case sgb

37
PENDAHULUAN Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menimbulkan kematian, meskipun pada umumnya mempunyai prognosa yang baik. DEFINISI Sindrom Guillain Barre (SGB) merupakan suatu penyakit yang menyerang radiks saraf baik ventral maupun dorsal yang bersifat akut dan mengakibatkan kelumpuhan yang gejalanya dimulai dari tungkai bagian bawah dan meluas keatas sampai tubuh dan otot-otot wajah dan dikenal sebagai Landry’s Paralisis ascending. Pertama dideskripsikan oleh Jean- Baptiste Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit akut, ascending dan paralysis motorik dengan gagal napas. Pada tahun 1916, Guillain, Barre dan Strohl menjelaskan tentang adanya perubahan khas berupa peninggian protein cairan serebrospinal (CSS) tanpa disertai peninggian jumlah sel. Sindrom Guillain Barre (SGB) adalah penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf perifer yang timbul karena proses infeksi akut yang merupakan kelainan pada saraf perifer yang bersifat peradangan di luar otak dan 1

Upload: kartika-prasasti-taqi

Post on 24-Jun-2015

692 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: CASE SGB

PENDAHULUAN

Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup

sering dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan

keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat

menimbulkan kematian, meskipun pada umumnya mempunyai prognosa yang baik.

DEFINISI

Sindrom Guillain Barre (SGB) merupakan suatu penyakit yang menyerang radiks

saraf baik ventral maupun dorsal yang bersifat akut dan mengakibatkan kelumpuhan yang

gejalanya dimulai dari tungkai bagian bawah dan meluas keatas sampai tubuh dan otot-

otot wajah dan dikenal sebagai Landry’s Paralisis ascending. Pertama dideskripsikan oleh

Jean-Baptiste Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit akut, ascending dan

paralysis motorik dengan gagal napas. Pada tahun 1916, Guillain, Barre dan Strohl

menjelaskan tentang adanya perubahan khas berupa peninggian protein cairan

serebrospinal (CSS) tanpa disertai peninggian jumlah sel. Sindrom Guillain Barre

(SGB) adalah penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf perifer yang timbul karena

proses infeksi akut yang merupakan kelainan pada saraf perifer yang bersifat peradangan

di luar otak dan medulla spinalis. Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan

yang cepat atau bisa terjadi paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot

pernafasan dan wajah.

Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic

polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Acute ascending

paralysis, Post Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating

Polyradiculoneuropathy (AIDP), Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending

paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.

Dari kasus penderita SGB, kebanyakan terjadi setelah penderita mengalami

penyakit panas atau demam yang biasanya dari infeksi saluran pernapasan bagian atas

(ISPA) dan saluran pencernaan. Ditemukan juga ifeksi virus seperti sitomegalovirus,

variola, morbili, parotitis, hepatitis A,B, atau C, rubella, influenza yang terjadi 2-4

1

Page 2: CASE SGB

minggu sebelum terjadi Sindrom Guillain-Barre. SGB juga ditemukan pada beberapa

kasus dengan pasca imunisasi dan bedah minor.

EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim. Dowling

dkk mendapatkan frekwensi tersering pada akhir musism panas dan musim gugur dimana

terjadi peningkatan kasus influenza. Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara

0.6 sampai 1.9 kasus per100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central

Medical Mayo Clinic melakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per 100.000

orang. Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang

mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan

paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlah insidennya.

ETIOLOGI

Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti

penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang

mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:

Infeksi

Vaksinasi

Pembedahan

Penyakit sistemik:

- Keganasan

- Systemic lupus erythematosus

- Tiroiditis

- Penyakit Addison

Kehamilan atau dalam masa nifas

SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus

SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4

2

Page 3: CASE SGB

minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau

infeksi gastrointestinal.

Infeksi akut yang berhubungan dengan SGB

Infeksi Definite Probable Possible

Virus CMV

EBV

HIV

Varicella-zoster

Vaccinia/smallpox

Influenza

Measles

Mumps

Rubella

Hepatitis

Coxsackie

Echo

Bakteri Campylobacter

Jejuni

Mycoplasma

Pneumonia

Typhoid Borrelia B

Paratyphoid

Brucellosis

Chlamydia

Legionella

Listeria

75% dari sejumlah kasus SGB terjadi dalam 1-3 minggu infeksi yang akut,

biasanya infeksi saluran pernapasan atau gastro intestinal. Kultur dan seroepidemiologi

memperlihatkan 20 – 30% dari semua kasus yang terjadi di Amerika Utara, Eropa dan

Australia disebabkan oleh karena infeksi atau reinfeksi dengan (Campylobacter jejuni).

