chronic stable angina

36
Intervensi Koroner Perkutan Organisasi dan Bukti Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian terbanyak di Amerika Serikat. Revaskularisasi koroner dengan intervensi koroner perkutan (percutaneous coronary intervention / PCI) merupakan terapi yang paling utama dan paling sering digunakan pada kondisi ini. Pada tahun 2005, sebuah kelompok peneliti yang terdiri dari perwakilan American College of Cardiology (ACC), American Heart Association (AHA), dan Society for Cardiovascular Angiography and Intervention (SCAI) membaharui sebuah pedoman ACC/AHA 2001 tentang PCI. Pembaharuan pedoman ini meliputi kemajuan di bidang desain stent, termasuk penggunaan drug-eluting stents (DES) dan terapi tambahan dengan antagonis reseptor glikoprotein (GP) IIa/IIIb, yaitu bivalirudin, serta thienopyridines. Selain itu, juga diberikan rekomendasi-rekomendasi tentang indikasi dan waktu penggunaan PCI sebagai terapi pada pasien sindroma koroner akut. Juga terdapat bab khusus yang menjelaskan tentang perkiraan keberhasilan/komplikasi angiografis, wanita, orang lanjut usia, diabetes melitus, dan perbandingannya dengan operasi bypass koroner. Perubahan-perubahan yang ada sejak Pedoman PCI 2005 Pada tahun 2007, kelompok penelitian ACC/AHA/SCAI memperbaharui PCI2 berdasarkan hasil penelitian klinis yang dilakukan setelah pembuatan pedoman PCI tahun 2005. Banyak dari penelitian ini yang juga bermanfaat dalam pembaharuan pedoman mengenai ST-elevation myocardial infarction (STEMI)/ infark myokard ST elevasi dan pedoman untuk non-STEMI (NSTEMI) atau angina yang tidak stabil. Pada pedoman ini juga telah

Upload: isabella-rosellini

Post on 05-Aug-2015

37 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Chronic Stable Angina

Intervensi Koroner Perkutan

Organisasi dan Bukti

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian terbanyak di

Amerika Serikat. Revaskularisasi koroner dengan intervensi koroner perkutan

(percutaneous coronary intervention / PCI) merupakan terapi yang paling utama

dan paling sering digunakan pada kondisi ini. Pada tahun 2005, sebuah

kelompok peneliti yang terdiri dari perwakilan American College of Cardiology

(ACC), American Heart Association (AHA), dan Society for Cardiovascular

Angiography and Intervention (SCAI) membaharui sebuah pedoman ACC/AHA

2001 tentang PCI. Pembaharuan pedoman ini meliputi kemajuan di bidang

desain stent, termasuk penggunaan drug-eluting stents (DES) dan terapi

tambahan dengan antagonis reseptor glikoprotein (GP) IIa/IIIb, yaitu bivalirudin,

serta thienopyridines. Selain itu, juga diberikan rekomendasi-rekomendasi

tentang indikasi dan waktu penggunaan PCI sebagai terapi pada pasien

sindroma koroner akut. Juga terdapat bab khusus yang menjelaskan tentang

perkiraan keberhasilan/komplikasi angiografis, wanita, orang lanjut usia, diabetes

melitus, dan perbandingannya dengan operasi bypass koroner.

Perubahan-perubahan yang ada sejak Pedoman PCI 2005

Pada tahun 2007, kelompok penelitian ACC/AHA/SCAI memperbaharui PCI2

berdasarkan hasil penelitian klinis yang dilakukan setelah pembuatan pedoman

PCI tahun 2005. Banyak dari penelitian ini yang juga bermanfaat dalam

pembaharuan pedoman mengenai ST-elevation myocardial infarction (STEMI)/

infark myokard ST elevasi dan pedoman untuk non-STEMI (NSTEMI) atau

angina yang tidak stabil. Pada pedoman ini juga telah ditambahkan rekomendasi

manajemen untuk pasien dengan penyakit ginjal kronis. Pedoman 2007 juga

meliputi pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit pembuluh darah

koroner atau aterosklerosis yang lain (lihat Bab 5). Peranan penting dari ahli

jantung dalam penerapan terapi ini sangat dibutuhkan. Garis besar yang

digunakan pada pedoman 2005 dan 2007 akan dibahas dalam bab ini.

Penggolongan rekomendasi dan level bukti penelitian diberikan dalam format

ACC/AHA yang standar.

Pedoman rekomendasi

Hasil

Page 2: Chronic Stable Angina

Hasil akut: komplikasi dari prosedur yang dilakukan

Semua pasien yang memiliki gejala-gejala/tanda-tanda MI (infark myokard)

selama atau setelah PCI dan pasien dengan prosedur yang kompleks harus

menjalani pemeriksaan CK-MB (creatine kinase - MB) dan troponin I atau T

setelah prosedur dilakukan (level bukti : B).

Pengukuran biomarker jantung rutin (CK-MB dan/atau troponin I atau T)

pada semua pasien yang menjalani PCI sebaiknya dilakukan 8 hingga 12 jam

setelah prosedur dilakukan (level bukti: C).

Gambar 6.1 level Troponin I menunjukkan perkiraan resiko mortalitas pada

kasus sindroma koroner akut. Pasien dengan sindroma koroner akut memiliki

tingkat mortalitas 42 hari. Angka di bawah masing-masing diagram batang

menunjukkan jumlah pasien dengan level troponin I, dan angka di atas diagram

batang menunjukkan besar prosentasenya. P kurang dari 0.001 menunjukkan

peningkatan resiko mortalitas (dan juga rasio resiko mortalitas) dengan kadar

troponin I jantung yang tinggi.

Kompetensi Institusi dan Operator

Jaminan kualitas

1. Sebuah institusi yang dapat melakukan PCI harus melakukan survey untuk

mengetahui kualitas dan angka keberhasilannya. Survey tersebut dibuat untuk

mengevaluasi program secara keseluruhan serta dokter yang melakukan

tindakan tersebut. Pengukuran kualitas harus mempertimbangkan resiko,

kekuatan statistik, dan statistik nasional. Pengukuran kualitas ini juga harus

meliputi tabulasi efek samping dan komplikasi yang dapat terjadi (Level bukti: C).

2. Sebuah institusi yang dapat melakukan PCI harus terdaftar dalam pendataan PCI

untuk mengetahui sejauh mana angka keberhasilannya dibandingkan dengan

norma-norma nasional (Level bukti: C).

Jumlah Operator dan Institusi

1. PCI elektif hanya dapat dilakukan oleh operator yang telah memenuhi

persyaratan jumlah tindakan (minimal 75 prosedur) di pusat-pusat pengobatan

yang ramai (lebih dari 400 prosedur) (Level Bukti: B).

2. PCI elektif hanya dapat dilakukan oleh operator dan institusi yang hasil

statistiknya memenuhi persyaratan nasional (Level Bukti: C).

Page 3: Chronic Stable Angina

3. PCI primer untuk STEMI harus dilakukan oleh operator yang berpengalaman

yang telah melakukan lebih dari 75 prosedur PCI elektif tiap tahunnya dan

minimal 11 prosedur PCI untuk STEMI tiap tahunnya. Idealnya, prosedur ini

harus dilakukan di institusi yang telah mengadakan lebih dari 400 PCI elektif tiap

tahunnya dan lebi dari 36 prosedur PCI primer untuk STEMI tiap tahunnya (Level

bukti: B).

