case fek

46
PRESENTASI KASUS “Nn. R, 22 tahun dengan keluhan benjolan di payudara kiri” DISUSUN OLEH JUSTHESYA FITRIANI FAUZIAH PUTRI NIM 030.07.128 1

Upload: rudysyahputradaulay

Post on 12-Jan-2016

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bedah

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS

“Nn. R, 22 tahun dengan keluhan benjolan di payudara kiri”

DISUSUN OLEH

JUSTHESYA FITRIANI FAUZIAH PUTRINIM 030.07.128

PEMBIMBINGDr. Cahyo Novianto Sp.B (K) Onk

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RUMAH SAKIT TNI AL Dr. MINTOHARDJO

1

STATUS PASIEN PRESENTASI KASUSKEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIRUMAH SAKIT TNI AL Dr. MINTOHARDJOPERIODE 5 JANUARI 2014 – 14 MARET 2015

I. IDENTITAS PASIEN

Nomor RM : 082035

Nama : Ny. Puspa Rosyani

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 42 tahun

Alamat : Kemanggisan Pulo, Palmerah Jakarta Barat

Agama : Islam

Status marital : Sudah menikah

Tanggal Masuk RS : 10 Januari 2015

Ruang : Pulau Sibatik

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 13 Januari 2015

pada pukul 12.00 WIB di ruang pulau Sibatik kamar 1 Rumkital Dr.

Mintohardjo.

KELUHAN UTAMA

Keluar cairan feses didaerah sekitar umbilikal ± 1 minggu sejak masuk

Rumah Sakit.

KELUHAN TAMBAHAN

Nyeri perut didaerah umbilikal sejak ± 1 minggu post operasi hernia, nyeri

tajam seperti ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul, terasa perih pada daerah

sekitar umbilikal, pusing dan mual.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Os datang ke UGD Rumkital dr. Mintohardjo pada tanggal 10 Januari

2015 pukul 21.25 dengan keluhan utama keluar cairan feses didaerah

2

sekitar umbilikal. Keluhan ini telah dialami pasien ± 1 minggu sejak

masuk rumah sakit. Cairan feses tersebut berwarna kuning, dengan

konsistensi cair dan disertai bau tidak enak. Cairan feses yang keluar

berjumlah 500cc.

Selain itu os mengeluhkan adanya nyeri perut di daerah umbilikal sejak

± 1 minggu post operasi hernia, nyeri yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk

benda tajam, hilang timbul. Os juga mengeluh terasa perih pada daerah

sekitar umbilikal. Selain itu, os mengeluh adanya pusing dan mual, namun

menyangkal adanya muntah. Os mengeluh tidak bisa BAB sejak ± 1

minggu. BAK lancar, riwayat demam disangkal.

Sesampai di UGD, dokter melakukan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan laboratorium, setelah diketahui hasilnya, os disarankan untuk

di rawat. Selama dirawat di bangsal (Pulau Sibatik) sampai hari ke 4, Os

mendapatkan penatalaksanaan yaitu infus RL : Dekstrosa 5% = 2 : 1. Diet

cair susu 6 x 200 cc. Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gram, injeksi Metronidazole

3 x 500g, Injeksi Ranitidin 2 x 1 gram, Imodium 3 x 1 tab, vitamin e 3 x 1

tab. Perawatan fistula enterokutaneous dibuat donat dan feses yang keluar

disuction. Perawatan iritasi kulit oleskan dengan sucralfat.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Os tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, adanya

riwayat penyakit hipertensi dan kencing manis disangkal. Pasien pernah

melakukan operasi laparatomi etcausa suspect appendisitis pada tanggal 4

November. Pada tanggal 29 Desember 2014 pasien kembali melakukan re-

laparatomi etcausa suspect hernia incisional.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada keluarga os yang memiliki keluhan yang sama. Os

menyangkal adanya riwayat penyakit kencing manis, hipertensi pada

keluarga.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Kesadaran : Compos mentis

3

Kesan sakit : Tampak sakit sedang

Kesan gizi : Gizi Baik

Tanda vital

- Tekanan darah: 110/80 mmHg

- Nadi : 80 x/menit

- Suhu : 36,5°C

- Pernafasan : 20x/menit

Status gizi

- TB : 160 cm

- BB : 60 kg

- BMI : 60 kg/m2 23,43 kg/m2

2,56

Status generalis

Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata.

o Wajah : simetris

o Mata : alis warna hitam, udem palpebra -/-, bulu mata berwarna

hitam, konjunctiva palpebra anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil bulat

isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+

o Hidung : normosepti, deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-)

o Telinga : normotia, nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik (-), serumen (-)

o Mulut : bibir simetris, sianosis (-), mukosa bibir basah, mukosa lidah

merah muda, tonsil T1-T1, kripta tidak melebar, detritus (-), faring

tidak hiperemis, oral higine baik

Leher : KGB tidak teraba membesar, deviasi trakea (-)

Thorax :

Paru:

o Inspeksi : Gerakan dada simetris kanan dan kiri

o Palpasi : Vocal fremitus simetris pada kedua lapang paru

o Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

o Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-

4

Jantung:

o Inspeksi : Pulsasi iktus cordis tidak terlihat jelas

o Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS V 1 cm medial dari linea

midclavicularis sinistra, thrill (-)

o Perkusi : Batas atas jantung redup setinggi ICS 3 linea

parasternal sinistra, batas kanan jantung redup setinggi ICS 3-5 linea

midclavicularis dextra, batas kiri jantung redup setinggi ICS V, 1 cm

medial linea midclavicularis kiri.

o Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

o Inspeksi : datar, tampak cairan feses yang keluar di daerah

sekitar umbilikal, berwarna kuning, konsistensi cair dan berbau tidak

enak. Jumlah cairan > 500cc. Terdapat kemerahan disekitar tempat

keluar feses..

o Auskultasi : bising usus (+)

o Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri tekan lepas (-),

ballottement (-)

o Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Genitalia:

Tidak dilakukan

Ekstremitas:

Superior dan Inferior:

o Inspeksi : simetris, deformitas (-), edema (-)

o Palpasi : akral hangat, tonus otot baik, edema (-)

Status Lokalis

Abdomen:

o Inspeksi : datar, tampak cairan feses yang keluar di sekitar

daerah umbilikal, berwarna kuning, konsistensi cair dan berbau tidak

enak. Jumlah cairan > 500cc. Terdapat kemerahan disekitar tempat

keluar feses.

o Auskultasi : bising usus (+)

o Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri tekan lepas (-), ballotement

(-).

5

o Perkusi : timpani, shifting dullness (-).

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

Nama testTanggal

Pemeriksaan Satuan Nilai normal10/1/15Hasil

HematologiLeukosit 14.600 /ul 5.000-10.000Eritrosit 4,79 juta/ul 4,2-5,4Hemoglobin 14,8 g/dl 12-14Hematokrit 42 % 37-42Trombosit 261.000 ribu/ul 150.000-450.000

Kimia KlinikLemakTrigliserida 131 mg/dl 60-170Cholesterol total 140 mg/dl < 200HDL 24 mg/dl 40-60 LDL 90 mg/dl < 130

Fungsi HatiSGOT 27 u/l < 31

Protein totalTotal Protein 5,7 g/dl 6,4-8,3Albumin 3,7 g/dl 3,5-5,2Globulin 2,0 g/dl 2,6-3,4

Fungsi GinjalUreum 51 mg/dl 17-43Kreatinin 0,9 mg/dl 0,6-1,1Asam Urat 5,7 mg/dl 2,6-6Glukosa Test 105 mg/dl < 140

USG

Hati : Uk

2. Foto thorax

o Cor : CTR < 50%

6

o Pulmo : Kedua hilus baik, corakan bronkovaskular tidak tampak

kelainan, sinus lancip, diagfragma baik.

o Kesan : jantung dan paru tidak tampak kelainan.

V. DIAGNOSIS KERJA

o Fistel Enterokutaneous High Produk ec Post operasi herniotomi

VI. PENATALAKSANAAN

o Infus Ringer Laktat : Dekstrosa 5% = 2 : 1

o Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gram

o Injeksi Metronidazole 3 x 500g

o Injeksi Ranitidin 2 x 1 gram

o Imodium 3 x 1 tab

o Vitamin E 3 x 1 tab

o Diet cair susu 6 x 200 cc

o Perawatan fistula enterokutaneous : Dibuat donat, feses yang keluar

disuction.

o Perawatan iritasi kulit : Salep sucralfat, dioleskan pada kulit yang

teriritasi.

VII. Follow Up

PemeriksaanTanggal

13 Januari 2015 14 Januari 2015

S Keluhan

Keluar cairan feses

didaerah sekitar umbilikal

berjumlah > 500 cc, terasa

perih dan tampak

kemerahan pada daerah

sekitar umbilikal, pusing

(+), mual (+).

Keluar cairan feses

didaerah sekitar umbilikal

berjumlah < 500 cc, perih

dan kemerahan didaerah

sekitar umbilikal

berkurang.

O Keadaan

umum

Sakit sedang Sakit sedang

Kesadaran Compos mentis Compos mentis

7

Tanda vital TD 110/80 mmHg, Nadi

80 x/m, RR 20 x/m, Suhu

36,5 oC

TD 110/70 mmHg, Nadi

80 x/m, RR 20 x/m, Suhu

36,5 oC

Kepala Normocephali Normocephali

Mata CA -/-; SI -/-; oedem -/- CA -/-; SI -/-; oedem -/-

THT Tak ada keluhan Tak ada keluhan

Paru Suara nafas vesikuler +/+,

wheezing -/-, rhonki -/-

Suara nafas vesikuler +/+,

wheezing -/-, rhonki -/-

Jantung S1 S2 reguler, murmur

(-), gallop (-)

S1 S2 reguler, murmur (-),

gallop (-)

Abdomen Datar, keluar cairan feses

disekitar umbilikal

berjumlah > 500cc, terasa

perih dan tampak

kemerahan didaerah

sekitar umbilikal, BU (+),

supel, nyeri tekan (-),

nyeri tekan lepas (-).

Datar, keluar cairan feses

disekitar umbilikal

berjumlah < 500cc, perih

dan kemerahan didaerah

sekitar umbilikal

berkurang, BU (+), supel,

nyeri tekan (-), nyeri tekan

lepas (-).

Ekstremitas Akral hangat ke-4

ekstremitas

Akral hangat ke-4

ekstremitas

A Diagnosis Fistula Enterokutaneous Fistula Enterokutaneous

P Pengobatan

IVFD RL : D5 = 2 : 1

Diet susu 6 x 200cc,

Injeksi ceftriaxone 2 x 1

g, Injeksi metronidazole 3

x 500 mg, imodium 3 x 1

tab, perawatan FEK

produk disuction,

perawatan iritasi kulit

dioleskan sucralfat.

IVFD RL : D5 = 2 : 1

Diet susu 6 x 200cc,

Injeksi ceftriaxone 2 x 1 g,

Injeksi metronidazole 3 x

500 mg, Injeksi ranitidin 2

x 1 g, imodium 3 x 1 tab,

Vitamin E 3 x 1 tab,

perawatan FEK produk

disuction, perawatan iritasi

kulit dioleskan sucralfat.

