audit akan meningkatkan luas pengungkapan modal intelektual sebesar 9,589

dan faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan.

93

7. Koefisien β6 = 0,045 (positif), artinya setiap kenaikan 1% kepemilikan saham

akan meningkatkan luas pengungkapan modal intelektual sebesar 0,252 dan

faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan

8. Koefisien β7 = 1,975 (positif), artinya setiap kenaikan 1 tahun umur listing

akan meningkatkan luas pengungkapan modal intelektual sebesar 1,975 dan

faktor lain yang mempengaruhi dianggap konstan.

4.2.4 Uji Hipotesis

1. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) berguna untuk menguji seberapa jauh

kemampuan model penelitian dalam menerangkan variabel dependen (good of fit)

(Ghozali, 2011). Nilai R2 yang telah disesuaikan adalah antara 0 sampai dengan 1.

Nilai R2 yang mendekati 1 berarti kemampuan variabel-variabel independen

memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi

variabel dependen. Nilai R2 yang kecil atau dibawah 0,5 berarti kemampuan

variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat kecil

(Ghozali, 2011).

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias

terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Oleh

karena itu, peneliti menggunakan nilai adjusted R2 untuk mengevaluasi mana

model regresi terbaik. Hasil koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel 4.29 di

berikut ini.

94

Tabel 4.29 Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .730a

.533 .484 6.64800

a. Predictors: (Constant), SQRAGE, SQRTLEV, KONST, SQRRAKOM, SQRUDIT, KMI,

SQRUKOM

b. Dependent Variable: ICD

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Koefisien determinasi (Adjusted R2) yang terlihat pada tabel 4.29

mengindikasikan bahwa kemampuan persamaan regresi berganda untuk

menunjukkan tingkat penjelasan model terhadap variabel dependen. Besarnya

koefisien determinasi (Adjusted R2) adalah 0,484 atau 48,4% ini berarti bahwa

kemampuan variabel penjelas dalam hal ini adalah variabel kinerja modal

intelektual (KMI), ukuran dewan komisaris (UKOM), jumlah rapat dewan

komisaris (RAKOM), ukuran komite audit (UDIT), konsentrasi kepemilikan

saham (KONST), dan umur listing (AGE) secara simultan memiliki pengaruh

terhadap variabel pengungkapan modal intelektual sebesar 48,4%. Sedangkan

sisanya yaitu sebesar 51,6% (100%-48,4%) dijelaskan oleh variabel lain selain

variabel penjelas atau variabel independen diatas.

2. Uji Pengaruh Simultan

Uji statistik regresi simultan menunjukkan bahwa variabel independen

yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variaebel

dependennya (Ghozali, 2011). Uji simultan digunakan untuk menguji besarnya

pengaruh dari variabel independen (kinerja modal intelektual, ukuran dewan

komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, ukuran komite audit, konsentrasi

kepemilikan saham , dan umur listing) secara bersama-sama atau simultan

95

berpengaruh positif terhadap variabel dependen (Pengungkapan Modal

Intelektual). Hasil uji simultan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.30

diberikut ini.

Tabel 4.30 Hasil Uji Pengaruh Simultan

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3380.011 7 482.859 10.925 .000a

Residual 2961.128 67 44.196

Total 6341.139 74

a. Predictors: (Constant), SQRAGE, SQRTLEV, KONST, SQRRAKOM, SQRUDIT, KMI,

SQRUKOM

b. Dependent Variable: ICD

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.30 di atas menunjukkan besarnya nilai F hitumg adalah 10,925

dinayatakan dengan tanda positif maka arah hubungnnya adalah positif. Nilai

secara statistik menunjukkan hasil yang signifikan pada α = 0,05, yaitu sebesar

0,000 artinya nilai signifikansi 0,000 < 0,05. Ini menunjukkan bahwa secara

simultan (bersama-sama) variabel independen memiliki pengaruh signifikan

positif terhadap variabel dependen artinya variabel independen yaitu kinerja

modal intelektual, ukuran dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, ukuran

komite audit, konsentrasi kepemilikan saham , dan umur listing secara simultan

berpengaruh positif terhadap pengungkapan modal intelektual.

3. Uji Parsial

Menurut Ghozali (2011) uji parsial pada dasarnya menunjukkan seberapa

jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan

variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level

0,05 (α=5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan bila t hitung > t

96

tabel atau probabilitas < tingkat signifikansi (Sig.< 0,05), maka Ha diterima dan

Ho ditolak artinya variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.

Bila t hitung < t tabel atau probabilitas > tingkat signifikansi (Sig > 0,05), maka

Ha ditolak dan Ho diterima artinya variabel independen tidak berpengaruh

terhadap variabel dependen. Hasil uji t dalam penelitian ini dapat dilihat pada

tabel 4.28. Dari uji signifikansi parsial (uji statistik t) pada tabel 4.28 diperoleh

hasil sebagai berikut:

Variabel Kinerja Modal Intelektual (KMI) secara statistik menunjukkan

hasil yang tidak signifikan pada α = 0,05, yaitu sebesar 0,402. Hal ini bisa dilihat

dari signifikansinya lebih dari 0,05 (0,402 > 0,05). Nilai t sebesar -0,843

dinyatakan dengan tanda negatif maka hubungannya adalah negatif. Ini

menunjukkan kinerja modal intelektual tidak berpengaruh positif terhadap

pengungkapan modal intelektual, sehingga H1 dalam penelitian ditolak.

Variabel Tingkat Utang (LEV) secara statistik menunjukkan hasil yang

tidak signifikan pada α = 0,05, yaitu sebesar 0,872. Hal ini bisa dilihat dari

signifikansinya lebih dari 0,05 (0,872 > 0,05). Tabel 4.28 menunjukkan bahwa

nilai t sebesar 0,161 dinyatakan dengan tanda positif maka hubungannya adalah

negatif. Ini menunjukkan tingkat utang tidak berpengaruh terhadap pengungkapan

modal intelektual, sehingga H2 dalam penelitian ditolak.

Variabel Struktur Corporate Governance yang diukur dengan 4 indikator

yaitu ukuran dewan komisaris (UKOM), jumlah rapat dewan komisaris

(RAKOM), ukuran komite ausit (UDIT), dan konsentrasi kepemilikan saham

(KONST). Variabel ukuran dewan komisaris (UKOM) secara statistik

97

menunjukkan hasil yang signifikan pada α = 0,05, yaitu sebesar 0,016. Hal ini bisa

dilihat dari signifikansinya kurang dari 0,05 (0,016 < 0,05). Tabel 4.28

menunjukkan bahwa nilai t sebesar 2,469 dinyatakan dengan tanda positif maka

hubungannya adalah positif. Ini menunjukkan ukuran dewan komisaris

beperngaruh positif terhadap luas pengungkapan modal intelektual, sehingga H3.1

dalam penelitian ini diterima.

Variabel jumlah rapat dewan komisaris (RAKOM) secara statistik

menunjukkan hasil yang signifikan pada α = 0,05, yaitu sebesar 0,000. Hal ini bisa

dilihat dari signifikansinya kurang dari 0,05 (0,000 < 0,05). Tabel 4.28

menunjukkan bahwa nilai t sebesar 4,430 dinyatakan dengan tanda positif maka

hubungannya adalah positif. Ini menunjukkan jumlah rapat dewan komisaris

beperngaruh positif terhadap luas pengungkapan modal intelektual, sehingga H3.2

dalam penelitian ini diterima.

Variabel ukuran komite audit (UDIT) secara statistik menunjukkan hasil

yang signifikan pada α = 0,05, yaitu sebesar 0,016. Hal ini bisa dilihat dari

signifikansinya kurang dari 0,05 (0,016 < 0,05). Tabel 4.28 menunjukkan bahwa

nilai t sebesar 2,471 dinyatakan dengan tanda positif maka hubungannya adalah

positif. Ini menunjukkan ukuran komite audit beperngaruh positif terhadap luas

pengungkapan modal intelektual, sehingga H3.3 dalam penelitian ini diterima.

Variabel konsentrasi kepemilikan saham (KONST) secara statistik

menunjukkan hasil yang tidak signifikan pada α = 0,05, yaitu sebesar 0,311. Hal

ini bisa dilihat dari signifikansinya lebih dari 0,05 (0,311 > 0,05). Tabel 4.28

menunjukkan bahwa nilai t sebesar 1,020 dinyatakan dengan tanda positif maka

98

hubungannya adalah positif. Ini menunjukkan konsentrasi kepemilikan saham

tidak beperngaruh terhadap luas pengungkapan modal intelektual, sehingga H3.5

dalam penelitian ini ditolak.

Variabel umur listing (AGE) secara statistik menunjukkan hasil yang

signifikan pada α = 0,05, yaitu sebesar 0,014. Hal ini bisa dilihat dari

signifikansinya kurang dari 0,05 (),014 < 0,05). Tabel 4.28 menunjukkan bahwa

nilai t sebesar 2, 530dinyatakan dengan tanda positif maka hubungannya adalah

positif. Ini menunjukkan umur listing berpengaruh terhadap luas pengungkapan

modal intelektual.

Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan, diperoleh simpulan hasil

uji hipotesis sebagai berikut:

Tabel 4.31 Simpulan Hasil Uji Hipotesis

No Hipotesis Keterangan Hasil1 H1 Kinerja modal intelektual tidak berpengaruh

positif terhadap luas pengungkapan modalintelektual

Ditolak

2 H2 Tingkat utang tidak berpengaruh terhadap luaspengungkapan modal intelektual

Ditolak

3 H3.1 Ukuran dewan komisaris berpengaruh positifterhadap luas pengungkapan modal inetelektual

Diterima

4 H3.2 Jumlah rapat dewan komisaris berpengaruhpositif terhadap luas pengungkapan modalintelektual

Diterima

5 H3.3 Ukuran komite audit berpengaruh positifterhadap luas pengungkapan modal intelektual

Diterima

6 H3.5 Konsentrasi kepemilikan saham tidakberpengaruh terhadap luas pengungkapan modalintelektual

Ditolak

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

99

4.3 Pembahasan

Penelitian ini menguji pengaruh kinerja modal intelektual, tingkat utang

dan struktur corporate governance terhadap luas pengungkapan modal intelektual

dengan variabel pengendali umur listing. Berdasarkan pada pengujian empiris

yang telah ada dilakukan terhadap beberapa hipotesis dalam penelitian, hasilnya

menunjukkan bahwa tidak semua variabel independen di atas berpengaruh

signifikan terhadap variabel dependen (ICD). Faktor-faktor yang berpengaruh

signifkan terhadap pengungkapan modal intelektual hanya struktur corporate

governance yaitu ukuran dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, ukuran

komite audit begitu juga dengan variabel independen pengendali yaitu umur

listing.

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan oleh peneliti dari uji regresi

berganda, maka peneliti akan menjelaskan secara lebih detail pada pembahasan

hasil uji hipotesis. Adapun pembahasan dari setiap hipotesis dalam penelitian ini

sebagai berikut:

4.3.1 Pengaruh Kinerja Modal Intelektual terhadap Luas Pengungkapan

Modal Intelektual

Kinerja modal intelektual merupakan efisiensi pendayagunaan aset

berwujud dan tak berwujud dalam proses penciptaan nilai perusahaan. Dalam

penelitian ini metode yang digunakan untuk mengukur kinerja modal intelektual

adalah metode VAICTM.