1. Operator yang telah berpengalaman melakukan PCI (minimal 75 prosedur PCI

tiap tahunnya) dapat melakukan prosedur ini di pusat pengobatan yang jarang

melakukan PCI (200 hingga 400 prosedur PCI tiap tahunnya) dengan operasi

jantung on-site (level bukti: B).

2. Operator yang jarang melakukan prosedur PCI (kurang dari 75 prosedur tiap

tahunnya) sebaiknya melakukan PCI pada pusat pengobatan yang sering

melakukan PCI (lebih dari 400 prosedur PCI tiap tahunnya) dengan operasi

jantung on-site. Idealnya, operator yang hanya melakukan kurang dari 75

prosedur tiap tahunnya sebaiknya bekerja pada institusi yang biasanya melakuka

lebih dari 600 prosedur tiap tahunnya. Operator yang jarang melakukan PCI

(kurang dari 75 prosedur tiap tahunnya) harus tetap dimonitor oleh operator yang

berpengalaman (minimal 150 prosedur tiap tahunnya) (Lebel bukti: B).

Masih belum diketahui apakan PCI yang dilakukan oleh operator yang kurang

berpengalaman (kurang dari 75 prosedur tiap tahunnya atau kurang dari 11 PCI

untuk kasus STEMI tiap tahunnya) bermanfaat untuk pasien STEMI (level

bukti:C).

Kelas III

PCI elektif sebaiknya tidak dilakukan oleh operator yang kurang berpengalaman

(kurang dari 75 prosedur tiap tahunnya) pada pusat pengobatan yang jarang

melakukan prosedur ini (200-400) dengan atau tanpa operasi jantung on-site.

Institusi yang melakukan kurang dari 200 prosedur tiap tahunnya, kecuali di

darrah-daerah yang terpencil, harus dipertanyakan apakan institusi tersebut

memenuhi syarat untuk terus melakukan prosedur ini (level bukti: B).

Tabel 61. Pemilihan pasien angioplasty dan bypass aortokoroner darurat di

rumah sakit yang tidak dapat melakukan operasi jantung on-site

Page 4: Chronic Stable Angina

Jangan melakukan intervensi pada pasien dengan keadaan hemodinamik

yang stabil, dengan :

Stenosis yang signifikan (lebih besar atau sama dengan 60%)pada arteri koroner

utama kiri yang tidak terlindungi dari penyumbatan sistem koroner kiri akut yang

dapat terganggu oleh kateter angioplasti.

Lesi karena infark yang sangat besar atau mengalami angulasi dengan TIMI

derajat 3

Lesi karena infark dengan TMI derajat 3 pada pasien yang stabil dengan

penyakit 3-pembuluh darah (3-vessel disease).

Lesi karena infark pada pembuluh darah kecil atau sekunder

Lesi di lokasi lain selain pada arteri yang mengalami infark.

Lakukan operasi bypass aortokoroner darurat pada pasien dengan :

Penyakit koroner yang mengenai banyak pembuluh darah atau dengan residu

yang banyak pada bagian utama kiri dan tidak memiliki keadaan klinis atau

hemodinamis yang stabil.

- Setelah dilakukan angioplasti atau pembuluh darah tersumbat

- Disarankan diberi bantuan dengan pompa balon intra-aorta

Peranan dari oeprasi jantung on-site

1. PCI elektif sebaiknya dilakukan oleh operator yang berpengalaman (minimal 75

prosedur tiap tahunnya) di pusat-pusat pengobatan yang sering melakukan

prosedur ini (lebih dari 400 prosedur tiap tahunnya) yang juga dapat melakukan

operasi jantung darurat on-site (lvel bukti: B).

2. PCI primer untuk pasien-pasien STEMI sebaiknya hanya dilakukan di institusi

yang dapat melakukan operasi jantung on-site (level bukti: B).

Kelas III

PCI elektif sebaiknya tidak dilakukan di institusi yang tidak dapat melakukan

operasi jantung on-site (level bukti: C).

PCI primer pada kasus STEMI tanpa operasi jantung on-site

PCI primer pada kasus STEMI dapat dilakukan di rumah sakit yang tidak dapat

melakukan operasi jantung on-site dengan syarat bahwa prosedur tersebut

dilakukan oleh operator yang berpengalaman (lebih dari 75 PCI total dan,

idealnya, minimal 11 PCI primer untuk kasus STEMI tiap tahunnya), tim

Page 5: Chronic Stable Angina

kateterisasi yang berpengalaman yang siap 24 jam per hari, 7 hari per minggu,

dan dilengkapi dengan laboratorium kateterisasi yang memiliki sarana ragiologis

digital dan pompa balon intra-aorta, serta dapat melakukan transport secara

cepat ke tumah sakit terdekat yang dapat melakukan operasi jantung. Prosedur

ini hanya dapat dilakukan pada pasien STEMI atau MI dengan left

bundle0branch block LBBB pada EKG yang baru terdeteksi atau dicurigai.

Prosedur ini juga harus dilakukan pada waktu yang tepat (balon harus

dikembangkan pada menit ke-90) oleh orang yang telah berpengalaman (minimal

75 PCI tiap tahunnya) dan di rumah sakit yang telah melakukan minimal 36 PCI

primer tiap tahunnya (level bukti: B).

Kelas III

PCI primer sebaiknya tidak dilakukan di rumah sakit yang tidak dapat melakukan

operasi jantung on-site, yang tidak dapat melakukan transport secara cepat ke

kamar operasi di rumah sakit terdekat (level bukti: C).

PCI elektif tanpa operasi jantung on-site

Kelas III

PCI elektif sebaiknya tidak dilakukan di institusi yang tidak dapat melakukan

operasi jtnung on-site (level bukti: C).

Indikasi

Pasien dengan iskemia asimptomatik atau dengan klasifikasi Canadian

Cardiovascular Society (CCS) angina kelas I atau II

1. PCI dapat dilakukan pada pasien dengan iskemia asimptomatik atau CCS

angina kelas I atau II dengan 1 atau lebih lesi yang signifikan pada 1 atau

2 arteri koroner, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi dan resiko

morbiditas dan mortalitas yang rendah (lebel bukti:B).

2. PCI dapat dilakukan pada pasien dengan iskemia asimptomatik atau CCS

angina kelas I atau II dan stenosis rekuren (level bukti: C).

3. PCI dapat dilakukan pada pasien dengan iskemia asimptomatik atau CCS

angina kelas I atau II dengan penyakit arteri koroner utama kiri yang

signifikan (diameter stenosis lebih dari 50%) yang merupakan kandidat

untuk dilakukan revaskularisasi namun tidak memenuhi syarat untuk

dilakukan CABG. (level bukti: B).

Page 6: Chronic Stable Angina

1. Masih belum diketahui efektivitas dari PCI pada pasien dengan iskemia

asimptomatik atau CCS angina kelas I atau II yang memiliki masalah

pada 2 atau 3 pembuluh darah dengan LAD (left anterior descending

artery coronary) yang signifikan, yang sudah mendapatkan terapi untuk

diabetes atau kelainan ventrikel kiri (level bukti: B).