8

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

i. Intestinum Tenue (Usus Halus)

Intestinum tenue merupakan bagian yang terpanjang dari saluran pencernaan

dan terbentang dari pylorus pada gaster sampai junctura ileocaecalis. Sebagian

besar pencernaan dan absorpsi makanan berlangsung didalam intestinum tenue.

Intestinum tenue terbagi atas tiga bagian: duodenum, jejunum dan ileum.

Duodenum

Duodenum merupakan saluran berbentuk huruf C dengan panjang sekitar 25

cm yang merupakan organ penghubung gaster dengan jejunum. Duodenum adalah

organ penting karena merupakan tempat muara dari ductus choledochus dan

ductus pancreaticus. Duodenum melengkung di sekitar caput pancreatis. Satu inci

(2,5 cm) pertama duodenum menyerupai gaster, yang permukaan anterior dan

posteriornya diliputi oleh peritoneum dan mempunyai omentum minus yang

melekat pada pinggir atasnya dan omentum majus yang melekat pada pinggir

9

bawahnya. Bursa omentalis terletak di belakang segmen yang pendek ini. Sisa

duodenum yang lain letak retroperitoneal, hanya sebagian saja yang diliputi oleh

peritoneum.

Tunica mucosa duodenum sangat tebal. Bagian pertama duodenum halus. Pada

bagian duodenum yang lain, tunica mucosa membentuk banyak lipatan-lipatan

circular yang dinamakan plica circulares. Pada tempat ductus choledochus dan

ductus pancreaticus menembus dinding medial bagian kedua duodenum terdapat

peninggian kecil dan bulat yang disebut papilla duodeni major.

Setengah bagian atas duodenum diperdarahi oleh arteria pancreaticoduodenalis

superior, cabang arteria gastroduodenalis. Setengah bagian bawah diperdarahi

oleh arteria pancreaticoduodenalis inferior, cabang arteria mesenterica superior.

Vena pancreaticoduodenalis superior bermuara ke vena porta hepatik, vena

pancreaticoduodenalis inferior bermuara ke vena mesenterica superior. Persarafan

duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari plexus

coeliacus dan plexus mesentericus superior.

Jejunum dan Ileum

Jejunum dan Ileum panjangnya 20 kaki (6 meter), dua perlima bagian atas

merupakan jejunum. Masing-masing mempunyai gambaran yang berbeda, tetapi

terdapat perubahan yang bertahap dari bagian yang satu ke bagian yang lain.

Jejunum dimulai dari junctura duodenalis dan ileum berakhir pada junctura

ileocaecalis. Lengkung-lengkung jejunum dan ileum dapat bergerak dengan bebas

dan melekat pada dinding posterior abdomen dengan perantaraan lipatan

peritoneum yang berbentuk kipas dan dikenal sebagai mesenterium. Pinggir bebas

lipatan yang panjang meliputi usus halus yang bebas bergerak.

Pada orang hidup, jejunum dapat dibedakan dari ileum berdasarkan gambaran

berikut ini:

1. Lengkung-lengkung jejunun terletak pada bagian atas cavitas peritonealis di

bawah sisi kiki mesocolon transversum, Ileum terletak pada bagian bawah

cavitas peritonealis dan didalam pelvis.

2. Jejunum lebih lebar, berdinding lebih tebal dan lebih merah dibandingkan

ileum. Dinding jejunum terasa lebih tebal karena lipatan yang lebih permanen

pada tunica mucosa, plicae circulares lebih besar, lebih banyak, dan tersusun

lebih rapat pada jejunum, sedangkan pada bagian atas ileum plica circulares

10

lebih kecil dan lebih jarang, dan dibagian bawah ileum tidak ada plicae

circulares.

3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen di atas dan kiri

aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat di bawah dan kanan aorta.

4. Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya membentuk satu atau dua arcade

dengan cabang-cabang panjang dan jarang yang berjalan ke dinding intestinum

tenue. Ileum banyak menerima pembuluh darah pendek yang berasal dari tiga

atau empat atau lebih arcade.

5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat radix dan jarang

ditemukan di dekat dinding jejunum. Pada ujung mesenterium ileum, lemak

disimpan diseluruh bagian sehingga lemak ditemukan mulai dari radix sampai

dinding ileum.

6. Kelompok jaringan limfoid (lempeng Peyer) terdapat pada tunica mucosa

ileum bagian bawah sepanjang pinggir antimesenterica.

Pembuluh arteri yang mendarahi jejunum dan ileum berasal dari cabang-

cabang arteria mesenterica superior. Bagian paling bawah ileum diperdarahi juga

oleh arteia ileocolica. Vena sesuai dengan cabang-cabang arteria mesenterica

superior dan mengalirkan darahnya ke dalam vena mesenterica superior.

Persarafan jejunum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus

vagus) plexus mesenterica superior.

ii. Intestinum Crassum (Usus Besar)

Intestinum crassum terbentang dari ileum sampai anus. Intestinum

crassum terbagi menjadi caecum, appendix vermiformis, colon ascenden,

colon transversum, colon descenden, dan colon sigmoid. Fungsi utama

intestinum crassum adalah mengabsorpsi air dan elektrolit dan menyimpan

bahan yang tidak dicerna sapai dapat dikeluarkan dari tubuh sebagai feses.