Pengkajian lebih difokuskan terhadap infeksi Campylobacter jejuni yang secara klinik

bermanifestasi sebagai gastroenteritis. Bakteri ini muncul dan mempunyai peranan

penting dalam bentuk axonal akut dari SGB yang terjadi epidemical didaerah Cina.

Pencetus SGB lainnya adalah infeksi virus (HIV, Ebstein Barr virus. Cytomegalo virus).

Mycoplasma pneumonial juga telah diidentifikasi sebagai infeksi pencetus terjadinya

demielinasi.

3

Page 4: CASE SGB

PATOGENESIS

Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan

pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada

sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa

merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:

1. didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated

immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.

2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada

pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.

Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang

paling sering adalah infeksi virus. Virus yang terkait dengan SGB bersifat neurotropik

dan dianggap bahwa invasi langsung pada sel-sel Schwann dapat mengakibatkan

kerusakan myelin.

Peran imunitas seluler

Dalam sistem kekebalan seluler, sel limfosit T memegang peranan penting

disamping peran makrofag. Prekursor sel limfosit berasal dari sumsum tulang (bone

marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan

limfoid danperedaran. Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi

antigen harus dikenalkan pada limfosit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah

menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan imunogen lain

akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC).

Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limfosit T (CD4). Setelah itu limfosit T

4

Page 5: CASE SGB

tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2),

gamma interferon serta alfa TNF.

Kelarutan E selectin (endothelial-leukocyte adhesion molecule) dan adesi molekul

interselular (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam

membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan

makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin

disamping menghasilkan TNF dan komplemen.

Disamping itu, T-limfosit yang tersensitisasi bekerjasama dengan limfosit-B

untuk membentuk antibody terhadap glikoprotein selubung myelin atau ganglion

sehingga menyebabkan hancurnya atau rusaknya myelin.

PATOLOGI

Dari pemeriksaan patologi, diketahui bahwa Sindrom Gullain Barre ditandai

dengan proses radang non infeksi didaerah radiks saraf tepi. pertama berupa edema yang

terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas

selubung myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan

makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas. Perubahan

pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari

ke enampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Asbury dkk

mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah Terdapat infiltrasi sel

limfosit dan makrofag, pada pembuluh darah kecil pada endo dan epineural. Akibat

infiltrasi sel radang tersebut kedalam membran basal serabut saraf mengakibatkan

demyelinisasi segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang menjadi degenerasi

Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis

dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan akson.

GAMBARAN KLINIK

5

Page 6: CASE SGB

Pada Sindrom Gullain Barre terjadi kelumpuhan yang bersifat akut. Kelumpuhan

bersifat simetris dan asenden dimulai dari ekstremitas inferior, adanya injeksi saluran

nafas atau saluran cerna mendahului terjadinya gejala pada SGB. Kadang-kadang infeksi

virus seperti sitomegalovirus, variola, morbili, parotitis, Hepatitis A, B atau C, Rubela

influenza sebagai pencetus terjadi SGB.

Kelainan Motorik

Manifestasi utama adalah kelemahan otot-otot tubuh yang berkembang secara

simetris atau tidak simetris sepanjang waktu dalam beberapa hari atau minggu.

Umumnya kelemahan dimulai dari tungkai bawah lalu meluas ke tubuh, otot-otot

interkostal, leher dan otot-otot wajah atau kranial yang terkena belakangan (Paralisis

Ascendens). Biasanya yang mengalami kelemahan adalah otot-otot pada bagian

proksimal dibandingkan bagian distal.

Kelemahan otot dapat berkembang sangat cepat sehingga atrofi otot tidak

terjadi. Tonus otot menurun, refleks-refleks tendon menurun atau hilang, tidak

terdapat refleks patologik. Refleks kulit superfisial masih tetap ada atau sedikit

mengalami penurunan.

Bila kelemahan meluas sampai mengenai saraf otak, maka terjadi kelemahan

otot-otot kranial yang memperlihatkan gejala disfagi, disartri, facial plegi, diplopia.

