case frakturkompresi vert.th12
DESCRIPTION
case frakturTRANSCRIPT
![Page 1: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/1.jpg)
STATUS ILMU KEPANITERAAN KLINIK
SMF BEDAH
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
Nama Mahasiswa : Regina Fristasari
NIM : 030.07.212
Dokter Pembimbing : dr. Jorianto Johor Ning, Sp.OT
I IDENTITAS
Nama : Tn. Zainal
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : jl. Teratai blok C no.84
Pekerjaan : Kuli bangunan
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SD
Agama : Islam
MR : 32-17-65
Masuk RS : 10 Desember 2012
II ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada hari Rabu, 16 Januari 2013, jam 08.00
Keluhan Utama
OS datang dengan keluhan tidak bisa menggerakkan kedua kaki.
Riwayat Penyakit Sekarang
OS datang ke emergency room RS. Badan Pengusahaan dengan keluhan tidak bisa menggerakkan kedua kaki sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Os jatuh dari ketinggian
1
Gejala iri
![Page 2: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/2.jpg)
± 2 meter sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit dengan posisi jatuh terduduk. Sejak os jatuh, os tidak bisa jalan dan tidak merasa setinggi lutut kebawah pada kedua kaki. Os tidak langsung dibawa kerumah sakit karena alasan biaya. Os menyangkal berobat ke sinse.
Os juga mengeluh sulit BAK. Os sudah 2x dipasang kateter. Os mencoba memasang kateter di baloi centre jam 11.50 WIB, tetapi gagal. Setelah gagal memasang kateter, ujung kemaluan os keluar darah terus menerus sampai siang hari. Os mulai merasakan ingin buang air kecil sejak jam 14.00 WIB namun tidak bisa. Os meraskan nyeri pada perut bagian bawah. Os sudah terpasang kateter selama 1 bulan terakhir ini semenjak jatuh.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi, kencing manis, asma, alergi, keganasan disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga OS tidak memiliki riwayat kencing manis, asma, alergi, hipertensi, penyakit jantung dan keganasan.
Riwayat Kebiasaan
OS mengaku tidak mengkonsumsi alkohol maupun rokok.
III PEMERIKSAAN FISIK
dilakukan tanggal 16 Januari, jam 8.00
Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan sakit : Tampak sakit ringan
Sikap : Hanya tiduran saja
Kooperatif : Kooperatif
Tanda Vital
TD : 120/80
Nadi : 64x/menit
RR : 18x/menit
Suhu : 36,5 ° C
2
Gejala iri
![Page 3: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/3.jpg)
STATUS GENERALIS
Kepala : normocephali, rambut berwarna hitam, distribusi
merata,tidak mudah dicabut, hematome (-)
Mata
Konjungtiva :Tidak pucat
Sklera :Tidak ikterik
Pupil :Bulat, isokor
Refleks cahaya langsung :+/+
Refleks cahaya tidak langsung:+/+
Telinga : normotia, serumen (-), sekret (-)
Hidung : normal, septum deviasi, sekret (-), mukosa hiperemis (-)
Mulut : OH buruk, Gigi karies, Lidah kotor
Tenggorokan : T1-T1, tonsil tidak hiperemis, uvula ditengah, dinding faring tidak hiperemis
Leher : KGB ttm, tiroid ttm
THORAKS
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan hemitoraks kanan dan kiri simetris, tidak
ada retraksi sela iga.
Palpasi : Vocal fremitus simetris pada kedua hemitoraks.
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikular, ronchi -/-, wheezing -/-
3
![Page 4: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/4.jpg)
Jantung
Inspeksi : Tampak pulsasi ictus cordis pada 2cm medial di
garis
midklavikula kiri setinggi sela iga V.
Palpasi : Teraba pulsasi ictus cordis pada 2cm medial di
garis
midklavikula kiri setinggi sela iga V.
Perkusi : Batas kanan : Sela iga V linea sternalis
kanan.
Batas kiri : Sela iga V, 1cm sebelah medial linea
midklavikula kiri.
Aukultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : buncit, tidak ada lesi, tidak ada sikatrik.
Palpasi : supel
NT (-)
Hepar : Tidak teraba membesar
Lien : Tidak teraba membesar
undulasi (-)
Ballotemen (-)/(-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)/(-)
Auskutasi : Bising usus (+) normal, 5 kali/menit
EKSTREMITAS
4
![Page 5: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/5.jpg)
Oedem : - -
- -
Akral Hangat : + +
+ +
STATUS LOKALIS :
Look :
o Tidak tampak deformitas pada daerah punggung dan tulang belakang.
o Tidak ada perubahan warna di punggung.
o Tampak kedua tungkai atrofi
Feel :
o Tidak teraba deformitas pada tulang belakang.
o Nyeri tekan (+)
o Krepitasi (-)
Move
o Gerakan aktif tidak dapat dilakukan dan gerakan pasif pada kedua kaki
dapat diakukan tidak ada keterbatasan gerakan
STATUS NEUROLOGIS
GCS = 15 E4M6V5
Pupil bulat isokor, reflex cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak langsung +/+
5555 55550000 0000
Motorik:
Sensorik : (-)
5
++++ ++++------- --------
![Page 6: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/6.jpg)
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium di RSBP Batam tanggal 1 5 Januari 2013
Pemeriksaan Hasil Nilai RujukanHb 16.8 g/dl 11-16,5 g/dl
RBC 4.28x106/mm3 3,8-5,8 x106/mm3WBC 12.60 x103/mm3 3,5-10 x103/mm3
Ht 37,6% 35-50%Trombosit 181 x103/mm3 150-450 x103/mm3
MCV 86 fl 80-97 flMCH 29,4 pg 26,5-33,5 pg
MCHC 34,1 g/dl 31,5-35 g/dlDifferential count
% Limfosit 7,6 % 17-48 %% Monosit 2.4 % 4-10 %
% Granulosit 90,0 % 43-76 %Limfosit 1,2x103/mm3 1,2-3,2 x103/mm3Monosit 0,4x103/mm3 0,3-0,8 x103/mm3
Granulosit 15,2 x103/mm3 1,2-6,8 x103/mm3Golongan darah O -
CT 8 menit 6-11 menitBT 2 menit 30 detik 1-6 menit
Bilirubin total 0.70 mg/dl Up to 1.10 mg/dlSGOT 21 mg/dl Up to 38 U/ISGPT 119 mg/dl Up to 41 U/I
Alkali phosphatetase 62 U/I 40-129 U/IUreum 28,2 mg/dl 10-50 mg/dl
Creatinine 0,54mg/dl 0,7-1,2 mg/dlAlbumin 40g/dl 3.4-4,8 g/dlNatrium 136 meq/l 135-147 meq/lKalium 3,7 meq/l 3,5-5,0 meq/lKlorida 101 meq/l 94-111 meq/l
Gula darah Sewaktu 112 mg/dl 70-140 mg/dl
6
![Page 7: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/7.jpg)
II. RADIOLOGI
7
![Page 8: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/8.jpg)
8
![Page 9: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/9.jpg)
9
![Page 10: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/10.jpg)
III. RESUME
OS datang ke emergency room RS. Badan Pengusahaan dengan keluhan tidak bisa menggerakkan kedua kaki sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Os jatuh dari ketinggian ± 2 meter sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit dengan posisi jatuh terduduk. Sejak os jatuh, os tidak bisa jalan dan tidak merasa setinggi lutut kebawah pada kedua kaki. Os tidak langsung dibawa kerumah sakit karena alasan biaya. Os menyangkal berobat ke sinse.
