dan qanun pokok-pokok syariat islam -...

152
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia 2016 LEGITIMASI QANUN HUKUM JINAYAT dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM DALAM BUDAYA HUKUM MASYARAKAT INDONESIA AHYAR ARI GAYO

Upload: duongnga

Post on 13-Jun-2019

233 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAMKementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia

2016

LEGITIMASI QANUN HUKUM JINAYATdan

QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM

DALAM BUDAYA HUKUM MASYARAKAT INDONESIA

LEGITIMASI QANUN HUKUM JINAYAT DAN QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM DALAM BUDAYA HUKUM MASYARAKAT INDONESIA

Beberapa kali Qanun mengalami perubahan-perubahan yang sebenarnya tidak ada yang bertentangan dengan undang-undang. Yang menjadi persoalan adalah bahwa munculnya Qanun bagi masyarakat di luar Aceh baik muslim maupun non muslim adalah tidak harmonisasinya asas Qanun seperti dalam hal bias gender, tidak harmonisnya antara undang-undang dan syariat Qanun untuk pemberian hukuman (hukuman cambuk untuk wanita dan hukuman untuk anak agar diberi tempat terpisah). Berhubungan dengan implementasi syariat Islam melalui produk hukum Qanun yang sudah diberlakukan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui, pertama, bagaimana pandangan masyarakat di wilayah Aceh dengan diberlakukannya Qanun Jinayat dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam; kedua, apa dampak sosiologis bagi masyarakat akibat diberlakukannya Qanun Jinayat dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas terdapat rumusan masalah yaitu apakah hukum qanun jinayat dan pokok-pokok syariat Islam di Aceh sesuai dengan nilai filosofis, sosiologis, dan yuridis dalam pembentukannya, serta apakah dampak pemberlakuan hukum qanun jinayat dan pokok-pokok syariat Islam bagi masyarakat di Aceh kemudian apakah kendala-kendala dalam pemberlakuan qanun hukum jinayat dan pokok-pokok syariat Islam? Adapun analisa yang digunakan adalah analisa data kualitatif dengan pendekatan hukum empirik.

Tingkat pendidikan, kondisi sosial ekonomi suatu masyarakat boleh jadi sangat berpengaruh bagi tingkat pemahaman serta interpretasi mereka terhadap keberadan aturan-aturan Qanun sebagai hukum di tengah-tengah masyarakat Aceh yang memiliki spirit Islami yang cukup tinggi. Sosialisasi peraturan perundang-undangan kepada masyarakat, baik itu warga masyarakat biasa maupun aparatur pemerintah sangat penting. Tujuannya adalah agar peraturan yang telah ditetapkan diketahui, difahami dan dilaksanakan.

AHYAR ARI GAYOLEGITIMASI QANUN HUKUM JINAYAT dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM DALAM

BUDAYA HUKUM MASYARAKAT INDONESIA

9 786026 952394

ISBN 602695239-X

ISBN 978-602-6952-39-4

Page 2: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di
Page 3: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

LEGITIMASI QANUN HUKUM JINAYAT DAN QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM DALAM BUDAYA HUKUM MASYARAKAT INDONESIA

Page 4: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di
Page 5: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014TENTANG HAK CIPTA

Pasal 1(1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 113

(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Page 6: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

LEGITIMASI QANUN HUKUM JINAYAT DAN QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM DALAM BUDAYA HUKUM MASYARAKAT INDONESIA

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAMKementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia

2016

AHYAR ARI GAYO

Page 7: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

LEGITIMASI QANUN HUKUM JINAYAT DAN QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM DALAM BUDAYA HUKUM MASYARAKAT INDONESIA

Penulis: Ahyar Ari Gayo, S.H., M.H.

copyright©BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RIJl. HR Rasuna Said Kav. 4-5 Kuningan, Jakarta Selatan

Website: www.balitbangham.go.id

Cetakan Pertama – Desember 2016

Penata Letak: PanjibudiDesain Sampul: Panjibudi

Sumber Foto Sampul: newtheme.jurnalasia.com

ISBN: 978-602-6952-39-4

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang.Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh

isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pemegang Hak Cipta.

Pracetak oleh:Tim Pohon Cahaya

Dicetak oleh:Percetakan Pohon Cahaya

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Page 8: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

ABSTRAK

Beberapa kali Qanun mengalami perubahan-perubahan yang sebenarnya tidak ada yang bertentangan dengan undang-undang. Yang menjadi persoalan adalah bahwa munculnya Qanun bagi masyarakat di luar Aceh baik muslim maupun non muslim adalah tidak harmonisasinya asas Qanun seperti dalam hal bias gender, tidak harmonisnya antara undang-undang dan syariat Qanun untuk pemberian hukuman (hukuman cambuk untuk wanita dan hukuman untuk anak agar diberi tempat terpisah). Berhubungan dengan implementasi syariat Islam melalui produk hukum Qanun yang sudah diberlakukan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui, pertama, bagaimana pandangan masyarakat di wilayah Aceh dengan diberlakukannya Qanun Jinayat dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam; kedua, apa dampak sosiologis bagi masyarakat akibat diberlakukannya Qanun Jinayat dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas terdapat rumusan masalah yaitu apakah hukum qanun jinayat dan pokok-pokok syariat Islam di Aceh sesuai dengan nilai filosofis, sosiologis, dan yuridis dalam pembentukannya, serta apakah dampak pemberlakuan hukum qanun jinayat dan pokok-pokok syariat Islam bagi masyarakat di Aceh kemudian

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

v

Page 9: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

apakah kendala-kendala dalam pemberlakuan qanun hukum jinayat dan pokok-pokok syariat Islam? Adapun analisa yang digunakan adalah analisa data kualitatif dengan pendekatan hukum empirik.

Tingkat pendidikan, kondisi sosial ekonomi suatu masyarakat boleh jadi sangat berpengaruh bagi tingkat pemahaman serta interpretasi mereka terhadap keberadan aturan-aturan Qanun sebagai hukum di tengah-tengah masyarakat Aceh yang memiliki spirit Islami yang cukup tinggi. Sosialisasi peraturan perundang-undangan kepada masyarakat, baik itu warga masyarakat biasa maupun aparatur pemerintah sangat penting. Tujuannya adalah agar peraturan yang telah ditetapkan diketahui, difahami dan dilaksanakan.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah melalui pelaksanaan Qanun jinayat berdampak berkurangnya tingkat pelanggaran syariat di tengah-tengah masyarakat Aceh. secara legitimasi pemberlakuan Qanun jinayat adalah sah karena penerapan aturannya sesuai menurut derivasi hukum nasional yaitu sesuai dengan UUD 1945 Pasal 18, dan faktor penyebab yang menghambat efektifnya pelaksanaan Qanun jinayat di Aceh, salah satunya adalah disebabkan aturan Qanun tersebut kurang atau bahkan tidak diketahui masyarakat secara baik dan benar.

Perlu dibentuk semacam forum komunikasi yang melibatkan seluruh elemen masyarakat yang secara rutin melakukan diskusi ilmiah dan sosialisasi Qanun syariat di Aceh serta perlu badan koordinasi/badan kerjasama antar instansi untuk mengevaluasi dan mendukung pelaksanaan yang lebih baik, dan perlunya peningkatan sumber daya manusia dan anggaran di lembaga-lembaga terkait pelaksanaan Qanun jinayah dan syariat Islam di Aceh.

Kata kunci: Legitimasi, Qanun, Hukum Jinayat

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

vi

Page 10: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

SAMBUTAN

Puji dan syukur, saya haturkan ke hadhirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan lahir dan bathin kepada tim peneliti, sehingga mampu menyelesaikan penelitian yang berjudul Legitimasi Qanun Hukum Jinayat dan Qanun Pokok-pokok Syariat Islam dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan deskripsi tentang kebersesuaian (compatibility) antara Qanun Hukum Jinayat dengan hukum nasional. Selanjutnya, penelitian ini juga bertujuan untuk mengurai faktor-faktor yang mempengaruhi legitimasi Qanun tersebut di tengah budaya hukum masyarakat saat ini. Diharapkan melalui kegiatan ini, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memperoleh basis ilmiah yang objektif tentang persoalan legal yang terkandung dalam penerapan Syariat Islam di Aceh.

Permasalahan yang kerap dihadapi pada saat pelaksanaan Qanun Jinayat dan Syari’at Islam selama ini yaitu adanya sikap dualisme peradilan terhadap pelimpahan wewenang adat dan syari’at menimbulkan sengketa dan ketidakpuasan di masyarakat. Oleh karena itu sangat diperlukan sosialisasi

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

vii

Page 11: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

hukum peraturan perundang-undangan terhadap sesama jajaran birokrasi. Penyuluhan atau penerangan hukum yang dilakukan terhadap masyarakat mungkin kurang begitu efektif hasilnya jika hanya melibatkan satu instansi atau satu unit sektoral saja. Berbeda halnya jika kegiatan itu dilakukan secara lintas sektoral, yaitu dengan koordinasi yang melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) termasuk juga dari unsur-unsur pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di Aceh khususnya hukum Qanun jinayat.

Sebagai layaknya suatu penelitian tentu tidak terlepas dari kekurangan, namun saya sampaikan penghargaan dan terima kasih kepada tim peneliti yang tetap semangat menunaikan tugas untuk menyelesaikan penelitian ini. Pada akhirnya saya berharap hasil penelitian ini dapat berguna bagi semua pihak, khususnya instansi terkait termasuk juga dari unsur-unsur pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di Aceh yaitu hukum Qanun jinayat.

Jakarta, Desember 2016Kepala Badan

Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM,

Y. Ambeg Paramarta, SH., M.SiNIP. 19650322 198703 1 002

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

viii

Page 12: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Ke hadhirat Allah SWT atas berkat rahmatnya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir penelitian aktual tentang Legitimasi Qanun Hukum Jinayat dan Qanun Pokok-pokok Syariat Islam dalam Budaya Hukum Masyakat Indoesia.

Pembangunan hukum di Aceh, dilaksanakan berdasarkan pada 2 (dua) kerangka landasan, yaitu (1) nilai, kaedah, dan moral yang berlandaskan syari’ah dan ajaran Islam, dan (2) pembangunan hukum itu berada dalam suatu lingkungan yang lebih luas, yaitu sistem hukum nasional. Dengan demikian implementasi syari’ah dalam arti pembentukan hukum dan perubahan hukum di Aceh harmoni dalam lingkungan yang lebih luas, sistem hukum nasional.Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 menjadi landasan yuridis dalam implementasi dua kerangka landasan tersebut di atas dalam pembangunan hukum di Aceh.

Pada Tanggal 27 September 2014, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengesahkan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Qanun Jinayat dan Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-pokok Syariat Islam. Hukum Qanun Jinayat

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

ix

Page 13: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

efekttif mulai berlaku pada September 2015. Qanun Jinayat adalah sebuah hukum pidana terpadu, berbeda dengan Qanun-Qanun sebelumnya yang terpisah-pisah. Sebelum ini, hukum syariat di Aceh mencakup tiga perkara: khalwat (mesum), khamr (alkohol) dan maisr (perjudian). Qanun Jinayat memperluas cakupan pidana. Memasukan juga perbuatan yang sebetulnya sudah diatur oleh KUHP Indonesia, seperti perkosaan. Jinayat juga antara lain memasukan homoseksualitas sebagai tindakan pidana

Dalam penelitian ini terdapat pertanyaan menarik yang perlu dijawab, yaitu apakah masyarakat Aceh memahami keberadaan Qanun jinayah? Apabila ditanyakan secara rinci isi Qanun jinayah tentu masyarakat tidak mengetahuinya. Namun, apakah hal tersebut diketahui oleh masyarakat sebagai perbuatan terlarang, tentu masyarakat mengetahuinya. Sebelum Qanun disahkan, seluruh isi Qanun tersebut telah dipraktikkan oleh masyarakat. Masyarakat akan menegakkan aturan tersebut bagi siapa saja yang melanggarnya. Artinya, hal tersebut telah menjadi tradisi yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Meski demikian, bentuk hukumannya berbeda. Masyarakat menerapkan hukum adat. Masyarakat memiliki hukum tersendiri dalam menangani berbagai pelanggaran, meski antara satu wilayah dengan wilayah lainnya saling berbeda. Dalam konteks ini, masyarakat sendiri harus diberi pemahaman agar memiliki pemahaman yang sama mengenai isi Qanun tersebut sehingga seragam pula dalam penegakannya.

Akhir penulis mengucapkan terima kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

x

Page 14: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

atas kepercayaan kepada penulis untuk melakukan penelitian ini. Dan penulis berharap bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam rangka memberikan informasi tentang pelaksanaan Hukum Qanun Jinayat di Aceh.

Jakarta, Desember 2016Kepala Pusat

Penelitian dan Pengembangan Hukum

RR. Risma Indriyani, S.H., M.Hum.NIP. 19601027 198703 2 001

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

xi

Page 15: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

xii Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Page 16: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................vSAMBUTAN ..................................................................................... viiKATA PENGANTAR .......................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1A. Latar Belakang ............................................................... 1B. Permasalahan ................................................................ 9C. Ruang lingkup ............................................................... 9D. Tujuan dan Manfaat ..................................................... 10E. Kerangka Teori ............................................................. 10F. Metode .......................................................................... 15G. Lokasi Penelitian ......................................................... 16

BAB II HASIL PENELITIAN ....................................................17A. Pengertian Qanun ........................................................ 17B. Qanun Jinayat ............................................................. 20C. Lembaga Pelaksana Syariat Islam ..............................27

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

xiii

Page 17: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

BAB III ANALISIS LEGITIMASI QANUN JINAYAT DAN QANUN SYARI’AT ISLAM DALAM BUDAYA HUKUM MASYARAKAT .................51A. Pelaksanaan Qanun Jinayat ......................................... 51B. Legitimasi Qanun Jinayah ..........................................61C. Budaya Hukum Masyarakat ....................................... 76D. Kendala .........................................................................83E. Upaya-upaya ................................................................ 85

BAB IV PENUTUP ..................................................................89A. Kesimpulan ................................................................. 89B. Saran .............................................................................91

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 93LAMPIRAN ....................................................................................... 97

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

xiv

Page 18: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai suatu negara kesatuan, Indonesia dihuni berbagai kemajemukan budaya, suku, ras dan agama, dengan sendirinya keberadaan suku bangsa yang majemuk juga melahirkan berbagai kemajemukan pedoman perilaku maupun pola pikir. Hal demikian itu merupakan suatu tantangan bagi perkembangan hukum formal (nasional).

Pada jaman penjajahan Belanda, kemajemukan suku bangsa memang dipertahankan sejalan dengan politik pemerintah kolononial. Ketika itu memang dibedakan hukum untuk orang Eropa dan hukum untuk bangsa pribumi. Bentuk pengadilan pun beraneka ragam, seperti pengadilan Jawa, Pengadilan Madura dan sebagainya.

Berkenaan dengan kemajemukan sosial, budaya dan ekonomi yang ada pada saat ini, terdapat sejumlah masalah nasional yang antara lain mencakup: Pertama, Integrasi Nasional yang mencakup; hubungan antar suku bangsa, hubungan antar ras, hubungan antara pusat dengan daerah,

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

1

Page 19: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

hubungan antar berbagai pelaku pembangunan, kepedulian sosial antar warga masyarakat dan sebagainya. Kedua, Perubahan Sosial Budaya yang mencakup; perubahan dasar orientasi nilai budaya, perubahan dalam sistem sosial tradisional, perubahan dalam pelaksanaan sistem hukum, stratifikasi sosial, pola kepemimpinan, kemajuan teknologi komunikasi, dampak pariwisata dan sebagainya. Ketiga, Pendidikan yang mencakup; kesenjangan antara pendidikan yang ideal dengan kenyataan pada berbagai situasi lokal dan budaya, persepsi pendidikan bagi berbagai kebudayaan yang berbeda, fungsi sosial politis sekolah sebagai institusi non tradisional, kesenjangan kemajuan pendidikan antar daerah dan sebagainya. Keempat, Pembangunan Masyarakat yang mencakup; perubahan pada penghasilan dan pengeluaran keluarga, hambatan pembangunan pada daerah tertentu, derasnya arus globalisasi, dampak kemajuan teknologi, kesenjangan kesempatan berusaha, kesenjangan akses terhadap hukum, dan sebagainya1.

Masalah-masalah tersebut di atas, tentunya membutuhkan penanganan yang integratif dengan instrumen-instrumen yang tepat sasaran. Berbagai produk hukum berupa peraturan serta keputusan tentunya harus dapat mengatasi berbagai kemajemukan yang ada. Tentu saja tidak semua produk hukum dapat memenuhi atau memuaskan semua keinginan masyarakat, terutama pada masyarakat majemuk. Namun

1 Akhyar Ari Gayo, Penelitian Hukum Tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh, 2007, hal. 2.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

2

Page 20: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

demikian, apabila sebagian besar saja sendi-sendi kehidupan pada masyarakat sudah terlindungi serta diakui oleh warga masyarakat sebagai batasan tingkah laku dalam masyarakat maka dapat dikatakan produk hukum yang bersangkutan telah memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum masyarakatnya.

Dalam kemajemukan sosial budaya Indonesia, fungsi hukum dapat dikatakan sangat berpengaruh untuk mengatur tatanan masyarakat. Sebab, pada dasarnya hukum tidak memandang perbedaan suku bangsa, golongan, kedudukan, pendidikan dan sebagainya. Selain itu, Hukum Nasional Indonesia bersumber pula dari hukum-hukum adat yang berlaku di suatu daerah, misalnya, Hukum Agraria bersumber dari hukum tanah adat yang tidak tertulis. Demikian pula yang berkaitan dengan warisan dan perkawinan selain dari hukum adat juga dari hukum syariah Islam sebagaimana saat ini diberlakukan Qanun di daerah Aceh yang bersumberkan pada syariat Islam. Syariat Islam merupakan serangkaian norma agama yang bersifat imperatif bagi pemeluknya, yang mewajibkan umatnya untuk melaksanakan seluruh ajaran agamanya secara menyeluruh, integral dan komprehensif, dalam segala aspek kehidupan tidak terkecuali masyarakat Aceh.

Masyarakat Aceh yang dikenal juga dengan sebutan “Serambi Makkah” mayoritas penduduknya Muslim. Berdasarkan data tahun 2010 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

3

Page 21: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

jumlah penduduk muslim berjumlah 4.413.244 jiwa dengan persentase 98,19%2.

Masyarakat Aceh amat tunduk kepada ajaran Islam dan mereka taat serta memperhatikan fatwa ulama, karena ulamalah yang menjadi pewaris Nabi Muhammad SAW. Penghayatan terhadap ajaran Islam telah melahirkan budaya Aceh yang tercermin dalam kehidupan adat berdasarkan dari renungan para ulama kemudian dipraktikkan, dikembangkan, dan dilestarikan, lalu disimpulkan menjadi “Adat bak Poteomeureuhom, hukum bak Syiah Kuala, Qanun bak Putro Phang, Reusam bak laksamana” yang artinya “Hukum adat di tangan pemerintah dan hukum syari’at ada di tangan Ulama”. Kata-kata ini merupakan pencerminan dari perwujudan syari’at Islam dalam praktik hidup sehari-hari bagi masyarakat Aceh. Dengan kata lain dalam masyarakat Islam Aceh yang berkembang sekarang ini adalah adat dengan syariat tidak mungkin untuk dipisah bagaikan benda senyawa yang tidak mungkin dipisahkan menjadi dua bagian.

Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Pemerintah Aceh diberikan beberapa kewenangan istimewa dalam mengurus daerahnya. Salah satu kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Aceh adalah penerapan nilai-nilai syari’at Islam kepada masyarakat setempat yang diatur berdasarkan Qanun. Qanun sendiri merupakan peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah

2 (http://www.dokumenpemudatqn.com/2013/07/persentase-jumlah-umat-islam-berbagai.html#ixzz4D2C3I4RJ, diakses 30 Juni 2016.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

4

Page 22: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

provinsi/kabupaten/kota yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh. Syari’at Islam yang dilaksanakan di Aceh meliputi aqidah, syar’iyah dan akhlak. Adapun bagian-bagian lebih lanjut dari syari’at Islam ini meliputi ahwal al-syakshiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah (hukum pidana), qadha’ (peradilan), tarbiyah (pendidikan), dakwah, syiar, dan pembelaan Islam.

Pada tanggal 2 Oktober 2014 Gubernur Aceh telah mengesahkan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat dan Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-pokok Syariat Islam. Qanun Aceh ini relatif banyak menimbulkan pro kontra di berbagai kalangan baik akadmisi, praktisi maupun masyarakat biasa. Pro kontra terhadap suatu kebijakan daerah, apalagi berkaitan dengan pembentukan materi hukum syariah adalah hal wajar yang perlu disikapi secara arif dan bijaksana. Pro kontra terhadap Qanun Hukum Jinayah tidak hanya muncul di daerah, tetapi juga di tingkat nasional dan bahkan internasional. Pada taraf tertentu pro kontra tersebut mengarah pada penolakan dan penentangan terhadap pemberlakuan Qanun Hukum Jinayah di Aceh.3 Penolakan terhadap penerapan hukum cambuk bagi non muslim terlihat dari pelaksanaan cambuk yang telah dilakukan Remita Sinaga alias Mak Ucok (60) yang beragama Kristen Protestan sebanyak 20 kali seusai terbukti menjual minuman keras (miras), dimana kasus ini mendapat protes dari berbagai

3 Hukum Jinayat & Hukum Acara Jinayat, Dinas Syariat Islam Aceh Tahun 2015, hal. xi

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

5

Page 23: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

pihak.4 Berbagai komentar dan dasar penolakan yang sering dimunculkan adalah hukum jinayah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), hukum jinayah bersifat kejam karena menyiksa fisik manusia, sehingga hukum jinayah dianggap tidak layak tumbuh dalam kehidupan modern.

Menilik diterbitkannya dua Qanun tersebut dengan memperhatikan Pasal 125 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Pertama, Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Qanun Aceh tentang Hukum Jinayat ini mengatur tentang larangan terhadap perbuatan-perbuatan yang meliputi: khamar (minuman keras), maisir (judi), khalwat (perbuatan tersembunyi antara dua orang berlainan jenis yang bukan mahram),ikhtilath (bermesraan antara dua orang berlainan jenis yang bukan suami istri), zina, pelecehan seksual, dan pemerkosaan, qadzaf (menuduhorang melakukan zina tanpa dapat mengajukan paling kurang empat saksi), liwath (homo seksual) dan musahaqah (lesbian). Kedua, ialah Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syariat Islam yang mengatur tentang seluruh aspek dalam kehidupan masyarakat dan seluruh aparatur di Aceh, meliputi: aqidah, syariah dan akhlak (Pasal 2 Ayat 1). Adapun Pelaksanaan Syariat Islam bidang Syariah meliputi: a) ibadah; b) ahwalal-syakhshiyah (hukum keluarga); c) muamalah (hukum perdata); d) jinayat (hukum pidana); e) qadha’ (peradilan); f) tarbiyah (pendidikan); dan g) pembelaan Islam (Pasal 2 Ayat 2).

4 http://aceh.tribunnews.com/2016/04/15/cambuk-sesuai-Qanun-jinaya, diakses 30-6-2016

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

6

Page 24: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Sedangkan Pelaksanaan Syariat Islam bidang Akhlak meliputi: syiar dan dakwah (Pasal 2 Ayat 3).

Dari dua Qanun yang diterbitkan tersebut di atas, secara tahapan langkah legislasi, terdapat beberapa hal yang patut mendapat perhatian. Dalam paragraf konsideran kedua Qanun tersebut, disebutkan: “bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadist adalah dasar utama agama Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam dan telah menjadi keyakinan serta pegangan hidup masyarakat Aceh.” Dengan demikian, pada prinsipnya pengaturan dalam Qanun Hukum Jinayat merupakan aturan moral yang beranjak hanya dari ajaran Agama Islam. Namun demikian, mengingat penerapannya (imposition) bersifat indisciminate (tidak membeda-bedakan) antar pemeluk agama di Aceh, membuat Qanun Hukum Jinayat dan Pokok Syariat Islam dari sudut pandangan golongan masyarakatbertentangan dengan prinsip non-diskriminasi, dalam arti pemerintah berupaya menyeragamkan pelaksanaan agama/keyakinan individu di wilayah Aceh, sebagaimana komentar-komentar pro dan kontra masyarakat.

Indikasi penerapan norma Agama Islam kepada pemeluk agama di luar Agama Islam dalam kedua Qanun dapat dilihat dalam formulasi pengaturannya. Sebelum lebih jauh, sebagai payung hukum pembentukan Qanun, UU Pemerintahan Aceh dalam Pasal 129 mengatur bahwa:(1) Dalam hal terjadi perbuatan jinayah yang dilakukan

oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama yang di antaranya beragama bukan Islam, pelaku yang beragama bukan Islam dapat memilih dan menundukkan diri secara sukarela pada hukum jinayah.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

7

Page 25: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

(2) Setiap orang yang beragama bukan Islam melakukan perbuatan jinayah yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau ketentuan pidana di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana berlaku hukum jinayah.