Bila kelemahan memberat dapat terjadi kelumpuhan motorik total sehingga

menyebabkan gagal nafas dan kematian.

Kelainan Sensorik

- Adanya parestesi (kesemutan) pada bagian distal anggota tubuh bawah yang dapat

terjadi bersamaan dengan kelemahan otot. Sebagian besar kesemutan ini didapat

kaki dan kemudian baru tangan.

6

Page 7: CASE SGB

- Kadang-kadang terdapat penurunan rasa raba dan nyeri pada distribusi ”glove”

dan ”stocking”.

- Rasa nyeri biasanya jarang dan muncul belakangan.

Nyeri dapat terlokalisasi pada punggung, paha bagian posterior dan bahu. Nyeri

mungkin diperkirakan sebagai akibat dari inflamasi dan edema atau karena

mionekrosis, karena serum kreatin kinase sering meningkat pada penderita yang

mengalami nyeri berat.

- Kram otot dan otot sering lembek bila diraba.

Kelainan Otonom

Gejala yang timbul mempunyai bentuk sesuai dengan saraf otonom yang

rusak, dapat berupa penurunan fungsi simpatis atau parasimpatis atau menunjukan

salah satu fungsi yang berlebihan. Gangguan yang tampak berupa :

- Sinus takhikardia bahkan sampai terjadi aritmia jantung.

- Postural Hipotensi ( Merupakan gejala pokok ).

- Penurunan tekanan sistolik pada pembuluh darah.

Karena hilangnya sistem simpatik pada refleks pembuluh darah atau gangguan

sistem aferen dari arteriol baroreseptor.

- Gejala Hipertensi.

Diduga ada kaitannya dengan peningkatan aktivitas renin - angiostensin.

- Inkontinensia urine atau Retensio urine.

Gangguan fungsi kandung kencing mungkin oleh karena gangguan pada otot

sfingter, tetapi sangat jarang dan bersifat sementara.

- Hilangnya fungsi kelenjar keringat.

- Flushing pada wajah ( kemerahan ).

Kriteria Diagnosis

7

Page 8: CASE SGB

Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan timbulnya

suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului

parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin

pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer.

Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah Kriteria Asbury AK. Untuk

Sindrom Guillain Barre, yaitu:

a. Ciri-ciri yang perlu didiagnosiskan :

Terjadinya kelemahan yang progresif dan menyangkut lebih dari satu anggota

gerak. Kelemahan biasanya hanya berupa paresis ringan pada kedua tungkai

dengan atau tanpa ataksia ringan sampai lumpuh total pada keempat otot

ekstremitas, otot tubuh, otot bulbar, otot wajah, dan ophthalmoplegia eksterna.

Arefleksia: Biasanya terjadi arefleksia bagian distal dengan hiporefleksia

proksimal.

b. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB

Ciri-ciri klinis:

1. Progresivitas: gejala kelumpuhan otot meluas secara tepat tapi terhenti

dalam 4 minggu.

2. Simetris.

3. Gangguan sensorik hanya ringan.

4. Ikut terkenanya saraf otak. Saraf otak VII terkena sekitar 50% dan sering

bilateral.

5. Penyembuhan: biasanya mulai 2-4 minggu sesudah terhentinya progresif

dari kelumpuhan.

6. Gangguan saraf otonum

Takikardia dan aritmia lain, hipotensi postural, hipertensi, gejala gangguan

vasomotor.

7. Tidak adanya febris pada awal kelumpuhan.

8. EMG menunjukan adanya perlambatan kecepatan antar saraf dengan

latensi distal yang memanjang.

8

Page 9: CASE SGB

Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang sangat memperkuat diagnosis :

1. Jumlah protein dalam cairan serebro spinalis meningkat

sesudah minggu pertama dari timbulnya gejala.

2. Jumlah sel tidak melebihi 10/mm3

c. Ciri-ciri yang membuat diagnosis meragukan :

1. Jumlah protein tidak meningkat 1-2 minggu sesudah timbul kelemahan otot.

2. jumlah sel 11-50 sel mononuclear /mm3

3. Kelemahan yang tetap asimetis

4. jumlah sel dalam cairan serebo spinal >50/mm3

5. Kelemahan yang tetap asimetrik

6. Tetap adanya gangguan miksi dan defekasi

7. Adanya gangguan miksi dan defekasi sejak awal

8. Adanya sel PMN dalam cairan serebrospinal

9. Adanya batas gangguan sensibilitas yang jelas

d. Tanda-tanda yang menentang diagnosis SGB :

1. Adanya anamnesis penggunaan senyawa hexacarbon, misalnya ”glue sniffing”.

2. Adanya metabolisme porphyrin abnormal seperti ”acute intermittent porphyria”.

3. Riwayat diphteri yang baru, dengan ataupun tanpa myocarditis.

4. Tanda-tanda keracunan timah, ditandai dengan adanya kelemahan ekstremitas

atas dengan wrist drop.

