case report 2 mel cute

25
LAPORAN KASUS : SEORANG WANITA USIA 66 TAHUN DENGAN ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROMIK et causa HEMATEMESIS MELENA et causa SUSPECT TUKAK PEPTIK Abstract Telah dilaporkan seorang pasien wanita berusia 66 tahun datang ke IGD RSUD dengan keluhan muntah darah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah darah berwarna hitam seperti kopi pekat rasa sakit pada daerah ulu hati, sakitnya terasa pedih. Pasien juga mengeluhkan BAB berwarna hitam ter. Selain itu pasien mengeluhkan badannya terasa lemas. Berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan diagnosis Anemia Mikrositik Hipokromik ec Hematemesis Melena ec Suspect Tukak Peptikum. Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan terapi transfusi PRC, dan tatalaksana farmakologis. Keyword : Anemia, Hematemesis, Melena, Tukak Peptik 1

Upload: eka-ambars

Post on 30-Oct-2014

117 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Report 2 Mel Cute

LAPORAN KASUS :SEORANG WANITA USIA 66 TAHUN DENGAN ANEMIA MIKROSITIK

HIPOKROMIK et causa HEMATEMESIS MELENA et causa SUSPECT TUKAK PEPTIK

Abstract

Telah dilaporkan seorang pasien wanita berusia 66 tahun datang ke IGD RSUD

dengan keluhan muntah darah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah

darah berwarna hitam seperti kopi pekat rasa sakit pada daerah ulu hati,

sakitnya terasa pedih. Pasien juga mengeluhkan BAB berwarna hitam ter. Selain

itu pasien mengeluhkan badannya terasa lemas. Berdasarkan dari anamnesis,

pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan diagnosis Anemia Mikrositik

Hipokromik ec Hematemesis Melena ec Suspect Tukak Peptikum.

Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan terapi transfusi PRC, dan tatalaksana

farmakologis.

Keyword : Anemia, Hematemesis, Melena, Tukak Peptik

1

Page 2: Case Report 2 Mel Cute

Presentasi Kasus

Seorang pasien wanita berusia 66 tahun datang ke IGD RSUD dengan

keluhan muntah darah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah darah

berwarna hitam seperti kopi pekat, dengan jumlah kurang lebih 4 gelas. Sekitar

pagi hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa mual-mual terus menerus

yang disertai rasa sakit pada daerah ulu hati, sakitnya terasa pedih, dan setelah

diberi makan, keluhan sakitnya bertambah. Jumlah yang dikeluarkan awalnya

sekitar 4 gelas belimbing, berwarna seperti kopi pekat. Namun, jeda beberapa jam

pasien kembali muntah darah dengan jumlah yang dikeluarkan semakin banyak

hingga sekitar 10 gelas belimbing, berwarna merah segar dan mringkil-mringkil.

Setelah memuntahkan darah pasien menjadi lemah dan dibawa oleh keluarganya

ke rumah sakit. Malamnya setelah masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan BAB

berwarna hitam ter. Selain itu pasien mengeluhkan badannya terasa lemas yang

mengakibatkan pasien tidak kuat untuk menjalankan aktivitas sehari-hari, pasien

juga mengeluh pandangan berkunang-kunang dan pusing cekot-cekot, nafsu

makan menurun, BAB berwarna kehitaman, dan sulit tidur. Pasien menyangkal

adanya demam, batuk, dan nyeri dada.

Sekitar 2 tahun yang lalu, pasien pernah mondok di RSUD Karanganyar

dengan keluhan yang sama, namun keluhannya tidak seberat sekarang. Pada saat

itu pasien mendapatkan transfusi 3 kolf, dan menjalani rawat inap selama 7 hari

dan pulang dengan kondisi membaik. Pasien mengakui bahwa sering kontrol ke

dokter dekat tempat tinggal pasien.

