case frakturkompresi vert.th12

72
STATUS ILMU KEPANITERAAN KLINIK SMF BEDAH RUMAH SAKIT OTORITA BATAM Nama Mahasiswa : Regina Fristasari NIM : 030.07.212 Dokter Pembimbing : dr. Jorianto Johor Ning, Sp.OT I IDENTITAS Nama : Tn. Zainal Umur : 38 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : jl. Teratai blok C no.84 Pekerjaan : Kuli bangunan Status perkawinan : Menikah Pendidikan : SD Agama : Islam MR : 32-17-65 Masuk RS : 10 Desember 2012 II ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada hari Rabu, 16 Januari 2013, jam 08.00 Keluhan Utama 1 G e j a l a i r

Upload: regina-fristasari

Post on 02-Jan-2016

56 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

case fraktur

TRANSCRIPT

Page 1: Case Frakturkompresi Vert.th12

STATUS ILMU KEPANITERAAN KLINIK

SMF BEDAH

RUMAH SAKIT OTORITA BATAM

Nama Mahasiswa : Regina Fristasari

NIM : 030.07.212

Dokter Pembimbing : dr. Jorianto Johor Ning, Sp.OT

I IDENTITAS

Nama : Tn. Zainal

Umur : 38 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : jl. Teratai blok C no.84

Pekerjaan : Kuli bangunan

Status perkawinan : Menikah

Pendidikan : SD

Agama : Islam

MR : 32-17-65

Masuk RS : 10 Desember 2012

II ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada hari Rabu, 16 Januari 2013, jam 08.00

Keluhan Utama

OS datang dengan keluhan tidak bisa menggerakkan kedua kaki.

Riwayat Penyakit Sekarang

OS datang ke emergency room RS. Badan Pengusahaan dengan keluhan tidak bisa menggerakkan kedua kaki sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Os jatuh dari ketinggian

1

 

Gejala iri

Page 2: Case Frakturkompresi Vert.th12

± 2 meter sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit dengan posisi jatuh terduduk. Sejak os jatuh, os tidak bisa jalan dan tidak merasa setinggi lutut kebawah pada kedua kaki. Os tidak langsung dibawa kerumah sakit karena alasan biaya. Os menyangkal berobat ke sinse.

Os juga mengeluh sulit BAK. Os sudah 2x dipasang kateter. Os mencoba memasang kateter di baloi centre jam 11.50 WIB, tetapi gagal. Setelah gagal memasang kateter, ujung kemaluan os keluar darah terus menerus sampai siang hari. Os mulai merasakan ingin buang air kecil sejak jam 14.00 WIB namun tidak bisa. Os meraskan nyeri pada perut bagian bawah. Os sudah terpasang kateter selama 1 bulan terakhir ini semenjak jatuh.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi, kencing manis, asma, alergi, keganasan disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga OS tidak memiliki riwayat kencing manis, asma, alergi, hipertensi, penyakit jantung dan keganasan.

Riwayat Kebiasaan

OS mengaku tidak mengkonsumsi alkohol maupun rokok.

III PEMERIKSAAN FISIK

dilakukan tanggal 16 Januari, jam 8.00

Keadaan Umum

Kesadaran : Compos Mentis

Kesan sakit : Tampak sakit ringan

Sikap : Hanya tiduran saja

Kooperatif : Kooperatif

Tanda Vital

TD : 120/80

Nadi : 64x/menit

RR : 18x/menit

Suhu : 36,5 ° C

2

 

Gejala iri

Page 3: Case Frakturkompresi Vert.th12

STATUS GENERALIS

Kepala : normocephali, rambut berwarna hitam, distribusi

merata,tidak mudah dicabut, hematome (-)

Mata

Konjungtiva :Tidak pucat

Sklera :Tidak ikterik

Pupil :Bulat, isokor

Refleks cahaya langsung :+/+

Refleks cahaya tidak langsung:+/+

Telinga : normotia, serumen (-), sekret (-)

Hidung : normal, septum deviasi, sekret (-), mukosa hiperemis (-)

Mulut : OH buruk, Gigi karies, Lidah kotor

Tenggorokan : T1-T1, tonsil tidak hiperemis, uvula ditengah, dinding faring tidak hiperemis

Leher : KGB ttm, tiroid ttm

THORAKS

Paru-paru

Inspeksi : Pergerakan hemitoraks kanan dan kiri simetris, tidak

ada retraksi sela iga.

Palpasi : Vocal fremitus simetris pada kedua hemitoraks.

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.

Auskultasi : Suara nafas vesikular, ronchi -/-, wheezing -/-

3

Page 4: Case Frakturkompresi Vert.th12

Jantung

Inspeksi : Tampak pulsasi ictus cordis pada 2cm medial di

garis

midklavikula kiri setinggi sela iga V.

Palpasi : Teraba pulsasi ictus cordis pada 2cm medial di

garis

midklavikula kiri setinggi sela iga V.

Perkusi : Batas kanan : Sela iga V linea sternalis

kanan.

Batas kiri : Sela iga V, 1cm sebelah medial linea

midklavikula kiri.

Aukultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN

Inspeksi : buncit, tidak ada lesi, tidak ada sikatrik.

Palpasi : supel

NT (-)

Hepar : Tidak teraba membesar

Lien : Tidak teraba membesar

undulasi (-)

Ballotemen (-)/(-)

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)/(-)

Auskutasi : Bising usus (+) normal, 5 kali/menit

EKSTREMITAS

4

Page 5: Case Frakturkompresi Vert.th12

Oedem : - -

- -

Akral Hangat : + +

+ +

STATUS LOKALIS :

Look :

o Tidak tampak deformitas pada daerah punggung dan tulang belakang.

o Tidak ada perubahan warna di punggung.

o Tampak kedua tungkai atrofi

Feel :

o Tidak teraba deformitas pada tulang belakang.

o Nyeri tekan (+)

o Krepitasi (-)

Move

o Gerakan aktif tidak dapat dilakukan dan gerakan pasif pada kedua kaki

dapat diakukan tidak ada keterbatasan gerakan

STATUS NEUROLOGIS

GCS = 15 E4M6V5

Pupil bulat isokor, reflex cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak langsung +/+

5555 55550000 0000

Motorik:

Sensorik : (-)

5

++++ ++++------- --------

Page 6: Case Frakturkompresi Vert.th12

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium di RSBP Batam tanggal 1 5 Januari 2013

