catur (neuro aids)
DESCRIPTION
NEURO AIDSTRANSCRIPT
DEFINISI
Istilah "neuro AIDS" termasuk gangguan neurologis yang merupakan konsekuensi utama dari
kerusakan sistem saraf pusat dan perifer oleh Human immunodeficiency virus (HIV). HIV adalah
retrovirus patogen yang dapat memicu disfungsi dan degenerasi neurons. Sindrom klinis yang
diidentifikasi meliputi neuropati sensorik, myelopathy, demensia HIV dan gangguan kognitif atau
motorik. HIV-associated dementia (HAD) merupakan sindroma neuro AIDS yang paling berbahaya
yang terkait dengan neurodegenerasi oleh HIV. HAD ditandai dengan penurunan progresif fungsi
esensial CNS, seperti kognisi, kontrol motorik, dan perilaku. Pada stadium lanjut HAD, pasien
mengalami kesulitan dalam melaksanakan perintah motorik dan intelektual dasar. Pasien yang
mengalami gejala yang lebih ringan yang disebut HIV-associated minor cognitive/motor disorder
(MCMD) dapat menjadi pelupa dan tidak dapat menyelesaikan regimen antiretroviral (ARV) yang
ketat dibandingkan dengan pasien normal. Bahkan pasien dengan gangguan neurofisiologi subklinis
yang tidak mengalami gangguan fungsional memiliki resiko mortalitas yang lebih tinggi daripada
pengidap HIV dengan kognitif yang normal.[2][4][9]
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia sejak awal abad ke 21 peningkatan jumlah kasus semakin mencemaskan. Pada
akhir tahun 2003 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan bertambah 355 kasus sehingga berjumlah 1371
kasus, semantara jumlah kasus HIV positif mejadi 2720 kasus. Pada akhir tahun 2003, 25 provinsi
telah melaporkan adanya kasus AIDS. Penularan di sub-populasi penasun meningkat menjadi
26,26% . Peningkatan jumlah kasus AIDS terus terjadi, pada akhir Desember 2004 berjumlah 2682
kasus, pada akhir Desember 2005 naik hampir dua kali lipat menjadi 5321 kasus dan pada akhir
September 2006 sudah menjadi 6871 kasus dan dilaporkan oleh 32 dari 33 provinsi. Sementara
estimasi tahun 2006, jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan 169.000 – 216.000 orang. Data hasil
surveilans sentinel Departemen Kesehatan menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi HIV
positif pada sub-populasi berperilaku berisiko, dikalangan penjaja seks (PS) tertinggi 22,8% dan di
kalangan penasun 48% dan pada penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebesar 68%.
Peningkatan prevalensi HIV positif terjadi di kota-kota besar, sementara peningkatan prevalensi di
kalangan PS terjadi baik di kota maupun di kota kecil bahkan di pedesaan terutama di provinsi Papua
dan Irian Jaya Barat. Di kedua provinsi terakhir ini epidemi sudah cenderung memasuki populasi
umum (generalized epidemic). Distibusi umur penderita AIDS pada tahun 2006 memperlihatkan
tingginya persentase jumlah usia muda dan jumlah usia anak. Penderita dari golongan umur 20-29
tahun mencapai 54,77%, dan bila digabung dengan golongan sampai 49 tahun, maka angka menjadi
89,37%. Sementara persentase anak 5 tahun kebawah mencapai 1,22%. Diperkirakan pada tahun
2006 sebanyak 4360 anak tertular HIV dan separuhnya telah meninggal. [3]
ETIOLOGI
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). HIV adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli
merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target.
Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T,karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang
disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat
tetaphidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap
HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup
penderita tersebut.