Os juga mengeluh sulit BAK. Os sudah 2x dipasang kateter. Os mencoba memasang kateter di baloi centre jam 11.50 WIB, tetapi gagal. Setelah gagal memasang kateter, ujung kemaluan os keluar darah terus menerus sampai siang hari. Os mulai merasakan ingin buang air kecil sejak jam 14.00 WIB namun tidak bisa. Os meraskan nyeri pada perut bagian bawah. Os sudah terpasang kateter selama 1 bulan terakhir ini semenjak jatuh.
Pemeriksaan fisik TD: 120/80, Nadi: 64x/menit, RR : 18x/menit, Suhu : 36,5 ° C. Status
lokalis Look : Tidak tampak deformitas pada daerah punggung dan tulang belakang. Tidak ada
perubahan warna di punggung. Tampak kedua tungkai atrofi. Feel : Tidak teraba deformitas pada
tulang belakang. Nyeri tekan (+) Krepitasi (-). Move : Gerakan aktif tidak dapat dilakukan dan
gerakan pasif pada kedua kaki dapat diakukan tidak ada keterbatasan gerakan. Pemeriksaan
laboratorium : lekosit : 12.60 x103/mm3, limfosit 7,6 %, monosot, 2.4 %, granulosit 90,0 %, go-
longan darah O, bilirubin 0.70 mg/dl, SGOT 21 mg/dl. Pada Ct-scan didapatkan adanya fraktur
kompresi pada vertebra thorakal 12. Pada kedua ekstremitas bawah di dapatka paraplegia dan
anesthesia.
DIAGNOSIS KERJA:
Fraktur kompresi Vertebra T12 Frankle A
DIAGNOSIS BANDING
Fraktur patologis
PENATALAKSANAAN
Pre operasi :
Persiapkan PRC 2 labu
Injeksi Cefazol 1 x 2 gr 1 jam sebelum operasi
Operatif: laminectomy dekompresi T12
10
![Page 11: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/11.jpg)
LAPORAN PEMBEDAHAN
Hari Rabu Nomor MR : 00-32-17-65
Tanggal 16 Januari 2013 Jenis Kelamin : Laki-Laki
Nama Pasien Tn. Zainal Ahli Anestesi : Dr. M. Gusno SpAn
Umur 38 tahun Asisten Anestesi
: Najib
Bagian Bedah Orthopedi Teknik
Anestesi
: GA
Operator dr. Jorianto johor Ning Sp.BO
ASA :
Asisten Operator Kristin Kelas : 3
Instrumen Suparten Ruang Teratai
Diagnosis prabedah Fraktur kompresi Vertebra T12 Frankle A
Diagnosis pascabedah
Idem
Nama Pembedahan Laminektomy dekompresi T12
Pedicle screw di T11- L1
Sifat pembedahan Cito :
Mulai Selesai : 17.20 menit
Uraian pembedahan
- Pasien posisi prone, dalam GA
- A dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
- Approach posterior medianadari T10-L2
- Ekspose T11 sampai L2,identifikasi level, dilakukan laminektomy T12 dan sebagian T11
sampai dura tampak bebas
11
![Page 12: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/12.jpg)
- Dipasang pedicle screwpada T11dan L15.5 40mm dipasang rod 95 dengan prebending.
Pasang nut.
- Perdarahan dirawat, luka ditutup
- Operasi selesai
Instruksi / Terapi pasca pembedahan
- Pasien boleh diet bebas setelah sadar penuh
- Obat :
o Cefazol 2 x 1 gr
o Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam
o Vit C 1 x 1 gr
o Kalnex 3 x 1 ampul
- Kontrol DL pasca Operasi
- Kontrol X-ray Thoracolumbal AP/ Lateral
Operator
Dr. Jorianto Johor Ning Sp.BO
Foto X-ray pasca operasi
Thoracolumbal AP
12
![Page 13: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/13.jpg)
Thoracolumbal Lateral
Hasil darah lengkap post operasi:
Hb : 16,8 g/dl Hematokrit : 37%
Leukosit : 12.600/uL Trombosit : 397.000/uL
Eritrosit : 428 juta/uL LED : 10mm/jam
Golongan darah : O
13
![Page 14: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/14.jpg)
EVALUASI PASIEN
Tanggal 17 Januari 2013
Subjective : nyeri pada luka operasi
Objective : Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 95 x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,5 °C
status lokalis
o Look :
Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :
Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+)
o Move
Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.
Assesment : post op laminektomi h +1
Planning : Instruksi pasca operasi
Monitor Nadi, Tekanan darah, Suhu
o Obat :
Cefazol 2 x 1 gr
Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam
Vit C 1 x 1 gr
Kalnex 3 x 1 ampul
14
![Page 15: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/15.jpg)
Tanggal 18 Januari 2013
Subjective : nyeri pada luka operasi
Objective : Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,5 °C
status lokalis
o Look :
Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :
Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+)
o Move
Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.