(3) Penduduk Aceh yang melakukan perbuatan jinayah di luar Aceh berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Lebih lanjut, Pasal 7 Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam mengatur hal yang senada, namun dengan penambahan kata ‘menghormati’:(1) Setiap orang beragama Islam di Aceh wajib mentaati dan

mengamalkan Syariat Islam.(2) Setiap orang atau badan hukum yang berdomisili atau

berada di Aceh wajib menghormati pelaksanaan Syariat Islam.

Pada Qanun tersebut, kata ‘menghormati’ berpotensi menimbulkan kerancuan dalam penerapannya karena dapat secara bebas ditafsirkan oleh penegak aturan Qanun. Sedangkan Pasal 5 Qanun Hukum Jinayat mengatur hal yang sama dengan Pasal 129 UU Pemerintahan Aceh, yakni:

Qanun ini berlaku untuk:a. setiap orang beragama Islam yang melakukan

jarimah di Aceh;b. setiap orang beragama bukan Islam yang

melakukan jarimah di Aceh bersama-sama dengan orang Islam dan memilih serta menundukkan diri secara sukarela pada Hukum Jinayat;

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

8

Page 26: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

c. setiap orang beragama bukan Islam yang melakukan perbuatan jarimah di Aceh yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau ketentuan pidana di luar KUHP, tetapi diatur dalam Qanun ini; dan badan usaha yang menjalankan kegiatan usaha di Aceh

Sehubungan dengan pelaksanaan Qanun jinayah dan pokok-pokok syariat tersebut di atas terdapatnya pro dan kontra dalam pemberlakunnya, maka perlu dilakukan satu kajian/penelitian untuk mengetahui implementasi kedua Qanun tersebut

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas penelitian ini akan mengindentifikasi dalam beberapa permasalahan yaitu:1. Bagaimana pelaksanaan hukum Qanun jinayat dan

lembaga terkait pelaksanaan syariat Islam di Aceh ?2. Bagaimana legitimasi pemberlakuan Qanun jinayat terkait

dengan hukum nasional ?3. Apa hambatan pelaksanaan Qanun jinayat ditengah

budaya hukum masyarakat?

C. Ruang lingkup

Mengingat sangat luasnya judul penelitian ini yaitu mengenai Legitimasi Qanun Hukum Jinayat dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam dalam Budaya Hukum Masyarakat

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

9

Page 27: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Indonesia, maka dalam penelitian ini difokuskan kepada pelaksanaan Qanun jinayat.

D. Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan deskripsi tentang kebersesuaian (compatibility) antara Qanun Hukum Jinayat dengan hukum nasional. Selanjutnya, penelitian ini juga bertujuan untuk mengurai faktor-faktor yang mempengaruhi legitimasi Qanun tersebut di tengah budaya hukum masyarakat saat ini. Diharapkan melalui kegiatan ini, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memperoleh basis ilmiah yang objektif tentang persoalan legal yang terkandung dalam penerapan Syariat Islam di Aceh.

E. Kerangka Teori

Syariat (legislasi) adalah semua peraturan agama yang ditetapkan oleh Allah untuk kaummuslimin, baik yang ditetapkan dengan Al-Qur’an maupun dengan sunnah Rasul5

Menurut Ali dalam Nurhafni dan Maryam (2006:61) syariat Islam secara harfiah adalah jalan(ketepian mandi), yakni jalan lurus yang harus diikuti oleh setiap muslum, syariat merupakan jalan hidup muslim, syariat memuat ketetapan

5 Muhammad Yusuf Musa, islam: suatu kajian komprehensif, rajawali press. Jakarta. 1998, h3

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

10

Page 28: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Allah dan Rasulnya, baik berupa larangan maupunsuruhan yang meliputi seluruh aspek manusia6.

Jadi dapat disimpulkan bahwa syariat Islam merupakan keseluruhan peraturan atau hukumyang mengatur tata hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, manusia denganalam (lingkungannya), baik yang diterapkan dalam Al-Qur’an maupun hadis dengan tujuanterciptanya kemashlahatan, kebaikan hidup umat manusia di dunia dan di akhirat

Qanun Jinayat merupakan kesatuan hukum pidana syariat yang berlaku bagi masyarakat Aceh yang dibentuk berdasarkan nilai-nilai syari’at Islam. Qanun jinayatini juga mengatur tentang Jarimah (perbuatan yang dilarang oleh syariat Islam), pelaku jarimah, dan uqubat (hukuman yang dapat dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku jarimah). Tindak pidana dalam Qanun ini merupakan konsolidasi dari beberapa Qanun jinayat sebelumnya (khamar, maisir dan Khalwat) di tambah dengan tindak pidana baru yakni Ikhtilath (cumbu rayu), Zina, pelecehan seksual, pemerkosaan, Qadzaf (tuduhan zina palsu), Liwath (sodomi) dan mushahaqaf (praktek lesbian). Qanun ini diundangkan DPR Aceh pada akhir Oktober 2014, berdasarkan ketentuan peralihan, maka Qanun ini efektif berlaku pada oktober 2015

Keberhasilan penerapan pelaksanaan Qanun jinayat dan Qanun syariat Islam di Aceh sangat tergantung kesiapan

6 Nurhafni dan maryam, pro dan kontra penerapan syariat islam di NAD, Jakarta. 2006, h3

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

11

Page 29: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

materi Qanunnya sendiri, aparatur pelaksana dan kesiapan masyarakatnya menerima aturan tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Lawrence M. Friedman bahwa keberhasilan penegakan hukum selalu mensyaratkan berfungsinya semua komponen sistem hukum. Sistem hukum dalam pandangan Friedman terdiri dari tiga komponen, yakni komponen struktur hukum (legal structure), komponen substansi hukum (legal substance) dan komponen budaya hukum (legal culture). Struktur hukum (legal structure) merupakan batang tubuh, kerangka, bentuk abadi dari suatu sistem. Substansi hukum (legal substance) aturan-aturan dan norma-norma aktual yang dipergunakan oleh lembaga-lembaga, kenyataan, bentuk perilaku dari para pelaku yang diamati di dalam sistem. Adapun kultur atau budaya hukum (legal culture) merupakan gagasan-gagasan, sikap-sikap, keyakinan-keyakinan, harapan-harapan dan pendapat tentang hukum.7

Friedman menambahkan pula komponen yang keempat, yang disebutnya komponen dampak hukum (legal impact). Dengan komponen dampak hukum ini yang dimaksudkan adalah dampak dari suatu keputusan hukum yang menjadi objek kajian peneliti.8

7 Lawrence M, Friedman, Law and Society An Introduction, (New Jersey: Prentice Hall Inc,1977), hal.6-7

8 Lawrence M. Friedman, American Law: An invalueable guide to the many faces of the law, and how it affects our daily lives, (New York: W.W. Norton & Company, 1984), hal 16.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

12

Page 30: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Berkaitan dengan budaya hukum (legal culture) ini, menurut Roger Cotterrell, konsep budaya hukum itu menjelaskan keanekaragaman ide tentang hukum yang ada dalam berbagai masyarakat dan posisinya dalam tatanan sosial. Ide-ide ini menjelaskan tentang praktik-praktik hukum, sikap warga Negara terhadap hukum dan kemauan dan ketidakmauannya untuk mengajukan perkara, dan signifikansi hukum yang relatif, dalam menjelaskan pemikiran dan perilaku yang lebih luas di luar praktik dan bentuk diskursus khusus yang terkait dengan lembaga hukum. Dengan demikian, variasi budaya hukum mungkin mampu menjelaskan banyak tentang perbedaan-perbedaan cara di mana lembaga hukum yang nampak sama dapat berfungsi pada masyarakat yang berbeda.9

Substansi hukum dalam wujudnya sebagai peraturan perundang-undangan, telah diterima sebagai instrumen resmi yang memperoleh aspirasi untuk dikembangkan, yang diorientasikan secara pragmatis untuk menghadapi masalah-masalah sosial yang kontemporer. Hukum dengan karakter yang demikian itu lebih dikenal dengan konsep hukum law as a tool of social engineering dari Roscoe Pound, atau yang di dalam terminologi Mochtar Kusumaatmadja disebutkan sebagai hukum yang berfungsi sebagai sarana untuk membantu perubahan masyarakat.10

9 Roger Cotterrell, The Sociology of Law An Introduction, (London: Butterworths, 1984), hal. 25

10 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkem-bangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Bandung: Binacipta, 1986, hal. 11

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

13

Page 31: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Menurut Sardjono Yatiman.11 bahwa sebagai instrumen pembangunan, hukum merupakan alat yang penting dalam proses pembangunan, dimana hukum tersebut berperan sebagai alat rekaya sa sosial (social engineering) dan pedoman bagi masyarakat. Hukum akan berfung si sebagai alat pengatur, pemberi keseimbangan, dan sebagai katalisator. Dalam fungsinya sebagai alat yang mengatur, hukum memberikan suatu kerangka yang digunakan untuk tata cara prosedur dalam proses pembangunan. Dalam menyelar askan antara kepentingan-kepentingan negara dan masyarakat, hukum bertindak sebagai pemberi keseimbangan antara dua kepentingan tersebut. Dan dalam tugasnya sebagai katalisator, hukum telah memberikan serta mendorong terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat melalui pembaharuan-pembaharuan hukum dan penegak hukumnya

Karakter keberpihakan hukum yang responsif ini, sering disebutkan sebagai hukum yang emansipatif. Hukum yang emansipatif mengindikasikan sifat demokratis dan egaliter, yakni hukum yang memberikan perhatian pada upaya memberikan perlindungan hak-hak asasi manusia dan peluang yang lebih besar kepada warga masyarakat yang lemah secara sosial, ekonomi dan politis untuk dapat mengambil peran partisipatif dalam semua bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dikatakan bahwa hukum yang responsif terdapat di dalam masyarakat yang menjunjung

11 Sardjono Yatiman, BPHN, Penelitiaan Hukum Tentang Humum Sebagai Salah Satu Instrumen Dalam Pembangunan Hukum , Tahun 1997, hal. 25

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

14

Page 32: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

tinggi semangat demokrasi. Hukum responsif menampakkan ciri bahwa hukum ada bukan demi hukum itu sendiri, bukan demi kepentingan praktisi hukum, juga bukan untuk membuat pemerintah senang, melainkan hukum ada demi kepentingan rakyat di dalam masyarakat.12

F. Metode

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empirik dengan pendekatan kualitatif. Dengan jenis dan pendekatan penelitian tersebut, peneliti akan mengumpulkan data yang dapat menjawab dua pertanyaan penelitian, yang meliputi: pertama, gambaran berkaitan dengan ketentuan-kenetuan yang diatur dalam Qanun Hukum Jinayat; kedua, gambaran tentang akibat yang ditimbulkan dari ketentuan pengaturan Qanun Hukum Jinayat secara sosilogis. Terhadap kedua data yang diperlukan tersebut, peneliti akan mengumpulkan data dan informasi melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait dengan pelaksanaa Qanun jinayat, yaitu Dinas Syariat Islam Aceh, Mahkamah Syariah, Kejaksaan, Kepolsian, Majeleis Adat Aceh, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Kantor Wilayah Kementerian Hukum Aceh, Akademisi dan tokoh-tokoh masyarkat Aceh. Selain itu, juga digunakan bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini dan bahan hukum sekunder

12 Max Weber dalam A.A.G. Peters dan Koesriani Siswosoebroto, Hukum dan Perkembangan Sosial (Buku I), (Jakarta: Sinar Harapan,1998), hal. 483

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

15

Page 33: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

yaitu buku, hail-hasil penelitian, jurnal, majalah ilmiah, serta surat kabar.

G. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian akan difokuskan di Kota Banda Aceh dan di Kabupaten Aceh Tengah. Dipilihnya Kabupaten Aceh Tengah sebagai tujuan objek penelitian karena kabupten tersebut yang telah melakukan hukuman cambuk bagi warga non muslim. Sedangkan Banda Aceh dipilih karena Banda Aceh adalah sebagai Ibu Kota Provinsi Aceh.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

16

Page 34: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

BAB IIHASIL PENELITIAN

A. Pengertian Qanun

Di masyarakat Aceh, penyebutan Qanun terhadap suatu aturan hukum atau untuk penamaan suatu adat telah lama dipakai dan telah menjadi bagian dari kultur adat dan budaya Aceh. Aturan-aturan hukum dan juga adat yang dikeluarkan oleh Kerajaan Aceh banyak yang dinamakan dengan Qanun. Qanun biasanya berisi aturan-aturan syariat Islam yang telah beradaptasi menjadi adat istiadat Aceh

Pengertian Qanun sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikenal dengan nama: Kanun, yang artinya adalah: undang-undang, peraturan, kitab undangundang, hukum dan kaidah13.Adapun pengertian Qanun menurut kamus Bahasa Arab adalah: undang-undang, kebiasaan atau adat14. Jadi

13 Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 442

14 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, PT Hidakarya Agung, Jakarta, 1989, hlm. 357.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

17

Page 35: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

dapat disimpulkan bahwa pengertian dari Qanun adalah suatu peraturan perundang-undangan atau aturan hukum yang berlaku di suatu daerah (dalam hal ini di NAD).

Istilah Qanun telah digunakan sejak lama sekali dalam bahasa atau budaya melayu. Kitab “Undang-undang Malaka” yang disusun pada abad ke lima belas atau enam belas masehi telah menggunakan istilah ini. Menurut Liaw Yock Fang sebagiamana dikutip Al Yasa Abubakar, istilah ini dalam budaya Melayu digunakan semakna dengan adat dan biasanya dipakai ketika ingin membedakan antara hukum yang tertera dalam adat dengan hukum yang tertera dalam kitab fiqih.15

Kuat dugaan istilah Qanun masuk kedalam budaya Melayu dan bahasa Arab karena mulai digunakan bersamaan dengan kehadiran agama Islam dan penggunaan bahasa Arab Melayu di Nusantara. Bermanfaat disebutkan, dalam literatur Barat pun istilah ini sudah digunakan sejak lama, diantaranya merujuk kepada hukum Kristen (canon Law) yang sudah ada sejak sebelum zaman Islam.

Dalam bahasa Aceh istilah ini relatif sangat populer dan tetap digunakan di tengah masyarakat, karena salah satu pepatah adat yang menjelaskan hubungan adat dan syari’at yang tetap hidup dan bahkan sangat sering dikutip menggunakan istilah ini. Dalam literatur melayu Aceh pun Qanun sudah digunkan sejak lama, dan diartikan sebagai aturan yang berasal dari hukum Islam yang telah menjadi adat. Salah satu naskah

15 Al Yasa’ Abubakar, Hukum Pidana Islam Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Dinas Syariat Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darusmalam, Penerbit Dinas Syariat Islam Tahun 2006, hal. 6

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

18

Page 36: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

tersebut berjudul Qanun Syara’ kerajaan Aceh yang ditulis oleh Tengku di Mulek pada tahun 1257 Hak Milik atas perintah Sultan Alauddin Mansur Syah yang wafat pada tahun 1870 M. Naskah pendek (hanya beberapa halaman) ini berbicara beberapa asfek di bidang hukum tata negara, pembagian kekuasaan badan peradilan dan kewenagan mengadili, fungsi kepolisian dan kejaksaan, serta aturan protokoler dalam berbagai upacara kenegaraan.

Dapat disimpulkan bahwa dalam arti sempit, Qanun merupakan suatu aturan yang dipertahankan dan diberlakukan oleh seorang Sultan dalam wilayah kekuasaannya yang bersumber pada hukum Islam. Sedangkan dalam arti luas, Qanun sama dengan istilah hukum atau adat. Di dalam perkembangannya boleh juga disebutkan bahwa Qanun merupakan suatu istilah untuk menjelaskan aturan yang berlaku di tengah masyarakat yang merupakan penyesuaian dengan kondisi setempat atau penjelasan lebih lanjut atas ketentuan didalam fiqih yang ditetapkan oleh Sultan.

Sekarang ini Qanun digunakan sebagai istilah untuk “peraturan Daerah” atau lebih tepatnya Peraturan Daerah yang menjadi peraturan pelaksanaan langsung untuk undang-undang. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1 angka 21 “Ketentuan Umum” dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang berbunyi “Qanun Aceh adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah provinsi yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh”

Sejak dimulainya penyelenggaraan otonomi khusus berdasarkan UU No.18 Tahun 2001, sudah banyak Qanun yang

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

19

Page 37: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

disahkan. Yang terakhir adalah Qanun Hukum Jinayat dan Qanun Aceh tentang Pelaksanaan Syariat Islam.

B. Qanun Jinayat

Para fuqaha sering kali menggnakan kata jinayah dengan maksud jarimah. Kata jinayah merupakan bentuk verbal noun (masdar) dari kata jana. Secara etimologi, kata jana berbuat dosa atau salah, sedangkan jinayah diartikan perbuatan dosa atau perbuatan salah. Kata jana juga berarti memetik buah dari pohonya. Orang yang berbuat jahat disebut jani dan orang yang dikenai perbuatan disebut mujna ‘alaih. Kata jinayah dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak pidana.

Secara terminologi, kata jinayah mempunyai pengertian, seperti yang diungkapkan Imam Al-Mawardi yakni: “Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang olah Syara’ yang diancam oleh Allah dengan hukuman hadd atau ta’zir.16

Berdasarkan pengertian di atas, maka secara prinsip pengertian “jinayah” atau Jarimah” tidak berbeda dengan pengertian tindak pidana (peristiwa pidana), delik dalam hukum positif (pidana).

Berlakunya Qanun Jinayat merupakan kesatuan hukum pidana yang berlaku bagi masyarakat Aceh yang dibentuk berdasarkan nilai-nilai syari’at Islam. Qanun Jinayat mengatur tentang Jarimah (perbuatan yang dilarang oleh syariat Islam), pelaku jarimah, dan uqubat (hukuman yang dapat dijatuhkan

16 Zulkarnain Lubis dqan Bakti Ritonga, Dasar-dasar Hukum Acara Jinayah, Penerbit PRENADAMEDIA group, Jakarta Tahun 2016, Hal. 2.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

20

Page 38: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

oleh hakim terhadap pelaku jarimah).Salah satu bentuk hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelaku jarimah berdasarkan Qanun Jinayat adalah hukuman cambuk.

Hukuman cambuk berasal dari dua kata yaitu hukuman dan cambuk. Yang dimaksud dengan hukuman di dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah siksa dan sebagainya yang dikenakan kepada orang yang melanggar undang-undang dan sebagainya, keputusan yang dijatuhkan oleh hakim17 Atau dapat juga dikatakan dengan hukuman yaitu sanksi yang diberikan kepada seseorang yang telah melaksanakan pelanggaran hukum baik pidana dan perdata.

Diungkapkan responden18, pada praktiknya, hukuman cambuk ini dilakukan di depan khalayak ramai yang bertujuan untuk mempermalukan pelaku jarimah di depan masyarakat. Dalam Qanun Jinayat, hukuman cambuk dikenakan mulai dari 10 kali sampai 200 kali tergantung dengan tindak pidana yang dilakukan. Selain itu, terdapat juga beberapa ketentuan yang menduplikasi ketentuan-ketentuan yang sudah diatur pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana namun dengan sanksi pidana yang lebih eksesif

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Mahkah Syariah Aceh dari tahun 2005 sampai dengan JuliTahun 2016 sudah

17 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm.315.

18 Evendi, Kasi Peraturan Perundang-undangan dan Syariat Islam, Satpol PP & ilayatul Hisbah Kota Banda Aceh,. Jl. Abu Lam U No. 7, Banda Aceh. Wawancara dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 2016

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

21

Page 39: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

1.000-an (seribuan) warga masyarakat aceh yang dijatuhi hukuman/uqubat berdasarkan hukum Qanun jinayat19.

Terkait dengan pelaksanaan hukman cambuk disamping melibatkan beberapa institusi juga dengan prosedur, sebagai berikut:a. Jaksa sebagai pelaksana eksekusi uqubat cambukb. Jaksa menyiapkan tempat dan waktu pencambukan

dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Ketua Mahkamah Syariah, kepala dinas kesehatan dan instansi yang membahwahi wilayatul hisbah atau dinas syariat Islam kabupaten/kota setempat

c. Atas permintaan jaksa, instansi yang membawahi wilayatul hidnbsh stsu dinas syariat Islam kabupaten/kota setempat mempesiapkan pecambuk dan memberitahukan kesiapan petugas pecambuk tersebut kepada jaksa sebelum waktu pencambukan

d. Jaksa menunjuk pecambuk (eksekutor), yaitu petugas wilayatul hisbah yang ditugaskan untuk melakukan pencambukan atas terhukum20

e. Atas permintaan jaksa, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota menyiapkan dokter yang akan memeriksa kesehatan terhukum sebelum dan sesudah pelaksanaan pencambukan

19 Wawancara peneliti dengan Drs. Syafruddin, Panitra Mahakamah Syariah Aceh pada tanggal, 22 Agustus 2016 di Kantor Mahkamah Syariah, Banda Aceh.

20 Pasal 1 ayat (11) Pergub No. 10 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Uqubat Cambuk

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

22

Page 40: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

dan mengirimkan nama dokter yang ditunjuk sebelum waktu pemeriksaaan tiba

f. Hasil pemeriksanaan dokter harus dituangkan dalam bentuk surat keterangan dan diserahkan sebelum pelaksanaan uqubat cambuk kepada jaksa

g. Jaksa harus mematuhi hasil pemeriksanaan dokter yang ditunjuk

h. Jaksa wajib memberitahukan waktu dan tempat pemeriksanaan kesehatan kepada hakim pengawas, dokter yang ditunjuk, dan petugas pecambuk sebelum waktu pemeriksaaan kesehatan

i. Jaksa wajib memberitahukan waktu dan tempat pelaksanaan pencvambukan kepada hakim pengawas, dokter yang ditunjuk, dan petugas cambuk sebelum waktu pelaksanaan pencambukan

j. Hakim pengawas, dokter yang ditunjuk, dan petugas pencambukan harus hadir ditempat pelaksanaan pencambukan

k. Pencambukan tidak dapat dilaskanakan apabila hakim pengawas, dokter yang ditunjuk, petugas pencambuk atau jaksa tidak hasdir di tempat dan pada waktu pelaksanaan pencambukan

l. Jakasa menghadirkan terhukum yang ditahan ke tempat pemeriksa kesehatan dan tempat pelaksanaan penambukan dengan terlebih dahulu memberiahukan kepada keluarga atau Keucik atau nama lain di tempat tinggalnya secara tertulis, paling lambat 1 (satu) hari sebelum tanggal pemeriksanaan dan tanggal pencambukan

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

23

Page 41: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

m. Dalam hal terhukum (keluarga terhukum) berdomisili di luar daerah hukum jaksa yang bersangkutan, atau terhukum dijatuhi uqubat tidak lebih dari 4 (emapt) kali, maka pemberitahuan kepada keluarga atau Keucik tidak perlu dilakukan

n. Dalam hal terhukum tidak ditahan, jaksa penuntut umum melakukan pemanggilan untuk menjalni proses pelaksanaan uqubat secara sah disampakan dengan surat panggilan kepada terhukum di alamat tempat tinggalnya, atau apabila tempat tinggalnya tidak dketahui, disampaikan ditempat kediamannya terkahir, surat panggilan disampaikan melalui Keucik atau nama lain dan/atau perangkat gampong tempat tinggal terhukum atau tempat kediaman terakhir terhukum selambat-lambatnya tiga hari sebelum hari pencambukan dengan tanda penerimaan. Dan apabila sudah dilakukan pemanggilan satu sampai dua kali, namun tetap tidak hadir maka dilakukan pemanggilan secara paksa dengan terlebih dahulu mendapatkan penetapan hakim

o. Pemanggilan secara sah sebagaimana dikemukakan di atas dapat didukung dengan sarana komunikasi teknologi lainnya

p. Sebelum pelaksanaan pencambukan kepada terhukum dapat diberikan bimbingan rohani singkat oleh seorang ulama atas permintaan jaksa atau terhukum

q. Sebelum pencambukan, jaksa hanya membacakan identitas terhukum, jarimah yang dilakukan dan uqubat yang dijatuhkan mahkamah yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

24

Page 42: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

r. Uqubat cambuk dilaksanakan di suatu tempat terbuka dan dapat dilihat oleh orang yang hadir

s. Pelaksanaan uqubat cambuk tidak boleh dihadiri oleh anak-anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun

t. Pelaksanaan uqubat cambuk dilaksanakan di atas alas (bidang) berukuran minimal 3 x 3 meter

u. Jarak antara tempat berdiri terhukum dan masyarakat yang menyaksikan paling dekat 12 (dua belas) meter

v. Jaksa, hakim pengawas, dokter yang ditunjuk, dan petugas pecambuk berdiri di atas atau sekitar alas selama pencambukan berlangsung

w. Pecambuk hadir ditempat pencambukan dengan menggunakan cambuk berupa alat pemukul yang dibuat dari rotan berdiameter 0,75 samapai dengan 1 (satu) sentimeter, panjang satu meter, tidak mempunyai ujung ganda dan pada pangkalnya ada tempat pegangan21 yang disediakan oleh jaksa dengan memakai penutup wajah dari kain

x. Pencambukan dilakukan pada punggung (bahu sampai pinggul) terhukum

y. Jarak anatara terhukum dan pecambuk anatara 0,70 meter sampai dengan 1 (satu) meter dengan posisi pecambuk berdiri di sebelah kiri terhukum

z. Pecambuk dapat membuat kuda-kuda dengan jarak anatara kaki kiri dan kanan paling jauh 50 cm

21 Pasal 1 ayat (10) Pergub No.10 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Uqubat Cambuk

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

25

Page 43: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

za. Pecambuk dapat menekuk tangan serta mengayun cambuk ke samping atau ke belakang dan posisi ujung tangannya tidak lebih tinggi dari bahu

zb. Apabila pecambuk tidak sanggup menyelesaikan pekerjaaannya, maka pecambukan akan dilanjutkan oleh pencambuk lainnnya

zc Pecambuk melakukan pencambukan atas perintah dan aba-aba jaksa

zd Cambukan yang sudah dilaksanakan pencambuk tidak dapat dibatalkan

ze. Jaksa akan menegur, memperbaiki posisi dan/atau menukar pencambuk apabila salah satu ketentuan pencambukan tidak terpenuhi

zf. Pada saaat pencambukan, terhukum diharuskan menggunakan baju tipis menutup aurat yang telah disedakan oleh jaksa, dan berada dalam posisi bebas dan berdiri tanpa penyangga bagi laki-laki dan dalam posisi duduk bagi terhukum perempuan, terkecuali atas permintaan terhukum atau dokter, terhukum dapat dicambuk sambil duduk besimpuh atau berdiri dengan penyangga, namun harus dalam keadaan bebas.