Hasil analisis dengan menggunakan regresi linier berganda menunjukkan

bahwa kinerja modal intelektual tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

100

pengungkapan modal intelektual. Hasil ini dapat dilihat pada tabel 4.28 pada uji

parsial dimana tingkat signifikan sebesar 0,402 lebih besar dari 0,05, dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa H1 dalam penelitian ditolak. Hal ini bisa

dimaknai bahwa kinerja modal intelektual tidak mampu meningkatkan luas

pengungkapan modal intelektual.

Berdasarkan teori yang diajukan menyatakan bahwa suatu perusahaan

akan mengungkapkan informasi mengenai kinerja intelektual, sosial, dan kinerja

secara sukarela atau melebihi ketentuan yang dimandatkan agar dapat memenuhi

ekspektasi stakeholder.

Hasil analisis ini mendukung penelitian Williams (2001) yang

menyebutkan bahwa tidak ada hubungan signfikan antara kinerja modal

intelektual terhadap luas pengungkapan modal intelektual dan bertentangan

dengan penelitian yang dilakukan Purnomosidhi (2006). Faktor ini bertentangan

dengan teori yang diajukan, kinerja modal intelektual mendorong penurunan luas

pengungkapan modal intelektual selama penelitian dibandingkan untuk

meningkatkan.

Alasan yang melandasi tidak diterimanya hipotesis pertama adalah

dikarenakan nilai VAICTM pada perusahaan perbankan masih tergolong rendah

yaitu ada 42 perusahaan dari 75 atau 56% di bawah rata-rata. Nilai tersebut belum

mampu untuk mengefisiensikan pendayagunaan aset berwujud dan tak berwujud

dalam proses penciptaan nilai perusahaan sehingga kesadaran perusahaan akan

mengungkapkan modal intelektual masih rendah.

101

Berbeda dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya yang

memprediksikan adanya pengaruh positif dari kinerja modal intelektual

perusahaan terhadap luas pengungkapan modal intelektual perusahaa, hasil

pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kinerja modal intelektual perusahaan

berpengaruh negatif terhadap tingkat pengungkapan modal intelektual perusahaan.

Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien β1 yang bernilai negatif (-0,843).

Pengaruh negatif ini sejalan dengan temuan Williams (2001). Penelitian

tersebut meneliti pengaruh kinerja modal intelektual dari perusahaan publik di

Inggris. Williams (2001) menyatakan bahwa ketika kinerja modal intelektual telah

mencapai suatu titik tertentu yang dirasa tinggi, perusahaan akan mulai

mengurangi pengungkapannya yang merupakan suatu informasi stratejik untuk

melindungi keunggulan kompetitifnya. Pada industri perbankan yang bermuatan

modal intelektual tinggi dimana iklim persaingan cukup ketat dan keunggulan

kompetitif jangka panjang cukup sulit untuk dipertahankan (Bhide, 1986 dalam

Putri, 2011), dasar dari hubungan negatif ini mungkin terjadi.

4.3.2 Pengaruh Tingkat Utang terhadap Luas Pengungkapan Modal

Intelektual

Tingkat utang merupakan perbandingan besarnya dana yang disediakan

pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur. Rasio ini menunjukkan

kemampuan modal sendiri untuk memenuhi seluruh kewajiban perusahaan.

Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa variabel tingkat

utang tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan modal intelektual. Hasil ini

dapat dilihat pada tabel 4.28 pada uji parsial dimana tingkat signifikansinya

102

sebesar 0,872 lebih besar dari 0,05, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

H2 dalam penelitian ditolak. Hal ini bisa dimaknai bahwa tingkat utang tidak

mampu meningkatkan luas pengungkapan modal intelektual.

Berdasarkan teori keagenan, potensi timbulnya konflik keagenan akan

meningkat seiring dengan peningkatan tingkat utang perusahaan. Berbeda dengan

studi terdahulu yang menghasilkan temuan berupa hubungan signifikan positif

antara tingkat utang dan pengungkapan modal intelektual (Woodcock dan

Whiting, 2009; White et al., 2007), perusahaan yang diteliti pada penelitian ini

terbatas pada perusahaan publik yang bergerak di sektor perbankan.

Hasil temuan ini sejalan dengan temuan dari studi yang dilakukan oleh

Oliveira et al, (2006). Berdasarkan temuan studi ini, alternatif pengungkapan

modal intelektual dipilih untuk mengurangi biaya agensi karena adanya potensi

konflik kepentingan antara kreditur dan manajemen tidak terbukti.

Alasan yang melandasi tidak diterimanya hipotesis kedua disebabkan

karena pada sampel penelitian yaitu perbankan memiliki dana pihak ketiga yang

tinggi sebesar 85%. Komponen dana pihak ketiga pada utang bank terdiri dari

giro, tabungan, deposito, dan kewajiban lainnya kepada pihak yang bukan

merupakan bank. Dana pihak ketiga yang paling tinggi yaitu deposito berjangka

dengan usia ≤ 1 bulan dengan rata-rata persentase sebesar 58%.

Tingginya deposito berjangka dengan usia ≤ 1 bulan dalam komponen

dana pihak ketiga pada utang bank mengindikasikan bahwa deposan atau nasabah

merasa tidak memiliki kebutuhan akan pengungkapan modal intelektual sehingga

tidak menuntut bank untuk mengungkapkan modal intelektual.

103

4.3.3 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Luas Pengungkapan

Modal Intelektual

Variabel ukuran dewan komisaris secara statistik menunjukkan hasil yang

signifikan pada α = 0,005, yaitu sebesar 0,016. Hal ini bisa dilihat dari nilai

signifikansinya kurang dari 0,05 (0,016 < 0,05). Tabel 4.28 menunjukkan bahwa

nilai t sebesar 0,2469 dinyatakan dengan tanda positif maka hubungannya adalah

positif. Ini menunjukkan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap

luas pengungkapan modal intelektual, sehingga H3.1 dalam penelitian ini

diterima. Hal ini dapat dimaknai yaitu dengan ukuran dewan komisaris yang

tinggi maka memberi dampak pengungkapan modal intelektual juga semakin luas.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh White et

al. (2007) yang menyatakan ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap

pengungkapan modal intelektual. Adapun alasan yang dapat dijelaskan dalam

penelitian ini, ukuran dewan komisaris mampu memonitoring terhadap tindakan

manajer. Hal tersebut bertujuan untuk menyelaraskan kepentingan antara pihak

agen dengan pihak prinsipal. Semakin besar ukuran dewan komisaris perusahaan

maka kinerja pengawasan dan pengendalian menjadi lebih baik dan efektif

sehingga akan meningkatkan pengungkapan modal inetelektual.

4.3.4 Pengaruh Jumlah Rapat Dewan Komisaris terhadap Luas

Pengungkapan Modal Intelektual

Hipotesis H3.2 yang diajukan peneliti adalah jumlah rapat dewan

komisaris berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan modal intelektual.

Berdasarkan hasil pengujian dapat dibuktikan bahwa H3.2 dalam penelitian ini

104

diterima dengan hasil penelitian bahwa jumlah rapat dewan komisaris

berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan modal intelektual. Hasil tersebut

dapat dimaknai, semakin besar jumlah rapat dewan komisaris suatu perusahaan

maka semakin luasnya pengungkapan modal intelektual perusahaan yang

diungkapkan.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang sebelumnya telah

dilakukan oleh Waryanto (2010) memperoleh hasil bahwa jumlah rapat dewan

komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan modal intelektual. Adapun alasan

yang dapat dijelaskan dalam penelitian ini, rapat dewan komisaris sebagai media

untuk menetapkan efektifitas mekanisme pengawasan yang telah dilaksanakan

maupun yang akan dilaksanakan. Dengan seringnya diadakan rapat dewan

komisaris, dapat meningkatkan mekanisme pengawasan dan pengendalian

menjadi lebih baik dan lebih efektif. Mekanisme tersebut akan memberi dorongan

dan tekanan bagi manajer untuk mengungkapkan informasi mengenai modal

intelektual dengan baik dan relevan sehingga akan meningkatkan luasnya

pengungkapan modal intelektual.

4.3.5 Pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap Luas Pengungkapan Modal

Intelektual

Variabel ukuran komite audit secara statistik menunjukkan hasil yang

signifikan pada α = 0,05, yaitu sebesar 0,016. Hal ini bisa dilihat dari nilai

signifikansinya kurang dari 0,05 (0,016 < 0,05). Tabel 4.28 menunjukkan bahwa

nilai t 2,471 dinyatakan dengan tanda positif maka hubungannya adalah positif.

Ini menunjukkan ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap pengungkapan

105

modal intelektual, sehingga H3.3 dalam penelitian ini diterima. Hal ini dapat

dimaknai yaitu dengan ukuran komite audit yang tinggi makan memberi dampak

pengungkapan modal intelektual juga semakin luas.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sani

(2009) yang menyatakan ukuran komite audit berpengaruh terhadap

pengungkapan modal intelektual. Adapun alasan yang dapat dijelaskan dalam

penelitian ini, komite audit berfungsi sebagai alat pengendalian manajemen untuk

mencegah tindakan kecurangan seperti menyajikan informasi yang tidak akurat

dan relevan. Semakin besar ukuran komite audit suatu perusahaan maka dapat

mempengaruhi pengungkapan informasi yang dilakukan, seperti informasi modal

intelektual semakin luas dan berkualitas.

4.3.6 Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Saham terhadap Luas

Pengungkapan Modal Intelektual

Hasil pengujian H3.5 menunjukkan bahwa variabel konsentrasi

kepemilikan saham tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan modal

intelektual. Hasil ini dapat dilihat pada tabel 4.28 dimana tingkat signifikansinya

sebesar 0,311 lebih besar dari 0,05, dengan demikian dapat disimpulkan H3.5

dalam penelitian ini ditolak. Hal ini bisa dimaknai bahwa konsentrasi

kepemilikan saham tidak mampu meningkatkan luas pengungkapan modal

intelektual.

Hasil analisis ini senada dengan studi White et al. (2007) yang menyatakan

bahwa konsentrasi kepemilikan saham tidak berpengaruh terhadap pengungkapan

modal intelektual. Hal ini dikarenakan dengan konsentrasi kepemilikan yang

106

tinggi dapat menyebabkan arah kebijakan atau keputusan terfokus pada

konsentrasi kepemilikan saham yang tinggi karena adanya voting right (hak suara)

dalam RUPS, sehingga hasil yang dicapai belum maksimal, kebijakan perusahaan

tidak efektif dan pencapaian tujuan kurang baik. Dengan keadaan itu, maka

governance dalam perusahaan kurang optimal sehingga dengan otomatis

intellectual capital tidak terungkap dengan luas.

4.3.7 Pengaruh Variabel Pengendali terhadap Luas Pengungkapan Modal

Intelektual

Variabel umur listing perusahaan terbukti memiliki pengaruh yang

signifikan dan positif terhadap luas pengungkapan modal intelektual perusahaan.

Hal ini sejalan dengan hipotesis yang diajukan peneliti, yaitu semakin lama suatu

bank terdaftar di pasar modal, semakin tinggi pula luas pengungkapan modal

intelektual. Hal ini dapat dimungkinkan karena perusahaan yang lebih lama

beroperasi pada umumnya memiliki lebih banyak pengalaman, keahlian, dan

sumber daya untuk memproduksi laporan yang lebih kompleks sehingga luas

pengungkapan modal intelektual menjadi lebih tinggi (Sejjaka, 2003 dalam Putri,

2011). Lamanya umur listing dari suatu perusahaan tentunya juga akan

meningkatkan pengalaman perusahaan mengenai lingkungan pasar modal,

tercakup di dalamnya peraturan-peraturan BAPEPAM mengenai transparansi

perusahaan dalam hal pengungkapan informasi, sehingga perusahaan yang lebih

lama listing akan lebih berpengalaman dalam hal pengungkapan informasi.