Secara morfologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung
(envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim
reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein
(gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Virus HIV
hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan
dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak
PATOFISIOLOGI
Neuroinvasi HIV dan proliferasi CNS
a) Blood Brain barrier
Segera setelah infeksi sistemik, HIV-1 menembus otak. Beberapa mekanisme diusulkan
untuk menjelaskan bagaimana HIV menembus Blood brain barrier (BBB). Hipotesis kuda Trojan, yang
merupakan postulat yang diterima secara luas, menyatakan bahwa HIV memasuki otak melalui sel
CD4+ yang terinfeksi dan monosit yang melalui BBB. Sekali sel-sel ini mendapatkan akses ke
lingkungan CNS, mereka akan menginfeksi sel mikroglia residen CNS lainnya dan astrosit. Monosit
dari sirkulasi perifer berdiferensiasi menjadi makrofag saat memasuki CNS dan berperan penting
dalam patogenesis HAD. Di antara reseptor kemokin yang diekspresikan oleh sel manusia, ko-
reseptor CCR5 adalah yang paling signifikan untuk masuknya HIV-1 ke monosit/makrofag dan
mikroglia. Juga terdapat hipotesis bahwa virus bebas dalam darah menembus otak melalui sel
endotel mikrovaskular, yang kemudian diikuti dengan infeksi astrosit.
Sel endotel serebral membentuk tight junction pada BBB, yang dapat dirusakkan oleh protein
Tat (transactivator of transcription) HIV-1 untuk membantu HIV-1 masuk ke CNS. Makrofag yang
berasal dari monosit yang terinfeksi HIV-1 juga mempengaruhi integritas BBB, yang memfasilitasi
migrasi transendotelial leukosit yang terinfeksi HIV dari perifer ke CNS. Monosit yang terinfeksi HIV-1
menimbulkan efek yang signifikan terhadap proteom sel endotel serebral manusia dan oleh karena
itu mempengaruhi integritas struktural dan fungsional sawar darah otak, dan berpotensi membuka
BBB terhadap influks HIV dan neurotoksin sistemik.
b) Reservoir HIV pada CNS
Sekali HIV memperoleh akses ke CNS, makrofag otak dan sel mikroglia berperan sebagai
reservoir utama HIV-1 dan alat replikasi HIV. Pada CNS, infeksi kronik astrosit dan mikroglia telah
ditegakkan. Astrosit mengekspresikan CXCR4 dan mungkin ko-reseptor HIV-1 lainnya seperti CCR5.
Replikasi virus pada astrosit secara umum terbatas, walaupun astrosit dapat menghasilkan virus
dalam kondisi tertentu, seperti priming dengan interferon (IFN)-γ dan dapat berperan sebagai
reservoir virus. Sebagian besar studi mengindikasikan bahwa neuron dan oligodendroglia tidak
terinfeksi secara produktif, namun dapat menghasilkan protein virus.
Neurodegenerasi dan patogenesis HAD
Dari observasi yang telah dilakukan, secara umum disetujui bahwa HIV tidak merusak CNS
melalui mekanisme seperti lisis sel yang diinduksi virus dan hilangnya neuron yang terjadi tanpa
adanya infeksi produktif pada neuron oleh HIV-1. Konsep sekarang adalah bahwa infeksi HIV,
terutama pada makrofag menyebabkan pelepasan molekul terlarut oleh sel yang terinfeksi virus dan
sel yang tidak terinfeksi virus namun teraktivasi.
Disfungsi neuron dan kematian, disebabkan oleh efek neurotoksin terlarut yang dilepaskan
oleh makrofag yang terinfeksi virus dan mikroglia, merupakan komponen yang signifikan dalam
patogenesis HAD. Situasi menjadi cukup kompleks karena beberapa mediator seperti TNF-,
menghasilkan efek toksik dan protektif. Banyak dari neurotoksin ini dapat mengaktifkan nuclear factor
kappa B (NF-kB) yang secara luas diekspresikan oleh neuron dan sel nonneuron, serta memiliki efek
neuroprotektif kuat setelah terpapar protein HIV-1.
a) Peranan protein virus
Dalam CNS, makrofag terinfeksi dan sel mikroglia melepaskan protein virus, termasuk protein
selubung HIV gp120 dan protein regulator HIV Tat, yang mengganggu homeostasis kalsium neuron.
Protein neurotoksik ini dapat menginduksi apoptosis kultur neuron sehingga menyebabkan neuron
rentan terhadap eksitotoksisitas dan stres oksidatif. Beberapa protein tersebut dapat merangsang
proses degeneratif yang menyebabkan disfungsi neurologis dan kematian neuron, serta merusak
integritas sawar darah otak.
