chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (CIDP) adalah suatu gangguan neurologis yang dikarakteristik oleh kelemahan progresif dan gangguan fungsi sensorik pada tungkai dan lengan. Gangguan ini kadang-kadang disebut chronic relapsing polyneuropathy, disebabkan oleh kerusakan selubung mielin (selubung lemak yang membungkus dan melindungi sekeliling serat saraf) nervus perifer. Meskipun gangguan ini dapat terjadi pada setiap umur dan jenis kelamin, CIDP lebih sering terjadi pada dewasa muda, dan pria lebih sering dibandingkan wanita. Gejala-gejala yang sering terlihat termasuk rasa geli atau mati rasa (dimulai pada jari-jari kaki dan tangan), kelemahan kedua lengan dan tungkai, hilangnya refleks tendon dalam (areflexia), fatigue, dan sensasi abnormal. 1 Gejala- gejala, penanganan dan prognosis sangat mirip dengan tipe penyakit lain yang dikenal sebagai guillain-barr-syndrome. CIDP awalnya dikenal sebagai "chronic Guillain-Barré syndrome." Guillain-Barré syndrome adalah suatu gangguan akut yang gejala-gejalanya cepat terlihat dan lebih jelas. Walaupun keduanya mirip, CIDP dan Guillain-Barré merupakan dua kondisi yang berbeda. CIDP biasa juga dikenal sebagai chronic relapsing polyneuropathy. 2 Demyelinisasi nervus perifer menyebabkan kelemahan kedua tungkai dan lengan yang berkembang secara progresif dan lebih berat sepanjang tahun. Kemampuan tungkai dan lengan merasakan impuls sensorik seperti sentuhan, nyeri dan temperatur juga

Upload: ashrimirawati

Post on 13-Dec-2015

56 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

NEUROLOGY

TRANSCRIPT

Page 1: chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

DefinisiChronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (CIDP) adalah suatu gangguan

neurologis yang dikarakteristik oleh kelemahan progresif dan gangguan fungsi sensorik pada

tungkai dan lengan. Gangguan ini kadang-kadang disebut chronic relapsing polyneuropathy,

disebabkan oleh kerusakan selubung mielin (selubung lemak yang membungkus dan melindungi

sekeliling serat saraf) nervus perifer. Meskipun gangguan ini dapat terjadi pada setiap umur dan

jenis kelamin, CIDP lebih sering terjadi pada dewasa muda, dan pria lebih sering dibandingkan

wanita. Gejala-gejala yang sering terlihat termasuk rasa geli atau mati rasa (dimulai pada jari-jari

kaki dan tangan), kelemahan kedua lengan dan tungkai, hilangnya refleks tendon dalam

(areflexia), fatigue, dan sensasi abnormal.1 Gejala-gejala, penanganan dan prognosis sangat mirip

dengan tipe penyakit lain yang dikenal sebagai guillain-barr-syndrome. CIDP awalnya dikenal

sebagai "chronic Guillain-Barré syndrome." Guillain-Barré syndrome adalah suatu gangguan

akut yang gejala-gejalanya cepat terlihat dan lebih jelas. Walaupun keduanya mirip, CIDP dan

Guillain-Barré merupakan dua kondisi yang berbeda. CIDP biasa juga dikenal sebagai chronic

relapsing polyneuropathy.2

Demyelinisasi nervus perifer menyebabkan kelemahan kedua tungkai dan lengan yang

berkembang secara progresif dan lebih berat sepanjang tahun. Kemampuan tungkai dan lengan

merasakan impuls sensorik seperti sentuhan, nyeri dan temperatur juga terganggu. Khasnya

pertama kali dirasakan sebagai tingling (rasa geli) atau tumpul pada jari-jari kaki dan tangan.

