chronic myeloid leukimia

40
BAB I PENDAHULUAN Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik. Hal ini disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol dari klon sel darah immatur yang berasal dari sel induk hematopoietik. Sel leukemik tersebut juga ditemukan dalam darah perifer dan sering menginvasi jaringan retikuloendotelial seperti limpa, hati dan kelenjar limfe. 1 Leukemia diklasifikasikan berdasarkan tipe sel, baik menurut maturitas sel maupun turunan sel. Berdasarkan maturitas sel, leukemia dibedakan atas akut dan kronik. Jika sel ganas tersebut sebagian besar immatur (blast) maka leukemia diklasifikasikan akut, sedangkan jika yang dominan adalah sel matur maka diklasifikasikan sebagai leukemia kronik. Berdasarkan turunan sel, leukemia diklasifikasikan atas leukemia 1

Upload: medisiana-s-soenoe

Post on 24-Nov-2015

121 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik. Hal ini disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol dari klon sel darah immatur yang berasal dari sel induk hematopoietik. Sel leukemik tersebut juga ditemukan dalam darah perifer dan sering menginvasi jaringan retikuloendotelial seperti limpa, hati dan kelenjar limfe.1Leukemia diklasifikasikan berdasarkan tipe sel, baik menurut maturitas sel maupun turunan sel. Berdasarkan maturitas sel, leukemia dibedakan atas akut dan kronik. Jika sel ganas tersebut sebagian besar immatur (blast) maka leukemia diklasifikasikan akut, sedangkan jika yang dominan adalah sel matur maka diklasifikasikan sebagai leukemia kronik. Berdasarkan turunan sel, leukemia diklasifikasikan atas leukemia mieloid dan leukemia limfoid. Kelompok leukemia mieloid meliputi granulositik, monositik, megakriositik dan eritrositik.1,2Leukemia mieloid kronik (LMK) adalah penyakit sel induk (stem cell) hematopoetik yang ditandai oleh adanya leukositosis yang disertai imaturitas seri granulosit, basofilia, anemia, trombositosis dan splenomegali. Nama lainnya leukimia mielogenik kronik atau leukimia myeloid kronik. Penyakit ini merupakan salah satu tipe kelainan mieloproliferasi kronik yang berkaitan dengan translokasi kromosom resiprok lengan panjang kromosom 22 ke kromosom lain yaitu kromosom 9. Kromosom ini disebut sebagai kromosom Philadelphia (t(9;22)(q34;q11.2).3,4,5LMK ini menempati kasus terbanyak kedua dari semua tipe leukemia pada orang dewasa, yaitu sekitar 20% dan 3% dari leukimia pada anak-anak. Insidensi LMK terjadi antara 1-2 per 100.000 orang. LMK dapat menyerang semua umur tetapi sering ditemukan antara usia 40-60 tahun. Penderita LMK pada usia muda perkembangan penyakitnya akan lebih progresif. NCI (National center institute) menyatakan bahwa frekuensi LMK akan meningkat dengan bertambahnya umur dimulai dari 1 per 1000.000 orang pada usia 10 tahun pertama, 1 per 100.000 orang pada usia 50 tahun dan 1 per 10.000 orang pada usia 80 tahun.3,4Penyebab translokasi Philadelphia ini belum diketahui secara spesifik. Diduga penyebab dari translokasi philadelphia tersebut adalah radiasi pengion. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan insidensi LMK pada individu yang selamat dari serangan bom atom di Jepang. Insidensi puncak terjadinya LMK dijumpai 5 sampai 12 tahun setelah pajanan radiasi.3LMK dibedakan dari leukemia akut berdasarkan progresinya yang lebih lambat. Sebaliknya berdasarkan pengobatannya LMK lebih sulit diobati daripada leukemia akut. Gambaran klinis LMK antara lain splenomegali, anemia, memar, demam, epistaksis, menorhagia, gout, nyeri tulang dan gejala-gejala lain yang berhubungan dengan hipermetabolisme ( penurunan berat badan, anoreksia, atau keringat malam).3Sekitar 50% pasien LMK didiagnosis secara tidak sengaja dari pemeriksaan hitung darah rutin. Hal ini terjadi karena pada awal serangan LMK biasanya lamban dan tidak khas. Selain dari gejala-gejala diatas, untuk mendiagnosa LMK diperlukan pemeriksaan hematologi dan molekuler.3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. DefinisiChronic myelogenous leukimia (CML) atau leukimia myeloid kronik (LMK) merupakan suatu penyakit mieloproliferatif kronik untuk stem sel pluripoten hematopoeitik yang ditandai oleh adanya leukositosis yang disertai imaturitas seri granulosit, basofilia, anemia, trombositosis dan splenomegali. Nama lainnya leukimia mielogenik kronik atau leukimia myeloid kronik. Penyakit ini merupakan salah satu tipe kelainan mieloproliferasi kronik yang berkaitan dengan translokasi kromosom resiprok lengan panjang kromosom 22 ke kromosom lain 9. Kromosom ini disebut sebagai kromosom Philadelphia.3,4,6,7

