laporan pendahuluan ckd
DESCRIPTION
kmbTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN CKD (CRONIK KIDNEY DIASES)
A. Definisi
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau
penurunan faal ginjal yang menahun dimana ginjal tidak mampu lagi
mempertahankan lingkungan internalnya dari perkembangan gagal ginjal yang
progresif, irreversibel dan lambat yang berlangsung dalam jangka waktu lama
dan menetap sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik
uremik) dimana hal tersebut berakibat ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan
dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan respon sakit (Hudson, 2008).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Smeltzer, 2001).
Gagal ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau GFR
<60 mL/min/1,73 m2 selama 3 bulan. Kerusakan ginjal ditandai dengan
abnormalitas patologi ginjal atau adanya marker kerusakan ginjal, yang meliputi
abnormalitas test darah atau urin atau gambaran struktur kerusakan ginjal (NKF-
K/DOQI, 2002). Penderita gagal ginjal kronik biasanya memiliki penyebab yang
berbeda, onset yang tersembunyi, diikuti perkembangan penyakit yang progresif
dan lambat, dan bersifat irreversibel.
Sehingga dapat didefinisakan bahwa gagal ginjal kronik merupakan
kegagalan fungsi ginjal berupa kerusakan nefron progresif lama sehingga
mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerolus atau GFR <60 mL/min/1,73
m2 selama 3 bulan. Kerusakan yang terjadi secara progresif dan irreversibel
sehingga menyebabkan terjadinya penumpukan sisa metabolik yang
memperburuk keadaan.
B. Etiologi
Sulit diperkirakan secara pasti penyebab dari gagal ginjal kronik, karena
kebanyakan pasien datang dengan kondisi ginjal yang sudah memburuk. Pada tabel I
memberikan estimasi distribusi penyebab gagal ginjal kronik di Eropa.
Penyebab Rata-rata frekuensi terjadinya (%)
Glomerulonefritis 20-25
Diabetes 15-20
Penyakit multisistem, tumor,
haemolyticuraemic syndrome, gout10-15
Hipertensi / renovascular 10
Pyelonefritis 10
Kongenital (polycystic) 10
Drug nephrotoxicity 5-10
Interstitial nephritis 5
Tidak diketahui penyebabnya 10-15
(Greene dan Harris,2000)
Secara umum, penyebab gagal ginjal kronik adalah karena penyakit ginjal
instrinsik, yaitu adanya kerusakan pada glomeruler. Gagal ginjal atrogenik meningkat
dengan meningkatnya prevalensi diabetes dan gangguan multisistem yang bervariasi
yang membutuhkan terapi jangka panjang. Hipertensi sekarang diketahui sebagai
penyebab awal gagal ginjal kronik. Diabetes dan hipertensi ini bertanggung jawab
sampai dua pertiga kasus terjadinya gagal ginjal kronik. Beberapa kondisi lain juga
dapat mempengaruhi ginjal, antara lain penyakit ginjal polikistik, penyakit lupus dan
penyakit lainnya yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, sumbatan yang
disebabkan oleh masalah seperti batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat,
dan infeksi saluran kencing berulang (NKF-K/DOQI, 2006).
C. Klasifikasi CKD
Klasifikasi CKD berdasarkan tahap perkambangan penyakitnya, penyakit ginjal
kronik teridiri dari 5 tahap yaitu:
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1,73m2)
1kerusakan ginjal dengan
LFG normal≥ 90
2kerusakan ginjal dengan
LFG ringan60-89
3kerusakan ginjal dengan
LFG sedang30-59
4kerusakan ginjal dengan
LFG berat15-29
5 PGTA < 15
D. Pathofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi,
yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfitrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi berlangsung singkat, akhirnya diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi (Suwitra dalam Sudoyo,2006).
Fungsi renal menurun menyebabkan produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Akibatnya terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2002).
Retensi cairan dan natrium akibat dari penurunan fungsi ginjal dapat
mengakibatkan edema, gagal jantung kongestif/ CHF, dan hipertensi. Hipertensi juga
dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. CKD juga menyebabkan asidosis metabolik yang
terjadi akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H) yang berlebihan. Asidosis
metabolik juga terjadi akibat tubulus ginjal tidak mampu mensekresi ammonia
(NH3-) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3).