Pemeriksaan Hasil Nilai RujukanHb 16.8 g/dl 11-16,5 g/dl

RBC 4.28x106/mm3 3,8-5,8 x106/mm3WBC 12.60 x103/mm3 3,5-10 x103/mm3

Ht 37,6% 35-50%Trombosit 181 x103/mm3 150-450 x103/mm3

MCV 86 fl 80-97 flMCH 29,4 pg 26,5-33,5 pg

MCHC 34,1 g/dl 31,5-35 g/dlDifferential count

% Limfosit 7,6 % 17-48 %% Monosit 2.4 % 4-10 %

% Granulosit 90,0 % 43-76 %Limfosit 1,2x103/mm3 1,2-3,2 x103/mm3Monosit 0,4x103/mm3 0,3-0,8 x103/mm3

Granulosit 15,2 x103/mm3 1,2-6,8 x103/mm3Golongan darah O -

CT 8 menit 6-11 menitBT 2 menit 30 detik 1-6 menit

Bilirubin total 0.70 mg/dl Up to 1.10 mg/dlSGOT 21 mg/dl Up to 38 U/ISGPT 119 mg/dl Up to 41 U/I

Alkali phosphatetase 62 U/I 40-129 U/IUreum 28,2 mg/dl 10-50 mg/dl

Creatinine 0,54mg/dl 0,7-1,2 mg/dlAlbumin 40g/dl 3.4-4,8 g/dlNatrium 136 meq/l 135-147 meq/lKalium 3,7 meq/l 3,5-5,0 meq/lKlorida 101 meq/l 94-111 meq/l

Gula darah Sewaktu 112 mg/dl 70-140 mg/dl

6

Page 7: Case Frakturkompresi Vert.th12

II. RADIOLOGI

7

Page 8: Case Frakturkompresi Vert.th12

8

Page 9: Case Frakturkompresi Vert.th12

9

Page 10: Case Frakturkompresi Vert.th12

III. RESUME

OS datang ke emergency room RS. Badan Pengusahaan dengan keluhan tidak bisa menggerakkan kedua kaki sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Os jatuh dari ketinggian ± 2 meter sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit dengan posisi jatuh terduduk. Sejak os jatuh, os tidak bisa jalan dan tidak merasa setinggi lutut kebawah pada kedua kaki. Os tidak langsung dibawa kerumah sakit karena alasan biaya. Os menyangkal berobat ke sinse.

Os juga mengeluh sulit BAK. Os sudah 2x dipasang kateter. Os mencoba memasang kateter di baloi centre jam 11.50 WIB, tetapi gagal. Setelah gagal memasang kateter, ujung kemaluan os keluar darah terus menerus sampai siang hari. Os mulai merasakan ingin buang air kecil sejak jam 14.00 WIB namun tidak bisa. Os meraskan nyeri pada perut bagian bawah. Os sudah terpasang kateter selama 1 bulan terakhir ini semenjak jatuh.

Pemeriksaan fisik TD: 120/80, Nadi: 64x/menit, RR : 18x/menit, Suhu : 36,5 ° C. Status

lokalis Look : Tidak tampak deformitas pada daerah punggung dan tulang belakang. Tidak ada

perubahan warna di punggung. Tampak kedua tungkai atrofi. Feel : Tidak teraba deformitas pada

tulang belakang. Nyeri tekan (+) Krepitasi (-). Move : Gerakan aktif tidak dapat dilakukan dan

gerakan pasif pada kedua kaki dapat diakukan tidak ada keterbatasan gerakan. Pemeriksaan

laboratorium : lekosit : 12.60 x103/mm3, limfosit 7,6 %, monosot, 2.4 %, granulosit 90,0 %, go-

longan darah O, bilirubin 0.70 mg/dl, SGOT 21 mg/dl. Pada Ct-scan didapatkan adanya fraktur

kompresi pada vertebra thorakal 12. Pada kedua ekstremitas bawah di dapatka paraplegia dan

anesthesia.

DIAGNOSIS KERJA:

Fraktur kompresi Vertebra T12 Frankle A

DIAGNOSIS BANDING

Fraktur patologis

PENATALAKSANAAN

Pre operasi :

Persiapkan PRC 2 labu

Injeksi Cefazol 1 x 2 gr 1 jam sebelum operasi

Operatif: laminectomy dekompresi T12

10

Page 11: Case Frakturkompresi Vert.th12

LAPORAN PEMBEDAHAN

Hari Rabu Nomor MR : 00-32-17-65

Tanggal 16 Januari 2013 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Nama Pasien Tn. Zainal Ahli Anestesi : Dr. M. Gusno SpAn

Umur 38 tahun Asisten Anestesi

: Najib

Bagian Bedah Orthopedi Teknik

Anestesi

: GA

Operator dr. Jorianto johor Ning Sp.BO

ASA :

Asisten Operator Kristin Kelas : 3

Instrumen Suparten Ruang Teratai

Diagnosis prabedah Fraktur kompresi Vertebra T12 Frankle A

Diagnosis pascabedah

Idem

Nama Pembedahan Laminektomy dekompresi T12

Pedicle screw di T11- L1

Sifat pembedahan Cito :

Mulai Selesai : 17.20 menit

Uraian pembedahan

- Pasien posisi prone, dalam GA

- A dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya

- Approach posterior medianadari T10-L2

- Ekspose T11 sampai L2,identifikasi level, dilakukan laminektomy T12 dan sebagian T11

sampai dura tampak bebas

11

Page 12: Case Frakturkompresi Vert.th12

- Dipasang pedicle screwpada T11dan L15.5 40mm dipasang rod 95 dengan prebending.

Pasang nut.

- Perdarahan dirawat, luka ditutup

- Operasi selesai

Instruksi / Terapi pasca pembedahan

- Pasien boleh diet bebas setelah sadar penuh

- Obat :

o Cefazol 2 x 1 gr

o Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam

o Vit C 1 x 1 gr

o Kalnex 3 x 1 ampul

- Kontrol DL pasca Operasi

- Kontrol X-ray Thoracolumbal AP/ Lateral

Operator

Dr. Jorianto Johor Ning Sp.BO

Foto X-ray pasca operasi

Thoracolumbal AP

12

Page 13: Case Frakturkompresi Vert.th12

Thoracolumbal Lateral

Hasil darah lengkap post operasi:

Hb : 16,8 g/dl Hematokrit : 37%

Leukosit : 12.600/uL Trombosit : 397.000/uL

Eritrosit : 428 juta/uL LED : 10mm/jam

Golongan darah : O

13

Page 14: Case Frakturkompresi Vert.th12

EVALUASI PASIEN

Tanggal 17 Januari 2013

Subjective : nyeri pada luka operasi

Objective : Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 95 x/menit

Pernafasan : 20x/menit

Suhu : 36,5 °C

status lokalis

o Look :

Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :

Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+)

o Move

Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.