5. Hanya didapat gangguan sensorik saja.

6. Adanya kepastian diagnosis lain seperti poliomielitis, botulisme, polineuropati

toksik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan Cairan Cerebrospinal

9

Page 10: CASE SGB

Terlihat adanya ”Albumino-Cytologic Dissociation” yaitu dimana terjadi kenaikan

kadar protein yang tinggi tanpa disertai kenaikan jumlah sel. Gamma globulin juga

meningkat.

- Pemeriksaan EMG

Terdapat konduksi saraf menurun, Latensi memanjang, F-respon menurun. EMG

menunjukan adanya perlambatan kecepatan antar saraf dengan latensi distal yang

memanjang, yang berarti adanya penurunan refleks sehubungan dengan perlambatan

respon saraf sebagai karakteristik SGB.

Klasifikasi elektrofisiologis pada penyakit SGB :

Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP),

Acute motor-sensory axonal neuropathy (AMSAN),

Acute motor axonal neuropathy (AMAN).

- NVC (Nerve Conduction Velocity) merekam perjalanan sinyal sepanjang saraf 60%

lebih lambat dari normal.

TERAPI

Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendir. Pengobatan secara umum

bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu

dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup

tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah

mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas

(imunoterapi).

1. Terapi umum meliputi pengawasan dan penanganan terhadap penyulit-

penyulit :

Gagal Nafas

- Gunakan ventilator

10

Page 11: CASE SGB

- Atasi hipoksia dengan pemberian oksigen

- Memberikan ventilasi untuk membuang CO2 nya

Hipotensi

- Atasi dengan pemberian cairan

Hipertensi

- Bila ringan cukup dengan pemberian diuretik ringan

- Bila tinggi dan menetap dipakai Natrium nitropusid injeksi IV

- Gunakan agonis beta adrenergik ( propanolol )

Aritmia

- Anti aritmia ( mexiletine HCl )

- Pemacu jantung (digitalis)

Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

- NaCl 0,9 IV dengan 5% - 10% dextrose

- Potasium 100 mmol/hari

- Pemberian kalori 1500 - 2000 kalori/hari

Retensio urin dan inkontinensia urin

- Kateterisasi

2. Immunoterapi

Dengan tujuan untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat

kesembuhan ditunjukkan melalui sistem imunitas.

Kortikosteroid

Pemakaian kortikosteroid pada SGB dengan tujuan sebagai anti inflamasi,

melalui kemampuan imunologik, efek pada metabolisme. Pengobatan ini

hanya bersifat paliatif.

Plasmaferesis (Plasma exchange)

Suatu metode untuk memisahkan komponen darah dengan

menggunakan mesin sehingga plasma dipisahkan dari sel darah merahnya,

lalu plasma dibuang dan sel darah merahnya dicampurkan dengan larutan

11

Page 12: CASE SGB

koloid pengganti yaitu albumin 4 % dalam larutan salin, lalu dimasukkan

kembali kedalam tubuh.

Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis

pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang

lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama

perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti

200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih

bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).

3. Imunoglobulin intravena

Telah dilaporkan memberikan perbaikan terhadap penderita SGB tanpa

mengalami efek samping. Dosis yang paling sering digunakan ialah 0,4

gr/kgBB/hari selama 5 sampai 7 hari.

4. Obat Sitotoksik

Obat-obat yang pernah dianjurkan adalah 6 mercaptopurin (6-MP),

azathioprine dan cyclophasphamid.

Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan

terutama secara simptomalis. Tujuan utama pengobatan adalah perawatan yang

baik dan memperbaiki prognosisnya.

Fisioterapj yang teratur dan baik juga penting. Fisioterapi dada secara teratur

untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru. Gerakan pasif pada kaki yang

lumpuh mencegah deep vein thrombosis. Splint mungkin diperlukan untuk

mempertahankan posisi anggota gerak yang lumpuh, dan kekakuan sendi dicegah

dengan gerakan pasif.