Assesment : post op laminektomi h +2
Planning : Obat :
Cefazol 2 x 1 gr
Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam
Vit C 1 x 1 gr
Kalnex 3 x 1 ampul
15
![Page 16: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/16.jpg)
Tanggal 19 Januari 2013
Subjective : nyeri pada luka operasi
Objective : Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,5 °C
status lokalis
o Look :
Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :
Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+)
o Move
Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.
Assesment : post op laminektomi h +3
Planning : Obat :
Cefazol 2 x 1 gr
Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam
Vit C 1 x 1 gr
Kalnex 3 x 1 ampul
16
![Page 17: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/17.jpg)
Tanggal 20 Januari 2013
Subjective : -
Objective : Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,5 °C
status lokalis
o Look :
Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :
Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+)
o Move
Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.
Assesment : post op laminektomi h +4
Planning : Aff drain
Obat :
Cefazol 2 x 1 gr
Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam
Vit C 1 x 1 gr
Kalnex 3 x 1 ampul
17
![Page 18: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/18.jpg)
Tanggal 21 Januari 2013
Subjective : nyeri sudah berkurang
Objective : Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,5 °C
status lokalis
o Look :
Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :
Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+) sudah berkurang
o Move
Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.
Assesment : post op laminektomi h +5
Planning : Obat :
Cefazol 2 x 1 gr
Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam
Vit C 1 x 1 gr
Kalnex 3 x 1 ampul
Neurobion 5000 1 x 1 ampul
Cernevit tab
Methylcobalt 3 x 1 ampul
18
![Page 19: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/19.jpg)
Tanggal 22 Januari 2013
Subjective : -
Objective : Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,5 °C
status lokalis
o Look :
Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :
Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+) sudah berkurang
o Move
Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.
Assesment : post op laminektomi h +6
Planning : konsul fisioterapi
Obat :
Cefazol 2 x 1 gr
Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam
Vit C 1 x 1 gr
Kalnex 3 x 1 ampul
Neurobion 5000 1 x 1 ampul
Cernevit tab
Methylcobalt 3 x 1 ampul
19
![Page 20: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/20.jpg)
Tanggal 22 Januari 2013
Subjective : -
Objective : Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,5 °C
status lokalis
o Look :
Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :
Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+) sudah berkurang
o Move
Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.
Assesment : post op laminektomi h +7
Planning : Obat :
Cefazol 2 x 1 gr
Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam
Vit C 1 x 1 gr
Kalnex 3 x 1 ampul
Neurobion 5000 1 x 1 ampul
Cernevit tab
Methylcobalt 3 x 1 ampul
20
![Page 21: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/21.jpg)
Tanggal 23 Januari 2013
Subjective : -
Objective : Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,5 °C
status lokalis
o Look :
Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :
Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+) sudah berkurang
o Move
Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.
Assesment : post op laminektomi h +8
Planning : Obat :
Cefazol 2 x 1 gr
Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam
Vit C 1 x 1 gr
Kalnex 3 x 1 ampul
Neurobion 5000 1 x 1 ampul
Cernevit tab
Methylcobalt 3 x 1 ampul
21
![Page 22: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/22.jpg)
Tanggal 24 Januari 2013
Subjective : -
Objective : Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,5 °C
status lokalis
o Look :
Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :
Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+) sudah berkurang
o Move
Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.
Assesment : post op laminektomi h +9
Planning : Obat :
Cefazol 2 x 1 gr
Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam
Vit C 1 x 1 gr
Kalnex 3 x 1 ampul
Neurobion 5000 1 x 1 ampul
Cernevit tab
Methylcobalt 3 x 1 ampul
22
![Page 23: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/23.jpg)
Tanggal 25 Januari 2013
Subjective : -
Objective : Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,5 °C
status lokalis
o Look :
Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :
Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+) sudah berkurang
o Move
Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.
Assesment : post op laminektomi h +10
Planning : latihan duduk, dapat menggunakan kursi roda
Obat :
Cefazol 2 x 1 gr
Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam
Vit C 1 x 1 gr
Kalnex 3 x 1 ampul
Neurobion 5000 1 x 1 ampul
Cernevit tab
Methylcobalt 3 x 1 ampul
23
![Page 24: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/24.jpg)
Tanggal 26 Januari 2013
Subjective : -
Objective : Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,5 °C
status lokalis
o Look :
Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :
Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+) sudah berkurang
o Move
Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.
Assesment : post op laminektomi h +11
Planning : fisioterapi teruskan
Obat :
Cefazol 2 x 1 gr
Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam
Vit C 1 x 1 gr
Kalnex 3 x 1 ampul
Neurobion 5000 1 x 1 ampul
Cernevit tab
Methylcobalt 3 x 1 ampul
24
![Page 25: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/25.jpg)
Tanggal 27 Januari 2013
Subjective : -
Objective : Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,5 °C
status lokalis
o Look :
Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :
Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+) sudah berkurang
o Move
Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.
Assesment : post op laminektomi h +12
Planning : fisioterapi teruskan
Obat :
Cefazol 2 x 1 gr
Drip Ketesse 1 ampul + Noralges 1 ampul dalam RL/8 jam
Vit C 1 x 1 gr
Kalnex 3 x 1 ampul
Neurobion 5000 1 x 1 ampul
Cernevit tab
Methylcobalt 3 x 1 ampul
25
![Page 26: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/26.jpg)
Tanggal 28 Januari 2013
Subjective : -
Objective : Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,5 °C
status lokalis
o Look :
Tampak kassa dan dilapisi verban menutupi luka, bersih, darah (-) kering (+)o Feel :
Didaerah post op terasa nyeri dan nyut-nyut Nyeri tekan (+) sudah berkurang
o Move
Gerakan aktif dan gerakan pasif pada kedua kaki tidak dapat dilakukan karena ada keterbatasan gerakan karena nyeri.