Pasien mengakui bahwa pasien memiliki riwayat gastritis (saat masih

muda) dan hipertensi (sejak 3 bulan yang lalu), namun pasien rajin kontrol ke

dokter di sekitar tempat tinggalnya. Pasien menyangkal bahwa pasien memiliki

penyakit Diabetes Melitus sebelumnya. Pada keluarga pasien pun juga disangkal

adanya riwayat Diabetes mellitus serta hipertensi dan penyakit serupa.

Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak lemas, dengan

kesadaran compos mentis, kemudian vital sign tinggi badan 155 cm, berat badan

48 kg, status gizi cukup, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi

2

Page 3: Case Report 2 Mel Cute

rate 18 x/menit dan suhu 36,50C. Pada pemeriksaan kepala didapatkan

konjungtiva anemis dextra dan sinistra, namun tidak didapatkan sklera ikterik.

Pada pemeriksaan leher tidak didapatkan distensi vena leher maupun pembesaran

kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan thoraks, dari inspeksi didapatkan, pulmo

simetris dextra dan sinistra, tidak didapatkan ketinggalan gerak, tidak didapatkan

retraksi intercostae. Dari perkusi, didapatkan suara sonor di seluruh lapangan

paru, dan pada auskultasi didapatkan suara dasar vesikuler dan tidak didapatkan

suara tambahan lainnya. Pada pemeriksaan cor, dari inspeksi ictus kordis tidak

tampak, dan tidak kuat angkat, pada palpasi didapatkan Ictus Cordis teraba di SIC

V Linea Midclavicularis Sinistra, pada perkusi tidak didapatkan pembesaran cor,

sedangkan pada auskultasi didapatkan suara jantung 1-2 reguler murni. Pada

pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan di epigastric dan umbilicus, suara

peristaltik dalam batas normal. Pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan udema,

akral hangat di keempat ekstremitas.

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah laboratorium

hematologi dan USG Abdomen. Pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan

hasil WBC :11,9 ribu/mmk, Hemoglobin 5,9 g/dL, HCT 17,7%, MCV 64,4 fl,

MCH 21,5, MCHC 33,3%, angka trombosit 313, GDS 134 mg/dl, SGOT 21,5 U/l,

SGPT 11,9 U/l. Pada hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjang kasus ini

didapatkan hasil hemoglobin 5,9 g/dL, MCV 64,4 fl, MCH 21,5. Sedangkan pada

pemeriksaan USG abdomen didapatkan hasil gastritis erosif dengan multiple

tukak.

Diagnosis

Anemia Mikrositik Hipokromik ec Hematemesis Melena ec suspect tukak peptik

Penatalaksanaan

Pada pasien ini telah diberikan terapi :

Tranfusi PRC 2 colf/hari

Inf. RL 16 tpm

3

Page 4: Case Report 2 Mel Cute

Inj. Omeprazole 1A/12 jam

Inj. Mecobalamine 1A/12 jam

Antasyda Syrup 3x1

Sucralfate tab 2x1

Prognosis

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad Sanatiam : dubia ad bonam

Ad Fungsionam : dubia ad bonam

Follow Up

Setelah satu hari menjalani rawat inap di Bangsal Mawar 2, pasien masih

muntah darah, namun tidak sebanyak sebelumnya, yakni ± sekitar ¼ gelas. Selain

itu pasien juga mengeluh perutnya sakit, tidak nafsu makan, pusing cekot-cekot,

lemes. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak lemas, dengan

kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 82 x/menit irama

reguler, respirasi rate 18 x/menit dan suhu 36,50C. Pada pemeriksaan kepala

didapatkan konjungtiva anemis dextra dan sinistra, namun tidak didapatkan sklera

ikterik. Pada pemeriksaan fisik thoraks, pulmo didapatkan suara dasar vesikuler di

seluruh lapang paru, tidak didapatkan suara tambahan, pada pemeriksaan cor,

didapatkan suara jantung 1-2 regular murni, tidak didapatkan suara tambahan.

