definisi dekubitus

10
Definisi Dekubitus Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri yang didefenisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam jangka waktu lebih dari 6 jam. Potter & Perry (2005) mengatakan dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama. Terjadi gangguan mikrosirkulasi jaringan lokal dan mengakibatkan hipoksia jaringan. Jaringan memperoleh oksigen dan nutrisi serta membuang sisa metabolisme melalui darah. Beberapa faktor yang mengganggu proses ini akan mempengaruhi metabolisme sel dengan cara mengurangi atau menghilangkan sirkulasi jaringan yang menyebabkan iskemi jaringan. Faktor Risiko Dekubitus Faktor yang menjadi predisposisi terjadi luka dekubitus pada pasien yaitu: a. Gangguan Input Sensorik Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap nyeri dan tekanan, beresiko tinggi menggalami gangguan integritas kulit daripada pasien yang sensasinya normal. Pasien yang mempunyai persepsi sensorik yang utuh terhadap nyeri dan tekanan dapat mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya merasakan tekanan atau nyeri yang terlalu besar,

Upload: sitha-a-puspitasari

Post on 29-Dec-2015

44 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dek

TRANSCRIPT

Page 1: Definisi Dekubitus

Definisi Dekubitus

Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri yang

didefenisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam jangka

waktu lebih dari 6 jam. Potter & Perry (2005) mengatakan dekubitus merupakan nekrosis

jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan

tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama. Terjadi gangguan

mikrosirkulasi jaringan lokal dan mengakibatkan hipoksia jaringan. Jaringan memperoleh

oksigen dan nutrisi serta membuang sisa metabolisme melalui darah. Beberapa faktor

yang mengganggu proses ini akan mempengaruhi metabolisme sel dengan cara

mengurangi atau menghilangkan sirkulasi jaringan yang menyebabkan iskemi jaringan.

Faktor Risiko Dekubitus

Faktor yang menjadi predisposisi terjadi luka dekubitus pada pasien yaitu:

a. Gangguan Input Sensorik

Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap nyeri dan tekanan, beresiko

tinggi menggalami gangguan integritas kulit daripada pasien yang sensasinya normal.

Pasien yang mempunyai persepsi sensorik yang utuh terhadap nyeri dan tekanan dapat

mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya merasakan tekanan atau nyeri yang terlalu

besar, sehingga ketika pasien sadar dan berorientasi mereka dapat mengubah atau

meminta bantuan untuk mengubah posisi (Potter dan Perry, 2005).

b. Gangguan Fungsi Motorik

Pasien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri beresiko tinggi terhadap

dekubitus. Pasien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi tidak mampu mengubah posisi

secara mandiri untuk menghilangkan tekanan tersebut. Hal ini meningkatkan peluang

terjadinya dekubitus. Pada pasien yang mengalami cedera medulla spinalis terdapat

gangguan motorik dan sensorik. Angka kejadian dekubitus pada pasien yang mengalami

cedera medulla spinalis diperkirakan sebesar 85%, dan komplikasi luka ataupun berkaitan

dengan luka merupakan penyebab kematian pada 8% populasi ini (Potter dan Perry,

Page 2: Definisi Dekubitus

2005).

c. Perubahan Tingkat Kesadaran

Pasien bingung, disorientasi, atau mengalami perubahan tingkat kesadaran tidak mampu

melindungi dirinya sendiri dari luka dekubitus. Pasien bingung atau disorientasi mungkin

dapat merasakan tekanan, tetapi tidak mampu memahami bagaimana menghilangkan

tekanan itu. Pasien koma tidak dapat merasakan tekanan dan tidak mampu mengubah ke

posisi yang labih baik. Selain itu pada pasien yang mengalami perubahan tingkat

kesadaran lebih mudah menjadi bingung. Beberapa contoh adalah pada pasien yang

berada di ruang operasi dan untuk perawatan intensif dengan pemberian sedasi (Potter

dan Perry, 2005).

d. Gips, Traksi, Alat Ortotik dan Peralatan Lain

Gips dan traksi mengurangi mobilisasi pasien dan ekstremitasnya. Pasien yang

menggunakan gips beresiko tinggi terjadi dekubitus karena adanya gaya friksi eksternal

mekanik dari permukaan gips yang bergesek pada kulit. Gaya mekanik kedua adalah

tekanan yang dikeluarkan gips pada kulit jika gips terlalu ketat dikeringkan atau

ekstremitasnya bengkak. Peralatan ortotik seperti penyangga leher digunakan pada

pengobatan pasien yang mengalami fraktur spinal servikal bagian atas. Luka dekubitus

merupakan potensi komplikasi dari alat penyangga leher ini (Potter dan Perry, 2005).

e. Nutrisi Buruk

Pasien kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan jaringan subkutan yang serius.

