ckd

Upload: afriadi

Post on 13-Jan-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

oke

TRANSCRIPT

21

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m.1

Di Amerika Serikat, data tahun 1995 1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru penyakit ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.1

Banyak penyakit dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis, termasuk gromerulonefritis (30%), nefritis interstisial dan nefropati refluks (20%), penyakit ginjal polikistik (10%), hipertensi/ penyakit renovaskular (10%), uropati obstruktif, dan penyakit-penyakit lain yang tidak diketahui (20%).2

Meskipun penyebabnya banyak, gambaran klinis penyakit ginjal kronik sangat mirip satu dengan lain karena penyakit ginjal progresif dapat didefinisikan secara sederhana sebagai defisiensi jumlah total nefron yang berfungsi dan kombinasi gangguan yang pasti tidak dapat dielakkan lagi.3

Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan penyakit ginjal terminal.1BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi Penyakit Ginjal Kronik

Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m, seperti pada tabel 1 berikut:

Tabel 1. Batasan penyakit ginjal kronik

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah penyakit ginjal.1

Tabel 2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan stadium

2.2.Epidemiologi

Di Amerika Serikat, data tahun 1995 1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru penyakit ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.1

2.3.Etiologi

Penyakit ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan ireversibel yang berasal dari berbagai penyebab. Angka perkembangan penyakit penyakit ginjal kronik ini sangat bervariasi. Perjalanan penyakit ginjal stadium akhir hingga tahap terminal dapat bervariasi dari 2-3 bulan hingga 30-40 tahun. Penyebab penyakit ginjal kronik yang tersering dapat dibagi menjadi delapan kelas seperti yang tercantum pada tabel 3.3Tabel 3. Klasifikasi penyebabKlasifikasi penyakitPenyakit

Penyakit infeksi tubulointerstitialPielonefritis kronik atau refluks nefropati

Penyakit peradanganGlomerulnefritis

Penyakit vaskular hipertensif Nefrosklerosis benigna

Nefrosklerosis maligna

Stenosis arteria renalis

Gangguan jaringan ikat SLE

Poliarteritis nodosa

Sclerosis sistemik progresif

Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik

Asidosis tubulus ginjal

Penyakit metabolik DM

Gout

Hiperparatiroidisme

Amyloidosis

Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik Nefropati timah

Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas : batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal

Traktus urinarius bagian bawah : hipertrofi prostat, striktur uretra, anomaly kongenital leher vesika urinaria dan uretra.

Baru-baru ini, diabetes dan hipertensi bertanggung jawab terhadap proporsi penyakit ginjal stadium akhir yang paling besar, terhitung secara berturut-turut sebesar 34% dan 21% dari total kasus. Glomerulonephritis adalah penyebab penyakit ginjal stadium akhir tersering ketiga (17%). Infeksi nefritis tubulointerstisial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik (PKD) masing-masing terhitung sebanyak 3,4% dari penyakit ginjal stadium akhir. Dua puluh satu persen penyebab penyakit ginjal stadium akhir sisanya relatif tidak sering terjadi yaitu uropati obstruktif, lupus eritematosus sistemik (SLE), dan lainnya. Pembagian terbaru dari kasus primer penyakit ginjal stadium akhir telah sangat berubah dari pembagiannya pada tahun 1967, ketika itu glomerulonephritis kronik dan pielonefritis kronik (sekarang disebut nefropati refluks) merupakan dua pertiga dari kasus penyakit ginjal stadium akhir. Perubahan ini mencerminkan perubahan kebiasaan dari penerimaan pasien terhadap program penyakit ginjal stadium akhir, termasuk bagian minoritas yang lebih besar dan pasien yang lebih tua.3