107

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pengujian atas data dalam penelitan

mengenai determinan luas pengungkapan modal intelektual pada perbankan tahun

2009-2011, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan variabel kinerja modal

intelektual tidak berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan modal

intelektual artinya setiap peningkatan kinerja modal intelektual tidak diikuti

dengan luas peningkatan pengungkapan modal intelektual. Tidak ada

pengaruh kinerja modal intelektual terhadap luas pengungkapan modal

intelektual kemungkinan disebabkan nilai VAICTM yang masih tergolong

rendah yaitu 56% di bawah rata-rata. Nilai tersebut belum mampu untuk

mengefesiensikan pendayagunaan aset berwujud dan tak berwujud dalam

proses penciptaan nilai perusahaan sehingga kesadaran perusahaan akan

mengungkapkan modal intelektual masih rendah.

2. Hasil pengujian hipotesis kedua dengan variabel tingkat utang tidak

berpengaruh terhadap luas pengungkapan modal intelektual artinya setiap

kenaikan tingkat utang tidak diikuti dengan luas pengungkapan modal

intelektual. Hubungan yang tidak signifikan antara tingkat utang dan luas

pengungkapan modal intelektual disebabkan pada sampel penelitian yaitu

perbankan memiliki dana pihak ketiga yang tinggi dengan mayoritas deposito

108

berjangka usia ≤ 1 bulan dengan rata-rata persentase sebesar 58% yang

mengindikasikan bahwa deposan tidak menuntut bank untuk mengungkapkan

modal intelektual.

3. Hasil pengujian hipotesis H3.1, ukuran dewan komisaris berpengaruh positif

terhadap luas pengungkapan modal intelektual artinya keberadaan dewan

komisaris mampu meningkatkan luas pengungkapan modal intelektual.

4. Hasil pengujian hipotesis H3.2, jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh

positif terhadap luas pengungkapan modal intelektual artinya dengan

seringnya rapat dewan komisaris maka akan meningkatkan luasnya

pengungkapan modal intelektual.

5. Hasil pengujian hipotesis H3.3, ukuran komite audit berpengaruh positif

terhadap luas pengungkapan modal intelektual artinya keberadaan komite

audit mampu meningkatkan luas pengungkapan modal intelektual karena

tugasnya dalam pengendalian internal.

6. Hasil pengujian hipotesis H3.5 dengan variabel konsentrasi kepemilikan tidak

berpengaruh terhadap luas pengungkapan modal intelektual. Hal ini

dikarenakan konsentrasi kepemilikan yang tinggi dapat menyebabkan

kebijakan atau keputusan sepihak karena adanya hak suara dalam RUPS,

sehingga hasil yang dicapai tidak maksimal. Akibatnya governance dalam

perusahaan kurang optimal sehingga dengan otomatis intellectual capital

tidak terungkap dengan luas.

109

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini berdasarkan hasil

penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini menggunakan data pada laporan tahunan dan situs

perusahaan untuk menghitung item pengungkapan modal intelektual.

Informasi ini tentunya belum mencerminkan kondisi sebenarnya dari

praktek modal intelektual karena tidak semua item diungkapkan secara

jelas sehingga hasil perhitungan pengungkapan modal intelektual dalam

penelitian ini masih terbatas. Item pengungkapan modal intelektual yang

digunakan penelitian ini mengacu pada instrumen penelitian White et al.

(2007) yang mengacu pada kondisi luar negeri, untuk itu perlu adanya

kajian lebih lanjut terhadap tiap instrumen pengungkapan modal

intelektual dengan menyesuaikan kondisi yang ada di Indonesia.

2. Peneliti hanya menggunakan satu jenis industri yaitu perbankan sehingga

hasilnya tidak dapat digeneralisasi untuk jenis industri lain. Peneliti

selanjutnya bisa menggunakan jenis perusahaan lain seperti perusahaan

efek, perusahaan sektor teknologi informasi yang memiliki modal

intelektual cukup tinggi (Firer dan William, 2003).

3. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan pengukuran yang berbeda

melalui rasio tingkat utang juga dapat menggunakan debt to asset ratio.

4. Metode pengukuran kinerja modal intelektual yang digunakan pada

penelitian ini hanya dinilai dengan metode VAICTM dengan

pertimbangan bahwa model VAICTM merupakan metode pengukuran

110

kinerja modal intelektual yang paling banyak diadaptasi pada penelitian

mengenai modal intelektual. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan

peneliti juga menggunakan metode pengukuran modal intelektual lainnya

seperti value-based measurement, Skandia navigator (Sawarjuwono,

2003).

111

DAFTAR PUSTAKA

Abeysekera, I. 2010. The Influence of Board Size on Intellectual Capital

Disclosure by Kenyan Listed Firms. Journal of Intellectual Capital 11:

504-518.

Bontis, N., Keow, W.C.C., and Richardson, S. 2000. Intellectual Capital and

Business Performance in Malaysian Industries. Journal of Intellectual

Capital 1: 85-100.

Bozzolan, S., Favotto, F., and Ricceri. 2003. Italian Annual Intellectual Capital

Disclosure: An Empirical Analysis. Journal of Intellectual Capital 4/4:

543-558.

Branco, M. and Rodrigues, L.L. 2006. Communication of Corporate Social

Responsibility by Portuguese Banks: A Legitimacy Theory Perspective.

Corporate Communication: An International Journal 11: 232-48.

Brennan, N. 2001. Reporting Intellectual Capital in Australian Reports: Evidence

from Ireland. Accounting, Auditing, and Accountability Journal 14/4:

423-436.

Bruggen, A., Vergauwen, P., and Dao, M. 2009. Determinants of Intellectual

Capital Disclosure: Evidence from Australia. Management Decision

47/2: 233-245.

Bukh, P. N. 2003. Commentary: The Relevance of Intellectual Capital Disclosure:

A Paradox?. Accounting, Auditing & Accountability Joournal, 16/1: 49-

56.

Burgman, R. and Roos, G. 2007. “The Importance of Intellectual Capital

Reporting: Evidence and Implications”. Journal of Intellectual Capital 8:

7-51.

Canibano, L., Garcia-Ayuso, M., dan Sanchez, P. 2000. Accounting for

intangibles: A Literature Review. Journal of Accounting Literature, 19:

102-130.

112

Chandra, Ricky Mustika. 2010. “ Pengaruh Mekanisme Corporate Governance

Terhadap Pengungkapan Intellectual Capital”. Skripsi. Semarang:

Universitas Diponegoro.

Chen, M.-C., S,-J, Cheng, & Y. Hwang. 2005. An Empirical Investigation of The

Reliationship between Intellectual Capital and Firms’ Market Value and

Financial Performance. Journal of Intellectual Capital, 6: 159-176.

Cormier, D., Magnan, M., and van Velthoven, B. 2005. Environmental Disclosure

Quality in Large German Companies: Economic Incentives, Public

Pressures or Institutional Conditions? European Acccounting Review

14: 3-39.

Deegan, C. and Bloomquist, C. 2006. Stakeholder Influence on Corporate

Reporting: An Exploration of The Interaction Between WWF-Australia

and The Australian Minerals Industry. Accounting Organizations and

Society 31: 343-72.

Edvinson, L. dan Sullivan, P. 1996. Developing Model for Managing Intellectual

Capital. European Management Journal, 14/4: 356-364.

Ernst & Young, KPMG, Pricewaterhouse Coopers, and House of Mandag

Morgen. 1999. The Copenhagen Charter: A Management Guide To

Stakeholder Reporting. Danish: House of Mandag Morgen.

Firer, S., and Williams, S. M. 2003. “Intellectual Capital and Traditional

Measures of Corporate Performance”, Journal of Intellectual Capital,

4/3: 348-60.

Ghozali, Imam. 2011. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Guthrie, J., and R. Petty. 2000. Intellectual Capital: Australian Annual Reporting

Practices. Journal of Intellectual Capital 1/3: 241-251.

________, __________, and Ricceri, F. 2006. The Voluntary Reporting of

Intellectual Capital: Comparing Evidence from Hong Kong and

Australia. Journal of Intellectual Capital 7: 254-271.

113

Haniffa, M. R., and Cooke, T.E. 2002. “The Impact of Culture and Governance

on Corporate Social Reporting”.Journal of Accounting and Public Policy

24: 391-430.

Hastuti. 2011. ”Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Secara Internal dan

Eksternal Terhadap Kinerja Keuangan: Studi Kasus di Bank yang

Terdaftar di BEI 2006-2009”. Skripsi. Semarang: Universitas

Diponegoro.

Healy, P. M., and Palepu, K. G. 2001. Information Asymmetry, Corporate

Disclosure, and The Capital Markets: A Review of The Empirical

Disclosure Literature. Journal of Accounting and Economics 31: 405-

440.

Hossain, M, and Hammami, P. 2009. “Voluntary Disclosure in the Annual

Reports of New Zealand Companies”. Journal of International Financial

Management and Accounting 6/1: 69-87.

IDX. www.idx.co.id. Diakses 05 Desember 2012.

Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan (Revisi 2009). Jakarta:

Ikatan Akuntan Indonesia, 2009.

Indriantoro, N., dan B. Supomo. 1999. “Metodologi Penelitian

Bisnis”.Yogyakarta: BPFE.

Jensen, M.C. and Meckling, W. H. 1976. Theory of The Firm: Managerial

Behaviour, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial

Economics 3: 305-60.

Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio Dan Analisis Investasi. Edisi Ketiga.

Yogyakarta: BPFE.

Khanna, T., Krishna, G. P., and Suraj, S. 2004. Disclosure Practices of Foreign

Companies Interacting with U. S. Markets. Journal of Accounting

Research, 42/2: 475-507.

Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate

Governance Indonesia. Jakarta.

114

Kubo, I., dan A. Saka. 2002. ”An Iquairy into The Motivations of Knowledge

Workers in The Japanese Financial Industry”. Journal of Knowledge

Management, 6/3: 262-271.

Kuryanto, Benny dan M. Syafruddin. 2008. “Pengaruh Modal Intelektual

terhadap Kinerja Perusahaan”. Simposium Nasional Akuntansi XI.

Lev, B. dan Zarowin, P. 1999. The Boundaries of Financial Reporting And How

To Extend Them. Journal of Accounting Research, 37/2: 353-386.

Li, J., Pike, R. and Haniffa, R. 2008. Intellectual Capital Disclosure and

Corporate Governance Structure in UK Firms. Accounting and Business

Research 38: 137-159.

Mouritsen, J. 1998. Driving Growth: Economics Value Added Versus Intellectual

Capital. Management Accounting Research, 9/4: 461-483.

Oliveira, Lidia, Lucia Lima Rodrigues, dan Russel Craig. 2008. Applying

Voluntary Disclosure Theories to Intangibles Reporting: Evidence from

the Portuguese Stock Market. www.ssrn.com.Diakses 14 November

2012.

Oliveira, L., Rodrigues, L.l., and Craig, R. 2006. Firm Specific Determinants of

Intangibles Reporting: Evidence from Portuguese Stock Market. Journal

of Human Resource Costing and Accounting 10: 11-33.

Oliveira, L., Rodrigues, L.L., and Craig, R. 2010. Intellectual Capital reporting in

Sustainability Reports. Journal of Intellectual Capital 11: 575-594.

Pettty, P. dan J. Guthrie. 2000. “Intellcetual Capital Literature Review:

Measurement, Reporting and Management”. Journal of Intellectual

Capital 1/2: 155-157.

Pulic, A. 1998.”Measuring the performance of intellectual potential in knowledge

economy”. www.measuring-ip.at/Papers/ham99txt.htm. Diakses 14

November 2012.