Gejala-gejala keduanya menyebar dan lebih berat sepanjang tahun.2,3

Epidemologi Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy adalah gangguan yang sering

terjadi dan meskipun kadang terdiagnosa, dan merupakan penyakit yang potensial dapat

ditangani, dengan prevalensi kira-kira 0.5 per 100,000 kasus. Persamaan klinik dengan varian

inflammatory demyelinating polyneuropathy acute (Guillain–Barré syndrome) memungkinkan

terapi immunosuppresif bermanfaat dalam penanganan pasien, sehingga diduga patogenesis

gangguan ini berupa immune-mediated. Saat Austin, dkk serta Dyck dkk., pertama kali

mendeskripsikan pasien dengan corticosteroid-responsive chronic polyneuropathy, spektrum

Page 2: chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy

presentasi klinik dan penyokong diagnostik terus berkembang, termasuk pilihan terapi. Penting

membedakan gangguan ini dari chronic sensorimotor polyneuropathies yang timbul bersamaan

dengan diabetes, alkoholisme, atau malnutrisi.3,5

EtiologiCIDP adalah suatu gangguan sistem imun. Khususnya, sistem imun tidak dapat mengenal

sel-sel myelin nervus perifer dan menganggapnya sebagai agent asing. Kerusakan selubung

terjadi saat sistem imun mencoba untuk membersihkan tubuh dari agent asing. Tidak ada fakta

penelitian genetik yang menyokong terjadinya penyakit ini, ataupun riwayat keluarga. Beberapa

kesimpulan menunjukkan bahwa CIDP merupakan penyakit yang tidak diturunkan.3

Seperti Guillain-Barré syndrome, sangat kuat dugaan bahwa CIDP dipicu oleh infeksi

virus. Sebagai contoh, sel-sel imun dapat rusak oleh infeksi virus, seperti yang terjadi pada

acquired-immunodeficiency-syndrome (AIDS) sehingga menyebabkan malfungsi sistem imun.

Apakah infeksi virus atau mikroba yang secara langsung menyebabkan CIDP masih belum

jelas.4,6

CIDP berbeda dari Guillain-Barré syndrome pada infeksi virus, dimana tidak terjadi

antara beberapa bulan saat gejala pertama terlihat. Pada Guillain-Barré syndrome, infeksi virus

atau bakteri, khas mendahului timbulnya gejala-gejala.6

PatogenesisProteksi melawan respon-respon imun terhadap autoantigen adalah kunci untuk

pemeliharaan self-tolerance. Pada chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy, self-

tolerance mengalami kerusakan. Autoreactive T cells dan B cells, yang menjadi bagian normal

imunitas, teraktivasi menyebabkan kerusakan organ spesifik.3,6

Prinsip dasar respon imun seluler dan humoral yang memperlihatkan bahwa autoreactive

T cells mengenal suatu autoantigen spesifik dalam konteks kompleks immunokompatibilitas klas

II pada permukaan antigen-presenting cells (makrofag) pada kompartemen imun sistemik.

Infeksi dapat memicu kejadian ini melalui peniru molekuler, potongan melintang pada epitop

terbagi antara agent mikrobial dan antigen nervus. Limfosit T yang teraktivasi ini dapat melewati

barier pembuluh darah nervus dalam proses yang melibatkan molekul-molekul adhesi seluler,

matriks metaloproteinase dan kemokin. Diantara sistem saraf perifer, sel-sel T mengaktivasi

makrofag yang meningkatkan aktifitas fagositik, produksi sitokin dan pelepasan mediator toksik,

Page 3: chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy

termasuk nitric oxida, reactive oxygen intermediates, matrix metalloproteinase, dan sitokin

proinflamasi, termasuk tumor necrosis factor- dan interferon . Autoantibodi melewati barier

pembuluh darah saraf atau secara lokal dihasilkan dari keterlibatan sel-sel plasma menyebabkan

kerusakan demielinasi dan aksonal. Autoantibodi dapat menyebabkan demyelinisasi melalui

sitotoksisitas seluler dependent-antibody, secara potensial memblokade epitop yang secara

fungsional sesuai dengan hantaran saraf, dan mengaktivasi sistem komplemen melalui pathway

klasik, menghasilkan mediator-mediator proinflamasi dan membran lisis- menyerang kompleks