Zg. Pencambukan akan dihentikan sementara, apabila diperintahkan oleh dokter yang bertugas berdasarkan pertimbangan medis, atau terhukum melarikan diri dari tempat pencambukan sebelum uqubat cambuk selesai dilaksanakan

Zh. Setelah pelaksanaan pencambukan, jaksa membuat berita acara pelaksanaan pencambukan dan menandatanganinya

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

26

Page 44: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

bersama-sama dengan hakim pengawas dan dokter sebagai saksi

Zi. Jakasa menyerahkan satu lembar salinan berita acara kepada terhukum atau keluarganya sebagi bukti bahwa terhukum telah menjalani seluruh atau sebagian hukuman

Zj. Jkasa mengirimkan tembusan berita acara pelaksanaan putusan mahkamah yang ditandatangani olehnya, terhukum dan/atau lembaga pemasyarakatan kepada mahkamah yang memutus perkara pada tingkat pertama dan panitra mencatatnya dalam register pengawasan dan pengamatan.

Zk. Pengawalan dan pengamanan terhukum dan pelaksanaan eksekusi dilaksanakan oleh kepolisian setempat.22

C. Lembaga Pelaksana Syariat Islam

Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh sangat ditentukan oleh instansi mapun lembaga-lembaga yang terkait dengan penegakan hukum Qanun. Pelaksanaan penegakan syari’at Islam khususnya penerapan hukum jinayat di Aceh merupakan fenomena yang sangat penting untuk dicermati, sebab dari sisi penegakan hukum, hal ini merupakan suatu usaha awal yang baru dalam sebuah penegakan hukum Islam di Indonesia yang selama ini merupakan sebuah negara yang identik dengan hukum Positif.

22 Zulkarnain Lubis dan Bakti Ritonga, Dasar-dasar Hukum Acara Jinayah, Penerbit PRENADAMEDIA Group, Jakarta Tahun 2016, Hal. 169-174.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

27

Page 45: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Oleh sebab itu, dalam implementasinya Qanun jinayat dan pokok-pokok syariat Islam, aspek peran dan tanggungjawab pihak atau lembaga yang mengawasi pelaksanaan Qanun tersebut sangat penting demi tercapainya tujuan terciptanya kepastian hukum dan adanya keadilan, keamanan ditengah-tengah masyarakat. Lembaga-lembaga yang berkopenten dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan syariat Islam di Aceh adalah sebagai mana di uraikan dibawah ini

Berdasarkan informasi Responden23, bahwa latar belakang (landasan historis, filosofis dan uyridis) dibentuknya Lembaga-lembaga terkait dengan penerapan hukum syariat Islam di Aceh:1. Pasal 29 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945, negara

menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat meurut agama dan kepercatyaannya itu;

2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Darah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang telah dicabut dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, memberikan otonomi yang luas kepada Aceh dalam tata kelola pemerintahan, ekonomi, politik, pendidikan, adat budaya dan syariat Islam

23 Syafruddin, Panitra Kantor Mahkamah Syariyah Aceh Jl. T, Nyak Arif, Kompek Keistimewaan Aceh, Banda Aceh. Wawancara dilaksanakan pada tanggal 22 Agustus 2016.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

28

Page 46: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

3. Alinea terakhir Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999, menjelaskan bahwa Undang-undang ini mengatur hal-hal pokok untuk selanjutnya memberi kebebabasan kepada daderah dalam menatur pelaksanaannya sehingga kebijakan daerah lebih akomodatif terhadap aspiransi masyarakat Aceh;

4. Pasal 39 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaaan RI, mengatur bahwa Kejaksanaan berwenang menangani perkara pidana yang diatur dalam Qanun sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khuus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darusasalam, sesuai dengan undng-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

5. Pasal 125 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang PemerintahanAceh, mengatur bahwa hukum Jinayah (hukum pidana) meriuapakan bahagian dari syartiat Islam yang dilaksanakan di Aceh

6. Pasal 126 ayat (1) Undang-undag PemerintahanACeh, mengatur bahwa setiap pemeluk agama Islam di Aceh wajib mentaati dan megamalkan syariat Islam;

7. Pasal 126 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, mengatur bahwa setiap orang yang bertempat tinggal atau berada di Aceh wajib menghormati pelaksanaan syariat Islam;

8. Pasal 128 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, mengbatur bahwa peradilan syariat Islam di Aceh adalah bagain daroi sistem peradilan nasional dalam lingkuyngan nperadilan agama yang

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

29

Page 47: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

dilakukan oleh Mahkamah Syariah yang bebas dari pengaruh manapun;

9. Pasal 128 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh mengatur bahwa M ahkamah Syariahmerupakan pengadilan bagi setiap orang yang beragama Islam dan berada di Aceh;

10. Pasal 128 ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh mengatur nbahwa Mahkamah Syariah berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaiakan perkara meliputi bidang ahwal al-ssyakhiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata) dan jinayah (hukum pidana) yang didasarkan atas syariat Islam;

11. Pasal 128 ayat (4) Undang-undang Nomnor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh bahwa Ketentun lebih lanjut mengenai bidang ahwal al-syakhsiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata) dan jinayah (hukum pidana) sebagaimana dimaksud ayat (3) diatur dengan Qanun Aceh (sekarang sudah ada Qanun Aceh Nomr 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jninayah);

12. Pasal 129 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh mengatur bahwa dalam hal terjadi perbuatan jinayah yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama yang diantaranya beragama bukan Islam, pelaku yang beragama bukan Islam dapat memilih dan menundukkan diri secara suka rela pada hukum jinyah;

13. Pasal 129 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahn Aceh mengatur bahwa bahwa setiap

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

30

Page 48: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

orang yang beragama bukan Islam melakukan perbuatan jinayah yang tidak diatur dalam dalam KUHP atau ketentuan pidfana diluar KHUP, berlaku hukum jinayah;

14. Pasal 132 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tebntang Pemerintahan Aceh mengatur bahwa hukum acara yang berlaku pada Mahkamah Syariah adalah hukum acara yang diatur dalam Qanun Aceh (sekarang sudah ada Qanun Aceh Noomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayah;

15. Pasal 132 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh mengatur bahwa sebelum Qanun Aceh tentang Hukum acara pada ayat (1) dibentuk:a. Hukum acara berlaku pada Mahkamah Syariah

sepanjang menegnai ahwal-al-syakhsiyah dan muamalah adalah hukum acara sebagaimana yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama kecuali yang diatur secara khusus dalam undng-undang ini;

b. Hukum acara yang berlaku pada Mahkamah Syariah sepanjang mengenai jinayah adalah hukum acara sebagaimana yang berrlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali yang diatur secara khusus dalam Undang-undang ini

16. Pasal 208 ayat (2) Unang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh mengatur bahwa Kejaksaaan di Aceh melaksanakan tugas dan kewajiban teknis dibidang penegakan hukum termasuk pelaksanaan syariat Islam.

17. Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor KMA/070/SK/X/2004, tentang pelimpahan sebahagian kewenangan

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

31

Page 49: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

dari Peradilan Umum kepada Mahkamah Syariah di Propvinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Adapun lembaga-lembaga yang terkait dengan pelaksanaaan hukum syariat Islam di provinsi aceh adalah sebagai berikut:

1. Dinas Syariat Islam

Dinas Syariat Islam ini merupakan perangkat daerah sebagai unsur pelaksana syari’at Islam di lingkungan Pemerintah Daerah Aceh yang kedudukannya berada di bawah Gubernur. Dinas ini dipimpin oleh seorang Kepala dinas yang berada dibawah dan bertanggung-jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.24

Dinas Syariat Islam mempunyai fungsi:a. Sebagai pelaksana tugas yang berhubungan

dengan perencanaan, penyiapan Qanun yang berhubungan dengan pelaksanaan syari’at Islam serta mendokumentasikan dan menyebarluaskan hasilhasilnya.

b. Pelaksanaan tugas yang berhubungan dengan penyiapan dan pembinaan sumber daya manusia yang berhubungan dengan pelaksanaan Syari’at Islam.

c. Pelaksanaan tugas yang berhubungan dengan kelancaran dan ketertiban pelaksanaan peribadatan

24 Wawancara dengan DR. Syukri, MA, Kepala Bidang Bina Hukum, Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh, pada tanggal 23 Agustsu 2016.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

32

Page 50: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

dan penataan sarananya sertapenyemarakan syi’ar Islam

d. Pelaksanaan tugas yang berhubungan dengan bimbingan danpengawasan terhadap pelaksanaan Syariat Islam ditengah-tengahmasyarakat, dan

e. Pelaksanaan tugas yang berhubungan bimbingan dan penyuluhan syari’at Islam.

Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud di atas Dinas Syariat Islam mempunyai kewenangan:a. Merencanakan program penelitian dan pengembangan

unsur-unsur syari’at Islam.b. Melestarikan nilai-nilai Islam.c. Mengembangkan dan membimbing pelaksanaan

syari’at Islam yang meliputi bidang-bidang aqidah, ibadah, mu’amalah, akhlak, pendidikan dan dakwah Islamiyah, amar ma’ruf nahi munkar, baitulmal, kemasyarakatan, syari’at Islam, pembelaan Islam, qadha,jinayat, munakahat dan mawaris.

d. Mengawasi terhadap pelaksanaan syari’at Islam.e. Membina dan mengawasi terhadap Lembaga

PengembanganTilawatil Qur’an (LPTQ).

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

33

Page 51: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Sementara itu menurut Dinas Syariat Islam Kabupaten Aceh Tengah, saat ditemui oleh peneliti mengatakan bahwa25:

Tugas pokok Dinas Syari’at Islam dalam dalam pelaksanaan Syari’at Islam ialah menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas dalam pembantuan dibidang dakwah dan peribadatan, pengembangan sumber daya Syari’at Islam dan pembinaan hukum Syari’at Islam sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.Fungsi dari Dinas Syari’at Islam dalam pelaksanaan Syari’at Islam yaitu:1. Pelaksanaan ketertiban dalam peribadatan2. Penyiapan SDM pelaksanaan dan penegakan Syari’at

Islam3. Bimbingan dan pengawasan Syari’at Islam4. Penyiapan rancangan Qanun dan produk hukum

lainnya tentang Syari’at Islam dan5. Berkoordinasi dengan instansi terkait di bidang

pelaksanaan Syari’at Islam.

Kewenangan Dinas Syari’at Islam dalam pelaksanaan Syari’at Islam ialah;1. Merencanakan program dibidang Syari’at Islam2. Melestarikan nilai-nilai Islami

25 Kepala Bagian Hukum Dinas Syariat Islam Kabupaten Aceh Tengah Jl. MAN 2 No.1A Takengon, Wawancara dilaksanakan pada tanggal 24 Agustus 2016.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

34

Page 52: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

3. Melakukan penelitian dan pengembangan pelaksanaan Syari’at Islam

4. Mengawasi dan membimbing pelaksanaan Syari’at Islam

5. Melakukan kerja sama dengan lembaga-lembaga penegakan Syari’at Islam

6. Membina dan mengawasi pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ).

Selanjutnya dikatakan responden, beberapa Pertimbangan dibentuknya Qanun Syari’at Islam yaitu;1. Aspek historis, kebiasaan masyarakat pendahulu

dengan melaksanakan Syari’at Islam2. Aspek psikologis, sudah menyatu pada pribadi

masyarakat3. Aspek yuridis, banyak hukum-hukum yang dianut

pada pemerintahan dahulu bahwa raja dan rakyat tunduk pada Al-Qur’an dan Al- Hadits.

2. Wilayatul Hisbah

Wilayatul Hisbah (yang selanjutnya disebut WH) merupakan perangkat yang memiliki tugas dan kewajiban untuk mengawal dan mengontrol pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Keberadaannya diatur dengan Qanun serta keputusan gubernur yang telah memberikan wewenang penuh kepada aparatur penegak syariat ini untuk melaksanakan seluruh proses pengawalan secara penuh dan tanpa ragu ragu.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

35

Page 53: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Gubernur, Bupati/Walikota dan Camat di Aceh, sebagaimana entitas administratif lainnya di Indonesia, dapat membentuk Satpol PP untuk menegakkan peraturan terkait dengan“ketertiban publik dan ketentraman masyarakat.” UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU PA) secara khusus memberi wewenang kepada Pemerintah Daerah Aceh untuk membentuk unit WH yang bertanggung jawab menerapkan hukum Syariah sebagai bagian dari Satpol PP. Petugas-petugas Satpol PP lainnya sesekali mengadakan patroli dan operasi bersama dengan rekan-rekannya di WH.

Semua petugas WH memiliki wewenang untuk “menegur dan menasihati, memperingatkan, dan memberikan bimbingan moral” kepada orang-orang yang mereka curigai melanggar hukum Syariah di Aceh, memberitahu pihak berwenang yang sesuai tentang kemungkinan adanya pelanggaran hukum Syariah, dan memfasilitasi penyelesaian pelanggaran Syariah melalui tata cara atau hukum adat. Petugas WH yang telah diangkat sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) memiliki wewenang tambahan, yaitu menangkap dan menahan orang-orang yang dituduh melakukan pelanggaran Syariah tertentu, hingga 24 jam dan mengadakan penyelidikan seperti layaknya polisi atas dugaan pelanggaran Syariah, termasuk mendapatkan testimoni dari saksi mata dan memerintahkan pemeriksaan medis.

Keputusan Gubernur No. 1 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Wilayatul Hisbah, yang secara resmi membentuk WH, mengatur

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

36

Page 54: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

peran WH sebagai sumber panduan dan nasihat spiritual bagi masyarakat Aceh. Qanun Nomor 12 Tahun 2003 yang mengatur tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya, memberikan wewenang kepada WH untuk memberi peringatan dan pembinaan terlebih dahulu kepada pelaku sebelum menyerahkan laporannya kepada penyidik. Perda ini tidak memberikan wewenang kepada petugas WH untuk menangkap tersangka, melainkan menyerahkan mereka kepada Kepolisian Daerah (Polda) atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) jika perilaku mereka tidak berubah.

(1) Wilayatul Hisbah mempunyai tugas26:a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

dan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang Syari`at Islam;

b. Melakukan pembinaan dan advokasi spiritual terhadap setiap orang yang berdasarkan bukti permulaan patut diduga telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Syari`at Islam;

c. Pada saat tugas pembinaan mulai dilakukan, Muhtasib perlu memberitahukan hal itu kepada Penyidik terdekat atau kepada Keuchik/Kepala Gampong dan keluarga pelaku;

26 Evendi, Kasi Peraturan Perundang-undangan dan Syariat Islam, Satpol PP & ilayatul Hisbah Kota Banda Aceh,. Jl. Abu Lam U No. 7, Banda Aceh. Wawancara dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 2016.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

37

Page 55: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

d. Melimpahkan perkara pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang Syari`at Islam kepada penyidik.

(2) Pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a meliputi: a. Memberitahukan kepada masyarakat tentang

adanya peraturan perundang-undangan di bidang Syari`at Islam;

b. Menemukan adanya perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan Syari`at Islam.

(3) Pelaksanaan tugas pembinaan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b meliputi: a. Menegur, memperingatkan dan menasehati

seseorang yang patut diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Syari`at Islam;

b. Berupaya untuk menghentikan kegiatan/perbuatan yang patut diduga telah melanggar peraturan perundang-undangan di bidang Syari`at Islam;

c. Menyelesaikan perkara pelanggaran tersebut melalui Rapat Adat Gampong;

d. Memberitahukan pihak terkait tentang adanya dugaan telah terjadi penyalahgunaan izin penggunaan suatu tempat atau sarana.

Pada dasarnya bahwa WH mempunyai tiga tugas yaitu:(1) memperkenalkan dan mensosialisasikan Qanun

dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan Syari`at Islam dan juga mengingatkan atau

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

38

Page 56: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

memperkenalkan aturan akhlak dan moral yang baik menurut Syari`at Islam kepada masyarakat;

(2) mengawasi masyarakat agar mereka mematuhi peraturan yang ada dan berakhlak dengan akhlak yang luhur yang dituntunkan Islam. Dengan demikian petugas WH mungkin akan berada di tempat-tempat keramaian, memberitahu dan membantu masyarakat tentang busana yang seharusnya digunakan, tentang perilaku yang harus dihindarkan, tentang ketertiban umum yang harus dijaga dan cara menghormati para pengunjung lainnya, tentang barang yang boleh dijual dan tidak boleh dijual dan seterusnya.

(3) melakukan pembinaan agar para pelaku perbuatan pidana tidak melakukan pengrusakan (kejahatan) lebih lanjut atau orang-orang yang berperilaku tidak sopan bersedia menghentikan perbuatan tidak sopan tersebut. Pembinaan ini dilakukan dengan cara mencatat identitas pelaku, pelanggaran yang dilakukan, upaya pengawasan yang sudah ditempuh dan lantas memberitahukannya kepada polisi atau penyidik untuk diambil tindakan lebih lanjut, atau melaporkannya kepada geucik (tuha peut) gampong setempat untuk diselesaikan dengan musyawarah (rapat atau peradilan) adat.

Agar dapat melaksanakan tugas di atas, WH diberi kewenangan yang di atur dalam pasal 5 sebagai berikut:(1) Wilayatul Hisbah mempunyai kewenangan:

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

39

Page 57: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan dan perundang-undangan di bidang Syari`at Islam;

b. Menegur, menasehati, mencegah dan melarang setiap orang yang patut diduga telah, sedang atau akan melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Syari`at Islam.

(2) Muhtasib berwenang: a. Menerima laporan pengaduan dari masyarakat; b. Menyuruh berhenti seseorang yang patut diduga

sebagai pelaku pelanggaran; c. Meminta keterangan identitas setiap orang

yang patut diduga telah dan sedang melakukan pelanggaran;

d. Menghentikan kegiatan yang patut diduga melanggar peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam proses pembinaan, Muhtasib berwenang meminta bantuan kepada Keuchik dan Tuha Peut setempat.

(4) Muhtasib dalam menjalankan tugas pembinaan terhadap seseorang yang diduga melakukan pelanggaran diberi kesempatan maksimal 3 kali dalam masa tertentu.

(5) Setiap orang yang pernah mendapat pembinaan petugas Muhtasib, tetapi masih melanggar diajukan kepada Penyidik.

Berdasarkan Keputusan Gubernur, petugas (pejabat) WH mempunyai kewenangan untuk:

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

40

Page 58: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

(1) masuk ke tempat tertentu yang diduga menjadi tempat terjadinya maksiat atau pelanggaran Syari`at Islam;

(2) mencegah orang-orang tertentu untuk melakukan perbuatan tertentu, melarang mereka masuk ke tempat tertentu, atau melarang mereka keluar dari tempat tertentu;

(3) meminta dan mencatat identitas orang-orang tertentu dan;

(4) mengambil foto sekiranya diperlukan;(5) menghubungi polisi atau geucik (tuha peut) gampong

tertentu guna menyampaikan laporan atau memohon bantuan dalam upaya melakukan pembinaan atau menghentikan perbuatan (kegiatan) yang diduga merupakan pelanggaran atas Qanun di bidang Syari`at Islam

3. Kepolisian

Lembaga Kepolisian di sini adalah lembaga kepolisian yang terdapat di Aceh.Lembaga Kepolisian mempunyai peran pada proses peradilan dalam rangka melaksanakan syari’at Islam di Aceh.Lembaga Kepolisian yang ada di Aceh haruslah mengerti dan memahami karakter kebiasaan dan budaya yang tumbuh dan berkembang di Aceh.

Dalam Pasal 207 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Acehmenyebutkan bahwa seleksi untuk menjadi bintara dan perwira Kepolisian Negara Republik Indonesia di Aceh dilaksanakan oleh Kepolisian Aceh dengan memperhatikan ketentuan hukum,

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

41

Page 59: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

syari’at Islam dan budaya, serta adat istiadat dan kebijakan Gubernur Aceh. Dan ayat (4) penempatan bintara dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dari luar Aceh ke Kepolisian Aceh dilaksanakan ataskeputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperhatikan ketentuan hukum, syari’at Islam, budaya dan adat istiadat.

Kepolisian bertugas untuk melakukan penyidikan dalam hal terjadinya tindakan pelanggaran terhadap Qanun-Qanun yang ada di Aceh, yang dalam hal ini di perbantukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang berwenang untuk itu.

Dalam Pasal 1 ayat(1) Keputusan Bersama Gubernur, Kepala Kepolisian

daerah, Kepala Kejaksaan Tinggi, Ketua Mahkamah Syari’ah Provinsi, Ketua Pengadilan Tinggi dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakimandan Hak Asasi Manusia Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, menyatakan bahwa Kepolisian Daerah Nanggroe Aceh Darussalam mendidik, membina dan mengkoordinasikan operasional PPNS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan menerima hasil penyidikan perkara pelanggaran Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, danmenerima hasil penyidikan dari PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yang selanjutnya menyerahkan berkas perkara kepada kejaksaan atau Mahkamah Syari’ah.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

42

Page 60: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

(2) Kepolisian Nanggroe Aceh Darussalam membantu melakukan penyidikkan terhadap perkarapelanggaran Qanun-Qanun di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Berkaitan dengan tugas dan kewenangan kepolisian

dalam penegakan peradilan pidana ada pradigma baru polisi. Banyak pejabat polisi mulai memikirkan dan bereksprimen dengan strategi pemolisian yang berbeda dari model profesional dan menekankan pengembangan hubungan yang kuat dengan komunitas. Inti dari pradigma baru ini adalah bahwa polisi harus terlibat dalam proses berbasis komunitas yang berubungan dengan produksi dan pemeliharaan manusia lokal dan modal sosial. Tujuan mulia yang ingin dicapai adalah melalui pengembangan hubunganyang kuat dengan institusi dan indevidu dalam komunitas27.

4. Kejaksaan

Lembaga Kejaksaan merupakan Lembaga Kejaksaan yangberada di bawah naungan Kejaksaan Agung Republik Indonesia, yangberada di Nanggroe Aceh Darussalam. Kejaksaan bertugasmelaksanakan tugas dan kebijakan teknis di bidang penegakan hukumtemasuk pelaksanaan syari’at

27 Mohammad Kemal Dermawan, Mohammad Irvan Oli’i, Sosiologi Peradilan Pidana, Yayasan Pusataka Obor Indoneia, Tahun 2015, hal. 206

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

43

Page 61: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Islam.Wewenang jaksa di Aceh menurut responden28sama halnyadengan wewenang jaksa yang diatur dalam Undang-undang, yaitumelakukan penuntutan terhadap perkara pidana terhadap pelanggaryang melanggar ketentuan pidana yang diatur dalam Qanun danmelakukan eksekusi terhadap keputusan hakim setelah mempunyaikekuatan hukum tetap.

Berdasarkan Pasal 30 Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, berikut adalah tugas dan wewenang Kejaksaan

Di Bidang pidana:- Melakukan penuntutan- Mekaksaanakan penetapan hakim dan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekeuatan tetap

- Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat

- Meluakuikan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.

Selanjutnya menurut Pasal 39 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Kejaksaan juga berwenang menangani perkara pidana yang diatur dalam Qanun sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001

28 Mursyid, Jaksa Funghsoinal pada Kejaksaaan Negeri Banda Aceh, Wawancar dilakujikan pada tanggal 23 Agustus 2016, di Kantor Kejaksaaan Negeri Banda Aceh,. Jl. Cut Meutia No. 21 , Banda Aceh

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

44

Page 62: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang selanjutnya kewenangan Kejaksaan Republik Indonesia dilaksanakan oleh Kejaksaan Tinggi Aceh.

5. Mahkamah Syari’ah

Undang-undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Nanggroe Aceh Darussalam merupakan kelanjutan serta kesempurnaan terhadap yang telah diatur oleh Undang-undang No. 44 tahun 1999, dalam konsideranhuruf (c) disebutkan : ”bahwa pelaksanaan UU No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh perlu diselaraskan dalam penyelenggaraan pemerintahan di provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagaiprovinsi Nanggroe Aceh Darussalam”.