Empat faktor risiko utama dalam perkembangan penyakit ginjal stadium akhir adalah usia, ras, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Insidensi penyakit ginjal diabetikum sangat meningkat sejalan dengan ebrtambahnya usia. Penyakit ginjal stadium akhir yang disebabkan oleh nefropati hipertensif 6,2 kali lebih sering terjadi pada orang Afrika-Amerika daripada orang Kaukasia. Secara keseluruhan insidensi penyakit ginjal stadium akhir lebih besar pada laki-laki (56,3%) daripada perempuan (43,7%) walaupun penyakit sistemik tertentu yang menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir (seperti diabetes mellitus tipe 2 dan SLE) lebih sering terjadi pada perempuan. Pada akhirnya, riwayat keluarga adalah faktor risiko dalam perkembangan diabetes dan hipertensi.32.4.Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjurnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan takanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sclerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sclerosis dan progresifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor (TGF- ). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dyslipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sclerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial.1

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30% mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hypervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium penyakit ginjal.1

2.5.Manifestasi Klinis

Gambaran klinik penyakit ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri, kelainan kardiovaskular dan hipertensi.4,5,6a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.

b. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.

c. Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien penyakit ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan penyakit ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien penyakit ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

d. Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.e. Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.

f. Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).

g. Kelainan kardiovaskular

Patogenesis penyakit jantung kongestif (GJK) pada penyakit ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kepenyakitan faal jantung.

h. Hipertensi

Patogenesis hipertensi ginjal sangat kompleks, banyak faktor turut memegang peranan seperti keseimbangan natrium, aktivitas sistem reninangiotensin-aldosteron, penurunan zat dipresor dari medulla ginjal, aktivitas sistem saraf simpatis, dan faktor hemodinamik lainnya seperti cardiac output dan hipokalsemia.

Retensi natrium dan sekresi renin menyebabkan kenaikan volume plasma (VP) dan volume cairan ekstraselular (VCES). Ekspansi VP akan mempertinggi tekanan pengisiaan jantung (cardiac filling pressure) dan cardiac output pressure (COP). Kenaikan COP akan mempertinggi tonus arteriol (capacitance) dan pengecilan diameter arteriol sehinga tahanan perifer meningkat. Kenaikan tonus vaskuler akan menimbulkan aktivasi mekanisme umpan balik (feed-back mechanism) sehingga terjadi penurunan COP sampai mendekati batas normal tetapi kenaikan tekanan darah arterial masih dipertahankan.Sinus karotis mempunyai faal sebagai penyangga (buffer) yang mengatur tekanan darah pada manusia. Setiap terjadi kenaikan tekanan darah selalu dipertahankan normal oleh sistem mekanisme penyangga tersebut. Pada pasien azotemia, mekanisme penyangga dari sinus karotikus tidak berfungsi lagi untuk mengatur tekanan darah karena telah terjadi perubahan volume dan tonus pembuluh darah arteriol.2.6.Diagnosis

Pendekatan diagnosis penyakit ginjal kronik mempunyai sasaran berikut:

a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

b. Mengejar etiologi yang mungkin dapat dikoreksi

c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)

d. Menentukan strategi terapi rasional

e. Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan

Pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.5a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.

b. Pemeriksaan laboratorium

Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.1,3,61. Pemeriksaan faal ginjal (LFG)

Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).

2. Etiologi penyakit ginjal kronikAnalisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.

3. Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit

Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG).4,7c. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:

1. Diagnosis etiologiBeberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut, ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU).32. Diagnosis pemburuk faal ginjal

Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi (USG).62.7.Penatalaksanaan

1. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.1

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan LFG sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak bermanfaat.1

Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed factors) yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obatan nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.1,8

Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya, dapat dilihat di tabel 4Tabel 4. Rencana Tatalaksana sesuai dengan derajatnya

a. Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.1Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG = 60 ml/mnt, sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kgbb/hari, yang 0,35-0,50 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 3035 kkal/kgBB/hari, dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama dieksresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion unorganik lain juga dieksresikan melalui ginjal.1Pemberian diet tinggi protein pada pasien penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia. Pembatasan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik.1Masalah penting lain adalah, asupann protein berlebihan (protein Overload) akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.1b. Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk PGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.1c. Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.1d. Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).12. Terapi simtomatika. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH = 7,35 atau serum bikarbonat = 20 mEq/L.1,6b. Anemia