2. PCI daoat dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia asimptomatik

atau CCS angina kelas I atau II dengan LAD CAD non proksimal yang

melibatkan myokardium yang cukup luas dan hasil uji non-invasif nya

menunjukkan tanda-tanda iskemia (level bukti: C).

Kelas III

PCI tidak direkomendasikan pada pasien dengan iskemia asimptomatik atau

CCS kelas I atau II yang tidak memenuhi kriteria kelas II atau yang memiliki lebh

dari 1 kelainan berikut ini:

a. Sejumlah kecil myokardium yang berresiko (level bukti: C)

b. Tidak ada bukti objektif dari iskemia (level bukti: C)

c. Lesi dengan kemungkinan keberhasilan dilatasi yang kecil (level bukti: C)

d. Gejala-gejala ringan yang tidak disebabkan oleh iskemia myokard (level

bukti: C).

e. Faktor-fakotr yang dapat meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas

(level bukti: C).

f. Penyakit pada arteri utama kiri dan memenuhi persyaratan CABG (level

bukti: C)

g. Penyakit yang tidak signifikan (stenosis koroner kurang dari 50%) (level

bukti: C)

Pasien dengan CCS angina kelas III

1. PCI dapat dilakukan pada pasien dengan CCS angina kelas III dan CAD

yang melibatkan satu atau lebih pembuluh darah yang sedang menjalani

terapi. PCI juga dapat dilakukan pada pasien dengan 1 atau lebih lesi

yang signifikan pada 1 atau lebih arteri koroner utama denga

kemungkinan keberhasilan yang tinggi dan resiko morbiditas atau

mortalitas yang rendah (level bukti: B).

Page 7: Chronic Stable Angina

2. PCI dapat dilakukan pada pasien dengan CCS angina kelas III dengan

CAD pada 1 atau lebih pembuluh darah yang sedang diterapi; dengan lesi

fokal pada vena saphenous atau stenosis multipel yang berresiko untuk

menjalani operasi ulang (level bukti: C)

3. PCI dapat dilakukan pada pasien dengan CCS angina kelas III dengan

CAD utama kiri yang signifikan (diameter stensis lebih dari 50%) yang

merupakan kandidat revaskularisasi namun tidak dapat menjalani CABG

(level bukti: B).

1. PCI dapat dipertimbangkan pada pasien dengan CCS angina kelas III

dengan CAD pada satu atau lebih pembuluh darah yang sedang diterapi.

PCI juga dapat dipertimbangkan pada pasien yang memiliki satu atau

lebih lesi yang memiliki resiko kegagalan dilatasi yang tinggi (level bukti:

B).

2. PCI dapat dipertimbangkan pada pasien dengan CCS angina kelas III

tanpa iskemia atau pada pasien yang sedang menjalani terapi medis

dengan CAD pada 2 atau 3 pembuluh darah dengan LAD CAD proksimal

yang signifikan, serta telah diberi terapi diabetes atau kelainan fungsi

ventrikel kiri (level bukti: B).

Kelas III

PCI tidak disarankan untuk pasien dengan CCS angina kelas III dengan CAD

pada 1 atau lebih pembuluh darah, tanpa adanya iskemia atau cedera myokard

atau yang memiliki salah satu kelainan berikut ini:

a. Sejumlah kecil myokard yang berresiko (level bukti: C)

b. Lesi dengan tingkat keberhasilan dilatasi yang rendah (level bukti: C)

c. Resiko morbiditas dan mortalitas karena prosedur yang tinggi (level bukti:

C)

d. Penyakit yang tidak signifikan (stenosis koroner kurang dari 50%) (level

bukti: C).

e. CAD utama kiri yang signifikan dan merupakan kandidat CABG (level

bukti: C).

Pasien dengan angina yang tidak stabil (UA)/NSTEMI

Page 8: Chronic Stable Angina

1. PCI invasif diindikasikan untuk pasien UA/NSTEMI yang tidak memiliki

komorbiditas yang serius dan memiliki lesi koroner yang dapat

dihilangkan dengan PCI (level bukti: A).

2. PCI (atau CABG) disarankan pada pasien UA/NSTEMI dengan CAD pada

1 atau 2 pembuluh darah dengan atau tanpa LAD CAD proksimal yang

signifikan, dengan sejumlah besar myokardium yang masih viabel (level

bukti: B).

3. PCI (atau CABG) disarankan pada pasien UA/NSTEMI dengan penyakit

koroner pada banyak pembuluh darah dengan anatomi koroner yang

benar, fungsi ventrikel kiri yang normal, dan tanpa diabetes melitus (level

bukti: A)

4. Inhibitor platelet GP Iib/IIIa intravena dapat bermanfaat bagi pasien yang

akan menjalani PCI (level bukti: A).

5. Strategi yang invasif (misalnya, angiografi diagnostik yang ditujukan

untuk revaskularisasi) disarankan pada pasien UA/NSTEMI dengan

angina refraktori atau keadaan hemodinamik atau elektrik yang tidak

stabil (tanpa komorbiditas atau kontraindikasi terhadap prosedur ini) (level

bukti: B)

1. PCI dapat dilakukan pada pasien UA/NSTEMI dengan lesi pada vena

saphenous atau stenosis multipel yang sedang menjalani terapi medis

dan yang berresiko menjalani operasi ulang (level bukti: C).

2. PCI (atau CABG) dapat dilakukan pada pasien UA/NSTEMI dengan CAD

pada 1 atau 2 pembuluh darah dengan LAD CAD proksimal yang

signifikan serta adanya iskemia pada uji non-invasif (level bukti: B).

3. PCI (atau CABG) lebih bermanfaat daripada terapi medis untuk pasien

UA/NSTEMI dengan LAD CAD proksimal yang signifikan (level bukti: B)

4. PCI dapat dilakukan pada pasien dengan UA/NSTEMI dengan CAD

utama kiri yang signifikan (diameter stenosis lebih dari 50%) yang

merupakan kandidat revaskularisasi namun berresiko menjalani CABG,

atau dengan keadaan hemodinamik yang tidak stabil (level bukti: B).

1. PCI dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak berresiko tinggi

terhadap hal-hal yang dapat terjadi karena UA/NSTEMI, dengan CAD

pada satu atau lebih pembuluh darah yang sedang menjalani terapi

Page 9: Chronic Stable Angina

media dan yang memiliki satu atau lebih lesi yang kemungkinan

keberhasilan dilatasinya kecil (level bukti: B).

2. PCI dapat dipertimbangkan pada pasien dengan UA/NSTEMI yang

sedang menjalani terapi medis, yang memiliki kelainan pada dua atau tiga

pembuluh darah, LAD CAD proksimal yang signifikan, dan diabetes atau

kelainan fungsi ventrikel kiri yang telah diterapi, dengan anatomi yang

memenuhi syarat untuk dilakukannya terapi kateter (level bukti: B).

3. Pada pasien yang stabil, strategi konservatif awal (sperti strategi invasif

yang selektif) dapat dipertimbangkan sebagai strategi terapi untuk pasien

UA/NSTEMI (tanpa komorbiditas yang serius atau kontraindikasi terhadap

prosedur) yang berresiko, termasuk pasien yang memiliki troponin positif

(level bukti: B). Keputusan untuk memberikan strategi konservatif (versus

invasif) pada pasien ini dibuat oleh bersama-sama dokter dan pasien

(level bukti: C).

