juvenile chronic artritis

13

Click here to load reader

Upload: pradipta-shiva

Post on 07-Jul-2016

219 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

JCA

TRANSCRIPT

Page 1: Juvenile Chronic Artritis

BLOK 11: HEMATOLOGI DAN LIMFORETIKULER

TINJAUAN PUSTAKA

“JUVENILE CHRONIC ARTRITIS”

OLEH:

CHRISTABELLA NATALIA WIJAYA

H1A013013

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MATARAM

2015

Page 2: Juvenile Chronic Artritis

JUVENILE CHRONIC ARTRITIS

Pendahuluan

Juvenile chronic artritis (Juvenile Rheumatoid Artritis/Juvenile Idiophatic Artritis) merupakan

penyakit reumatik pada anak. Onsetnya pada usia dibawah 16 tahun dan menetap selama 6

minggu1. Sebenarnya JIA bukanlah penyakit, tetapi merupakan diagnosis eksklusi yang berlaku

untuk setiap arthritis tidak diketahui penyebabnya (seperti infeksi, onkologi, atau etiologi

rematik lainnya)2.

Terdapat bermacam-macam klasifikasi penyakit reumatik anak, yaitu menurut American

College of Rheumatology (ACR) tentang juvenile rheumatoid arthritis, menurut European

League Against Rheumatism (EULAR) tentang juvenile chronic arthritis, dan menurut

International League Against Rheumatism (ILAR) tentang juvenile idiopathic arthritis3.

Etiologi

Penyebab JIA belum jelas, tetapi kemungkinan merupakan gabungan antara faktor genetic dan

faktor lingkungan4.

Epidemiologi

Diperkirakan JIA mengenai sekitar 294.000 anak pada usia 0-17 tahun di Amerika Serikat4.

Sekitar 1 dari 1000 anak didunia terkena JIA2. Insidensi dan prevalensi diseluruh dunia

bervariasi4. Perbedaan ini tampaknya karena genetic spesifik dan faktor lingkungan pada area

geografis. Angka insidensi diperkitakan 4-14 per 100.000 anak per tahun dan prevalensinya

sekitar 1,6-86 kasus per 100.000 anak4. Prevalensi JIA di Taiwan sekitar 3,7 per 100.000 dimana

prevalensi ini lebih tinggi daripada prevalensi di Jepang, tetapi lebih rndah dari populasi

kaukasia. Selain itu, wanita lebih banyak terkena dibandingkan pria, tetapi ini bergantung pada

jenis artritisnya. Berikut ini adalah variasi subtype JIA terkait distribusi usia dan gender4.

Page 3: Juvenile Chronic Artritis

Patogenesis

Bukti kuat telah dilaporkan adanya peran alel HLA kelas I dan II pada pathogenesis subtype JIA.

HLA-B27 berkaitan dengan perkembangan inflamasi dari skeleton aksial dengan keterlibatan

pinggul dan seringnya pada pasien positif dengan artritis terkait entesitis. HLA-A2 berkaitan

dengan onset awal JIA. Antigen kelas II (HLA-DRB1*08, 11, and 13 and DPB1*02) berkaitan

dengan oligoartritis JIA. HLA-DRBI*08 juga berkaitan dengan poliartritis JIA dengan FR

negative. Gambaran klinis sistemik-onset JIA sebagian besar menyerupai sindrom autoinflamasi,

seperti demam Mediterania, dan ada sedikit hubungan hubungan antara JIA onset sistemik dan

gen HLA4.

Selain itu, terdapat juga peranan dari imunitas seluler dan humoral. Sel T melepaskan sitokin

proinflamasi, seperti TNF alfa, IL-6, dan IL-1 yang ditemukan dalam kadar tinggi pada pasien

dengan JIA poliartikular dan onset sistemik JIA. Selain itu, pada pasien dengan JIA

Page 4: Juvenile Chronic Artritis

menunjukkan level tinggi dari sel T yang memproduksi IL-17. IL-17 ini memicu produksi

interleukin lain dan matriks metalloproteinase yang berperan pada kerusakan sendi. Peran dari

imunitas humoral pada pathogenesis JIA didukung oleh penignkatan kadar autoantibodi, seperti

antibody antinuclear (ANAs) dan immunoglobulin, dengn aktivasi komplemen dan dengan

adanya kompleks imun di sirkulasi4.