11

Caecum

Caecum adalah bagian intestinum crassum yang terletak diperbatasan

ileum dan intestinum crassum. Caecum merupakan kantong buntu yang

terletak pada fossa iliaca dextra. Panjang caecum sekitar 6 cm dan seluruhnya

diliputi oleh peritoneum. Caecum mudah bergerak, walaupun tidak

mempunyai mesenterium. Seperti pada colon, stratus longitudinale tunica

muscularis terbatas pada tiga pita tipis yaitu taenia coli yang bersatu pada

dasar appendix vermiformis dan membentuk stratum longitudinale tunica

muscularis yang sempurna pada appendix vermiformis. Caecum sering

teregang oleh gas dan dapat diraba melalui dinding anterior abdomen pada

orang hidup.

Perdarahan caecum dari arteria caecalis anterior dan arteria caecalis

posterior membentuk arteria ileocolica, sebuah cabang arteria mesenterica

superior. Vena mengikuti arteria yang sesuai dan mengalirkan darahnya ke

vena mesenterica superior. Persarafan berasal dari cabang saraf simpatis dan

parasimpatis (nervus vagus) membentuk plexus mesenterica superior.

Appendix Vermiformis

Appendix vermiformis adalah organ sempit, berbentuk tabung yang

mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid. Panjang appendix

bervariasi 8-13 cm. Dasarnya melekat pada permukaan posteromedial caecum,

sekitar 2,5 cm dibawah junctura ileocaecalis. Bagian appendix seluruhnya

diliputi peritoneum, yang melekat pada lapisan bawah mesenterium intestinum

tenue melaluin mesenterium sendriri yang pendek, mesoappendix.

Mesoappendix berisi arteri, vena appendicularis dan saraf-saraf.

12

Appendix vermiformis terletak di regio iliaca dextra, dan pangkal

diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis

yang menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus (titik

McBurney). Di dalam abdomen dasar appendix mudah ditemukan dengan

mencari taenia coli caecum dan mengikutinya sampai dasar appendix, tempat

taenia coli bersatu membentuk tunica muscularis longitudinalis yang lengkap.

Appendix vermiformis diperdarahi oleh arteria appendicularis

merupakan cabang arteria caecalis posterior. Arteria ini menuju ujung

appendix di dalam mesoappendix. Vena appendicularis mengalirkan darahnya

ke vena caecalis posterior. Persarafan appendix bersal dari cabang saraf

simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleux mesentericus superior.

Serabut saraf aferen yang menghantarkan rasa nyeri visceral abdomen dari

appendix berjalan bersama saraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis

setinggi vertebra thoracica X.

Colon Ascendens

Panjang colon ascendens sekitar 13 cm dan terletak di kuadran kanan

bawah. Colon ascendens membentang ke atas dari caecum sampai permukaan

inferior lobus hepatis dexter, lalu colon ascendens membelok ke kiri,

membentuk flexura coli dextra dan melanjutkan diri sebagai colon

trasnversum. Peritoneum meliputi bagian depan dan samping colon ascendens

dan menghubungkan colon ascendens dengan dinding posterior abdomen.

Perdarahan colon ascendens berasal dari arteria ileocolica dan arteria

colica dextra yang merupakan cabang arteria mesenterica superior. Vena

mengikuti arteria yang sesuai dan bermuara ke vena mesenterica superior.

Persarafan colon ascendens berasal dari cabang saraf simpatis dan

parasimpatis (nervus vagus) dari plexus mesentericus superior.

Colon Transversum

Panjang colon transversum sekitar 38 cm dan berjalan menyilang

abdomen, menempati regio umbilicalis. Colon transversum mulai dari flexura

coli dextra di bawah lobus hepatis dexter dan tergantung ke bawah oleh

mesocolon transversum dari pancreas. Kemudia colon transversum berjalan ke

atas sampai flexura coli sinistra dibawah lien. Flexura coli sinistra lebih tinggi

daripada flexura coli dextra dan digantung ke diaphragma oleh ligamentum

phrenicocolicum.

13

Perdarahan colon transversum dua pertiga bagian prokximal colon

transversum diperdarahi oleh arteria colica media, cabang arteria mesenterica

superior. Sepertiga bagian distal diperdarahi oleh arteria colica sinistra, cabang

arteria mesenterica inferior. Vena mengikuti arteria yang sesuai dan bermuara

ke vena mesenterica superior dan vena mesenterica inferior. Persarafan dua

pertiga proksimal colon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis dan nervus

vagus melalui plexus mesentericus superior, sepertiga distal dipersarafi oleh

saraf simpatis nervi splancnici plevisi melalui mesentericus inferior.

Colon Descendens

Panjang colon descendens sekitar 25 cm dan terletak dikuadran kiri

atas dan bawah. Colon ini berjalan ke bawah dari flexura coli sinistra sampai

pinggir pelvis, disini colon transversum melanjutkan diri menjadi colon

sigmoideum. Peritoneum meliputi permukaan depan dan sisi-sisinya serta

menghubungkannya dengan dinding posterior abdomen.

Perdarahan colon tramsversum, arteria colica sinistra dan arteria

sigmoidea merupakan cabang arteria mesenterica inferior. Vena mengikuti

arteri yang sesuai dan bermuara ke vena mesentericis inferior. Colon

transversum dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis nervi splancnici

pelvici melalui plexus meentericus inferior.

Colon Sigmoideum

Panjang colon sigmoid sekitar 25-28 cm dan merupakan lanjutan colon

descendens yang terletak didepan apertura pelvis superior. Di bawah colon

sigmoideum berlanjut sebagai rectum yang terletak didepan vertebra sacralis

ketiga. Colon sigmoideum mudah bergerak dan tergantung ke bawah masuk ke

dalam cavitas pelvis dalam bentuk lengkungan.