Dalam Pasal 25 UU No. 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Nanggroe Aceh Darussalam juga disebutkan:(1) Peradilan Syari’at Islam Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalamsebagai bagian dari sistem peradilan nasional dilakukan olehMahkamah Syari’ah yang bebas dari pengaruh pihak manapun.

(2) Kewenangan Mahkamah Syari’ah sebagaimana yang dimaksuddalam ayat (1) didasarkan atas syari’at Islam

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

45

Page 63: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

dalam sistem hukum nasional yang diatur lebih lanjut dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(3) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberlakukan bagi pemeluk agama Islam.

Pada Pasal terserbut jelas ada tambahan pada ”keistimewaan” Aceh.

Yakni, adanya lembaga peradilan khusus untuk melaksanakan syari’at Islam yaitu Mahkamah Syari’ah sebagai lembaga peradilan tingkat I dan Mahkamah Syari’ah Provinsi sebagai lembaga peradilan tingkat banding.Lembaga (Mahkamah) inilah yang ber we-nang melaksanakan syari’at Islam untuk umat Islam di Aceh baik tingkat I maupun tingkat banding.Sedang untuk kasasi tetap dilakukan oleh Mahkkamah Agung. Demikian juga tentang sengketa kewenangan UU No. 18 Pasal 26 ayat (2) yang berbunyi “Mahkamah Syari’ah untuk tingkat kasasi dilakukan pada Mahkamah Agung RI”mengadili antara Mahkamah Syari’ah dengan lembaga peradilan lain. Mengenai kewenangan Mahkamah Syari’ah, UU No. 18 Tahun 2001 menyerahkan pada Qanun provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.Tentang Peradilan Syari’at Islam yang diatur dalam Qanun No. 10 Tahun 2002, dalam Pasal 49 menyebutkan bahwa perkara-perkara dibidang perdata yang meliputi hukum kekeluargaan, hukum perikatan dan hukum harta benda serta perkara-perkara dibidang pidana yang meliputi; Qishas-Diyat,Hudud dan Ta’zirsebagai kewenangan Mahkamah Syari’ah.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

46

Page 64: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Sebagai implementasian Undang-undang di atas, mengenai tugas dan wewenang Mahkamah Syari’ah diatur dalam Qanun tersendiri yakni Qanun No. 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syari’at Islam.Dalam Pasal 2 ayat (1) :disebutkan bahwa Mahkamah Syari’ahadalah lembaga peradilan yang dibentuk dengan Qanun ini sertamelaksanakan syari’at Islam dalam wilayah Propinsi Nanggroe AcehDarussalam,dalam ayat (2)pelaksanaan kewenangan MahkamahSyariah bebas dari pengaruh pihak manapun,sedangkan ayat (3)dijelaskan bahwa Mahkamah Syari’ah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengembangan dari Pengadilan Agama yang telah ada.

Pasal 27 UU No. 18 Tahun 2001 Berbunyi “sengketa-sengketa antara Mahkamah Syari’ah dan pengadilan dalam lingkungan peradilan lain, menjadi wewenang Mahkamah Agung RI untuk tingkat pertama dan tingkat akhir”.Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang telah ada diatur dengan UU No. 7 Tahun 1989, yang juga berwenang menangani perkara-perkara tertntu sesuai dengan hukum syari’at Islam, harus dikembangkan, diselaraskan,dan disesuaikan dengan maksud UUNo. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi DaerahIstimewa Aceh Sebagai Nanggroe Aceh Darussalam, agar tidak terjadi dualisme dalam pelaksanaan Peradilan Syari’at Islam yang dapatmenimbulkan kerawanan sosial dan ketidakpastian hukum. Maka lembaga Peradilan Agama beserta perangkatnya (sarana danprasarananya) yang telah ada di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalamdialihkan menjadi lembaga Peradilan Syari’at Islam.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

47

Page 65: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Mahkamah Syari’ah ini terdiri dari:(1) Mahkamah Syari’ah sebagai pengadilan tingkat

pertama yangberkedudukan di masing-masing kabupaten/kota;

(2) Mahkamah Syariah Propinsi sebagai pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di Ibukota Propinsi.

Menurut responden29, kewenangan Mahkamah Syariah Aceh dalam pelaksanaan hukum syariah yaitu:a. Pasal 128 ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun

2006 tentang Pemerintahan Aceh mengatur bahwa Mahkamah Syariah berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaiakan perkara meliputi bidang ahwal al-ssyakhiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata) dan jinayah (hukum pidana) yang didasarkan atas syariat Islam.

b. Pasal 3.A ayat (2) Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama mengatur bahwa Pertadilan Syariat Islam di Provinsi Nangrooe Aceh Darussalam meruapakan Peradilan Khusus dalam lingkungan Peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenagan peradilan agama, dan meruapakan peradilan khusus dalam

29 Syafruddin, Panitra Kantor Mahkamah Syariyah Aceh Jl. T, Nyak Arif, Kompek Keistimewaan Aceh, Banda Aceh. Wawancara dilaksanakan pada tanggal 22 Agustus 2016.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

48

Page 66: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

lingkungan peradilan umum sepanjang kewenagannya menyangkut kewenagan peradilan umum ( idem dito dengan pasal 15 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuaasaan Kehakiman yang telah dicabut dengan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaaan Kehakiman)

Selanjutnya dikatakan responden, bahwa dalam penerapan hukum Qanun jinayat Mahkamah Syariah Aceh menjalankan kewenangannya berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 sebagaimana tersebut pada angka 11.

6. Majelis Adat Aceh

Majelis Adat Aceh (MAA) merupakan Lembaga yang diberikan mandat untuk melaksanakan pembinaan, pengembangan dan pelestarian adat dan adat istiadat di Aceh. Sementara itu, sebelumnya dilaksanakan oleh Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA). Peleburan LAKA dan Pembentukan MAA pada tahun 2003 merupakan bagian dari perkembangan dinamika sosial dan kehidupan adat dan adat istiadat di Aceh. Dinamika tersebut berawal dari terbentuknya Provinsi Aceh pada tahun 1956 melalui Undang-undang Nomor 24 tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonomi Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara, kemudian akibat Aceh dilanda oleh konflik berkepanjangan maka lahirnya UndangUndang Nomor

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

49

Page 67: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, dan terakhir lahirnya MOU Helsinki serta UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999, fokus perhatian terhadap adat dan Adat Istiadat menjadi lebih kuat, terlebih lagi setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tersebut, dengan demikian, MAA mempunyai kedudukan dan peran strategis dalam memperkuat kehidupan adat dan Adat Istiadat di Aceh, mulai dari nilai-nilai adat, hukum adat, lembaga adat dan hak-hak adat masyarakat Aceh di seluruh wilayah Aceh.

Menurut responden30, Tugas pokok dan fungsi MAA dalam melestarikan, membina, mengkaji, dan mengembangkan adat dan adat istiadat, hal ini sesuai dengan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Adat Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Selanjutnya, lahirnya Sekretariat MAA sebagai SKPA sesuai Qanun Nomor 15 tahun 2012 tentang Perubahan Terhadap Qanun Nomor 5 tahun 2007 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas/ Lembaga Teknis Daerah, dan Lembaga Daerah.

30 H.A. Rahman Kooy, Wakil Ketua I, Majelis Adat Aceh, Wawancara dilakukan pada tanggal 23 Agustus 2016, di Kantor MAA Komplek Keistimewaan Aceh, Jl. T. Nyak Arief, Banda Aceh

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

50

Page 68: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

BAB IIIANALISIS LEGITIMASI QANUN

JINAYAT DAN QANUN SYARI’AT ISLAM DALAM BUDAYA HUKUM

MASYARAKAT

A. Pelaksanaan Qanun Jinayat

Pelaksanaan syaraiat Islam khususnya di Provinsi Acehterutama bidang hukum jinayat(pidana) sesungguhnya sudah lama dilaksanakan, karena masyarakat Aceh menjadikan ajaran Islam sebagai pedoman hidup mereka sehari-hari.Apalagi daerah Aceh merupakan pusat penyebaran agama Islam ke nusantara.

Aceh merupakan wilayah Indonesia yang memiliki peradaban Islam yang menyejarah. Keberadaannya dalam peta sebaran Islam negeri ini amatlah vital. Tidak aneh jika Aceh seringkali dijuluki negeri Serambi Mekkah. Islam di sana telah

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

51

Page 69: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

berurat akar dan membentuk suatu daur kehidupan yang dipenuhi nuasa keagungan31.

Keluarnya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2001 menyangkut penegakan syariat Islam di Aceh dimana ketika sedang bergulir wacana otonomi daerah dan Aceh diberikan otonomi khusus oleh pemerintah pusat berbeda dengan pelaksanaan otonomi daerah yang ada di provinsi lain di Indonesia. Kemudian setelah Undang-Undang Nomor 18 tahun 2001 keluarlah Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang diantara Pasalnya memuat secara tegas pelaksanaan syariat Islam di Provinsi Aceh salah satunya pemberlakuan hukum jinayat Islam yang diatur dalam Qanun.

Pelaksanaan Syariat Islam bidang Jinayat yang telah diatur dalam Qanun Aceh tentu saja merupakan pertanda bahwa pelaksanaan pembangunan hukum berjalan di Indonesia, ini disebabkan telah terjadinya transformasi nilai-nilai syariat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh. Meskipun pelaksanaan jinayat di Aceh masih menimbulkan masalah dan kontra karena ada yang menilai akan terjadi dualisme hukum di Indonesia.

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) tidak menolak produk Qanun sebagai regulasi khusus di wilayah Aceh, namun khusus terhadap Qanun Jinayat (pidana) ICJR memandang bahwa beberapa ketentuan yang ada dalam Qanun tersebut

31 Gazali, Umara dan Ulama di Aceh Darusssalam Abad XVII, Penerbit, Mahara Publishing, Tangerang Banten, Tahun 2016, hal. 25

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

52

Page 70: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

justru bertentangan dalam sistem hukum Indonesia, dan bertentangan dengan produk regulasi diatasnya. menurut ICJR, beberapa hal menjadi pertentangan antara Qanun Jinayat dan kerangka hukum nasional Indonesia, termasuk Konstitusi dan beberapa Ketentuan Internasional yang sudah positif berlaku di Indonesia yakni32:

Pertama, mengenai perumusan norma pidananya (multitafsir, diskriminatif, over criminalisasi, duplikasi dengan kebijakan hukum pidana nasional), yang berpotensi menyasar kelompok rentan yakni: perempuan, anak dan LGBT. Seharusnya kehadiran Qanun Aceh 6/2014 adalah untuk upaya mengisi kekosongan ketentuan pada KUHP namun dengan tidak bertentangan dengan ketentuan di atasnya, akan tetapi Qanun telah menghadirkan aturan baru yang berbenturan dengan KUHP. Ada beberapa tindak pidana dalam KUHP yang diatur ulang dalam Qanun. Situasi seperti ini telah menimbulkan ketidakjelasan hukum, ketidakpastian hukum di Indonesia.

Kedua, mengenai pemidanaannya yang bersifat merendahkan martabat manusia termasuk penggunaan corporal punishment (pidana cambuk), dalam hal ini hukuman cambuk di depan umum. Selain itu, jenis pidana cambuk berbenturan dengan pengaturan dalam KUHP karena hukuman cambuk bukanlah suatu sanksi pidana yang dikenal di Indonesia, KUHP telah mengatur secara limitatif jenis sanksi

32 http://icjr.or.id/organisasi-masyarakat-sipil-siapkan-upaya-hukum-judicial-review-terhadap-Qanun-aceh-no-6-tahun-2014-tentang-hukum-jinayat, diakses 26 September 2016.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

53

Page 71: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

pidana apa saja yang dapat dikenakan terhadap tindak pidana. Pidana denda yang masuk dalam Uqubat Ta zir, juga terlalu besar (dihitung berdasarkan gram emas) sehingga menjadi beban ekonomi para pelaku pelanggar Qanun yang sebagian besar berada dalam kategori miskin.

Ketiga, berpotensi melanggar fair trial bagi tersangka dan terdakwa karena dalam prakteknya implementasi Qanun bersifat selektif, diskriminasi, dan tidak diatur dengan hukum acara yang benar. Sesuai degan standar hukum acara pidana.

Atas dasar tersebut, ICJR menilai bahwa Qanun Jinayat akan berpotensi menjadi masalah dalam sistem hukum di Indonesia, khususnya dalam isu pidana dan HAM. Beberapa ketentuan dalam Qanun Jinayat pada prinsipnya akan merusak kesatuan hukum di Indonesia, lebih jauh menghancurkan rencana besar Pemerintah untuk melakukan unifikasi hukum pidana lewat Rancangan KUHP.

Masih terdapatnya sebagian masyarakat berpendapat bahwa Qanun Jinayat melanggar HAM dan masih tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan nasional. Namun pendapat ini dibantah oleh responden33bahwa Qanun ini tidaklah melanggar HAM karena dasar penerapan hukum jinayat adalah keadilan, kemaslahatan, kepastian hukum dan penerapan aturannya sudah sesuai menurut derivasi hukum nasional yaitu sesuai dengan UUD 1945 Pasal 18 dimana Aceh memiliki kekhasan daerah dan Undang-Undang Nomor 44

33 Kepala Bagian Hukum Dinas Syariat Islam Kabupaten Aceh Tengah Jl. MAN 2 No.1A Takengon, Wawancara dilaksanakan pada tanggal 24 Agustus 2016

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

54

Page 72: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Tahun 1999 yang diberikan kewenangan untuk mengatur tentang pendidikan, adat, agama dan peran ulama ditambah dengan asas hukum Lex Specialis Derograt Legi Generalis (hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang umum).

Menurut responden34, bahwa pelaksanaan pidana cambuk di Aceh tidak bertentangan dengan HAM sepanjang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pidana cambuk sudah memiliki dasar hukum dan sudah menjadi hukum positif. Bukankah di dalam UUD 1945 dan UU RI NO. 39 / 1999 Tentang HAM juga terdapat kewajiban asasi. Sepanjang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka tidak melanggar HAM. Apa pun jenis pidana, pidana penjara umpamanya, kalau dilaksanakan bukan berdasarkan ketentuasn yang berlaku, maka berpotensi melanggar HAM.

Pada dasarnya Qanun Jinayat berlaku untuk yang beragama Islam, kecuali kalau ada ketentuan yang sama sekali tidak ada di dalam Hukum Pidana nasional, baik umum maupun khusus. Kalau ada perbuatan pidana yang tidak sama rumusannya di dalam hukum pidana nasional yang dilakukan oleh non-muslim, maka dikenakan Qanun Aceh. Banyak orang lupa, bahwa ancaman pidana yang ada di dalam Qanun Jinayah itu bukan hanya cambuk, malainkan ada penjara dan denda. Qanun Jinayat tidak identik dengan pidana cambuk. Hakim bebas memilih pidana lain selain cambuk.

34 Moohd. Din, Dosen Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Wawancara dilakukan pada tanggal 22 Agustus 2016,di Kampus UNSIYAH Jl. Darussalam Banda Aceh.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

55

Page 73: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Hal mana sama dikatakan responden35, pemberian cambuk terhadap pelanggar Qanun jinyat tidak bertentangan dengan hak asasi manusia, karena Aceh sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki keistimewaan dan otonomi khusus. Salah satunya kewenangan untuk melaksanakan syariat Islam dengan menjunjung tinggi keadilan, kemaslahatan dan kepastian hukum.

MenurutKetua Badan Leslasi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Iskandar Uman Al-Farlaky “menyesalkan pernyataan pihak tertentu dan meminta organisasi di luar Aceh supaya tidak mengomentari persoalan Aceh. Terutama, bila mereka tidak mengetahui kondisi sebenarnya. Iskandar mengingatkan Qanun Aceh Nomnor 6 Tahun 2014 tentang hukum jinat merupakan produk hukum yang kelahirannya menjadi bagian dari kewenangan istimewa pemerintah Aceh. Penerapan syariat Islam itu kewenangan khusus yang dimilkii Aceh dan tidak boleh diperdebatkan lagi sekalipun dunia internasioanl mempersoalkannya36”

Sementara itu berdasarkan informasi yang berhasil diperoleh peneliti dari responden37 berkaitan dengan pelaksanaan Qanun, bahwa pelaksanaan hukum jinayat, termasuk eksekusi cambuk terhadap warga non muslim sudah

35 Edison, Kepala Bagian Hukum Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Aceh, Wawancara dilakukan pada tanggal 23 Agustus 2016, Di Kanwil Aceh, Jl.T., Nyak Arie, Banda ACeh

36 DPR Aceh Minta tidak campuri Hukuman Cambuk, Media Indonesia, 26 Oktober 2016, halaman 2.

37 Rudi, Kepala Seksi Intel pada Kejaksaaan Negeri Takengon, wawancara dilakukan pada tanggal 25 Agustus 2016.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

56

Page 74: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

sesuai dengan Qanun Nomor 6 Tahun 2014. Dia berpedoman pada Pasal 5 Juncto Pasal 72 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat. Di situ tertulis jelas bahwa hukuman ini diberlakukan bagi muslim maupun non-muslim.Berdasarkan Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat berlaku untuk:a) Setiap Orang beragama Islam yang melakukan Jarimah di

Aceh,(b) Setiap orang beragama bukan Islam yang melakukan

Jarimah di Aceh bersama-sama dengan orang Islam dan memilih serta menundukkan diri secara sukarela pada Hukum Jinayah,

(c) Setiap Orang beragama bukan Islam yang melakukan perbuatan Jarimah di Aceh yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau ketentuan pidana di luar KUHP, tetapi diatur dalam Qanun ini.

(d) Badan Usaha yang menjalankan kegiatan usaha di AcehPerempuan berusia 60 tahun itu didakwa terbukti secara sah melanggar Qanun Hukum Jinayah Pasal 16 ayat (1) Qanun Nomor 6 Tahun 2014 karena menjual minuman keras (jarimah khamar) kepada warga di daerah tersebut

Hal mana juga dikatakan Fakar Hukum Syariah Universitas Islam Negeri Banda Aceh (sebagai salah seorang ketua Tim Penyusunan Pembentukan Qanun-Qanun di Aceh) Al

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

57

Page 75: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Yasa’abubakar38,beliau mengatakan bahwa penerapan hukum jinayat tidak bertentangan dengan hak asasi manusia, karena Qanun adalah peraturan perundang-undangan yang sah. Qanun jinayat sesuai dan sah sebagai produk hukum karena tidak bertentangan dengan hak sasi mansuia.

Pendapat yang sama diungkapkan Khaeruddin39, Keberadaan Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tidak melanggar dengan sistem peraturan perundang-undangan nasoinal. Karena dalam undang-undang pemerintahan Aceh Nomor 11 Tahun 2016 mengatur tentang kewenangan Provinsi Aceh untuk memberlakukan syariat Islam di Aceh secara kaffah dalam seluruh demensi kehidupan sebagai bentuk azas lex specialis derogat lex generalis

Menurut peneliti bahwa terlepas dari pro dan kontra terhadap pemberlakuan Qanun jinayat tentunya penulis berharap kepada para akademisi dan praktisi selayaknya memberikan tafsir berdasarkan tujuan filosofis dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan. Dimana dengan memperhatikan keinginan rakyat Aceh yang sudah cukup lama untuk melaksanakan syari’at Islam, yang oleh undang-undang diakomodir dengan baik, tetapi karena keterbatasan rumusan dan pilihan kata ternyata tidak mampu

38 Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar Raniri Banda Aceh, Wawancara dilakukan pada 22 Agustsu 2916 di Kampus UIN Ar Raniri Banda Aceh, Jl. Darussalam Banda Aceh

39 Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar Raniri Banda Aceh, Wawncara dilakuikan pada 22 Agustsu 2916 di Kampus UIN Ar Raniri Banda Aceh, Jl. Darussalam Banda Aceh

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

58

Page 76: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

menampung semuanya, perlu diatasi dengan cara memberikan tafsir berdasar tujuan.

Bahwa ketentuan yang diatur dalam Qanun Aceh seyogyanya dipahami berdasarkan tujuannya yaitu memberikan kesempatan kepada masyarakat Aceh untuk melaksanakan syari’at Islam secara sempurna melalui lembaga pengadilan di tengah masyarakatnya yang mayoritas memeluk agama Islam.

Di samping itu, bahwa pembangunan hukum dilaksanakan bukan hanya sekedar memenuhi tuntutan politik, tetapi juga dimaksudkan untuk menjawab tuntutan masyarakat agar hukum dapat memainkan peranan penting dalam mewujudkan cita-cita keadilan dan kemakmuran.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam tulisannya ”Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional” sebagaimana dikutip Sardjono Yatiman40, dikemukakan pokok-pokok rumusan mengenai arti dan fungsi hukum sebagai berikut:a. Arti hukum dan fungsinya dalam masyarakat; yang

menunjukkan tentang ketertiban sebagai tujuan utama hukum.

b. Hukum sebagai kaidah sosial; dimana diingatkan bahwa dalam memeran kan diri dalam mewujudkan dan memelihara ketertiban masyarakat, hukum sebagai salah satu kaidah sosial bergerak bersama dengan kaidah-kaidah sosial.

40 BPHN, Penelitiaan Hukum Tentang Hukum Sebagai Salah Satu Instrumen Dalam Pembangunan Hukum , Tahun 1997, hal. 15

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

59

Page 77: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

c. Hukum dan Kekuasaan; yang menyimpulkan bahwa kekuasaan merupa kan suatu unsur yang mutlak dalam masyarakat hukum

d. Hukum dan nilai-nilai sosial budaya; yang menjelaskan mengenai sifat hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup serta sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berla ku dalam masyarakat itu.

e. Hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat, yang menunjukkan bahwa sifat hukum memelihara dan mempertahankan ketertiban, serta dibutuh kan bagi masyarakat yang membangun, atau diistilahkan sebagai alat rekayasa sosial.

Pun demikian menurut Sardjono Yatiman41, bahwa sebagai instrumen pembangunan, hukum merupakan alat yang penting dalam proses pembangunan, dimana hukum tersebut berperan sebagai alat rekaya sa sosial (social engineering) dan pedoman bagi masyarakat. Hukum akan berfung si sebagai alat pengatur, pemberi keseimbangan, dan sebagai katalisator. Dalam fungsinya sebagai alat yang mengatur, hukum memberikan suatu kerangka yang digunakan untuk tata cara prosedur dalam proses pembangunan. Dalam menyelaraskan antara kepentingan-kepentingan negara dan masyarakat, hukum bertindak sebagai pemberi keseimbangan antara dua kepentingan tersebut. Dan

41 BPHN, Penelitiaan Hukum Tentang Hukum Sebagai Salah Satu Instrumen Dalam Pembangunan Hukum , Tahun 1997, hal. 25

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

60

Page 78: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

dalam tugasnya sebagai katalisator, hukum telah memberikan serta mendorong terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat melalui pembaharuan-pembaharuan hukum dan penegak hukumnya.

Menilik apa yang diungkapkan responden dan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa agama menjadi salah satu tumpuan dalam mewujudkan kehidupan keadilan dan pembinaan moral dalam rangka menciptakan kehidupan yang penuh keseimbangan, yang dapat mengendalikan dampak-dampak yang dibawa oleh modernisasi. Dalam Islam terdapat seperangkat nilai yang disebut dengan hukum Islam (fiqh), yang merupakan manisfestasi praktis nilai-nilai moral yang menjadi tujuan syariat.

B. Legitimasi Qanun Jinayah

Sesuatu yang sangat monumental yang terjadi dalam periode pasca Orde Baru adalah dilakukannya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yang pada rezim Orde Baru tidak akan dapat tersentuh sama sekali oleh ide-ide perubahan. Undang-Undang Dasar 1945 hasil Amandemen IV, menyatakan kembali terdapat penguatan terhadap eksistensi hukum lokal (hukum adat dan/atau hukum daerah), hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 18B UUD-1945 sebagai berikut:(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan

pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang;

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

61

Page 79: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Berdasarkan hukum konstitusi Republik Indonesia sebagaimana dikemukakan di atas, maka nafas pluralisme hukum kembali mendapat angin segar sehingga memungkinkan untuk menumbuh kembangkan hukum-hukum lokal (hukum adat dan hukum daerah) yang sesuai dengan kearifan lokal masing-masing daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, upaya penguatan hukum-hukum lokal (pembangunan hukum di daerah) harus terus dibina dan diarahkan pada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat sehingga keberadaan hukum dapat memberikan konstribusi yang signifikan bagi pembangunan ekonomi daerah dan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Aceh, sejak dari tahun 1999 dengan dikeluarkannya UU No. 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh, telah dapat menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya secara legal, baik bidang perdata maupun pidana Islam. Sebenarnya untuk bidang perdata Islam, seperti perkawinan, pengelolaan zakat, dan wakaf, telah dilaksanakan, bukan hanya di Aceh tetapi juga di Indonesia secara luas. Telah banyak UU yang mengatur bidang perdata Islam, seperti UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU No. 11 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, dan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Sedangkan untuk pidana Islam, keizinan untuk memberlakukannya hanya

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

62

Page 80: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

diberikan kepada Aceh sebagai daerah yang diberi otonomi khusus.