Purnomosidhi, B. 2006. Praktik Pengungkapan Modal Intelektua Pada

Perusahaan Publik di BEJ. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 9/1: 1-20.

115

Putri, Tiesha Narandha. 2011. “Pengaruh Kinerja Modal Intelektual, Tingkat

Utang, dan Praktik Corporate Governance terhadap Tingkat

pengungkapan Modal Intelektual (Studi Empiris Perusahaan Perbankan

yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010)”. Skripsi.

Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Riahi-Belkaoui, A. 2003. “Intellectual Capital and Firm Performance of US

Multinational Firms: A Study of The Resource-Based and Stakeholder

Views”. Journal of Intellectual Capital 4/2: 215-226.

Roos, J., Roos, G., Edvinsson, L., and Dragonetti, N.C. 1997. Intellectual Capital-

Navigating in The New Business Landscape. London: Macmillan.

Saam, Nicole J. 2007. Asymmetry in Information versus Asymmetry in Power:

Implicit Assumption of Agency Theory. Journal of Socio-Economics 36:

825-840.

Saleh, N. M, Rahma, R. A dan Hassan, M. S. 2009. Ownership Structure and

Intellectual Capital Performance In Malaysia. AAMJAF (5): 1-29.

www.ssrn.com. Diakses 14 November 2012.

Sani, M. 2011. “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Pengungkapan

Intellectual Capital (Studi Empiris pada Perusahaan Jasa yang Terdaftar

di BEI)”. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.

Sawarjuwono, T., dan Agustine, P. K. 2003. Intellectual Capital: Perlakuan,

Pengukuran Dan Pelaporan (Sebuah Library Research). Jurnal

Akuntansi & Keuangan, 5/1: 35-37.

Spence, M. 1973. Job Market Signalling. The Quarterly Journal of Economics,

87/3, 355-374.

Stewart, T.A. 1997. Intellectual Capital: The Wealth of New Organisations.

Nicholas Brealy Publishing. London.

Suhardjanto, D dan Wardhani, M. 2010. Praktik Intellectual Capital Disclosure

Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. JAAI 14/1: 71-85.

Sveiby, K. E. 1997. The New Organizational Wealth: Managing and Measruring

Knowledgebased Asset. San Francisco, CA: Berrett-Koehler Publishers.

116

Tan, H.P., D. Plowman, P. Hancock. 2007. “Intellectual Capital and Financial

Returns of Companies”. Journal of Intellectual capital 8/1: 76-95.

Tayles, M., Pike, R., dan Sofian, S. 2007. Intellectual Capital , Management

Accounting Practices and Corporate Performance: Perceptions of

Managers. Accounting, Auditing & Accountability journal, 20/4: 522.

Ulum, Ihyaul. 2008. Intellectual Capital Performance Sektor Perbankan di

Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan 10/2: 77-84.

Ulum, Ihyaul, Imam Ghozali, dan Anis Chariri. 2008. Intellectual Capital dan

Kinerja Keuangan Perusahaan: Suatu Analisis dengan Pendekatan

Partial Least Squares. Simposium Nasional Akuntansi XI.

Wahyu, S. L. 2009. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Sukarela

Modal Intelektual (Studi Empiris pada Perusahaan non keuangan yang

listing di BEI)”. Eprints. Semarang: Universitas Diponegoro.

Waryanto. 2010. “Pengaruh Karakteristik Good Corporate Governance (GCG)

terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) di

Indonesia”. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.

White, G., A, Lee, & G. Tower. 2007. Drivers of Voluntary Intellectual Capital

Disclosure in Listed Biotechnology Companies. Journal of Intellectual

Capital 8: 517-537.

Williams, M. S. 2001. Is Intellectual Capital Performance and Disclosure

Practices Related? Journal of Intellectual Capital 2: 192-203.

Woodcock, J., & R. H. Whiting. 2009. Intellectual Capital Disclosure by

Australian Companies. Paper presented at the AFAANZ Conference,

Adelaide, Australia.

Yunanto. 2010. “Intellectual Capital Disclosure dan Karakteristuk Pemerintah

Daerah di Indonesia”. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

117

DAFTAR

LAMPIRAN

118

Daftar Perusahaan Sampel

No Kode Keterangan

1 AGRO PT. Bank Agroniaga Tbk

2 BABP PT. Bank ICB Bumiputera Tbk

3 BACA PT. Bank Capital Indonesia Tbk

4 BAEK PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk

5 BBCA PT. Bank Central Asia Tbk

6 BBKP PT. Bank Bukopin Tbk

7 BBNI PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk

8 BBNP PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk

9 BBRI PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk

10 BCIC PT. Bank Mutiara Tbk

11 BDMN PT. Bank Danamon Tbk

12 BEKS PT. Bank Pundi Indonesia Tbk

13 BKSW PT. Bank Kesawan Tbk

14 BMRI PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk

15 BNGA PT. Bank CIMB Niaga Tbk

16 BNII PT. Bank Internasional Indonesia Tbk

17 BNLI PT. Bank Permata Tbk

18 BSWD PT. Bank Swadesi Tbk

19 BTPN PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk

20 BVIC PT. Bank Victoria Internasional Tbk

21 INPC PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk

22 MAYA PT. Bank Mayapada Tbk

23 MCOR PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk

24 MEGA PT. Bank Mega Tbk

25 NISP PT. Bank OCBC NISP Tbk

26 PNBN PT. Bank Panin Tbk

27 SDRA PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk

Keterangan

: Tidak digunakan

Lampiran 1

119

Daftar Perusahaan Sampel Setelah 2 Bank Dikeluarkan Karena Outlier

No Kode Keterangan

1 AGRO PT. Bank Agroniaga Tbk

2 BABP PT. Bank ICB Bumiputera Tbk

3 BACA PT. Bank Capital Indonesia Tbk

4 BAEK PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk

5 BBCA PT. Bank Central Asia Tbk

6 BBNI PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk

7 BBNP PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk

8 BBRI PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk

9 BCIC PT. Bank Mutiara Tbk

10 BDMN PT. Bank Danamon Tbk

11 BEKS PT. Bank Pundi Indonesia Tbk

12 BKSW PT. Bank Kesawan Tbk

13 BMRI PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk

14 BNGA PT. Bank CIMB Niaga Tbk

15 BNII PT. Bank Internasional Indonesia Tbk

16 BNLI PT. Bank Permata Tbk

17 BSWD PT. Bank Swadesi Tbk

18 BTPN PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk

19 BVIC PT. Bank Victoria Internasional Tbk

20 INPC PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk

21 MAYA PT. Bank Mayapada Tbk

22 MEGA PT. Bank Mega Tbk

23 NISP PT. Bank OCBC NISP Tbk

24 PNBN PT. Bank Panin Tbk

25 SDRA PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk

120

E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11 E12 E13 E14 E15 E16 E17 E18 E19 E20 E21 E22 E23 E24

1 AGRO 2009 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 6

2 BABP 2009 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 7

3 BACA 2009 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 6

4 BAEK 2009 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 4

5 BBCA 2009 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 6

6 BBKP 2009 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 5

7 BBNI 2009 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 8

8 BBNP 2009 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4

9 BBRI 2009 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 7

10 BCIC 2009 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 0 7

11 BDMN 2009 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 8

12 BEKS 2009 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2

13 BKSW 2009 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 4

14 BMRI 2009 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4

15 BNGA 2009 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 10

16 BNII 2009 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 5

17 BNLI 2009 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 7

18 BSWD 2009 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 6

19 BTPN 2009 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 4

20 BVIC 2009 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 5

21 INPC 2009 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 8

22 MAYA 2009 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3

23 MCOR 2009 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 6

24 MEGA 2009 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 6

25 NISP 2009 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 6

26 PNBN 2009 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 7

27 SDRA 2009 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 9

13 15 0 0 1 1 26 1 2 0 0 25 14 20 0 4 10 0 2 7 8 11 0 0 160

No Kode TahunEmployees

Jumlah

Pengungkapan Modal Intelektual

Lampiran 2

121

Pengungkapan Modal Intelektual

No Kode TahunCustomers

JumlahC1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8

1 AGRO 2009 0 0 0 0 0 0 1 0 1

2 BABP 2009 0 0 1 0 1 0 0 0 2

3 BACA 2009 0 0 1 0 0 0 0 0 1

4 BAEK 2009 0 0 1 0 0 1 0 0 2

5 BBCA 2009 1 0 1 0 1 0 0 1 4

6 BBKP 2009 1 0 1 0 0 0 1 1 4

7 BBNI 2009 0 0 1 0 1 1 0 1 4

8 BBNP 2009 0 0 0 0 0 0 0 1 1

9 BBRI 2009 0 0 1 0 0 1 0 1 3

10 BCIC 2009 0 0 1 0 0 0 0 0 1

11 BDMN 2009 1 0 1 0 1 0 0 1 4

12 BEKS 2009 0 0 1 0 0 0 0 0 1

13 BKSW 2009 0 0 0 0 0 0 0 0 0

14 BMRI 2009 0 0 1 0 1 0 1 0 3

15 BNGA 2009 1 0 1 0 0 0 1 1 4

16 BNII 2009 0 0 1 0 1 0 0 0 2

17 BNLI 2009 0 0 1 0 1 0 0 0 2

18 BSWD 2009 0 0 0 0 1 0 0 0 1

19 BTPN 2009 0 1 1 0 1 1 0 0 4

20 BVIC 2009 0 0 1 0 0 0 0 0 1

21 INPC 2009 0 0 1 0 0 0 0 0 1

22 MAYA 2009 0 0 0 0 1 0 0 0 1

23 MCOR 2009 0 0 1 0 0 0 0 1 2

24 MEGA 2009 0 0 1 0 0 0 0 0 1

25 NISP 2009 0 0 1 0 1 0 1 0 3

26 PNBN 2009 0 0 1 0 1 0 1 0 3

27 SDRA 2009 0 0 1 0 0 0 0 0 1

4 1 22 0 12 4 6 8 57

122

Pengungkapan Modal Intelektual

No Kode TahunInform Tech (IT)