Akibat perubahan ini maka jaringan yang berfungsi sebagai bantalan diantara kulit dan

tulang menjadi semakin sedikit. Oleh karena itu efek tekanan meningkat pada jaringan

tersebut (Potter & Perry, 2005). Pasien yang mengalami malnutrisi mengalami defisiensi

protein dan keseimbangan nitrogen negatif dan tidak adekuat asupan vitamin C. Status

nutrisi buruk dapat diabaikan jika pasien mempunyai berat badan sama dengan atau lebih

dari berat badan ideal. Pasien dengan status nutrisi buruk biasa mengalami

hipoalbuminemia (level albumin serum dibawah 3g/ 100 ml) dan anemia (Potter dan

Perry, 2005).

Page 3: Definisi Dekubitus

Albumin adalah ukuran variable yang biasa digunakan untuk mengevaluasi status protein

pasien. Pasien yang albumin serumnya dibawah 3g/ 100 ml beresiko tinggi. Selain itu,

level albumin rendah dihubungkan dengan lambatnya penyembuhan luka. Walaupun

kadar albumin serum kurang tepat memperlihatkan perubahan protein viseral, tapi

albumin merupakan prediktor malnutrisi yang terbaik untuk semua kelompok manusia

(Potter dan Perry, 2005).

Level total protein juga mempunyai korelasi dengan luka dekubitus, level total protein

dibawah 5,4 g/ 100 ml menurunkan tekanan osmotik koloid, yang akan menyebabkan

edema interstisial dan penurunan oksigen ke jaringan. Edema akan menurunkan toleransi

kulit dan jaringan yang berada di bawahnya terhadap tekanan, friksi, dan gaya gesek.

Selain itu, penurunan level oksigen meningkatkan kecepatan iskemi yang menyebabkan

cedera jaringan (Potter dan Perry, 2005).

Nutrisi buruk juga mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada pasien yang

mengalami kehilangan protein berat, hipoalbuminemia menyebabkan perpindahan

volume cairan ekstrasel ke dalam jaringan sehingga terjadi edema. Edema dapat

meningkatkan risiko terjadi dekubitus di jaringan. Suplai darah pada suplai jaringan

edema menurun dan produk sisa tetap tinggal karena terdapatnya perubahan tekanan pada

sirkulasi dan dasar kapiler (Potter dan Perry, 2005).

Patogenesis Dekubitus

Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu: a. Intensitas tekanan dan

tekanan yang menutup kapilerb. Durasi dan besarnya tekananc. Toleransi jaringan

Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan. Semakin

besar tekanan dan durasinya, maka semakin besar pula insidensinya terbentuknya luka

(Potter dan Perry, 2005). Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa

tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan

menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini

menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32

mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh

Page 4: Definisi Dekubitus

darah kolaps dan trombosis. Saat tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi

pada jaringan akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif, karena

kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari otot, maka

dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan dengan tekanan yang

akhirnya melebar ke epidermis (Potter dan Perry, 2005).

Pembentukan dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi

saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dan tumit merupakan area

yang paling rentan. Efek tekanan juga dapat ditingkatkan oleh distribusi berat badan yang

tidak merata. Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan

tempatnya berada karena adanya gravitasi. Jika tekanan tidak terdistribusi secara merata

pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat

dan metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan (Potter dan Perry, 2005).

Sumber: Potter PA, Perry A (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep,

proses, dan praktik. Edisi ke 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Komplikasi imobilisasi

Komplikasi pada pasien pasien imobilisasi antara lain:

1. Trombosis vena dalam merupakan salah satu gangguan vaskular perifer yang

penyebabnya multifaktorial, meliputi faktor genetik dan lingkungan. Terdapat tiga faktor

yang meningkatkan risko trombosis vena dalam yaitu karena adanya luka di vena dalam

karena trauma atau pembedahan,sirkulasi darah yang tidak baik pada vena dalam, dan

berbagai kondisi yang meningkatkan risiko pembekuan darah. Beberapa kondisi yang

dapat menyebabkan sirkulasi darah tidak baik di vena dalam meliputi gagal jantung

kongestive, imobilisasi lama, dan adanya gumpalan darah yang telah timbul sebelumnya.

Gejala trombosis vena bervariasi, dapat berupa rasa panas, bengkak, kemerahan, dan rasa

nyeri pada tungkai.

2. Emboli paru dapat menghambat aliran darah ke paru dan memicu refleks tertentu yang

Page 5: Definisi Dekubitus

dapat menyebabkan panas yang mengakibatkan nafas berhenti secara tiba-tiba. Sebagian

besar emboli paru disebabkan oleh emboli karena trombosis vena dalam. Berkaitan

dengan trombosis vena dalam, emboli paru disebabkan oleh karena trombosis yang

biasanya berlokasi pada tungkai bawah yang pada gilirannya akan mencapai pembuluh

darah paru dan menimbulkan sumbatan yang dapat berakibat fatal. Emboli paru akibat

trombosis merupakan penyebab kesakitan dankematian pada pasien lanjut usia.