Assesment : post op laminektomi h +1

Planning : Instruksi pasca operasi

Monitor Nadi, Tekanan darah, Suhu

o Obat :

Cefazol 2 x 1 gr

Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam

Vit C 1 x 1 gr

Kalnex 3 x 1 ampul

14

Page 15: Case Frakturkompresi Vert.th12

Tanggal 18 Januari 2013

Subjective : nyeri pada luka operasi

Objective : Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Pernafasan : 18x/menit

Suhu : 36,5 °C

status lokalis

o Look :

Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :

Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+)

o Move

Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.

Assesment : post op laminektomi h +2

Planning : Obat :

Cefazol 2 x 1 gr

Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam

Vit C 1 x 1 gr

Kalnex 3 x 1 ampul

15

Page 16: Case Frakturkompresi Vert.th12

Tanggal 19 Januari 2013

Subjective : nyeri pada luka operasi

Objective : Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Pernafasan : 18x/menit

Suhu : 36,5 °C

status lokalis

o Look :

Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :

Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+)

o Move

Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.

Assesment : post op laminektomi h +3

Planning : Obat :

Cefazol 2 x 1 gr

Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam

Vit C 1 x 1 gr

Kalnex 3 x 1 ampul

16

Page 17: Case Frakturkompresi Vert.th12

Tanggal 20 Januari 2013

Subjective : -

Objective : Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 100/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Pernafasan : 18x/menit

Suhu : 36,5 °C

status lokalis

o Look :

Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :

Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+)

o Move

Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.

Assesment : post op laminektomi h +4

Planning : Aff drain

Obat :

Cefazol 2 x 1 gr

Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam

Vit C 1 x 1 gr

Kalnex 3 x 1 ampul

17

Page 18: Case Frakturkompresi Vert.th12

Tanggal 21 Januari 2013

Subjective : nyeri sudah berkurang

Objective : Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 92 x/menit

Pernafasan : 18x/menit

Suhu : 36,5 °C

status lokalis

o Look :

Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :

Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+) sudah berkurang

o Move

Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.

Assesment : post op laminektomi h +5

Planning : Obat :

Cefazol 2 x 1 gr

Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam

Vit C 1 x 1 gr

Kalnex 3 x 1 ampul

Neurobion 5000 1 x 1 ampul

Cernevit tab

Methylcobalt 3 x 1 ampul

18

Page 19: Case Frakturkompresi Vert.th12

Tanggal 22 Januari 2013

Subjective : -

Objective : Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Pernafasan : 18x/menit

Suhu : 36,5 °C

status lokalis

o Look :

Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :

Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+) sudah berkurang

o Move

Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.

Assesment : post op laminektomi h +6

Planning : konsul fisioterapi

Obat :

Cefazol 2 x 1 gr

Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam

Vit C 1 x 1 gr

Kalnex 3 x 1 ampul

Neurobion 5000 1 x 1 ampul

Cernevit tab

Methylcobalt 3 x 1 ampul

19

Page 20: Case Frakturkompresi Vert.th12

Tanggal 22 Januari 2013

Subjective : -

Objective : Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 92 x/menit

Pernafasan : 18x/menit

Suhu : 36,5 °C

status lokalis

o Look :

Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :

Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+) sudah berkurang

o Move

Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.

Assesment : post op laminektomi h +7

Planning : Obat :

Cefazol 2 x 1 gr

Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam

Vit C 1 x 1 gr

Kalnex 3 x 1 ampul

Neurobion 5000 1 x 1 ampul

Cernevit tab

Methylcobalt 3 x 1 ampul

20

Page 21: Case Frakturkompresi Vert.th12

Tanggal 23 Januari 2013

Subjective : -

Objective : Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 100/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernafasan : 18x/menit

Suhu : 36,5 °C

status lokalis

o Look :

Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :

Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+) sudah berkurang

o Move

Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.

Assesment : post op laminektomi h +8

Planning : Obat :

Cefazol 2 x 1 gr

Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam

Vit C 1 x 1 gr

Kalnex 3 x 1 ampul

Neurobion 5000 1 x 1 ampul

Cernevit tab

Methylcobalt 3 x 1 ampul

21

Page 22: Case Frakturkompresi Vert.th12

Tanggal 24 Januari 2013

Subjective : -

Objective : Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 92 x/menit

Pernafasan : 18x/menit

Suhu : 36,5 °C

status lokalis

o Look :

Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :

Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+) sudah berkurang

o Move

Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.

Assesment : post op laminektomi h +9

Planning : Obat :

Cefazol 2 x 1 gr

Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam

Vit C 1 x 1 gr

Kalnex 3 x 1 ampul

Neurobion 5000 1 x 1 ampul

Cernevit tab

Methylcobalt 3 x 1 ampul

22

Page 23: Case Frakturkompresi Vert.th12

Tanggal 25 Januari 2013

Subjective : -

Objective : Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 92 x/menit

Pernafasan : 18x/menit

Suhu : 36,5 °C

status lokalis

o Look :

Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :

Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+) sudah berkurang

o Move

Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.

Assesment : post op laminektomi h +10

Planning : latihan duduk, dapat menggunakan kursi roda

Obat :

Cefazol 2 x 1 gr

Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam

Vit C 1 x 1 gr

Kalnex 3 x 1 ampul

Neurobion 5000 1 x 1 ampul

Cernevit tab

Methylcobalt 3 x 1 ampul

23

Page 24: Case Frakturkompresi Vert.th12

Tanggal 26 Januari 2013

Subjective : -

Objective : Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 92 x/menit

Pernafasan : 18x/menit

Suhu : 36,5 °C

status lokalis

o Look :

Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :

Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+) sudah berkurang

o Move

Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.

Assesment : post op laminektomi h +11

Planning : fisioterapi teruskan

Obat :

Cefazol 2 x 1 gr

Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam

Vit C 1 x 1 gr

Kalnex 3 x 1 ampul

Neurobion 5000 1 x 1 ampul

Cernevit tab

Methylcobalt 3 x 1 ampul

24

Page 25: Case Frakturkompresi Vert.th12

Tanggal 27 Januari 2013

Subjective : -

Objective : Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Pernafasan : 18x/menit

Suhu : 36,5 °C

status lokalis

o Look :

Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :

Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+) sudah berkurang

o Move

Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.