4. Strategi yang invasif dapat dilakukan pada pasien dengan insufisiensi

ginjal kronis (level bukti: C).

Kelas III

1. PCI (atau CABG) tidak direkomendasikan pada pasien dengan CAD pada

satu atau dua pembuluh darah tanpa LAD CAD proksimal yang signifikan

tanpa gejala-gejala yang berkaitan dengan iskemia myokard dan pada

pasien tanpa iskemia.

2. Pada keadaan yang tidak berresiko tinggi, PCI tidak direkomendasikan

pada pasien UA/NSTEMI dengan CAD pada satu atau lebih pembuluh

darah, atau yang memiliki salah satu kelainan di bawah ini:

a. Hanya sejumlah kecil myokard yang berresiko (level bukti: C).

b. Semua lesi dengan kemungkinan keberhasilan dilatasi yang kecil

(level bukti: C).

c. Resiko morbiditas atau mortalitas karena prosedur yang tinggi (level

bukti: C).

d. Penyakit yang tidak signifikan (diameter stenosis kurang dari 50%).

e. CAD utama kiri yang tidak signifikan dan merupakan kandidat CABG

(level bukti: B).

Page 10: Chronic Stable Angina

3. Strategi PCI tidak direkomendasikan pada pasien-pasien yang stabil

dengan arteri koroner yang tersumbat secara permanen (level bukti:

B).

Pasien STEMI

Pertimbangan-pertimbangan umum dan spesifik

Pertimbangan-pertimbangan umum

Jika memungkinkan, PCI primer sebaiknya dilakukan pada pasien dengan

STEMI (termasuk infark myokard posterior) atau infark myokard dengan left

bundle branch block yang baru yang dapat diberi intervensi PCI pada arteri yang

infark dalam 12 jam setelah onset gejala. Prosedur ini harus dilakukan sesuai

waktu yang ditentukan (balon sudah harus mengembang dalam 90 menit

pertama) dan dilakukan oleh orang yang berpengalaman (orang yang melakukan

ebih dari 75 prosedur PCI tiap tahunnya, dan minimal 11 PCI untuk kasus STEMI

tiap tahunnya). Prosedur ini harus didukung oleh personel yang berpengalaman

dalam laboratorium yang tepat (laboratorium yang telah melakukan lebih dari 200

prosedur PCI tiap tahunnya, dimana minimal 36 di antaranya adalah PCI primer

untuk STEMI, dan laboratorium yang menyediakan sarana operasi jantung) (level

bukti: A). PCI primer sebaiknya dilakukan secepat mungkin, dengan target waktu

contact-to-balloon atau door-to-balloon selesai dalam waktu 90 menit (level bukti:

B).

Pertimbangan spesifik

2. PCI primer sebaiknya dilakukan pada pasien berusia di bawah 75 tahun

dengan elevasi segmen ST atau left bundle branch block yang mengalami syok

dalam 36 jam setelah infark myokard dan pasien yang memenuhi syarat

revaskularisasi yang dapat dilakukan 18 jam setelah syok (level bukti: A).

Prosedur ini dapat dilakukan kecuali jika pasien berkehendak lain atau pasien

memiliki kontraindikasi terhadap perawatan invasif selanjutnya.

3. PCI primer sebaiknya dilakukan pada pasien gagal jantung kongestif berat

dan/atau edema paru (Killip kelas 3) dan onset gejala dalam waktu 12 jam.

Waktu untuk melakukan contact-to-balloon atau door-to-balloon harus sependek

mungkin (targetnya adalah dalam waktu 90 menit) (level bukti: B).

Page 11: Chronic Stable Angina

1. PCI primer dapat dilakukan pada pasien dengan usia lebih dari 75 tahun

dengan elevasi segmen ST atau left bundle branch block atau pasien

yang mengalami syok dalam waktu 36 jam setelah infark myokard dan

dapat direvaskularisasi dalam 18 jam setelah syok. Strategi yang invasif

dapat dilakukan pada pasien dengan riwayat status fungsional yang

bagus yang memenuhi syarat revaskularisasi dan yang setuju untuk diberi

terapi invasif (level bukti: B).

2. PCI primer dapat dilakukan pada pasien yang onset gejalanya muncul 12

hingga 24 jam yang lalu, dan memiliki minimal satu kelainan berikut ini:

a. Gagal jantung kongestif yang berat (level bukti: C)

b. Ketidakstabilan hemodinamik atau elektrik (level bukti: C)

c. Iskemia yang persisten (level bukti: C)

Masih belum diketahui manfaat dari PCI primer untuk pasien STEMI yang

dilakukan oleh operator yang melakukan kurang dari 75 prosedur PCI tiap

tahunnya (atau kurang dari 11 PCI untuk STEMI tiap tahunnya) (level bukti: C).

Gambar 6.2

Resiko relatif dari terapi invasif awal versus terapi konservatif pada kasus

UA/NSTEMI. (a) resiko relatif mortalitas pada pasien dengan terapi invasif awal

versus pasien dengan terapi konservatif pada saat kontrol tahun ke-2. (b) resiko

relatif infark myokard non-fatal rekuren pada pasien dengan terapi invasif awal

versus pasien dengan terapi konservatif pada saat kontrol tahun ke-2. (c) resiko

relatif UA rekuren yang menyebabkan pasien dirawat lagi di rumah sakit, pada

pasien yang diberi terapi invasif awal versus pasien yang diberi terapi konservatif

pada saat kontrol bulan ke-13. CI adalah confidence interval. FRISC-II adalah

Fragmin and fast Revascularization during InStability in Coronary artery disease.

ICTUS adalah Invasive versus Conservative Treatment in Unstable coronary

Syndromes. ISAR-COOL adalah Intracoronary Stenting with Antithrombotic

Regimen COOLing-off study. RITA-3 adalah Third Randomized Intervention

Treatment of Anginal Trial. RR adalah relative risk. TIMI-18 adlaah Thrombolysis

in Myocardial Infarction-18. TRUCS adalah Treatment of Refractory Unstable

angina in geographically isolated areas without Cardiac Surgery. VINO adalah

Value of first day angiography/angioplasty In evolving Non-ST segmen elevation

myocardial infarction: Open multicenter randomized trial.

Page 12: Chronic Stable Angina

Kelas III

1. PCI elektif sebaiknya tidak dilakukan pada arteri yang mengalami infark

pada pasien dengan keadaan hemodinamis yang tidak stabil (level bukti:

C)

2. PCI primer tidak boleh dilakukan lebih dari 12 jam setelah onset STEMI

muncul, pada pasien yang asimptomatis dengan keadaan hemodinamis

dan elektrik yang stabil (level bukti: C)

PCI pada pasien yang tidak memenuhi syarat untuk diberi fibrinolisis

PCI primer sebaiknya dilakukan pada pasien yang tidak dapat diberi fibrinolisis

dan mengalami STEMI dalam waktu 12 jam setelah onset gejala (level bukti: C).