2.2. InsidensiSebagian besar kasus LMK terjadi pada dewasa. Dari tahun 2004-2008 usia median untuk diagnosis penyakit ini adalah 66 tahun. Sedikit sekali anak yang menderita LMK ini, perjalanan penyakit ini pada dewasa dan anak-anak sama.2Berikut di bawah ini pada dapat dilihat frekuensi peningkatan LMK seiring dengan usia, dari frekuensi 1 per 100.000 penduduk hingga usia 40 tahun, dan sekitar 2 per 100.000 penduduk pada usia hingga 55 tahun , dan sekitar 9 per 100.0000 penduduk pada mereka yang berusia 80 tahun dan lebih. Pada tahun-tahun mendatang, insidensi LMK dapat meningkat.2

Gambar 2.1. Insidensi LMK menurut umur2Sumber: Howlader N, Noone AM, et al., eds. SEER Cancer Statistics Review, 1975-2008, National Cancer Institute. Bethesda, MD, www.seer.cancer.gov/csr/1975_2008/, based on November 2010 SEER data submission, posted to the SEER website, 2011 (walters 2012).

Setiap tahun, sekitar 5000-7000 orang didiagnosis sebagai LMK di Amerika Serikat. LMK terhitung sekitar 15%-20% dari semua leukimia dan 7-20% untuk leukimia pada dewasa. LMK ini lebih sering mengenai pada pria dibandingkan wanita dengan ration 1,3-2,2 vs 1.8,9

2.3. PatofisiologiSel-sel yang normal memiliki 23 pasang kromosom yang terdiri atas 22 pasang nomor, dengan kromosom seks (XX untuk wanita dan XY untuk laki-laki) yang dihitung sebagai pasangan ke 23. LMK dibedakan dari tipe lainnya pada leukimia oleh adanya abnormalitas genetik pada kromosom 22 pada sel-sel LMK. Di tahun 1960, 2 doktor dari universitas Pensylvania fakultas kedokteran di Philadeplia mempelajari kromosom sel-sel kanker ini. Mereka menemukan bahwa kromosom 22 pada sel pasien dengan LMK lebih pendek dibandingkan dengan kromosom 22 pada sel-sel normal. Pemendekan kromosom 22 ini dinamakan kromosom Philadelpia dan juga disebut dengan Ph kromosom.2,10

Gambar 2.2. Set kromosom dari sel sumsum tulang pada pasien wanita dengan LMK2Semakin tinggi nomor kromosom tampak semakin pendek kromosomnya. Panah pada bari ke 4 menunjukkan pemendekan kromosom 22, yang merupakan karakteristik pada pasien dengan LMK. Panah pada baris kedua menunjukkan kromosom 9 yang memanjang. 2 perubahan ini merefleksikan translokasi pada materi kromosom antara kromosom 9 dan 222

Gen BCR-ABL penyebab kanker. Penelitian lebih lanjut pada sel-sel leukimia fokus pada kromosom 9 dan kromosom 22 yang abnormal. Porsi kromosom-kromosom ini sesungguhnya bertukar satu sama lain. 1 porsi kromosom 9 pindah ke ujung kromosom 22; dan 1 porsi kromosom 22 pindah k ujung kromosom . pertukaran bagian kromosom ini disebut translokasi. Translokasi kromosom 9 dengan kromosom 22 hanya terlihat pada sel-sel LMK dan sebagian ditemukan pada pasien-pasien dengan ALL. Salah satu teori yang dikemukakan oleh seorang ahli bahwwa pertukaran ini terjadi ketika sel membelah, koromosom 9 dan kromosom 22 sangat dekat satu sama lain, membuat kejadian error ini memungkinkan.2,11Berikut di bawah ini dapat dilihat kejadian penyebab LMK-bagaimana suatu gen BCR-ABL (okogen) dibentuk.2