Assesment : post op laminektomi h +13
Planning : pasien boleh dipulangkan
Obat :
Neurobion 5000 1 x 1
Cernevit tab
Methylcobalt 3 x 1
26
![Page 27: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/27.jpg)
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari le-
her, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi ver-
tebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong berat badan dan berperan
dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pem-
bagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal. 1
Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh ligamen di depan
dan dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya absorbsi tinggi ter-
hadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibel dan elastis. Semua trauma tulang be-
lakang harus dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan
transpotasi ke rumah sakit harus diperlakukan dengan hati-hati. Trauma tulang dapt mengenai
jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Penye-
bab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga(22%), ,
terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.2, 8
27
![Page 28: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/28.jpg)
DEFINISI
Fraktur kompresi terdiri dari kata fraktur dan kompresi. Fraktur artinya keadaan patah
atau diskontinuitas dari jaringan tulang, sedangkan kompresi artinya tekanan atau tindihan, jadi
fraktur kompresi adalah diskontinuitas dari jaringan tulang akibat dari suatu tekanan atau
tindihan yang melebihi kemampuan dari tulang tersebut (Ahmad Ramali, 1987) Fraktur kompresi
adalah suatu keretakan pada tulang yang disebabkan oleh tekanan, tindakan menekan yang
terjadi bersamaan. Fraktur kompresi pada vertebral umumnya terjadi akibat osteoporosis. Fraktur
kompresi vertebra adalah suatu fraktur yang merobohkan ruas tulang belakang akibat tekanan
dari tulang, mendorong ke arah robohan ruas-ruas tulang belakang yang kebanyakan seperti
sebuah spons/bunga karang yang roboh di bawah tekanan tangan seseorang. Biasanya terjadi
tanpa rasa sakit dan menyebabkan seseorang menjadi lebih pendek. Fraktur kompresi vertebra
sering dihubungkan dengan osteoporosis.
Jenis fraktur
1. Fraktur kompresi (Wedge fractures) –adanya kompresi pada bagian depan corpus
vertebralis yang tertekan dan membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur
tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh
kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di
kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian
membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami fraktur
kompresi.
Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran
vertebra sebenarnya. 5
2. Fraktur remuk (Burst fractures) fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus
vertebralis secara langsung, dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi masuk ke
kanalis spinais. Terminologi fraktur ini adalah menyebarnya tepi korpus vertebralis kearah
luar yang disebabkan adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur kompresi. tepi
tulang yang menyebar atau melebar itu akan memudahkan medulla spinalis untuk cedera dan
ada fragmen tulang yang mengarah ke medulla spinalis dan dapat menekan medulla spinalis
dan menyebabkan paralisi atau gangguan syaraf parsial. Tipe burst fracture sering terjadi
28
![Page 29: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/29.jpg)
pada thoraco lumbar junction dan terjadi paralysis pada kaki dan gangguan defekasi ataupun
miksi. Diagnosis burst fracture ditegakkan dengan x-rays dan CT scan untuk mengetahui
letak fraktur dan menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi, burst
fracture atau fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI fraktur ini akan lebih jelas
mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan ligamen dan adanya perdarahan.6
3. Fraktur dislokasi–terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya karena
kompresi, rotasi atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan sehingga sangat tidak
stabil, cedera ini sangat berbahaya. Terapi tergantung apakah ada atau tidaknya korda atau
akar syaraf yang rusak.2
Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian kolumna vertebralis dengan kombinasi
mekanisme kecelakaan yang terjadi yaitu adanya kompresi, penekanan, rotasi dan proses
pengelupasan. Pengelupasan komponen akan terjadi dari posterior ke anterior dengan
kerusakan parah pada ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi facet dan
akhirnya kompresi korpus vertebra anterior. Namun dapat juga terjadi dari bagian anterior ke
posterior. kolumna vertebralis. Pada mekanisme rotasi akan terjadi fraktur pada prosesus
transversus dan bagian bawah costa. Fraktur akan melewati lamina dan seringnya akan
menyebabkan dural tearsdan keluarnya serabut syaraf.
4. Cedera Jack-knife (Seat belt fractures) sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan
kekuatan tinggi dan tiba-tiba mengerem sehingga membuat vertebrae dalam keadaan fleksi,
dislokasi fraktur sering terjadi pada thoracolumbar junction.7.
Kombinasi fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang belakang pertengahan menbetuk
pisau lipat dengan poros yang bertumpu pada bagian kolumna anterior vertebralis. Pada
cedera sabuk pengaman, tubuh penderita terlempar kedepan melawan tahanan tali pengikat.
Korpus vertebra kemungkinan dapat hancur selanjutnya kolumna posterior dan media akan
rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak stabil 3
Cedera Stabil dan Tidak Stabil
Cedera vertebra menurut kestabilannya terbagi menjadi cedera stabil dan cedera tidak
stabil. Cedera dianggap stabil jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis
29
![Page 30: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/30.jpg)
anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen posterior tidak
rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi dan burst fraktur adalah
contoh cedera stabil. Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat bergeser dengan gerakan
normal karena ligamen posteriornya rusak atau robek, Fraktur medulla spinalis disebut tidak
stabil jika kehilangan integritas dari ligamen posterior.
Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan radiograf.
Pemeriksaan radiografi minimal ada 4 posisi yaitu anteroposterior, lateral, oblik kanan dan kiri.
Dalam menilai stabilitas vertebra, ada tiga unsur yamg harus dipertimbangkan yaitu kompleks
posterior (kolumna posterior), kompleks media dan kompleks anterior (kolumna anterior) (Denis,
1983).3
Pembagian bagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut :
kolumna anterior yang terbentuk dari ligament longitudinal dan duapertiga bagian
anterior dari corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis
kolumna media yang terbentuk dari satupertiga bagian posterior dari corpus vertebralis,
diskus dan annulus vertebralis
kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang
posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa 1
Mekanisme cedera
Fraktur dapat terjadi akibat kekuatan minimal saja pada tulang osteoporotik atau
patologik.3 Tipe pergeseran yang penting:
1. Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi)
Hiperekstensi jarang terjadi di daerah torakolumbal tetapi sering pada leher, pukulan pada muka
atau dahi akan memaksa kepala ke belakang dan tanpa menyangga oksiput sehingga
kepala membentur bagian atas punggung. Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau arkus
saraf mungkin mengalami fraktur. cedera ini stabil karena tidak merusak ligamen posterior
30
![Page 31: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/31.jpg)
2. Fleksi
Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada vertebra. Vertebra akan mengalami
tekanan dan remuk yang dapat merusak ligamen posterior. Jika ligamen posterior rusak maka
sifat fraktur ini tidak stabil sebaliknya jika ligamentum posterior tidak rusak maka fraktur
bersifat stabil. Pada daerah cervical, tipe subluksasi ini sering terlewatkan karena pada saat
dilakukan pemeriksaan sinar-X vertebra telah kembali ke tempatnya.
3. Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior
Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi posterior dapat mengganggu kompleks
vertebra pertengahan di samping kompleks posterior. Fragmen tulang dan bahan diskus dapat
bergeser ke dalam kanalis spinalis. Berbeda dengan fraktur kompresi murni, keadaan ini
merupakan cedera tak stabil dengan risiko progresi yang tinggi.
Fleksi lateral yang terlalu banyak dapat menyebabkan kompresi pada setengah corpus vertebra
dan distraksi pada unsur lateral dan posterior pada sisi sebaliknya. Kalau permukaan dan
pedikulus remuk, lesi bersifat tidak stabil.
4. Pergeseran aksial (kompresi)
Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus pada spina servikal atau lumbal akan
menimbulkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan mematahkan lempeng vertebra dan
menyebabkan fraktur vertikal pada vertebra; dengan kekuatan yang lebih besar, bahan diskus
didorong masuk ke dalam badan vertebral, menyebabkan fraktur remuk(burst fracture). Karena
unsur posterior utuh, keadaan ini didefinisikan sebagai cedera stabil. Fragmen tulang dapat
terdorong ke belakang ke dalam kanalis spinalis dan inilah yang menjadikan fraktur ini
berbahaya; kerusakan neurologik sering terjadi.
5. Rotasi-fleksi
Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi fleksi dan rotasi. Ligamen
dan kapsul sendi teregang sampai batas kekuatannya; kemudian dapat robek, permukaan sendi
dapat mengalami fraktur atau bagian atas dari satu vertebra dapat terpotong. Akibat dari
31
![Page 32: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/32.jpg)
mekanisme ini adalah pergeseran atau dislokasi ke depan pada vertebra di atas, dengan atau
tanpa dibarengi kerusakan tulang. Semua fraktur-dislokasi bersifat tak stabil dan terdapat banyak
risiko munculnya kerusakan neurologik.
6. Translasi Horizontal
Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat bergeser ke anteroposterior
atau ke lateral. Lesi bersifat tidak stabil dan sering terjadi kerusakan syaraf.3
ETIOLOGI
Penyebab cedera medula spinalis dibedakan menjadi dua yaitu akibat trauma dan non
trauma. Delapan puluh persen cedera medula spinalis disebabkan oleh trauma (contoh : jatuh,
kecelakaan lalu lintas, tekanan yang terlalu berat pada punggung) dan sisanya merupakan akibat
dari patologi atraumatis seperti carcinoma, mielitis, iskemia, dan multipel sklerosis (Garrison,
1995).
PATOFISIOLOGI
Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung dan tidak
langsung. Fraktur pada tulang belakang yang menyebabkan instabilitas pada tulang belakang
adalah penyebab cedera pada medula spinalis secara tidak langsung. Apabila trauma terjadi
dibawah segmen cervical dan medula spinalis tersebut mengalami kerusakan sehingga akan
berakibat terganggunya distribusi persarafan pada otot-otot yang dsarafi dengan manifestasi
kelumpuhan otot-otot intercostal, kelumpuhan pada otot-otot abdomen dan otot-otot pada kedua
anggota gerak bawah serta paralisis sfingter pada uretra dan rektum. Distribusi persarafan yang
terganggu mengakibatkan terjadinya gangguan sensoris pada regio yang disarafi oleh segmen
yang cedera tersebut.
Klasifikasi derajat kerusakan medulla spinalis :
Frankel A = Complete, fungsi motoris dan sensoris hilang sama sekali di bawah level
lesi.
Frankel B = Incomplete, fungsi motoris hilang sama sekali, sensoris masih tersisa di
bawah level lesi.
32
![Page 33: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/33.jpg)
Frankel C = Incomplete, fungsi motris dan sensoris masih terpelihara tetapi tidak
fungsional.
Frankel D = Incomplete, fungsi sensorik dan motorik masih terpelihara dan fung-
sional.
Frankel E = Normal, fungsi sensoris dan motorisnya normal tanpa deficit neurolo-
gisnya.
TANDA DAN GEJALA
a. Gangguan motorik
Cedera medula spinalis yang baru saja terjadi, bersifat komplit dan terjadi kerusakan sel-
sel saraf pada medula spinalisnya menyebabkan gangguan arcus reflek dan flacid paralisis dari
otot-otot yang disarafi sesuai dengan segmen-segmen medula spinalis yang cedera. Pada awal
kejadian akan mengalami spinal shock yang berlangsung sesaat setelah kejadian sampai
beberapa hari bahkan sampai enam minggu. Spinal shock ini ditandai dengan hilangnya reflek
dan flacid. Apabila lesi terjadi di mid thorakal maka gangguan refleknya lebih sedikit tetapi
apabila terjadi di lumbal beberapa otot-otot anggota gerak bawah akan mengalami flacid paralisis
(Bromley, 1991). Masa spinal shock berlangsung beberapa jam bahkan sampai 6 minggu
kemudian akan berangsur – angsur pulih dan menjadi spastik. Cedera pada medula spinalis pada
level atas bisa pula flacid karena disertai kerusakan vaskuler yang dapat menyebabkan matinya
sel – sel saraf
b. Gangguan sensorik
Pada kondisi paraplegi salah satu gangguan sensoris yaitu adanya paraplegic pain dimana
nyeri tersebut merupakan gangguan saraf tepi atau sistem saraf pusat yaitu sel-sel yang ada di
saraf pusat mengalami gangguan.(Crosbie,1993). Selain itu kulit dibawah level kerusakan akan
mengalami anaesthes, karena terputusnya serabut-serabut saraf sensoris.
c. Gangguan bladder dan bowel
Efek gangguan fungsi bladder tergantung pada level cedera medula spinalis, derajat
kerusakan medula spinalis, dan waktu setelah terjadinya injury. Paralisis bladder terjadi pada
hari-hari pertama setelah injury selama periode spinal shock. Seluruh reflek bladder dan aktivitas
33
![Page 34: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/34.jpg)
otot-ototnya hilang. Pasien akan mengalami gangguan retensi diikuti dengan pasif incontinensia.