Perdarahan colon sigmoideum, arteria sigmoidea cabang arteri

mesenterica inferior. Cabang vena mesenterica inferior bermuara ke vena

porta. Colon sigmoideum dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis dari

plexus hypogastricus inferior.

Rectum

Panjang rectum sekitar 13 cm dan berawal didepan vertebra sacralis III

sebagai lanjutan colon sigmoideum. Rectum berjalan ke bawah mengikuti

lengkungan os sacrum dan os coccygis, dan berakhir didepan ujung coccygis

14

dengan menembus diaphragma pelvis dan melanjutkan diri sebagai canalis

analis. Bagian bawah rectum melebar membentuk ampula recti.

Peritoneum meliputi facies anterior dan lateral sepertiga bagian

pertama rectum dan hanya meliputi permukaan anterior pada sepertiga bagian

tengah, sedangkan sepertiga bagian bawah rectum tidak diliputi peritoneum.

Pada perempuan, dua pertiga bagian atas rectum yang diliputi oleh peritoneum

berhubungan dengan colon sigmoideum, lengkung ileum yang terdapat pada

excavatio retrouterina (cavum Douglas). Sepertiga bagian bawah rectum yang

tidak diliputi peritoneum berhubungan dengan facies posterior vagina.

Pendarahan rectum, arteria rectalis superior merupakan lanjutan arteria

mesenterica inferior. Kedua cabang ini mula-mula terletak dibelakang rectum

dan kemudia menembus tunica muscularis dan mendarahi tunica mucosa.

Arteria rectalis media merupakan cabang kecil arteria iliaca interna. Pembuluh

ini berjalan ke depan dan media rectum, terutama mendarahi tunica

muscularis. Arteria rectalis inferior merupakan cabang arteria pudenda interna

didalan perineum.1

B. Fisiologi

i. Usus Halus

Usus halus adalah tempat sebagian besar pencernaan dan penyerapan

berlangsung. Tidak terjadi pencernaan lebih lanjut setelah isi lumen mengalir

melewati usus halus, dan tidak terjadi penyerapan nutrien lebih lanjut,

meskipun usus besar menyerap sejumlah kecil garam dan air. Usus halus

15

terletak bergelung di dalam rongga abdomen, terbentang antara lambung dan

usus besar. Motilitas usus halus mencakup segmentasi dan migrating motility

complex.

Segmentasi

Segmentasi, metode motilitas utama usus halus sewaktu pencernaan,

mencampur dan mendorong kimus secara perlahan. Segmentasi terdiri dari

kontraksi otot polos sirkular yang berulang dan berbentuk cincin di sepanjang

usus halus, diantara segmen-segmen yang berkontraksi terdapat daerah-daerah

rileks yang mengandung sedikit bolus kimus. Cincin kontraktil terbentuk

setiap beberapa sentimeter, membagi usus halus menjadi segmen-segmen

seperti rangkaian sosis.

Cincin kontraktil ini tidak menyapu di sepanjang usus seperti halnya

gelombang peristaltik. Setelah suatu periode singkat, segmen-segmen yang

berkontraksi melemas dan kontraksi berbentuk cincin ini muncul di bagian-

bagian yang sebelumnya melemas. Kontraksi baru mendorong kimus di bagian

yang semula rileks untuk bergerak kedua arah ke bagian-bagian yang kini

melemas disampingnya. Karena itu, segmen yang baru melemas menerima

kimus dari kedua segmen yang berkontraksi tepat dibelakang dan depannya.

Segera setelah itu bagian-bagian yang berkontraksi dan melemas kembali

berganti. Dengan cara ini kimus dipotong, digiling dan dicampur merata.

Tingkat kepekaan otot polos sirkular dan karenanya intensitas

kontraksi segmentasi dapat dipengaruhi oleh peregangan usus, oleh hormon

gastrin dan oleh aktivitas saraf ekstrinsik. Segmentasi berkurang atau berhenti

diantara waktu makan tetapi menjadi kuat segera setelah makan. Saat makanan

pertama masuk ke usus halus, duodenum dan ileum mulai melakukan

kontraksi segmentasi secara bersamaan.

Duodenum mulai melakukan segmentasi terutama sebagai respon

terhadap peregangan lokal yang ditimbulkan oleh keberadaan kimus.

Segmentasi ileum yang kosong, sebaliknya, ditimbulkan oleh gastrin yang

disekresikan sebagai respon terhadap keberadaan kimus di lambung, suatu

mekanisme yang dikenal sebagai refleks gastroileum. Stimulasi saraf

parasimpatis meningkatkan segmentasi, sementara simpatis menekan aktivitas

segmentasi. Pencampuran yang dilakukan oleh segmentasi memiliki fungsi

rangkap yaitu mencampur kimus dengan getah pencernaan yang disekresikan

16

ke dalam lumen usus halus dan memajankan semua kimus ke permukaan

absorptif mukosa usus halus.

Migrating motility complex

Ketika sebagian besar makanan telah disera, kontraksi segmentasi

berhenti dan diganti diantara waktu makan oleh migrating motility complex.

Motilitas diantara waktu makan ini berbentuk gelombang peristaltik lemah

berulang yang bergerak dalam jarak pendek ke hilir sebelum lenyap.