C5b-9. Terminasi respon inflamasi terjadi melalui induksi apoptosis sel T dan pelepasan sitokin

antiinflamasi, termasuk interleukin -10 dan mentransformasi faktor pertumbuhan-. Selubung

mielin (sisipan) tersusun dari berbagai protein, seperti myelin protein zero, yang tersusun lebih

dari 50 % dari total protein membran pada mielin sistem saraf perifer manusia; myelin protein 2;

myelin basic protein; myelin-associated glycoprotein; connexin 32; dan gangliosida dan

dihubungkan dengan glikolipid. Molekul-molekul ini telah teridentifikasi sebagai antigen target

untuk respon-respon antibodi dengan berbagai frekuensi pada pasien dengan penyakit CIDP.3

Page 4: chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy

Gambar. Immunopathogenesis dari Chronic Inflammatory Demyelinating Neuropathy

Klasifikasi

a. Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy Klasik Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy klasik, dikarakteristik oleh

kelemahan simetris pada otot-otot proksimal dan distal yang mengalami peningkatan

progresifitas lebih dari dua bulan (keadaan kondisi ini terpisah dari Guillain–Barré syndrome,

penyakit ini self-limited). Kondisi-kondisi yang ada berhubungan dengan gangguan sensasi, tidak

adanya atau berkurangnya refleks-refleks tendon, dan elevasi kadar protein cairan serebrospinal,

pada hantaran-saraf terdapat demielinasi, dan tanda-tanda demielinasi pada spesimen biopsi.

Dalam perjalanan penyakit, dapat terjadi relaps atau kronik dan progresif. Paling sering pada

dewasa muda.5

b. Neuropathy Demielinasi

Analisis klinik yang sangat teliti mendefinisikan bentuk lain dari acquired demyelinating

polyneuropathy. Penyebab diduga autoimun atau dysimmune yang berbeda dari chronic

inflammatory demyelinating polyneuropathy klasik, baik dalam presentasi klinik maupun respon

terhadap penanganan. Namun tidak jelas apakah kondisi ini adalah varian chronic inflammatory

demyelinating polyneuropathy atau penyakit yang berbeda. Penyakit-penyakit tersebut antara

lain:3,5

Distal Acquired Demyelinating Symmetric Neuropathy. Diduga bahwa distal acquired

demyelinating symmetric neuropathy berbeda dengan acquired demyelinating polyneuropathy.

Prevalensi meningkat pada pria dan mereka yang berumur lebih dari 50 tahun. Gejala yang

menonjol berupa sensory loss distal, kelemahan distal ringan (berbeda dengan defisit motor

yang lebih general pada chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy klasik), dan

kehilangan keseimbangan. IgM paraproteinemia ditemukan pada hampir 23 pasien dengan

kondisi ini. IgM-associated distal demyelinating symmetric neuropathy berespon kurang baik

terhadap terapi immunosuppressive.3,5,7

Multifocal Motor Neuropathy. Penting untuk membedakan multifocal motor neuropathy dari

penyakit motor neuron. Multifocal motor neuropathy dikarakteristik oleh kelemahan asimetrik

Page 5: chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy

tanpa sensory loss, seringkali dimulai pada otot lengan distal. Blokade hantaran motorik partial

pada kedua sisi adalah ciri khas gambaran elektrofisiologik, walaupun tidak semua pasien

mengalaminya. Sampai saat ini dilakukan deteksi antiganglioside antibody sirkulasi. Kadar

protein cairan cerebrospinal dan jumlah sel biasanya normal. Meskipun penanganan

kortikosteroid dan plasmapheresis tidak efektif, multifocal motor neuropathy dapat diperbaiki

dengan immune globulin atau terapi cyclophosphamide. 3,5

Multifocal Acquired Demyelinating Sensory dan Motor Neuropathy (Lewis–Sumner

Syndrome). Multifocal acquired demyelinating sensory and motor neuropathy (the Lewis–