Selain itu, faktor yang kemungkinan berpengaruh pada pathogenesis JIA adalah disregulasi,

stress psikologis, trauma, abnormalitas hormonal, dan infeksi4.

Diagnosis

Berikut ini adalah kriteria diagnosis dari beberapa klasifikasi yang telah disebutkan diatas:

1. Kriteria diagnosis artritis rheumatoid juvenile menurut ACR

a. Usia onset kurang dari 16 tahun

b. Artritis pada satu sendi atau lebih yang ditandai oleh bengkak atau efusi sendi,

atau oleh dua dari gejala kelainan sendi berikut: gerakan sendi terbatas, nyeri atau

sakit pada gerakan sendi, dan peningkatan suhu di daerah sendi.

c. Lama sakit lebih dari 6 minggu

i. Jenis onset penyakit dalam 6 bulan pertama diklasifikasikan sebagai:

ii. pausiartikular (oligoartritis): 4 sendi atau kurang

iii. poliartritis: 5 sendi atau lebih

d. penyakit sistimik: artritis disertai demam intermiten

e. Penyakit artritis juvenile lain dapat disingkirkan

2. Kriteria diagnosis artritis kronik juvenile menurut EULAR

a. Usia onset kurang dari 16 tahun

b. Artritis pada satu sendi atau lebih yang ditandai oleh bengkak atau efusi sendi,

atau oleh dua dari gejala kelainan sendi berikut: gerakan sendi terbatas, nyeri atau

sakit pada gerakan sendi, peningkatan suhu di daerah sendi.

c. Lama sakit lebih dari 3 bulan

d. Jenis onset penyakit setelah 6 bulan diklasifikasikan sebagai:

i. pausiartikular (oligoartritis): 4 sendi atau kurang

ii. poliartritis (5 sendi atau lebih), FR negatif

Page 5: Juvenile Chronic Artritis

iii. poliartritis (5 sendi atau lebih), FR positif

iv. spondilitis angkilosis

v. artritis psoriatik

vi. penyakit sistimik: artritis disertai demam intermiten

e. Penyakit artritis juvenil lain dapat disingkirkan

3. Kriteria diagnosis untuk artritis juvenile idiophatic menurut ILAR3,5

Kategori Kriteria diagnosis

Artritis sistemik

(10-20%)

Demam paling sedikit 2 minggu (demam quotidian minimal 3

hari) dan artritis pada 1 atau leih sendi, ditambah dengan tanda

berikut:

Ruam eritem evanescen, tidak menetap (non-fixed)

Pembesaran KGB generalisata

Hepatomegaly dan/atau splenomegaly

Serositis

Oligoartritis (50-

60%)

Artritis yang mengenai ≤4 sendi dalam 6 bulan pertama penyakit.

Jika setelah 6 bulan terdapat lebih dari 4 sendi terkena digunakan

istilah oligoartritis extended.

Poliartritis (20-30%)

faktor rheumatoid

(FR) negative

Artritis yang mengenai ≥5 sendi selama 6 bulan pertama dengan

uji FR negative

Poliartritis (5-10%)

FR positif

Artritis yang mengenai ≥5 sendi selama 6 bulan pertama dengan

uji FR positif pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak minimal 3

bulan.

Artritis psoriatic (2-

15%)

Artritis dan psoriasis atau artritis dengan 2 dari tanda berikut:

Daktilitis

Kelainan kuku (pitting atau onkilosis)

Riwayat psoriasis dalam keluarga, paling sedikit pada

tingkat 1 atau 2 pedegri, dengan konfirmasi oleh

dermatologis.

