chronic myeloid leukemia2

6
Chronic Myeloid Leukemia adalah salah satu bentuk dari leukemia yang ditandai dengan meningkatnya dan pertumbuhan yang tidak teratur dari sel myeloid di dalam sum-sum tulang dan terakumulasi juga di dalam darah. Chronic myeloid Leukemia adalah gangguan pda sum-sum tulang dimana terjadi proliferasi dari granulosit yang matur (neutrofil, eosinofil, dan basofil). Chronic myeloid leukemia adalah salah satu tipe penyakit myeloproliferasi yang dihubungkan dengan adanya translokasi kromosom yang disebut dengan philadelphia chromosome. Sejak dahulu, penyakit ini telah di terapi dengan kemoterapi, interferon, dan transplantasi sum-sum tulang, walaupun targeted therapy telah diperkenalkan pada awal abad 21 secara radikal telah merubah menejemen dari Chronic Myeloid Leukemia. Chronic myeloid leukemia disebut juga sebagai chronic granulocytic leukemia adalah gangguan myeloproliferasi yang ditandai oleh peningkatan proliferasi dari granulosit tanpa menghilangnya kemampuan granulosit untuk berdiferensiasi. Pada pemeriksaan darah tepi dijumpai peningkatan jumlah granulosit dan adanya sel-sel imatur termasuk sel blast. Chronic myeloid leukemia jarang terjadi pada anak-anak, hanya 2-3% dari semua jenis leukemia pada anak-anak. 3 Umumnya pada penderita chronic myeloid leukemia, dijumpai splenomegali pada pemeriksaan fisik, yang mana hal ini berkolerasi dengan jumlah granulosit pada pemerikasaan darah tepi. Hepatomegali juga dapat dijumpai sebagai bagian dari hematopoiesis extramedullary yang terjadi di limfe. Kemudian dijumpai demam, nyeri sendi, anemia dan pendarahan. Chronic myeloid leukemia merupakan translokasi dari kromosom 9 dan 22 yang disebut dengan kromosom Philadelphia. Yang merupakan tanda khas pada CML. 5 Chronic myeloid leukemia dapat diklasifikasikan menjadi tiga fase, yaitu: 1. fase kronik, dimana 85% pasien didiagnosa pada fase ini. 2. fase akselerasi, dan 3. krisis blast, dimana merupakan tahapan akhir dari perjalanan pennyakit chronic myeloid leukemia, serupa seperti leukemia akut dengan progresifitas yang cepat. DEFINISI Chronic myeloid leukemia (CML) yang disebut juga sebagai chronic granulocytic leukemia (CGL), adalah merupakan keganasan klona dari sel induk (stem cell) sistem hematopoetik yang ditandai oleh translokasi spesifik, t(9;22) (q34 ;q1) yang dikenal sebagai kromosom philadelphia. Translokasi ini mendekatkan gen bcr pada kromosom 22 dengan gen abl pada kromosom 9, sehingga menghasilkan gen gabungan yang menyandi protein gabungan bcr-abl. CML pada kebanyakan kasus, tidak ada gambaran predisposisi. 1

Upload: mestikaelokarviana

Post on 12-Jan-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

KMB 2

TRANSCRIPT

Page 1: Chronic Myeloid Leukemia2

Chronic Myeloid Leukemia adalah salah satu bentuk dari leukemia yang ditandai dengan meningkatnya dan pertumbuhan yang tidak teratur dari sel myeloid di dalam sum-sum tulang dan terakumulasi juga di dalam darah. Chronic myeloid Leukemia adalah gangguan pda sum-sum tulang dimana terjadi proliferasi dari granulosit yang matur (neutrofil, eosinofil, dan basofil). Chronic myeloid leukemia adalah salah satu tipe penyakit myeloproliferasi yang dihubungkan dengan adanya translokasi kromosom yang disebut dengan philadelphia chromosome.

Sejak dahulu, penyakit ini telah di terapi dengan kemoterapi, interferon, dan transplantasi sum-sum tulang, walaupun targeted therapy telah diperkenalkan pada awal abad 21 secara radikal telah merubah menejemen dari Chronic Myeloid Leukemia.