JumlahIT1 IT2 IT3 IT4 IT5

1 AGRO 2009 1 0 0 0 0 1

2 BABP 2009 0 1 1 0 0 2

3 BACA 2009 1 0 0 1 0 2

4 BAEK 2009 1 0 1 0 0 2

5 BBCA 2009 1 1 1 0 0 3

6 BBKP 2009 0 1 1 0 0 2

7 BBNI 2009 0 1 1 1 0 3

8 BBNP 2009 0 1 1 0 0 2

9 BBRI 2009 0 1 1 1 0 3

10 BCIC 2009 0 0 0 0 1 1

11 BDMN 2009 0 1 1 1 0 3

12 BEKS 2009 0 1 0 0 0 1

13 BKSW 2009 0 0 0 0 0 0

14 BMRI 2009 0 1 1 0 0 2

15 BNGA 2009 0 1 1 0 1 3

16 BNII 2009 1 1 0 1 1 4

17 BNLI 2009 1 1 0 0 0 2

18 BSWD 2009 0 1 0 0 0 1

19 BTPN 2009 1 1 0 1 0 3

20 BVIC 2009 0 0 0 1 1 2

21 INPC 2009 1 1 1 1 0 4

22 MAYA 2009 0 1 1 0 0 2

23 MCOR 2009 1 0 1 0 1 3

24 MEGA 2009 0 1 1 0 1 3

25 NISP 2009 0 1 1 0 1 3

26 PNBN 2009 1 1 0 0 0 2

27 SDRA 2009 1 1 1 1 0 4

11 20 16 9 7 63

123

Pengungkapan Modal Intelektual

No Kode TahunProcesses

JumlahP1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

1 AGRO 2009 1 0 0 1 1 0 0 0 3

2 BABP 2009 0 0 0 1 1 0 1 0 3

3 BACA 2009 1 0 0 1 1 0 1 0 4

4 BAEK 2009 0 0 0 1 1 0 0 0 2

5 BBCA 2009 1 0 0 1 1 0 1 0 4

6 BBKP 2009 1 1 0 1 0 0 0 0 3

7 BBNI 2009 1 1 0 1 1 0 1 0 5

8 BBNP 2009 1 0 0 1 0 0 0 0 2

9 BBRI 2009 1 0 0 1 1 0 1 0 4

10 BCIC 2009 1 1 0 1 0 0 1 0 4

11 BDMN 2009 1 0 0 1 1 0 1 1 5

12 BEKS 2009 1 0 0 1 0 0 0 0 2

13 BKSW 2009 1 0 0 1 0 0 0 0 2

14 BMRI 2009 1 0 0 1 1 0 1 0 4

15 BNGA 2009 1 0 0 1 1 0 1 0 4

16 BNII 2009 1 0 0 1 1 0 1 0 4

17 BNLI 2009 1 0 0 1 0 0 1 0 3

18 BSWD 2009 1 0 0 1 1 0 0 0 3

19 BTPN 2009 1 0 0 1 0 0 0 0 2

20 BVIC 2009 1 0 0 1 0 0 0 0 2

21 INPC 2009 1 0 0 1 1 0 0 0 3

22 MAYA 2009 1 0 0 1 0 0 0 0 2

23 MCOR 2009 1 0 0 1 1 0 1 0 4

24 MEGA 2009 1 0 0 1 0 0 1 1 4

25 NISP 2009 1 0 0 1 1 0 1 0 4

26 PNBN 2009 1 1 0 1 1 0 1 0 5

27 SDRA 2009 1 0 0 1 0 0 0 0 2

25 4 0 27 16 0 15 2 89

124

SS1 SS2 SS3 SS4 SS5 SS6 SS7 SS8 SS9 SS10 SS11

1 AGRO 2009 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 4

2 BABP 2009 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 6

3 BACA 2009 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 5

4 BAEK 2009 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 6

5 BBCA 2009 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 8

6 BBKP 2009 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 7

7 BBNI 2009 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 8

8 BBNP 2009 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2

9 BBRI 2009 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 8

10 BCIC 2009 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 7

11 BDMN 2009 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7

12 BEKS 2009 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 3

13 BKSW 2009 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 4

14 BMRI 2009 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 7

15 BNGA 2009 0 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 5

16 BNII 2009 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7

17 BNLI 2009 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 9

18 BSWD 2009 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 6

19 BTPN 2009 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 3

20 BVIC 2009 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 3

21 INPC 2009 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 6

22 MAYA 2009 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 3

23 MCOR 2009 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 4

24 MEGA 2009 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 6

25 NISP 2009 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 6

26 PNBN 2009 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 7

27 SDRA 2009 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 6

26 17 5 0 15 14 27 11 16 22 0 153

JumlahStrategic Statement

No Kode Tahun

Pengungkapan Modal Intelektual

125

E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11 E12 E13 E14 E15 E16 E17 E18 E19 E20 E21 E22 E23 E24

1 AGRO 2010 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 8

2 BABP 2010 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 6

3 BACA 2010 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3

4 BAEK 2010 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 4

5 BBCA 2010 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 5

6 BBKP 2010 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 7

7 BBNI 2010 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 8

8 BBNP 2010 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2

9 BBRI 2010 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 6

10 BCIC 2010 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 6

11 BDMN 2010 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 7

12 BEKS 2010 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3

13 BKSW 2010 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3

14 BMRI 2010 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3

15 BNGA 2010 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 12

16 BNII 2010 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 8

17 BNLI 2010 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 7

18 BSWD 2010 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 6

19 BTPN 2010 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 6

20 BVIC 2010 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 5

21 INPC 2010 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 9

22 MAYA 2010 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3

23 MCOR 2010 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 7

24 MEGA 2010 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 3

25 NISP 2010 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 10

26 PNBN 2010 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 4

27 SDRA 2010 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 7

13 17 0 0 4 1 23 2 2 0 0 24 13 18 1 0 16 0 2 5 7 10 0 0 158

No Kode TahunEmployees

Jumlah

Pengungkapan Modal Intelektual

126

Pengungkapan Modal Intelektual

No Kode TahunCustomers

JumlahC1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8

1 AGRO 2010 0 0 1 0 0 0 1 0 2

2 BABP 2010 0 0 1 0 0 0 0 0 1

3 BACA 2010 0 0 1 0 0 1 0 0 2

4 BAEK 2010 0 0 1 0 0 0 0 0 1

5 BBCA 2010 1 0 1 0 0 1 0 0 3

6 BBKP 2010 0 0 1 0 0 0 0 1 2

7 BBNI 2010 0 1 1 0 1 1 1 0 5

8 BBNP 2010 0 0 1 0 0 0 0 1 2

9 BBRI 2010 0 0 1 0 0 1 0 1 3

10 BCIC 2010 0 0 0 0 0 0 0 1 1

11 BDMN 2010 0 0 1 0 1 1 0 1 4

12 BEKS 2010 0 0 0 0 0 0 0 0 0

13 BKSW 2010 0 0 1 0 0 0 0 0 1

14 BMRI 2010 0 0 1 0 0 0 0 1 2

15 BNGA 2010 0 0 0 0 1 1 0 0 2

16 BNII 2010 0 1 0 1 0 0 0 0 2

17 BNLI 2010 0 0 1 0 0 1 0 0 2

18 BSWD 2010 0 0 1 0 0 0 0 0 1

19 BTPN 2010 1 0 0 0 1 0 0 0 2

20 BVIC 2010 0 0 1 0 0 0 0 0 1

21 INPC 2010 0 0 1 0 0 0 0 1 2

22 MAYA 2010 0 0 1 0 0 0 0 0 1

23 MCOR 2010 0 0 0 0 0 0 0 1 1

24 MEGA 2010 0 0 1 0 0 1 0 1 3

25 NISP 2010 0 0 1 0 0 0 0 1 2

26 PNBN 2010 0 0 1 0 0 0 0 1 2

27 SDRA 2010 0 0 1 0 0 0 0 1 2

2 2 21 1 4 8 2 12 52

127

Pengungkapan Modal Intelektual

No Kode TahunInform Tech (IT)

JumlahIT1 IT2 IT3 IT4 IT5

1 AGRO 2010 0 1 0 1 1 3

2 BABP 2010 0 1 1 1 1 4

3 BACA 2010 1 1 0 1 1 4

4 BAEK 2010 1 0 0 0 1 2

5 BBCA 2010 1 1 1 1 0 4

6 BBKP 2010 0 1 1 1 0 3

7 BBNI 2010 0 1 1 1 0 3

8 BBNP 2010 0 1 0 1 0 2

9 BBRI 2010 1 1 1 1 0 4

10 BCIC 2010 1 1 0 0 1 3

11 BDMN 2010 1 0 1 1 1 4

12 BEKS 2010 0 1 0 0 0 1

13 BKSW 2010 0 0 0 0 1 1

14 BMRI 2010 0 0 0 1 0 1

15 BNGA 2010 1 1 0 0 0 2

16 BNII 2010 0 1 0 1 1 3

17 BNLI 2010 0 1 1 1 0 3

18 BSWD 2010 0 1 0 0 0 1

19 BTPN 2010 0 1 0 1 0 2

20 BVIC 2010 1 1 0 0 1 3

21 INPC 2010 0 1 0 0 0 1

22 MAYA 2010 0 1 1 0 1 3

23 MCOR 2010 1 1 0 1 0 3

24 MEGA 2010 0 1 0 0 0 1

25 NISP 2010 1 1 0 1 0 3

26 PNBN 2010 0 1 0 1 1 3

27 SDRA 2010 0 1 0 0 1 2

10 23 8 16 12 69

128

Pengungkapan Modal Intelektual

No Kode TahunProcesses Jumlah

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

1 AGRO 2010 1 0 0 1 1 0 0 0 3

2 BABP 2010 1 1 0 1 1 0 0 0 4

3 BACA 2010 1 1 0 1 0 0 0 0 3

4 BAEK 2010 1 0 0 1 0 0 1 0 3

5 BBCA 2010 1 1 0 1 1 0 1 0 5

6 BBKP 2010 1 0 0 1 1 0 1 0 4

7 BBNI 2010 1 0 0 1 1 0 1 1 5

8 BBNP 2010 1 0 0 1 1 0 0 0 3

9 BBRI 2010 1 0 0 1 1 0 1 1 5

10 BCIC 2010 1 0 0 1 0 0 1 0 3

11 BDMN 2010 1 1 0 1 1 0 1 1 6

12 BEKS 2010 1 0 0 1 0 0 0 0 2

13 BKSW 2010 1 0 0 1 0 0 1 0 3

14 BMRI 2010 1 0 0 1 1 0 1 0 4

15 BNGA 2010 1 0 0 1 1 0 1 1 5

16 BNII 2010 1 0 0 1 1 0 1 0 4

17 BNLI 2010 1 1 0 1 1 0 1 1 6

18 BSWD 2010 1 0 0 0 1 0 1 0 3

19 BTPN 2010 1 0 0 1 1 0 0 0 3

20 BVIC 2010 1 0 0 1 1 0 0 0 3

21 INPC 2010 1 0 0 1 0 0 1 0 3

22 MAYA 2010 1 0 0 1 1 0 0 0 3

23 MCOR 2010 1 0 0 1 1 0 0 0 3

24 MEGA 2010 1 0 0 1 1 0 1 1 5

25 NISP 2010 1 0 0 1 1 0 1 1 5

26 PNBN 2010 1 0 0 1 0 0 1 0 3

27 SDRA 2010 1 0 0 1 1 0 1 0 4

27 5 0 26 20 0 18 7 103

129

SS1 SS2 SS3 SS4 SS5 SS6 SS7 SS8 SS9 SS10 SS11

1 AGRO 2010 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 6

2 BABP 2010 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 6

3 BACA 2010 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 5

4 BAEK 2010 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 4

5 BBCA 2010 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 5

6 BBKP 2010 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 6

7 BBNI 2010 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 8

8 BBNP 2010 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 3

9 BBRI 2010 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 8

10 BCIC 2010 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 6

11 BDMN 2010 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 7

12 BEKS 2010 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2

13 BKSW 2010 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 3

14 BMRI 2010 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 7

15 BNGA 2010 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 6

16 BNII 2010 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 8

17 BNLI 2010 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 6

18 BSWD 2010 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 5

19 BTPN 2010 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 5

20 BVIC 2010 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 4

21 INPC 2010 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 5

22 MAYA 2010 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 3

23 MCOR 2010 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 4

24 MEGA 2010 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 5

25 NISP 2010 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7

26 PNBN 2010 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 7

27 SDRA 2010 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 5

26 15 1 0 16 11 26 15 13 22 1 146

JumlahStrategic Statement

No Kode Tahun

Pengungkapan Modal Intelektual

130

E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11 E12 E13 E14 E15 E16 E17 E18 E19 E20 E21 E22 E23 E24