DIAGNOSIS BANDING

12

Page 13: CASE SGB

Poliomielitis

Pada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak ditemukan

gangguan sensorik, kelumpuhan yang tidak simetris, dan Cairan cerebrospinal

pada fase awal tidal normal dan didapatkan peningkatan jumlah sel.

Myositis Akut

Pada miositis akut ditemukan kelumpuhan akut biasanya proksimal, didapatkan

kenaikan kadar CK (Creatine Kinase), dan pada Cairan serebrospinal normal.

Myastenia gravis

didapatkan infiltrate pada motor end plate, kelumpuhan tidak bersifat ascending.

CIPD (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradical Neuropathy) didapatkan

progresifitas penyakit lebih lama dan lambat. Juga ditemukan adanya

kekambuhan kelumpuhan atau pada akhir minggu keempat tidak ada perbaikan.

PROGNOSIS

Umumnya 85% penderita SGB mengalami penyembuhan yang sempurna atau

hampir sempurna dengan sisa deficit motorik yang ringan. Penyembuhan berjalan lambat

biasanya sampai 18 bulan. Kekambuhan terjadi pada 3% penderita. Pasien dengan

degenerasi akson, dengan kelumpuhan hebat biasanya prognosisnya jelek. Angka

kematian berkisar 1-5%, kematian biasanya akibat gagal napas, sedangkan yang hidup

25%-36% meninggalkan gejala sisa berupa droopfoot atau postural tremor. Kematian

disebabkan karena kelumpuhan otot pernapasan.

13

Page 14: CASE SGB

DAFTAR PUSTAKA

1. Lidsay KW. Guillain-Barre Syndrome dalam Neurology and Neurosurger Illustrated.

3th ed : 1997: 58, 164, 419, 420, 422, 424-425.

2. Duss Peter. Sindrom Guillain-Barre dalam Diagnosis Topis Neurolog Anatomy,

Fisiologi, Tanda, Gejala, Edisi ke 2, Cetakan I. EGG, Jakarta, 199 :51.

3. Asbury AK. Guillain-Barre Syndrome : Historical Aspects. Ann Neurol. 1990 27 (s):

S2 - S6.

4. Parry GJ. Diagnosis of-Guillain-Barre Syndrome. In. Parry GJ. Guillain-Barr

Syndrome. Thieme Medical Publishers Inc, New York. 1993 : 113-129.

5. Adams RD. Victor MR. Guillain Barre Syndrome. Diseases of the Periphery Nerves.

In Principles of Neurology. Chapter 46. Mcgraw-Hill. New York. 1991 Page 1312-

1318.

6. Johnson Richard T. Viral Infctions Of the Nervous Sistem. Raven Pres, Nev York.

1984: 174

7. Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. Sindroma Guillain-Barre : Neurologi Klinis

Dasar, Cetakan ke 8. Dian Rakyat, Jakarta, 2000 :42, 87,176,421.

14

Page 15: CASE SGB

STATUS NEUROLOGI

IDENTITAS

No. MR : 62-61-01-00

Nama : Tn.F

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 22 tahun

Pekerjaan : Mahasiswa

Pendidikan : Universitas Swasta

Agama : Kristen

Alamat : Lubang Buaya Cipayung, Jak-Tim

Masuk tanggal : 18 September 2010

Keluar tanggal : -

Meninggal tanggal : -

Dokter : dr.Tumpal, SpS

Ko-Assisten : Kartika Prasasti Ramadia

ANAMNESIS

Autoanamnesis tanggal : 18 September 2010

Keluhan Utama : Lemas pada kedua kaki

15

Page 16: CASE SGB

Keluhan Tambahan : Mual dan nyeri pada sendi

Riwayat perjalanan penyakit :

+ 5 hari yang lalu pasien mengeluh mual, muntah, diare, dan demam.

Keluhan ini dirasakan setelah pasien pergi dengan keluarganya keluar kota.

Muntah berisi cairan dan makanan. Diare berisi cairan dan ampas lebih dari 3 kali

sehari. Keluhan ini yang akhirnya membuat pasien dirawat di RSU FK UKI

selama 3 hari. Setelah 3 hari dirawat, diare sudah berhenti, demam sudah tidak

ada, namun masih sedikit mual. Pasien dikatakan sebelum pulang ke rumah, hasil

pemeriksaan laboratorium pasien, tinggi pada kolesterol darah dan asam urat.