Anemia terjadi pada 80-90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal-hal yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal, perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin = 10 g% atau hematokrit = 30g%, meliputi evaluasi terhadap status besi (Iron Binding Capacity), mencari sumber perdarahan morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis (Suwitra, 2006). Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, Pemberian eritropoitin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian EPO ini, status besi harus selalu diperhatikan karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Pemberian transfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan cermat. Transfusi darah yang tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan perburukan fungsi ginjal. Sasaraan hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dl. Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.1,6c. Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada PGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari PGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.6d. Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.6e. Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialysis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.6f. Hipertensi

Pemberian obat antihipertensi, selain bermanfaat untuk memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa studi membuktikann bahwa, pengendalian tekanan darah mempunyai peran sama pentingnya dengan pembatasan asupan protein, dalam memperkecil hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Selain itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria, yang merupakan faktor risiko terjadinya perburukan fungsi ginjal.6g. Kelainan sistem kardiovaskular

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting, karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular adalah, pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.13. Terapi pengganti ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal. a. HemodialisisTindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan asthenia berat. Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.b. Dialisis peritoneal (DP)Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medic CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGTA (penyakit ginjal tahap akhir) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai comorbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.c. Transplantasi ginjalTransplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Menurut (Sukandar, 2006) pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah. Kualitas hidup normal kembali Masa hidup (survival rate) lebih lama Kompllikasi terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.62.8.Pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan.62.9.Komplikasi

2.10.Prognosis

Menurut kepustakaan, di Amerika kematian pasien dialisis tertinggi 6 bulan pertama paska dialisis, 35% nya bisa bertahan lebih dari 5 tahun, bila disertai diabetes lebih kecil lagi yaitu 25%. Pasien penyakit ginjal tanpa upaya dialisis akan berakhir dengan kematian. Penyebab kematian pada penyakit ginjal kronik, terbesar adalah karena komplikasi jantung (45%), akibat infeksi (15%), komplikasi uremia pada otak (6%), dan keganasan (4%).6BAB III

KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD)

CATATAN MEDIK PASIEN

ANAMNESA PRIBADI

Nama

: Zainal Arifin

Umur

: 53 tahun

Jenis Kelamin

: pria

Suku / Bangsa

: Melayu / Indonesia

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Jln. Pelajar no 2

Tanggal masuk: 14 Maret 2014

ANAMNESA PENYAKIT

Keluhan utama: Sesak Nafas

Telaah

:

Sesak nafas dialami OS sejak 2 minggu ini dan memberat dalam 3 hari ini. Sesak nafas tidak berhubungan dengan cuaca dan berhubungan dengan aktivitas. Riwayat terbangun tengah malam karena sesak nafas tidak dijumpai. Riwayat tidur dengan 2-3 bantal untuk mengurangi sesak nafas tidak dijumpai. Riwayat sesak nafas saat bekerja dan berkurang saat istirahat tidak dijumpai. Riwayat nyeri dada tidak dijumpai. Riwayat napas berbunyi tidak dijumpai. Riwayat kaki bengkak dijumpai sejak 1 minggu ini.

Batuk dialami sejak 1 bulan yang lalu. batuk berdahak berwarna kekuningan. Riwayat batuk berdarah tidak dijumpai. Riwayat minum OAT dijumpai tapi OS tidak tuntas minum obat.

Demam tidak dijumpai.

Mual dan muntah tidak dijumpai.

OS juga mengeluhkan kantong pelir nya bengkak sejak 1 minggu ini.

Riwayat merokok sejak 15 tahun yang lalu, namun OS mengaku sudah berhenti merokok 2 tahun yang lalu. Riwayat darah tinggi dialami OS sejak 3 bulan yang lalu dengan tekanan darah tertinggi 220 dan OS tidak mengonsumsi obat.

Riwayat sakit gula dialami OS sejak 2 tahun yang lalu dengan KGD tertinggi 300, namun OS tidak teratur minum obat.