Gambar 2.3. Translokasi kromosom 9 dan 222 Suatu porsi gen ABL dari kromosom 9 melakukan translokasi dan bergabung dengan posi utama gen BCR pada kromosom 22. Bagian translokasi ini untuk kromosom 9 menghasilkan uatu fusi gen yang disebut BCR-ABL Gen fusi BCR-ABL secara langsung memproduksi suatu protein abnormal (mutan), dan suatu enzim yang disebut dengan tirosin kinase bcr-abl Protein enzim abnormal ini merupakan faktor utama yang mengubah sel-sel induk sumsum tulang dari sle-sel normal menjadi sel-sel leukimia Gambar proses translokasi antara gen pada kromosom 9 dengan kromosom 2212

Sautu pemisahan pada kromosom 9 menyebabkan suatu mutasi gen yang disebut dengan ABL (untuk Abelson, ilmuan yang pertama kali menggambarkan gen ini). Dan pemutusan pada kromosom 22 melibatkan suatu gen yang disebut dengan BCR (untuk breakpoint cluster regio). Mutasi gen ABL berpindah ke kromosom 22 dan bergabung dengan porsi utama pada gen BCR. Hasil dari penggabungan ini merupakan fusi gen penyebab leukimia BCR-ABL. Gen-gen ini memberikan instruksi untuk memproduksi suatu protein . gen-gen BCR-ABl menghasilkan suatu protein disfungsional yang disebut dengan bcr-abl tirosin kinase. Bcr-abl tirosin kinase ini menyebabkan suatu regulasi pertumbuhan dan ketahanan sel yan abnormal, yang bertanggung jawab dalam menyebabkan LMK. Tirosin kinase bcr-abl ini juga merupakan target spesifik obat yang memblok efek-efek obat tersebut pada sebagian besar pasien dengan LMK.2,12

Gambar 2.4. Proses tejadinya leukimia pada sel induk sumsum tulang2Gambar onkogen (gen penyebab kanker) pada batang paling atas yang menyebabkan suatu fusi gen ABL dari kromosom 9 dengen BCR dari kromosom 22. Rangkaian DNA gen ini dikopi ke dalam mRNA, ysng ditunjukkan pada batang tengah. mRNA menyebabkan formasi protein mutan, yang merupakan suatu enzim yang disebut dengan tirosin kinase yang ditunjukkan pada batang ketiga. Enzim ini mencetuskan sinyal yang menyebabkan sel induk susmsum tulang beraksi secara tidak teratur (leukemik), menyebabkan terjadinya pembentukan sel darah putih yang berlebihan yang berusia terlalu lama. Hal demikian merupakan manifestasi klinik pada LMK, seperti hitung sel darah putih yang tinggi dan hitung sel darah merah yang rendah. Beberapa inhibitor bcr-abl tirosin kinase, termasuk imatinib mesylate (Gleevec), dasatinib (Sprycel) and nilotinib (Tasigna), dapat berikatan dengan protein tirosin kinase dan memblok efek protein tersebut.2