Assesment : post op laminektomi h +12

Planning : fisioterapi teruskan

Obat :

Cefazol 2 x 1 gr

Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam

Vit C 1 x 1 gr

Kalnex 3 x 1 ampul

Neurobion 5000 1 x 1 ampul

Cernevit tab

Methylcobalt 3 x 1 ampul

25

Page 26: Case Frakturkompresi Vert.th12

Tanggal 28 Januari 2013

Subjective : -

Objective : Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 92 x/menit

Pernafasan : 18x/menit

Suhu : 36,5 °C

status lokalis

o Look :

Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :

Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+) sudah berkurang

o Move

Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.

Assesment : post op laminektomi h +13

Planning : pasien boleh dipulangkan

Obat :

Neurobion 5000 1 x 1

Cernevit tab

Methylcobalt 3 x 1

26

Page 27: Case Frakturkompresi Vert.th12

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI

Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari le-

her, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi ver-

tebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong berat badan dan berperan

dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pem-

bagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal. 1

Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh ligamen di depan

dan dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya absorbsi tinggi ter-

hadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibel dan elastis. Semua trauma tulang be-

lakang harus dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan

transpotasi ke rumah sakit harus diperlakukan dengan hati-hati. Trauma tulang dapt mengenai

jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Penye-

bab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga(22%), ,

terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.2, 8

27

Page 28: Case Frakturkompresi Vert.th12

DEFINISI

Fraktur kompresi terdiri dari kata fraktur dan kompresi. Fraktur artinya keadaan patah

atau diskontinuitas dari jaringan tulang, sedangkan kompresi artinya tekanan atau tindihan, jadi

fraktur kompresi adalah diskontinuitas dari jaringan tulang akibat dari suatu tekanan atau

tindihan yang melebihi kemampuan dari tulang tersebut (Ahmad Ramali, 1987) Fraktur kompresi

adalah suatu keretakan pada tulang yang disebabkan oleh tekanan, tindakan menekan yang

terjadi bersamaan. Fraktur kompresi pada vertebral umumnya terjadi akibat osteoporosis. Fraktur

kompresi vertebra adalah suatu fraktur yang merobohkan ruas tulang belakang akibat tekanan

dari tulang, mendorong ke arah robohan ruas-ruas tulang belakang yang kebanyakan seperti

sebuah spons/bunga karang yang roboh di bawah tekanan tangan seseorang. Biasanya terjadi

tanpa rasa sakit dan menyebabkan seseorang menjadi lebih pendek. Fraktur kompresi vertebra

sering dihubungkan dengan osteoporosis.

Jenis fraktur

1. Fraktur kompresi (Wedge fractures) –adanya kompresi pada bagian depan corpus

vertebralis yang tertekan dan membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur

tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh

kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di

kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian

membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami fraktur

kompresi.

Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran

vertebra sebenarnya. 5

2. Fraktur remuk (Burst fractures) fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus

vertebralis secara langsung, dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi masuk ke

kanalis spinais. Terminologi fraktur ini adalah menyebarnya tepi korpus vertebralis kearah

luar yang disebabkan adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur kompresi. tepi

tulang yang menyebar atau melebar itu akan memudahkan medulla spinalis untuk cedera dan

ada fragmen tulang yang mengarah ke medulla spinalis dan dapat menekan medulla spinalis

dan menyebabkan paralisi atau gangguan syaraf parsial. Tipe burst fracture sering terjadi

28

Page 29: Case Frakturkompresi Vert.th12

pada thoraco lumbar junction dan terjadi paralysis pada kaki dan gangguan defekasi ataupun

miksi. Diagnosis burst fracture ditegakkan dengan x-rays dan CT scan untuk mengetahui

letak fraktur dan menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi, burst

fracture atau fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI fraktur ini akan lebih jelas

mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan ligamen dan adanya perdarahan.6

3. Fraktur dislokasi–terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya karena

kompresi, rotasi atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan sehingga sangat tidak

stabil, cedera ini sangat berbahaya. Terapi tergantung apakah ada atau tidaknya korda atau

akar syaraf yang rusak.2

Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian kolumna vertebralis dengan kombinasi

mekanisme kecelakaan yang terjadi yaitu adanya kompresi, penekanan, rotasi dan proses

pengelupasan. Pengelupasan komponen akan terjadi dari posterior ke anterior dengan

kerusakan parah pada ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi facet dan

akhirnya kompresi korpus vertebra anterior. Namun dapat juga terjadi dari bagian anterior ke

posterior. kolumna vertebralis. Pada mekanisme rotasi akan terjadi fraktur pada prosesus

transversus dan bagian bawah costa. Fraktur akan melewati lamina dan seringnya akan

menyebabkan dural tearsdan keluarnya serabut syaraf.

4. Cedera Jack-knife (Seat belt fractures) sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan

kekuatan tinggi dan tiba-tiba mengerem sehingga membuat vertebrae dalam keadaan fleksi,

dislokasi fraktur sering terjadi pada thoracolumbar junction.7.

Kombinasi fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang belakang pertengahan menbetuk

pisau lipat dengan poros yang bertumpu pada bagian kolumna anterior vertebralis. Pada

cedera sabuk pengaman, tubuh penderita terlempar kedepan melawan tahanan tali pengikat.

Korpus vertebra kemungkinan dapat hancur selanjutnya kolumna posterior dan media akan

rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak stabil 3

Cedera Stabil dan Tidak Stabil

Cedera vertebra menurut kestabilannya terbagi menjadi cedera stabil dan cedera tidak

stabil. Cedera dianggap stabil jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis

29

Page 30: Case Frakturkompresi Vert.th12

anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen posterior tidak

rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi dan burst fraktur adalah

contoh cedera stabil. Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat bergeser dengan gerakan

normal karena ligamen posteriornya rusak atau robek, Fraktur medulla spinalis disebut tidak

stabil jika kehilangan integritas dari ligamen posterior.

Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan radiograf.

Pemeriksaan radiografi minimal ada 4 posisi yaitu anteroposterior, lateral, oblik kanan dan kiri.