Sejumlah protein virus HIV-1 berperan dalam proses neurodegeneratif yang dirangsang oleh
ensefalitis HIV. Ensefalitis HIV merupakan proses neuropatologis difus yang cenderung lebih parah
pada substansia alba dan subkorteks cerebri, terutama basal ganglia. Secara neuropatologis,
ensefalitis HIV ditandai dengan adanya multinucleated giant cell (yang mungkin berasal dari fusi
mikroglia atau makrofag yang diinduksi HIV), sel inflamasi kronik perivaskuler, dan nodul mikroglia.
Beberapa studi telah menunjukkan adanya asam nukleat spesifik HIV-1, DNA virus, dan
protein Nef HIV-1 pada astrosit dalam konteks ensefalitis HIV. Hef adalah determinan utama virulensi
lentivirus serta penting dalam replikasi efektif dan viral load yang tinggi. Nef memodulasi sejumlah
jalur sinyal dan dipertimbangkan sebagai faktor progresi AIDS; protein ini juga berperan dalam
patogenesis HAD.
Protein virus lain yang berimplikasi pada neurodegenerasi adalah HIV viral regulatory protein
(Vpr), protein yang terdapat dalam jumlah banyak pada isolate HIV-1, HIV-2, dan SIV. Vpr adalah
protein inti 14 kDa, 96 asam amino yang diisolasi dari CSF pasien dengan HAD dan mungkin terlibat
dalam kematian neuron. Vpr menginduksi apoptosis neuron melalui aktivasi kaspase dan telah
dilaporkan meningkatkan permeabilitas mitokondria, yang menyebabkan pelepasan sitokrom c dan
apoptosis. Untuk mendukung peran Vpr dalam apoptosis sel, sebuah studi menunjukkan bahwa Vpr
menarget HAX-1 (protein mitokondria antiapoptosis) dan dislokasi protein dari posisi normal, yang
menyebabkan instabilitas membrane mitokondria dan kematian sel.
b) Peranan Molekul Inflamasi
Selain protein virus, banyak zat proinflamasi dilepaskan oleh makrofag terinfeksi yang
teraktivasi dan sel glia, yang memulai reaksi inflamasi dalam CNS. Makrofag yang berasal dari
monosit di sistem imun perifer mengikuti entry CNS, merupakan sel imunokompeten residen di CNS.
Makrofag yang berasal dari monosit menjadi teraktivasi sebagai respon terhadap berbagai
rangsangan. Dipercaya bahwa aktivitas besar-besaran makrofag dan mikroglia oleh HIV-1 protein dan
release mediator proinflamasi oleh sel terinfeksi, merangsang perkembangan HAD. Mediator
proinflamasi dihasilkan oleh makrofag teraktivasi dan sel mikroglia, termasuk tapi tidak terbatas pada
sitokin, enzim seperti metalloproteinase dan kemokin seperti stromal derived factor (SDF) 1 (protein
neurotoksik yang menyebabkan neurodegenarasi). Produk ini juga tampak merekrut sel teraktivasi
tambahan ke dalam proses inflamasi. Terdapat interaksi antara berbagai molekul toksik yang
menimbulkan proses yang dapat berlanjut sendiri tanpa adanya virus.
Dua sitokin utama, TNFα dan interleukin (IL)-1β, mengalami upregulasi pada infeksi HIV-1
dan menginduksi kematian neuron. Efek neurotoksik sitokin proinflamasi tersebut dimediasi melalui
sejumlah mekanisme, termasuk peningkatan permeabilitas sawar darah otak, yang memudahkan
influks monosit yang terinfeksi HIV, dan meningkatkan efek neurotoksik sitokin proinflamasi lainnya.