Pada defekasi, kegiatan susunan parasimpatetik membangkitakan kontraksi otot polos sigmoid
dan rectum serta relaksasii otot spincter internus. Kontraksi otot polos sigmoid dan rectum itu
berjalan secara reflektorik. Impuls afferentnya dicetuskan oleh gangglion yang berada di dalam
dinding sigmoid dan rectum akibat peregangan, karena penuhnya sigmoid dan rectum dengan
tinja. Defekasi adalah kegiatan volunter untuk mengosongkan sigmoid dan rectum. Mekanisme
defekasi dapat dibagi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tinja didorong kebawah sampai tiba
di rectum kesadaran ingin buang air besar secara volunter, karena penuhnya rectum kesadaran
ingin buang air besar timbul. Pada tahap kedua semua kegiatan berjalan secara volunter. Spincter
ani dilonggarkan dan sekaligus dinding perut dikontraksikan, sehingga tekanan intra abdominal
yang meningkat mempermudah dikeluarkannya tinja. Jika terjadi inkontinensia maka defekasi
tak terkontrol oleh keinginan (Sidharta, 1999).
d. Gangguan fungsi seksual
• Gangguan seksual pada pria
Pasien pria dengan lesi tingkat tinggi untuk beberapa jam atau beberapa hari
setelah cidera. Seluruh bagian dari fungsi sexual mengalami gangguan pada fase spinal
shock. Kembalinya fungsi sexual tergantung pada level cidera dan komplit/tidaknya
lesi.
Untuk dengan lesi komplet diatas pusat reflex pada conus, otomatisasi ereksi
terjadi akibat respon lokal, tetapi akan terjadi gangguan sensasi selama aktivitas
seksual.
Pasien dengan level cidera rendah pusat reflek sakral masih mempunyai reflex
ereksi dan ereksi psychogenic jika jalur simpatis tidak mengalami kerusakan, biasanya
pasien mampu untuk ejakulasi, cairan akan melalui uretra yang kemudian keluarnya
cairan diatur oleh kontraksi dari internal bladder sphincter.
Kemampuan fungsi seksual sangat bervariasi pada pasien dengan lesi tidak
komplit, tergantung seberapa berat kerusakan pada medula spinalisnya. Gangguan
34
![Page 35: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/35.jpg)
sensasi pada penis sering terjadi dalam hal ini. Masalah yang terjadi berhubungan
dengan locomotor dan aktivitas otot secara volunter.
Dapat dilakukan tes untuk mengetahui potensi sexual dan fertilitas. Selain itu
banyak pasangan yang memerlukan bantuan untuk belajar teknik-teknik keberhasilan
untuk hamil (Hirsch, 1990; Brindley, 1984).
• Gangguan seksual pada wanita
Gangguan siklus menstruasi banyak terjadi pada wanita dengan lesi komplit atau
tidak komplit. Gangguan ini dapat terjadi untuk beberapa bulan atau lebih dari setahun.
Terkadang siklus menstruasinya akan kembali normal.
Pada pasien wanita dengan lesi yang komplit akan mengalami gangguan sensasi
pada organ genitalnya dan gangguan untuk fungsi seksualnya.
Pada paraplegi dan tetraplegi, wanita dapat hamil dan mempunyai anak yang
normal dengan lahir normal atau dengan caesar (SC) jika memang indikasi. Kontraksi
uterus akan terjadi secara normal untuk cidera diatas level Th6, kontraksi uterus yang
terjadi karena reflek otonom. Pasien dengan lesi complet pada Th6 dan dibawahnya.
Akan mengalami nyeri uterus untuk pasien dengan lesi komplet Th6, Th7, Th8 perlu
mendapatkan pengawasan khusus biasanya oleh rumah sakit sampai proses kehamilan.
e. Autonomic desrefleksia
Autonomic desrefleksia adalah reflek vaskuler yang terjadi akibat respon stimulus dari
bladder, bowel atau organ dalam lain dibawah level cedera yang tinggi, fisioterapi harus tanggap
terhadap tanda-tanda terjadinya autonomic desrefleksia antara lain:
1) keluar banyak keringat pada kepala, leher, dan bahu
2) naiknya tekanan darah
3) HR rendah
4) pusing atau sakit kepala
35
![Page 36: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/36.jpg)
Overdistension akibat terhambatnya kateter dapat meningkatkan aktifitas dari reflek ini
jika tidak cepat ditanggulangi dapat menyebabkan pendarahan pada otak, bahkan kematian.
Dapat juga disebabkan oleh spasme yang kuat dan akibat perubahan pasisi yang tiba-tiba, seperti
saat tilting table.
Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara
ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium
penyembuhan tulang, yaitu:
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali.
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago
yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami
trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang
patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung
frakturnya.
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik,
bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
36
![Page 37: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/37.jpg)
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan
tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang )
menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu
setelah fraktur menyatu.
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast
menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast
mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah
proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal.
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa
bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada
tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga
sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
10. Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
37
![Page 38: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/38.jpg)
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi,
hypertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union
38
![Page 39: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/39.jpg)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
Gambaran Klinik Kerusakan Syaraf Tingkat Anatomik
Cervical
Pada cedera vertebra servikal, transeksi korda hampir sesuai dengan tingkat kerusakan
tulang. Tidak lebih dari satu atau dua akar lain yang mungkin akan mengalami
transeksi.Transeksi korda servikal yang tinggi bersifat fatal karena semua otot pernapasan
lumpuh. Pada tingkat vertebra C5, transeksi korda dapat secara khusus mengisolasi korda
servikal bagian bawah (dengan paralisis tungkai atas), korda toraks (denganparalisis badan) dan
korda lumbal dan sakral (dengan paralisis tungkai bawah dan visera). Pada cedera di bawah
vertebra C5, tungkai atas sebagian terhindar dan mengakibatkan deformitas yang khas.3
Antara Vertebra Th I dan Th X
Segmen korda lumbal pertama pada orang dewasa berada pada tingkat vertebra T10.