Penurunan ekresi fosfat dan asam organik lain juga dapat terjadi. Selain itu
CKD juga menyebabkan anemia yang terjadi karena produksi eritropoietin yang tidak
memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
pencernaan. Eritropoitein yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang
untuk menghasilkan sel darah merah jika produksi eritropoietin menurun maka
mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan, angina, dan sesak napas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme
akibat penurunan fungsi ginjal. Kadar serum kalsium dan fosfat dalam tubuh
memiliki hubungan timbal balik dan apabila salah satunya meningkat, maka fungsi
yang lain akan menurun. Akibat penurunya glomerular filtration rate (GFR) kadar
fosfat akan serum meningkat dan sebaliknya kadar serum kalsium menurun.
Terjadinya penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid. Tetapi, gagal ginjal tubuh tidak merespon normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon. Sehingga kalsium di tulang
menurun, yang menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang.
Demikian juga dengan vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk diginjal
menurun seiring dengan perkembangan gagal ginjal.
E. Manifestasi Klinik
Tabel II memberikan ringkasan masalah klinik pada penyakit gagal ginjal
kronik dengan patogenesis dan pengukuran biokimia yang memperlambat
perkembangan penyakit atau gejalanya. Pada gagal ginjal tahap akhir terapi lebih
ditujukan pada pengurangan gejala / keluhan pasien (Greene dan Harris, 2000)
Penyebab Manifestasi Klinik Manajemen Terapi
Retensi
Natrium/air
Hipertensi
Udem, sistemik maupun
paru-paru
Gagal jantung
Pembatasan Na / Air,
diuretik, antihipertens
Kalium Hiperkalemia, aritmia Pembatasan diet
Nitrogen :
1) Urea
2) Asam urat
3) Kreatinin
4) Lain-lain
Mual, muntah, purpura
Hiperurisemia, gout
Uncertain
Letargi, anorexia, dan
lainlain
Perhatian pada
konsumsi protein
Molekul dengan BM
500-5000 Da
Letargi, anorexia, dan
lainlain
Fosfat Osteodistrofi ginjal Pembatasan diet
Melanin, dan lain-lain Pigmentasi kulit
Asam Asidosis metabolik,
dyspnea Bikarbonat oral
Vitamin D dan
defisiensi kalsium
Osteodistrofi ginjal
Miopati
Neuropati perifer, kram
Pruritis
Analog vitamin D,
kalsium
Defisiensi
Eritropoietin
Anemia Biosintesis
eritropoietin
Lain-lain
Toleransi glukosa Hiperglikemia Antidiabetika
Metabolisme insulin Hipoglikemia Glukosa
Lipoprotein lipase Hiperlipidemia,
aterosklerosis, penyakit
jantung iskemik (IHD)
Diet lemak; agen
antihiperlipidemia (statin)
ImunodefisiensiInfeksi
Perikarditis Antibiotik
Platelet defect Koagulasi
Stress ulceration Antagonis histamin (H2)
Beberapa masalah
dengan terapi obat]
Sedangkan Menurut Smeltzer dan Bare (2002) tanda dan gejala penyakit
ginjal kronik didapat antara lain:
1. Kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sekrum), edema
periorbital, pembesaran vena leher.
2. Integumen : warna kulit abu-abu mengkilat, kulit terang dan bersisiko
pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Pulmoner : krekles, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernafasan
kussmaul.
4. Gastrointestinal: nafas berbau amonia, ulserasi dan perdarahan pada mulit,
anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran GI
5. Neurologi: kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
6. Muskuloskeletal: kram otot, kekuatan otot hilang, faktor tulang.
7. Reproduktif: amenore, atrofi testikuler
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta
anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.
Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya
MANIFESTASI SINDROM UREMIK
Sistem Tubuh Manifestasi
Biokimia Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN, kreatinin)
Hiperkalemia
Retensi atau pembuangan Natrium
Hipermagnesia
Hiperurisemia
Perkemihan& Kelamin Poliuria, menuju oliguri lalu anuria
Nokturia, pembalikan irama diurnal
Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
Protein silinder
Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas
Kardiovaskular Hipertensi
Retinopati dan enselopati hipertensif
Beban sirkulasi berlebihan
Edema
Gagal jantung kongestif
Perikarditis (friction rub)
Disritmia
Pernafasan Pernafasan Kusmaul, dispnea
Edema paru
Pneumonitis
Hematologik Anemia menyebabkan kelelahan
Hemolisis
Kecenderungan perdarahan
Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK, pneumonia,septikemia)
Kulit Pucat, pigmentasi
Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan dengan kehilangan protein)
Pruritus
“kristal” uremik
kulit kering
memar
Saluran cerna Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB
Nafas berbau amoniak
Rasa kecap logam, mulut kering
Stomatitis, parotitid
Gastritis, enteritis
Perdarahan saluran cerna
Diare
Metabolisme intermedier
Protein-intoleransi, sintesisi abnormal
Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun
Lemak-peninggian kadar trigliserida
Neuromuskular Mudah lelah
Otot mengecil dan lemah
Susunan saraf pusat :
Penurunan ketajaman mental
Konsentrasi buruk
Apati
Letargi/gelisah, insomnia
Kekacauan mental
Koma
Otot berkedut, asteriksis, kejang
Neuropati perifer :
Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi
Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi paraplegi
Gangguan kalsium dan rangka
Hiperfosfatemia, hipokalsemia
Hiperparatiroidisme sekunder
Osteodistropi ginjal
Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)
Konjungtivitis (uremik mata merah)
F. Penatalaksanaan Medis
Rencana penatalaksanaan penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya
menurut Suwitra dalam Sudoyo (2006) antara lain sesuai tabel berikut:
DerajatLFG
(ml/mn/1,72m2)Rencana Tatalaksana
1 ≥90
Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,
evaluasi perburukan (progression) fungsi
ginjal, memperkecil risiko kardiovaskuler
2 60-80Menghambat perburukan (progession) fungsi
ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 < 15 Terapi pengganti ginjal
Di bawah ini merupakan penjelasan dari penatalaksanaan penyakit ginjal
kronik berdasarkan tabel diatas adalah:
1. Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi.
Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan
pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat
terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30%
dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2. Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid
penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada
pasien Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid
(superimposed factors) yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-
faktor komorbid antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang
tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat
nefrotoksik, bahan raddiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit
dasarnya.
3. Menghambat Perburukan Fungsi Ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus dengan cara penggunaan obat-obatan nefrotoksik,
hipertensi berat, gangguan elektrolit (hipokalemia).
4. Pembatasan Asupan Protein
Asupan protein dan fosfat pada pasien PGK dijelaskan dalam tabel
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit GGK
LFG
ml/mntAsupan protein g/kg/hr
Fosfat
g/kg/hr
>60 Tidak dianjurkanTidak
dibatasi
25-600,6-0,8/kg/hr, termasuk ≥ 0,35
gr/kg/hr nilai biologi tinggi≤ 10g
5-25
0,6-0,8/kg/hr, termasuk ≥0,35
gr/kg/hr
protein nilai biologis tinggi
/tambahan
0,3 g asam amino esensial / asam
keton
≤10g
< 60(SN)
0,8/kg/hr (+ 1 gr protein/ g
proteinuria
atau 0,3 g / kg tambahan asam
amino
esensial atau asam keton
≤ 9g
5. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologi bertujuan untuk mengurangi hipertensi, memeperkecil
risiko gangguan kardiovaskuler juga memperlambat pemburukan kerusakan
nefron. Beberapa obat antihipertensi, terutama penghambat enzim konverting
angiotensin (Angiotensin Converting Enzym/ ACE inhibitor).
6. Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskuler
Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskuler
adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian
dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi
terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
7. Pencegahan dan Terapi Terhadap Komplikasi
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang
manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.
8. Terapi Pengganti Ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa
hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
G. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare (2001) yaitu
:
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem rennin-
angiostensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dankehilangan
darah selama hemodialisis.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar
alumunium.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari komplikasi
yang terjadi.
2. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu atau
obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita
diharapkan tidak puasa.
3. IVP (Intra Vena Pielografi)
Untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter, pemeriksaan ini mempunyai
resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut,
DM, nefropati asam urat.
4. USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
5. Renogram
Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskuler,
parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.
6. Pemeriksaan radiologi jantung
Untuk mencari kardiomegali, efusi perikardial.
7. Pemeriksaan radiologi tulang
Untuk mencari osteodistrofi (terutama untuk falank jari), klasifikasi
metastasik.
8. Pemeriksaan radiologi paru
Untuk mencari uremik lung, yang terakhir ini dianggap sebagai bendungan.
9. Pemeriksaan pielografi retrograd
Bila dicurigai obstruksi yang reversibel
10. EKG
Untuk melihat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)
11. Biopsi ginjal
12. Pemeriksaan laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,
kemungkinan adanya suatu gagal ginjal kronik
- Ureum dan kreatinin : meninggi, biasanya perbandingan antara ureum
dan kratinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh
karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan
steroid dan obstruksi saluran kemih
Perbandingan ini berkurang : ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet
rendah protein, dan tes klirens kreatinin yang menurun.
- Hiponatremia : umumnya karena kelebihan cairan
- Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis
- Hipertrigliserida : akibat gangguan metabolik lemak disebabkan
peninggian hormon insulin, hormon somatotropik
dan menurunnya lipoprotein lipase.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GAGAL GINJAL KRONIK
I. Pengkajian
1. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat
terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
2. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit
a. Sekarang: Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis,
renjatan kardiogenik.
b. Dahulu: Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik,
Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.
c. Keluarga: Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
4. Tanda vital: Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi,
nafas cepat dan dalam (Kussmaul), dyspnea.