Sumner syndrome) memiliki kemiripan dengan chronic inflammatory demyelinating

polyneuropathy (misalnya, defisit motorik dan sensorik, peningkatan kadar protein, dan pada

studi hantaran nervus motorik dan sensorik memberikan hasil abnormal) dan multifocal motor

neuropathy (misalnya, gejala-gejala yang asimetrik, sering dimulai dari lengan dan tangan, dan

blokade hantaran). Beberapa psaien dengan kondisi ini memiliki antibodi terhadap gangliosida,

dan pasien-pasien ini berespon baik terhadap penanganan intravenous immune globulin atau

cyclophosphamide.3,7

c. Neuropathy-neuropathy lain yang mirip dengan Chronic Inflammatory Demyelinating

Polyneuropathy.

Beberapa bentuk lain dari acquired dan chronic polyneuropathy memiliki gambaran yang

sama dengan chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy dan telah diklasifikasikan

menjadi sub kelompok. Bentuk-bentuk ini termasuk axonal chronic inflammatory demyelinating

polyneuropathy, pure sensory chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy, dan pure

motor dan axonal chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (yang juga disebut

multifocal acquired motor axonopathy). Pasien-pasien dengan peripheral-nerve demyelination

dan respon complete atau partial terhadap immunoterapi, diduga sebagai bagian dari family

chronic acquired demyelinating polyneuropathies yang besar. Chronic idiopathic axonal

polyneuropathy adalah suatu kelompok gangguan heterogeneous akibat progresifitas neuropathy

sensorimotor lambat tanpa nyeri, dapat menyebabkan kecacatan ringan sampai sedang.8,9

Kriteria klinik

a. Kriteria klinik menurut American Academy of Neurology (AAN )3

Page 6: chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy

- Klinik : disfungsi motorik, dan disfungsi sensorik, yang melibatkan > dari 1 tungkai,

atau keduanya.\

- Waktu berlangsungnya; dari 2 bulan

- Refleks: berkurang atau tidak ada

- Tes elektrodiagnostik: 3 dari 4 kriteria berikut: blokade kecepatan hantaran parsial 2

nervus motorik, pemanjangan latensi distal 2 nervus motorik atau tidak adanya

gelombang F.

- Cairan cerebrospinal: hitung leukosit < 10/mm3, peningkatan kadar protein (pendukung)

- Temuan biopsi: adanya demyelinisasi dan remyelinisasi

b. Kriteria Klinik Saperstein dkk.3

- Klinik ; Mayor: kelemahan proksimal dan distal simetrik; Minor: khusus kelemahan

distal atau sensory loss.

- Waktu berlangsungnya; dari 2 bulan

- Refleks: berkurang atau tidak ada

- Tes elektrodiagnostik: 2 dari 4 kriteria elektrodiagnostik AAN.

- Cairan cerebrospinal: Protein > 45 mg/dl; hitung leukosit < 10/mm3 (pendukung)

- Temuan biopsi: gambaran menonjol demyelinisasi

c. Kriteria Inflammatory Neuropathy Cause and Treatment (INCAT)3

- Klinik : progresif atau relapsing motorik dan disfungsi sensorik lebih dari 1 tungkai

- Waktu berlangsungnya; > dari 2 bulan

- Refleks: berkurang atau tidak ada

- Tes elektrodiagnostik: blokade hantaran parsial ≥2 nervus motorik dan kecepatan

hantaran abnormal atau latensi distal atau latensi gelombang F pada 1 nervus lain; atau

tidak adanya blokade hantaran parsial, abnormalitas kecepatan hantaran, latensi distal,

atau latensi gelombang F pada 3 nervus motorik; atau abormalitas elektrodiagnostik

menunjukkan demyelinisasi 2 nervus dan pemeriksaan histologi menunjukkan adanya

demyelinisasi.