Chronic myeloid leukemia disebut juga sebagai chronic granulocytic leukemia  adalah gangguan myeloproliferasi yang ditandai oleh peningkatan proliferasi dari granulosit tanpa menghilangnya kemampuan granulosit untuk berdiferensiasi. Pada pemeriksaan darah tepi dijumpai peningkatan jumlah granulosit dan adanya sel-sel imatur termasuk sel blast.

Chronic myeloid leukemia jarang terjadi pada anak-anak, hanya 2-3% dari semua jenis leukemia pada anak-anak.3 Umumnya pada penderita chronic myeloid leukemia, dijumpai splenomegali pada pemeriksaan fisik, yang mana hal ini berkolerasi dengan jumlah granulosit pada pemerikasaan darah tepi. Hepatomegali juga dapat dijumpai sebagai bagian dari hematopoiesis extramedullary yang terjadi di limfe. Kemudian dijumpai demam, nyeri sendi, anemia dan pendarahan.Chronic myeloid leukemia merupakan translokasi dari kromosom 9 dan 22 yang disebut dengan kromosom Philadelphia. Yang merupakan tanda khas pada CML.5

Chronic myeloid leukemia dapat diklasifikasikan menjadi tiga fase, yaitu:

1. fase kronik, dimana 85%  pasien  didiagnosa pada fase ini.

2. fase akselerasi, dan

3. krisis blast, dimana merupakan tahapan akhir dari perjalanan pennyakit chronic myeloid leukemia, serupa seperti leukemia akut dengan progresifitas yang cepat.

DEFINISIChronic myeloid leukemia (CML) yang disebut juga sebagai chronic granulocytic leukemia (CGL), adalah merupakan keganasan klona dari sel induk (stem cell) sistem hematopoetik yang ditandai oleh translokasi spesifik, t(9;22) (q34 ;q1) yang dikenal sebagai kromosom philadelphia. Translokasi ini mendekatkan gen bcr pada kromosom 22 dengan gen abl pada kromosom 9, sehingga menghasilkan gen gabungan yang menyandi protein gabungan bcr-abl. CML pada kebanyakan kasus, tidak ada gambaran predisposisi.1

ETIOLOGI  DAN PATOGENESISETIOLOGICML lebih sering terjadi pada orang dewasa dan bertanggung jawab hanya untuk 3% dari kasus leukemia pada masa kanak-kanak.1Penyebab dari CML pada anak-anak belum diketahui. Tidak ada bukti klinis yang jelas tentang faktor predisposisi keturunan. Juga tidak dijumpai peningkatan resiko terhadap CML pada gangguan kromosom preleukemik seperti pada anemia Fanconi dan Down syndrome. Pada kebanyakan kasus, tidak terdapat faktor predisposisi.Pada kasus tertentu, hubungan CML dengan paparan radiasi telah dijelaskan, terutama pada anak umur 5 tahun, seperti yang telah dilaporkan di Jepang pada saat adanya ledakan hebat pada tahun 1940.3

Juga telah dilaporkan CML terjadi pada anak-anak dengan immunosuppresed, termasuk anak dengan infeksi HIV, dan imunosupresi pada transplantasi ginjal.1

PATOGENESISChronic myeloid leukemia adalah malignansi pertama yang dihubungkan dengan gen yang abnormal, translokasi kromosom tersebut diketahui sebagai Philadelphia kromosom yang merupakan translokasi kromosom 9 dan 22. Pada CML juga ditandai oleh hiperplasia mieloid dengan kenaikan jumlah sel mieloid yang berdiferensiasi dalam darah dan sum-sum tulang.1

Page 2: Chronic Myeloid Leukemia2

Pada translokasi ini, bagian dari dua kromosom yaitu kromosom 9 dan 22 berubah tempat. Hasilnya, bagian dari gen BCR (breakpoint cluster region) dari kromosom 22 bergabung dengan gen ABL pada kromosom. Penyatuan abnormal ini menyebabkan penyatuan protein tyrosine kinase yang meregulasi proliferasi sel, penurunan sel adherens dan apoptosis. Hal ini karena pada bcr-abl produk penyatuan gen adalah juga tyrosine kinase.