1 AGRO 2011 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 5

2 BABP 2011 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 9

3 BACA 2011 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 4

4 BAEK 2011 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 4

5 BBCA 2011 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 6

6 BBKP 2011 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 7

7 BBNI 2011 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 9

8 BBNP 2011 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 6

9 BBRI 2011 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 8

10 BCIC 2011 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 9

11 BDMN 2011 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 7

12 BEKS 2011 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 6

13 BKSW 2011 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2

14 BMRI 2011 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3

15 BNGA 2011 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 11

16 BNII 2011 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 8

17 BNLI 2011 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 8

18 BSWD 2011 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 6

19 BTPN 2011 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2

20 BVIC 2011 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 6

21 INPC 2011 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4

22 MAYA 2011 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3

23 MCOR 2011 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6

24 MEGA 2011 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 4

25 NISP 2011 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 11

26 PNBN 2011 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 5

27 SDRA 2011 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 10

15 20 2 0 5 2 24 0 0 0 0 25 18 16 6 0 18 1 0 7 6 2 2 0 169

No Kode TahunEmployees

Jumlah

Pengungkapan Modal Intelektual

131

Pengungkapan Modal Intelektual

No Kode TahunCustomers

JumlahC1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8

1 AGRO 2011 0 0 1 0 0 0 1 0 2

2 BABP 2011 0 0 1 0 0 1 0 0 2

3 BACA 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1

4 BAEK 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1

5 BBCA 2011 1 0 1 0 1 0 0 1 4

6 BBKP 2011 0 0 1 0 0 0 0 1 2

7 BBNI 2011 0 0 1 0 0 0 0 1 2

8 BBNP 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1

9 BBRI 2011 1 0 1 0 0 1 1 0 4

10 BCIC 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1

11 BDMN 2011 0 1 0 0 0 0 0 1 2

12 BEKS 2011 0 0 1 0 0 0 0 1 2

13 BKSW 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1

14 BMRI 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1

15 BNGA 2011 0 0 1 0 1 0 1 0 3

16 BNII 2011 0 0 1 0 0 0 1 0 2

17 BNLI 2011 0 0 1 0 1 0 1 0 3

18 BSWD 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1

19 BTPN 2011 1 0 1 0 1 0 0 0 3

20 BVIC 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1

21 INPC 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1

22 MAYA 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1

23 MCOR 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1

24 MEGA 2011 0 0 1 0 0 0 0 0 1

25 NISP 2011 0 0 1 0 0 0 1 0 2

26 PNBN 2011 0 0 0 0 0 0 0 1 1

27 SDRA 2011 0 1 1 0 1 0 0 1 4

3 2 25 0 5 2 6 7 50

132

Pengungkapan Modal Intelektual

No Kode TahunInform Tech (IT)

JumlahIT1 IT2 IT3 IT4 IT5

1 AGRO 2011 0 1 0 1 1 3

2 BABP 2011 1 1 1 1 1 5

3 BACA 2011 0 1 1 1 0 3

4 BAEK 2011 0 1 0 0 1 2

5 BBCA 2011 1 1 0 1 0 3

6 BBKP 2011 0 1 0 1 0 2

7 BBNI 2011 0 1 1 1 0 3

8 BBNP 2011 0 0 0 1 0 1

9 BBRI 2011 1 1 1 1 1 5

10 BCIC 2011 1 1 1 0 0 3

11 BDMN 2011 0 1 0 1 0 2

12 BEKS 2011 1 1 0 0 1 3

13 BKSW 2011 0 1 0 0 0 1

14 BMRI 2011 0 1 0 0 0 1

15 BNGA 2011 0 1 1 0 0 2

16 BNII 2011 0 1 1 1 1 4

17 BNLI 2011 0 1 0 1 0 2

18 BSWD 2011 0 1 0 1 0 2

19 BTPN 2011 0 1 0 1 0 2

20 BVIC 2011 0 1 0 0 0 1

21 INPC 2011 1 0 1 0 0 2

22 MAYA 2011 0 1 1 1 0 3

23 MCOR 2011 0 1 0 0 0 1

24 MEGA 2011 0 0 0 1 0 1

25 NISP 2011 0 1 1 1 0 3

26 PNBN 2011 0 1 0 1 0 2

27 SDRA 2011 0 1 1 0 0 2

6 24 11 17 6 64

133

Pengungkapan Modal Intelektual

No Kode TahunProcesses

JumlahP1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

1 AGRO 2011 1 0 0 1 1 0 0 0 3

2 BABP 2011 1 1 0 1 1 1 1 0 6

3 BACA 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4

4 BAEK 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4

5 BBCA 2011 1 0 0 1 1 0 1 1 5

6 BBKP 2011 1 1 0 1 1 0 1 1 6

7 BBNI 2011 1 1 0 1 1 0 1 0 5

8 BBNP 2011 0 0 0 1 0 0 1 0 2

9 BBRI 2011 1 1 0 1 1 0 1 0 5

10 BCIC 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4

11 BDMN 2011 1 1 0 1 1 0 1 1 6

12 BEKS 2011 1 0 0 1 1 0 0 0 3

13 BKSW 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4

14 BMRI 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4

15 BNGA 2011 1 1 0 1 1 0 1 0 5

16 BNII 2011 1 0 0 1 1 0 1 1 5

17 BNLI 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4

18 BSWD 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4

19 BTPN 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4

20 BVIC 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4

21 INPC 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4

22 MAYA 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4

23 MCOR 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4

24 MEGA 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4

25 NISP 2011 1 1 0 1 1 0 1 0 5

26 PNBN 2011 1 0 0 1 1 0 1 0 4

27 SDRA 2011 1 0 0 1 1 0 1 1 5

26 7 0 27 26 1 25 5 117

134

SS1 SS2 SS3 SS4 SS5 SS6 SS7 SS8 SS9 SS10 SS11

1 AGRO 2011 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 7

2 BABP 2011 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 3

3 BACA 2011 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 4

4 BAEK 2011 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 4

5 BBCA 2011 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 6

6 BBKP 2011 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 6

7 BBNI 2011 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 7

8 BBNP 2011 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 4

9 BBRI 2011 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 7

10 BCIC 2011 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 6

11 BDMN 2011 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7

12 BEKS 2011 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 4

13 BKSW 2011 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

14 BMRI 2011 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 7

15 BNGA 2011 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7

16 BNII 2011 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 7

17 BNLI 2011 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 8

18 BSWD 2011 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 5

19 BTPN 2011 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 8

20 BVIC 2011 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 3

21 INPC 2011 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 6

22 MAYA 2011 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 3

23 MCOR 2011 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 4

24 MEGA 2011 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 4

25 NISP 2011 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 7

26 PNBN 2011 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 6

27 SDRA 2011 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 5

26 11 0 1 20 14 24 16 11 20 3 146

JumlahStrategic Statement

No Kode Tahun

Pengungkapan Modal Intelektual

135

No Nama Perusahaan VACA VAHU STVA VAIC

1 PT. Bank Agroniaga Tbk 0,017 1,122 0,109 1,248

2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 0,029 1,622 0,383 2,034

3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 0,015 2,609 0,617 3,241

4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 0,034 3,074 0,675 3,782

5 PT. Bank Central Asia Tbk 0,053 3,574 0,720 4,347

6 PT. Bank Bukopin Tbk 0,026 1,998 0,499 2,523

7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 0,044 2,901 0,655 3,600

8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 0,024 1,783 0,439 2,246

9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 0,066 3,128 0,680 3,874

10 PT. Bank Mutiara Tbk 0,020 1,313 0,238 1,571

11 PT. Bank Danamon Tbk 0,056 1,828 0,453 2,336

12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk 0,011 0,706 -0,416 0,300

13 PT. Bank Kesawan Tbk 0,020 1,210 0,174 1,404

14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 0,044 3,554 0,719 4,317

15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 0,039 2,141 0,533 2,713

16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 0,021 1,029 0,028 1,079

17 PT. Bank Permata Tbk 0,043 2,093 0,522 2,659

18 PT. Bank Swadesi Tbk 0,047 3,956 0,747 4,750

19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 0,045 1,107 0,097 1,249

20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 0,015 3,012 0,668 3,694

21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 0,050 3,764 0,734 4,548

22 PT. Bank Mayapada Tbk 0,026 1,406 0,289 1,721

23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 0,020 1,610 0,379 2,009

24 PT. Bank Mega Tbk 0,041 2,665 0,625 3,331

25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 0,035 1,865 0,464 2,364

26 PT. Bank Panin Tbk 0,037 5,428 0,816 6,281

27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 0,047 2,098 0,523 2,668

Kinerja Modal Intelektual Tahun 2009

Lampiran 3

136

No Nama Perusahaan VACA VAHU STVA VAIC

1 PT. Bank Agroniaga Tbk 0,039 2,112 0,527 2,678

2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 0,024 1,263 0,208 1,496

3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 0,016 2,071 0,517 2,604

4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 0,036 2,084 0,520 2,640

5 PT. Bank Central Asia Tbk 0,047 3,360 0,702 4,109

6 PT. Bank Bukopin Tbk 0,026 2,228 0,551 2,806

7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 0,052 3,110 0,678 3,840

8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 0,027 1,802 0,445 2,275

9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 0,076 3,530 0,717 4,323

10 PT. Bank Mutiara Tbk 0,007 0,502 -0,992 -0,484

11 PT. Bank Danamon Tbk 0,068 2,109 0,526 2,703

12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk -0,005 -0,196 6,100 5,899

13 PT. Bank Kesawan Tbk 0,026 1,416 0,294 1,737

14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 0,043 3,331 0,700 4,073

15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 0,044 3,181 0,686 3,911

16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 0,031 1,488 0,328 1,847

17 PT. Bank Permata Tbk 0,038 2,189 0,543 2,770

18 PT. Bank Swadesi Tbk 0,052 3,869 0,742 4,662

19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 0,071 1,887 0,470 2,428

20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 0,019 3,672 0,728 4,419

21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 0,020 1,594 0,373 1,987

22 PT. Bank Mayapada Tbk 0,027 1,618 0,382 2,027

23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 0,023 1,520 0,342 1,885

24 PT. Bank Mega Tbk 0,036 2,388 0,581 3,004

25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 0,036 1,988 0,497 2,521

26 PT. Bank Panin Tbk 0,035 5,375 0,814 6,224

27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 0,055 2,479 0,597 3,131

Kinerja Modal Intelektual Tahun 2010

137

No Nama Perusahaan VACA VAHU STVA VAIC

1 PT. Bank Agroniaga Tbk 0,083 1,684 0,406 2,173

2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 0,008 0,333 -2,002 -1,661

3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 0,004 1,729 0,422 2,154

4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 0,056 2,996 0,666 3,718

5 PT. Bank Central Asia Tbk 0,048 3,524 0,716 4,288

6 PT. Bank Bukopin Tbk 0,028 2,621 0,619 3,268

7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 0,047 2,811 0,644 3,503

8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 3,638 0,209 -3,775 0,073

9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 0,067 3,610 0,723 4,400

10 PT. Bank Mutiara Tbk 0,008 0,637 -0,569 0,076

11 PT. Bank Danamon Tbk 0,065 2,084 0,520 2,669

12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk -0,033 -0,558 2,792 2,200