Akibatnya, transeksi korda pada tingkat itu akan menghindarkan korda toraks tetapi
mengisolasikan seluruh korda, lumbal dan sakral, disertai paralisis tungkai bawah dan
visera. Akar toraks bagian bawah juga dapat mengalami transeksi tetapi tak banyak
pengaruhnya.3
39
![Page 40: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/40.jpg)
Di Bawah Vertebra Th X
Korda membentuk suatu tonjolan kecil (konus medularis) di antara vertebra T I dan LI,
dan meruncing pada antar ruang di antara vertebra LI dan L2. Akar saraf L2 sampai S4 muncul
dari konus medularis dan beraturanan turun dalam suatu kelompok (cauda equina) untuk muncul
pada tingkat yang berturutan pada spina lumbosakral. Karena itu, cedera spinal di atas
vertebra T10 menyebabkan transeksi korda, cedera di antara vertebra TIO dan LI dapat
menyebabkan lesi korda dan lesi akar saraf, dan cedera di bawah vertebra Ll hanya
menyebabkan lesi akar.
Akar sakral mempersarafi:
(1) sensasi dalam daerah "pelana", suatu jalur di sepanjang bagian belakang paha dan tungkai
bawah, dan dua pertiga sebelah luar tapak kaki;
(2) tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pergelangan kaki dan kaki:
(3) refleks anal dan penis, respons plantar dan refleks pergelangan kaki; dan
(4) pengendalian kencing.
Akar lumbal mempersarafi:
(1) sensasi pada seluruh tungkai bawah selain bagian yang dipasok oleh segmen sakral;
(2) tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pinggul dan lutut
(3) refleks kremaster dan refleks lutut.
Bila cedera tulang berada pada sambungan torakolumbal, penting untuk membedakan
antara transeksi korda tanpa kerusakan akar dan transeksi korda dengan transeksi akar. Pasien
tanpa kerusakan akar jauh lebih baik daripada pasien dengan transeksi korda dan akar.
Lesi Korda Lengkap
Paralisis Iengkap dan anestesi di bawah tingkat cedera menunjukkan transeksi korda.
Selama stadium syok spinal, bila tidak ada refleks anal (tidak lebih dari 24 jam pertama)
diagnosis tidak dapat ditegakkan dan jika refleks anal pulih kembali dandefisit saraf terus
40
![Page 41: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/41.jpg)
berlanjut, lesi korda bersifat lengkap. Setiap lesi lengkap yang berlangsung lebih dari 72
jam tidak akan sembuh.3
Lesi Korda Tidak Lengkap
Adanya sisa sensasi apapun di bagian distal cedera (uji menusukkan peniti di daerah
perianal ) menunjukkan lesi tak lengkap sehingga prognosis baik. Penyembuhan dapat berlanjut
sampai 6 bulan setelah cedera. Penyembuhan paling sering terjadi pada sindroma korda central di
mana kelemahan adalah hasil awal diikuti dengan paralisis neuron motorik bawah pada tungkai
atas dengan paralisis neuron motorik atas (spastik) pada tungkai bawah, dan tetap ada
kemampuan pengendalian kandung kemih dan sensasi perianal (sakral terhindar). Pada sindroma
korda anterior yang lebih jarang terjadi, terdapat paralisis lengkap dan anestesi tetapi
tekanan dalam dan indera posisi tetap ad pada tungkai bawah (kolom dorsal terhindar). Pada
sindroma korda posterior yang agak jarang terjadi (hanya tekanan dalam dan propriosepsi yang
hilang), dan sindroma Brown Sequard (hemiseksi korda, dengan paralisis ipsilateral dan
hilangnya perasaan nyeri kontralateral) biasanya disebabkan oleh cedera toraks. Di bawah
vertebraTh X, diskrepansi antara tingkat neurologik dan tingkat rangka adalah akibat transeksi
akar yang turun dari segmen yang lebih tinggi dari lesi korda.3
Tabel 2: Incomplete cord syndromes9
Sindrom Deskripsi
Anterior cord Lesi yang mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensitivitas
terhadap nyeri, temperature namun fungsi propioseptif masih normal
Brown-Sequard Proposeptif ipsilateral normal, motorik hilang dan kehilangan
sensitivitas nyeri dan temperatur pada sisi kontralateral
Central cord Khusus pada regio sentral, anggota gerak atas lebih lemah dibanding
anggota gerak bawah
41
![Page 42: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/42.jpg)
Dorsal cord
(posterior cord)
Lesi terjadi pada bagian sensori terutama mempengaruhi propioseptif
Conus medullaris Cedera pada sacral cord dan nervus lumbar dengan kanlis neuralis ;
arefllex pada vesika urinaria, pencernaan dan anggota gerak bawah
Cauda equina Cedera pada daerah lumbosacral dengan kanalis neuralis yang
mengakibatkan arefleksia vesika urinaria, pencernaan dan anggota
gerak bawah
Diagnosis dan Pemeriksaan Fraktur Vertebra
Pemeriksaan klinik pada punggung hampir selalu menunjukkan tanda-tanda fraktur yang
tak stabil namun fraktur remuk yang disertai paraplegia umunya bersifat stabil. Sifat dan tingkat
lesi tulang dapat diperlihatkan dengan sinar-X, sedangkan sifat dan tingkat lesi saraf dengan CT
atau MRI.
Pemeriksaan neurologik harus dilakukan dengan amat cermat. Tanpa informasi yang
rinci, diagnosis dan prognosis yang tepat tidak mungkin ditentukan. Pemeriksaan rektum harus
dilakukan.
Cedera spinal termasuk kegawatan. Pentingnya memperhatikan kondisi pasien khususnya
jaln nafas, pernafasan dan sirkulasi pasien. Vertebra akan terjaga dengan fiksasi sementara
samapai diagnosis dapat ditegakkan.
1. Roentgenography: pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tulang vertebra, untuk melihat
adanya fraktur ataupun pergeeseran pada vertebra.