2.4. Etiologi dan faktor risiko

Penyebab LMK sebenarnya masih belum begitu jelas. Leukemogenesis merupakan suatu fenomena bertahap yang dibagi ke dalam fase inisiasi, promosi dan progresi. Fase inisiasi melibatkan terjadinya defek genetik yang membuat sel bertahan hidup. Trigger yang menyebabkan perubuahan pada tahap inisiasi ini masih belum diketahui. Pada suatu penelitian, dimana sel-sel leukimia dipaparkan dengan irradiasi gamma, fusi-fusi gen dikarakteristikkan dengan bentuk yang berbeda-beda untuk leukimia yang terinduksi, wwalaupun defek ini juga terdeteksi pada jumlah yang rendah pada sel-sel yang tidah diapa-apakan. Perubahan gen BCR-ABL sekarang dikenal sebagai kunci molekular yang menyebabkan terjadinya LMK. Hal yang merangsang perubahan moleklular ini masih belum diketahui. Dengan menggunakan teknik sensitifitas tinggi PCR (polymerase chain reaction), transkrip BCR-ABL dapat dideteksi pada sel-sel sumsum tulang pada 25-30% mereka yang sehat dan 5% pada bayi baru lahir, tetapi tidak pada darah di tali pusat. Diduga bahwa proses pengaturan imun berperan dalam molekuler terjadinya LMK. BCR-ABL hanya ditemukan pada sel-sel hematopoetik dan tidak ditemukan adanya peningkatan insidensi LMK pada kembar monozigotik dan keluarga yang dengan LMK.2,8Tidak ditemukan adanya infeksi atau zat-zat kimia yang berhubungan dengan LMK. Insidensi LMK dilaporkan lebih tinggi pada mereka yang bertahan hidup setelah paparan serangan bom atom atau bom nuklir, karena ionisasi radiasi. Selain itu peningkatan risiko juga didapatkan pada mereka yang mendapatkan terapi kanker dengan radiasi seperti limfoma. Paparan diagnosis dental dan sinar-X tidak dihubungkan dengan peningkatan risiko pada LMK. Selain itu, secara umum leukimia dapat disebabkan oleh ionisasi radium, sinar X, Kobalt, Asbestos, penggunaan permanent dyes, obat-obatan karsinogenik, defisiensi mikronutrien seperti asam folat, vitamin B12 dan B6.2,8,13

2.5. Tanda dan manifestasi klinikPasien dengan LMK dapat tidak memiliki gejala-gejala berikut ini pada saat didagnosis. Ini berlaku secara individual; dengan mengikuti pemeriksaan fisik untuk kondisi lainnya dan merupakan bagian pemeriksaan kesehatan.2Tanda dan gejala LMK timbul secara bertahap. Pasien dengan LMK dapat:12,14-161. Merasa lelah dan nafas memendek saat melakukan aktivitas sehari-hari2. Memiliki pembesaran lien (menyebabkan perasaan seperti tertarik pada bagian atas sisi kiri abdomen)3. Pucat atau anemia (menurunnya jumlah sel darah merah), merasakan keringat malam, gatal, sakit kepala, pandangan mata kabur, ketidakmampuan dalam mentolerir suhu yang hangat dan/atau kehilangan berat badan4. Priapism (ereksi subnormal yang persisten pada penis tanpa adanya rangsangan seksual), ini merupakan gejala yang jarang terjadi namun pernah dilaporkan pada kasus pasien dengan LMK, yang mana hal ini disebabkan oleh leukostasis5. Hiperleukositosis, leukostasis, dan pengendapan yang dapat menimbulkan gejala neurologis (kebingungan, somnolen hingga stupor dan koma), vaskular (DIC, infakr miokard, iskemia akut ekstremitas dan thrombosis vena renal ) dan pulmonal (dispneu, distress nafas)

2.6. Fase LMKFase LMK dapat dibagi atas 3 fase. Sebagian besar LMK terdiagnosis pada fase kronik, walaupun beberapa pasien terdiagnosis pada fase akselerase dan fase krisis blast. Sebagian kecil pasien yang didiagnosis dan diterapi pada fase kronik LMK namun berlanjut pada fase akselerasi. Progresi dari fase kronik, yang biasnya dapat dengan mudah di atur, untuk fase akselerasi atau blast krisis terjadi akibat perubahan genetik pada sel-sel induk leukimia. Beberapa abnormalitas kromosom lanjutan dapat terdeteksi oleh analisis sitogenetik. Bagaimanpun, ini muncul dalam dengan perubahan genetik pada sel-sel induk LMK yang tidak dapat dideteksi dengan tes-tes laboratorium yang sekarang tersedia.2,17Fase kronik. Pasien dengan fase kronik mungkin dapat asimtomatik, Atau gejala-gejala LMK dapat muncul selama terapi karena perubahan hitung jenis sel atau pembesaran lien. Bila ada, gejala-gejala pada fase kronik dapat hilang ketika pasien dilakukan terapi. Terapi yang efektif menurunkan jumlah sel darah putih mendekati normal. Perbaikan jumlah sel darah putih diiringi dengan berkurangnya pembesaran limpa, perbaikan konsentrasi haemoglobin dan kondisi umum yang secraa umum membaik. Komplikasi perdarahan dan infeksi tidak biasa terjadi pada fase kronik. Ketika diterapi, umumnya pasien dengan LMK dapat berpartisipasi secara penuh dalam aktivitasnya sehari-hari.2Berikut di bawah ini dapat dilihat karakteristik pada fase kronik untuk LMK.15Tabel 2.1. Karakteristik fase kronik pada LMK15Darah