3. Kelemahan Otot

Imobilisasi akan menyebabkan atrofi otot dengan penurunan ukuran dankekuatan otot.

Penurunan kekuatan diperkirakan 1-2% sehari. Kelemahanotot pada pasien dengan

imobilisasi sering kali terjadi berkaitan dengan penurunan fungsional, kelemahan, dan

jatuh.

4 .Kontraktur Otot dan Sendi

Pasien yang mengalami tirah baring lama berisiko mengalami kontraktur karena sendi-

sendi tidak digerakkan. Akibatnya timbul nyeri yang menyebabkan seseorang semakin

tidak mau menggerakkan sendi yang kontraktur tersebut.

5. Osteoporosis timbul sebagai akibat ketidak seimbangan antara reabsorpsi tulang dan

pembentukan tulang. Imobilisasi meningkatkan resabsorpsi tulang, meningkatkan

kalsium serum, menghambat sekresi PTH, dan produksi vitamin D3 aktif. Faktor utama

yang menyebabkan kehilangan massatulang pada imobilisasi adalah meningkatnya

resorpsi tulang.

6. Ulkus Dekubitus

Luka akibat tekanan merupakan komplikasi yang paling sering terjadipada pasien usia

lanjut dengan imobilisasi. Jumlah tekanan yang dapat mempengaruhi mikro sirkulasi

kulit pada usia lanjut berkisar atara 25mmHg. Tekanan lebih dari 25 mmHg secara terus-

menerus pada kukitatau jaringan lunak dalam waktu lama akan menyebabkan kompresi

pembuluh kapiler. Kompresi pembuluh dalam waktu lama akan mengakibatkan trombosis

intra arteri dan gumpalan fibrin yang secara permanen mempertahankan iskemia kulit.

Page 6: Definisi Dekubitus

Relief bekas tekanan mengakibatkan pembuluh darah tidak dapat terbuka dan

akhirnyaterbentuk luka akibat tekanan.

7. Hipotensi Postural

Hipotensi postural adalah penurunan tekanan darah sebesar 20 mmHg dari posisi

berbaring ke duduk dengan salah satu gejala klinik yang sering timbul adalah iskemia

serebral, khususnya sinkop. Pada posisi berdiri, secara normal 600-800 ml darah dialirkan

ke bagian tubuh inferior terutama tungkai. Penyebaran cairan tubuh tersebut

menyebabkanpenurunan curah jantung sebanyak 20%, penurunan volume sekuncup 35%,

dan akselerasi frekuensi jantung sebanyak 30%. Pada orang normal sehat, mekanisme

kompensasi menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan denyut jantung yang

menyebabkan tekanan darah tidak turun.Pada lansia, umumnya fungsi baroreseptor

menurun. Tirah baring total selama paling sedikit 3 minggu akan mengganggu

kemampuan seseorang untuk menyesuaikan posisi berdiri dari berbaring pada orang

sehat, hal iniakan lebih terlihat pada lansia.

8. Pneumonia dan Infeksi Saluran Kencing (ISK)

Akibat imobilisasi, retensi sputum dan aspirasi lebih mudah terjadi padapasien geriatri.

Pada posisi berbaring otot diafragma dan interkostal tidak berfungsi dengan baik

sehingga gerakan dinding dada juga menjadi terbatas yang menyebabkan sputum sulit

keluar dan pasien mudah terkenapneumonia. Aliran urin juga terganggu akibat tirah

baring yang kemudian menyebabkan infeksi saluran kemih. Inkontinensia urin juga

sering terjadipada usia lanjut yang mengalami imobilisasi yang

disebabkanketidakmampuan ke toilet, berkemih yang tidak sempurna, gangguan status

mental, dan gangguan sensai kandung kemih.

9. Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia)

Imobilisasi akan mempengaruhi sistem metabolik dan sistem endokrin yang akibatnya

akan terjasi perubahan terhadap metabolisme zat gizi. Salah satu yang terjadi adalah

perubahan metabolisme protein. Kadar plasma kortisol lebih tinggi pada usia lanjut yang

mobilisasi sehingga menyebabkan metabolisme menjadi katabolisme. Keadaan tidak

Page 7: Definisi Dekubitus

beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari akan meningkatkan ekskresi nitrogen urin

sehingga terjadi hipoproteinemia.

10. Konstipasi dan Skibala

Imobilisasi lama akan menurunkan waktu tinggal feses di kolon. Semakin lama feses

tinggal di usus besar, absorbsi cairan akan lebih besar sehingga feses akan menjadi lebih

keras.(Craven dan Hirnle, 2000).

Sumber: Craven, RF, Hirnle CJ, (2000). Fundamentals of nursing: Concepts, process, and practice. Edisi ke 5. California: Addison, Wesley Publishing Co.