Penyatuan protein bcr-abl berinteraksi dengan 3beta (c) subunit reseptor. Transkrip bcr-abl aktif secara terus-menerus dan tidak membutuhkan aktivasi oleh protein sel yang lainnya. Bcr-abl mengaktivasi kaskade dari protein yang mengontrol siklus sel, mempercepat pembelahan sel. Kemudian, protein bcr-abl menghambat perbaikan DNA, menyebabkan instabilitas gen dan menyebabkan sel dapat berkembang lebih jauh menjadi gen yang abnormal. Tindakan dari protein bcr-abl adalah penyebab patofisiologi dari chronic myeloid leukemia. Dengan pemahaman tentang protein bcr-abl dan tindakannya sebagai tyrosine kinase, targeted therapy dikembangkan yang secara spesifik menghambat aktifitas dari protein bcr-abl. Inhibitor dari tyrosine kinase dapat menyembuhkan CML, karena bcr-abl tersebut adalah penyebab dari CML.1

KLASIFIKASI

CML sering dibagi menjadi tiga fase berdasarkan karakteristik klinis dan hasil laboratorium. CML dimulai dengan fase kronik, dan stelah beberapa tahun berkembang menjadi fase akselerasi dan kemudian menjadi fase krisis blast. Krisis blast adalah tingkatan akhir dari CML, dan mirip seperti leukemia akut. Perkembangan dari fase kronik melalui akselerasi dan krisis blast diperoleh kromosom abnormal yang baru yaitu kromosom philadelphia. Beberapa pasien datang pada tahap akselerasi ataupun pada tahapan krisis blast pada saat mereka didiagnosa.

Fase Kronis

85% pasien dengan CML berada pada tahapan fase kronik pada saat mereka didiagnosa dengan CML. Selama fase ini, pasien selalu tidak mengeluhkan gejala atau hanya ada gejala ringan seperti cepat lelah dan perut terasa penuh. Lamanya fase kronik bervariasi dan tergantung sebearapa dini penyakit tersebut telah didiagnosa dan terapi yang digunakan pada saat  itu juga. Tanpa adanya pengobatan yang adekuat, penyakit dapat berkembang menuju ke fase akselerasi.

Fase AkselerasiPada fase akselerasi hitung leukosit menjadi sulit dikendalikan dan abnormalitas sitogenik tambahan mungkin timbul. Kriteria diagnosa dimana fase kronik berubah menjadi tahapan fase akselerasi bervariasi. Kriteria yang  banyak digunakan adalah kriteria yang digunakan di MD Anderson Cancer Center dan kriteria dari WHO. Kriteria WHO untuk mendiagnosa CML, yaitu :

10-19% myeloblasts di dalam darah atau pada sum-sum tulang.

>20% basofil di dalam darah atau sum-sum tulang.

Trombosit <100.000, tidak berhubungan dengan terapi.

Trombosit >100.000, tidak respon terhadap terapi.

Evolusi sitogenik dengan adanya abnormal gen yaitu kromosom philadelphia.

Splenomegali atau jumlah leukosit yang meningkat.

Pasien diduga berada pada fase akselerasi berdasarkan adanya tanda-tanda yang telah disebutkan di atas. Fase akselerasi sangat signifikan karena perubahan dan perubahan menjadi krisis blast berjarak berdekatan.

Krisis blast

Page 3: Chronic Myeloid Leukemia2

Krisis blast adalah fase akhir dari CML, dan gejalanya mirip seperti leukemia akut, dengan progresifitas yang cepat dan dalam jangka waktu yang pendek. Krisis blast didiagnosa apabila ada tanda-tanda sebagai berikut pada pasien CML :

>20% myeloblasts atau lymphoblasts di dalam darah atau sum-sum tulang.

Sekelompok besar dari sel blast pada biopsi sum-sum tulang.

Perkembangan dari chloroma.5

GEJALA DAN TANDA

Umumnya gejala CML pada anak-anak, biasanya tidak spesifik, seperti fatigue, malaise dan penurunan berat badan. Abdominal discomfort, yang disebabkan oleh splenomegali, biasanya juga dijumpai. Gejala biasanya tidak nyata, dan diagnosis sering ditegakkan bila pemeriksaan darah dilakukan atas alasan lain. Penderita mungkin datang dengan splenomegali (yang dapat masif) atau dengan gejala hipermetabolisme, termasuk kehilangan berat badan, anoreksia, dan keringat malam. Gejala leukostasis seperti gangguan pengelihatan atau priapismus, jarang terjadi.