Dalam menilai stabilitas vertebra, ada tiga unsur yamg harus dipertimbangkan yaitu kompleks

posterior (kolumna posterior), kompleks media dan kompleks anterior (kolumna anterior) (Denis,

1983).3

Pembagian bagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut :

kolumna anterior yang terbentuk dari ligament longitudinal dan duapertiga bagian

anterior dari corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis

kolumna media yang terbentuk dari satupertiga bagian posterior dari corpus vertebralis,

diskus dan annulus vertebralis

kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang

posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa 1

Mekanisme cedera

Fraktur dapat terjadi akibat kekuatan minimal saja pada tulang osteoporotik atau

patologik.3 Tipe pergeseran yang penting:

1. Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi)

Hiperekstensi jarang terjadi di daerah torakolumbal tetapi sering pada leher, pukulan pada muka

atau dahi akan memaksa kepala ke belakang dan tanpa menyangga oksiput sehingga

kepala membentur bagian atas punggung. Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau arkus

saraf mungkin mengalami fraktur. cedera ini stabil karena tidak merusak ligamen posterior

30

Page 31: Case Frakturkompresi Vert.th12

2. Fleksi

Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada vertebra. Vertebra akan mengalami

tekanan dan remuk yang dapat merusak ligamen posterior. Jika ligamen posterior rusak maka

sifat fraktur ini tidak stabil sebaliknya jika ligamentum posterior tidak rusak maka fraktur

bersifat stabil. Pada daerah cervical, tipe subluksasi ini sering terlewatkan karena pada saat

dilakukan pemeriksaan sinar-X vertebra telah kembali ke tempatnya.

3. Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior

Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi posterior dapat mengganggu kompleks

vertebra pertengahan di samping kompleks posterior. Fragmen tulang dan bahan diskus dapat

bergeser ke dalam kanalis spinalis. Berbeda dengan fraktur kompresi murni, keadaan ini

merupakan cedera tak stabil dengan risiko progresi yang tinggi.

Fleksi lateral yang terlalu banyak dapat menyebabkan kompresi pada setengah corpus vertebra

dan distraksi pada unsur lateral dan posterior pada sisi sebaliknya. Kalau permukaan dan

pedikulus remuk, lesi bersifat tidak stabil.

4. Pergeseran aksial (kompresi)

Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus pada spina servikal atau lumbal akan

menimbulkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan mematahkan lempeng vertebra dan

menyebabkan fraktur vertikal pada vertebra; dengan kekuatan yang lebih besar, bahan diskus

didorong masuk ke dalam badan vertebral, menyebabkan fraktur remuk(burst fracture). Karena

unsur posterior utuh, keadaan ini didefinisikan sebagai cedera stabil. Fragmen tulang dapat

terdorong ke belakang ke dalam kanalis spinalis dan inilah yang menjadikan fraktur ini

berbahaya; kerusakan neurologik sering terjadi.

5. Rotasi-fleksi

Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi fleksi dan rotasi. Ligamen

dan kapsul sendi teregang sampai batas kekuatannya; kemudian dapat robek, permukaan sendi

dapat mengalami fraktur atau bagian atas dari satu vertebra dapat terpotong. Akibat dari

31

Page 32: Case Frakturkompresi Vert.th12

mekanisme ini adalah pergeseran atau dislokasi ke depan pada vertebra di atas, dengan atau

tanpa dibarengi kerusakan tulang. Semua fraktur-dislokasi bersifat tak stabil dan terdapat banyak

risiko munculnya kerusakan neurologik.

6. Translasi Horizontal

Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat bergeser ke anteroposterior

atau ke lateral. Lesi bersifat tidak stabil dan sering terjadi kerusakan syaraf.3

ETIOLOGI

Penyebab cedera medula spinalis dibedakan menjadi dua yaitu akibat trauma dan non

trauma. Delapan puluh persen cedera medula spinalis disebabkan oleh trauma (contoh : jatuh,

kecelakaan lalu lintas, tekanan yang terlalu berat pada punggung) dan sisanya merupakan akibat

dari patologi atraumatis seperti carcinoma, mielitis, iskemia, dan multipel sklerosis (Garrison,

1995). 

PATOFISIOLOGI

Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung dan tidak

langsung. Fraktur pada tulang belakang yang menyebabkan instabilitas pada tulang belakang

adalah penyebab cedera pada medula spinalis secara tidak langsung. Apabila trauma terjadi

dibawah segmen cervical dan medula spinalis tersebut mengalami kerusakan sehingga akan

berakibat terganggunya distribusi persarafan pada otot-otot yang dsarafi dengan manifestasi

kelumpuhan otot-otot intercostal, kelumpuhan pada otot-otot abdomen dan otot-otot pada kedua

anggota gerak bawah serta paralisis sfingter pada uretra dan rektum. Distribusi persarafan yang

terganggu mengakibatkan terjadinya gangguan sensoris pada regio yang disarafi oleh segmen

yang cedera tersebut.

Klasifikasi derajat kerusakan medulla spinalis :

Frankel A = Complete, fungsi motoris dan sensoris hilang sama sekali di bawah level

lesi.

Frankel B = Incomplete, fungsi motoris hilang sama sekali, sensoris masih tersisa di

bawah level lesi.

32

Page 33: Case Frakturkompresi Vert.th12

Frankel C = Incomplete, fungsi motris dan sensoris masih terpelihara tetapi tidak

fungsional.

Frankel D = Incomplete, fungsi sensorik dan motorik masih terpelihara dan fung-

sional.

Frankel E = Normal, fungsi sensoris dan motorisnya normal tanpa deficit neurolo-

gisnya.

TANDA DAN GEJALA

a. Gangguan motorik

Cedera medula spinalis yang baru saja terjadi, bersifat komplit dan terjadi kerusakan sel-

sel saraf pada medula spinalisnya menyebabkan gangguan arcus reflek dan flacid paralisis dari

otot-otot yang disarafi sesuai dengan segmen-segmen medula spinalis yang cedera. Pada awal

kejadian akan mengalami spinal shock yang berlangsung sesaat setelah kejadian sampai

beberapa hari bahkan sampai enam minggu. Spinal shock ini ditandai dengan hilangnya reflek

dan flacid. Apabila lesi terjadi di mid thorakal maka gangguan refleknya lebih sedikit tetapi

apabila terjadi di lumbal beberapa otot-otot anggota gerak bawah akan mengalami flacid paralisis

(Bromley, 1991). Masa spinal shock berlangsung beberapa jam bahkan sampai 6 minggu

kemudian akan berangsur – angsur pulih dan menjadi spastik. Cedera pada medula spinalis pada

level atas bisa pula flacid karena disertai kerusakan vaskuler yang dapat menyebabkan matinya

sel – sel saraf

b. Gangguan sensorik

Pada kondisi paraplegi salah satu gangguan sensoris yaitu adanya paraplegic pain dimana

nyeri tersebut merupakan gangguan saraf tepi atau sistem saraf pusat yaitu sel-sel yang ada di

saraf pusat mengalami gangguan.(Crosbie,1993). Selain itu kulit dibawah level kerusakan akan

mengalami anaesthes, karena terputusnya serabut-serabut saraf sensoris.

c.  Gangguan bladder dan bowel

Efek gangguan fungsi bladder tergantung pada level cedera medula spinalis, derajat

kerusakan medula spinalis, dan waktu setelah terjadinya injury. Paralisis bladder terjadi pada

hari-hari pertama setelah injury selama periode spinal shock. Seluruh reflek bladder dan aktivitas

33

Page 34: Case Frakturkompresi Vert.th12

otot-ototnya hilang. Pasien akan mengalami gangguan retensi diikuti dengan pasif incontinensia.