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan di epigastric dan umbilicus,

suara peristaltik dalam batas normal. Pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan

udema, akral hangat di keempat ekstremitas. Pada pemeriksaan laboratorium

didapatkan hasil :

- WBC : 11,9

- RBC : 2,75

- Hb : 5,9

- HCT : 17,7

- SGOT : 21,5

4

Page 5: Case Report 2 Mel Cute

- SGPT : 11,9

Pada hari kedua pasien menjalani rawat inap, pasien mengalami perbaikan

dengan tidak muntah darah lagi, namun pasien masih mengeluhkan lemas, pusing

cekot-cekot, perut sakit sampai menjalar ke kaki. Pada pemeriksaan fisik,

keadaan umum pasien tampak lemas, dengan kesadaran compos mentis, tekanan

darah 130/70 mmHg, nadi 82 x/menit irama reguler, respirasi rate 18 x/menit dan

suhu 36,50C . Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva anemis dextra dan

sinistra, namun tidak didapatkan sklera ikterik. Pada pemeriksaan fisik thoraks,

pulmo didapatkan suara dasar vesikuler di seluruh lapang paru, tidak didapatkan

suara tambahan, pada pemeriksaan cor, didapatkan suara jantung 1-2 regular

murni, tidak didapatkan suara tambahan. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan

nyeri tekan di epigastric dan umbilicus, suara peristaltik dalam batas normal.

Pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan udema, akral hangat di keempat

ekstremitas. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil :

- HbSAg (-)

Untuk program terapi masih dilanjutkan.

Hari ketiga menjalani rawat inap di Bangsal Mawar 2, pasien mengalami

perbaikan dengan semakin berkurangnya keluhan pusing dan perut masih terasa

senep, sedangkan mual dan muntah sudah tidak dikeluhkan pasien. Nafsu makan

pasien sudah kembali seperti biasanya. Pada hasil pemeriksaan fisik, vital sign

pasien, tekanan darah 130/90, nadi 80 x/menit, respirasi rate 20 x / menit, suhu

36,50C. Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva anemis dextra dan

sinistra, namun tidak didapatkan sklera ikterik. Pada pemeriksaan fisik thorak,

pulmo didapatkan suara dasar vesikuler di seluruh lapang paru, tidak didapatkan

suara tambahan, pada pemeriksaan cor, didapatkan suara jantung 1-2 regular

murni, tidak didapatkan suara tambahan. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan

nyeri tekan di epigastric dan umbilicus, suara peristaltik dalam batas normal.

Pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan udema, akral hangat di keempat

ekstremitas. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil :

- WBC : 11,1

- RBC : 3,96

5

Page 6: Case Report 2 Mel Cute

- Hb : 10,1

- HCT : 28,7

- MCV : 25,5

- MCHC : 35,2

- Trombosit : 243

Untuk program terapi masih tetap dilanjutkan.

Hari keempat menjalani rawat inap di Bangsal Mawar 2, pasien

mengalami perbaikan dengan tidak adanya keluhan pusing, mual, muntah, BAB

warna kuning kehitaman. Namun, pasien masih mengeluhkan nyeri di epigastric.

Pada hasil pemeriksaan fisik, vital sign pasien, tekanan darah 110/70, nadi 86

x/menit, respirasi rate 20 x / menit, suhu 36,50C. Pada pemeriksaan kepala

didapatkan konjungtiva anemis dextra dan sinistra, namun tidak didapatkan sklera

ikterik. Pada pemeriksaan fisik thorak, pulmo didapatkan suara dasar vesikuler di

seluruh lapang paru, tidak didapatkan suara tambahan, pada pemeriksaan cor,

didapatkan suara jantung 1-2 regular murni, tidak didapatkan suara tambahan.

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan di epigastric dan umbilicus,

suara peristaltik dalam batas normal. Pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan

udema, akral hangat di keempat ekstremitas. Untuk program terapi masih

dilanjutkan.