Sebagai tambahan, TNFα dan IL-1β menginduksi overstimulasi reseptor N-methyl-D-aspartate
(NMDA), yang menyebabkan peningkatan kalsium neuron ke tingkat letal. TNFα juga menghambat
uptake glutamate sehingga meningkatkan konsentrasi glutamate di sinaps ke level yang berpotensi
letal. Peningkatan produksi dan pelepasan TNFα dari monosit yang terinfeksi HIV dimediasi oleh ligan
CD40 yang sinergis dengan Tat.
c) Efek obat [2][4][10]
GEJALA KLINIS
1) Gangguan kognitif
a. Mudah lupa
b. Sulit berkonsentrasi
c. Bingung
d. Lambat berpikir
2) Gangguan motorik
a. Gangguan keseimbangan
b. Tungkai terasa lemah
3) Gangguan perilaku
a. Apati dan penarikan sosial
b. Depresi
c. Mudah tersinggung
d. Psikosis, mania
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan neurologi
1) Gangguan fungsi luhur yang berkaitan dengan perhatian dan konsentrasi, kecepatan pengolahan
informasi, dan visuospasial [7]
2) Gangguan motorik yang meliputi):
i. Perlambatan gerakan volunter
ii. Gejala pyramidal
1. parese UMN
2. peningkatan tonus
3. spastisitas
4. penurunan gait
5. hiperrefleksi
iii. gejala ekstra pyramidal
1. penurunan koordinasi
2. ataksia
3. gangguan gerakan motorik halus
4. tremor
5. gangguan gerakan mata halus
6. penurunan frekuensi berkedip
7. pendataran ekspresi wajah
8. nistagmus
iv. frontal release sign (misalnya reflek snout) [4]
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Neuropsychological Assesment
- HIV Dementia Score (HDS) : Menilai fungsi kognitif
2) Neuroimaging
- CT scan: kalsifikasi basal ganglia
- MRI: sinyal hiperintens pada T2-weighted subkorteks white matter tanpa efek massa dan
penyerapan kontras
3) Laboratorium
- Pemeriksaan darah
i. HIV ELISA
ii. HIV western blot
iii. CD4+ count
iv. Viral load
v. Imunofenotip selular CD14+/CD16+ dan CD14+/CD19+
- Pemeriksaan CSF
i. Marker virus (viral load CSF)
ii. Marker host (CCL2/MCP1, β2-Microglobulin, Neopterin, TNFα, Fas dan FasL [4]
DIAGNOSIS BANDING
Dementia karena penyebab lain :
1) Neurodegeneratif
a. Alzheimer disease
b. Dementia frontotemporal
c. Dementia dengan Lewy bodies
d. Huntington disease
e. Corticobasal degeneration
f. Progressive supranuclear palsy
g. Multisystem atrophy
h. Argyrophilic grain disease
i. Wilson disease
j. Hallervorden-Spartz disease
k. Mitochondrial disease
l. Kufs disease
m. Metachromatic leukodystrophy
n. Adrenoleukodystrophy
2) Inflamasi/infeksi
a. Multiple sclerosis
b. Sifilis
c. Lyme disease
d. Creutzfeldt-Jakod disease
e. Vaskulitis CNS primer
f. Vaskulitis sekunder karena penyakit autoimun (misalnya SLE)
g. Sarcoid
h. Meningitis kronis (misalnya TB, kriptokokus)
i. Ensefalitis viral (misalnya HSV)
j. Whipple disease
k. Systemic Lupus Erythematosus
l. Sjogren syndrome
3) Vaskular
a. Dementa vascular
b. Hipoksik/iskemik injuri
c. Post-CABG
d. CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and
leukoencephalopathy)
4) Metabolik/toksin
a. Hipotiroidisme
b. Defisiensi vitamin B12
c. Defisiensi tiamin (Wernicke-Korsakoff)
d. Defisiensi niacin (pellagra)
e. Defisiensi vitamin E
f. Dementia uremia/dialysis
g. Addison/Cushing disease
h. Chronic hepatic encephalopathy
i. Paparan logam berat
j. Paparan alcohol
5) Neoplastik
a. Tumor (tergantung lokasi)
b. Paraneoplastic limb encephalitis (anti-Hu)
c. Sekuela radiasi otak akut dan kronik (ensefalopati akut dan subakut, radiation necrosis,
diffuse late brain injury)
d. Kemoterapi
e. Lymphomatoid granulomatosis [7]
KOMPLIKASI
1) AIDS dementia complex (ADC)
Atau ensefalopati terkait HIV, muncul terutama pada orang dengan infeksi HIV lebih lanjut.
Gejala termasuk ensefalitis (peradangan otak), perubahan perilaku, dan
penurunan fungsi kognitif secara bertahap, termasuk kesulitan berkonsentrasi, ingatan dan
perhatian.