Setelah itu pasien diberikan obat atas hasil laboratorium tersebut dan pasien

pulang ke rumah.

+ 2 hari yang lalu setelah pasien pulang ke rumah, ketika bangun pagi,

pasien merasa kedua kakinya lemas dan sakit pada sendi-sendi kaki, terutama

pada sendi pinggulnya. Tidak ada kesemutan ataupun rasa baal. Pasien mengalami

kesulitan bangun dari tempat tidur karena kakinya lemas, namun pasien masih

bisa duduk. Pasien masih bisa berjalan dengan di bantú oleh keluarganya. Nafsu

makan pasien berkurang karena pasien merasa obat yang diberikan dimakan

pasien membuat pasien mual yang akhirnya pasien menghentikan konsumsi obat

tersebut.

+ 1 hari kemudian, saat bangun pagi, pasien merasa kedua kakinya

semakin lemas, sendi-sendinya semakin sakit, dan tangan kanannya juga menjadi

lemas. Pasien sama sekali tidak berdiri, tidak bisa duduk, dan sulit bangun dari

tempat tidur. Ketika pasien memaksa untuk berdiri, pasien malah terjatuh.

Akhirnya pada malam hari pada pukul 20.00 pasien dibawa oleh keluarganya ke

IGD RSU FK UKI dan meminta untuk kembali di rawat.

Terapi yang sudah didapat : Obat penurun kolesterol dan Penurun asam urat

Penyakit dahulu : Darah tinggi dan gula darah disangkal

Kebiasaan : Merokok + 3 batang sehari

Kedudukan dalam keluarga : Anak

Lingkungan tempat tinggal : -

16

Page 17: CASE SGB

Dari lahir hingga 5 tahun berada di : Lubang buaya, Jakarta Timur

PEMERIKSAAN UMUM

KESADARAN : Compos Mentis (E4V5M6) KOOPERASI : kooperatif

NADI : 84 x/menit SUHU : 36,10C

TEKANAN DARAH : 150/90 mmHg RESPIRASI : 20x/menit

BENTUK BADAN : Athletikus

GIZI : Cukup

STIGMATA : tidak ada

KULIT : Sawo matang TURGOR : Baik

KUKU : Sianosis (-)

KEL. GETAH BENING : Tidak membesar

PEMBULUH DARAH :

A. Carotis : Palpasi kanan dan kiri : sama

Auskultasi : Bising (ada/tidak)