Granulositosis Rentang penuh untuk precursor granulosit Predomnena mielosit & netrofil segmen Khususnya mieloblast sekitar 1-2%; selalu 50x109/L), anemia (Ht100x109/L) tidak responsive terhadapat terapi leukimia Trombositosis yang jelas (>1000 x 109/L) Splenomegali progresif yang tidak respon terhadap terapi Demam yang tidak dapat dijelaskan atau nyeri tulang Perlunya peningkatan dosis pengobatan

Fase blastik LMK

30% blast pada perifer dan sumsum tulang Hematopoeisis ektramedular dengan balst imatur

Leukapharesis. Beberapa pasien memiliki jumlah sel darah putih yang sangat tinggi saat didagnosis. Ini dapat menyebabkan masalah viskositas dan terganggunya aliran darah ke otak, paru, mata dan sisi lainnya dan juga dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah. Pasien dapat ditangani dengan pembuangan sel-sel darah putih dengan menggunakan mesin yang sama dengan mesin dialisis. Proses ini disebut dengan leukaperesis.12

2.7. Diagnosis Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan darah dan sumsum tu;ang dapat menegakkan diagnosis LMK.Hitung jenis sel darah (CBC). CBC ini mengukur jumlah dan tipe sel-sel dalam darah. Pada LMK konsentrasi Hb menurun dan jumlah sel darah putih meningkat, bahkan meningkat sangat tinggi. Jmulah trombosit dapat meningkat atau menurun, tergantung pada keparahan penyakit pasien dengan LMK. Pemeriksaan hapusan darah dengan mikroskop cahaya menunjukkan karakteristik/suatu pola untuk sel-sel darah putih pada pasien dengan LMK: sejumlah kecil sel-sel imatur (sel-sel blast leukemik dan promielosit) dan sejumlah besar sel-sel darah putih matur dan besar (mielosit dan neutrofil). Sel-sel blast ini, promielosit dan mielosit secara normal tidak muncul/ada pada darah perifer individu sehat.2BMA (bone marrow aspiration). Hapusan sumsum tulang pada pasien dengan LMK adalah hiperseluler dan tanpa lemak. Terdapat peningkatan kompartemen myeloid dengan mielosit yang dominan. Berikut di bawah ini dapat dilihat hapusan sumsum tulang yang menggambarkan hiperselularitas dengan hyperplasia myeloid, tidak ditemukan peningkatan blast.14,18

Gambar 2.5. Hapusan sumsum tulang pada pasien LMK18Analisis sitogenik. Tes ini mengukur jumlah dan struktur kromosom. Sampel di ambil dari sumsum tulang yang diperiksa untuk mengkonfirmaasi temuan pada pemeriksaan darah dan memastikan apakah terdapat abnormalitas kromosomal seperti kromosom Philadelphia. Tes sumsum tulang disebut BMA. Sampel ini diperiksa secara mikroskopik dan sitogenetik. Adanya kromosom philadelpia (pemendekan pada kromosom 22) pada sumsum tulang, diikuti dengan tingginya hitung sel darah putih dan karakteristik temuan lainnya, mengkonfirmasi diagnosis LMK.2Fluorescence In Situ Hybridization (FISH). 90% pasien terdiagnosis LMK dengan analisis sitogenik, tapi sebagian tidak terdiagnosis dengan analisis sitogenik tersebut tetapi memiliki nilai yang positif untuk fusi gen BCR-ABL pada kromosom 22. FISH lebih sensitif dalam mendiagnosis LMK dibandingkan analisis sitogenetik. Berikut di bawah ini dapat dilihat identifikasi gen BCR-ABL dengan menggunakan teknik FISH.2