5. Body Systems :
a. Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala : nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa
sputum, kental dan banyak,
Tanda ; takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan /
tanpa sputum.
b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina
dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema. Hipertensi, nyeri
dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki,
telapak tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi
ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning.kecendrungan perdarahan.
Anemia normokrom, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia,
gangguan lekosit.
c. Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.
Miopati, ensefalopati metabolik, burning feet syndrome, restless leg
syndrome.
Endokrin
Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan
seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan
metabolisme vitamin D.
d. Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat,
tidak dapat kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau
anuria.
e. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan
Diare, Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis
erosiva.
f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat
malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada
kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan
lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.
Berwarna pucat, gatal-gatal dengan eksoriasi, echymosis, urea frost,
bekas garukan karena gatal.
6. Pola aktivitas sehari-hari
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal
kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan
yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah
dimengerti pasien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada
rongga mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme
yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien.
Gejala ; Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan
(malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut
(amonia)
Penggunaan diuretik.
Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang,
rambut tipis, kuku rapuh.
c. Pola Eliminasi
Eliminasi uri :
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat,
tidak dapat kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau
anuria.
Eliminasi alvi : Diare.
d. Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.
e. Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas
menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal.
Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise,.
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
f. Pola hubungan dan peran.
Gejala : kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran).
g. Pola sensori dan kognitif.
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu
melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/
tidak.
h. Pola persepsi dan konsep diri.
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
i. Pola seksual dan reproduksi.
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas
maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
j. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping.
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress,
perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien
tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
Gejala : faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan,
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal
ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun
mempengaruhi pola ibadah klien.
7. Pemeriksan fisik :
a. Kepala: Edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum.
b. Dada: Pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada.
c. Perut: Adanya edema anasarka (ascites).
d. Ekstrimitas: Edema pada tungkai, spatisitas otot.
e. Kulit: Sianosis, akaral dingin, turgor kulit menurun.
Penatalaksanaan
Tujuan Penatalaksanaan Baik Pengobatan Dan Perawatan Meliputi :
Pada tahapan gagal ginjal kronik gangguannya tergantung dari kerusakannya,
antara lain dengan memperhatikan faal ginjal yang masih tersisa. Bila faal ginjal yang
masih tersisa sudah sangat sedikit, usaha- usaha pengobatan biasa yang berupa diet,
pembatasan minum, dan obat-obatan tidak berhasil maka akan memerlukan terapi
khusus yaitu hemodialisis (Sidabutar, 1993).
Pemantauan parameter pada orang dengan kegagalan ginjal kronis meliputi :
1. Intake dan output tiap 8 jam
2. Kebanyakan jaringan : palpasi mencari udem, auskultasi bunyi nafas,
memeriksa bunyi nafas, memeriksa tekanan darah, sekurang-kurangnya 8 jam
sekali, menimbang berat badan sehari.
3. Ritmi kardiak setiap 8 jam sekali
4. Observasi tingkat kesadaran tiap 8 jam sekali.
5. Gejala-gejala ketidaksembangan elektrolit.
6. Kecapaian dan nafas pendek.
7. Tanda-tanda perdarahan saluran cerna (perdarahan gusi, tinja positif guainic.
8. Ketidaknyamanan : otot kejang, sakit kepala, iritasi okuler.
9. Insomnia
10. Anoreksia, rasa tidak enak dalam mulut, intake diet setiap hari,
11. Gejala-gejala infeksi.
Prognosa gagal ginjal kronis
Pada penyakit gagal ginjal dini (mikroalbuminuria) sudah mempunyai
prognostik morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Dengan memberatnya
kelainan ginjal, disertai dengan penurunan fungsi ginjal, prognosis terbukti
semakin buruk, menuju gagal ginjal yang memerlukan dialisis, komplikasi organ
target yang mengurangi kualitas hidup dan meningkatkan angka kematian
(Suhardjono, 2001).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dan intervensi
1. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan penurunan kemampuan
ginjal untuk mengeluarkan air dan menahan natrium.
2. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi
jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
3. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan
penekanan, produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi Sel Darah Merah
gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskuler.
4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis
metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit kalsifikasi metastase pada
otak.
5. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
status metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati
ferifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi areum dalam
kulit.
6. Resiko tinggi terjadi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan
kurang/penurunan salivasi, pembatasan cairan, perubahan urea dalam saliva
menjadi amonia.
7. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi eritropeitin.
8. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik/pembatasan diet, anemia.
9. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
10. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
11. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
12. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan metabolisme protein.
INTERVENSI
1. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan penurunan kemampuan
ginjal untuk mengeluarkan air dan menahan natrium.
Tujuan : Kebutuhan cairan seimbang
Kriteria hasil : -Masukan dan pengeluaran seimbang
- Berat badan stabil
- Bunyi nafas dan jantung normal
- Elektrolit dalam batas normal
Rencana tindakan
- Pantau dan dokumentasikan masukan dan pengeluaran tiap jam secara
akurat.
- Timbang berat badan klien tiap hari
- Pantau peningkatan tekanan darah
- Kaji odema perifer distensi vena leher, dan peningkatan sesak nafas.
- Batasi cairan sesuai program pemberian obat-obat dengan makanan jika
mungkin bagi cairan selama sehari.
Rasional
- Klien yang menunjukkan bukti kelebihan cairan memerlukan pembatasan
berdasarkan pengeluaran urine.
- Klien dengan GGK cenderung mengalami fluktuasi berat badan
membutuhkan evaluasi ulang yang sering tertahap keseimbangan cairan
optimal penambahan berat badan interdialitik yang diterima adalah 1-2
atau lebih /hari.
2. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak
seimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung,
akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung,
Kriteria: tekanan darah sistole antara 100 – 140 dan diastole antara 70 – 90
mmHg, frekuensi nadi antara 60 - 100, nadi perifer yang kuat, capilary
refill time yang baik.
Stabilisasi lingkungan interna yang diusahakan melalui
1. Kesadaran mental, rentang perhatian, dan interaksi, yang sesuai dengan
lingkungan
2. Tidak ada dan terkendalinya udim perifer dan tidak terjadi uim paru
3. Keseimbangan elektrolit terkendali :
Sodium : 125 sampai 145 m eq/l
Potassium 3 sampai 6 meq/l
Bicarbonat > 15 meq/l
Calsium 9 – 11 mg/dl
Hoshate 3 – 5 mg/dl
4. Serum albumin > 2 g/dl
5. Pengendalian katabolisme protein dan produk pecahan protein
6. Urea nitrogen < 100 mg/dl
Kreatinin < 15 mg/dl
Uric acid < 12 mg/dl
7. Tidak terjadi inflamasi dan nyeri sendi
8. Tidak terjadi infeksi dan perdarahan yang abnormal
9. Tekanan darah dikendailikan sekurang-kurangnya 160/100 mmHg ada
perubahan posisi dalam berdiri
10. Anoreksia, mual dan muntah, pruritis tidak ada atau tekendali
11. Penyakit lain yang menyertai sembuh atau terkendali (gagal jantung
infeksi dan dehidrasi)
12. Tidak terjadi toksisitas akibat kurangnya ekskresi obat-obatan
13. Intake nutrisi cukup untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen
yang positif
1. Tentukan dan tatalaksana terhadap penyebab.
2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
3. Diet tinggi kalori rendah protein.
4. Kendalikan hipertensi.
5. Jaga keseimbangan eletrolit.
6. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang akibat GGK.
7. Modifikasi terapi obat sesuai dengan keadaan ginjal.
8. Deteksi dini terhadap komplikasi dan berikan terapi.
9. Persiapkan program hemodialisis.
10. Transplantasi ginjal.
Rencana:
a. Monitor tekanan darah, nadi, catat bila ada perubahan tekanan darah akibat
perubahan posisi Auskultasi suara jantung dan paru. Evaluasi adanya edema,
perifer, kongesti vaskuler dan keluhan dispnoe.
R/ Adanya edema paru, kongesti vaskuler, dan keluhan dispnea manunjukan
adanya renal failure.
R/ Hipertensi yang signifikan merupakan akibat dari gangguan renin
angiotensin dan aldosteron. Tetapi ortostatik hipotensi juga dapat terjadi
akibat dari defisit intravaskular fluid.
b. Kaji tingkat kemampuan klien beraktivitas.dan batasi aktivitas berlebihan
R/ Kelemahan dapat terjadi akibat dari tidak lancarnya sirkulasi darah.dan b
eban jantung dipengaruhi oleh aktivitas berlebihan
c. Beri tambahan O2 sesuai indikasi
R/ meningkatkan sediaan oksigen pada miokard
d. Kolaborasi dalam:
Pemeriksaan laboratorium (Na, K), BUN, Serum kreatinin, Kreatinin klirens.
Pemeriksaan thoraks foto.