Menurut Zaini Rahman42 yang mengutip pendapat Ismail Sunny, bahwa hukum Islam merupakan norma yang hidup dan diyakini (living law)masyarakat Islam Indonesia, maka sejak awal perumusuan konstitusi, nilai dan prinsip-prinsip ajaran Islam sudah mempengaruhi dan menjadi inspirasi perumusan naskah konstitusi. Begitu juga sudah banyak norma-norma hukum Islam yang ditransformasikan ke dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Kedudukan hukum Islam tidak hanya telah dijadikan sebagai authoritative Source (sumber hukum yang telah mempuntyai kekuatan hukum), akan tetapi juga telah diakui keberadaanya dan sebagian telah dibuktikan lewat legeslasi.

Selain UU No. 44 Tahun 1999 di atas, landasan hukum pemberlakuan syari’at Islam di Aceh adalah UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang mashur dikenal dengan UUPA. Turunan lebih lanjut dari UUPA diatur dalam Qanun Aceh, termasuk berbagai ketentuan syari’at Islam. Dengan demikian, Qanun merupakan peraturan pelaksana undang-undang. UUPA menyebutkan pengertian Qanun Aceh dalam pemerintahan Aceh adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah provinsi yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh.

42 Fiqh Nusantara dan Sistem Hukum Nasional Persfektif Kemaslahan Kebangsaaan, Penerbit Putaka Pelajar, Yogyakarta, 2016, hal. 14.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

63

Page 81: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Pasal 125 UU No. 11 Tahun 2006 berbunyi:(1) Syari’at Islam yang dilaksanakan di Aceh meliputi aqidah,

syar’iyah dan akhlak.(2) Syari’at Islam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi ibadah, ahwal al-syakhshiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah (hukum pidana), qadha’ (peradilan), tarbiyah (pendidikan), dakwah, syiar, dan pembelaan Islam.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan syari’at Islam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Qanun Aceh

Terkait dengan Qanun hukum jinayah, Pemerintah Aceh telah mengeluarkannya dalam dua tahapan. Pertama, pada tahun 2003 dikeluarkan tiga buah Qanun, yaitu No. 12 Tahun 2003 tentang Pelarangan Khamar, No. 13 Tahun 2003 tentang Maisir (perjudian), dan No. 14 Tahun 2003 tentang Khalwat. Kemudian, ketiga Qanun tersebut digabung dalam satu Qanun dengan tambahan tujuh materi jarimah (tindak pidana) lainnya. Qanun tersebut adalah Qanun No. 6 Tahun 2014. Jadi, perbuatan jarimah dalam Qanun No. 6 Tahun 2014 berjumlah 10 bentuk.

Secara lengkap, jarimah dalam Pasal 3 ayat (2) Qanun No. 6 Tahun 2014 meliputi:a. Khamar (minuman memabukkan);b. Maisir (perjudian); c. Khalwat (berdua-duaan di tempat tertutup atau

tersembunyi antara laki-laki dan perempuan yang bukan

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

64

Page 82: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

mahram dan ikatan perkawinan yang mengarah pada perbuatan zina);

d. Ikhtilath (perbuatan bermesraan seperti bercumbu, bersentuh-sentuhan, berpelukan dan berciuman antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri dengan kerelaan kedua belah pihak, baik pada tempat tertutup atau terbuka);

e. Zina; f. Pelecehan seksual; g. Pemerkosaan; h. Qadzaf (menuduh seseorang melakukan zina tanpa bukti); i. Liwath (perbuatan homo seksual); dan j. Musahaqah (perbuatan lesbian).

Uraian di atas menggambarkan bahwa cakupan materi jarimah dalam Qanun No. 6 Tahun 2014 lebih luas dari Qanun yang disusun pada Tahun 2003. Meski cakupan tersebut lebih luas, namun belum pernah diterapkan, karena secara resmi mulai diberlakukan pada Tahun 2015. Dari cakupan yang ada terlihat bahwa materi yang diperluas hanya terkait dengan perilaku seks menyimpang secara agama. Sisanya, dua lagi masih tetap mengatur masalah khamar (minuman keras) dan maisir (perjudian). Dengan demikian, jarimah hudud lainnya, seperti pencurian, perampokan, dan lainnya tidak dimasukkan, demikian juga halnya dengan jarimah qishash/diyat, seperti pembunuhan dan penganiayaan.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

65

Page 83: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Pembentukan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat berlandaskan pada 4 (empat) prinsip falsafah hukum syariah., yaitu43:

Petama, Ketentuan pidana yang terdapat dalam Qanun Hukum Jinayat bersuber pada Al Qur’an dan Al Sunnanah, dan beberapa praktek sahabat.

Kedua, Penafsiran atau pemahaman terhadap Al Qur’an dan Al Sunnah tersebut dihubungkan dengan keadaan dan kebutuhan lokal (adat) masyarakat Aceh pada khususnya, dan dunia Melayu Indonesia pada umumnya, serta dngan tata aturan yang berlaku dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Ketiga, Penafsiran dan pemahaman tersebut diupayakan selalu berorientasi ke masa depan, demi memenuhi kebutuhan masyrakat Indonesia yang sedang membangun di awal abad kelima belas hijriah atau abad ke dua puluh satu masehi, serta mampu menyahui semangat zaman modern sepeerti isu perlindungan Hak Asassi Manusia (HAM), kesataraan gender dan mempertimbangkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama ilmu hukum yang perkembangannya elatif sangat pesdat dan cepat

Keempat, Guna melengkapi tiga prinsip di atas dipedoamani prinsip yang dikandung dalam sebuah kaidah fiqhiyah kulliyah yang dikenal luas: al-muhafadhah ‘ala al-qadimi al-shalih wa al-akhzu bi al-jadid al-ashlah yang

43 Hukum Jinayat dan Hukum Acara Jinayat, Diperbanyak, Dinas Syariat Islam , cet pertama, Penerbit Naaskah Aceh, Tahun 2015, Hal. XXXV

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

66

Page 84: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

artinya, memelihara dan memakai ketentuan-ketebtuan lama (mazhab) yang masih baik (relevan), serta berusaha mencari dan merumuskan ketentuan yang baru yang lebih baik dan lebih unggul. Keempat prinsip ini menjadi dasar filosofis dan kerangka kerja permusan Qanun jinayah sebagai hukum (fiqh) positif di Aceh

Menurutresponden44, keberadaan Qanun Aceh, dalam hal ini Qanun Aceh No.6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat dan Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syariat Islam adalah sudah final. Pertanyaan mengenai keberlakuan tentu dilihat dari landasan pembentukan, yaitu Filosofis, sosiologis dan Yuridis. Secara yuridis Qanun Aceh dibentuk atas amanah UU Pemerintahan Aceh.

Selanjutnya dikatakan Responden, meskipun di sana sini masih terdapat beberapa kelemahan, Qanun Jinayat sudah memenuhi landasan tersebut. Landasan Filosofis biasanya disandarkan kepada Pancasila dan di dalam pancasila telah ditempatkan sila ketuhanan sebagai sila pertama, dari banyak kajian, pengaruh agama terhadap hukum negara tidak dapat dinafikan bahkan dikatakan sesekuler apapun negara itu. Masyarakat Aceh secara sosiologis terkenal dengan masyarakat relegius yang antara lain tertuang di dalam pepatah petitih antara lain “edet mumegeri ukum” yang maknanya adat istiadat yang berupa patokan berperilaku di dalam masyarakat ditujukan untuk menjaga ketentuan Agama. Begitu juga hadih

44 Moohd. Din, Dosen Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Wawancara dilakukan pada tanggal 22 Agustus 2016,di Kampus UNSIYAH Jl. Darussalam Banda Aceh.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

67

Page 85: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

maja Aceh “hukom ngon adat lage zat ngon sifeut” yang kurang lebih maknanya sama. Kemudian secara yuridis seperti tadi saya katakan, Qanun tersebut merupakan perintah dari UU Pemerintahan Aceh

Menurut Sardjono Yatiman45, bahwa dengan perumusan hukum yang diberikan, dapat dilihat bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu:a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan

masyarakat.b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang

berwajib.c. Peraturan itu bersifat memaksa.d. Sanksi terhadap peraturan tersebut adalah tegas.

Dengan mengenal ciri hukum berupa adanya sanksi, perintah dan/atau larangan, dimana sanksi, perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi semua orang, maka setiap orang wajib bertindak sedemikian rupa dalam masyarakat, sehingga tata tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara dengan sebaik-baiknya.

Untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung terus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut. Dengan demikian, hukum bertujuan

45 Sardjono Yatiman, BPHN, Penelitiaan Hukum Tentang Humum Sebagai Salah Satu Instrumen Dalam Pembangunan Hukum, Tanun 1997, hal. 46

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

68

Page 86: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula berdasarkan pada asas-asas keadilan dari masyarakat itu.

Qanun Jinayat adalah sebuah hukum pidana terpadu, berbeda dengan Qanun-Qanun sebelumnya yang terpisah-pisah. Sebelum ini, hukum syariat di Aceh mencakup tiga perkara: khalwat (mesum), khamr (alkohol) dan maisr (perjudian).

Qanun Jinayat memperluas cakupan pidana. Memasukan juga perbuatan yang sebetulnya sudah diatur oleh KUHP Indonesia, seperti perkosaan. Jinayat juga antara lain memasukan homo seksualitas sebagai tindakan pidana. Yang juga dianggap bermasalah, Qanun Jinayat ini berlaku juga buat kaum non-Muslim. Sebagaiman diungkapkan responden46Pelaksanaan eksekusi hukum cambuk yang diberikan kepada warga non-muslim, Remita Sinaga alias Mak Ucok, warga Kampung Baru, Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh, Selasa 12 April 2016. Pelaku (Mak Ucok) itu terbukti dalam kasus khamar, dalam paasl 5 Juncto pasal 72 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tersebut menyebutkan, apabila aturan hukuman bagi perbuatan jarimah itu terdapat dalam Undang-undang KUHP atau pidana luar KUHP, maka tetap dilaksanakan sesuai Qanun jinayatini.

Selanjutnya dikatakan bahwa berdasarkan aturan itu, bagi yang melanggar syariat Islam wajib diberi hukuman sesuai Qanun Nomor 6 Tahun 2014. Dalam ketentuan tersebut ”Dalam

46 Wawancara dengan Jaksa Rudi Kasi intel pada Kejaksaaan Negeri Takengon pada tanggal 25 Agustus 2016.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

69

Page 87: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

kedua pasal tersebut lebih cenderung menyatakan wajib bagi warga non-muslim di Aceh yang melakukan perbuatan jarimah mengikuti Qanun itu.

Seiring dengan itu, menurut DR. Syukri, MA47 bahwa diterapkannya Qanun Jinayat di Aceh adalah untuk menjaga harkat dan martabat manusia. Ini juga untuk memproteksi dan melindungi masyarakat Aceh agar tidak lagi berbuat maksiat kepada Allah.

Berdasarkan Pasal 1 angka 21 UU No. 11 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa “Qanun Aceh adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan derah provinsi yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh, yang dapat menyampingkan peraturan perundang-undangan yang lain dengan mengikuti asas lex specialis derogat lex generalis dan Mahkamah Agung berwenang melakukan uji materil terhadap Qanun”.

Pasal 269 disebutkan ayat (3) “ dalam hal adanya rencana perubahhan undang-undang ini dilakukan dengan terlebih dahulu berkonsultasi dan mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh.

Dari urain diatas dapat dipahami bahwa Qanun Aceh berfungsi sebagai berikut:

47 Wawancara dengan, DR. Syukuri, MA, Kepala Bidang Bina Hukum , Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh. Pada tanggal 22 Agustus 2016,di Kantor Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh Jl. T, Nyak Arif, Kompek Keistimewaan Aceh, Banda Aceh

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

70

Page 88: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

a. Menyelengggarakan peraturan hal-hal yang belum jelas, yang oleh undang-undang kepada Qanun untuk mengaturnya.

b. Menyelenggarajkan pengaturan hal-hal yang belum diatur oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu undang-undang.

c. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi yaitu undang-undang.

Menurut responden48 ada beberapa pertimbangan dibentuknya Qanun Syari’at Islam yaitu;a. Aspek historis, kebiasaan masyarakat pendahulu dengan

melaksanakan Syari’at Islamb. Aspek psikologis, sudah menyatu pada pribadi masyarakatc. Aspek yuridis, banyak hukum-hukum yang dianut pada

pemerintahan dahulu bahwa raja dan rakyat tunduk pada Al-Qur’an dan Al- Hadits.

Selanjutnya dikatan responden bahwa keragaman suku, agama dan etnis yang ada di masyarakat menjadi pertimbangan dalam menyusun Qanun Syari’at Islam itu sendiri mengingat sejarah dasar pokok kesukuan melayu, sementara bagi agama lain diperlakukan dengan mengambil landasan pokok pada Al-Qur’an dan Al-Hadits.

48 Kepala Bagian Hukum Dinas Syariat Islam Kabupaten Aceh Tengah Jl. MAN 2 No.1A Takengon, Wawancara dilaksanakan pada tanggal 24 Agustus 2016.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

71

Page 89: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Adapun keberlakuan dari Qanun jinayat ini merupakan penyempurnaan dari Qanun yang telah ada aturan yang mengatur terkait dengan pelaksanaan Syari’at Islam sebelum terbentuknya Qanun Syari’at Islam itu sendiri.Adanya aturan pelaksanaan Syari’at Islam sebelum terbentuknya Qanun dapat dilihat dari tata cara pemerintahan dan kemasyarakatan kerajaan Aceh.

Hal lain yang melatarbelakangi adanya pengesahan Qanun pokok-pokok pelaksanaan Syari’at Islam dan Qanun Hukum Jinayat pada tahun 2014 oleh DPR Aceh ialah dikarenakan hukum sebelumnya yang mengatur tentang Syari’at Islam ini belum memiliki hukum acara baik materil maupun formil dan kurang mengikat sehingga timbul kelemahan-kelemahan dalam praktek penegakan hukumnya. Maka dengan adanya pengesahan Qanun pokok-pokok pelaksanaan Syari’at Islam dan Qanun Jinayat diharapkan dapat menjadi dasar hukum yang kuat dalam pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh.

Hal lain menjadi dasar pengesahan dan pemberlakuan Qanun jinayah dan syariat Islam di Aceh ini adalah atas dasar masukan dan permintaan dari Para Ulama, Tokoh Masyarakat dan Akademisi yang berkoordinasi dengan Dinas Syari’at Islam Provinsi Aceh. Sedangkan dalam perumusan ataupun pembuatan Qanun tersebut dengan melibatkan Para Ulama Aceh, Tokoh Masyarakat dan Akademisi yang bekerja sama dengan Pemerintahan Aceh beserta perangkat-perangkat terkait.

Peran Qanun Syari’at Islam dalam menopang kesadaran masyarakat diantaranya;

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

72

Page 90: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

1. Qanun Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam di bidang Aqidah, Ibadah dan Syi’ar Islam ditetapkan agar adanya keterlibatan keluarga, lembaga-lembaga swasta dan pemerintah untuk menerapkan Syari’at Islam.

2. Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang pembinaan kehidupan Adat dan Adat Istiadat juga turut menopang kesadaran masyarakat dalam penerapan Syari’at Islam yang sudah menjadi kebiasaan melekat dari masyarakat Aceh itu sendiri

Menurut peneliti dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa legitimasi Qanun terdapat di dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut: pertama, UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Legitimasi Qanun terdapat di dalam Pasal 1 angka 8 yang mengatakan bahwa: Qanun Provinsi NAD adalah peraturan daerah sebagai pelaksanaan undang-undang di wilayah Provinsi NAD dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus; Kedua, UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan. Penjelasan Pasal 7 ayat (2) a, yang mengatakan bahwa: Termasuk dalam jenis peraturan daerah provinsi adalah Qanun yang berlaku di Aceh dan perdasus serta perdasi yang berlaku di propinsi Papua; ketiga, UU Pemerintahan Aceh, Pasal 21 dan 22 UU Pemerintahan Aceh menyatakan bahwa: Qanun adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

73

Page 91: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Selanjujtnya dalam ketentuan tentang Qanun terdapat di dalam UU Pemerintahan Aceh, yaitu: 1. Qanun Aceh adalah: peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah provinsi yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh. (Pasal 1 angka 21 UU Pemerintahan Aceh) 2. Qanun kabupaten/kota adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat kabupaten/kota di Aceh. ( Pasal 1 angka 22 UU Pemerintahan Aceh)

Kemudian dalam hal hirarki hukum di Indonesia, sesuai dengan ketentuan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, kedu dukan Qanun dipersamakan dengan Perda di daerah lainnya. Menurut Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, disebutkan bahwa: jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut: UUD RI Tahun 1945, UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah. Pada penjelasan Pasal 7 disebutkan bahwa: Termasuk dalam jenis peraturan daerah provinsi adalah Qanun yang berlaku di Aceh dan Perdasus serta Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua.

Berdasarkan ketentuan di atas, maka kedudukan Qanun diakui dalam hierarki perundang-undangan Indonesia dan dipersamakan dengan Perda. Bahwa pengaturan dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan untuk mempermudah Pemerintah Pusat dalam melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap daerah,

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

74

Page 92: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

terutama yang berhubungan dengan pembentukan suatu kebijakan daerah. Hanya saja tetap harus diperhatikan tentang kekhususan yang diberikan Pusat terhadap Aceh.

Selanjutnya juga terkait dengan legitimasi Qanun dalam hubungan dengan penyelenggaraan otonomi khusus Provinsi Aceh perlu dikaji dan dijelaskan oleh para akademisi dan praktisi secara jernih dan tanpa prasangka, sehingga posisinya dan kewenangannya yang diatas tadi jadi jelas.

Hal mana sebagaimna diungkap responden49, bahwa Fakultas Syariah dan Hukum sesuai dengan tugas dan fungsinya mempunyai kaitan erat dalam mendidik tenaga ahli yang memahami Qanun-Qanun di aceh. Disamping itu, sosialisasi tentang materi Qanun dalam sistem pemberlakuannya bagi para pemuka agama dan tokoh masyarakat sehingga tidak terjadi mis informasi di tengah-tengah masyarakat terkait pelaksanaan Qanun di Aceh.

Selain itu menurut responden, bahwa Perlu dibentuk semacam forum komunikasi yang melibatkan seluruh elemen masyarakat yang secara rutin melakukan diskusi ilmiah dan sosialisasi Qanun-Qanun syariat di Aceh.

Melalui pengkajian dan penjelasan ini nanti, para pembuat kebijakan dan pencari keadilan dan bahkan para pengamat hukum secara umum akan secara mudah dapat memahami bahwa Qanun dalam rangka pelaksaan otonomi khusus bagi Provinsi Acehdapat menyampingkan peraturan lain yang lebih

49 Khaeruddin, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar Raniri Banda Aceh, 22 Agustsu 2016 di Kampus UIN Ar Raniri Banda Aceh, Jl. Darussalam Banda Aceh.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

75

Page 93: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

tinggi, yang dalam keadaan biasa tidak dapat disingkirkan oleh peraturan daerah. Akan tetapi sebagai konsekuensi diberikannya otonomi khusus kepada Provinsi Aceh maka produk legilatif daerah ini dapat saja menyimpang dan produk eksekutif ditingkat pusat. Misalnya suatu materi Keputusan Presiden (apalagi hanya dengan keputusan menteri) yang bersinggungan dengan otonomi khusus, maka Mahkamah Agung tentu harus menyatakan bahwa Qanun itulah yang berlaku untuk Provinsi Aceh, sedangkan Keputusan Presiden atau Peraturan Menteri berlaku secara umum di seluruh Indonesia.

C. Budaya Hukum Masyarakat

Pembangunan hukum di Aceh, dilaksanakan berdasarkan pada 2 (dua) kerangka landasan, yaitu (1) nilai, kaedah, dan moral yang berlandaskan syari’ah dan ajaran Islam, dan (2) pembangunan hukum itu berada dalam suatu lingkungan yang lebih luas, yaitu sistem hukum nasional. Dengan demikian implementasi syari’ah dalam arti pembentukan hukum dan perubahan hukum di Aceh harmoni dalam lingkungan yang lebih luas, sistem hukum nasional.

Sistem nilai, kaedah, dan moral yang berlandaskan syari’ah dan ajaran Islam, sesuai dengan sifatnya yang kaffah, mendudukkan manusia dalam kedudukan yang istimewa, sebagai khalifah di planet bumi, yang didasari oleh iman. Sistem ini telah mempengaruhi kehidupan individu dalam tingkah lakunya, dan tatanan masyarakat Aceh. Oleh karena itu, sistem nilai, kaedah, dan moral yang berlandaskan

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

76

Page 94: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

syari’ah dan ajaran Islam menjadi landasan yang mewarnai pembangunan hukum.

Pembangunan hukum dilaksanakan bukan hanya sekedar memenuhi tuntutan politik, tetapi juga dimaksudkan untuk menjawab tuntutan masyarakat agar hukum dapat memainkan peranan penting dalam mewujudkan cita-cita keadilan dan kemakmuran.

Hal ini sebagaimana dikatakan M. Fridman, bahwa Adapun kultur atau budaya hukum (legal culture) merupakan gagasan-gagasan, sikap-sikap, keyakinan-keyakinan, harapan-harapan dan pendapat tentang hukum50

Secara nasional, filosofi yang dianut dalam pembangunan hukum belum berubah, konsep hukum pembangunan, yang menempatkan peranan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat, belum mengalami perubahan. Sementara itu telah terjadi perubahan paradigma dalam kehidupan ketatanegaraan, dari sistem otoritarian ke sistem demokrasi, dan dari sistem sentralistik ke sistem desentralistik. Perubahan tersebut berdampak pada sistem hukum yang dianut sebelumnya, terutama dalam hubungan pemerintah pusat dan daerah yang lebih mengedepankan dominasi kepentingan pemerintah pusat dari pada kepentingan daerah.

50 Lawrence M, Friedman, Law and Society An Introduction, (New Jersey: Prentice Hall Inc,1977), hal.6-7

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

77

Page 95: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Urgensi pembangunan hukum di daerah pada dasarnya sebuah konsekuensi logis dari bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang di bangun di atas landasan hukum. Dalam kaitan ini, Ismail Saleh sebagaimana dikutip Moh. Mahfud MD51 dengan merujuk pada hukum konstitusional Indonesia, telah mengatakan bahwa:

“...RI adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechstaat) dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat). Hal ini mengandung makna bahwa di negara yang berdasarkan atas hukum, maka hukum harus menampilkan peranannya secara mendasar sebagai titik sentral dalam seluruh kehidupan orang-perorangan, kehidupan masyarakat, maupun kehidupan berbangsa dan bernegara”.

Menyadari adanya kedudukan hukum yang strategis dalam segala peri kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut, maka pembinaan dan pembangunan hukum secara terus menerus menjadi mutlak untuk dilakukan di dalam kerangka Politik Hukum Nasional Indonesia.Tuntutan pembinaan dan pembangunan hukun secara terus menerus di dalam kerangka Politik Hukum Nasional harus diarahkan pada upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran dan ketertiban dalam Negara Hukum Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD-1945 dengan tujuan untuk mewujudkan

51 Moh. Mahfud MD, 1993, Perkembangan Politik Hukum: Studi tentang Pengaruh Politik terhadap Produk Hukum di Indonesia, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, hal. 2.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

78

Page 96: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

tata hukum Nasional yang mengabdi pada kepentingan Nasional Indonesia.Pembinaan hukum ini seyogianya tidak lagi berpijak pada paradigma lama yang menitikberatkan pada sentralisme keinginan politik pemerintah pusat, akan tetapi harus mampu menangkap denyut nadi pembangunan daerah dalam bingkai pluralisme kearifan lokalnya masing-masing Patut disadari, sesungguhnya eksistensi hukum adalah refleksi dari kenyataan kehidupan masyarakatnya. Kehidupan hukum pada hakikatnya harus merespon kebutuhan masyarakat tempat keberlakuan hukumUntuk itu, Politik Hukum Nasional harus dapat memberi pengaruh bagi pembangunan hukum secara progresif di daerah untuk mendorong kehidupan hukum yang harmonis antara keinginan pemerintah Pusat di satu sisi dengan tuntutan masyarakat di daerah di sisi lain.

Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 menjadi landasan yuridis dalam implementasi dua kerangka landasan tersebut di atas dalam pembangunan hukum di Aceh. Dalam konteks ini, ada 3 (tiga) masalah mendasar yang mendesak dan segera mulai diimplimentasikan, yaitu:

Pertama, mulai diprogramkan usaha internalisasi, aktualisasi, dan implimentasi prinsip, nilai, kaedah syari’at dan ajaran Islam dalam pembentukan hukum, baik hukum tertulis maupun dalam pembentukan hukum melalui pratek penegakan hukum. Pembentukan hukum merupakan usaha yang terus menerus tanpa henti, oleh karena itu usaha pembentukan hukum yang berlandaskan syari’at, yang meliputi ahwal al syakhshiyah, mu’amalah, jinayah, qadha’ (peradilan), tarbiyah, dan lain-lain, harus diprogramkan sebagai usaha yang berkesinambungan.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

79

Page 97: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Kedua, penataan kelembagaan aparatur hukum dalam kerangka pelaksanaan syari’at Islam, masih belum tertata dengan baik dan komprehensif. Untuk masih perlu usaha terus menerus kelembagaan aparatur hukum, terutama penguatan tentang pemahaman due process of law, impartial trial, transparancy, accuntability, dan the right to counsel;

Ketiga, peningkatan kesadaran hukum masyarakat. Keberhasilan pembentukan materi hukum dan kelembagaan aparatur hukum, belumlah cukup usaha mewujudakan keadilan dan kemakmuran melalui pembangunan hukum, tanpa diikuti dengan kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum harus dibentuk sebagai budaya hukum masyarakat.