PCI primer dapat dilakukan pada pasien-pasien ini dalam waktu 12

hingga 24 jam setelah onset,jika terdapat salah satu kelainan di bawah ini:

a. Gagal jantung kongestif berat (level bukti: C).

b. Ketidakstabilan hemodinamik atau elektrik (level bukti: C).

c. Iskemia yang persisten (level bukti: C).

PCI dengan fasilitas tambahan

PCI ini menggunakan regimen lain selain terapi fibrinolisis dosis-penuh. PCI ini

dapat dipertimbangkan sebagai strategi re-perfusi bila syarat-syarat di bawah ini

terpenuhi:

a. Pasien berresiko tinggi

b. PCI tidak tersedia dalam waktu 90 menit

c. Resiko terjadinya perdarahan rendah (usia muda, tidak ada hipertensi

yang sulit dikontrol, berat badan normal) (level bukti: C).

Kelas III

Strategi re-perfusi terencana dengan menggunakan terapi fibrinolisis dosis penuh

dilanjutkan dengan PCI dapat membahayakan jiwa pasien (level bukti: B)

PCI yang dilakukan setelah terapi fbrinolisis gagal (rescue PCI).

Angiografi koroner yang dilakukan sebelum melakukan PCI (atau CABG darurat)

dapat dilakukan pada pasien yang telah diberi terapi fibrinolisis dengan salah

satu kondisi berikut ini:

Page 13: Chronic Stable Angina

a. Syok kardiogenik pada pasien di bawah usia 75 tahun dengan kondisi

yang memenuhi syarat untuk revaskularisasi (level bukti: B).

b. Gagal jantung kongestif berat dan/atau edema paru (Killip kelas III) (level

bukti: B).

c. Aritmia ventrikel dengan keadaan hemodinamik yang tidak stabil (level

bukti: C).

1. Angiografi koroner yang dilakukan dengan tujuan PCI (atau CABG

darurat) dapat dilakukan pada pasien berusia 75 tahun ke atas yang telah

diberi terapi fibrinolisis dan mengalami syok kardiogenik, dengan syarat

bahwa kondisi pasien tersebut memungkinkan untuk dilakukan

revaskularisasi (level bukti: B).

2. PCI rescue dapat dilakukan pada pasien dengan minimal satu kondisi

berikut ini:

a. Ketidakstabilan hemodinamik atau elektrik (level bukti: C).

b. Gejala-gejala iskemik yang persisten (level bukti: C).

3. Angiografi koroner yang dilakukan sebelum PCI rescue dapat (atau

CABG darurat) dapat dilakukan pada pasien yang gagal diterapi dengan

fibrinolisis (elevasi segmen ST kurang dari 50% menghilang dalam 90

menit setelah terapi fibrinolisis awal) dan sejumlah myokardium yang

terancam (infark myokard anterior, infark myokard inferior yang

melibatkan ventrikel kanan, atau depresi segmen ST pre-kordial) (level

bukti: B).

Angiografi koroner yang dilakukan sebelum PCI tanpa adanya indikasi kelas I

atau Iia dapat dilakukan pada pasien dengan resiko sedang hingga kecil,

namun manfaat dan resiko nya belum diketahui secara pasti. PCI yang

dilakukan secepat mungkin setelah munculnya iskemik memberikan manfaat

yang lebih besar (level bukti: C).

Kelas III

Strategi angiografi koroner dengan kecenderungan mengerjakan PCI (atau

CABG darurat) tidak direkomendasikan pada pasien yang menerima terapi

fibrinolitik jika manajemen invasif lebih jauh merupakan kontraindikasi atau

Page 14: Chronic Stable Angina

pasien atau desain tidak mengharapkan perawatan invasif lebih jauh. (tingkat

bukti C)

PCI setelah keberhasilan fibrinolisis atau untuk pasien yang tidak mengalami

reperfusi primer

1. Pada pasien yang anatominya sesuai, PCI seharusnya dikerjakan jika

didapatkan bukti objektif dari MI berulang (tingkat bukti C)

2. Pada pasien yang anatominya sesuai, PCI seharusnya dikerjakan untuk

iskemia miokard spontan sedang atau berat atau iskemia miokard yang

diprovokasi selama penyembuhan dari STEMI. (tingkat bukti B)

3. Pada pasien yang anatominya sesuai, PCI seharusnya dikerjakan untuk

syok kardiogenik atau ketidakstabilan hemodinamik (tingkat bukti B).

1. Dapat diterima untuk melakukan PCI rutin pada pasien dengan fraksi

ejeksi ventrikel kiri kurang dari atau sama dengan 0,40; gagal jantung;

atau aritmia ventrikel berat. (tingkat bukti C)

2. Dapat diterima untuk melakukan PCI jika terdapat catatan klinis gagal

jantung selama episode akut, meskipun evaluasi subsekuen

menunjukkan fungsi ventrikel kiri yang masih baik (ejeksi ventrikel kiri

lebih dari 0,40). (tingkat bukti C)

PCI dari stenosis yang signifikan secara hemodinamik pada infark arteri paten

lebih dari 24 jam setelah STEMI bisa dipertimbangkan sebagai bagian dari

strategi invasif. (tingkat bukti B)

Kelas III

PCI dari infark arteri yang tersumbat total lebih dari 24 jam setelah STEMI tidak

direkomendasikan pada pasien yang asimtomatik dengan 1 atau 2 penyakit

pembuluh darah jika mereka stabil secara hemodinamik dan elektrik dan tidak

memiliki bukti adanya iskemia berat. (tingkat bukti B).

Terapi ancillary untuk pasien yang menjalani PCI untuk STEMI

Untuk pasien yang menjalani PCI setelah menerima regimen antikoagulan,

rekomendasi dosis berikut harus diikuti:

Page 15: Chronic Stable Angina

a. Untuk terapi dengan UFH (unfractionated heparin), berikan tambahan

bolus UFH jika dibutuhkan untuk menunjang prosedur, ambil dalam

jumlah seberapa antagonis reseptor GP IIb/IIIa telah diberikan. (tingkat

bukti C) Bivalirudin juga bisa digunakan pada pasien yang sebelumnya

diterapi dengan UFH. (tingkat bukti C)

b. Untuk terapi dengan enoxaparin, jika dosis subkutan terakhir diberikan

minimal 8-12 jam lebih awal, dosis intravena dari enoxaparin 0,3 mg/kgBB

harus diberikan; jika dosis subkutan terakhir diberikan dalam 8 jam

terakhir, tidak perlu ditambahkan enoxaparin. (tingkat bukti B)

c. Untuk terapi dengan fondaparinux, pemberian terapi intravena tambahan

dengan antikoagulan yang bekerja sebagai anti-Iia, berikan sejumlah

antagonis reseptor GP IIb/IIIa telah diberikan. (tingkat bukti C)

Kelas III

Oleh karena risiko dari trombosis kateter, fondaparinux seharusnya tidak

digunakan sebagai satu-satunya sntikoagulan untuk menunjang PCI. Tambahan

antikoagulan dengan mekanisme kerja sebagai anti-Iia seharusnya diberikan.