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
Siapkan Dialisis
Dialisis adalah difusi partikel larut dari satu kompartemen cairan ke
kompartemen lain melewati membran semipermiabel. Pada hemodialisis,
darah merupakan salah satu kompartemen dan dialisat adalah bagian yang
lain. Membran semi permiabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari
selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan
difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat
berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebes melalui
membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri dan sel-sel darah terlalu
besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada
dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Darah yang mengandung produk sisa seperti urea dan kreatinin,
mengalir kedalam kompartemen dialiser atau ginjal buatan, tempat akan
bertemu dengan dialisat, yang tidak mengandung urea atau kreatinin.
Ditetapkan gradien maksimum sehingga zat ini mengalir dari darah ke
dialisat. Aliran berulang darah melalui pada rentang kecepatan 200-400
ml/menit lebih dari 2 - 4 jam mengurangi kadar produk sisa ini menjadi
keadaan yang lebih normal (Hudak & Gallo, 1996).
Sistim dari hemodialisa akan membuang produk metabolisme protein
seperti urea, kreatinin dan asam urat, membuang kelebihan air dengan
mempengaruhi tekanan banding antar darah dan bagian cairan, biasanya
terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap)
dalam kompartemen dialisat (proses ultra filtrasi), mempertahankan atau
mengembalikan sistim bufer tubuh dan mempertahankan atau
mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
3. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan
penekanan, produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi Sel Darah Merah
gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi cedera
Kriteria : Tidak mengalami tanda-tanda perdarahan,lab. Dalam batas normal.
Rencana:
a. Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan, takikardia, mukosa /
kulit pucat, dispnoe, nyeri dada.
R/ Dapat menunjukan anemia, dan respon jantung untuk mempertahankan
oksigensi sel.
b. Awasi tingkat kesadaran dan prilaku.
R/ Anemia dapat menyebabkan hipoksia, serebral, perubahan prilaku mental
dan orientasi.
c. Evaluasi respon terhadap aktivitas.
R/ Anemia menurunkan oksigenasi jaringan, meningkatkan kelelahan,
memerlukan perubahan aktivitas (istirahat).
d. Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan, atau pada area
mukosa.
R/ Mengalami kerapuhan kapiler.
e. Awasi haematemesis atau sekresi GI / darah feses.
R/ Stress dan abnormalitas hemostatik dapat mengakibatkan perdarahan GI
track.
f. Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik, gunakan jarum kecil pada saat
penyuntikan, lakukan penekanan lebih lama setelah penyuntikan.
R/ Menurunkan resiko perdarahan / pembentukan hematoma.
Kolaborasi :
g. Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap, Thrombosit, Faktor Pembekuan
dan Protrombin.
R./ Uremia, menurunkan produksi eritropoetin, menekan produksi Sel Darah
Merah. Pada gagal ginjal kronik, Hb, hematokrit biasanya rendah.
h. Pemberian transfusi.
R./ Mengatasi anemia simtomatik.
i. Pemberian obat – obatan :
Sediaan besi, asam folat, sianokobalamin.
R./ Memperbaiki gejala anemi.
Cimetidin (Actal).
R./ Profilaksis menetralkan asam lambung.
Hemostatik (Amicar).
R./ Menghambat perdarahan.
Pelunak feses.
R./ Mengurangi perdarahan mukosa.
4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis
metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit kalsifikasi metastase pada
otak.
Tujuan : Meningkatkan tingkat mental.
Kriteria : Klien mengenal tempat, orang, waktu, tidak menarik diri, tidak ada
gangguan kognitif.
Stabilisasi lingkungan interna yang diusahakan melalui
1. Kesadaran mental, rentang perhatian, dan interaksi, yang sesuai dengan
lingkungan
2. Tidak ada dan terkendalinya udim perifer dan tidak terjadi uim paru
3. Keseimbangan elektrolit terkendali :
Sodium : 125 sampai 145 m eq/l
Potassium 3 sampai 6 meq/l
Bicarbonat > 15 meq/l
Calsium 9 – 11 mg/dl
Hoshate 3 – 5 mg/dl
4. Serum albumin > 2 g/dl
5. Pengendalian katabolisme protein dan produk pecahan protein
6. Urea nitrogen < 100 mg/dl
7. Kreatinin < 15 mg/dl
8. Uric acid < 12 mg/dl
Rencana :
a. Kaji luasnya gangguan kemampuan berpikir, memori, orientasi, perhatikan
lapang perhatian.
R./ Efek sindrom uremik dapat terjadi dengan Kekacauan minor dan
berkembang ke perubahan kepribadian.
b. Pastikan orang terdekat, tingkat mental pasien biasanya.