Artritis yang

berhubungan dengan

Artritis dan entesitis atau artritis atau entesitis dengan minimal 2

Page 6: Juvenile Chronic Artritis

entesitis (1-7%) tanda berikut:

Adanya/riwayat nyeri sendi sakroilika dan/atau nyeri

lumborsacral inflamasi dan HLA-B27 positif

Onset artritis pada laki-laki diatas 6 tahun

Uveitis anterior akut (simptomatik)

Riwayat ankylosing spondylitis, artritis terkait entesitis,

sakroilitis dengan penyakit inflamasi usus atau uveitis

anterior akut derajat 1 relatif

Artritis lain Artritis yang tidak memenuhi pada kategori diatas atau lebih dari

1 kategori diatas.

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk konfirmasi penyakit dan menentukan

klasifikasinya adalah:

Hitung darah lengkap leukosit biasanya meningkat

Petanda inflamasi (eritrosit sedimentation rate (ESR))

CRP

Uji faktor rheumatoid

Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan X-ray polos untuk melihat adanya efusi yang besar, atau

erosi pada awal penyakit. Dapat juga dilakukan ultrasound unutk konfirmasi efusi sendi. Imaging

lebih lanjut bisa menggunakan, scan tulang seluruh tubuh dan MRI.

Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan JIA adalah untuk mengeleminasi penyakit aktif, mengembalikan fungsi

normal sendi, memelihara pertumbuhan yang normal, mencegah kerusakan sendi memanjang

dan mencegah disabilitas pasien2. Penatalaksanaan JIA bergantung pada pendekatan multidisiplin

yang meliputi terapi fisik dan okupasi, terapi farmakologis, dan intervensi psikososial4.

Terapi lini pertama untuk pengobatan pasien JIA adalah dengan NSAID (non steroidal anti

inflammatory drugs). NSAID yang digunakan pada anak biasanya ibuprofen, naproxen dan

indometasin. NSAID biasanya cukup untuk mengontrol kasus artritis ringan. Kebanyakan anak

Page 7: Juvenile Chronic Artritis

dapat mentolerir NSAIDs dengan baik, tetapi beberapa juga terjadi efek samping, seperti sakit

perut; hematologi, ginjal, hati, dan efek samping neurologis4,5.

Selai itu, dapat digunakan inhibitor COX-2 seperti celecoxib. Obat ini dapat digunakan pada

pasien dengan gangguan gastrointestinal yang parah. Pada pasien dengan IBD, NSAIDs

tradisional harus dihindari, maka dari itu dapat digunakan inhibitor COX-24.

Selain itu, dapat digunakan obat kortikosteroid. Obat-obat kortikosteroid yang dapat digunakan

antara lain4:

1. Injeksi kortikosteroid intra-articular dapat digunakan dan efektif mengontrol pasien

artritis yang memiliki penyakit terbatas, seperti oligoartritis persisten2,4.

2. Triamcinolone hexacetonide, dapat menyebabkan resolusi cepat dari peradangan yang

dapat bertahan untuk waktu yang lama dan menggantikan kebutuhan terapi oral.

3. Predisone low dose, digunakan untuk mengurangi gejala nyeri saat menunggu efek terapi

agen lini terapi ke-2.

4. Solumedrol high dose atau pulse (30 mg/kg, maks 1 gram) dapat diberikan pada JIA

onset sistemik yang refrakter terhadap kortikosteroid oral atau untuk mengontrol penyakit

dengan efek samping daripada kortikosteroid oral dosis tinggi.

Obat kortikosteroid oral atau intravena digunakan terutama pada manifestasi sistemik JIA dan

pada beberapa kasus untuk poliartitis parah. Efek samping kortikosteroid terlihat pada dosis

tinggi seperti >20 mg/d d, seperti imunosupresi, supresi adrenal, meningkatkan nafsu makan dan

berat badan, jerawat, perubahan mood, osteoporosis dan nekrosis avascular, katarak dan

peningkatan tekanan intraocular, dan diabetes4.