2) Limfoma sususnan saraf pusat (SSP)
Tumor ganas yang mulai di otak atau akibat kanker yang
menyebar dari bagian tubuh lain. Limfoma SSP hampir selalu dikaitkan dengan virus Epstein-
Barr
3) Meningitis kriptokokus neuropati
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans, yang umum ditemukan pada
tanah dan tinja burung.
4) Infeksi virus herpes
Virus herpes zoster yang menyebabkan cacar dan sinanaga, dapat menginfeksi otak dan
mengakibatkan ensepalitis dan mielitis
5) Infeksi cytomegalovirus (CMV)
Dapat muncul bersamaan dengan infeksi lain. Gejala ensepalitis CMV termasuk lemas pada
lengan dan kaki, masalah pendengaran dan keseimbangan, tingkat mental yang
berubah, demensia, neuropati perifer, koma dan penyakit retina yang dapat mengakibatkan
kebutaan.
6) Neurosifilis
7) Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML)
8) Stroke
9) Ensefalitis toksoplasma
10) Mielopati vakuola [5][1][6]
TERAPI
1. Highly Active Anti-Retroviral Therapy (HAART)
2. Nutrisi (antioksidan, misalnya vitamin E, selenium)
3. Konsultasi psikiatri
4. Konsultasi rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan kapasitas fungsional.[4][8]
PROGNOSIS
Prognosis telah meningkat beberapa tahun ini, terutama setelah munculnya HAART [8
ALGORITME
RINGKASAN
Perkembangan penyakit dengan infeksi di seluruh dunia oleh human immunodeficiency virus-
1 (HIV-1) danacquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dalam tahap yang membahayakan,
dengan perkiraan jumlah yang telah tumbuh lebih dari 35 juta infeksi. Istilah "neuroAIDS" termasuk
gangguan neurologis yang merupakan konsekuensi utama dari kerusakan sistem saraf pusat dan
perifer oleh Human immunodeficiency virus (HIV). HIV adalah retrovirus patogen yang dapat memicu
disfungsi dan degenerasi neurons. Sindrom klinis yang diidentifikasi meliputi neuropati sensorik,
myelopathy, demensia HIV dan gangguan kognitif atau motorik. HIV-associated dementia (HAD)
merupakan sindrom neuroAIDS yang paling berbahaya yang terkait dengan neurodegenerasi oleh
HIV.
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). HIV adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli
merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target.
Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T,karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang
disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat
tetaphidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif.
Patofisiologi adalah dengan Neuroinvasi HIV dan proliferasi CNS melalui Blood Brain barrier.
Segera setelah infeksi sistemik, HIV-1 menembus otak. HIV memasuki otak melalui sel CD4+ yang
terinfeksi dan monosit yang melalui BBB. Sekali sel-sel ini mendapatkan akses ke lingkungan CNS,
mereka akan menginfeksi sel mikroglia residen CNS lainnya dan astrosit. Monosit dari sirkulasi perifer
berdiferensiasi menjadi makrofag saat memasuki CNS dan berperan penting dalam patogenesis
HAD. Sekali HIV memperoleh akses ke CNS, makrofag otak dan sel mikroglia berperan sebagai
reservoir utama HIV-1 dan alat replikasi HIV. Patofisiologi HAD disetujui bahwa HIV tidak merusak
CNS melalui mekanisme seperti lisis sel yang diinduksi virus dan hilangnya neuron yang terjadi tanpa
adanya infeksi produktif pada neuron oleh HIV-1. Konsep sekarang adalah bahwa infeksi HIV,
terutama pada makrofag menyebabkan pelepasan molekul terlarut oleh sel yang terinfeksi virus dan
sel yang tidak terinfeksi virus namun teraktivasi.
Peranan protein virus dalam CNS, makrofag terinfeksi dan sel mikroglia melepaskan protein
virus, termasuk protein selubung HIV gp120 dan protein regulator HIV Tat, yang mengganggu
homeostasis kalsium neuron. Protein neurotoksik ini dapat menginduksi apoptosis kultur neuron
sehingga menyebabkan neuron rentan terhadap eksitotoksisitas dan stres oksidatif. Beberapa protein
tersebut dapat merangsang proses degeneratif yang menyebabkan disfungsi neurologis dan
kematian neuron, serta merusak integritas sawar darah otak.