Pada hari kelima, pasien mengalami perbaikan dengan tidak adanya

keluhan pusing, mual, muntah, BAB warna kuning. Namun, pasien masih

mengeluhkan nyeri di epigastric. Pada hasil pemeriksaan fisik, vital sign pasien,

tekanan darah 120/90, nadi 82 x/menit, respirasi rate 20 x / menit, suhu 36,50C. .

Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva anemis dextra dan sinistra,

namun tidak didapatkan sklera ikterik. Pada pemeriksaan fisik thorak, pulmo

didapatkan suara dasar vesikuler di seluruh lapang paru, tidak didapatkan suara

tambahan, pada pemeriksaan cor, didapatkan suara jantung 1-2 regular murni,

tidak didapatkan suara tambahan. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri

tekan di epigastric dan umbilicus, suara peristaltik dalam batas normal.

Pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan udema, akral hangat di keempat

ekstremitas. Untuk program terapi masih dilanjutkan.

6

Page 7: Case Report 2 Mel Cute

Diskusi

Pendekatan diagnosis pada kasus ini dipikirkan atas dasar pada anamnesis

didapatkan keluhan lemas, pusing. Keluhan lemas tidak disertai keluhan sesak

napas dan pandangan berkunang-kunang. Pada anamnesis juga didapatkan adanya

keluhan buang air besar berwarna hitam yang mengarah ke perdarahan saluran

cerna. Asupan makanan pasien dikatakan baik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

adanya konjungtiva yang pucat tanpa disertai takikardia dan tanda-tanda sianosis

perifer. Temuan klinis tersebut mengarahkan pemikiran akan adanya anemia yang

disebabkan oleh perdarahan. Pemeriksaan penunjang yang mendukung ke arah

diagnosis anemia mikrositik hipokromik adalah adanya temuan nilai MCV 64,4

(menurun), MCH 21,5 (menurun), kadar hemoglobin sebesar 5,9 g/dl.

Pada pasien ini ditemukan keluhan keluhan muntah darah sejak 3 hari

sebelum masuk rumah sakit. Muntah darah berwarna hitam seperti kopi pekat,

dengan jumlah kurang lebih 4 gelas. Namun, jeda beberapa jam pasien kembali

muntah darah dengan jumlah yang dikeluarkan semakin banyak hingga sekitar 10

gelas belimbing, berwarna merah segar dan mringkil-mringkil. Setelah

memuntahkan darah pasien menjadi lemah. Selain itu pasien mengeluhkan

badannya terasa lemas yang mengakibatkan pasien tidak kuat untuk menjalankan

aktivitas sehari-hari, pasien juga mengeluh pandangan berkunang-kunang dan

pusing cekot-cekot, nafsu makan menurun, BAB berwarna kehitaman, dan sulit

tidur. Pasien memiliki riwayat sakit serupa sekitar 2 tahun yang lalu.

Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan muntah darah yang berwarna

seperti kopi. Muntah darah yang berwarna hitam pekat seperti kopi diakibatkan

oleh perdarahan yang berasal dari saluran cerna bagian atas yaitu lambung, yang

telah tercampur dengan asam lambung. Warna darah tergantung pada jumlah

asam lambung yang ada dan lamanya kontak dengan darah. Darah dapat berwarna

merah segar bila tidak tercampur dengan asam lambung atau merah gelap, coklat,

ataupun hitam bila telah bercampur dengan asam lambung atau enzim pencernaan

sehingga hemoglobin mengalami proses oksidasi menjadi hematin.

7

Page 8: Case Report 2 Mel Cute

Selain itu pasien juga mengeluhkan BAB yang berwarna hitam seperti ter,

hal ini diakibatkan oleh tercampurnya darah dengan asam lambung. BAB hitam

(melena) baru dijumpai apabila terjadi paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100

mL. Perdarahan saluran cerna bagian atas juga dapat bermanifestasi sebagai

hematokesia bila perdarahan banyak dan aktif serta waktu transit saluran cerna

yang cepat.