Pada defekasi, kegiatan susunan parasimpatetik membangkitakan kontraksi otot polos sigmoid

dan rectum serta relaksasii otot spincter internus. Kontraksi otot polos sigmoid dan rectum itu

berjalan secara reflektorik. Impuls afferentnya dicetuskan oleh gangglion yang berada di dalam

dinding sigmoid dan rectum akibat peregangan, karena penuhnya sigmoid dan rectum dengan

tinja. Defekasi adalah kegiatan volunter untuk mengosongkan sigmoid dan rectum. Mekanisme

defekasi dapat dibagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tinja didorong kebawah sampai tiba

di rectum kesadaran ingin buang air besar secara volunter, karena penuhnya rectum kesadaran

ingin buang air besar timbul. Pada tahap kedua semua kegiatan berjalan secara volunter. Spincter

ani dilonggarkan dan sekaligus dinding perut dikontraksikan, sehingga tekanan intra abdominal

yang meningkat mempermudah dikeluarkannya tinja. Jika terjadi inkontinensia maka defekasi

tak terkontrol oleh keinginan (Sidharta, 1999).

d.  Gangguan fungsi seksual

• Gangguan seksual pada pria

Pasien pria dengan lesi tingkat tinggi untuk beberapa jam atau beberapa hari

setelah cidera. Seluruh bagian dari fungsi sexual mengalami gangguan pada fase spinal

shock. Kembalinya fungsi sexual tergantung pada level cidera dan komplit/tidaknya

lesi.

Untuk dengan lesi komplet diatas pusat reflex pada conus, otomatisasi ereksi

terjadi akibat respon lokal, tetapi akan terjadi gangguan sensasi selama aktivitas

seksual.

Pasien dengan level cidera rendah pusat reflek sakral masih mempunyai reflex

ereksi dan ereksi psychogenic jika jalur simpatis tidak mengalami kerusakan, biasanya

pasien mampu untuk ejakulasi, cairan akan melalui uretra yang kemudian keluarnya

cairan diatur oleh kontraksi dari internal bladder sphincter.

Kemampuan fungsi seksual sangat bervariasi pada pasien dengan lesi tidak

komplit, tergantung seberapa berat kerusakan pada medula spinalisnya. Gangguan

34

Page 35: Case Frakturkompresi Vert.th12

sensasi pada penis sering terjadi dalam hal ini. Masalah yang terjadi berhubungan

dengan locomotor dan aktivitas otot secara volunter.

Dapat dilakukan tes untuk mengetahui potensi sexual dan fertilitas. Selain itu

banyak pasangan yang memerlukan bantuan untuk belajar teknik-teknik keberhasilan

untuk hamil (Hirsch, 1990; Brindley, 1984).

• Gangguan seksual pada wanita

Gangguan siklus menstruasi banyak terjadi pada wanita dengan lesi komplit atau

tidak komplit. Gangguan ini dapat terjadi untuk beberapa bulan atau lebih dari setahun.

Terkadang siklus menstruasinya akan kembali normal.

Pada pasien wanita dengan lesi yang komplit akan mengalami gangguan sensasi

pada organ genitalnya dan gangguan untuk fungsi seksualnya.

Pada paraplegi dan tetraplegi, wanita dapat hamil dan mempunyai anak yang

normal dengan lahir normal atau dengan caesar (SC) jika memang indikasi. Kontraksi

uterus akan terjadi secara normal untuk cidera diatas level Th6, kontraksi uterus yang

terjadi karena reflek otonom. Pasien dengan lesi complet pada Th6 dan dibawahnya.

Akan mengalami nyeri uterus untuk pasien dengan lesi komplet Th6, Th7, Th8 perlu

mendapatkan pengawasan khusus biasanya oleh rumah sakit sampai proses kehamilan.

e.  Autonomic desrefleksia

Autonomic desrefleksia adalah reflek vaskuler yang terjadi akibat respon stimulus dari

bladder, bowel atau organ dalam lain dibawah level cedera yang tinggi, fisioterapi harus tanggap

terhadap tanda-tanda terjadinya autonomic desrefleksia antara lain:

1) keluar banyak keringat pada kepala, leher, dan bahu

2) naiknya tekanan darah

3) HR rendah

4) pusing atau sakit kepala

35

Page 36: Case Frakturkompresi Vert.th12

Overdistension akibat terhambatnya kateter dapat meningkatkan aktifitas dari reflek ini

jika tidak cepat ditanggulangi dapat menyebabkan pendarahan pada otak, bahkan kematian.

Dapat juga disebabkan oleh spasme yang kuat dan akibat perubahan pasisi yang tiba-tiba, seperti

saat tilting table.

Proses  Penyembuhan Tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara

ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium

penyembuhan tulang, yaitu:

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali.

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago

yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami

trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih

dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam

beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang

patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung

frakturnya.

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik,

bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai

36

Page 37: Case Frakturkompresi Vert.th12

berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan

tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang )

menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu

setelah fraktur menyatu.

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah

menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan  osteoclast

menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast

mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah

proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal.

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa

bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada

tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga

sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

10.      Komplikasi

1)      Komplikasi Awal

a. Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT

menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada

ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi

pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

b. Kompartement Syndrom

37

Page 38: Case Frakturkompresi Vert.th12

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh

darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu

kuat.

c. Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada

kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan

bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen

dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi,

hypertensi, tachypnea, demam.

d. Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini

biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan

bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

e. Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan  nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkman’s Ischemia.

f. Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada

fraktur.

2)      Komplikasi Dalam Waktu Lama

a. Delayed Union

38

Page 39: Case Frakturkompresi Vert.th12

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan

supai darah ke tulang.

b. Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai

dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi

palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

c. Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat

kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

Gambaran Klinik Kerusakan Syaraf Tingkat Anatomik

Cervical

Pada cedera vertebra servikal, transeksi korda hampir sesuai dengan tingkat kerusakan

tulang. Tidak lebih dari satu atau dua akar lain yang mungkin akan mengalami

transeksi.Transeksi korda servikal yang tinggi bersifat fatal karena semua otot pernapasan

lumpuh. Pada tingkat vertebra C5, transeksi korda dapat secara khusus mengisolasi korda

servikal bagian bawah (dengan paralisis tungkai atas), korda toraks (denganparalisis badan) dan

korda lumbal dan sakral (dengan paralisis tungkai bawah dan visera). Pada cedera di bawah

vertebra C5, tungkai atas sebagian terhindar dan mengakibatkan deformitas yang khas.3

Antara Vertebra Th I dan Th X

Segmen korda lumbal pertama pada orang dewasa berada pada tingkat vertebra T10.