- Cairan cerebrospinal: analisis cairan cerebrospinal direkomendasikan tapi tidak

diharuskan.

Page 7: chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy

- Temuan biopsi: tidak diharuskan (kecuali pada kasus-kasus dengan abnormalitas

elektrodiagnostik hanya pada 2 nervus motorik).3

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis terhadap gejala-gejala yang timbul serta

pemeriksaan klinis. CIDP biasanya mengalami kelemahan dan gangguan sensorik. Kadang-

kadang hanya terjadi gejala kelemahan tanpa gangguan sensorik, namun jarang terjadi hanya

gangguan sesorik sendiri.9

Gejala-gejala CIDP sering diawali dengan gejala-gejala seperti rasa geli atau mati rasa

yang dimulai dari jari-jari tangan dan kaki, kelemahan pada tangan dan kaki atau kaki terasa

berat dan kaku, tangan tidak bisa menggenggam, hilangnya refleks tendon dalam (arefleksia),

kelelahan dan adanya sensasi abnormal. Penyakit ini bisa menjadi progresif dan memburuk

dalam beberapa minggu, bulan atau kadang-kadang tahun. Bila semakin berat bisa terjadi tremor

terutama pada tungkai dan lengan bagian atas. Sangat jarang terjadi kelumpuhan pada daerah

wajah.3

Diagnosis CIDP dapat ditelusuri dengan tes darah, lumbal punksi dan uji hantaran saraf

menggunakan elektromiogram (EMG), EKG atau dengan MRI.

1. Lumbal punksi

Lumbal pungsi dilakukan untuk penilaian cairan cerebrospinal. Jumlah protein cairan

cerebrospinal pada CIDP, lebih banyak dibandingkan pada keadaan normal. Kadang-kadang

terdapat papil edema dan sindroma pseudotumor yang berhubungan dengan tingginya protein

cairan cerebrospinal. Analisis cairan cerebrospinal pada pasien CIDP menunjukkan adanya

disosiasi albuminositologik.6

2. EMG

Electromyography (EMG) digunakan untuk mengukur respon otot terhadap stimulasi

elektrik. Pada EMG, suatu elektroda diantara suatu jarum didorong melalui kulit kedalam otot;

beberapa elektroda dibutuhkan untuk dimasukkan melalui otot untuk akurasi pengukuran

perilaku otot. Stimulasi otot menyebabkan pola visual atau audio. Pola panjang gelombang

membawa informasi mengenai respon otot. Pola khas panjang gelombang dihasilkan oleh otot

yang sehat, yang disebut aksi potensial, yang dapat dibandingkan dengan otot dari seseorang

Page 8: chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy

yang diduga mengalami CIDP. Untuk otot yang mengalami kerusakan nervus, aksi potensial

panjang gelombang lebih kecil dibandingkan dengan otot normal.4,6,9

3. EKG

Elektrokardiogram dapat digunakan untuk mencatat aktifitas elektrik pada jantung saat

diduga terjadi paralisis otot jantung. Kerusakan nervus akan merubah pola normal detak jantung.9

4. MRI

MRI digunakan untuk mengeliminasi kemungkinan adanya kerusakan yang terjadi pada

sistem saraf perifer.

Differensial diagnosis

Perlu dilakukan berbagai tes laboratorium yang lebih luas diperlukan pada beberapa

pasien untuk meneliti berbagai penyebab lain dari demyelinisasi polineuropathy, demikian juga

penyakit yang bersamaan dengan penyakit ini. Beberapa differensial diagnosa:

- Guillan-barre syndrome, yang ditandai dengan kelemahan muskular progresif dalam periode

1 bulan

- Neuropathy yang diturunkan, misalnya neuropathy motor dan sensorik yang diturunkan.

Diperlukan anamnesis riwayat keluarga dan analisis DNA untuk membuktikannya.