Berdasarkan anamnesis juga, diperoleh data bahwa pasien merasa sakit di

daerah ulu hati. Sakit ini sudah dirasakan sejak muda dan hilang timbul. Sakit

dirasakan seperti menusuk-nusuk dan perih. Sakit hilang bila pasien makan.

Kadang-kadang pasien merasa mual. Cepat merasa kenyang dan terkadang terasa

kembung. Berdasarkan keterangan ini disimpulkan bahwa pasien pernah

menderita gastritis. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran

klinis yang ditemukan berupa dispepsia yang dikeluhkan pasien ini. Gastritis

terjadi karena terjadi gangguan keseimbangan faktor agresif dan defensif. Gastritis

akut dapat disebabkan oleh NSAIDs, alkohol, gangguan mikrosirkulasi mukosa

lambung maupun stres. Gastritis kronik disebabkan oleh Helicobacter pylori.

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah USG dan

laboratorium hematologi. Pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil :

- WBC :11,9

- RBC : 2,75

- Hemoglobin : 5,9 g/dL

- HCT : 17,7

- MCV : 64,4

- MCH : 21,5

- MCHC : 33,3

- Trombosit : 313

- GDS : 134 mg/dl

- SGOT : 21,5 U/l

- SGPT : 11,9 U/l.

Sedangkan pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan hasil gastritis erosif

dengan multiple tukak.

8

Page 9: Case Report 2 Mel Cute

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan

pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan

fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang

berhubungan dengan kejadian anemia, hematemesis melena, dan tukak

peptik, etiologi, perjalanan penyakit, dan gambaran klinik (keluhan subjektif

dan objektif termasuk kelainan laboratorium).

b. Pemeriksaan laboratorium

Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu mengetahui berapa nilai

hemoglobin, HCT, MCV, MCH, MCHC. Sehingga dapat mengetahui etiologi

dan perjalanan penyakit termasuk faktor yang memperburuk.

c. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya,

yaitu:

1. Diagnosis etiologi Hematemesis Melena dan Tukak Peptik

Hematemesis Melena yang dikibatkan oleh Tukak Peptikum, untuk

membedakannya dengan gastritis erosif dapat dilakukan pemeriksaan

dengan endoskopi.

2. Diagnosis pemburuk

Untuk mengetahui apakah terdapat kelainan pada hati dapat dilakukan

pemeriksaan fungsi hati seperti SGPT, SGOT dan dapat dilakukan USG

abdomen.

Anemia merupakan adalah suatu kondisi dimana kadar sel darah merah

dalam tubuh berkurang atau jumlah hemoglobin yang berkurang dalam darah.

Tiga penyebab utama anemia adalah perdarahan yang berlebihan seperti

perdarahan akut/kronik, hemolisis yang berlebihan, atau hematopoiesis yang tidak

efektif.

Hematemesis merupakan muntah darah yang berwarna hitam yang berasal

dari saluran cerna bagian atas. Melena yaitu buang air besar berwarna hitam ter

yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna

9

Page 10: Case Report 2 Mel Cute

bagian atas adalah saluran cerna di atas (proksimal) dari ligamentum Treitz, mulai

dari jejenum proksimal, duodenum, gaster dan esofagus.

Sedangkan pengertian tukak peptikum yaitu putusnya kontinuitas mukosa

lambung yang meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak

meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering juga

disebut sebagai “ulkus” (misalnya ulkus karena stres).

Pada pasien ini, penegakan diagnosis didasarkan pada keluhan khas pada

anemia dan ulcus peptikum dan dengan hasil pemeriksaan laboratorium

hematologi, dan USG.

Etiologi

Anemia disebabkan oleh bermacam penyebab. Pada dasarnya anemia

disebabkan oleh karena Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang,

kehilangan darah (perdarahan), proses penghancuran eritrosit dalam tubuh

sebelum waktunya (hemolisis).