(tingkat bukti C)

PCI untuk syok kardiogenik

PCI primer direkomendasikan untuk pasien kurang dari 75 tahun dengan elevasi

ST atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam dari MI dan pasien yang

sesuai untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam kondisi syok,

jika tidak, penunjang lebih jauh tidak berguna akibat harapan pasien atau

kontraindikasi/ketidaksesuaian untuk perawatan invasif lebih jauh. (tingkat bukti

A)

PCI primer dapat diterima untukdikerjakan pada pasien 75 tahun atau lebih yang

dipilih dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam dari MI

dan pasien yang sesuai untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18

jam dari syok. Pasien dengan status fungsional yang bagus yang sesuai untuk

revaskularisasi dan setuju dengan perawatan invasif bisa dipilih untuk strategi

invasif. (tingkat bukti B)

Page 16: Chronic Stable Angina

Tabel 6.4 Rekomendasi untuk PCI primer pada pasien MI transmural akut

sebagai alternatif dari trombolisis

Kelas I Kelas IIa Kelas III

Sebagai alternatif dari terapi

trombolitik pada pasien

dengan AMI dan elevasi

segmen ST atau LBBB baru

atau dugaan LBBB yang

dapat menjalani angioplasti

dari arteri yang infark dalam

12 jam dari onset gejala

iskemia atau lebih dari 12

jam kemudian jika gejala

menetap, jika dilakukan

dalam waktu tertentu* oleh

individu terlatih dan didukung

oleh personel yang

berpengalaman pada

lingkungan laboratorium

yang sesuai.1 (tingkat bukti

A) Pada pasien yang berada

dalam 36 jam elevasi ST

akut/gelombang Q atau MI

LBBB baru yang mengalami

syok kardiogenik dan kurang

dari 75 tahun, dan

revaskularisasi dapat

dikerjakan dalam 18 jam dari

onset syok oleh personel

yang berpengalaman dalam

prosedur1 dan didukung oleh

personel berpengalaman

dalam lingkungan

laboratorium yang sesuai.2

(tingkat bukti A)

Sebagai strategi

reperfusi pada

kandidat yang

memiliki

kontraindikasi

terhadap terapi

trombolitik. (tingkat

bukti C)

PCI elektif dari arteri

noninfark pada saat MI

akut. (tingkat bukti C)

Pada pasien dengan MI

akut yang menerima

terapi fibrinolitik dalam 12

jam dan tidak memiliki

gejala iskemia miokard;

adalah diperbolehkan

untuk terapi trombolitik

dan menjalani angioplasti

primer oleh operator

yang tidak

berpengalaman3,

perawatan dalam 12 jam

setelah onset gejala dan

tidak memiliki bukti

iskemia miokard. (tingkat

bukti C)

Page 17: Chronic Stable Angina

*Standar performa: inflasi balon dalam 90±30 menit setelah masuk RS1 individu yang melakukan ≥75 atau lebih prosedur PCI per tahun2pusat yang mengerjakan lebih dari 200 prosedur PCI per tahun atau

memiliki kemampuan operasi jantung3individu yang melakukan kurang dari 75 prosedur PCI per tahun.

AMI mengindikasikan infark miokard akut; MI, infark miokard; dan PCI,

intervensi koroner perkutan

Intervensi perkutan pada pasien dengan operasi bypass koroner

1. Jika secara teknik dapat dikerjakan, PCI seharusnya dikerjakan pada

pasien dengan iskemia awal (biasanya dalam 30 hari) setelah CABG.

(tingkat bukti B)

2. Penggunaan peralatan proteksi emboli distal direkomendasikan jika

secara teknik dapat dikerjakan pada pasien yang menjalani PCI untuk

cangkok vena safena. (tingkat bukti B)

1. PCI dapat diterima pada pasien dengan iskemia yang terjadi 1-3 tahun

setelah CABG dan pasien yang memiliki fungsi LV yang masih baik

dengan lesi pada sambungan cangkok. (tingkat bukti B)

2. PCI dapat diterima pada pasien dengan angina sekunder hingga penyakit

baru pada sirkulasi koroner setelah CABG. (jika angina tidak tipikal, bukti

objektif adanya iskemia harus didapatkan). (tingkat bukti B)

3. PCI dapat diterima pada pasien dengan cangkok vena yang sakit lebih

dari 3 tahun setelah CABG. (tingkat bukti B)

4. PCI dapat diterima jika secara teknik dapat dikerjakan pada pasien

dengan cangkok arteri mammaria interna kiri paten yang memiliki

obstruksi yang secara klinis signifikan pada pembuluh darah lain. (tingkat

bukti C)

Kelas III

1. PCI tidak direkomendasikan pada pasien dengan CABG sebelumnya

untuk oklusi cangkok vena total kronis. (tingkat bukti B)

2. PCI tidak direkomendasikan pada pasien yang memiliki lesi target

multipel dengan CABG sebelumnya dan pasien yang memiliki penyakit

Page 18: Chronic Stable Angina

pembuluh darah multipel, kegagalan dari SVGs multipel (saphenous vein

graft), dan kegagalan fungsi ventrikel kiri, jika tidak, CABG berulang

memberikan risiko berlebihan akibat kondisi komorbid yang berat. (tingkat

bukti B

Intravascular ultrasound imaging (IVUS)

IVUS dapat dilakukan untuk berikut ini:

a. Penilaian terhadap adekuasi lipatan sten koroner, meliputi ekstensi dari

aposisi sten dan penentuan diameter luminal minimal di dalam sten.

(tingkat bukti B)

b. Penentuan mekanisme restenosis sten (ekspansi inadekuat melawan

proliferasi neointimal) dan untuk pemilihan terapi yang sesuai (brakiterapi

vaskular melawan ekspansi balon berulang). (tingkat bukti B)

c. Evaluasi obstruksi koroner pada lokasi yang sulit digambarkan dengan

angiografi pada pasien dengan suspek stenosis aliran lambat. (tingkat

bukti C)

d. Penilaian hasil angiografi suboptimal setelah PCI. (tingkat bukti C)

e. Menegakkan adanya dan distribusi kalsium koroner pada pasien yang

untuk siapa aterektomi rotasional tambahan akan diberikan. (tingkat bukti

C)

f. Menentukan lokasi dan distribusi melingkar plak untuk penuntun

aterektomi koroner direk. (tingkat bukti B)

IVUS bisa dilakukan untuk berikut ini:

a. Menentukan luasnya aterosklerosis pada pasien dengan gejala angina

karakteristik dan studi fungsional positif dengan tanpa stenosis fokal atau

CAD ringan pada angiografi. (tingkat bukti C)

b. Penilaian preintervensi dari karakteristik lesi dan dimensi pembuluh darah

untuk memilih peralatan revaskularisasi yang optimal. (tingkat bukti C)

c. Diagnosis penyakit koroner setelah transplantasi jantung. (tingkat bukti C)

Kelas III

IVUS tidak direkomendasikan jika diagnosis angiografi jelas dan tidak ada

rencana untuk terapi intervensional. (tingkat bukti C)

Page 19: Chronic Stable Angina

Tekanan dan aliran arteri koroner: penggunaan simpanan aliran fraksional

dan simpanan vasodilatori koroner

Adalah beralasan untuk menggunakan pengukuran fisiologi intrakoroner

(ultrasound doppler, simpanan aliran fraksional) dalam penilaian efek stenosis

koroner intermediet (30%-70% penyempitan luminal) pada pasien dengan gejala

angina. Tekanan koroner atau velosimetri doppler juga bisa berguna sebagai

alternatif untuk melakukan tes fungsional noninvasif (misalnya, ketika studi

fungsional tidak ada atau ambigu) untuk menentukan apakan suatu intervensi

diperlukan atau tidak. (tingkat bukti B)