BAK sedikit dengan volume 600-800 cc dalam 24 jam, riwayat BAK berpasir tidak dijumpai, riwayat BAK keluar batu tidak dijumpai. BAB normal.RPT: TB paru, DM, HipertensiRPO: tidak jelas.STATUS PASIEN

Sensorium

: compos mentis

Tekanan darah

: 180/100 mmHg

Heart rate

: 80x/i

Respiratory rate: 36 x/i

Temperature

: 36,8Anemia

: ( +)

Ikterus

: ( - )

Sianosis

: ( - )

Dispnoe

: ( + )

Oedem

: ( + )

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalisata

Kepala

Kepala

: dalam batas normal

Rambut: dalam batas normal

Mata

: konjungtiva palpebral inferior pucat (+/+),

sclera ikterik (-/-)

THM

: dalam batas normal

Leher

Trakea

: medial

TVJ

: R-2 cm H2O

Pembesaran KGB: tidak dijumpai

Thorak

Inspeksi: simetris fusiformis

Palpasi

: stem fremitus sulit dinilai

Perkusi: sonor memendek pada lap. Atas sampai tengah kedua paru

Auskultasi: SP : bronkial

ST : ronki basah di lap. Paru atas dan tengah kedua paruAbdomen

Inspeksi: simetris membesar

Palpasi

: Hepar, Lien, Ren tidak teraba

Perkusi: timpani

Auskultasi: peristaltic (+) normalGenitalia

: laki-laki, skrotum bengkak

Ekstremitas Superior: dalam batas normal, oedem (-)

Ekstremitas Inferior: oedem pretibial (+/+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah rutin

WBC

: 7.900 uL

Gula puasa: 149 mg/dl

RBC

: 3.670.000 uL

2 jam PP: 165 mg/dl

HGB

: 10,8 gr/dL

HbA1c

: 5,7 %

HCT

: 32,5%

Globulin: 3,0 g/dl

MCV

: 88,6 fL

Albumin: 2,2 g/dl

MCH

: 29,4 pg

Total protein: 5,2 g/dl

MCHC

: 33,2 dL

HDL

: 45 mg/dl

Platelet

: 356.000 uL

LDL

: 175 mg/dlKimia Klinik

KGD adr

: 263 mg/dL

LFT:SGOT

: 30 U/I

SGPT

: 27 U/I

RFT:Ureum

: 116 mg/dL

Creatinin

: 7,51 mg/dL

Elektrolit :Natrium: 120 mmol/dl

Kalium

: 4,3 mmol/dl

Chlorida: 128 mmol/dl

AGDA

pH

: 7,393pCO2

: 35,8pO2

: 99,3TCO2

: 23,2HCO3

: 22,1Base excess: -3,0O2 saturasi: 98,0Urin Rutin

Protein

: (+++)

Reduksi: (++)

Leukosit: 10-20 /lpb

Vag/ urethr. Ep: 5-10/lpb

Bilirubin: (-)

Urobilinogen: positif

pH

: 6

nitrit

: negative

Feses Rutin

Warna

: coklat

Konsistensi: lembek

Lendir

: negatif

Darah

: negatif

Amuba, kista, telur ascaris, telur hookworm, telur oxyuris, telur trichuris : negatif

DIAGNOSIS BANDING

CKD stage V ec - DN

+ DM tipe 2+ hipertensi stage II

- HN

- PGOT

- GNC+- TB paru putus obat

- pneumonia

- mikosis paru

DIAGNOSIS SEMENTARA

CKD stage V ec DN + DM tipe 2 + hipertensi stage II + susp. TB paruPENATALAKSANAAN

Tirah baring

O2 2-4 l/i

Diet ginjal 1800 kkal protein 3,0 gr Inj. Furosemide 20 mg/ 12 jam

Captopril 2x12,5 mg

Amlodipine 1x5 mg

Inj. Humulin R 6-6-6 IU SC hac GG tab 3x100 mg

ANJURAN

Urinalisa

KGD N/ 2 jam pp/ HbA1c\HST, D-dimer, fibrinogen, LFT, Albumin, Glboulin Lipid profile

USG ginjal dan sal. kemih

BTA DS 3x, Kultur Sputum / ST Thoraks PA EKG

funduscopy