- Neuropathy metabolik: misalnya neuropathy diabetik dan neuropathy yang berhubungan

dengan gangguan toleransi glukosa: uremik, hepatik dan neuropathy acromegalic;

neuropathy yang berhubungan dengan hypotiroidisme. Diperlukan tes laboratorium yang

tepat untuk membuktikan kelainan-kelaian ini.

- Neuropathy paraneoplastik: neuropathy yang berhubungan dengan limphoma atau

karsinoma.

- Neuropathy yang berhubungan dengan monoklonal gammopathy: neuropathy yang

berhubungan dengan mieloma osteosclerosis, dengan monoklonal gammopathy yang tidak

dapat ditentukan, dan dengan Waldenstrom’s macroglobulinemia.

- Neuropathy yang berhubungan dengan penyakit infeksi: infeksi dengan immunodeficiensy

virus, Leprosy, Borreliosis (termasuk lyme disease), diptheria.

- Neuropathy toksik: alkohol, agent-agent industri (misalnya acrylamide), logam (misalnya

timah), obat-obatan (platinum-based agent, amiodarone, perhexiline, tacrolimus, chloroquin,

dan suramin).

Page 9: chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy

- Neuropathy akibat defisiensi nutrisi: defisiensi vitamin B1, B6, B12, atau E

- Neuropathy yang berhubungan dengan porphyria

- Neuropathy yang berhubungan dengan penyakit-penyakit berat: polyneuropathy yang

berhubungan dengan sepsis, multiple organ failure, atau ventilasi jangka panjang.3

Penanganan

Dalam penanganan harus melibatkan ahli neurologi, ahli immunologi dan ahli terapi

fisik. Kelompok pendukung berguna dalam membantu penanganan.

Penanganan CIDP dan Guillain-Barré syndrome sama. Penggunaan kortikosteroid seperti

prednisone, yang akan mengurangi respon sistem imun, dapat mengurangi jumlah demielinasi

yang terjadi.3,8

Medikamentosa

Steroid

First line penanganan untuk CIDP termasuk kortikosteroid (mis. Prednisone),

Dengan dosis awal 100 mg/hari dan biasanya dinaikkan dalam 1-4 minggu kemudian dapat

diganti dengan terapi lain secara selang-seling. Apabila kekuatan otot menjadi normal kembali

dan mencapai keadaan plateu maka dosis prednison dapat diturunkan secara perlahan-lahan 5 mg

setiap 2-3 minggu.5,7

Obat-obat imunosuppresif

Obat-obat Immunosuppressive seringkali digunakan adalah klas Cytotoxic (kemoterapi),

termasuk Rituximab (Rituxan) dengan target sel-B, serta Cyclophosphamide, obat yang

mengurangi fungsi sistem imun. Ciclosporin juga telah digunakan pada CIDP tapi dengan

frekuensi yang kurang karena merupakan pendekatan yang baru. Ciclosporin diperkirakan terikat

pada immunocompetent Lymphocytes, khususnya limfosit-T.5,7,9

Penanganan immunosuppresif non-cytotoxic yang biasa digunakan termasuk

Azathioprine (Imuran) dan Mycophenolate mofetil (Cellcept). Anti-thymocyte globulin (ATG),

suatu agent immunosuppresif yang secara selektif menghancurkan limfosit T, telah dipelajari

untuk digunakan untuk CIDP. Anti-thymocyte globulin adalah fraksi gamma globulin antiserum

dari hewan yang telah diimunisasi melawan human thymocytes. Ini merupakan suatu polyclonal

antibody.4

Plasmapheresis (plasma exchange) dan immunoglobulin (IVIg)

Page 10: chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy

Plasmapheresis (plasma exchange) dan intravenous Immunoglobulin (IVIg) yang dapat

diberikan tunggal atau kombinasi dengan obat immunosuppresif lain.5,7,8

Prosedur medis yang dikenal sebagai plasmapheresis, atau plasma exchange, dapat menjadi

pilihan penanganan yang lain. Pada plasmapheresis, plasma darah dikeluarkan dari tubuh,

