manifestasi oral herpetik pada acute myeloid leukemia : laporan kasus
DESCRIPTION
Oral Medicine ( ilmu Penyakit Mulut)TRANSCRIPT
MAKALAH
Manifestasi Oral Herpetik pada Acute Myeloid Leukemia : Laporan Kasus
Diajukan untuk tugas jurnal review oral medicine
Disusun oleh:
Afina Sabila 1601121300
Selvy Chairani 160112130058
Abu Ubaidah 1601121300
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi virus pada rongga mulut atau daerah perioral umumnya terjadi
pada pasien dengan kanker atau orang yang dirawat karena kanker. Diagnosis
awal dan perawatan sangat penting, karena untuk menghindari penyebaran
penyakit pada pasien dengan imun rendah dan untuk mengurangi symptom.1
Paling banyak penyakit mulut sekunder terjadi pada pasien kemoterapi
atau kanker lesi ulseratif. Luka ini menggambarkan jalan masuk yang penting dari
udara dan sistem digestif untuk bermacam-macam organisme ketika dihubungkan
dengan mukositis yang disebabkan oleh obat kemoterapi.2
Pada pasien dengan tipe kanker yang berbeda (carcinoma, sarcoma, dan
lymphoma) hal ini dapat ditemukan dengan jumlah 9,7% dari infeksi mulut,
10,7% hal tersebut disebabkan oleh virus. Beberapa tipe virus digambarkan
memiliki kemampuan yang dapat menyebabkan infeksi pada rongga mulut,
antaranya dengan penyebab utama yaitu herpes simplex virus (HSV), varicella
zoster virus (VZV), Epstein Bar Virus (EBV) dan Cytomegalovirus (CMV).
Hal ini diketahui bahwa pada pasien yang menjalani Bone Marrow
Transplantation (BMT) infeksi oportunistik sangat umum terjadi, dan setiap post-
BMT infeksi tersebut berubah, dengan meningkatkan insidensi HSV, CMV, dan
VZV.
Infeksi dengan HSV juga menjadi penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada pasien hematologi yang menjalani BMT dan menerima terapi
myelosupresiv. Selama induksi immunosupressan berdasarkan kondisi, terdapat
insidensi yang tinggi dari HSV primer atau manifestasi lambat dari HSV.
Pada individu dengan imunokompeten, infeksi dengan virus herpes
simplex menunjukkan plak eritema yang berkembang menjadi gabungan
gelembung berisi air dengan permukaan yang berkrusta dan dapat muncul pada
kulit dan mukosa. Namun pada pasien immunosupresan terdapat penyimpangan
respon imun yang disebabkan oleh defek pada sel imun dan hal ini menghasilkan
gambaran klinis atypical. Pada pasien tertentu, lesi ini biasanya meluas, nyeri dan
membutuhkan waktu pemulihan yang lama untuk menjadi subjek yang sehat.
Pada pengertian ini, infeksi virus herpes simlex menjadi bagian dari
differntial diagnosis pada pasien immunosupressan dengan lesi oral, karena
evaluasi lesi ini melibatkan kemungkinan infeksi yang tinggi yang disebabkan
oleh beberapa agen lainnya. Dengan cara ini hal tersebut memperkuat pendekatan
yang benar pada kasus tersebut dan dibutuhkan pendekatan multidisiplin dalam
mendiagnosa, menghindari penyebaran infeksi ini, morbiditas, dan mortalitas
Tujuan dari artikel ini adalah untuk menunjukkan kasus ilustratif dari
infeksi herpes rongga mulut pada pasien imunosupresan.
BAB II
CASE REPORT
Pasien perempuan, berusia 43 tahun, ibu rumah tangga. Setelah 2 bulan
mengeluhkan myalgia, badan terasa lemas, dan demam, maka dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut dengan hasil diagnosis klinis Acute Myeloid Leukimia.