13 PT. Bank Kesawan Tbk 0,029 1,158 0,136 1,323

14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 0,037 3,049 0,672 3,759

15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 0,043 3,226 0,690 3,959

16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 0,030 1,502 0,334 1,866

17 PT. Bank Permata Tbk 0,033 2,205 0,547 2,785

18 PT. Bank Swadesi Tbk 0,047 4,100 0,756 4,903

19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 0,068 2,299 0,565 2,932

20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 0,019 3,115 0,679 3,813

21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 0,019 1,514 0,340 1,873

22 PT. Bank Mayapada Tbk 0,037 2,173 0,540 2,750

23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 0,010 1,473 0,321 1,804

24 PT. Bank Mega Tbk 0,035 2,060 0,515 2,611

25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 0,036 2,268 0,559 2,863

26 PT. Bank Panin Tbk 0,036 5,180 0,807 6,024

27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 0,042 2,259 0,557 2,858

Kinerja Modal Intelektual Tahun 2011

138

No Nama Perusahaan Tingkat Utang

1 PT. Bank Agroniaga Tbk 7,57

2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 11,98

3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 5,86

4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 9,75

5 PT. Bank Central Asia Tbk 9,14

6 PT. Bank Bukopin Tbk 13,65

7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 10,88

8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 9,55

9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 10,63

10 PT. Bank Mutiara Tbk 12,23

11 PT. Bank Danamon Tbk 5,23

12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk -31,53

13 PT. Bank Kesawan Tbk 12,15

14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 10,23

15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 8,55

16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 10,56

17 PT. Bank Permata Tbk 10,57

18 PT. Bank Swadesi Tbk 4,08

19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 9,93

20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 10,69

21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 15,02

22 PT. Bank Mayapada Tbk 6,68

23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 8,29

24 PT. Bank Mega Tbk 10,66

25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 7,96

26 PT. Bank Panin Tbk 6,16

27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 8,48

Tingkat Utang Tahun 2009

Lampiran 4

139

No Nama Perusahaan Tingkat Utang

1 PT. Bank Agroniaga Tbk 9,97

2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 11,37

3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 7,09

4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 8,35

5 PT. Bank Central Asia Tbk 8,50

6 PT. Bank Bukopin Tbk 15,45

7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 6,50

8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 9,25

9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 10,02

10 PT. Bank Mutiara Tbk 12,93

11 PT. Bank Danamon Tbk 5,40

12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk 5,09

13 PT. Bank Kesawan Tbk 13,54

14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 9,81

15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 9,43

16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 9,36

17 PT. Bank Permata Tbk 8,31

18 PT. Bank Swadesi Tbk 3,93

19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 7,19

20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 12,88

21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 15,18

22 PT. Bank Mayapada Tbk 5,81

23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 7,35

24 PT. Bank Mega Tbk 10,82

25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 8,81

26 PT. Bank Panin Tbk 7,81

27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 7,25

Tingkat Utang Tahun 2010

140

No Nama Perusahaan Tingkat Utang

1 PT. Bank Agroniaga Tbk 9,01

2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 10,72

3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 6,71

4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 8,50

5 PT. Bank Central Asia Tbk 8,07

6 PT. Bank Bukopin Tbk 12,07

7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 6,90

8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 10,28

9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 8,43

10 PT. Bank Mutiara Tbk 12,10

11 PT. Bank Danamon Tbk 4,49

12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk 11,94

13 PT. Bank Kesawan Tbk 3,03

14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 7,20

15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 8,08

16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 10,93

17 PT. Bank Permata Tbk 10,09

18 PT. Bank Swadesi Tbk 5,00

19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 7,31

20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 8,74

21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 15,62

22 PT. Bank Mayapada Tbk 6,79

23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 10,57

24 PT. Bank Mega Tbk 11,70

25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 8,07

26 PT. Bank Panin Tbk 6,85

27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 9,75

Tingkat Utang Tahun 2011

141

No Nama Perusahaan

Ukuran

Dewan

Komisaris

Jumlah

Rapat

Dewan

Komisaris

Ukuran

Komite

Audit

Jumlah

Rapat

Komite

Audit

Konsentrasi

Kepemilikan

Saham

1 PT. Bank Agroniaga Tbk 3 3 3 20 96,73%

2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 5 10 4 16 67,07%

3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 3 4 3 4 21,70%

4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 4 6 5 12 98,96%

5 PT. Bank Central Asia Tbk 5 43 4 20 49,91%

6 PT. Bank Bukopin Tbk 6 27 3 12 39,39%

7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 7 51 8 33 76,36%

8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 5 6 3 11 55,68%

9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 6 28 5 16 56,77%

10 PT. Bank Mutiara Tbk 3 4 3 4 99,99%

11 PT. Bank Danamon Tbk 8 8 6 10 41,70%

12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk 3 4 3 4 50,66%

13 PT. Bank Kesawan Tbk 3 3 3 2 64,03%

14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 6 18 4 27 53,27%

15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 6 13 7 13 77,24%

16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 6 11 4 23 54,33%

17 PT. Bank Permata Tbk 8 11 4 25 44,51%

18 PT. Bank Swadesi Tbk 5 4 4 5 76,00%

19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 6 8 5 10 71,60%

20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 3 5 3 4 43,73%

21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 6 13 4 12 47,39%

22 PT. Bank Mayapada Tbk 3 4 3 4 25,31%

23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 3 8 3 4 45,92%

24 PT. Bank Mega Tbk 3 35 3 16 57,82%

25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 8 4 4 19 74,73%

26 PT. Bank Panin Tbk 4 12 3 2 45,92%

27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 3 12 3 12 54,48%

Struktur Corporate Governance Tahun 2009

Lampiran 5

142

No Nama Perusahaan

Ukuran

Dewan

Komisaris

Jumlah

Rapat

Dewan

Komisaris

Ukuran

Komite

Audit

Jumlah

Rapat

Komite

Audit

Konsentrasi

Kepemilikan

Saham

1 PT. Bank Agroniaga Tbk 5 4 2 4 95,62%

2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 6 9 4 11 69,99%

3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 3 12 3 4 21,70%

4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 4 5 4 10 98,96%

5 PT. Bank Central Asia Tbk 5 35 4 17 49,62%

6 PT. Bank Bukopin Tbk 4 34 3 8 39,538%

7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 7 42 4 37 60,00%

8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 5 3 3 10 60,31%

9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 7 27 4 15 56,75%

10 PT. Bank Mutiara Tbk 3 4 3 12 99,996%

11 PT. Bank Danamon Tbk 7 5 6 10 67,42%

12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk 3 4 3 4 61,02%

13 PT. Bank Kesawan Tbk 3 8 2 2 51,23%

14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 7 17 5 34 66,68%

15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 8 12 8 14 96,91%

16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 7 12 4 20 54,33%

17 PT. Bank Permata Tbk 9 10 3 20 44,52%

18 PT. Bank Swadesi Tbk 5 4 3 5 76,00%

19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 6 4 5 8 59,68%

20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 3 6 3 6 38,01%

21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 6 14 4 12 68,59%

22 PT. Bank Mayapada Tbk 4 4 3 4 25,31%

23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 4 9 4 4 48,01%

24 PT. Bank Mega Tbk 4 36 3 15 57,82%

25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 8 4 4 19 81,90%

26 PT. Bank Panin Tbk 4 12 4 4 44,68%

27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 2 12 4 4 52,92%

Struktur Corporate Governance Tahun 2010

143

No Nama Perusahaan

Ukuran

Dewan

Komisaris

Jumlah

Rapat

Dewan

Komisaris

Ukuran

Komite

Audit

Jumlah

Rapat

Komite

Audit

Konsentrasi

Kepemilikan

Saham

1 PT. Bank Agroniaga Tbk 4 11 3 13 79,78%

2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 6 11 3 12 69,90%

3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 3 13 3 4 38,59%

4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 4 4 4 8 98,94%

5 PT. Bank Central Asia Tbk 5 47 3 19 49,91%

6 PT. Bank Bukopin Tbk 5 32 3 3 39,17%

7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 7 47 4 37 60,00%

8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 5 4 3 13 60,31%

9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 6 26 6 16 56,75%

10 PT. Bank Mutiara Tbk 4 9 5 15 99,996%

11 PT. Bank Danamon Tbk 8 5 6 10 67,37%

12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk 3 9 3 4 69,81%

13 PT. Bank Kesawan Tbk 6 4 3 9 69,59%

14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 7 17 4 30 60,00%

15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 8 12 6 14 96,92%

16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 7 11 5 18 54,33%

17 PT. Bank Permata Tbk 9 10 3 26 44,52%

18 PT. Bank Swadesi Tbk 4 4 3 1 76,00%

19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 6 5 5 8 59,70%

20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 3 6 3 4 35,15%

21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 6 14 4 12 40,39%

22 PT. Bank Mayapada Tbk 3 4 3 4 25,31%

23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 3 7 3 4 67,06%

24 PT. Bank Mega Tbk 3 11 3 13 57,82%

25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 8 4 4 19 85,10%

26 PT. Bank Panin Tbk 4 11 4 4 45,46%

27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 4 6 3 4 52,92%

Struktur Corporate Governance Tahun 2011

144

No Nama PerusahaanTahun

2009

Tahun

2010

Tahun

2011

1 PT. Bank Agroniaga Tbk 2 3 4

2 PT. Bank ICB Bumiputera Tbk 7 8 9

3 PT. Bank Capital Indonesia Tbk 2 3 4

4 PT. Bank Ekonomi Raharja Tbk 1 2 3

5 PT. Bank Central Asia Tbk 9 10 11

6 PT. Bank Bukopin Tbk 3 4 5

7 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 13 14 15

8 PT. Bank Nusantara Parahyangan Tbk 8 9 10

9 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 6 7 8

10 PT. Bank Mutiara Tbk 12 13 14

11 PT. Bank Danamon Tbk 20 21 22

12 PT. Bank Pundi Indonesia Tbk 8 9 9

13 PT. Bank Kesawan Tbk 7 8 9

14 PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk 6 7 8

15 PT. Bank CIMB Niaga Tbk 20 21 22

16 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk 20 21 22

17 PT. Bank Permata Tbk 19 20 21

18 PT. Bank Swadesi Tbk 7 8 9

19 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 1 2 3

20 PT. Bank Victoria Internasional Tbk 10 11 12

21 PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk 19 20 21

22 PT. Bank Mayapada Tbk 12 13 14

23 PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 2 3 4

24 PT. Bank Mega Tbk 9 10 11

25 PT. Bank OCBC NISP Tbk 15 16 17

26 PT. Bank Panin Tbk 27 28 29

27 PT. Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 3 4 5

Umur Listing

Lampiran 6

145

Hasil Pengolahan Data Statistik

1. Statistik Deskriptif

1.1 Pengungkapan Modal Intelektual

Tabel 4.2 Hasil Uji Statistik Deskriptif ICD

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

ICD 75 14.29 51.79 34.9284 9.25695

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.3 Hasil Analisis Frekuensi Pengungkapan Modal Inteleketual padaPerbankan Tahun 2009-2011

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 14,29 – 21,79 Sangat rendah 9 12%2. 21,80 – 29,30 Rendah 15 20%3. 29,31 – 36,81 Cukup 21 28%4. 36,82 - 44,32 Tinggi 12 16%5. >44,33 Sangat Tinggi 18 24%

TOTAL 75 100%Sumber: Data Sekunder yang diolah, 2013

1.2 Kinerja Modal Intelektual

Tabel 4.4 Hasil Analisis Deskriptif Kinerja Modal Intelektual

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

KMI 75 -1.66 6.28 2.8688 1.45661

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.5 Hasil Analisis Frekuensi Kinerja Modal Intelektual padaPerbankan Tahun 2009-2011

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. (-1,66) – (-0,07) Sangat rendah 1 1%2. (-0,08) – 1,51 Rendah 11 15%3. 1,52 – 3,11 Cukup 33 44%4. 3,12 – 4,71 Tinggi 23 31%5. >4,72 Sangat Tinggi 7 9%

TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Lampiran 7

146

1.3 Tingkat Utang

Tabel 4.6 Hasil Analisis Tingkat Utang

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SQRTLEV 75 .66 3.55 2.5184 .56196