1. Pengukuran fisiologi intrakoroner bisa dipertimbangkan untuk evaluasi

keberhasilan PCI dalam mempertahankan simpanan aliran dan

memperkirakan risiko restenosis. (tingkat bukti C)

2. Pengukuran fisiologi intrakoroner bisa dipertimbangkan untuk evaluasi

pasien dengan gejala angina tanpa lesi angiografi yang tampak. (tingkat

bukti C)

Kelas III

Penilaian rutin dengan pengukuran fisiologi intrakoroner seperti ultrasound

doppler atau simpanan aliran fraksional untuk menilai derajat penyakit angiografi

pada pasien dengan hasil positif, studi fungsional noninvasif unekuivokal tidak

direkomendasikan. (tingkat bukti C)

Manajemen pasien yang sedang menjalani PCI

Evolusi teknologi

Hasil akut

Adalah direkomendasikan bahwa peralatan proteksi emboli digunakan ketika

secara teknik dapat dikerjakan pada pasien yang menjalani PCI untuk cangkok

vena safena. (tingkat bukti B)

Terapi tambahan antiplatelet dan antitrombotik untuk PCI

Terapi antiplatelet oral

Page 20: Chronic Stable Angina

1. Pasien yang sudah menjalani terapi aspirin kronik harian seharusnya

mengkonsumsi 75-325 mg aspirin sebelum prosedur PCI dilakukan.

(tingkat bukti A)

2. Pasien yang belum menjalani terapi aspirin kronik harian seharusnya

diberikan 300-325 mg aspirin minimal 2 jam dan lebih disarankan 24 jam

sebelum prosedur PCI dilakukan. (tingkat bukti C)

3. Setelah PCI, pada pasien tanpa alergi atau peningkatan risiko

perdarahan, aspirin 162-325 mg setiap hari seharusnya diberikan untuk

minimal 1 bulan setelah implantasi BMS (bare-metal stent), 3 bulan

setelah implantasi sten sirolimuseluting, dan 6 bulan setelah implantasi

sten paclitaxel-eluting, setelah itu penggunaan aspirin jangka panjang

setiap hari harus dilanjutkan pada dosis 75-162 mg. (tingkat bukti B)

4. Dosis loading dari clopidogrel, umumnya 600 mg, seharusnya diberikan

sebelum atau ketika PCI dilakukan. (tingkat bukti C) Pada pasien yang

sedang menjalani PCI dalam 12-24 jamsetelah menerima terapi

fibrinolitik, dosis loading clopidogrel oral 300 mg bisa dipertimbangkan.

(tingkat bukti C)

5. Untuk semua pasien post PCI dengan terpasang sten yang menerima

DES, clopidogrel 75 mg setiap hari seharusnya diberikan untuk minimal

12 bulan jika pasien bukan risiko tinggi perdarahan. Untuk pasien post

PCI yang menerima BMS, clopidogrel seharusnya diberikan untuk

minimal 1 bulan dan idealnya hingga 12 bulan (jika pasien berada dalam

risiko tinggi perdarahan, clopidogrel seharusnya diberikan untuk minimal

2 minggu). (tingkat bukti B)

1. Jika clopidogrel diberikan pada waktu prosedur, suplementasi dengan

antagonis reseptor GP IIb/IIIa bisa bermanfaat.

2. Untuk pasien dengan kontraindikasi absolut terhadap aspirin, adalah

beralasan untuk memberi 300-600 mg dosis loading clopidogrel, diberikan

minimal 6 jam sebelum PCI, dan/atau antagonis GP IIb/IIIa, diberikan

pada waktu PCI. (tingkat bukti C)

3. Pada pasien yang menjadi perhatian dokter tentang risiko perdarahan,

dosis aspirin yang lebih rendah 75-162 mg dapat diberikan selama

periode awal setelah implantasi sten. (tingkat bukti C)

Page 21: Chronic Stable Angina

Kelanjutan terapi clopidogrel selama 1 tahun bisa dipertimbangkan pada pasien

yang menjalani penempatan DES. (tingkat bukti C)

Inhibitor GP IIb/IIIa

Pada pasien dengan UA/NSTEMI yang menjalani PCI tanpa pemberian

clopidogrel, inhibitor GP IIb/IIIa (abciximab, eptifibatide, atau tirofiban)

seharusnya diberikan. (tingkat bukti A)

1. Pada pasien dengan UA/NSTEMI yang menjalani PCI tanpa pemberian

clopidogrel, dapat diterima untuk memberikan inhibitor GP IIb/IIIa

(abciximab, eptifibatide, atau tirofiban). (tingkat bukti B)

2. Pada pasien dengan STEMI yang menjalani PCI, dapat diterima untuk

memberikan abciximab seawal mungkin. (tingkat bukti B)

3. Pada pasien yang menjalani PCI elektif dengan penempatan sten, dapat

diterima untuk memberikan inhibitor GP IIb/IIIa (abciximab, eptifibatide,

atau tirofiban). (tingkat bukti B)

Pada pasien dengan STEMI yang menjalani PCI, terapi dengan eptifibate atau

tirofiban bisa dipertimbangkan. (tingkat bukti C)

Tabel 6.5. Medikasi yang digunakan untuk stabilisasi pasien UA/NSTEMI

Agen anti-iskemia dan

antitrombotik/antiplatelet

Kerja obat Kelas/tingkat bukti

Aspirin

Clopidogrel* atau

ticlopidin

Beta-bloker

ACEI

Nitrat

Antagonis kalsium

(antagonis dihidropiridin

short acting harus

dihindari)

Antiplatelet

Antiplatelet jika aspirin

menjadi kontraindikasi

Antiiskemia

EF kurang dari 0,40 atau

HF EF lebih dari 0,40

Antiangina

Antiangina

I/A

I/A

I/B

I/A Iia/A

I/C untuk gejala iskemia

I untuk gejala iskemia,

jika Beta bloker tidak

berhasil (B) atau menjadi

kontraindikasi, atau

Page 22: Chronic Stable Angina

Dipiridamol

Agen untuk

pencegahan sekunder

dan indikasi lain

Inhibitor HMG-KoA

reduktase

Fibrat

Niasin

Niasin atau fibrat

Antidepresan

Terapi hipertensi

Terapi diabetes

Terapi hormon (inisiasi)1

Terapi hormon

(kelanjutan)1

Inhibitor COX-2 atau

NSAID

Vitamin C, E; beta

karoten; asam folat, B6,

B12

Antiplatelet

Faktor risiko

Kolesterol LDL lebih dari

70 mg per dL

Kolesterol HDL kurang

dari 40 mg per dL

Kolesterol HDL kurang

dari 40 mg per dL

Trigliserida 200 mg per

dL

Terapi depresi

Tekanan darah lebih dari

140/90 mmHg atau lebih

dari 130/80 mmHg jika

terdapat penyakit ginjal

atau diabetes

HbA1c lebih dari 7%

Kondisi postmenopause

Kondisi postmenopause

Nyeri kronik

Efek antioksidan;

penurunan homosistein

menyebabkan efek

samping yang tidak

dapat diterima (C)

III/A

Kelas/tingkat bukti

Ia

IIa/B

IIa/B

IIa/B

IIb/B

I/A

I/B

III/A

III/B

IIa/C, IIb/C, atau III/C

III/A

*lebih dipilih ticlopidin1untuk pengurangan risiko penyakit arteri koroner.