Setelah didiagnosa, pasien dimasukkan ke bagian khemoterapi dengan obat
cytarabine dan daunorubicin, dan pada hari ke 32 setelah perawatan, pasien
mengeluhkan odynophagia dan adanya lesi pada kavitas mulut yang terasa sakit.
Setelah diobservasi ditemukan banyak lesi usseratif, berwarna putih, dengan halo
eritema, degan ukuran diameter kurang lebih 0,5 cm pada dorsum lidah, mukosa
bukkal, palatum lunak, tonsil, dan dinding posterior orofaringeal, yang sakit saat
disentuh namun tidak berdarah (Gambar 1)
Gambar 1. Gambar ini meperlihatkan lesi oral yang diperiksa pada saat pemeriksaan fisik. Perhatikan halo eritematous, dengan aspek ulseratif dan berwarna putih. Lesi-lesi ini sakit dan berdarah
Dengan menggunakan spatula kayu, sampel dikumpulkan untuk diagnose
sitology, dengan hipotesa diagnosisnya adalah infeksi virus atau jamur. Karena
pasien sudah mengkonsumsi obat antifungal tanpa kemungkinan terbentuknya
lesi, mengindikasikan penggunaan antiviral secara empiris.
Pada hari ke-7 perawatan, pasien memperlihatkan keadaan yang lebih baik
dimana lesi dan gejala sakit yang dirasakan sudah hilang. Hasil tes sitologi pada
lesi tersebut menunjukkan adanya perubahan pada focal epithelial yang
memungkinkan adanya infeksi herpes simplex (Gambar 2) dan kolonisasi skunder
dan infeksi oleh Candida sp. (Gambar 3)
Gambar 2. A Terdapat gambaran multinucleated squamous epithelial single cell (panah) dengan nuklir moulding, dan kadang- kadang terlihat jelas nucleoli dan perinuclear halo (papanicolaou-immersion - pembesaran 40 x). B terlihat sel epitel skuamous berkelompok (panah), mencatat inti yang diperbesar dengan hyperchromasia dan nuklir kromatin homogen , dengan nuclear cytoplastic yang diawetkan (papanicolaou-immersion - pembesaran 40 x)
Gambar 3. terdapat pseudo-hyphae dan spora dari Candida sp (panah) berikut pada squamous epithelial cell (papanicolaou-immersion - pembesaran 40 x)
BAB IIIDISKUSI
Herpes Simplex Virus (tipe 1 dan 2) sering menimbulkan lesi
mucocutaneous pada pasien dengan kelainan darah yang ganas(hematologic
malignancies). Lesi tersebut merupakan DNA virus yang termasuk dalam
subfamily Alphaherpesvirinae. Pada kebanyakan kasus, infeksi ini dapat sembuh
dengan sendirinya / self limiting tetapi dapat menjadi infeksi serius dan tidak
normal (meningitis, hepatitis, encephalitis) pada pasienyang menderita kelainan
immunosuppressed. Hal ini ditularkan dari permukaan mukosa atau pecah pada
kulit pada masa inkubasi yakni sekitas 7 hari .
Infeksi herpetic pertama biasa terjadi pada anak-anak dan remaja, biasanya
asimtomatik atau menyebabkan gejala-gejala sistemik yang tidak spesifik seperti
demam, myalgia, dan lymphadenopathy. Hampir 95 % pasien yang yang terkena
secara langsung gejala HSV tidak menunjukkan karakter gambaran klinis yang
cukup terhadap penyakit tersebut. setelah munculnya gejala sistemik ini infeki
lokal tejadi pada bagian oral pasien, muncul erytema, lesi vesikular yang bisa
menyatu, sering diikuti dengan sensasi rasa terbakar (local burning)
Virus bersifat laten pada ganglia saraf sensori dan pada saat terjadi
perubahan struktur sel pada sel yang terinfeksi ini, HSV aktif kembali. Faktor
yang dapat mengaktifkan kembali rangsangannya bermacam-macam, yaitu terjadi
tekanan pada immunosipresi tubuh, gangguan hormonal, traumatik injuri pada
jaringan saraf. Infeksi ini bisa kambuh pada orang dewasa dan terjadi dimana saja
pada bagian tubuh, namun , ini lebih sering terjadi pada bibir dan rongga mulut.