PEMERIKSAAN REGIONAL

KEPALA : Normochepali

KALVARIUM : Tidak ada kelainan

MATA : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

HIDUNG : Bentuk biasa, Lapang, Sekret -/-

MULUT : Tidak ada kelainan

TELINGA : Tidak ada kelainan

OKSIPUT : Tidak ada kelainan

LEHER : Tidak ada kelainan

TORAKS : Pergerakan dinding dada simetris, kanan = kiri

JANTUNG : BJ I-II Normal, Gallop -, Murmur -

PARU-PARU : BND Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

ABDOMEN : Lemas, Nyeri Tekan Ө, BU (+) 4x/menit

HEPAR : Tidak teraba membesar

17

Page 18: CASE SGB

LIEN : Tidak teraba membesar

VESIA URINARIA : Tidak dilakukan

GENITALIA EKSTERNA : Tidak dilakukan

EKSTREMITAS : Capillary refil < 2 detik, edem - , turgor cukup

SENDI-SENDI : Nyeri bila di gerakan

OTOT-OTOT : Nyeri tekan Ө

GERAKAN LEHER : Baik

GERAKAN TUBUH : Kurang baik

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

1. RANGSANG MENINGEN

KAKU KUDUK : - BRUDZINSKI I : -/-

KERNIG : -/- BRUDZINSKI II : -/-

LASEQUE : > 70˚/ >70˚

2. GANGGUAN SARAF OTAK

N. I (OLFAKTORIUS)Cavum nasi : Lapang

Kanan KiriPENCIUMAN (Kwalitas) : Baik Baik

N. II (OPTIKUS)Kanan Kiri

VISUS (secara kasar ) Baik Baik

LIHAT WARNA Baik Baik

KAMPUS (KONFRONTASI) Tidak dilakukan

FUNDUSKOPI Tidak dilakukan

N. III, IV, VI (OKULOMOTORIUS, TROKHLEARIS, ABDUSEN)

SIKAP BOLA M ATA

- PTOSIS : -

- STRABISMUS : -

- NISTAGMUS : -

- EKSOPTALMUS : -

18

Page 19: CASE SGB

- ENOPTALMUS : -

- DIPLOPIA : -

- DEVIASI KONJUGE : -

PERGERAKAN BOLA M ATA

- LATERAL KANAN : Baik

- LATERAL KIRI : Baik

- ATAS : Baik

- BAWAH : Baik

- BERPUTAR : Baik

PUPIL

- BENTUK : Bulat, Ø 3mm / 3 mm

- ISOKOR : Isokor

Kanan Kiri

- REFLEKS CAHAYA

- Langsung + +

- Tidak langsung + +

- REFLEKS AKOMODASI + +

N. V (TRIGEMINUS)Kanan Kiri

M OTORIK MEMBUKA MULUT Baik Baik

GERAKAN RAHANG Baik Baik

MENGGIGIT Baik Baik

SENSORIK Kanan Kiri

RASA RABA Baik Baik

RASA NYERI Baik Baik

RASA SUHU Tidak dilakukan

REFLEKS

19

Page 20: CASE SGB

- REFLEKS KORNEA (+)

- REFLEKS MASETER (+)

N. VII (FASIALIS)SIKAP WAJAH (dalam istirahat) : Simetris

MIMIK : Biasa

Kanan Kiri

ANGKAT ALIS Baik Baik

KERUT DAHI Baik Baik

LAGOFTALMUS tidak ada tidak ada

KEMBUNG PIPI Baik Baik

MENYERINGAI (SNL) Baik Baik

(tidak mendatar)

RASA KECAP (2/3 depan) Tidak dilakukan

FENOMENA ”CHOVSTEK” Tidak ada

N. VIII (VESTIBULOKOKHLEAR IS)V ESTIBULARIS

- NISTAGMUS : tidak ada

- VERTIGO : tidak ada

KOKHLEARIS Kanan Kiri

- SUARA BISIK Baik Baik

- GESEKAN JARI Baik Baik

- TES RINNE + +

- TES WEBER Tidak ada lateralisasi

- TES SCHWABACH Sama dengan pemeriksa

N. IX, X (GLOSOFARINGEUS, VAGUS)

ARKUS FARING : Simetris

PALATUM MOLE : Intak

UVULA : Letak ditengah

20

Page 21: CASE SGB

DISFONI : Tidak ada

RINOLALI : Tidak ada

DISFAGI : Tidak ada

DISATRIA : Tidak ada

BATUK : Tidak ada

MENELAN : Baik

REFLEKS FARING : Baik

REFLEKS OKULOKARDIAK : normal

REFLEKS SINUS KAROTIKUS : normal

N. XI (ASESORIUS)Kanan Kiri

MENOLEH (kanan, kiri, bawah) Baik Baik

ANGKAT BAHU Baik Baik

N. XII (HIPOGLOSUS)SIKAP LIDAH DALAM MULUT : Ditengah

JULUR LIDAH : Ditengah

GERAKAN LIDAH : Baik

TREMOR : -

FASIKULASI : -

TENAGA OTOT LIDAH : Kanan = kiri

3. MOTORIK

DERAJAT KEKUATAN OTOT (0-5)

5555 5555

2222 2222

TONUS OTOT (Hiper, noro, hipo, atoni)Kanan Kiri

LENGAN - Fleksor Normotoni Normotoni

- Ekstensor Normotoni Normotoni

21

Page 22: CASE SGB

TUNGKAI - Fleksor Hipotoni Hipotoni

- Ekstensor Hipotoni Hipotoni

TROFI OTOT

Kanan Kiri

LENGAN Normotrofi Normotrofi

TUNGKAI Atrofi Atrofi

GERAKAN SPONTAN ABNORMAL

KEJANG : - TETANI : -TREMOR : -KHOREA : -ATETOSIS : -MIOKLONIK : -BALISMUS : -DISKINESIA : -

22

Page 23: CASE SGB

4. KOORDINASI

STATIS

- Duduk : Kurang baik

- Berdiri : Kurang baik

- Berjalan : Kurang baik

DINAMIS

- Telunjuk Hidung : Baik

- Jari-jari : Baik

- Tumit-Lutut : Kurang baik

- Disdiadokokinesis : -

- Tes Romberg : Tidak dilakukan

5. REFLEKS

REFLEKS TENDO- Biseps : ++/++

- Triseps : ++/++

- KPR : +/+

- APR : +/+

REFLEKS KULIT

- Dinding perut : (-)