Hematemesis diakibatkan oleh perdarahan yang berasal dari saluran cerna

bagian atas yaitu lambung, yang telah tercampur dengan asam lambung.

Sedangkan melena diakibatkan oleh tercampurnya darah dengan asam lambung.

Sedangkan penyebab utama ulkus peptikum yang paling penting adalah

infeksi H. Pylori dan NSAIDs. H. pylori merupakan bakteri yang hidup dalam

lambung orang yang terinfeksi.

Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau

kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya.  Kegagalan sumsum

dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau

kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui.  Sel darah merah dapat hilang

melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah

merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan

destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam

10

Page 11: Case Report 2 Mel Cute

sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. 

Hasil proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.

Hematemesis diakibatkan oleh perdarahan yang berasal dari saluran cerna

bagian atas yaitu lambung, yang telah tercampur dengan asam lambung. Warna

darah tergantung pada jumlah asam lambung yang ada dan lamanya kontak

dengan darah. Darah dapat berwarna merah segar bila tidak tercampur dengan

asam lambung atau merah gelap, coklat, ataupun hitam bila telah bercampur

dengan asam lambung atau enzim pencernaan sehingga hemoglobin mengalami

proses oksidasi menjadi hematin. Sedangkan melena diakibatkan oleh

tercampurnya darah dengan asam lambung. BAB hitam (melena) baru dijumpai

apabila terjadi paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100 mL.

Sedangkan patogenesis dari ulcus peptikum adalah Terdapat bebrapa teori

patogenesis ulcus peptik yaitu :

1. “No Acid No Ulcer” Pengaturan asam lambung pada sel parietal

(Schwarst 1910)

Sel parietal/oxytntic mengeluarkan asam lambung HCl, sel

peptik/zimogen mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl dirubah jadi

pepsin dimana HCl dan pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin

dengan mileu pH <4 (sangan agresif terhadap mukosa lambung). Bahan

iritan akan menimbulkan defek barier mukosa dan terjadi difus balik ion

H-. Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung,

timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan

mukosa lambung.

2. “Shay and Sun” (Ballance theory 1974)

Gangguan keseimbangan antara faktor agresif/asam dan pepsin

dengan faktor defensif (mukus, bikarbonat, aliran darah, PG), bisa faktor

agresif meningkat atau faktor defensif menurun.

3. “No HP No Ulcer” Helycobacter Pylori(HP) (Warren and Marshall

1983)

HP adalah kuman patogen gram negatif bentuk batang/spiral,

microaerofilik berflagela hidup pada permukaan epitel, mengandung

11

Page 12: Case Report 2 Mel Cute

urease ( Vac A, cag A, PAI dapat mentranslokasi cag A kedalam sel host)

hidup di antrum, migrasi ke proksimal lambung dapat berubah menjadi

kokoid suatu bentuk dorman bakteri.

Patogenesis ulkus peptikum terjadi akibat multifaktor yang

menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara faktor agresif dan faktor

defensif. Faktor agresif terbagi menjadi faktor agresif endogen (HCl,

pepsinogen/pepsin, garam empedu) dan faktor agresif eksogen (obat-obatan,

alcohol, infeksi). Faktor defensif meliputi mucus, bikarbonat, dan

prostaglandin. Keadaan lingkungan dan individu juga memberikan kontribusi

dalam terjadinya ulkus yang mengakibatkan terjadinya peningkatan sekresi

asam lambung atau melemahnya barier mukosa. Faktor lingkungan meliputi

penggunaan NSAIDs, rokok, alcohol dan emosi serta stress psikis. Faktor

individu berupa H. Pylori dan infeksi lainnya yang menyebabkan hipersekresi

seperti pada sindrom Zollinger-Ellison.