Lebih dari 80% pasien leukemia seropositive terhadap virus ini, dengan
mayoritas dari pasien leukemia mengalami pengaktifan kembali virus tersebut
Pada orang yang menderita immunosuppressed, terdapat gambaran infeksi
primer, yang menyebabkan manifestasi klinis semakin parah dan berlangsung
lama (long lasting) . Gambaran klinis yang tidak khas merupakan hal yang biasa
dan diikuti muncul lesi dengan morfologi yang berbeda, yang mempersulit
mendiagnosis dan memperlambat perawatan. Beberapa peneliti mengindikasikan
bahwa pada pasien yang memiliki kelainan immunosupresi dilakukan perawatan
dengan antiviral sebelum disuspek terinfeksi herpes simplex, dalam hal ini
terlihatnya lesi oral.
Mulut menjadi target utama terjadinya infeksi pada pasien leukemia,
terutama pada periode insial pengobatan kemoterapi (4 minggu), dimana
granulocytopenia dan lymphocytopenia lebih terlihat
Hal ini penting untuk diingat bahwa jamur candida bisa tumbuh pada
kebanyakan kondisi medis, terutama pada orogastodigestivo dan vaginal tract.
Pada situasi immunosuppressi dimana terjadi perubahan flora normal di dalam
mulut, keberadaan koloni fungal mungkin dapat memperparah infeksi yang
disebabkan oleh agen lain (jamur atau bakteri), sama seperti gambaran klinis
diatas.
Penelitian lain dapat mendukung untuk diagnosis penyakit ini. Metote
cytodiagnosis dari Tzanck efektif untuk menunjukkan sel multinucleated
balloning dengan cytoplasma yang homogen . evaluasi secara serologi , dengan
ELISA yang merupakan metode yang paling sering digunakan oleh praktisi klinis
dikarenakan biaya yang rendah, tingginya sensitifitas dan spesifik, namun standar
utama untuk mendiagnosis tetap dengan mengisolasi virus pada sel yang
terinfeksi. Ketika terdapat mukositis yang dihubungkan dengan khemoterapi,
diagnosa klinis, HSV menjadi lebih sulit, maka dibutuhkan pemeriksaan
penunjang.
Acyclovir merupakan drug of choice untuk pengobatan herpes simplex,
yang memperlihatkan adanya penurunan penyebab infeksi dan mencegah
terjadinya keadaan yang lebih parah . Obat ini memiliki interaksi yang rendah
dengan obat lain dan dosis obat ini 1 g/ hari (5 dosis dari 200mg) dengan
minimum di konsumsi selama 10 hari, dan dapat diberikan dengan duplikasi dosis
pada pasien dengan immunosuppressed pada penyakit yang lebih parah.
Pengobatan pada pasein immunosuppresed masih kontroversial, terutama yang
diakibatkan terdapat resisten pada antivirus
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
BAB V
KESIMPULAN
Lesi oral dari virus herpes pada pasien imunosupresi dapat memiliki
tampilan yang bervariasi dan sering kali tidak terdeteksi, seperti misalnya pada
gambaran gejala ringan dan pada pasien yang tidak terlihat gejalanya. Namun,
karena adanya kemungkinan penyebaran infeksi dan komplikasi yang lebih parah,
kita harus lebih mencurigai jika ada lesi oral yang terlihat pada pasien. Oleh
karena itu, dianosis herpes pada orofasial harus selalu dipertimbangkan. Harus
dicatat juga bahwa mutlidisiplin tim sangat penting pada manajemen infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Pires T, Caixeta A, Machado G et all. Herpetic Oral Manifestation In Acute
Myeloid Leukemia : Case report. JORDI-SGP. June 26 2012. Cod 18
http://www.jordi.com.br/detalhe_artigo.asp?id=14