ACEI mengindikasikan angiotensin converting enzyme hormone; CHF,

congestive heart failure; COX-2, cyclooxygenase 2; EF, ejection fraction; HDL,

high density lipoprotein; HF, heart failure; HMG-CoA, hydroxymethyl glutaryl

Page 23: Chronic Stable Angina

coenzyme A; INR, international normalized ratio; LDL, low density lipoprotein;

NSAID, nonsteroidal antiinflamatory drug; NSTEMI, non ST segment elevation

myocardial infarction; dan UA, unstable angina.

Terapi antitrombotik

UFH, low molecular weight heparin, dan bivalirudin

1. UFH seharusnya diberikan pada pasien yang menjalani PCI. (tingkat bukti

C)

2. Untuk pasien dengan trombositopenia yang diinduksi heparin, bivalirudin

atau argatroban direkomendasikan untuk menggantikan heparin. (tingkat

bukti B)

1. Adalah beralasan untuk menggunakan bivalirudin sebagai alternatif

terhadap UFH dan antagonis GP IIb/IIIa pada pasien risiko rendah yang

menjalani PCI elektif. (tingkat bukti B)

2. LMWH dapat diterima sebagai alternatif terhadap UFH pada pasien

dengan UA/NSTEMI yang menjalani PCI. (tingkat bukti B)

LMWH bisa dipertimbangkan sebagai alternatif terhadap UFH pada pasien

dengan STEMI yang menjalani PCI. (tingkat bukti B)

Tatalaksana post-PCI

Left main CAD

Adalah beralasan bahwa pasien yang menjalani PCI untuk obstruksi koroner

utama kiri yang tidak terlindungi diifollow up dengan angiografi koroner antara 2

dan 6 bulan setelah PCI. (tingkat bukti C)

Pertimbangan Khusus

Restenosis Klinis: Latar Belakang dan Tatalaksana

Strategi Tatalaksana untuk Restenosis setelah PTCA

Adalah beralasan untuk mempertimbangkan bahwa pasien yang mengalami

restenosis setelah PTCA atau PTCA dengan peralatan ateroablatif adalah

kandidat untuk intervensi koroner berulang dengan sten intrakoroner jika faktor

anatomi sesuai. (tingkat bukti B)

Page 24: Chronic Stable Angina

DES DAN BMS

1. DES seharusnya dipertimbangkan sebagai alternatif terhadap BMS pada

pasien untuk siapa percobaan klinis mengindikasikan efektivitas /profil

keamanan. (tingkat bukti A)

2. Sebelum menanamkan DES, kardiologist harus berdiskusi dengan pasien

tentang kebutuhan untuk dan durasi dari DAT (dual-antiplatelet therapy)

dan mengkonfirmasi kemampuan pasien untuk mematuhi terapi yang

direkomendasikan untuk DES. (tingkat bukti B)

3. Pada pasien yang menjalani persiapan untuk PCI dan tampak

membutuhkan prosedur invasif atau operatif dimana DAT harus dilakukan

selama 12 bulan berikutnya, pertimbangan harus diberikan untuk

penanaman BMS atau pengerjaan angioplasti balon dengan penanaman

sten provisional dibandingkan penggunaan rutin dari DES. (tingkat bukti

C)

Pada pasien yang perlu menjadi perhatian dokter tentang risiko perdarahan,

dosis aspirin yang lebih rendah 75-162 mg dapat diberikan.

DES bisa dipertimbangkan untuk latar belakang klinis dan anatomis dimana profil

efektivitas/keamanan menjadi diperlukan tapi belum terbukti penuh dari penelitian

klinis. (tingkat bukti C)

Strategi tatalaksana untuk restenosis in-stent

Drug-eluting stent untuk tatalaksana restenosis in-stent

Adalah beralasan untuk melakukan PCI ulangan untuk restenosis in-stent

dengan DES atau DES baru untuk pasien yang mengalami restenosis in-stent

jika faktor anatomi sesuai. (tingkat bukti B)

Radiasi untuk restenosis

Brakiterapi dapat bermanfaat sebagai terapi yang aman dan efektif untuk ISR (in-

stent restenosis). (tingkat bukti A)

Penyakit Ginjal Kronis

1. Klirens kreatinin harus diperkirakan pada pasien UA/NSTEMI, dan dosis

obat yang dibersihkan di ginjal harus diperhitungkan secara sesuai.

(tingkat bukti B)

Page 25: Chronic Stable Angina

2. Pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani angiografi, agen

kontras isosmolar diindikasikan dan lebih dipilih. (tingkat bukti A)

Perbandingan dengan pedoman lain

Pedoman yang lain adalah European Society of Cardiology’s (ESC) 2005

Guidelines for PCI. Terdapat perbedaan dalam kategori rekomendasi, yang

membuat perbandingan langsung antar pedoman menjadi sulit. Secara spesifik,

pedoman ESC tidak memiliki kelas rekomendasi III, dan untuk kelas rekomendasi

I, mereka mengindikasikan bahwa untuk rekomendasi yang ditentukan, terdapat

kesepakatan umum atau bukti bahwa terapi yang dimaksud adalah bermanfaat,

menguntungkan, atau efektif, tapi mereka tidak mengatakan bahwa terapi

tersebut harus dilakukan atau diberikan. Dalam batasan dari perbandingan yang

memberikan perbedaan rekomendasi ini, tidak didapatkan variasi mayor dalam

rekomendasi untuk penggunaan PCI atau terapi tambahan. Pedoman ESC tidak

meliputi rekomendasi untuk pencegahan sekunder dengan pedoman PCI

mereka.

Usaha penelitian yang sedang berjalan dan arah masa depan

Penelitian COURAGE (clinical outcome utilizing revascularization and aggressive

drug evaluation) yang membandingkan terapi dengan PCI dan terapi medis

optimal terhadap terapi medis optimal saja pada pasien dengan stable angina

dipublikasikan setelah target waktu untuk the 2007 PCI focused Update. Oleh

karena itu, temuannya tidak dimasukkan dalam evidence based untuk pedoman

ini. Saat ini, pedoman untuk terapi pasien dengan stable angina kronis sedang

menjalani update, dan jika bukti dari penelitian COURAGE atau studi serupa

menghasilkan perubahan dalam rekomendasi, pedoman PCI akan diperbarui

juga. Beberapa studi sekarang sedang berjalan untuk menginvestigasi risiko dan

kesesuaian terapi untuk mencegah trombosis sten lanjut. Bukti dari penelitian-

penelitian ini bisa menghasilkan pembaruan dari rekomendasi saat ini. Akhirnya,

studi yang melibatkan penggunaan terapi tambahan untuk pasien yang menjalani

PCI, khususnya obat-obatan antiplatelet baru, dapat menghasilkan perubahan

dalam rekomendasi pedoman.