Akibatnya, transeksi korda pada tingkat itu akan menghindarkan korda toraks tetapi

mengisolasikan seluruh korda, lumbal dan sakral, disertai paralisis tungkai bawah dan

visera. Akar toraks bagian bawah juga dapat mengalami transeksi tetapi tak banyak

pengaruhnya.3

39

Page 40: Case Frakturkompresi Vert.th12

Di Bawah Vertebra Th X

Korda membentuk suatu tonjolan kecil (konus medularis) di antara vertebra T I dan LI,

dan meruncing pada antar ruang di antara vertebra LI dan L2. Akar saraf L2 sampai S4 muncul

dari konus medularis dan beraturanan turun dalam suatu kelompok (cauda equina) untuk muncul

pada tingkat yang berturutan pada spina lumbosakral. Karena itu, cedera spinal di atas

vertebra T10 menyebabkan transeksi korda, cedera di antara vertebra TIO dan LI dapat

menyebabkan lesi korda dan lesi akar saraf, dan cedera di bawah vertebra Ll hanya

menyebabkan lesi akar. 

Akar sakral mempersarafi:

(1) sensasi dalam daerah "pelana", suatu jalur di sepanjang bagian belakang paha dan tungkai

bawah, dan dua pertiga sebelah luar tapak kaki;

(2) tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pergelangan kaki dan kaki:

(3) refleks anal dan penis, respons plantar dan refleks pergelangan kaki; dan

(4) pengendalian kencing.

Akar lumbal mempersarafi:

(1) sensasi pada seluruh tungkai bawah selain bagian yang dipasok oleh segmen sakral;

(2) tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pinggul dan lutut

(3) refleks kremaster dan refleks lutut.

Bila cedera tulang berada pada sambungan torakolumbal, penting untuk membedakan

antara transeksi korda tanpa kerusakan akar dan transeksi korda dengan transeksi akar. Pasien

tanpa kerusakan akar jauh lebih baik daripada pasien dengan transeksi korda dan akar.

Lesi Korda Lengkap

Paralisis Iengkap dan anestesi di bawah tingkat cedera menunjukkan transeksi korda.

Selama stadium syok spinal, bila tidak ada refleks anal (tidak lebih dari 24 jam pertama)

diagnosis tidak dapat ditegakkan dan jika refleks anal pulih kembali dandefisit saraf terus

40

Page 41: Case Frakturkompresi Vert.th12

berlanjut, lesi korda bersifat lengkap. Setiap lesi lengkap yang berlangsung lebih dari 72

jam tidak akan sembuh.3

Lesi Korda Tidak Lengkap

Adanya sisa sensasi apapun di bagian distal cedera (uji menusukkan peniti di daerah

perianal ) menunjukkan lesi tak lengkap sehingga prognosis baik. Penyembuhan dapat berlanjut

sampai 6 bulan setelah cedera. Penyembuhan paling sering terjadi pada sindroma korda central di

mana kelemahan adalah hasil awal diikuti dengan paralisis neuron motorik bawah pada tungkai

atas dengan paralisis neuron motorik atas (spastik) pada tungkai bawah, dan tetap ada

kemampuan pengendalian kandung kemih dan sensasi perianal (sakral terhindar). Pada sindroma

korda anterior yang lebih jarang terjadi, terdapat paralisis lengkap dan anestesi tetapi

tekanan dalam dan indera posisi tetap ad pada tungkai bawah (kolom dorsal terhindar). Pada

sindroma korda posterior yang agak jarang terjadi (hanya tekanan dalam dan propriosepsi yang

hilang), dan sindroma Brown Sequard (hemiseksi korda, dengan paralisis ipsilateral dan

hilangnya perasaan nyeri kontralateral) biasanya disebabkan oleh cedera toraks. Di bawah

vertebraTh X, diskrepansi antara tingkat neurologik dan tingkat rangka adalah akibat transeksi

akar yang turun dari segmen yang lebih tinggi dari lesi korda.3

Tabel 2: Incomplete cord syndromes9

Sindrom Deskripsi

Anterior cord Lesi yang mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensitivitas

terhadap nyeri, temperature namun fungsi propioseptif masih normal

Brown-Sequard Proposeptif ipsilateral normal, motorik hilang dan kehilangan

sensitivitas nyeri dan temperatur pada sisi kontralateral

Central cord Khusus pada regio sentral, anggota gerak atas lebih lemah dibanding

anggota gerak bawah

41

Page 42: Case Frakturkompresi Vert.th12

Dorsal cord

(posterior cord)

Lesi terjadi pada bagian sensori terutama mempengaruhi propioseptif

Conus medullaris Cedera pada sacral cord dan nervus lumbar dengan kanlis neuralis ;

arefllex pada vesika urinaria, pencernaan dan anggota gerak bawah

Cauda equina Cedera pada daerah lumbosacral dengan kanalis neuralis yang

mengakibatkan arefleksia vesika urinaria, pencernaan dan anggota

gerak bawah

Diagnosis dan Pemeriksaan Fraktur Vertebra

Pemeriksaan klinik pada punggung hampir selalu menunjukkan tanda-tanda fraktur yang

tak stabil namun fraktur remuk yang disertai paraplegia umunya bersifat stabil. Sifat dan tingkat

lesi tulang dapat diperlihatkan dengan sinar-X, sedangkan sifat dan tingkat lesi saraf dengan CT

atau MRI.

Pemeriksaan neurologik harus dilakukan dengan amat cermat. Tanpa informasi yang

rinci, diagnosis dan prognosis yang tepat tidak mungkin ditentukan. Pemeriksaan rektum harus

dilakukan.

Cedera spinal termasuk kegawatan. Pentingnya memperhatikan kondisi pasien khususnya

jaln nafas, pernafasan dan sirkulasi pasien. Vertebra akan terjaga dengan fiksasi sementara

samapai diagnosis dapat ditegakkan.

1. Roentgenography: pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tulang vertebra, untuk melihat

adanya fraktur ataupun pergeeseran pada vertebra.