Gelombang peristaltik pendek ini memerlukan sekitar 100 sampai 150 menit

untuk akhirnya bermigrasi dari lambung ke ujung usus halus. Setelah akhir

usus halus tercapai, siklus dimulai kembali dan terus berulang sampai

kedatangan makanan berikutnya. Migrating motility complex diperkirakan

diatur diantara waktu makan oleh hormon motilin, yang disekresikan selama

keadaan tidak makan oleh sel-sel endokrin mukosa usus halus. Pelepasan

motilin dihambat oleh makan.

Dipertemuan antara usus halus dan usus besar, bagian terakhir ileum

mengalirkan isinya ke dalam sekum. Dua faktor berperan dalam kemampuan

bagian ini berfungsi sebagai sawar antara usus halus dan usus besar. Pertama,

susunan anatomiknya sedemikian sehingga terbentuk lipatan jaringan

berbentuk katup menonjol dari ileum ke dalam lumen sekum. Ketika isi ileum

terdorong maju, katup ileosekum ini dengan mudah terbuka, tetapi lipatan

jaringan ini akan tertutup erat ketika isi sekum berupaya mengalir balik.

Kedua, otot polos dibeberapa sentimeter terakhir dinding ileum menebal,

membentuk sfingter yang berada di bawah kontrol saraf dan hormon.

Tekanan di sisi sekum sfingter menyebabkan otot ini berkontraksi lebih

kuat, peregangan di sisi ileum menyebabkan sfingter melemas, suatu reaksi

yang diperantarai oleh pleksus intrinsik daerah ini. Dengan cara ini, pertemuan

ileosekum mencegah isi usus besar yang penuh bakteri mencemari usus halus

dan pada saat yang sama memungkinkan isi ileum masuk ke dalam kolon. Jika

bakteri-bakteri kolon memperoleh akses ke usus halus kaya nutrien maka

mereka akan cepat berkembang biak. Relaksasi sfingter ditingkatkan oleh

pelepasan gastrin pada permulaan makan, saat terjadi peningkatan aktivitas

lambung. Relaksasi ini memungkinkan serat yang tidak tercerna dan zat

terlarut yang tidak diabsorpsi dari makanan sebelumnya terdorong maju

sewaktu makanan baru masuk saluran pencernaan.

17

Sekresi

Setiap hari sel-sel kelenjar eksokrin di mukosa usus halus

mensekresikan ke dalam lumen sekitar 1,5 liter larutan cair garam dan mukus

yang disebut sukus enterikus. Sekresi meningkat setelah makan sebagai respon

terhadap stimulasi lokal mukosa usus halus oleh adanya kimus. Mukus di

dalam sekresi berfungsi untuk melindungi dan melumasi. Selain itu, sekresi

cair menyediakan banyak H2O untuk berperan dalam pencernaan makanan

oleh enzim. Tidak ada enzim pencernaan yang disekresikan ke dalam getah

usus ini. Usus halus memang mensintesis enzim pencernaan, tetapi enzim-

enzim ini berfungsi di dalam membran brush border sel epitel yang melapisi

bagian dalam lumen dan tidak disekresikan langsung ke dalam lumen.

Pencernaan

Pencernaan di lumen usus dilakukan oleh enzim-enzim pankreas,

dengan pencernaan lemak ditingkatkan oleh sekresi empedu. Akibat aktivitas

enzim pankreas, lemak direduksi secara sempurna menjadi unit-unit

monogliserida dan asam lemak bebas yang dapat diserap, protein diuraikan

menjadi fragmen-fragmen peptida kecil dan beberapa asam amino dan

karbohidrat diubah menjadi disakarida dan beberapa monosakarida. Karena

itu, pencernaan lemak telah selesai di dalam lumen usus halus, tetapi

pencernaan karbohidrat dan protein belum tuntas.

Dipermukaan luminal sel-sel epitel usus halus terdapat tonjolan-

tonjolan khusus seperti rambut, mikrovilus, yang membentuk brush border.

Membran plasma brush border mengandung tiga kategori enzim yang melekat

ke membran.

1. Enterokinase, yang mengaktifkan enzim pankreas tripsinogen.

2. Disakaridase (maltase, sukrase, dan laktase), yang menuntaskan

pencernaan karbohidrat dengan menghidrolisis disakarida yang tersisa

(maltosa, sukrosa dan laktosa) menjadi monosakarida konstituennya.

3. Aminopeptidase, yang menghidrolisis fragmen-fragmen peptida kecil

menjadi komponen-komponen asam amino sehingga pencernaan protein

selesai.

Penyerapan

Sebagian besar penyerapan terjadi di duodenum dan jejunum, hanya

sedikit yang terjadi di ileum, bukan karena ileum tidak memiliki kemampuan

18

menyerap tetapi karena sebagian besar penyerapan telah diselesaikan sebelum

isi usus mencapai ileum. Usus halus memiliki kapasitas absorptif cadangan

yang besar. Sekitar 50% usus halus dapat diangkat tanpa banyak mengganggu

penyerapan dengan satu pengecualian. Jika ileum terminal diangkat maka

penyerapan vitamin B12 dan garam empedu akan terganggu karena mekanisme

transpor khusus untuk kedua bahan ini hanya terdapat di bagian ini. Mukosa

yang melapisi bagian dalam usus halus telah beradaptasi sangat baik untuk

fungsi absorptifnya karena dua alasan: (1) mukosa ini memiliki luas

permukaan yang besar, dan (2) sel-sel epitel di lapisan ini memiliki beragam

mekanisme transpor khusus.

ii. Usus Besar

Kolon normalnya menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus per

hari. Karena sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah diselesaikan di

usus halus maka isi yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang

tak tercerna (misalnya selulosa), komponen empedi yang tida diserap dan

cairan. Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi lumennya. Apa yang

tertinggal dan akan dikerluarkan disebut feses (tinja). Fungsi utama usus besar

adalah untuk menyimpan tinja sebelum defekasi.