Pasien sering asimptomatik pada saat pemeriksaan, hanya ditemukan peningkatan leukosit pada pemerikasaan jumlah leukosit dalam pemeriksaan darah. Pada keadaan ini CML harus dibedakan dari reaksi leukemoid, yang mana pada pemeriksaan darah tepi memiliki gambaran yang serupa. Gejala dari CML adalah malaise, demam, gout atau nyeri sendi, meningkatnya kemungkinan infeksi, anemia, trombositopenia, mudah lebam, dan didapatnya splenomegali pada pemerikasaan fisik.2

Tabel. 1. Gambaran Klinis Diagnosis Chronic Myeloid Leukemia

Umum Jarang

Fatigue 

Berat badan turun

Abdominal discomfort

Asimtomatik

Nyeri tulang 

Perdarahan

Demam

Berkeringat

Leukositosis

Gout

Spleen Infark

Mayoritas anak-anak dijumpai splenomegaly, penemuan lain biasanya tidak spesifik. Hepatomegaly teraba (1-2 cm) tetapi  hepatomegali hebat dan limfadenopati sangat tidak umum, kecuali penyakit itu sudah fase lanjut atau blast krisis. Tanda leukositosis (e.g. retinal hemoragik, papil edema, priapismus). Biasanya hanya keliatan jika leukosit sangat tinggi (>300×10 9/L). Beberapa laporan menduga bahwa tanda-tanda CML lebih umum pada anak-anak daripada dewasa, walaupun dari 40 anak-anak hanya 3 (7,5%) yang mengalami leukositosis. Nodul di kulit akibat deposit leukemic (chloromas) jarang dijumpai, biasanya dihubungkan dengan fase lanjut atau blast krisis.DIAGNOSISKelainan laboratorium biasanya mula-mula terbatas pada kenaikan hitung leukosit, yang dapat melebihi 100.000/mm3, dengan semua bentuk sel myeloid tampak di apus darah. CML sering didapat diagnosanya berdasarkan pemeriksaan darah, yang mana menunjukkan peningkatan granulosit dari berbagai jenis, termasuk sel myeloid yang matur. Basofil dan eosinofil biasanya meningkat. Peningkatan ini dapat menjadi indikasi untuk membedakan CML dari reaksi leukemoid. Biopsi sum-sum tulang sering dilakukan sebagai evaluasi dari CML.2 Pada pemeriksaan sum-sum tulang CML ditandai dengan hipercellular di dalam semua fase. Pada fase kronis terjadi peningkatan terutama hiperplasia dari sel granulocytic.3

Page 4: Chronic Myeloid Leukemia2

Diagnosa utama dari CML diperoleh dari ditemukannya kromosom philadelphia. Kromosom abnormal yang khas ini dapat didetekesi dari pemerikasaan sitogenetik rutin, dengan hibridisasi fluoresen in situ atau dengan PCR untuk gen bcr-abl yang menyatu.5

Terdapat  kontroversi terhadap Ph-negatif CML, atau kasus terhadap kecurigaan CML dimana kromosom philadelphia tidak dapat dideteksi. Banyak pasien yang faktanya memiliki kromosom abnormal yang kompleks yang menutupi translokasi kromosom 9 dan kromosom 22, atau mempunyai bukti dari translokasi oleh FISH atau oleh RT-PCR sehubungan dengan karyotyping rutin yang normal.5

TERAPI

Pada fase kronis CML diterapi dengan inhibitor tyrosine kinase, yang pertama adalah imatinib mesylate (Gleevec, Glivec). Sebelumnya digunakan antimetabolit (cytarabine, hydroxyurea), alkalysis agent, interferon alfa 2b, dan steroid, tetapi obat-obat ini sekarang telah digantikan oleh imatinib. penggunaan Imatinib telah disetujui oleh FDA Amerika Serikat dan dikhususkan untuk bcr-abl, yang mengaktifkan penyatuan protein tyrosine kinase yang disebabkan oleh translokasi kromosom philadelphia. Imatinib ini dapat ditolerir lebih baik dan lebih efektif dibandingkan terapi sebelumnya. Transplantasi sum-sum tulang juga digunakan sebagai terapi pilihan untuk CML.