2. Computerized Tomography : pemeriksaan ini sifatnya membuat gambar vertebra 2 dimensi .

pemeriksaan vertebra dilakukan dengan melihat irisan-irisan yang dihasilkan CT scan

3. Magnetic Resonance Imaging: pemeriksaan ini menggunakan gelombangfrekuensiradio

untuk memberikan informasi detail mengenai jaringan lunak di aerah vertebra. Gambaran

yang akan dihasilkan adalah gambaran 3 dimensi . MRIsering digunakan untuk mengetahui

42

Page 43: Case Frakturkompresi Vert.th12

kerusakan jaringan lunak pada ligament dan discus intervertebralis dan menilai cedera

medulla spinalis.10

TERAPI

Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal terdiri atas: penilaian

kesadaran, jalan nafas, sirkulasi, pernafasan, kemungkinan adanya perdarahan dan segera

mengirim penderita ke unit trauma spinal ( jika ada). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinik

secara teliti meliputi pemeriksaan neurology fungsi motorik, sensorik dan reflek untuk

mengetahui kemungkinan adanya fraktur pada vertebra.2Terapi pada fraktur vertebra diawali

dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi untuk mencegah kerusakan yang lebih parah lagi.

semuanya tergantung dengan tipe fraktur.

1. Braces & Orthotics ada tiga hal yang dilakukan yakni, mempertahankan kesegarisan vertebra

(aligment), imobilisasi vertebra dalam masa penyembuhan,dan mengatsi rasa nyeri yang

dirasakan dengan membatasi pergerakan. Fraktur yang sifatnya stabil membutuhkan stabilisasi,

sebagai contoh; brace rigid collar (Miami J) untuk fraktur cervical, cervical-thoracic

brace (Minerva) untuk fraktur pada punggung bagian atas, thoracolumbar-sacral orthosis (TLSO)

untuk fraktur punggung bagian bawah, dalam waktu 8 sampai 12 minggu brace akan terputus,

umumnya fraktur pada leher yang sifatnya tidak stabil ataupun mengalami dislokas memerlukan

traksi, halo ring dan vest brace untuk mengembalikan kesegarisan

2. Pemasanagan alat dan prosoes penyatuan (fusion). Teknik ini adalah teknik pembedahan yang

dipakai untuk fraktur tidak stabil. Fusion adalah proses penggabungan dua vertebra dengan

adanya bone graft dibantu dengan alat-alat seperti plat, rods, hooks dan pedicle screws. Hasil

dari bone graft adalah penyatuan vertebra dibagian atas dan bawah dari bagian yang disambung.

Penyatuan ini memerlukan waktu beberapa bulan atau lebih lama lagi untuk menghasilkan

penyatuan yang solid.

3. Vertebroplasty & Kyphoplasty, tindakan ini adalah prosedur invasi yang minimal.Pada

prinsipnya teknik ini digunakan pada fraktur kompresi yang disebabkan osteoporosis dan tumor

vertebra. Pada vertebroplasti bone cement diinjeksikan melalui lubang jarung menuju corpus

43

Page 44: Case Frakturkompresi Vert.th12

vertebra sedangkan pada kypoplasti, sebuah balon dimasukkanan dikembungkan untuk

melebarkan vertebra yang terkompresi sebelum celah tersebut diisi dengan bone cement .8

Pengelolaan penderita dengan paralisis meliputi

1. Pengelolaan kandung kemih dengan pemberian cairan yang cukup, kateterisasi dan

evakuasi kandung kemih dalam 2 minggu

2. Pengelolaan saluran pencernaan dengan pemberian laksansia setiap dua hari

3. Monitoring cairan masuk dan cairan yang keluar dari tubuh

4. Nutirsi dengan diet tinggi protein secara intravena

5. Cegah dekubitus

Fisioterapi untuk mencegah kontraktur 2. Menghindari atropi dan kontraktur dengan

fisioterapi.  Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan

imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian

peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera

bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol

dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri,

termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi

disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari

diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri. Pengembalian bertahap pada

aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan

mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan

luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat

aktivitas dan beban berat badan.

44

Page 45: Case Frakturkompresi Vert.th12

PROGNOSIS

Prognosis pada kasus paraplegi ini tergantung pada level cedera dan klasifikasi spinal

cord injuri dan prognosis ini dilihat dari segi quo ad vitam (mengenai hidup metinya penderita),

segi quo ad sanam (mengenai penyembuhan), segi quo ad cosmetican (ditinjau dari kosmetik)

dan segi quo ad fungsionam (ditinjau dari segi aktifitas fungsional). Sehingga prognosis yang

terjadi kemungkinan baik, dubia (ragu-ragu) dan jelek. Dubia dibagi menjadi 2 yaitu ragu-ragu

kearah baik (dubia ad bonam) dan dubia kearah jelek (dubia ad malam). Secara garis besar

prognosis dari paraplegi akibat cedera medula spinalis adalah jelek karena medula spinalis

merupakan salah satu susunan saraf pusat dan bila mengalami kerusakan akan terjadi kecacatan

yang permanen.(Garrison,1995) dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya

(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, biadi dan alat

lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas

untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang

telah dalam kesejajaran yang benar.

45

Page 46: Case Frakturkompresi Vert.th12

DAFTAR PUSTAKA

1. Moore keith, (2002), Essential Clinical Anatomy; Second Edition, lippincot Williamsand

Wilkins: Baltimore.

2. Rasjad Chaeruddin, (2003), Ilmu Bedah Ortopedi, bintang Lamumpatue : Makassar.

3. Apley graham and Solomon louis, (1995), Ortopedi Fraktur System Apley ;edisiketujuh,

widya medika: Jakarta.

4. salter Bruce Robert, (1999), Text Book Of Disoreder and Injuries Of The Musculo-

skeletal System; Third Edition, Williams and Wilkins: Baltimore

5. Young wise, (2000), Spinal Cord Injury Level And Classification , download

fromhttp://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml

6. Deblick Thomas, (2001), Burst Fracture, down load from

http://www.emedicine.medscape.com/specialties 

7. claire Mary, (2005), The Three Colimn Concept ; Spineuniverse. Download from

http://www.spineuniverse/columnconcept.html

8. Roper Steven, (2003), Spine Fracture : Dept. Neurosurgery Unversity of Florida,down-

load from http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml

9. Thomas, VM, (2004), Thoracolumbal Vertebral Fracture ; Journal of Orthopaedics,down-

load from http://www.jortho.org/index.html 

10. Kuntz Charlez, (2004), Spine Fracture ; Emedicine Journals, download from

http://www.emedicine.com/orthoped/topic567.htm

46