Motilitas

Lapisan otot polos longitudinal luar tidak mengelilingi usus besar

secara penuh. Lapisan ini terdiri dari tiga pita otot longitudinal yang terpisah,

taenia coli, yang berjalan disepanjang usus besar. Teania coli lebih pendek

daripada otot polos sirkular dan lapisan mukosa dibawahnya, karena itu

lapisan-lapisan dibawahnya disatukan membentuk kantung atau haustra.

Haustra bukanlah sekedar kumpulan permanen yang pasif, haustra secara aktif

berganti lokasi akibat kontraksi lapisan otot polos sirkular.

Umumnya gerakan usus berlangsung lambat dan tidak mendorong

sesuai fungsinya sebagai tempat penyerapan dan penyimpanan. Motilitas

utama kolon adalah kontraksi haustra yang dipicu oleh ritmisitas otonom sel-

sel otot polos kolon. Kontraksi ini menyebabkan kolon membentuk haustra,

serupa dengan segmentasi usus halus tetapi tejadi jauh lebih jarang. Waktu

diantara dua kotraksi haustra dapat mencapai tiga puluh menit, sementara

19

kotraksi segmentasi di usus halus berlangsung dengan frekuensi 9 sampai 12

kali per menit.

Lokasi kantung haustra secara bertahap berubah sewaktu segmen yang

semula melemas dan membentuk kantung mulai berkontraksi secara perlahan

sementara bagian yang tadinya berkontraksi melemas secara bersamaan

membentuk kantung baru. Geraka ini tidak mendorong isi usus tetapi secara

perlahan mengaduknya maju mundur sehingga isis kolon terpajan ke mukosa

penyerapan. Kontraksi haustra umumnya dikontrol oleh refleks-refleks lokal

yang melibatkan pleksus intrinsik.

Tiga atau empat kali sehari, umumnya setelah makan terjadi

peningkatan mencolok motilitas saat segmen-segmen besar kolon asendens

dan transversum berkontraksi secara simultan, mendorong tinja sepertiga

sampai tiga perempat panjang kolon dalam beberapa detik. Kontraksi masif

ini, yang secara tepat dinamai gerakan massa, mendorong isi kolon ke bagian

distal usus besar, tempat bahan disimpan sampai terjadi defekasi.

Ketika makanan masuk ke lambung, terjadi refleks gastrokolon yang

diperantarai dari lambung ke kolon oleh gastrin dan saraf otonom ekstrinsik,

yang menjadi pemicu utama gerakan massa di kolon. Pada banyak orang,

refleks ini paling jelas setelah sarapan dan sering diikuti oleh keinginan buang

air besar. Refleks gastroileum memindahkan isi usus halus yang masih ada ke

dalam usus besar, dan refleks gastrokolon mendorong isi kolon ke dalam

rektum, memicu refleks defekasi.

Ketika gerakan massa dikolon mendorong tinja ke dalam rektum,

peregangan terjadi di rektum merangsang reseptor regang di dinding rektum,

memicu refleks defekasi. Refleks ini menyebabkan sfingter ani internus

melemas dan rektum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih kuat. Jika sfingter

ani eksternus juga melemas maka terjadi defekasi. Karena otot rangka, sfingter

ani eksternus berada dibawah kontrol volunter. Peregangan awal dinding

rektum disertai oleh timbulnya rasa ingin buang air besar. Jika keadaaan tidak

memungkinkan defekasi maka pengencangan sfingter ani eksternus secara

sengaja dapat mencegah defekasi meskipun refleks defekasi sudah aktif. Jika

defekasi ditunda maka dinding rektum yang semula teregang secara perlahan

melemas, dan keinginan untuk buang air besar mereda sampai gerakan massa

20

berikutnya mendorong lebih banyak tinja ke dalam rektum dan kembali

meregangkan rektum serta memicu refleks defekasi.

Jika defekasi terjadi maka biasanya dibantu oleh gerakan mengejan

volunter yang melibatkan kontraksi otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan

glotis tertutup secara bersamaan. Tindakan ini sangat meningkatkan tekanan

intraabdomen, yang membantu mendorong tinja.

Sekresi

Sekresi kolon terdiri dari larutan mukosa basa (NaHCO3) yang

fungsinya adalah melindungi mukosa usus besar dari cedera mekanis dan

kimiawi. Mukus menghasilkan pelumasan untuk mempermudah feses

bergerak, sementara NaHCO3 menetralkan asam basa iritan yang diproduksi

oleh fermentasi bakteri lokal. Sekresi meningkat sebagai espon terhadap

stimulasi mekanis dan kimiawi mukosa kolon yang diperantarai oleh refleks

pendek dan persarafan parasimpatis.

Penyerapan

Kolon dalam keadaan normal menyerap garam dan H2O. Natrium

diserap secara aktif, Cl- mengikuti secara pasif menuruni gradien listrik, dan

H2O mengkuti secara osmosis. Kolon menyerap sejumlah elektrolit lain serta

vitamin K yang disintesis oleh bakteri kolon.

Melalui absorpsi garam dan H2O terbentuk massa tinja yang padat.

Dari 500 g bahan yang masuk ke kolon setiap hari dari usus halus, kolon

normalnya menyerap sekitar 350 ml, meninggalkan 150 g fese untuk

dikeluarkan dari tubuh setiap hari. Bahan feses ini biasanya terdiri dari H2O

dan 50 g bahan padat, termasuk selulosa yang tidak dicerna, bilirubin, bakteri

dan sejumlah kecil garam. Karena itu,berbeda dari pandangan umum, saluran

cerna bukan saluran eksresi utama untuk mengeluarkan zat sisa dari tubuh.