- Anus externus dan internus : tidak dilakukan

REFLEKS ABNORMAL

- Hoffman Tromer - / -

- Babinski - / -

- Chaddok - / -

- Oppenheim - / -

- Gordon - / -

- Shcaeffer - / -

- Klonus lutut - / -

- Klonus kaki - / -

Page 24: CASE SGB

6. SENSIBILITAS

EKSTEROSEPTIF

- Rasa raba : baik

- Rasa nyeri : baik

- Rasa suhu : tidak dilakukan

PROPRIOSEPTIF

- Rasa gerak dan arah : baik

- Rasa sikap dan posisi : baik

- Rasa getar : baik

7. VEGETATIF

Miksi : baik

Defekasi : belum BAB sejak 2 hari yang lalu

Salivasi : tidak dilakukan

Sekresi Keringat : baik

8. FUNGSI LUHUR

Memori : baik

Bahasa : baik

Afek dan emosi : baik

Visuospatial : baik

Kognitif : baik

9. TANDA REGRESI

Refleks Menghisap : (-)

Refleks Menggigit : (-)

Refleks Memegang : (-)

Snout refleks : (-)

10.LABORATORIUM

Page 25: CASE SGB

Hb : 14,6 g/dl GDS : 149

Leukosit : 11,500 /l Na : 151 mmol/l

Trombosit : 280.000 /l Kalium : 4,0 mmol/l

Ht : 40,5 % Cl : 98 mmol/l

11.PEMERIKSAAN PENUNJANG

-

RESUME

+ 5 hari yang lalu pasien dirawat di RSU FK UKI selama 3 hari karena diare,

mual dan muntah. + 2 hari yang lalu setelah pasien pulang ke rumah, ketika bangun pagi,

pasien merasa kedua kakinya lemas dan sakit pada sendi-sendi kaki, terutama pada sendi

pinggulnya. Tidak ada kesemutan ataupun rasa baal. Pasien mengalami kesulitan bangun

dari tempat tidur karena kakinya lemas, namun pasien masih bisa duduk. Pasien masih

bisa berjalan dengan di bantú oleh keluarganya. + 1 hari kemudian, saat bangun pagi,

pasien merasa kedua kakinya semakin lemas, sendi-sendinya semakin sakit, dan tangan

kanannya juga menjadi lemas. Pasien sama sekali tidak berdiri, tidak bisa duduk, dan

sulit bangun dari tempat tidur. Ketika pasien memaksa untuk berdiri, pasien malah

terjatuh. Akhirnya pada malam hari pasien dibawa oleh keluarganya ke IGD RSU FK

UKI dan meminta untuk kembali di rawat.

Status generalis

Keadaaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos Mentis

Tekanan darah : 150/90 mmHg

Nadi : 84 x/mnt

Suhu : 36,10C

Pernafasan : 20 x/mnt

Status Neurologis:

1. Rangsang meningen : -/-

Page 26: CASE SGB

2. Saraf kranial : baik

3. Motorik

5555 5555

2222 2222

4. Koordinasi

STATIS

- Duduk : Kurang baik

- Berdiri : Kurang baik

- Berjalan : Kurang baik

DINAMIS

- Tumit-Lutut : Kurang baik

5. Refeks Tendo

- Biseps : ++/++

- Triseps : ++/++

- KPR : +/+

- APR : +/+

Diagnosis

Klinis : Paraparese Inferior

Topis : Motor End Plate

Etiologis : Suspect Sindrom Guillain Barre

Diagnosis Banding :

- Poliomielitis

- Myositis Akut

- Myastenia gravis

Terapi :

- Diet : Nasi Tim

Page 27: CASE SGB

-IVFD : I RL + Neurosanbe I Ampul /24 jam

- MM : Terfacef 2 x 1 gr

Dexamethasone 3 x 1 Ampul

Panzo 1 x 1

Pemeriksaan Anjuran

1. Lumbal Pungsi

2. EMG

Prognosis

Ad Vitam : Dubia ad Bonam

Ad Sanasionum : Dubia ad Bonam

Ad Fungsionum : Dubia ad Bonam