Penggunaan NSAIDs merupakan penyebab yang paling sering yang

menyebabkan kerusakan mukosa dan perdarahan, dan diperkirakan hingga

30% pengkonsumsi regular NSAIDs mengalami satu ulkus bahkan lebih.

Pengguna NSAIDs memiliki risiko empat kali lipat untuk terjadinya

komplikasi perdarahan.

Pemakaian NSAIDs bukan hanya menyebabkan kerusakan struktural

pada gastroduodenal, tetapi juga pada usus halus dan usus besar berupa

inflamasi, ulserasi, atau perforasi. Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa

terutama gastroduodenal adalah akibat efek toksik/iritasi langsung pada

mukosa yang menangkap NSAIDs yang bersifat asam sehingga terjadi

kerusakan epitel dalam berbagai tingkat, namun efek utama NSAIDs adalah

menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat

sehingga menekan produksi prostaglandin yang berfungsi dalam memelihara

keutuhan mukosa dengan mengatur aliran darah mukosa, proliferasi sel-sel

epitel, sekresi mucus dan bikaronat, mengatur fungsi imunosit mukosa serta

sekresi basal asam lambung.

Gambaran Klinis dan Penegakan Diagnosis

12

Page 13: Case Report 2 Mel Cute

Gambaran klinis dari tukak peptikum, biasanya pasien ulkus peptikum

mengeluh dyspepsia. Pada ulkus peptikum memberikan ciri keluhan seperti

nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman disertai muntah. Pada ulkus duodenum rasa

sakit timbul pada waktu pasien merasa lapar, rasa sakit membangunkan

pasien tengah malam, rasa sakit hilang setelah makan dan minum obat

antasida. Rasa sakit tukak peptikum timbul setelah makan, berbeda dengan

ulkus duodenum yang merasa lebih enak setelah makan, rasa sakit ulkus

gaster di sebelah kiri dan rasa sakit ulkus duodenum sebelah kanan garis

tengah perut. Tinja berwarna seperti ter (melena) harus diwaspadai sebagai

suatu perdarahan ulkus. Pada dispepsia kronik, sebagai pedoman untuk

membedakan antara dyspepsia fungsional dan dyspepsia organik dapat

ditemukan gejala peringatan (alarm sign) berupa :

• Umur > 45-50 tahun keluhan muncul pertama kali

• Adanya perdarahan hematemesis/melena

• BB menurun > 10%

• Anoreksia/cepat kenyang

• Riwayat ulkus peptikum sebelumnya

• Muntah yang persisten

• Anemia yang tidak diketahui sebabnya

Penegakan diagnosis pada ulkus peptikum ditegakkan berdasarkan :

1. Pengamatan klinis, dyspepsia, kelainan fisik yang dijumpai

2. Hasil pemeriksaan penunjang (radiologi dan endoskopi)

3. Hasil biopsi untuk pemeriksaan CLO, histopatologi kuman H. Pylori.

Diagnosis pasti tukak peptik dilakukan dengan pemeriksaan

endoskopi saluran cerna bagian atas dan sekaligus dilakukan biopsi

lambung untuk deteksi H.pylori atau dengan pemeriksaan foto barium

kontras ganda. Untuk membedakan apakah perdarahan yang terjadi berasal

dari saluran cerna bagian atas atau bawah dapat dilakukan cara praktis yaitu

sebagai berikut.

Tabel 1.

13

Page 14: Case Report 2 Mel Cute

Perbedaan Pendarahan SCBA dan Pendarahan SCBB

Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB

Manifestasi klinik pada

Umumnya

Hematemesis

dan/melena

Hematokesia

Aspirasi nasogastric Berdarah jernih

Rasio (BUN/Kreatinin) Meningkat > 35 < 35

Sedangkan penegakan diagnosis Anemia didasarkan pada pemeriksaan

laboratorium, yang terdiri dari :

1. pemeriksaan penyaring (screening test)

terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah

tepi. Dari ini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologik anemia

untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.