2. Computerized Tomography : pemeriksaan ini sifatnya membuat gambar vertebra 2 dimensi .
pemeriksaan vertebra dilakukan dengan melihat irisan-irisan yang dihasilkan CT scan
3. Magnetic Resonance Imaging: pemeriksaan ini menggunakan gelombangfrekuensiradio
untuk memberikan informasi detail mengenai jaringan lunak di aerah vertebra. Gambaran
yang akan dihasilkan adalah gambaran 3 dimensi . MRIsering digunakan untuk mengetahui
42
![Page 43: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/43.jpg)
kerusakan jaringan lunak pada ligament dan discus intervertebralis dan menilai cedera
medulla spinalis.10
TERAPI
Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal terdiri atas: penilaian
kesadaran, jalan nafas, sirkulasi, pernafasan, kemungkinan adanya perdarahan dan segera
mengirim penderita ke unit trauma spinal ( jika ada). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinik
secara teliti meliputi pemeriksaan neurology fungsi motorik, sensorik dan reflek untuk
mengetahui kemungkinan adanya fraktur pada vertebra.2Terapi pada fraktur vertebra diawali
dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi untuk mencegah kerusakan yang lebih parah lagi.
semuanya tergantung dengan tipe fraktur.
1. Braces & Orthotics ada tiga hal yang dilakukan yakni, mempertahankan kesegarisan vertebra
(aligment), imobilisasi vertebra dalam masa penyembuhan,dan mengatsi rasa nyeri yang
dirasakan dengan membatasi pergerakan. Fraktur yang sifatnya stabil membutuhkan stabilisasi,
sebagai contoh; brace rigid collar (Miami J) untuk fraktur cervical, cervical-thoracic
brace (Minerva) untuk fraktur pada punggung bagian atas, thoracolumbar-sacral orthosis (TLSO)
untuk fraktur punggung bagian bawah, dalam waktu 8 sampai 12 minggu brace akan terputus,
umumnya fraktur pada leher yang sifatnya tidak stabil ataupun mengalami dislokas memerlukan
traksi, halo ring dan vest brace untuk mengembalikan kesegarisan
2. Pemasanagan alat dan prosoes penyatuan (fusion). Teknik ini adalah teknik pembedahan yang
dipakai untuk fraktur tidak stabil. Fusion adalah proses penggabungan dua vertebra dengan
adanya bone graft dibantu dengan alat-alat seperti plat, rods, hooks dan pedicle screws. Hasil
dari bone graft adalah penyatuan vertebra dibagian atas dan bawah dari bagian yang disambung.
Penyatuan ini memerlukan waktu beberapa bulan atau lebih lama lagi untuk menghasilkan
penyatuan yang solid.
3. Vertebroplasty & Kyphoplasty, tindakan ini adalah prosedur invasi yang minimal.Pada
prinsipnya teknik ini digunakan pada fraktur kompresi yang disebabkan osteoporosis dan tumor
vertebra. Pada vertebroplasti bone cement diinjeksikan melalui lubang jarung menuju corpus
43
![Page 44: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/44.jpg)
vertebra sedangkan pada kypoplasti, sebuah balon dimasukkanan dikembungkan untuk
melebarkan vertebra yang terkompresi sebelum celah tersebut diisi dengan bone cement .8
Pengelolaan penderita dengan paralisis meliputi
1. Pengelolaan kandung kemih dengan pemberian cairan yang cukup, kateterisasi dan
evakuasi kandung kemih dalam 2 minggu
2. Pengelolaan saluran pencernaan dengan pemberian laksansia setiap dua hari
3. Monitoring cairan masuk dan cairan yang keluar dari tubuh
4. Nutirsi dengan diet tinggi protein secara intravena
5. Cegah dekubitus
Fisioterapi untuk mencegah kontraktur 2. Menghindari atropi dan kontraktur dengan
fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian
peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol
dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri,
termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi
disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri. Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan
mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan
luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat
aktivitas dan beban berat badan.
44
![Page 45: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/45.jpg)
PROGNOSIS
Prognosis pada kasus paraplegi ini tergantung pada level cedera dan klasifikasi spinal
cord injuri dan prognosis ini dilihat dari segi quo ad vitam (mengenai hidup metinya penderita),
segi quo ad sanam (mengenai penyembuhan), segi quo ad cosmetican (ditinjau dari kosmetik)
dan segi quo ad fungsionam (ditinjau dari segi aktifitas fungsional). Sehingga prognosis yang
terjadi kemungkinan baik, dubia (ragu-ragu) dan jelek. Dubia dibagi menjadi 2 yaitu ragu-ragu
kearah baik (dubia ad bonam) dan dubia kearah jelek (dubia ad malam). Secara garis besar
prognosis dari paraplegi akibat cedera medula spinalis adalah jelek karena medula spinalis
merupakan salah satu susunan saraf pusat dan bila mengalami kerusakan akan terjadi kecacatan
yang permanen.(Garrison,1995) dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, biadi dan alat
lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas
untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang
telah dalam kesejajaran yang benar.
45
![Page 46: Case Frakturkompresi Vert.th12](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081503/55cf9c42550346d033a93478/html5/thumbnails/46.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
1. Moore keith, (2002), Essential Clinical Anatomy; Second Edition, lippincot Williamsand
Wilkins: Baltimore.
2. Rasjad Chaeruddin, (2003), Ilmu Bedah Ortopedi, bintang Lamumpatue : Makassar.
3. Apley graham and Solomon louis, (1995), Ortopedi Fraktur System Apley ;edisiketujuh,
widya medika: Jakarta.
4. salter Bruce Robert, (1999), Text Book Of Disoreder and Injuries Of The Musculo-
skeletal System; Third Edition, Williams and Wilkins: Baltimore
5. Young wise, (2000), Spinal Cord Injury Level And Classification , download
fromhttp://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml
6. Deblick Thomas, (2001), Burst Fracture, down load from
http://www.emedicine.medscape.com/specialties
7. claire Mary, (2005), The Three Colimn Concept ; Spineuniverse. Download from
http://www.spineuniverse/columnconcept.html
8. Roper Steven, (2003), Spine Fracture : Dept. Neurosurgery Unversity of Florida,down-
load from http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml
9. Thomas, VM, (2004), Thoracolumbal Vertebral Fracture ; Journal of Orthopaedics,down-
load from http://www.jortho.org/index.html
10. Kuntz Charlez, (2004), Spine Fracture ; Emedicine Journals, download from
http://www.emedicine.com/orthoped/topic567.htm
46