R./ Memberikan perbandingan.
c. Berikan lingkungan tenang, ijinkan menggunakan TV. Radio dan
kunjungan.
R./ Meminimalkan rangsangan lingkungan.
d. Orientasikan kembali terhadap lingkungan orang dan waktu.
R./ Memberikan petunjuk untuk membantu pengenalan kenyataan.
e. Hadirkan kenyataan secara singkat dan ringkas.
R./ Meningkatkan penolakan terhadap kenyataan.
f. Komunikasikan informasi dalam kalimat pendek.
R./ Komunikasi akan dipahami/diingat.
g. Tingkatkan istirahat adekuat dan tidak mengganggu periode tidur.
R./ Gangguan tidur dapat mengganggu kemampuan kognitif.
Kolaborasi :
h. Pemberian tambahan oksigen.
R./ Perbaikan hipoksia dapat memperbaiki kognitif.
i. Hindari penggunaan barbiturat/opiat.
R./ Memperburuk kekacauan.
5. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
status metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati
ferifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum pada kulit.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria : kulit tidak lecet, klien mampu mendemonstrasikan cara untuk
mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit.
Stabilisasi lingkungan interna yang diusahakan melalui
1. Tidak ada dan terkendalinya udim perifer dan tidak terjadi uim paru
2. Keseimbangan elektrolit terkendali :
Sodium : 125 sampai 145 m eq/l
Potassium 3 sampai 6 meq/l
Bicarbonat > 15 meq/l
Calsium 9 – 11 mg/dl
Hoshate 3 – 5 mg/dl
3. Serum albumin > 2 g/dl
4. Pengendalian katabolisme protein dan produk pecahan protein
5. Urea nitrogen < 100 mg/dl
6. Kreatinin < 15 mg/dl
7. Uric acid < 12 mg/dl
8. Tidak terjadi inflamasi dan nyeri sendi
9. Tekanan darah dikendailikan sekurang-kurangnya 160/100 mmHg ada
perubahan posisi dalam berdiri
10. Tidak terjadi toksisitas akibat kurangnya ekskresi obat-obatan
11. Intake nutrisi cukup untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen
yang positif
12. Tentukan dan tatalaksana terhadap penyebab.
13. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
14. Diet tinggi kalori rendah protein.
15. Deteksi dini terhadap komplikasi dan berikan terapi.
Rencana :
a. Inspeksi kulit terhadap Perubahan Warna, turgor, perhatikan
kemerahan,ekskoriasi.
R/ Menandakan area sirkulasi buruk, yang dapat menimbulkan dekubitus.
b. Kaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya excoriasi.
R/ Sirkulasi darah yang kurang menyebabkan kulit mudah rusak dan
memudahkan timbulnya dicubitus/ infeksi.
c. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.
R/ Deteksi adanya dehidrasi yang mempengaruhi integritas jaringan pada
tingkat seluler.
d. Ganti posisi tiap 2 jam sekali, beri bantalan pada tonjolan tulang , pelindung
siku dan tumit.
R/ Mengurangi/ menurunkan tekanan pada daerah yang edema, daerah yang
perfusinya kurang baik untuk mengurangi/menurunkan iskemia jaringan.
e. Jaga keadaan kulit agar tetap kering dan bersih.
R/ Kulit yang basah terus menerus memicu terjadi iritasi yang mengarah
terjadinya dikubitus.
f. Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan kering yang
menyerap keringat dan bebas keriput.
R/ Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin.
R/ Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera.
h. Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin.
R/ Mencegah penekanan yang terlalu lama pada jaringan yang dapat
membatasi ferfusi seluler, sehingga dapat mengurangi iskemik jaringan.
6. Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan penurunan
saliva, pemabatasan cairan, perubahan urea dalam saliva menjadi amonia.
Tujuan : Mempertahankan membran mukosa.
Kriteria : Mukosa lembab, inflamasi, ulserasi tidak ada, bau amonia
berkurang/hilang.
Rencana :
a. Inspeksi rongga mulut, perhatikan kelembaban, karakter saliva adanya
inflamasi dan ulserasi.
R./ Deteksi untuk mencegah infeksi.
b. Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam abatas yang ditentukan.
R./ Mencegah kekeringan mulut.
c. Berikan perawatan mulut sering cuci dengan larutan Asam asetik 25%,
berikan permen karet, permen keras antara makan.
R./ Perawatan mulut menyejukan, melumasi, dan membantu menyegarkan
mulut yang tidak menyenangkan karena uremia.
d. Anjurkan hygiene yang baik setelah makan dan saat akan tidur.
R./ Menurunkan pertumbuhan bakteri.
e. Anjurkan klien untuk menghentikan merokok, dan menghindari produk
pencuci mulut yang mengandung alkohol.