Ketiga masalah tersebut di atas menjadi inti dalam format pembangunan hukum di Aceh, yang secara inklusif berada dalam “sistem hukum nasional”, yang mencakup materi hukum, kelembagaan aparatur hukum, dan kesadaran hukum sebagai bagian dari budaya hukum masyarakat52

Berkaitan dengan hubungan antara materi/substansi hukum dan budaya hukum masyarakat, Lawrence Friedman53menyatakan bahwa agar hukum dapatbekerja, harus dipenuhi tiga syarat. Pertama, aturan hukum itu harusdapat dikomunikasikan kepada subyek yang diaturnya; kedua,subyek yang diaturnya mempunyai kemampuan untuk

52 http://faisal-arani.blogspot.co.id/2011/09/kedudukan-Qanun-dalam-sistem-perundang.html, diakses 17 Oktober 2016.

53 Lawrence M. Friedman, The Legal System, Russel Sage Foundation, New York, 1975, h. 56.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

80

Page 98: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

melaksanakanaturan itu; ketiga, subyek itu harus mempunyai motivasi untukmelaksanakan aturan itu.

Pembangunan hukum seharusnya memberikan secara proporsional kepada setiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kewajibannya dalam ikut serta melaksanakan dan memelihara aturan-aturan hukum yang dibuat. Untuk itu diperlukan pemberdayaan masyarakat tentang hak dan kewajiban sesuai dengan perintah undang-undang yang berlaku dan pemahaman bahwa pemberdayaan masyarakat harus disertai peningkatan budaya hukum termasuk kesadaran hukum masyarakat.

Dalam kaitan pembinaan budaya hukum masyarakat, upaya-upaya penyadaran hukum perlu dilakukan dengan metode yang lebih tepat dan efektif serta sifatnya dua arah. Upaya yang ditempuh untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat di masa yang lalu, yang utamanya dilakukan melalui kegiatan penyuluhan hukum, ternyata dianggap lebih banyak menekankan pada aspek kewajiban yang harus dipatuhi oleh masyarakat dan penyelenggara negara dan mengabaikan hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh setiap anggota masyarakat dan penyelenggara negara. Sejalan dengan tuntutan reformasi yang lebih memberdayakan masyarakat, maka penyadaran hukum tidak hanya tertuju pada aspek kewajiban tetapi juga hak serta upaya pemahaman melalui sosialisasi berbagai materi hukum dan peraturan perundang-undangan. Bahkan, kalau memungkinkan, setiap bentuk perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan pun harus disosialisasikan (yang populer disebut konsultasi publik) terlebih dahulu, agar masyarakat dapat mengetahui paling tidak intisari substansi

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

81

Page 99: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

hukum yang akan dibentuk itu. Untuk itu, kerjasama dan koordinasi antar instansi, baik pusat maupun daerah, dengan masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat perlu terus diupayakan agar setiap perkembangan terbaru mengenai peraturan hukum diketahui dan dipahami oleh masyarakat. Demikian pula, akses masyarakat terhadap pembuatan aturan-aturan hukum baru harus dibuka lebar dan aspirasi-aspirasi masyarakat harus benar-benar didengar dan menjadi bahan pertimbangan.

Menurutpeneliti bahwa pada umumnya warga masyarakat mempunyai pandangan bahwa hukum adalah identik dengan petugas (atau pejabat). Hal tersebut disebabkan, oleh karena secara tradisional warga masyarakat memang mentaati hukum yang ditegakkan oleh para kepala adat.

Sekarang ini dapat dikatakan bahwa masyarakat kita sedang mengalami suatu transisi sosial. Dalam keadaan yang demikian itu hukum diharapkan dapat berperan antara lain menjadi sarana untuk menghentikan, mengendalikan serta mengontrol krisis, yang mungkin timbul.

Hukum mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu proses pembangunan, yaitu untuk menjamin bahwa perubahan-perubahan yang terjadi dalam pembangunan itu akan berlangsung secara teratur. Dengan demikian hukum terkait dan mempunyai hubungan serta pengaruh timbal balik dengan masyarakat.

Peranan hukum di dalam proses pembangunan sangat menentukan. Peruba han-perubahan yang terjadi dalam proses pembangunan akan berlangsung secara teratur karena adanya

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

82

Page 100: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

hukum yang mengatur, baik yang berupa peraturan perundang-undangan maupun keputusan-keputusan pengadilan.

D. Kendala

Tingkat pendidikan, kondisi sosial ekonomi suatu masyarakat boleh jadi sangat berpengaruh bagi tingkat pemahaman serta interpretasi mereka terhadap keberadan aturan-aturan Qanun sebagai hukum di di tengah-tengah masyarakat Aceh yang memiliki spirit Islami yang cukup tinggi. Bagi masyarakat Aceh, adat istiadat yang secara implisit juga mengan dung aturan-aturan kemasyarakatan sudah terinternalisasi dalam dirinya. Kendati pun dasar-dasar pemikiran yang berada di belakang suatu aturan tidak diketahui atau dikenali secara fasih, keberadaan suatu larangan, pantangan atau peraturan tetap memiliki kewibawaan yang dipatuhi secara ketat. Hal tersebut bisa jadi disebabkan oleh sanksi-sanksi sosial budaya yang menyertainya, namun selain itu masyarakat yang bersifat komunal tersebut, seringkali mematuhinya demi kepen tingan warga masyarakat lainnya.

Pada masyarakat yang memiliki budaya yang sudah melekat pada masyarakatnya adat istiadat serta hukum adat disosiali sasi secara turun temurun di dalam keluarga sebagai suatu kekuatan sosial yang integral. Peranan warga masyarakat yang menjadi panutan adalah sangat penting dalam hal ini, berkenaan dengan sifat masyarakat komunal di Aceh yang paternalistik. Ketaatan kepada hukum adat pada masyarakat kadangkala disebabkan oleh ”sanksi” yang berupa kekuatan

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

83

Page 101: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

supernatural yang akan memberikan hukuman bila ada pelanggaran.

Pada masyarakat modern, baik yang diperkotaan maupun di pedesaan, aturan Hukum Formal merupakan pedoman utama perilaku disamping keberadaan hukum adat di berbagai kesatuan wilayah kebudayaan. Bagi masyarakat dengan pendidikan yang relatif rendah, atau masyarakat yang terikat pada aturan tradi sional, hukum formal seringkali dipandang secara naif atau, bisa jadi dengan persepsi yang kurang tepat.

Permasalahan yang kerap dihadapi pada saat pelaksanaan Qanun Jinayat dan syariat Syari’at Islam selama ini yaitu; Adanya sikap dualisme peradilan terhadap pelimpahan wewenang adat dan syari’at menimbulkan sengketa dan ketidak puasan di masyarakat. Pun juga terbatasnya sumber daya manusia, masih terbatasnya anggaran dan masih lemahnya koordinasi dalam penegakan hukum jinayat

Oleh karenanya itu sangat diperlukan sosialisasi atau penerangan hukum atau penyuluhan materi peraturan perundang-undangan terhadap sesama jajaran birokrasi, tidak saja akan sekedar memberikan pengetahuan atau pemahaman terhadap suatu peraturan dalam rangka kinerja birokrasi, akan tetapi juga akan banyak membantu untuk mensosialisasikan peraturan terkait kepada masyarakat umum. Penyuluhan atau penerangan hukum yang dilakukan terhadap masyarakat mungkin kurang begitu efektif hasilnya jika hanya melibatkan satu instansi atau satu unit sektoral saja. Berbeda halnya jika kegiatan itu dilakukan secara lintas sektoral, yaitu dengan koordinasi yang melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) atau unit-unit teknis terkait, termasuk juga dari

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

84

Page 102: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

unsur-unsur pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di Aceh khususnya hukum Qanun jinayat.

E. Upaya-upaya

Sosialisasi peraturan perundang-undangan kepada masyarakat, baik itu warga masyarakat biasa maupun aparatur pemerintah sangat penting. Tujuannya adalah agar peraturan yang telah ditetapkan diketahui, difahami dan dilaksanakan. Fiksi hukum bahwa “setiap orang dianggap mengetahui hukum” sudah tidak realistik terutama dan khususnya dalam masyarakat yang bersifat multietnik dan agama serta masih jauh dari jangkauan informasi, termasuk informasi hukum. Tanpa adanya sosialisasi, suatu peraturan perundang-undangan kemungkinan hanya diketahui oleh lingkungan institusi sektoral pemrakarsanya, apalagi jika tingkatan peraturan itu lebih rendah dari undang-undang atau peraturan pemerintah, misalnya peraturan atau keputusan-keputusan Menteri dan sebagainya.

Institusi-institusi penegak hukum, khususnya aparat kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, harus menjadi prioritas sasaran sosialisasi peraturan atau bidang hukum baru. Bukan saja dalam lingkup pendidikan bagi calon-calon aparat penegak hukum, akan tetapi juga dalam rangka pendidikan hukum lanjutan (continuing legal education) bagi mereka yang sudah menduduki jabatan sebagai aparat penegak hukum. Tujuannya agar mereka tidak tertinggal oleh perkembangan bidang-bidang hukum baru yang nantinya akan bersinggungan dengan tugas dan fungsi mereka.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

85

Page 103: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Menurut responden, bahwa membagun kesadaran hukum masyarakat perlu waktu panjang. Dengan pemberlakuakn syariat Islam di Aceh, sedikit banyak sudah memberi kesadaran hukum bagi masyarakat terhadap pelanggaran-pelanggaran syariat yang diatur dalam Qanun syariat, sehingga dalam waktu penilaian menunjukkan ada pengurangan kejatan. Hal ini dapat terlihat bahwa sudah berkurangnya remaja d imalam hari melakukan mabuk-mabukan

Berdasarkan informasi dari Responden54, bahwa perlunya upaya secara terus menerus memberikan pemahaman kepada masyarakat dengan menunjukkan politicalwill dari pemangku kepentingan, sehingga masyarakat dapat melihat wujud nyata dari pemberlakuan Qanun itu, artinya penegakannya harus secara profesional. Aparat penegak hukum harus memahami secara benar Qanun tersebut, yang dimaksud dengan aparat penegak hukum di sini adalah pada semua tingkatan. Selain itu pemerintah juga harus menyiapkan sarana dan prasarana dalam penegakan Qanun tersebut.

Disamping itu juga untuk kelancaran pelaksanaan Qanun jinayah perlunya ketersediaan dan peningkatan keterbatasan anggaran, dan sumber daya manusia para penegak hukum baik di kepolisian, kejaksaan maupun di Mahkamah Syariah, sehingga banyak kasus pelanggaran syariat tidak diproses secara hukum.

54 Mohd. Din, Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

86

Page 104: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Menurut responden55bahwa terhadap pemberlakuan Qanun jinayat perlu dikembangluaskan dalam maasyarakat oleh para ahlinya ulama-ulama terkemuka, tokoh-tokoh adat yang dimuliakan dalam masyarakat Aceh untuk memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa biar ada hal-hal yang negatif segera diselesaikan secara tuntunan syariat dan adat Aceh. Dengan demikian tidak terjadi perpecahan dan permusuhan dalam masyarakat Aceh, perlu penmbahan pengetahuan syariat dan adat kepada pemuka-pemuka masyarakat.

Selanjutnya menurutresponden56bahwa dalam rangaka penerapan pelaksanaan Syariat Islam dan mencegah terjadinya pelanggaran Syriat Islam dalam kampung Kantor Dinas Syariat Islam Kabupaten Aceh tengah mengusulkan kepada pemerintah darah tingkat II Aceh tengah untuk mengeluarkan Keputusan Bupati Aceh Tengah tentang Penunukan/Penetapan Tim Pengawas Syariat Islam Tingkat Kampung Dalam Kabupaten Aceh Tengah Tahun Anggaran 2016 pengawasan pelaksanaan Qanun jinayah kantor Dinas Syariat Islam Aceh dan Penunjukan /Penetapan Tim Peradilan Adat Kampung Dalam Kabupaten Aceh Tengah Tahun Anggaran 2016

55 H.A. Rahman Kooy, Wakil Ketua I, Majelis Adat Aceh, Wawancara dilakukan pada tanggal 23 Agustus 2016, di Kantor MAA Komplek Keistimewaan Aceh, Jl. T. Nyak Arief, Banda Aceh

56 Kepala Bagian Hukum Dinas Syariat Islam Kabupaten Aceh Tengah Jl. MAN 2 No.1A Takengon, Wawancara dilaksanakan pada tanggal 24 Agustus 2016

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

87

Page 105: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

88 Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Page 106: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

BAB IVPENUTUP

A. Kesimpulan

1. Bahwa pelaksanaan hukum jinayat yang diatur dengan Qanun 14 Tahun 2014 tentang Qanun Jinayat dilaksanakan dalam rangka menjaga untuk menjaga harkat dan martabat manusia dan untuk memproteksi dan melindungi masyarakat Aceh agar tidak lagi berbuat maksiat kepada Allah. Melalui pelaksanaan Qanun jinayat berdampak berkurangnya tingkat pelanggaran syariat di tengah-tengah masyarakat Aceh. Untuk menegakan Qanun jinayat di Acek dilaksanakan oleh Mahkamah Syariah, Kepolisian, Kejaksaan, Wilayatul Hisbah (Polisi Syariah), Dinas Syrariat Islam, Majelis Adat Aceh sesui dengan yang diatur dalam Undang-unang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pemerintahan Aceh

2. Bahwa secara legitimasi pemberlakuan Qanun jinayat adalah sah karena penerapan aturannya sesuai menurut derivasi hukum nasional yaitu sesuai dengan UUD 1945 Pasal 18 dimana Aceh memiliki kekhasan daerah dan

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

89

Page 107: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 yang diberikan kewenangan untuk mengatur tentang pendidikan, adat, agama dan peran ulama, begitupun berdasarkan Pasal 125 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh syariat Islam dilaksanakan meliputi ibadah, ahhwal al-syakhshiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah (hukum pidana), qadha (peradilan), tarbiyah pendidikan dan dakwah.

3. Faktor penyebab yang menghambat efektifnya pelaksanaan qunun jinayat di Aceh, salah satunya adalah disebabkan aturan Qanun tersebut kurang atau bahkan tidak diketahui masyarakat secara baik dan benar. Seringkali masyarakat tidak tahu bahwa ada suatu aturan hukum yang dikeluarkan pemerintah (hukum positif) dan tidak tahu bahwa aturan hukum yang dikeluarkan tersebut bersentuhan secara langsung atau tidak langsung dengan kepentingan mereka sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Ketidaktahuan tersebut, terutama disebabkan kurangnya atau tiadanya sosialisasi atau pengenalan Qanun tersebut ke tengah-tengah masyarakat. Disamping masih terbatasnya sumber daya manusia juga masih belum tersedianya anggaran disebagaian lembaga terkait dalam penegakan Qanun jinayat dan belum adanya koordinasi yang intesnif antara pemangku kepentingan terkait dengan pelaksanaan Qanun di Aceh.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

90

Page 108: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

B. Saran

1. Perlu dibentuk semacam forum komunikasi yang melibatkan seluruh elemen masyarakat yang secara rutin melakukan diskusi ilmiah dan sosialisasi Qanun-Qanun syariat di Aceh.

2. Perlu badan koordinasi/badan kerjasama antar instansi untuk mengevaluasi dan mendukung pelaksanaan yang lebih baik

3. Perlunya peningkatan Sumber daya manusia dan anggaran di lembaga-lembaga terkait pelaksanaan Qanun jinayah dan syariat Islam di Aceh.

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

91

Page 109: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

92 Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Page 110: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

DAFTAR PUSTAKA

Al Yasa’ Abubakar, Hukum Pidana Islam Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Dinas Syariat Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darusmalam, Penerbit Dinas Syariat Islam Tahun 2006

......... Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Fiqh Nusantara dan Sistem Hukum Nasional Persfektif Kemaslahan Kebangsaaan, Penerbit Putaka Pelajar, Yogyakarta, 2016.

Gazali, Umara dan Ulama di Aceh Darusssalam Abad XVII, Penerbit, Mahara Publishing, Tangerang Banten, Tahun 2016

Hukum Jinayat dan Hukum Acara Jinayat, Diperbanyak, Dinas Syariat Islam , cet pertama, Penerbit Naaskah Aceh, Tahun 2015, Hal. XXXV

Max Weber dalam A.A.G. Peters dan Koesriani Siswosoebroto, Hukum dan Perkembangan Sosial (Buku I), (Jakarta: Sinar Harapan,1998)

Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkem-bangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Bandung: Binacipta, 1986

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

93

Page 111: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Moh. Mahfud MD, 1993, Perkembangan Politik Hukum: Studi tentang Pengaruh Politik terhadap Produk Hukum di Indonesia, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada,

Mohammad Kemal Dermawan, Mohammad Irvan Oli’i, Sosiologi Peradilan Pidana, Yayasan Pusataka Obor Indoneia, Tahun 2015.

Muhammad Yusuf Musa, islam: suatu kajian komprehensif, rajawali press. Jakarta. 1998,

Nurhafni dan maryam, pro dan kontra penerapan syariat islam di NAD, Jakarta. 2006,

Lawrence M, Friedman, Law and Society An Introduction, (New Jersey: Prentice Hall Inc,1977).

Lawrence M. Friedman, American Law: An invalueable guide to the many faces of the law, and how it affects our daily lives, (New York: W.W. Norton & Company,1984).

Lawrence Friedman, The Legal System, Russel Sage Foundation, New York, 1975

Roger Cotterrell, The Sociology of Law An Introduction, (London: Butterworths, 1984),

Zulkarnain Lubis dqan Bakti Ritonga, Dasar-dasar Hukum Acara Jinayah, Penerbit PRENADAMEDIA Group, Jakarta Tahun 2016

Peraturan Perundang-undangan:

1. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

94

Page 112: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Darah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

3. Qanun No. 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syari’at Islam4. Pergub No. 10 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis

Pelaksanaan Uqubat Cambuk5. Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan

Aceh6. Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan

kedua Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

7. Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat 8. Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-pokok

Syariat Islam.

Penelitian/Jurnal/Makalah/Koran:

Akhyar Ari Gayo, Penelitian Hukum Tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh, 2007

Sardjono Yatiman, BPHN, Penelitiaan Hukum Tentang Humum Sebagai Salah Satu Instrumen Dalam Pembangunan Hukum, Tanun 1997

........Media Indonesia, DPR Aceh Minta tidak campuri Hukuman Cambuk, 26 Oktober 2016

Internet:

http://icjr.or.id/organisasi-masyarakat-sipil-siapkan-upaya-hukum-judicial-review-terhadap-Qanun-aceh-no-6-

Legitimasi Qanun Hukum Jinayat Dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam Dalam Budaya Hukum Masyarakat Indonesia

95

Page 113: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

tahun-2014-tentang-hukum-jinayat, diakses 26 September 2016.

(http://www.dokumenpemudatqn.com/2013/07/persentase-jumlah-umat-islam-berbagai.html#ixzz4D2C3I4RJ, diakses 30 Juni 2016.

http://aceh.tribunnews.com/2016/04/15/cambuk-sesuai-Qanun-jinaya, diakses 30-6-2016

http://faisal-arani.blogspot.co.id/2011/09/kedudukan-Qanun-dalam-sistem-perundang.html, diakses 17 Oktober 2016.

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

96

Page 114: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

LAMPIRAN

Page 115: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

98 Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Page 116: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

QANUN ACEH

NOMOR 6 TAHUN 2014

TENTANG

HUKUM JINAYAT

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

GUBERNUR ACEH,

Menimbang : a. bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadist adalah dasar utama agama Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam dan telah menjadi keyakinan serta pegangan hidup masyarakat Aceh;

b. bahwa dalam rangka pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (Memorandum of Understanding between The Government of Republic of Indonesia and the Free Aceh Movement, Helsinki 15 Agustus 2005), Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka menegaskan komitmen mereka untuk menyelesaikan konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua, dan para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga Pemerintahan Rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. bahwa Aceh sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki Keistimewaan dan Otonomi khusus, salah satunya kewenangan untuk melaksanakan Syariat Islam, dengan menjunjung tinggi keadilan, kemaslahatan dan kepastian hukum;

d. bahwa berdasarkan amanah Pasal 125 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, hukum Jinayat (hukum Pidana) merupakan bagian dari Syari’at Islam yang dilaksanakan di Aceh;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d perlu membentuk Qanun Aceh tentang Hukum Jinayat;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6), Pasal 18B, dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang...

Page 117: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 2 -

2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1103);

3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3892);

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH

dan

GUBERNUR ACEH

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : QANUN ACEH TENTANG HUKUM JINAYAT.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan:

1. Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.

2. Kabupaten/Kota adalah bagian dari daerah provinsi sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Bupati/Walikota.

3. Pemerintahan Aceh adalah Pemerintah Daerah Provinsi dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.

4. Pemerintahan...

Page 118: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 3 -

4. Pemerintahan Kabupaten/Kota adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.

5. Pemerintah Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Pemerintah Aceh adalah unsur penyelenggara pemerintahan Aceh yang terdiri atas Gubernur dan perangkat daerah Aceh.

6. Gubernur adalah kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

7. Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang selanjutnya disingkat DPRA adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Aceh yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

8. Bupati/Walikota adalah kepala pemerintah daerah kabupaten/kota yang dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

9. Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut DPRK adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

10. Mahkamah adalah Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/Kota, Mahkamah Syar’iyah Aceh dan Mahkamah Agung.

11. Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/Kota adalah lembaga peradilan tingkat pertama.

12. Mahkamah Syar’iyah Aceh adalah lembaga peradilan tingkat banding.

13. Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Mahkamah Agung adalah lembaga peradilan tingkat kasasi dan peninjauan kembali.

14. Hakim adalah hakim pada mahkamah syar’iyah kabupaten/kota, mahkamah syar’iyah Aceh dan mahkamah agung.

15. Hukum Jinayat adalah hukum yang mengatur tentang Jarimah dan ‘Uqubat.

16. Jarimah adalah perbuatan yang dilarang oleh Syariat Islam yang dalam Qanun ini diancam dengan ‘Uqubat Hudud dan/atau Ta’zir.

17. ‘Uqubat adalah hukuman yang dapat dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku Jarimah.

18. Hudud adalah jenis ‘Uqubat yang bentuk dan besarannya telah ditentukan di dalam Qanun secara tegas.

19. Ta’zir adalah jenis ‘Uqubat yang telah ditentukan dalam qanun yang bentuknya bersifat pilihan dan besarannya dalam batas tertinggi dan/atau terendah.

20. Restitusi...

Page 119: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 4 -

20. Restitusi adalah sejumlah uang atau harta tertentu, yang wajib dibayarkan oleh pelaku Jarimah, keluarganya, atau pihak ketiga berdasarkan perintah hakim kepada korban atau keluarganya, untuk penderitaan, kehilangan harta tertentu, atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu.

21. Khamar adalah minuman yang memabukkan dan/atau mengandung alkohol dengan kadar 2% (dua persen) atau lebih.

22. Maisir adalah perbuatan yang mengandung unsur taruhan dan/atau unsur untung-untungan yang dilakukan antara 2 (dua) pihak atau lebih, disertai kesepakatan bahwa pihak yang menang akan mendapat bayaran/keuntungan tertentu dari pihak yang kalah baik secara langsung atau tidak langsung.

23. Khalwat adalah perbuatan berada pada tempat tertutup atau tersembunyi antara 2 (dua) orang yang berlainan jenis kelamin yang bukan Mahram dan tanpa ikatan perkawinan dengan kerelaan kedua belah pihak yang mengarah pada perbuatan Zina.

24. Ikhtilath adalah perbuatan bermesraan seperti bercumbu, bersentuh-sentuhan, berpelukan dan berciuman antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri dengan kerelaan kedua belah pihak, baik pada tempat tertutup atau terbuka.

25. Mahram adalah orang yang haram dinikahi selama-lamanya yakni orang tua kandung dan seterusnya ke atas, orang tua tiri, anak dan seterusnya ke bawah, anak tiri dari istri yang telah disetubuhi, saudara (kandung, seayah dan seibu), saudara sesusuan, ayah dan ibu susuan, saudara ayah, saudara ibu, anak saudara, mertua (laki-laki dan perempuan), menantu (laki-laki dan perempuan).

26. Zina adalah persetubuhan antara seorang laki-laki atau lebih dengan seorang perempuan atau lebih tanpa ikatan perkawinan dengan kerelaan kedua belah pihak.

27. Pelecehan Seksual adalah perbuatan asusila atau perbuatan cabul yang sengaja dilakukan seseorang di depan umum atau terhadap orang lain sebagai korban baik laki-laki maupun perempuan tanpa kerelaan korban.