Obat antirematik termodifikasi penyakit merupakan agen yang memperlambat perkembangan

penyakit. Agen ini termasuk sulfasalazine, azathioprine, hydroxychloroquine, leflunomide,

cyclosporine, dan methotrexate4,5. Methotrexate merupakan antagonis folat, merupaka obat yang

digunakan pada anak yang memiliki artritis agresif. Metrotrexate ini diberikan 1 kali dalam

seminggu dengan rute oral atau subkutan. Efek pengobatan ini terlihat dalam 6-12 minggu. Efek

sampingnya berupa manifestasi gastrointestinal, seperti ulserasi oral, nyeri abdomen, mual,

penurunan nafsu makan, disfungsi hepar (peningkatan enzim hepar). Untuk anak yang

Page 8: Juvenile Chronic Artritis

mengkonsumsi obat ini, perlu dimonitor hitung darah dan enzim hepar setiap 4-8 minggu ketiak

anak mengkonsumsi obat tersebut.

Selain itu, agen biologis juga diketahui dapat berpengaruh kepada morbiditas JIA secara

signifikan, seperti antibody monoclonal, reseptor sitokin terlarut. Agen biologis ini diberikat

dengan rute IV atau subkutan. Resiko pemberian agen biologis ini adalah imunosupresi dan

sitopenia2,4.

Pada penderita JIA sering ditemukan peningkatan kadar TNF alfa. TNF alfa ini merupakan

sitokin proinflamasi. Sehingga perlu diberikan antagonis TNF-alfa, yaitu etanercept, infliximab,

dan adalimumab2,4.

Peningkatan kadar IL-1 dan IL-6 ditemukan di serum dan cairan sinovial dari pasien JIA.

Peningkatan ini terutama terjadi pada anak-anak yang memiliki sistemik-onset JIA. Baru-baru

ini, anakinra, antagonis reseptor anti-IL-1, dan tocilizumab, antibody monoclonal anti-IL-6, yang

sekarang disetujui oleh FDA, telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam pengobatan

pasien yang memiliki sistemik JIA. Abatacept, merupakan protein fusi rekombinan yang

menurunkan regulasi stimulasi sel T untuk JIA poliarticular sedang hingga parah pada anak >6

tahun. Terapi lain, seperti rituximab (antibody monoclonal deplesi sel B anti CD20) dan

Page 9: Juvenile Chronic Artritis

rilonacept (agen yang menghambat IL-1) saat ini sedang diteliti untuk pengobatan JIA. Durasi

pengobatan dengan agen biologis ini minimal 1 tahun setelah remisi penyakit dicapai4.

Terapi uveitis tergantung rekomendasi dokter spesialis mata. Tetapi, biasanya digunakan agen

dilatasi dan kortikosteroid topical. Jika inflamasi masih menetap, penggunaan methotrexate

dimulai. Dapat juga digunakan infliximab dan adalimumab4.

Penutup

Juvenile chronic artritis (Juvenile Rheumatoid Artritis/Juvenile Idiophatic Artritis) merupakan

penyakit reumatik pada anak. Onsetnya pada usia dibawah 16 tahun dan menetap selama 6

minggu. Etiologi penyakit ini sebenarnya belum jelas tetapi diduga ada hubungan antara faktor

genetic dan lingkungan. Terapi lini pertama untuk penyakit ini adalah penggunaan NSAID.

Daftar Pustaka

1. Hahn Y-S, Kim J-G. Pathogenesis and clinical manifestations of juvenile rheumatoid arthritis. Korean J Pediatr [Internet]. 2010 Nov [cited 2015 May 4];53(11):921–30. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3012271/pdf/kjped-53-921.pdf

2. Huang J. New Advances in Juvenile Idiopathic Arthritis. Chang Gung Med J [Internet]. 2011;35(1):1–14. Available from: http://memo.cgu.edu.tw/cgmj/3501/350101.pdf

3. Akib arwin ap. Artritis Idiopatik Juvenil Kesepakatan Baru Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis Penyakit Artritis pada Anak. Sari Pediatr [Internet]. 2003;5(2). Available from: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/5-2-1.pdf

4. Espinosa M, Gottlieb BS. Juvenile idiopathic arthritis. Pediatr Rev [Internet]. 2012 Jul;33(7):303–13. Available from: http://pedsinreview.aappublications.org/content/33/7/303.full.pdf

5. Boros C. Juvenile idiopathic arthritis. Aust Fam Physician [Internet]. 2010;39(9). Available from: http://www.racgp.org.au/download/documents/AFP/2010/September/201009boros.pdf