R./ Alkohol, mengiritasi mukosa dan efeknya mengeringkan.
Kolaborasi :
f. Pemberian obat-obatan sesuai dengan indikasi Antihistamin, Kiproheptadin.
R./ Menghilangkan gatal.
7. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi eritropeitin.
Tujuan : Terjadi peningkatan kadar Hb.
Kriteria : Kadar Hb dalam batas normal, perfusi jaringan baik, akral hangat,
merah dan kering.
Rencana :
a. Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering.
R/ kekeringan meningkatkan sensitivitas kulit dengan merangsang ujung
saraf.
b. Cegah penghangatan yang berlebihan dengan mempertahankan suhu
ruangan yang sejuk dengan kelembaban yang rendah, hindari pakaian yang
terlalu tebal.
R/ penghangatan yang berlebihan meningkatkan sensitivitas melalui vaso
dilatasi.
c. Anjurkan tidak menggaruk.
R/ Garukan merangsang pelepasan histamin.
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ Deteksi dini terhadap perkembangan klien dan penentuan terhadap
tindakan selanjutnya.
e. Kolaborasi dalam:
Pemberian transfusi
Pemeriksaan laboratorium Hb.
7. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria : Klien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
Klien tenang dan wajah segar.
Klien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana :
a. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
R./ Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien
akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang
tepat
b. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
R./ Mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien
ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
c. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas,
efek obat-obatan dan suasana ramai.
R./ Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami
dan dirasakan pasien.
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik
relaksasi.
R./ Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur,
teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
R./ Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan
tidur/istirahat
8. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Klien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria : Klien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
Klien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan
pengetahuan yang diperoleh.
Rencana :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit gagal ginjal
kronik dan Hipertensi.
R./ Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu
mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui
pasien/keluarga.
b. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
R./ Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-
kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan
pasien.
c. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada
pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
R./ Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak
menimbulkan kesalahpahaman.
d. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan
pasien didalamnya.
R./ Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan
yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
e. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada /
memungkinkan).
R./ Gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah
diberikan.
9. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria : Klien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
Emosi stabil., pasien tenang.
Istirahat cukup.
Rencana :
a. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
R./ Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga
perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
b. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
R./ Dapat meringankan beban pikiran pasien.
c. Gunakan komunikasi terapeutik.
R./ Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien
kooperatif dalam tindakan keperawatan.
d. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien
untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
R./ Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien
dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
e. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan
lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal
mungkin.
R./ Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan
yang dirasakan pasien.
f. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara
bergantian.
R./ Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang
menunggu.
g. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
R./ Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa
cemas pasien.
10. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan metabolisme protein.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria : Berat badan dan tinggi badan ideal.
Pasien mematuhi dietnya.
Mual berkurang dan muntah tidak ada.
Tekanan darah 140/90 mmHg.
Rencana :
a. Kaji/catat pemasukan diet status nutrisi dan kebiasaan makan.
R./ Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
b. Identifikasi perubahan pola makan.
R./ Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
c. Berikan makanan sedikit dan sering.
R./ Meminimalkan anoreksia dan mual.
d. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
R./ Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipertensi yang lebih berat.
e. Tawarkan perawatan mulut, berikan permen karet atau penyegar mulut
diantara waktu makan.
R./ Menghindari membran mukosa mulut kering dan pecah.
f. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
R./ Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan
salah satu indikasi untuk menentukan diet).
g. Kolaborasi: konsul dengan dokter untuk pemberikan obat sesuai dengan
indikasi; Nabic, Anti emetik dan anti hipertensi.
R./ Nabic dapat mengatasi/memperbaiki asidosis. anti emitik akan mencegah
mual/muntah dan obat anti hipertensi akan mempercepat penurunan
tekanan darah.
h. Kolaborasi: konsul dengan ahli gizi untuk pemberian diet tinggi kalori,
rendah protein, rendah garam (TKRPRG).
R./ Pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan tekanan darah
dan mencegah komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan Edisi 2; EGC. Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan Edisi 6; EGC. Jakarta.
Doengoes, Marylin E. (1989) Nursing Care Plans. F.A Davis Company.
Philadelphia. USA.
Haznam M. W. (1992). Kompendium Diagnostik & Terapi Ilmu
Penyakit Dalam Edisi II. Bandung.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Editor: Setiawan. EGC.
Jakarta:
Price, Sylvia Anderson. (1985). Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-
Proses Penyakit. EGC. Jakarta.
Smith, Cindy Grennberg. (1988). Nursing Care Planning Guides for
Children. Baltimore. Williams & Wilkins
Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. FKUI. Jakarta.