Gejala klinis adalah seperti ada gangguan kognitif yaitu, mudah lupa, sulit
berkonsentrasi,bingung dan lambat berpikir. Gangguan pada motorik adalah seperti gangguan
keseimbangan, tungkai terasa lemah. Gangguan pada perilaku adalah seperti apati dan penarikan
social, depresi,mudah tersinggung.
Pada pemeriksaan neurologi dapat ditemukan gangguan fungsi luhur yang berkaitan dengan
perhatian dan konsentrasi, kecepatan pengolahan informasi, dan visuospasial. Pada gangguan
motorik ditemukan perlambatan gerakan volunteer. Gejala pyramidal seperti parese
UMN,peningkatan tonus,spastisitas,hiperrefleksi dan penurunan gait, gejala ekstra pyramidal pula
adalah seperti penurunan koordinasi, ataksia, gangguan gerakan motorik halus, tremor, gangguan
gerakan mata halus dan lain-lain.
Terdapat banyak diagnosis banding dementia karena penyebab lain yaitu pada kelaian
neurodegenerative seperti Alzheimer disease, Dementia frontotemporal. Pada kasus Inflamasi/infeksi,
demensia boleh ditemuakan pada Multiple sclerosis, Sifilis dan lain-lain. Pada kelainan vascular,
boleh ditemukan pada Dementa vascular, Hipoksik/iskemik injuri, Post-CABG. Pada kelainan
metabolic atau toksin, yaitu pada Hipotiroidisme, Defisiensi vitamin B12, Defisiensi tiamin. Kelainan
neuroplastik juga bisa menimbulkan demensia seperti Tumor (tergantung lokasi) dan lain-lain.
Komplikasi yang ditemukan pada pasien neuroaids yang terbanyak adalah seperti AIDS
dementia complex (ADC), Limfoma sususnan saraf pusat (SSP), Meningitis kriptokokus neuropati,
Infeksi virus herpes, Infeksi cytomegalovirus (CMV) , Neurosifilis , Progressive multifocal
leukoencephalopathy (PML) , Stroke , Ensefalitis toksoplasma , dan Mielopati vakuola.
Terapi pada pasien neuroaids adalah dengan pemberian Highly Active Anti-Retroviral
Therapy (HAART), Nutrisi (antioksidan, misalnya vitamin E, selenium), Konsultasi psikiatri dan
Konsultasi rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan kapasitas fungsional.Prognosis telah meningkat
beberapa tahun ini, terutama setelah munculnya HAART.
PERTANYAAN
1) Apakah efek samping HAART?
Dalam banyak kasus, efek samping pengobatan HIV adalah ringan, seperti sakit
kepala atau sakit perut. Dalam beberapa kasus, efek samping yang lebih serius dapat terjadi,
seperti kerusakan hati, ruam parah, laktik asidosis, supresi sumsum tulang. Efek samping
yang lebih umum selama 4-6 minggu pertama pengambil obat baru untuk HIV. Setelah tubuh
terbiasa dengan obat baru, efek samping biasanya membaik atau hilang. Efek samping lain
dapat terjadi kemudian atau bertahan lebih lama. [11]
2) Apakah dementia pada Alzemier disease sama dengan HAD?
Neuro-AIDS tidak sama dengan gejala kemunduran daya ingat dan daya pikir akibat
kematian sel-sel saraf atau alzheimer, Biasanya pada stadium akhir alzheimer, penderitanya
tidak mampu bergerak atau bicara. Setelah itu, penderita umumnya meninggal dalam waktu
kurang dari 6 bulan. Sementara itu, pada serangan neuro-AIDS, penderitanya tetap dapat
hidup.[12]
3) Apakah ada vaksin buat neuroAIDS?