Gambar 2.6. Teknik FISH, suatu metode dengan menggunakan florosensi molekul untuk menandai gen BCR-ABL pada LMK. Pada sel-sel normal, 2 merah dan 2 sinyal hijau mengindikasikan lokasi normal gen BCR dan ABL pada sel-sel yang abnormal, fusi BCR ABL dalam visualisasi tampak sebagai gabungan sinyal merah dan hijau. Ini sering dideteksi sebagai flurosensi kekuningan (yang di tunjuk panah)2

Polymerase Chain Reaction (PCR). Gen BCR-ABl juga dapat dideteksi dengan analisis molekular. Tes kuantitatif PCR merupakan metode tes molekular yang dapat dilakukan pada sel darah merah dan sel sumsum tulang. Ini merupakan tes yang paling sensitif untuk mengidentifikasi dan mengukur gen BCR-ABL. PCR ini secara esensial meningkatkan jumlah kecil bagian-bagian dari RNA atau DNA untuk membuatnya mudah dideteksi dan dihitung.2,19Hitung jenis sel darah, pemeriksaan sumsum tulang, FISH dan PCR juga dapat digunakan untuk menilai respon terapi. Seiring dengan dilakukannya terapi, jumlah sel-sel darah merah, sel-sel darah putih , trombosit dan sel sel LMK mengalami perubahan. Berikut di bawah ini dapat dilihat perbandingan berbagai metode yang dapat digunakan untuk mendiagnosis LMK.2,20

Tabel 2.3. Metode untuk mendeteksi sisa penyakit (residual) pada LMK20MetodeTargetSensitivitasKeuntunganKerugian

MorfologiMorfologi seluler5%StandardSensitifitas rendah

SitogenikStruktur kromosom1-5%Tersedia luasSensitivitas rendahHanya pada sumsum tulang

FISHMarker genetic spesifik0,1%-5%Cepat (1-2 hari)Tidak mendeteksi kejadian konal lainnya

PRC kuantitatifRantai RNA0,001%-0,01%Sangat sensiifStandarisasi rendah, laboratorium intensif

2.8. TerapiLMK tidak mudah untuk disembuhkan dengan terapi yang sekarang tersedia, namun banyak terapi signifikan pada beberapa tahun terakhir ini, dan pilihan terapi yang memungkinkan terus berlanjut. Dengan terapi sekarang ini, pasien dengan LMK diharapkan memiliki kualitas hidup yang baik. Pilihan terapi yang digunakan untuk pasien LMK tergantung pada fase saat didiagnosis, hasil tes dan usia, terutama sekali jika transplantasi sumsum tulang dapat dipertimbangkan.24 macam modalitas terapi mayor untuk penyakit LMK ini meliputi : 1) allogenic stemm cell trasnplant (SCT); 2) interferon alfa (INF-) berdasarkan regimen; 3) infuse donor limfosit (DLI) dan 4) inhibitor revolusioner tirosin kinase Bcr-abl seperti STI571 (sinyal transduction inhibitor 571). Masing-masing modalitas tersebut memiliki aspek target yang berbeda-beda untuk biologi LMK, dan dihubungkan dengan risiko serta keuntungan yang berbeda-beda untuk masing-masing regimen.2,21Berikut di bawah ini dapat dilihat pilihan agen kemoterapi yang dapat digunakan untuk terapi pada pasien LMK.2,21Tabel 2.4. Beberapa obat yang digunakan untuk menterapi LMK2