Eritrosit diambil dari plasma dan dikembalikan kedalam tubuh dengan plasma yang bebas

antibodi atau dengan cairan intravena. Oleh karena plasma darah dikeluarkan dari tubuh pasien

CIDP dapat mengandung antibodi terhadap selubung myelin, mengeluarkan antibodi-antibodi ini

dapat mengurangi efek dari sistem imun tubuh menyerang sel-sel nervus.7,9

Prosedur lain yang menghasilkan hasil yang sama yaitu pemberian intravenous

immunoglobulin (IVIg). IVIg secara umum ditujukan untuk penanganan sistem imun yang

berhubungan dengan neuropathy. Seperti plasmapheresis, immunoglobulin dapat membantu

mengurangi jumlah anti-myelin antibody, dan untuk menekan respon imun.9

Fisioterapi

Fisioterapi memegang peranan penting dalam penanganan CIDP. Fisioterapi dapat

memperbaiki kekuatan, fungsi dan mobilitas otot dan meminimalisasikan penyusutan otot dan

tendon serta distorsi sendi-sendi.4

Pemulihan dan Rehabilitasi

Pemulihan dari CIDP bervariasi dari satu orang ke orang lain. Beberapa orang pulih

sempurna tanpa intervensi pengobatan, sedangkan yang lain dapat relaps lagi dan lagi. Oleh

karena beberapa orang dapat mengalami kelemahan atau numbness yang permanen, terapi fisik

dapat digunakan sebagai bagian dari regimen rehabilitasi.7

Prognosis

Prognosis seorang pasien berkisar antara pemulihan sempurna sampai pola ulangan

periodik gejala-gejala dan residual kelemahan atau numbness otot. Seperti pada Multiple

Sclerosis, suatu kondisi yang mirip demyelinasi, tidak mungkin diprediksi dengan pasti

bagaimana CIDP mempengaruhi seseorang nantinya. Pola relaps dan remisi sangat bervariasi

pada tiap-tiap pasien. Periode relaps bisa sangat mengganggu, tapi beberapa pasien dapat

mengalami pemulihan signifikan.

Jika terdiagnosa secara dini, inisiasi penanganan dini untuk mencegah nerve-loss

direkomendasikan. Akan tetapi, beberapa orang masih menyisakan gejala-gejala sisa seperti; rasa

Page 11: chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy

tumpul, kelemahan, tremor, fatigue dan gejala-gejala lain yang dapat memicu morbiditas jangka

panjang dan membatasi kualitas hidup.1

Penting untuk membangun hubungan yang baik dengan dokter, penyedia layanan primer

dan spesialis. Oleh karena penyakit yang jarang, beberapa dokter tidak memiliki kesiapan untuk

menanganinya. Tiap-tiap kasus CIDP berbeda, dan relaps jika terjadi dapat membawa gejala-

gejala dan masalah baru. Oleh karena variabilitas dalam berat dan progresifitas penyakit, dokter-

dokter tidak mampu menentukan prognosis pasti. Periode eksperimentasi dengan regimen

penanganan berbeda penting untuk menemukan regimen penanganan yang tepat untuk diberikan

pada pasien. 1,3

Perhatian Khusus

Masalah penting, penggunaan IVIg akan meningkatkan resiko kerusakan ginjal pada

penderita usia tua atau diabetes. Perlu diberikan Lovenox (Enoxaparin) yang dapat menurunkan

resiko pembekuan darah pada pasien hipertensi. Resiko meningkat bila Lovenox diberikan

bersama dengan aspirin atau obat antiinflamasi. Penggunaan kortikosteroid dapat menekan

efisiensi sistem imun, sehingga meningkatkan resiko infeksi sekunder atau oportunistik. Staf

medis perlu memonitor pasien yang menerima penanganan ini untuk timbulnya tanda-tanda

komplikasi.1,3