Sudah ada penelitian tetapi terdapat beberapa masalah utama yang terkait dengan
perkembangan HIV / AIDS vaksin adalah mutasi HIV-1-host mimikri molekuler (urutan tingkat
homologi antara gen virus dan manusia), dan polimorfisme HLA antara kelompok etnis
(termasuk Black, Hispanik, Oriental, Kepulauan Pasifik, Indian Amerika, dan Kaukasia).[13]
4) Apakah yang membuat masalah sistem saraf buruk?
Banyak faktor yang dapat menyebabkan masalah sistem saraf. Ini termasuk
penggunaan depresi berat, obat dan alkohol, infeksi dengan hepatitis C, peradangan dan
penuaan normal. Selain itu, SSP masalah tampaknya lebih umum pada orang dengan jumlah
CD4 di bawah 200, baik sekarang atau ketika mereka berada di terendah mereka. Pada
orang dengan HIV yang hidup lebih lama, penuaan juga memberikan kontribusi terhadap
masalah sistem saraf. Beberapa masalah penuaan mungkin terjadi lebih cepat pada orang
dengan HIV.[13]
5) Apakah ada obat mencegah penularan pada ASI ke anak?
WHO saat ini tidak merekomendasikan pemberian ARV profilaksis rejimen untuk ibu
dan / atau bayi semata-mata untuk mencegah penularan HIV melalui menyusui. Sejumlah
penelitian sedang dilakukan, sejauh ini, tampak bahwa kombinasi tertentu dari obat ARV
untuk tingkat HIV yang lebih rendah dalam ASI. Perempuan dengan HIV yang membutuhkan
ART untuk kesehatan mereka sendiri dan menyusui harus terus mengambil ARV
DAFTAR PUSTAKA
1) I Putu Eka Widyadharma. 2008. Komplikasi Neurokognitif Infeksi Hiv. Akses pada 17 juni 2011 http://buccinator.wordpress.com/2008/10/13/komplikasi-neurokognitif-infeksi-hiv/
2) Justine C McArthur. 2009. Neurological complications of HIV infections. pp 543-5503) Komisi penanggulangan AIDS. 2007. Strategi Nasional Penanggulangan Hiv Dan Aids 2007-
2010. Akses pada 16 juni 2011 http://www.undp.or.id/programme/pro-poor/The%20National%20HIV%20&%20AIDS%20Strategy%202007-2010%20(Indonesia).pdf
4) Minagar, A. 2008. NeuroAIDS: Characteristics and Diagnosis of the Neurological Complications of AIDS. Molecular Diagnosis & Therapy 12(1): pp 25-43.
5) National institute of health. 2006. Neurological Complications of AIDS. Akses pada 17 juni 2011 http://www.ninds.nih.gov/disorders/aids/detail_aids.htm
6) National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2007. Komplikasi saraf terkait AIDS. Akses pada 16 juni 2011 http://www.spiritia.or.id/cst/dok/c1089.pdf
7) Samuels, M.A., Ropper, A.H. 2010. Samuel's Manual of Neurologic Therapeutics. 8th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins. pp. 436, 555-556.
8) Srivastava, S.S., Varpetian, A. 2009. Dementia Due to HIV Disease: Treatment & Medication. http://emedicine.medscape.com/article/292225-treatment.
9) William A. Banks .2005. The Pathophysiology of the Blood-Brain Barrier in NeuroAIDS Akses pada 17 juni 2011 http://aidscience.org/neuroaids/zones/articles/2000/05/BBB_Pathophysiology/index.asp
10) Johns Hopkins. 2005. NeuroAIDS. Akses pada 17 juni 2011. http://gateway.nlm.nih.gov/MeetingAbstracts/ma?f=102223085.html
11) Catherine Schaffe, 2008. Side Effects of Antiviral Meds for HIV. . Akses pada 16 Juni 2011 http://www.livestrong.com/article/182173-side-effects-of-antiviral-meds-for-hiv/
12) Media Indonesia. 2006. Satu Dari Lima ODHA Menderita Neuro-AIDS. Akses pada 16 Juni 2011 http://www.livestrong.com/article/182173-side-effects-of-antiviral-meds-for-hiv/
13) Paul Shapsha. 2011. Editorial NeuroAIDS review. Akses pada 16 Juni 2011. http://www.fullcirclegrp1.com/NASEMSITE/wp-content/uploads/2011/01/Editorial_NeuroAIDS_review-2.pdf