28. Liwath adalah perbuatan seorang laki-laki dengan cara memasukkan zakarnya kedalam dubur laki-laki yang lain dengan kerelaan kedua belah pihak.

29. Musahaqah adalah perbuatan dua orang wanita atau lebih dengan cara saling menggosok-gosokkan anggota tubuh atau faraj untuk memperoleh rangsangan (kenikmatan) seksual dengan kerelaan kedua belah pihak.

30. Pemerkosaan adalah hubungan seksual terhadap faraj atau dubur orang lain sebagai korban dengan zakar pelaku atau benda lainnya yang digunakan pelaku atau terhadap faraj atau zakar korban dengan mulut pelaku atau terhadap mulut korban dengan zakar pelaku, dengan kekerasan atau paksaan atau ancaman terhadap korban.

31. Qadzaf adalah menuduh seseorang melakukan Zina tanpa dapat mengajukan paling kurang 4 (empat) orang saksi.

32. Memaksa...

Page 120: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 5 -

32. Memaksa adalah setiap perbuatan atau serangkaian perbuatan yang dilakukan oleh Setiap Orang untuk menjadikan orang lain harus melakukan suatu perbuatan Jarimah yang tidak dikehendakinya dan/atau tidak kuasa menolaknya dan/atau tidak kuasa melawannya.

33. Membantu melakukan adalah setiap perbuatan atau serangkaian perbuatan yang dilakukan oleh Setiap Orang untuk memudahkan orang lain melakukan Jarimah.

34. Menyuruh melakukan adalah setiap perbuatan atau serangkaian perbuatan yang dilakukan oleh Setiap Orang untuk menggerakkan atau mendorong orang lain melakukan Jarimah.

35. Mempromosikan adalah memperagakan dan/atau menginformasikan cara melakukan Jarimah, dan/atau memberitahukan tempat yang dapat digunakan untuk melakukan Jarimah dan/atau orang/korporasi yang menyediakan tempat untuk melakukan Jarimah dan/atau menceritakan kembali pengakuan seseorang yang telah melakukan Jarimah, secara lisan atau tulisan, melalui media cetak, elektronik dan/atau media lainnya.

36. Mengulangi adalah melakukan Jarimah yang sama dengan Jarimah yang sebelumnya sudah dia lakukan dan sudah diputus oleh Mahkamah Syar’iyah kabupaten/kota.

37. Memproduksi Khamar adalah setiap kegiatan atau proses untuk menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, dan/atau mengubah bentuk sesuatu menjadi Khamar.

38. Setiap Orang adalah orang perseorangan.

39. Badan Usaha adalah Badan Usaha yang berbadan hukum dan bukan berbadan hukum.

40. Anak adalah orang yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah.

BAB II

ASAS DAN RUANG LINGKUP

Bagian Kesatu

Asas

Pasal 2

Penyelenggaraan Hukum Jinayat berasaskan:

a. keislaman;

b. legalitas;

c. keadilan dan keseimbangan;

d. kemaslahatan;

e. perlindungan hak asasi manusia; dan

f. pembelajaran kepada masyarakat (tadabbur).

Bagian Kedua...

Page 121: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 6 -

Bagian Kedua

Ruang Lingkup

Pasal 3

(1) Qanun ini mengatur tentang:

a. Pelaku Jarimah;

b. Jarimah; dan

c. ‘Uqubat.

(2) Jarimah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Khamar;

b. Maisir;

c. khalwat;

d. Ikhtilath;

e. Zina;

f. Pelecehan seksual;

g. Pemerkosaan;

h. Qadzaf;

i. Liwath; dan

j. Musahaqah.

Pasal 4

(1) ‘Uqubat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c terdiri dari:

a. Hudud; dan

b. Ta’zir.

(2) ‘Uqubat Hudud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berbentuk cambuk.

(3) ‘Uqubat Ta’zir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:

a. ‘Uqubat Ta’zir utama; dan

b. ‘Uqubat Ta’zir tambahan.

(4) ‘Uqubat Ta’zir utama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri dari:

a. cambuk;

b. denda;

c. penjara; dan

d. restitusi.

(5) ‘Uqubat Ta’zir Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b terdiri dari: a. pembinaan oleh negara; b. Restitusi oleh orang tua/wali;

c. pengembalian kepada orang tua/wali;

d. pemutusan perkawinan;

e. pencabutan izin dan pencabutan hak;

f. perampasan...

Page 122: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 7 -

f. perampasan barang-barang tertentu; dan

g. kerja sosial.

(6) ‘Uqubat Ta’zir Tambahan dapat dijatuhkan oleh hakim atas pertimbangan tertentu.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan ‘Uqubat Ta’zir Tambahan diatur dalam Peraturan Gubernur.

Pasal 5

Qanun ini berlaku untuk:

a. Setiap Orang beragama Islam yang melakukan Jarimah di Aceh;

b. Setiap Orang beragama bukan Islam yang melakukan Jarimah di Aceh bersama-sama dengan orang Islam dan memilih serta menundukkan diri secara sukarela pada Hukum Jinayat;

c. Setiap Orang beragama bukan Islam yang melakukan perbuatan Jarimah di Aceh yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau ketentuan pidana di luar KUHP, tetapi diatur dalam Qanun ini; dan

d. Badan Usaha yang menjalankan kegiatan usaha di Aceh.

Pasal 6

(1) Setiap Orang yang turut serta, membantu atau menyuruh melakukan Jarimah dikenakan ‘Uqubat paling banyak sama dengan ‘Uqubat yang diancamkan kepada pelaku Jarimah.

(2) Setiap Orang yang dengan sengaja mempromosikan Jarimah dikenakan ‘Uqubat paling banyak 1 1/2 (satu setengah) kali ‘Uqubat yang diancamkan kepada pelaku Jarimah.

(3) Setiap Orang yang memaksa melakukan Jarimah dikenakan ‘Uqubat paling banyak 2 (dua) kali ‘Uqubat yang diancamkan kepada pelaku Jarimah.

Pasal 7

Dalam hal tidak ditentukan lain, uqubat ta`zir paling rendah yang dapat dijatuhkan oleh hakim adalah ¼ (seperempat) dari ketentuan `Uqubat yang paling tinggi.

Pasal 8

(1) ‘Uqubat cambuk atau penjara untuk Jarimah yang dilakukan oleh Badan Usaha dijatuhkan kepada pelaku dan penanggung jawab yang ada di Aceh.

(2) ‘Uqubat denda untuk Jarimah yang dilakukan oleh Badan Usaha dijatuhkan kepada perusahaan, pelaku dan atau penanggung jawab yang ada di Aceh.

BAB III...

Page 123: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 8 -

BAB III

ALASAN PEMBENAR DAN ALASAN PEMAAF

Bagian Kesatu

Alasan Pembenar

Pasal 9

Petugas yang sedang melaksanakan tugas atau perintah atasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan tidak dikenakan ‘Uqubat.

Bagian Kedua

Alasan Pemaaf

Pasal 10

Tidak dikenakan ‘Uqubat, seseorang yang melakukan Jarimah karena:

a. dipaksa oleh adanya ancaman, tekanan, kekuasaan atau kekuatan yang tidak dapat dihindari, kecuali perbuatan tersebut merugikan orang lain; dan/atau

b. pada waktu melakukan Jarimah menderita gangguan jiwa, penyakit jiwa atau keterbelakangan mental, kecuali perbuatan tersebut merugikan orang lain.

Pasal 11

Perintah jabatan yang diberikan tanpa wewenang tidak mengakibatkan hapusnya ‘Uqubat, kecuali jika orang yang diperintahkan dengan itikad baik mengira bahwa perintah tersebut diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.

Pasal 12

(1) Setiap Orang yang melakukan pekerjaan di tempat kerja dan pada waktu kerja tidak dapat dituduh melakukan Jarimah khalwat dengan sesama pekerja.

(2) Setiap Orang yang menjadi penghuni sebuah rumah yang dibuktikan dengan daftar keluarga atau persetujuan pejabat setempat, tidak dapat dituduh melakukan Jarimah khalwat dengan sesama penghuni rumah tersebut.

Pasal 13

Setiap Orang yang memberikan pertolongan kepada orang lain yang berbeda jenis kelamin dalam keadaan darurat, tidak dapat dituduh melakukan Jarimah khalwat atau Ikhtilath.

Pasal 14

(1) Setiap Orang yang mengkonsumsi obat yang mengandung Khamar atas perintah dokter sebagai bagian dari kegiatan pengobatan tidak dapat dituduh melakukan perbuatan mengkonsumsi Khamar.

(2) Apotek, dokter atau rumah sakit yang memberi resep, menyimpan, meracik, membeli atau menjual obat yang mengandung Khamar sebagai bagian dari kegiatan pengobatan tidak dapat dituduh melakukan perbuatan memproduksi, membeli, menyimpan, dan/atau menjual Khamar.

BAB IV...

Page 124: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 9 -

BAB IV

Jarimah Dan ‘Uqubat

Bagian Kesatu

Khamar

Pasal 15

(1) Setiap Orang yang dengan sengaja minum Khamar diancam dengan ‘Uqubat Hudud cambuk 40 (empat puluh) kali.

(2) Setiap Orang yang mengulangi perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diancam dengan ‘Uqubat Hudud cambuk 40 (empat puluh) kali ditambah ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 40 (empat puluh) kali atau denda paling banyak 400 (empat ratus) gram emas murni atau penjara paling lama 40 (empat puluh) bulan.

Pasal 16

(1) Setiap Orang yang dengan sengaja memproduksi, menyimpan/menimbun, menjual, atau memasukkan Khamar, masing-masing diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 60 (enam puluh) kali atau denda paling banyak 600 (enam ratus) gram emas murni atau penjara paling lama 60 (enam puluh) bulan.

(2) Setiap Orang yang dengan sengaja membeli, membawa/mengangkut, atau menghadiahkan Khamar, masing-masing diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 20 (dua puluh) kali atau denda paling banyak 200 (dua ratus) gram emas murni atau penjara paling lama 20 (dua puluh) bulan.

Pasal 17

Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16 dengan mengikutsertakan anak-anak dikenakan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 80 (delapan puluh) kali atau denda paling banyak 800 (delapan ratus) gram emas murni atau penjara paling lama 80 (delapan puluh) bulan.

Bagian Kedua

Maisir

Pasal 18

Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Maisir dengan nilai taruhan dan/atau keuntungan paling banyak 2 (dua) gram emas murni, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 12 (dua belas) kali atau denda paling banyak 120 (seratus dua puluh) gram emas murni atau penjara paling lama 12 (dua belas) bulan.

Pasal 19

Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Maisir dengan nilai taruhan dan/atau keuntungan lebih dari 2 (dua) gram emas murni, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 30 (tiga puluh) kali atau denda paling banyak 300 (tiga ratus) gram emas murni atau penjara paling lama 30 (tiga puluh) bulan.

Pasal 20...

Page 125: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 10 -

Pasal 20

Setiap Orang yang dengan sengaja menyelenggarakan, menyediakan fasilitas, atau membiayai Jarimah Maisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19 diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 45 (empat puluh lima) kali dan/atau denda paling banyak 450 (empat ratus lima puluh) gram emas murni dan/atau penjara paling lama 45 (empat puluh lima) bulan.

Pasal 21

Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Maisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19, dengan mengikutsertakan anak-anak diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 45 (empat puluh lima) kali atau denda paling banyak 450 (empat ratus lima puluh) gram emas murni atau penjara paling lama 45 (empat puluh lima) bulan.

Pasal 22

Setiap Orang yang melakukan percobaan Jarimah Maisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19 dikenakan ‘Uqubat Ta’zir paling banyak 1/2 (setengah) dari ‘Uqubat yang diancamkan.

Bagian Ketiga

Khalwat

Pasal 23

(1) Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah khalwat, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 10 (sepuluh) kali atau denda paling banyak 100 (seratus) gram emas murni atau penjara paling lama 10 (sepuluh) bulan.

(2) Setiap Orang yang dengan sengaja menyelenggarakan, menyediakan fasilitas atau mempromosikan Jarimah khalwat, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 15 (lima belas) kali dan/atau denda paling banyak 150 (seratus lima puluh) gram emas murni dan/atau penjara paling lama 15 (lima belas) bulan.

Pasal 24

Jarimah khalwat yang menjadi kewenangan peradilan adat diselesaikan menurut ketentuan dalam Qanun Aceh tentang pembinaan kehidupan adat dan adat istiadat dan/atau peraturan perundang-perundangan lainnya mengenai adat istiadat.

Bagian Keempat

Ikhtilath

Pasal 25

(1) Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Ikhtilath, diancam dengan ‘Uqubat cambuk paling banyak 30 (tiga puluh) kali atau denda paling banyak 300 (tiga ratus) gram emas murni atau penjara paling lama 30 (tiga puluh) bulan.

(2) Setiap...

Page 126: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 11 -

(2) Setiap Orang yang dengan sengaja menyelenggarakan, menyediakan fasilitas atau mempromosikan Jarimah Ikhtilath, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 45 (empat puluh lima) kali dan/atau denda paling banyak 450 (empat ratus lima puluh) gram emas murni dan/atau penjara paling lama 45 (empat puluh lima) bulan.

Pasal 26

Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Ikhtilath sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dengan anak yang berumur di atas 10 (sepuluh) tahun, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 45 (empat puluh lima) kali atau denda paling banyak 450 (empat ratus lima puluh) gram emas murni atau penjara paling lama 45 (empat puluh lima) bulan.

Pasal 27

Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Ikhtilath dengan orang yang berhubungan Mahram dengannya, selain diancam dengan ‘Uqubat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dapat ditambah dengan ‘Uqubat Ta’zir denda paling banyak 30 (tiga puluh) gram emas murni atau “uqubat Ta’zir penjara paling lama 3 (tiga) bulan.

Paragraf 1

Pengakuan Melakukan Ikhtilath

Pasal 28

(1) Setiap Orang yang mengaku telah melakukan Jarimah Ikhtilath secara terbuka atau di tempat terbuka, secara lisan atau tertulis, dianggap telah melakukan Jarimah Ikhtilath.

(2) Penyidik hanya membuktikan bahwa pengakuan tersebut benar telah disampaikan.

(3) Penyidik tidak perlu mengetahui dengan siapa Jarimah Ikhtilath dilakukan.

(4) Hakim akan menjatuhkan ‘Uqubat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) apabila pengakuan tersebut terbukti telah disampaikan.

Pasal 29

(1) Dalam hal orang yang mengaku telah melakukan Jarimah Ikhtilath, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, menyebutkan nama pasangannya melakukan Jarimah Ikhtilath, maka dia wajib mengajukan bukti untuk menguatkan pernyataannya.

(2) Penyidik akan memproses orang yang disebut, apabila bukti yang diajukan oleh orang yang mengaku, dianggap memenuhi syarat.

Paragraf 2...

Page 127: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 12 -

Paragraf 2

Menuduh Seseorang Melakukan Ikhtilath

Pasal 30

(1) Setiap Orang yang dengan sengaja menuduh orang lain telah melakukan Ikhtilath dan tidak sanggup membuktikan tuduhannya, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 30 (tiga puluh) kali atau denda paling banyak 300 (tiga ratus) gram emas murni atau penjara paling lama 30 (tiga puluh) bulan.

(2) Setiap Orang yang mengulangi perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk 45 (empat puluh lima) kali dan/atau denda paling banyak 450 (empat ratus lima puluh) gram emas murni dan/atau penjara paling lama 45 (empat puluh lima) bulan.

Pasal 31

(1) Orang yang dituduh melakukan Ikhtilath dapat membuat pengaduan kepada penyidik.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan melakukan penyidikan terhadap orang yang menuduh.

Pasal 32

Apabila orang yang menuduh dapat membuktikan tuduhannya, maka orang yang dituduh dianggap terbukti melakukan Ikhtilath.

Bagian Kelima

Zina

Pasal 33

(1) Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Zina, diancam dengan ‘Uqubat Hudud cambuk 100 (seratus) kali.

(2) Setiap Orang yang mengulangi perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diancam dengan ‘Uqubat Hudud cambuk 100 (seratus) kali dan dapat ditambah dengan ‘Uqubat Ta’zir denda paling banyak 120 (seratus dua puluh) gram emas murni atau ‘Uqubat Ta’zir penjara paling lama 12 (dua belas) bulan.

(3) Setiap Orang dan/atau Badan Usaha yang dengan sengaja menyediakan fasilitas atau mempromosikan Jarimah Zina, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 100 (seratus) kali dan/atau denda paling banyak 1000 (seribu) gram emas murni dan/atau penjara paling banyak 100 (seratus) bulan.

Pasal 34

Setiap Orang dewasa yang melakukan Zina dengan anak, selain diancam dengan ‘Uqubat Hudud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dapat ditambah dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 100 (seratus) kali atau denda paling banyak 1.000 (seribu) gram emas murni atau penjara paling lama 100 (seratus) bulan.

Pasal 35...

Page 128: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 13 -

Pasal 35

Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Zina dengan orang yang berhubungan Mahram dengannya, selain diancam dengan ‘Uqubat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dapat ditambah dengan ‘Uqubat Ta’zir denda paling banyak 100 (seratus) gram emas murni atau “uqubat Ta’zir penjara paling lama 10 (sepuluh) bulan.

Pasal 36

Perempuan yang hamil di luar nikah tidak dapat dituduh telah melakukan Jarimah Zina tanpa dukungan alat bukti yang cukup.

Paragraf 1

Pengakuan Telah Melakukan Zina

Pasal 37

(1) Setiap Orang yang diperiksa dalam perkara khalwat atau Ikhtilath, kemudian mengaku telah melakukan perbuatan Zina, pengakuannya dianggap sebagai permohonan untuk dijatuhi ‘Uqubat Zina.

(2) Pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk orang yang membuat pengakuan.

(3) Penyidik dan/atau penuntut umum mencatat pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam berita acara dan meneruskannya kepada hakim.

Pasal 38

(1) Hakim yang memeriksa perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, setelah mempelajari berita acara yang diajukan oleh penuntut umum, akan bertanya apakah tersangka meneruskan pengakuannya atau mencabutnya.

(2) Dalam hal tersangka meneruskan pengakuannya, hakim menyuruhnya bersumpah bahwa dia telah melakukan Jarimah Zina.

(3) Apabila tersangka bersumpah bahwa dia telah melakukan Zina, hakim menjatuhkan ‘Uqubat Hudud dicambuk 100 (seratus) kali.

Pasal 39

(1) Apabila tersangka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 mencabut pengakuannya atau tetap dalam pengakuannya, tetapi tidak mau bersumpah maka perkara tersebut akan dilanjutkan dengan pemeriksaan perkara asal (Jarimah khalwat atau Ikhtilath).

(2) Pelaku Jarimah khalwat atau Ikhtilath yang tidak mengaku melakukan Jarimah Zina akan diperiksa dalam perkara yang dituduhkan kepadanya.

Pasal 40

(1) Setiap Orang yang telah melakukan Jarimah Zina dapat mengajukan permohonan kepada hakim untuk dijatuhi ‘Uqubat Hudud.

(2) Permohonan...

Page 129: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 14 -

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu menyebutkan identitas pemohon secara lengkap, dan tidak perlu menyebutkan tempat dan waktu kejadian.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk diri pemohon.

(4) Hakim setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukannya secara tertulis kepada jaksa penuntut umum sekaligus dengan penetapan hari sidang.

(5) Dalam sidang yang diadakan untuk itu, hakim meminta pemohon mengulangi permohonannya secara lisan dan melakukan sumpah untuk menguatkannya.

(6) Hakim mengeluarkan penetapan menjatuhkan ‘Uqubat Hudud cambuk 100 (seratus) kali dan memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melaksanakannya.

(7) Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) langsung berkekuatan hukum tetap.

(8) Setelah penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) hakim dapat memerintahkan penahanan pemohon untuk pelaksanaan ‘Uqubat.

Pasal 41

Dalam hal pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 tidak hadir pada hari persidangan yang telah ditentukan atau mencabut permohonannya, perkara tersebut dianggap dicabut dan tidak dapat diajukan kembali.

Pasal 42

(1) Setiap Orang yang mengaku telah melakukan Zina di tempat terbuka atau secara terbuka, secara lisan atau tertulis, dianggap telah melakukan permohonan untuk dijatuhi ‘Uqubat Hudud.

(2) Pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dicabut.

(3) Penyidik akan memeriksa orang tersebut untuk membuktikan bahwa pengakuan tersebut betul-betul telah diberikan.

(4) Penyidik tidak perlu mengetahui siapa yang menjadi pasangannya melakukan Zina.

(5) Penyidik akan mengajukan tersangka ke Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/Kota setelah mendapat bukti bahwa pengakuan tersebut benar telah diberikan.

(6) Hakim akan menjatuhkan ‘Uqubat sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 33, apabila pengakuan tersebut terbukti telah diucapkan/disampaikan.

(7) Setelah penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), hakim dapat memerintahkan penahanan pemohon untuk pelaksanaan ‘Uqubat.

Pasal 43...

Page 130: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 15 -

Pasal 43 (1) Dalam hal pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40

dan Pasal 42 menyebutkan nama orang yang menjadi pasangannya melakukan Zina, hakim akan memanggil orang yang disebutkan namanya tersebut untuk diperiksa di persidangan.

(2) Dalam hal orang yang disebutkan namanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkal, pemohon wajib menghadirkan paling kurang 4 (empat) orang saksi yang melihat perbuatan Zina tersebut benar telah terjadi.

(3) Dalam hal orang yang disebutkan namanya sebagai pasangan Zina mengakui atau pemohon dapat menghadirkan paling kurang 4 (empat) orang saksi, pemohon dan pasangannya dianggap terbukti melakukan Zina.

(4) Dalam hal pemohon tidak dapat menghadirkan paling kurang 4 (empat) orang saksi, pemohon dianggap terbukti melakukan Qadzaf.

Pasal 44 (1) Dalam hal pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43

dalam keadaan hamil, hakim menunda pelaksanaan ‘Uqubat hingga pemohon melahirkan dan berada dalam kondisi yang sehat.

(2) Pemohon yang menyebutkan nama pasangan Zinanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 yang sedang dalam keadaan hamil dapat membuktikan tuduhannya melalui tes DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) dari bayi yang dilahirkannya.

(3) Hasil tes DNA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggantikan kewajiban pemohon untuk menghadirkan 4 (empat) orang saksi.

Pasal 45

Orang yang dituduh sebagai pasangan berzina oleh seseorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2), dapat mengajukan pembelaan.

Bagian Keenam

Pelecehan Seksual Pasal 46

Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah pelecehan seksual, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 45 (empat puluh lima) kali atau denda paling banyak 450 (empat ratus lima puluh) gram emas murni atau penjara paling lama 45 (empat puluh lima) bulan.

Pasal 47

Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Pelecehan Seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terhadap anak, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 90 (sembilan puluh) kali atau denda paling banyak 900 (sembilan ratus) gram emas murni atau penjara paling lama 90 (sembilan puluh) bulan.

Bagian Ketujuh...

Page 131: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 16 -

Bagian Ketujuh

Pemerkosaan

Pasal 48

Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Pemerkosaan diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling sedikit 125 (seratus dua puluh lima) kali, paling banyak 175 (seratus tujuh puluh lima) kali atau denda paling sedikit 1.250 (seribu dua ratus lima puluh) gram emas murni, paling banyak 1.750 (seribu tujuh ratus lima puluh) gram emas murni atau penjara paling singkat 125 (seratus dua puluh lima) bulan, paling lama 175 (seratus tujuh puluh lima) bulan.

Pasal 49

Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Pemerkosaan terhadap orang yang memiliki hubungan Mahram dengannya, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling sedikit 150 (seratus lima puluh) kali, paling banyak 200 (dua ratus) kali atau denda paling sedikit 1.500 (seribu lima ratus) gram emas murni, paling banyak 2.000 (dua ribu) gram emas murni atau penjara paling singkat 150 (seratus lima puluh) bulan, paling lama 200 (dua ratus) bulan.

Pasal 50

Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Pemerkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 terhadap anak-diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling sedikit 150 (seratus lima puluh) kali, paling banyak 200 (dua ratus) kali atau denda paling sedikit 1.500 (seribu lima ratus) gram emas murni, paling banyak 2.000 (dua ribu) gram emas murni atau penjara paling singkat 150 (seratus lima puluh) bulan, paling lama 200 (dua ratus) bulan.

Pasal 51

(1) Dalam hal ada permintaan korban, Setiap Orang yang dikenakan ‘Uqubat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 49 dapat dikenakan ‘Uqubat Restitusi paling banyak 750 (tujuh ratus lima puluh) gram emas murni.

(2) Hakim dalam menetapkan besaran ‘Uqubat Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu mempertimbangkan kemampuan keuangan terhukum.

(3) Dalam hal Jarimah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena terpaksa oleh sesuatu kekuasaan yang tidak dapat dihindari, maka ‘Uqubat Restitusi untuk korban dibebankan kepada yang memaksa dan pelaku.

Pasal 52

(1) Setiap Orang yang mengaku diperkosa dapat mengajukan pengaduan kepada penyidik tentang orang yang memperkosanya dengan menyertakan alat bukti permulaan.

(2) Setiap diketahui adanya Jarimah Pemerkosaan, penyidik berkewajiban melakukan penyelidikan untuk menemukan alat bukti permulaan.