2. pemeriksaan darah seri anemia

meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan LED. Sekarang

sudah banyak dipakai automatic hemotology analyzer yang dapat

memberikan presisi hasil yang lebih baik.

3. pemerikssan sumsum tulang

memberikan informasi yang penting mengenai keadaan sistem hematopoesis.

Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis defenitif pada beberapa jenis

anemia. Pemeriksaan SST mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia

aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hematologik yang dapat

mensupresi sistem eritrosit.

Diagnosis Banding

Hematemesis Melena et causa Gastritis Akut erosif

Hematemesis Melena et causa varises esofagus

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan endoskopi dilakukan untuk mengetahui asal tempat terjadinya

sumber perdarahan, penyebab perdarahan, aktivitas perdarahan dan sebagai

diagnostik pasti.

14

Page 15: Case Report 2 Mel Cute

Penatalaksaan

Terapi kausal yang diberikan pada pasien ini adalah golongan

obat penghambat pompa proton seperti Lansoprazole. Mekanisme kerja PPI

adalah memblokir enzim K+H+ATP ase yang akan memecah K+H+ATP

menghasilkan energi yang akan digunakan untu mengeluarkan enzim HCL

dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung.

Selanjutnya diberikan obat-obatan golongan antihistamin H2

seperti Ranitidine, obat ini bekerja dengan cara memblokir efek histamin pada

sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan

asam lambung. Efek ini bersifat reversibel.

Selain itu diberikan juga obat-obatan pelindung mukosa lambung seperti

sucralfate yang mekanisme kerjanya melalui pelepasan kutub alumunium

hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk

lapisan fisiokokemikal pada daerah erosi, yang melindunginya dari pengaruh

agresif asam lambung. Atau dapat diberikan obat-obatan analog prostaglandin

seperti misoprostol yang dapat mengurangi sekresi asam lambung, menambah

sekresi mukus, bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa serta

pertahanan dan perbaikan mukosa lambung.

Selain itu diberikan juga obat-obatan antasida yang mempunyai kemampuan

untuk menetralkan asam lambung atau mengikatnya, seperti Magnesium

hidroksida atau Alumunium hidroksida.

Pemberian vitamin K pada kasus-kasus perdarahan saluran cerna bagian atas

diperbolehkan, dengan peetimbangan pemberian tersebut tidak merugikan

dan relatif murah. Vitamin K bermanfaat dalam proses pembekuan darah dan

dapat mengembalikan masa protrombin menjadi normal. Faktor pembekuan

darah yang bergantung pada vitamin K adalah faktor II, VII, IX, dan X. Apabila

terjadi defisiensi vitamin K maka proses pembekuan akan berlangsung

lama dan perdarahan dapat terjadi terus-menerus.

Pemberian obat-obatan antasida dan antagonis reseptor H2 tidak boleh

diberikan pada waktu yang bersamaan, karena obat-obatan antasida dapat

menghambat absorbsi dari obat-obatan lain. Pemberian dapat dilakukan

15

Page 16: Case Report 2 Mel Cute

dengan tenggang waktu 1-2 jam. Sebagai contoh pemberian antasida

dilakukan 1 jam sebelum makan dan obat-obatan antihistamin H2 diberikan 1

jam setelah makan. Untuk obat-obatan antagonis H2 dan cytoprotective agent

pemberiannya boleh dilakukan secara bersama-sama. Apabila kita menggunakan

sucralfate, maka pemberiannya juga jangan diberikan bersamaan dengan

antasida, karena sucralfate membutuhkan PH asam untuk aktivasi.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya maka dapat disimpulkan

diagnosa kerja untuk pasien ini adalah Anemia Mikrositik Hipokromik ec

Hematemesis ec Tukak Peptik. Tata laksana untuk pasien ini adalah edukasi

pada pasien dan keluarga yang merawatnya serta pemberian farmakologi.

16