LMK sudah sejak 100 tahun yang lalu ditemukan, solusi Fowler (arsenic trioxide dalam potassium bicarbonate) dan radiasi splenik merupakan satu-satunya terapi yang tersedia sebelum tahun 1950. Busulphansuatu agen alkylating, telah diperkenalkan pada tahun 1954 dan efektif dalam mengontrol leukositosis. Namun ini memiliki toksisitas yang tinggi-aplasia sumsum tulang (1-3%), hiperpigmentasi dan fibrosis pulmonal, dan ketahanan hidupnya lebih rendah dibandingkan dengan hidroksiurea. Ini hanya digunakan sebagai bagian dari kemoterapi dosis tinggi bersamaan dengan siklofosfamid dalam setting transplantasi stem sel (SCT). Hidroksiurea diperkenalkan pada akhir tahun 1960-an, memiliki profil toksisitas yang cukup dan efektif dalam mengontrol jumlah sel darah putih. Rekombinan INF- tersedia pada awal tahun 1990-an dan lebih superior dibandingkan busulphan dan hidroksiurea dalam remisi hmatologi komplet (CHR), respon sitogenetik komplet (CGR) dan ketahanan hidup yang lebih lama. Pada 25 tahun terakhir ini, pengalaman dengan allogenik hematopoetik SCT dari pencocokan HLA saudara atau donor bukan keluarga yang cocok di anggap sebagai satu-satunya terapi kuratif untuk kasus LMK ini. Keterbatasan akan ketersediaan donor yang cocok pada kurang dari 1/3 pasien dan morbiditas yang potensial (acute and chronic graft-versus-host disease) dan mortalitasnya (5-15%). Imatinib mesylate (STI-571 atau Gleevec), mulai dicanangkan pada Mei 2001 dan menjadi revolusioner dalam terapi LMK. Berikut di bawah ini dapat dilihat perbandingan penggunaan agen kmoterapi interferon alfa, hidroksi urea dan Imatinib mesylate.22Tabel 2.5. Perbandingan Hidroksiurea, interferon-, dan imatinib mesylate22FaktorHidroksiureaInterferon-Imatinib mesilate

Mekanisme aksiInhibitor ribonukleotida rekduktaseTidak diketahuiInhibitor selektif BCR-ABL

Respon hematologicYaYaYa

KecepatanYaTidakYa

Respon sitogenikTidakYaYa

Aktivitas pada fase blastikTidakTidakYa

Keuntungan survivalTidakYaYa

Dampak pada allogenik transplantasi sumsum tulangTidakMungkinTidak diketahui

Dosis harian0,5-2 gr3-5 mU/m2CP 400 mg/hariAP/BC 600mg/hari

Toksisitas mayorTidakYaTidak

Administrasi per oralYaTidakYa

BiayaRendahMahalSangat mahal

AP= fase akselerasi; BC= krisis balstik; CP= fase kronik

Berikut di bawah ini dapat dilihat pilihan regimen yang direkomendasikan oleh European LeukimiaNet untuk penanganan LMK6Tabel 2.6. Pilihan regimen untuk terapi LMK pilihan European LeukemiaNet6Fase kronik. Lini IImatinib 400 mg/hari

Fase kronik, lini II

Intoleransi imatinibDasatinib atau nilotinib

Respon imatinib suboptimalLanjutkan imatinib dengan dosis yang sama; atau tes pemberian imatinib dosis tinggi, dasatinib, atau nilotinib

Imatinib gagalDasatinib/nilotinib; trasplantasi stem sel allogenik pada pasine yang mengalami progresi menuju fase akselerasi atau krisis blastik dan pada kasus dengan mutasi T315l

Fase kronik, lini III

Respon Dasatinib atau nilotinib suboptimalLanjutkan dasatinib atau nilotinib, dengan suatu pilihan transplantasi stem sel pada pasien dengan gambaran yang perlu diwaspadai (resistensi utama pada imatinib, mutasi) dan pada kasus dengan EBMT skor risiko 2

Disatinib atau nilotinib gagalTransplantasi stem sel allogenik

Fase akselerasi atau fasse blastik, lini I (pasien dengan TKI naive)Imatini 600 atau 800 mg, dasatinib, atau nilotinib (pada kasus mutasi dengan sensitifitas yang rendah terhadap imatinib) diikuti dengan transplantasi stem sel allogenik

Fase akselerasi ayau fase balstik, lini II (pasien dengan terapi utama imatinibDasatinib atau imatinib diikuti dengan transplantasi stem sel