(3) Dalam...

Page 132: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 17 -

(3) Dalam hal penyidik menemukan alat bukti tetapi tidak memadai, orang yang mengaku diperkosa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan sumpah sebagai alat bukti tambahan untuk menyempurnakannya.

(4) Penyidik dan jaksa penuntut umum meneruskan perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/Kota dengan bukti permulaan serta pernyataan kesediaan orang yang mengaku diperkosa untuk bersumpah di depan Hakim.

(5) Kesediaan orang yang mengaku diperkosa untuk bersumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan oleh penyidik dalam berita acara khusus untuk itu.

Pasal 53

(1) Sumpah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3) diucapkan 5 (lima) kali.

(2) Sumpah yang pertama sampai keempat menyatakan bahwa dia jujur dan sungguh-sungguh dalam pengakuannya bahwa dia telah diperkosa oleh orang yang dia tuduh.

(3) Sumpah yang kelima menyatakan bahwa dia rela menerima laknat Allah, apabila dia berdusta dengan tuduhannya.

Pasal 54

(1) Apabila orang yang menuduh setelah di depan hakim tidak bersedia bersumpah, sedangkan dia telah menandatangani berita acara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 52, dia dianggap terbukti telah melakukan Jarimah Qadzaf.

(2) Orang yang menuduh sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diancam dengan ‘Uqubat Hudud cambuk 80 (delapan puluh) kali.

Pasal 55

(1) Setiap Orang yang dituduh telah melakukan Pemerkosaan berhak mengajukan pembelaan diri bahwa dia tidak melakukan Pemerkosaan.

(2) Dalam hal alat bukti adalah sumpah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, maka orang yang dituduh dapat membela diri dengan melakukan sumpah pembelaan sebanyak 5 (lima) kali.

(3) Sumpah yang pertama sampai keempat menyatakan bahwa dia tidak melakukan Pemerkosaan dan tuduhan yang ditimpakan kepadanya adalah dusta.

(4) Sumpah yang kelima menyatakan bahwa dia rela menerima laknat Allah, apabila dia berdusta dengan sumpahnya.

Pasal 56

Apabila keduanya melakukan sumpah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, maka keduanya dibebaskan dari ‘Uqubat.

Bagian Kedelapan...

Page 133: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 18 -

Bagian Kedelapan

Qadzaf

Pasal 57

(1) Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Qadzaf diancam dengan ‘Uqubat Hudud cambuk 80 (delapan puluh) kali.

(2) Setiap Orang yang mengulangi perbuatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diancam dengan ‘Uqubat Hudud cambuk 80 (delapan puluh) kali dan dapat ditambah dengan ‘Uqubat Ta’zir denda paling banyak 400 (empat ratus) gram emas murni atau ‘Uqubat Ta’zir penjara paling lama 40 (empat puluh) bulan.

Pasal 58

(1) Dalam hal ada permintaan tertuduh, Setiap Orang yang dikenakan ‘Uqubat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dapat dikenakan ‘Uqubat Restitusi paling banyak 400 (empat ratus) gram emas murni.

(2) Hakim dalam menetapkan besaran ‘Uqubat Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu mempertimbangkan kemampuan keuangan terhukum dan kerugian materiil tertuduh.

(3) Dalam hal Jarimah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena terpaksa oleh sesuatu kekuasaan yang tidak dapat dihindari, maka ‘Uqubat Restitusi untuk tertuduh dibebankan kepada yang memaksa dan pelaku.

Pasal 59

Dalam hal suami atau istri menuduh pasangannya melakukan perbuatan Zina, dapat mengajukan pengaduan kepada hakim dan menggunakan sumpah sebagai alat bukti.

Pasal 60

(1) Sumpah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan di depan hakim dengan nama Allah sebanyak 5 (lima) kali.

(2) Pada sumpah pertama sampai dengan ke 4 (empat), penuduh menyatakan bahwa dia telah melihat istri atau suaminya melakukan perbuatan Zina.

(3) Pada sumpah yang terakhir atau ke 5 (lima) suami menyatakan bahwa dia bersedia menerima laknat Allah di dunia dan di akhirat apabila dia berdusta dengan sumpahnya.

(4) Pada sumpah yang terakhir atau ke 5 (lima) istri menyatakan bahwa dia bersedia menerima murka Allah di dunia dan di akhirat apabila dia berdusta dengan sumpahnya.

Pasal 61

(1) Suami atau isteri yang dituduh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dapat mengikuti prosedur yang sama bersumpah dengan nama Allah sebanyak 5 (lima) kali, untuk menyatakan bahwa tuduhan pasangannya adalah tidak benar.

(2) Pada...

Page 134: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 19 -

(2) Pada sumpah pertama sampai dengan ke 4 (empat) tertuduh menyatakan bahwa tuduhan suami atau isterinya tidak benar dan 1 (satu) kali yang terakhir menyatakan bersedia menerima laknat Allah di dunia dan di akhirat apabila dia berdusta dengan sumpahnya ini.

(3) Apabila suami atau istri yang dituduh melakukan Zina tidak bersedia melakukan sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dia akan dikenakan ‘Uqubat Zina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1).

(4) Apabila suami atau istri yang menuduh pasangannya melakukan Zina, tidak bersedia melakukan sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka dia akan dijatuhi ‘Uqubat Qadzaf.

(5) Apabila suami dan istri saling bersumpah, keduanya dibebaskan dari ‘Uqubat Hudud melakukan Jarimah Zina atau Qadzaf.

Pasal 62

(1) Suami dan isteri yang saling bersumpah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (5) akan dikenakan ‘Uqubat Ta’zir tambahan diputuskan ikatan perkawinan mereka dan tidak boleh saling menikah untuk selama-lamanya.

(2) Pemutusan ikatan perkawinan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Mahkamah Syar’iyah.

(3) Penyelesaian lebih lanjut mengenai akibat dari putusnya perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan dengan kesepakatan bersama antara suami dengan isteri, atau melalui gugatan perdata ke Mahkamah Syar`iyah.

(4) Suami atau isteri yang mengajukan gugatan cerai dengan alasan pasangannya telah melakukan perbuatan Zina tidak dituduh melakukan Qadzaf.

Bagian Kesepuluh

Liwath

Pasal 63 (1) Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah

Liwath diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir paling banyak 100 (seratus) kali cambuk atau denda paling banyak 1.000 (seribu) gram emas murni atau penjara paling lama 100 (seratus) bulan.

(2) Setiap Orang yang mengulangi perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk 100 (seratus) kali dan dapat ditambah dengan denda paling banyak 120 (seratus dua puluh) gram emas murni dan/atau penjara paling lama 12 (dua belas) bulan.

(3) Setiap Orang yang melakukan Liwath dengan anak, selain diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah dengan cambuk paling banyak 100 (seratus) kali atau denda paling banyak 1.000 (seribu) gram emas murni atau penjara paling lama 100 (seratus) bulan.

Bagian Kesebelas...

Page 135: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 20 -

Bagian Kesebelas

Musahaqah

Pasal 64 (1) Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah

Musahaqah diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir paling banyak 100 (seratus) kali cambuk atau denda paling banyak 1.000 (seribu) gram emas murni atau penjara paling lama 100 (seratus) bulan.

(2) Setiap Orang yang mengulangi perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk 100 (seratus) kali dan dapat ditambah dengan denda paling banyak 120 (seratus dua puluh) gram emas murni dan/atau penjara paling lama 12 (dua belas) bulan.

(3) Setiap Orang yang melakukan Jarimah Musahaqah dengan anak, selain diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah dengan cambuk paling banyak 100 (seratus) kali atau denda paling banyak 1.000 (seribu) gram emas murni atau penjara paling lama 100 (seratus) bulan.

BAB V

PERBARENGAN PERBUATAN JARIMAH

Pasal 65

Dalam hal Setiap Orang melakukan lebih dari satu perbuatan Jarimah yang tidak sejenis, maka akan dikenakan ‘Uqubat untuk masing-masing Jarimah.

BAB VI

JARIMAH DAN ‘Uqubat BAGI ANAK-ANAK

Pasal 66

Apabila anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun melakukan atau diduga melakukan Jarimah, maka terhadap Anak tersebut dilakukan pemeriksaan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan mengenai peradilan pidana anak.

Pasal 67

(1) Apabila anak yang telah mencapai umur 12 (dua belas) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum menikah melakukan Jarimah, maka terhadap anak tersebut dapat dikenakan ‘Uqubat paling banyak 1/3 (satu per tiga) dari ‘Uqubat yang telah ditentukan bagi orang dewasa dan/atau dikembalikan kepada orang tuanya/walinya atau ditempatkan di tempat yang disediakan oleh Pemerintah Aceh atau Pemerintah Kabupaten/Kota.

(2) Tata cara pelaksanaan ‘Uqubat terhadap anak yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai sistem peradilan anak diatur dalam Peraturan Gubernur.

BAB VII...

Page 136: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 21 -

BAB VII

GANTI KERUGIAN DAN REHABILITASI

Bagian Kesatu

Ganti Kerugian

Pasal 68

(1) Setiap Orang yang ditangkap dan ditahan oleh aparat berwenang yang diduga melakukan Jarimah tanpa melalui prosedur atau proses hukum atau kesalahan dalam penerapan hukum, atau kekeliruan mengenai orangnya, berhak mendapatkan ganti kerugian.

(2) Setiap Orang yang ditahan dan setelah itu diputus bebas oleh mahkamah, berhak mendapatkan ganti kerugian.

(3) Ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk satu hari ditetapkan sebesar 0,3 (nol koma tiga) gram emas murni atau uang yang nilainya setara dengan itu.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Gubernur.

Bagian Kedua

Rehabilitasi

Pasal 69

(1) Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, berhak mendapatkan rehabilitasi.

(2) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut ketentuan dalam Qanun Aceh tentang Hukum Acara Jinayat.

BAB VIII

KETENTUAN LAIN-LAIN

Bagian Kesatu

PeriZinan

Pasal 70

(1) Setiap instansi dilarang memberi izin kepada penginapan, restoran atau tempat-tempat lain untuk menyediakan atau memberi fasilitas terjadinya Jarimah sebagaimana diatur dalam Qanun ini.

(2) Apabila izin sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) tetap diberikan, maka izin tersebut tidak berlaku di wilayah Aceh.

(3) Setiap Badan Usaha yang melanggar Qanun ini dapat dikenakan ‘Uqubat tambahan berupa pencabutan izin usaha.

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 71

Pada saat qanun ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum jinayat dan peraturan pelaksanaannya masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Qanun ini.

Page 137: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 22 -

Pasal 72

Dalam hal ada perbuatan Jarimah sebagaimana diatur dalam qanun ini dan diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau ketentuan pidana di luar KUHP, yang berlaku adalah aturan Jarimah dalam Qanun ini.

Pasal 73

(1) Ketentuan ‘Uqubat Ta’zir yang ada dalam qanun lain, sebelum qanun ini ditetapkan, disesuaikan dengan ‘Uqubat dalam Qanun ini.

(2) Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan perhitungan, cambuk 1 (satu) kali disamakan dengan penjara 1 (satu) bulan, atau denda 10 (sepuluh) gram emas murni.

(3) Dalam hal ‘Uqubat dalam qanun lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat alternatif antara penjara, denda atau cambuk, yang dijadikan pegangan adalah ‘Uqubat cambuk.

(4) Dalam hal ‘Uqubat dalam Qanun lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat alternatif antara penjara atau denda, yang dijadikan pegangan adalah penjara.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 74

Pada saat qanun ini mulai berlaku:

a. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 12 Tahun 2003 tentang Khamar dan Sejenisnya (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 25 Seri D Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 28);

b. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian) (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 26 Seri D Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 29); dan

c. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (Mesum) (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 27 Seri D Nomor 14, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 30).

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 75...

Page 138: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 23 -

Pasal 75

Qanun ini mulai berlaku 1 (satu) tahun setelah diundangkan.

Agar Setiap Orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Aceh.

LEMBARAN ACEH TAHUN 2014 NOMOR 7.

Diundangkan di Banda Aceh

pada tanggal 23 Oktober 2014 M 28 Dzulhijjah 1435 H

SEKRETARIS DAERAH ACEH,

DERMAWAN

\\\

NAMA

Ditetapkan di Banda Aceh

pada tanggal 22 Oktober 2014 27 Dzulhijjah 1435

GUBERNUR ACEH,

ZAINI ABDULLAH

Page 139: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

PENJELASAN ATAS

QANUN ACEH

NOMOR 8 TAHUN 2014

TENTANG

KETENAGAKERJAAN

I. UMUM

Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan Aceh, dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik material maupun spiritual.

Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha.

Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja sebelum, selama dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan ketenagakerjaan yang antara lain mencakup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja dan pembinaan hubungan industrial.

Peraturan Daerah (Qanun) yang mengatur ketenagakerjaan di Provinsi Aceh selama ini adalah Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 7 Tahun 1989 tentang Ketentuan Penyelenggaraan Kesejahteraan Pekerja pada Perusahaan di Wilayah Aceh dan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 6 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Pramuwisma di Aceh.

Peraturan Daerah (Qanun) tersebut perlu ditinjau kembali sehubungan dengan perkembangan ketenagakerjaan saat ini dan penyesuaian dengan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan kewenangan luas yang diberikan kepada Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan Kabupaten/Kota yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Disamping itu juga perlunya Qanun Aceh tentang Ketenagakerjaan adalah demi mempercepat terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan dan keadilan yang berkesejahteraan di Aceh.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 174 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota berwenang mengeluarkan izin usaha jasa pengerahan tenaga kerja ke luar negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini setiap tenaga kerja berhak mendapat pelindungan dan kesejahteraan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Setiap badan usaha jasa pengerahan tenaga kerja ke luar negeri berkewajiban mengadakan pendidikan dan pelatihan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan tempat bekerja. Oleh karena itu, Pemerintah, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus memberikan perlindungan bagi tenaga kerja yang berasal dari Aceh dan Kabupaten/Kota yang bekerja di luar negeri bekerja sama dengan pemerintah negara tujuan.

Berdasarkan...

Page 140: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 2 -

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 175 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, setiap tenaga kerja mempunyai hak yang sama untuk mendapat pekerjaan yang layak di Aceh. Dalam hal ini Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan kesempatan dan pelindungan kerja bagi tenaga kerja di Aceh dan dapat bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota asal tenaga kerja yang bersangkutan. Selanjutnya, semua tenaga kerja di Aceh harus terdaftar pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan masing-masing Kabupaten/Kota.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 176 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, tenaga kerja asing dapat bekerja di Aceh setelah memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Izin tersebut, hanya dapat diberikan setelah pemberi kerja membuat rencana penggunaan tenaga asing sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang disahkan oleh instansi Pemerintah Aceh yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Selanjutnya Izin tersebut, hanya dapat diberikan untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu setelah mendapat rekomendasi dari Pemerintah Aceh.

Sesuai amanah Pasal 174 ayat (5), Pasal 175 ayat (4) dan Pasal 176 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, ketentuan lebih lanjut mengenai pengerahan tenaga kerja ke luar negeri dan tata cara perlindungan diatur dalam Qanun berdasarkan Peraturan Perundang-undangan. Demikian juga, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran dan perlindungan tenaga kerja diatur dalam Qanun. Selanjutnya ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin untuk jabatan tertentu dan untuk jangka waktu tertentu serta mekanisme memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Qanun Aceh.

Dengan demikian Qanun Aceh tentang Ketenagakerjaan ini, merupakan amanah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang harus diselesaikan. Disamping itu, Qanun ini juga mengatur ketentuan lain berkenaan dengan penyelenggaraan ketenagakerjaan di Aceh secara umum.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas keislaman” adalah penyelenggaraan ketenagakerjaan di Aceh harus sesuai dengan tuntunan agama Islam.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah dalam menyelenggarakan ketenagakerjaan dilaksanakan dengan melibatkan peran banyak pihak instansi lain, baik pemerintah maupun non pemerintah.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan” adalah dalam menyelenggarakan ketenagakerjaan dilaksanakan secara adil untuk golongan dan kelompok tertentu.

Page 141: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 3 -

Huruf d

Yang dimaksud dengan “asas perlindungan” adalah dalam penyelenggaraan ketenagakerjaan harus menekankan pada aspek pemerataan, tidak diskriminatif dan keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “asas kesejahteraan” adalah suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warganegara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “asas kearifan lokal” adalah penyelenggaraan ketenagakerjaan di Aceh harus menghormati ketentuan adat, budaya, dan nilai-nilai kearifan yang hidup dan berlaku dalam masyarakat.

Pasal 3

Huruf a

Yang dimaksud dengan “perencanaan tenaga kerja” adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategis dalam pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas. Pasal 7...

Page 142: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 4 -

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Informasi ketenagakerjaan Aceh disusun berdasarkan data yang akurat, komprehensif, dan mudah diakses publik.

Ayat (4)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “Kompetensi Kerja” adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13...

Page 143: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 5 -

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) Yang dimaksud dengan “peningkatan relevansi” adalah adanya kesesuaian antara pelatihan atau pemagangan yang diikuti dengan bidang pekerjaannya.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Pengakuan kompetensi dan/atau kualifikasi keterampilan/keahlian kerja diberikan dalam bentuk sertifikat kompetensi dan/atau keterampilan/keahlian kerja.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4) Yang dimaksud “Balai Latihan Kerja” adalah Balai Latihan Kerja yang berada di Provinsi Aceh.

Ayat (5)

Dalam hal melaksanakan uji kompetensi kerja perusahaan tidak dibenarkan melakukan pemutusan hubungan kerja bagi pekerja yang tidak lulus uji kompetensi.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas. Pasal 18...

Page 144: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 6 -

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “Perlindungan” adalah berkoordinasi dengan perwakilan Republik Indonesia di Negara tujuan dan penempatan.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Ayat (1) Pada prinsipnya Perjanjian Kerja (PK) dibuat secara tertulis, namun melihat kondisi masyarakat yang beragam dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain perjanjian kerja waktu tertentu, Antar Kerja Antar Daerah, Antar Kerja Antar Negara, dan perjanjian kerja laut.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3)...

Page 145: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 7 -

Ayat (3) Surat pengangkatan untuk perjanjian Kerja lisan diperlukan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum yakni kepastian adanya hubungan kerja sehingga menjadi Jelas hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas.

Ayat (6) Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b

Yang dimaksud dengan “keadilan” adalah khususnya dalam hal memperoleh keuntungan materi dan tidak terlepas keadilan moril dan kesejahteraan kedua belah pihak.

Huruf c Cukup jelas.

Huruf d...

Page 146: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 8 -

Huruf d Yang dimaksud dengan “keterbukaan” adalah ketiga pihak (perusahaan pengguna, perusahaan penyedia dan pekerja alih daya) mengetahui kontrak kerja sama yang dilakukan dan masing-masing pihak mengetahui hak dan kewajibannya untuk menghindari kesalahpahaman dimasa yang akan datang.

Pasal 40

Ayat (1) Yang dimaksud dengan “tenaga kerja potensial penyandang disabilitas” adalah tenaga kerja yang mempunyai kemampuan yang sama dengan tenaga kerja yang normal dengan kriteria tertentu sesuai dengan tingkat kecacatannya.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas.

Ayat (6) Cukup jelas.

Ayat (7) Cukup jelas.

Ayat (8) Cukup jelas.

Ayat (9) Cukup jelas.

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48...

Page 147: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 9 -

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pesawat” adalah kumpulan dari beberapa alat beserta kelengkapannya dalam satu kesatuan atau berdiri sendiri yang memiliki fungsi guna mencapai tujuan tertentu. Yang dimaksud dengan “instalasi” adalah suatu jaringan baik pipa maupun bukan yang dibuat guna suatu tujuan tertentu. Yang dimaksud dengan “mesin” adalah suatu peralatan kerja yang digunakan untuk menyiapkan, mengolah, membentuk atau membuat, merakit, menyelesaikan, barang atau produk teknis dengan mewujudkan fungsi mesin.

Yang dimaksud dengan “peralatan” adalah alat yang di konstruksi khusus atau dibuat khusus untuk tujuan tertentu.

Yang dimaksud dengan “bahan” adalah sesuatu yang berujud fisik (gas, cair, padat atau campurannya) baik berbentuk tunggal atau campuran yang memiliki sifat-sifat bahaya, atau memiliki potensi kecelakaan (serta biasanya digunakan untuk suatu tujuan tertentu) Barang adalah sesuatu yang berujud fisik (gas, cair, padat atau campurannya) baik berbentuk tunggal atau campuran yang memiliki sifat-sifat bahaya atau mempunyai sifat kecelakaan serta biasanya merupakan hasil dari suatu tujuan.

Produk teknis lainnya adalah bahan atau barang yang dapat digunakan untuk suatu kebutuhan tertentu.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 52...

Page 148: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 10 -

Pasal 52

Yang dimaksud dengan “penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak” adalah jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan, dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Ayat (1)

Jaminan sosial di luar hubungan kerja sebagai jaminan atas risiko kerja yang terjadi bagi tenaga kerja yang bekerja di sektor informal, antara lain pramuwisma.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 55

Cukup jelas.

Pasal 56

Cukup jelas.

Pasal 57

Ayat (1) Dilakukan oleh mediator hubungan industrial yang kompeten dan indenpenden guna menjamin terciptanya hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan diperusahaan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 58

Cukup jelas.

Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

Cukup jelas.

Pasal 61...

Page 149: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 11 -

Pasal 61

Cukup jelas.

Pasal 62

Cukup jelas.

Pasal 63

Yang dimaksud dengan “Penutupan Perusahaan (lock out)” adalah tindakan pengusaha untuk menolak pekerja buruh seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerja.

Pasal 64

Cukup jelas.

Pasal 65

Cukup jelas.

Pasal 66

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup jelas.

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Cukup jelas.

Pasal 70

Cukup jelas.

Pasal 71

Cukup jelas.

Pasal 72

Cukup jelas.

Pasal 73

Ayat (1)

Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 74

Cukup jelas.

Pasal 75

Cukup jelas.

Pasal 76

Cukup jelas.

Pasal 77...

Page 150: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

- 12 -

Pasal 77

Ayat (1)

Sanksi yang berlaku sesuai perkembangan adat setempat.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 78

Cukup jelas.

Pasal 79

Cukup jelas.

Pasal 80

Cukup jelas.

Pasal 81

Cukup jelas.

Pasal 82

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN ACEH NOMOR 67.

Page 151: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di
Page 152: dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM - jdihn.bphn.go.idjdihn.bphn.go.id/penelusuran/www/storage/document/2016_A22.pdf · pemerintah daerah terkait pelaksanaan hukum syariat Islam di

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAMKementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia

2016

LEGITIMASI QANUN HUKUM JINAYATdan

QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM

DALAM BUDAYA HUKUM MASYARAKAT INDONESIA

LEGITIMASI QANUN HUKUM JINAYAT DAN QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM DALAM BUDAYA HUKUM MASYARAKAT INDONESIA

Beberapa kali Qanun mengalami perubahan-perubahan yang sebenarnya tidak ada yang bertentangan dengan undang-undang. Yang menjadi persoalan adalah bahwa munculnya Qanun bagi masyarakat di luar Aceh baik muslim maupun non muslim adalah tidak harmonisasinya asas Qanun seperti dalam hal bias gender, tidak harmonisnya antara undang-undang dan syariat Qanun untuk pemberian hukuman (hukuman cambuk untuk wanita dan hukuman untuk anak agar diberi tempat terpisah). Berhubungan dengan implementasi syariat Islam melalui produk hukum Qanun yang sudah diberlakukan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui, pertama, bagaimana pandangan masyarakat di wilayah Aceh dengan diberlakukannya Qanun Jinayat dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam; kedua, apa dampak sosiologis bagi masyarakat akibat diberlakukannya Qanun Jinayat dan Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas terdapat rumusan masalah yaitu apakah hukum qanun jinayat dan pokok-pokok syariat Islam di Aceh sesuai dengan nilai filosofis, sosiologis, dan yuridis dalam pembentukannya, serta apakah dampak pemberlakuan hukum qanun jinayat dan pokok-pokok syariat Islam bagi masyarakat di Aceh kemudian apakah kendala-kendala dalam pemberlakuan qanun hukum jinayat dan pokok-pokok syariat Islam? Adapun analisa yang digunakan adalah analisa data kualitatif dengan pendekatan hukum empirik.

Tingkat pendidikan, kondisi sosial ekonomi suatu masyarakat boleh jadi sangat berpengaruh bagi tingkat pemahaman serta interpretasi mereka terhadap keberadan aturan-aturan Qanun sebagai hukum di tengah-tengah masyarakat Aceh yang memiliki spirit Islami yang cukup tinggi. Sosialisasi peraturan perundang-undangan kepada masyarakat, baik itu warga masyarakat biasa maupun aparatur pemerintah sangat penting. Tujuannya adalah agar peraturan yang telah ditetapkan diketahui, difahami dan dilaksanakan.

AHYAR ARI GAYOLEGITIMASI QANUN HUKUM JINAYAT dan QANUN POKOK-POKOK SYARIAT ISLAM DALAM

BUDAYA HUKUM MASYARAKAT INDONESIA

9 786026 952394

ISBN 602695239-X

ISBN 978-602-6952-39-4