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.7 Hasil Analisis Frekuensi Tingkat Utang pada Perbankan Tahun2009-2011

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 0,66 – 1,24 Sangat rendah 2 3%2. 1,25 – 1,83 Rendah 4 5%3. 1,84 – 2,42 Cukup 26 35%4. 2,43 – 3,01 Tinggi 31 41%5. >3,02 Sangat Tinggi 12 16%

TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

1.4 Ukuran Dewan Komisaris

Tabel 4.8 Hasil Analisis Deskriptif Ukuran Dewan Komisaris

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SQRUKOM 75 1.41 3.46 2.2292 .42378

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.9 Hasil Analisis Frekuensi Ukuran Dewan Komisaris padaPerbankan Tahun 2009-2011

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,41 – 1,82 Sangat Kecil 19 25%2. 1,83 – 2,24 Kecil 24 32%3. 2,25 – 2,66 Cukup 22 30%4. 2,67 – 3,08 Besar 9 12%5. >3,09 Sangat Besar 1 1%

TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

147

1.5 Jumlah Rapat Dewan Komisaris

Tabel 4.10 Hasil Analisis Deskriptif Jumlah Rapat Dewan Komisaris

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SQRRAKOM 75 1.73 6.86 3.2266 1.36638

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.11 Hasil Analisis Frekuensi Jumlah Rapat Dewan Komisaris padaPerbankan Tahun 2009-2011

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,73 – 3,44 Jarang 50 66%2. 3,45 – 5,16 Cukup 14 18%3. 5,17 – 6,86 Sering 13 16%

TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

1.6 Ukuran Komite Audit

Tabel 4.12 Hasil Analisis Deskriptif Ukuran Komite Audit

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SQRUDIT 75 1.41 2.45 1.9109 .23629

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.13 Hasil Analisis Frekuensi Ukuran Komite Audit pada PerbankanTahun 2009-2011

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,41 – 1,62 Sangat Kecil 2 3%2. 1,63 – 1,84 Kecil 36 48%3. 1,85 – 2,06 Cukup 24 32%4. 2,07 – 2,28 Besar 8 11%5. >2,29 Sangat Besar 5 6%

TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

148

1.7 Jumlah Rapat Komite Audit

Tabel 4.14 Hasil Analisis Deskriptif Jumlah Rapat Komite Audit

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SQRRADIT 75 1.00 6.08 3.2356 1.20709

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.15 Hasil Analisis Frekuensi Jumlah Rapat Komite Audit padaPerbankan Tahun 2009-2011

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,00 – 2,68 Jarang 26 35%2. 2,69 – 4,37 Cukup 37 49%3. 4,38 – 6,08 Sering 12 16%

TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

1.8 Konsentrasi Kepemilikan Saham

Tabel 4.16 Hasil Analisis Deskriptif Konsentrasi Kepemilikan Saham

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

KONST 75 21.70 100.00 60.2427 19.73704

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.17 Hasil Analisis Frekuensi Konsentrasi Kepemilikan Saham padaPerbankan Tahun 2009-2011

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 21,70 – 37,36 Sangat Kecil 6 8%2. 37,37 – 53,03 Kecil 18 24%3. 53,04 – 68,70 Cukup 27 36%4. 68,71 – 84,37 Besar 13 17%5. >84,38 Sangat Besar 11 15%

TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

149

1.9 Umur Listing

Tabel 4.18 Hasil Analisis Deskriptif Umur Listing

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SQRAGE 75 1.00 5.39 3.0715 1.09947

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.19 Hasil Analisis Frekuensi Umur Listing pada Perbankan Tahun2009-2011

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase1. 1,00 – 2,46 Baru 22 29%2. 2,47 – 3,93 Menengah 35 47%3. 3,94 – 5,39 Lama 18 24%

TOTAL 75 100%Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

2. Uji Asumsi Klasik

2.1 Uji Normalitas

Gambar 4.1 Uji Normalitas dengan Histogram

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

150

Gambar 4.2 Hasil Uji Normal Probability Plot

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.20 Hasil Uji Normalitas dengan Rasio Skewness dan Kurtosis

N Skewness Kurtosis

Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error

Unstandardized Residual 75 .138 .277 .479 .548

Valid N (listwise) 75

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

151

Tabel 4.21 Hasil Uji Normalitas dengan Uji Kolmogorov Smirnov (K-S)

UnstandardizedResidual

N 75

Normal Parametersa

Mean .0000000

Std. Deviation 6.32576014

Most Extreme Differences Absolute .060

Positive .056

Negative -.060

Kolmogorov-Smirnov Z .516

Asymp. Sig. (2-tailed) .953

a. Test distribution is Normal.

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

2.2 Uji Autokorelasi

Tabel 4.22 Hasil Uji Autokorelasi

Model RStd. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .730a

6.64800 1.861

a. Predictors: (Constant), SQRAGE, SQRTLEV, KONST, SQRRAKOM, SQRUDIT, KMI,

SQRUKOM

b. Dependent Variable: ICD

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

152

2.3 Uji Multikolinieritas

Tabel 4.23 Uji Multikolinieritas dengan Matriks Korelasi

Coefficient Correlationsa

Model SQRAGE SQRTLEV KONST SQRRADIT KMI SQRUDIT SQRRAKOM SQRUKOM

1 Correlations SQRAGE 1.000 .173 .236 -.081 -.217 -.088 .149 -.199

SQRTLEV .173 1.000 .176 .015 -.343 -.139 .259 -.139

KONST .236 .176 1.000 -.225 -.001 -.187 .362 -.023

SQRRADIT -.081 .015 -.225 1.000 .245 -.070 -.603 -.609

KMI -.217 -.343 -.001 .245 1.000 -.122 -.409 .015

SQRUDIT -.088 -.139 -.187 -.070 -.122 1.000 -.047 -.250

SQRRAKOM .149 .259 .362 -.603 -.409 -.047 1.000 .238

SQRUKOM -.199 -.139 -.023 -.609 .015 -.250 .238 1.000

Covariances SQRAGE .596 .206 .008 -.070 -.106 -.261 .093 -.431

SQRTLEV .206 2.368 .012 .026 -.333 -.820 .323 -.599

KONST .008 .012 .002 -.011 -4.246E-5 -.032 .013 -.003

SQRRADIT -.070 .026 -.011 1.237 .172 -.296 -.544 -1.895

KMI -.106 -.333 -4.246E-5 .172 .398 -.294 -.209 .026

SQRUDIT -.261 -.820 -.032 -.296 -.294 14.701 -.145 -2.683

SQRRAKOM .093 .323 .013 -.544 -.209 -.145 .657 .540

SQRUKOM -.431 -.599 -.003 -1.895 .026 -2.683 .540 7.826

a. Dependent Variable: ICD

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.24 Uji Multikolinieritas dengan VIFCoefficients

a

Model

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -17.542 7.729 -2.270 .026

KMI -.788 .631 -.124 -1.250 .216 .688 1.454

SQRTLEV .212 1.539 .013 .138 .891 .776 1.289

SQRUKOM 8.489 2.797 .389 3.035 .003 .413 2.422

SQRRAKOM 3.747 .811 .553 4.623 .000 .473 2.114

SQRUDIT 10.048 3.834 .256 2.621 .011 .707 1.415

SQRRADIT -1.914 1.112 -.250 -1.721 .090 .322 3.106

KONST .063 .045 .134 1.395 .168 .737 1.357

SQRAGE 2.084 .772 .247 2.698 .009 .805 1.242

a. Dependent Variable: ICD

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

153

Tabel 4.25 Uji Multikolinieritas dengan Matriks Korelasi tanpa RADIT

Coefficient Correlationsa

Model SQRAGE SQRTLEV KONST SQRRAKOM SQRUDIT KMI SQRUKOM

1 Correlations SQRAGE 1.000 .175 .224 .126 -.094 -.204 -.315

SQRTLEV .175 1.000 .185 .336 -.138 -.358 -.164

KONST .224 .185 1.000 .292 -.208 .057 -.207

SQRRAKOM .126 .336 .292 1.000 -.111 -.338 -.205

SQRUDIT -.094 -.138 -.208 -.111 1.000 -.108 -.370

KMI -.204 -.358 .057 -.338 -.108 1.000 .213

SQRUKOM -.315 -.164 -.207 -.205 -.370 .213 1.000

Covariances SQRAGE .610 .213 .008 .064 -.286 -.099 -.553

SQRTLEV .213 2.436 .013 .344 -.837 -.346 -.575

KONST .008 .013 .002 .009 -.036 .002 -.021

SQRRAKOM .064 .344 .009 .430 -.283 -.137 -.302

SQRUDIT -.286 -.837 -.036 -.283 15.058 -.261 -3.229

KMI -.099 -.346 .002 -.137 -.261 .385 .297

SQRUKOM -.553 -.575 -.021 -.302 -3.229 .297 5.065

a. Dependent Variable: ICD

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

Tabel 4.26 Uji Multikolinieritas dengan VIF tanpa RADIT

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -13.088 7.388 -1.772 .081

KMI -.523 .620 -.082 -.843 .402 .732 1.367

SQRTLEV .252 1.561 .015 .161 .872 .776 1.288

SQRUKOM 5.556 2.251 .254 2.469 .016 .657 1.523

SQRRAKOM 2.905 .656 .429 4.430 .000 .744 1.344

SQRUDIT 9.589 3.880 .245 2.471 .016 .710 1.408

KONST .045 .044 .097 1.020 .311 .776 1.288

SQRAGE 1.975 .781 .235 2.530 .014 .810 1.234

a. Dependent Variable: ICD

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

154

Tabel 4.27 Ringkasan Hasil Uji Multikolinieritas

Variabel Independen Tolerance VIF KesimpulanKinerja Modal Intelektual 0,732 1,367 Tidak ada multikolinieritasTingkat Utang 0,776 1,288 Tidak ada multikolinieritasUkuran Dewan Komisaris 0,657 1,523 Tidak ada multikolinieritasJumlah Rapat Dewan Komisaris 0,744 1,344 Tidak ada multikolinieritasUkuran Komite Audit 0,710 1,408 Tidak ada multikolinieritasKonsentrasi Kepemilikan Saham 0,776 1,288 Tidak ada multikolinieritasUmur Listing 0,810 1,234 Tidak ada multikolinieritas

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

2.4 Uji Heteroskedastisitas

Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

155

3. Analisis Regresi Berganda

Tabel 4.28 Hasil Persamaan Regresi Berganda

Model

Unstandardized Coefficients

t Sig.B Std. Error

1 (Constant) -13.088 7.388 -1.772 .081

KMI -.523 .620 -.843 .402

SQRTLEV .252 1.561 .161 .872

SQRUKOM 5.556 2.251 2.469 .016

SQRRAKOM 2.905 .656 4.430 .000

SQRUDIT 9.589 3.880 2.471 .016

KONST .045 .044 1.020 .311

SQRAGE 1.975 .781 2.530 .014

a. Dependent Variable: ICD

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

3.1 Uji Koefisien Determinasi

Tabel 4.29 Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .730a

.533 .484 6.64800

a. Predictors: (Constant), SQRAGE, SQRTLEV, KONST, SQRRAKOM, SQRUDIT, KMI,

SQRUKOM

b. Dependent Variable: ICD

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013

156

3.2 Uji Pengaruh Simultan

Tabel 4.30 Hasil Uji Pengaruh Simultan

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3380.011 7 482.859 10.925 .000a

Residual 2961.128 67 44.196

Total 6341.139 74

a. Predictors: (Constant), SQRAGE, SQRTLEV, KONST, SQRRAKOM, SQRUDIT, KMI,

SQRUKOM

b. Dependent Variable: ICD

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013