Pada sindrom tumor lysis diberikan hidrasi, alkalinisasi, dan allopurinol. Pada hiperleukositosis pada CML yang ditandai dengan jumlah leukosit >200.000/mm3 mulai diberikan hydroxyurea 50-75 mg/kgBB/hari. Imatinib mulai diberikan setelah diagnosis dari Ph-positif CML telah ditegakkan. Bila terdapat respon yang kurang memuaskan terhadap Imatinib maka digunakan IFN-α atau IFN-α dan Ara-C 5×106 unit/m2 per hari secara subcutan atau intramuskular. Hydroxyurea digunakan untuk menurunkan jumlah leukosit menjadi 10.000-20.000 /mm3 dan dapat diturunkan dosisnya secara bertahap dan tidak dilanjutkan kembali.2

Respon terhadap pengobatan dapat diketahui berdasarkan beberapa kriteria, diantaranya kriteria secara hematologi. Apabila leukosit kurang dari 9000/mm3, tidak dijumpai splenomegali dan morfologi normal maka hal ini menunjukkan adanya respon pengobatan secara keseluruhan (complete response). Bila leukosit kurang dari 20.000/mm3, dijumpai splenomegali maka terdapat respon pengobatan parsial (partial respon). Dikatakan pengobatan gagal apabila leukosit lebih dari 20.000/mm3 dan dijumpai splenomegali.2

Pengaturan  pada CML fase akselerasi tergantung dari pengobatan sebelumnya dan masalah spesifik yang dirasakan si anak. Pada anak yang penyakitnya berkembang menjadi fase akselerasi pada saat menunggu untuk transplantasi sum-sum tulang harus dilakukan tranplantasi secepatnya. Imatinib adalah obat yang paling berguna untuk mengontrol penyakit ini sampai transplantasi tulang dilakukan, untuk anak-anak yang telah relaps terhadap Imatinib dapat menggunakan hydroxycarbamide. Manifestasi yang paling umum dari fase akselerasi adalah splenomegali dan trombositosis. Splenectomy dapat dilakukan untuk splenomegali yang masif. Trombositosis  mungkin sulit untuk dikendalikan karena trombositosis kadang-kadang resisten terhadap imatinib dan sering resisten terhadap hydroxycarbamide. Untungnya, walaupun jumlah platelet meningkat biasanya ditolerir dengan baik dengan trombosis dan pendarahan pada anak-anak.

Prognosa pada krisis blast jelek, walaupun dengan regimen kemoterapi baru-baru ini dan berlawanan denan krisis blast pada limfoid, vincristine dan steroid mempunyai sedikit keuntungan. Beberapa penelitian sekarang menunjukkan 50% dari pasien respon terhadap Imatinib tetapi kurang dari 20% mempunya respon hematologi yang komplit dan respon sitogenik yang sempurna. Pada anak-anak pada CML tahap krisis blast terapi pilihan adalah Imatinib dan kemoterapi tipe AML (Acute myeloid leukemia) seperti daunorubicin, cytarabine atau thioguanine. Tetapi pengobatan ini tidak bersifat menyembuhkan penyakit.3 Pada stadium ini pengobatan yang paling efektif adalah transplantasi sum-sum tulang stelah kemoterapi dosis tinggi.5

DAFTAR PUSTAKA1. Heslop, Helen E. Leukemia myeloid kronik. In Nelson ilmu kesehatan anak, editor: Nelson, Waldo

E.ed 15 vol 3. Jakarta: EGC;2005 p: 1776-1777

2. Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology; 4th Edition. London; Elsevier Academic Press; 2006; 401-411

Page 5: Chronic Myeloid Leukemia2

3. Roberts, Irene A.G. Chronic myeloid leukemia. In Pediatric hematology, editor: Arceci, Robert J. 3rd edition. London: Blackwell publishing; 2006 p: 384-399

4. Sondheimer, Judith M. Myeloproliferative disease. In Current essentials pediatrics. London: Lange; 2007 p: 151

5. Chronic Myeloid Leukemia available fromhttp://www.wikipedia.com/Chronic Myelogenous Leukemia/ Accessed on January, 14 2009

6. Chronic Myeloid Leukemia available fromhttp://www.eMedicine.com/hematology/stem cells and disorders.Chronic Myelogenous Leukemia/ Accessed on January, 14 2009