Selain rekomendasi obat-obatan di atas, terdapat berbagai obat-obatan baru yang masih dalam penelitian (pengembangan) diantaranya yaitu sebagai berikut.2 Ponatinib (AP24534)Ponatinib, yang masih dalam perkembangan klinik, merupakan terapi LMK peroral yang menjanjikan aktivitas klniik melawan sejumlah mutasi yang terjadi disebabkan oleh resistensi terhadap Gleevec, Sprycel dan Tasigna, yang tercatat sebagai mutasi T315I, yang merupakan mutasi yang umum yang tampak sebagai respon terhadap imatinib mesylate (Gleevec), Sprycel atau Tasigna yang kurang atau hilang. Ponatinib tampaknya secara umum ditoleransi dengan baik; efek samping yang umum terjadi yaitu fatigue, konstipasi, ruam, nyeri kepala, nyeri sendi dan mual. BosutinibBosutinib, merupakan terapi peroral LMK, merupakan TKI yang aktif melawan sejumlah mutasi resisten dengan Gleevec, tetapi bukan untuk mutasi T315I. Obat ini telah menjalani evaluasi trial klinik pada pasien yang telah diterapi dengan satu atau lebih TKI, pada pasien yang baru di diagnosis LMK fase kronik. Bila disetujui, obat ini dapat menjadi pilihan pada pasien yang tidak dapat ditoleransi atau respon adekuat terhadap Gleevec, Sprycel atau Tasigna.

Strategi eradikasi penyakitSejumlah penelitian laboratorium telah mengidentifikasi terapi potensial yang dapat membantu mengeradikasi beberapa sel-sel LMK pada sebagian besar pasien dengan TKI, dan kemudian memberikan harapa kesembuhan pada pasien sehingga dapat menghentikan terapi medis secara bersamaan. Salah satu area yang memberi ketertarikan yaitu pada suatu protein yang disebut dengan istilah smoothened (SMO) dalam kombinasi dengan Bcr-Abl TKI. Terapi VaksinBerbagai macam vaksin telah diteliti. Protein pada permukaan sel LMK dapat cocok dengan suatu jenis vaksin tertentu, yang dapat menarik sel-sel imun pasien untuk menyerang sel-sel LMK tersebut. Modifikasi transplantasi Stem CellModifikasi dari transplantasi allogenik disebut reduced intensity atau nonmyeloablatif transplantasi stem cell allgoenik dapat menjadi suatu pilihan untuk pasien LMK yang tidak respon dengan terapi lainnya. Pasien yang dipersiapkan untuk transplantasi reduced-intensity menerima dosis obat-obatan kemoterapi yang lebih rendah dan/atau radiasi untuk persiapan tranplantasi, dibandingkan dosis obat yang diberikan pada pasien untuk menerima transplantasi allogenik. Obat-obatan immunosupresif digunakan untuk mencegah penolakan terhadap stem cell donor, dan menanamkan sel-sel imun donor dapat memungkinkan sel-sel ini menyerang sel-sel LMK pasien (sebagai hasilnya disebut sebagai graft-versus-tumor effect). Teori ini telah diuji coba dengan transplantasi reduced-intensity yang menjalani prosedur dengan toksisitas yang kurang untuk tranplantasi, tubuh lebih mudah menerima tranplantasi yang dilakukan. Bagaimanapun, penanaman penuh materi donor memerlukan tempat dan tujuan graft-versus-tumor effect masih dapat tercapai.Obat-obatan lainnya yang dalam uji coba trial klinik untuk meningkatkan graft-versus-tumor effect pada transplantasi stem cell dan untuk mengurangi risiko penyakit graft versus host. Tambahan pula, penelitian menggunakan darah/materi tali pusat sebagai sumber stem cell untuk transplantasi pada anak-anak dan dewasa. Darah tali pusat memberikan sumber potensial lainnya yang cocok. Hasil yang didapatkan dari transplantasi stem cell darah tali pusat telah menjanjikan, dan ini mengurangi risiko penyakit akut graft versus host pada pasien yang lebih muda menjalani transplantasi darah tali pusat.

2.9. PrognosisLMK dikarakteristikkan memiliki klinik yang bifasik. Fase kronik inisial secara relatif berjalan lambat yang dapat berlangsung selama beberapa tahun. LMK yang tidak diterapi tanpa kecuali dapat berlanjut menjadi akut mieloid atau limfoblastik leukimia (misalnya krisis blastik). Kadang-kadang fase akselerasi didahului dengant trasformasi blastik.6Beriikut di bawah ini dapat dilihat kriteria dalam menilai respon terapi pada pasien dengan LMK.22Tabel kriteria respon pada pasien LMK yang menjalani pengobatan22Respon hematologi

Komplet1. Hitung leukosit total 50% menurun leukosit total dari sebelum terapi hingga