Produk sisa utama yang diekskresikan di tinja adalah bilirubin.

Kadang selain feses yang keluar dari anus, gas usus atau flatus juga

keluar. Gas ini terutama berasal dari dua sumber: (1) udara yang tertelan

(mungkin ketika makan) dan (2) gas yag diproduksi oleh fermentasi bakteri

dikolon. Adanya gas yang mengalir melalui isi lumen menimbulkan suara

kumur yang dikenal sebagai borborigmi. Bersendawa, mengeluarkan sebagian

besar udara yang tertelan dari lambung, tetapi sebagian masuk ke usus.

21

Di usus biasanya hanya sedikit terdapat gas karena gas cepat diserap

atau diteruskan ke dalam kolon. Sebagian besar gas di kolon disebabkan oleh

aktivitas bakteri dengan jumlah dan sifat gas bergantung jenis makanan yang

dikonsumsi dan karakteristik bakteri kolon.2

FISTULA ENTEROKUTANEOUS

I. Definisi

Fistula adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara dua organ

dalam atau berjalan dari suatu organ dalam ke permukaan tubuh. Fistula

enterokutaneous adalah suatu saluran abnormal yang menghubungkan antara organ

gastrointestinal dan kulit. 3

Gambar 1. Fistula enterokutaneous

Setelah jelas ada fistel, perlu ditentukan letak fistek, di usus halus (tinggi)

atau lebih distal (rendah). Pada fistel tinggi, keadaan penderita akan lebih cepat

22

memburuk karena fistel ini akan mengeluarkan banyak cairan dan elektrolit

sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit cepat terganggu. Kulit disekitar

muara fistel mudah teriritasi oleh enzim pencernaan yang terdapat didalam cairan

usus sehingga dapat terjadi dermatitis yang sangat mengganggu. Fistel tinggi yang

biasanya disebut fistel bocor berat, merupakan kelainan yang prognosisnya

meragukan karena adanya dehidrasi gangguan keseimbangan elektrolit dan

kekurangan nutrisi. Pada fistel tinggi tindakan operasi harus dipercepat.

II. Klasifikasi dan Etiologi

Fistula enterokutaneous dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria anatomi,

fisiologi dan etiologi, yaitu sebagai berikut:

1. Berdasarkan kriteria anatomi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 2 yaitu

fistula internal dan eksternal. Fistula internal yaitu fistula yang menghubungkan

antara dua viscera, sedangkan fistula eksternal adalah fistula yang

menghubungkan antara viscera dengan kulit.

2. Berdasarkan kriteria fisiologi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 3 yaitu high-

output, moderate-output dan low output.

Fistula enterokutaneous dapat menyebabkan pengeluaran cairan intestinal

ke dunia luar, dimana cairan tersebut banyak mengandung elektrolit, mineral dan

protein sehingga dapat menyebabkan komplikasi fisiologis yaitu terjadi ketidak-

seimbangan elektrolit dan dapat menyebabkan malnutrisi pada pasien. Fistula

dengan high-output apabila pengeluaran cairan intestinal sebanyak >500ml

perhari, moderate-output sebanyak 200-500 ml per hari dan low-output sebanyak

<200 ml per hari.

3. Berdasarkan kriteria etiologi, fistula enterokutaneous dibagi menjadi 2 yaitu

fistula yang terjadi secara spontan dan akibat komplikasi postoperasi.

Fistula yang terjadi secara spontan, terjadi sekitar 15-25% dari seluruh

fistula enterokutaneous. Fistula ini dapat disebabkan oleh berbagai hal terutama

pada kanker dan penyakit radang pada usus. Selain itu dapat juga disebabkan oleh

radiasi, penyakit divertikular, appendicitis, dan ulkus perforasi atau iskhemi pada

usus.

Penyebab utama fistula enterokutaneous adalah akibat komplikasi

postoperasi (sekitar 75-85%). Faktor penyebab timbulnya fistula enterokutaneous

akibat postoperasi dapat disebabkan oleh faktor pasien dan faktor tehnik. Faktor

pasien yaitu malnutrisi, infeksi atau sepsis, anemia, dan hypothermia. Sedangkan

23

faktor tehnik yaitu pada tindakan preoperasi dan kurang terampilnya teknik bedah

sehingga mengakibatkan kebocoran anastomosis, cedera usus karena terkena

aliran listrik kauter dan tertinggalnya kassa. Sebelum dilakukan operasi, harus

dievaluasi terlebih dahulu keadaan nutrisi pasien karena kehilangan 10-15% berat

badan, kadar albumin kurang dari 3,0 gr/dL, rendahnya kadar transferin dan total

limfosit dapat meningkatkan resiko terjadinya fistula enterokutaneous. Selain itu,

fistula enterokutaneous dapat disebabkan oleh kurangnya vaskularisasi pada

daerah operasi, hipotensi sistemik, tekanan berlebih pada anastomosis, dan

membuat anastomosis dari usus yang tidak sehat. Untuk mengurangi resiko

timbulnya fistula, keadaan pasien harus normovolemia / tidak anemis agar aliran

oksigen menjadi lebih optimal. Selain itu pada saat operasi harus diberikan

antibiotik profilaksis untuk mencegah timbulnya infeksi dan abses yang dapat

menimbulkan fistula. Sisanya 15-20% dari fistula enterokutaneous dihubungkan

dengan faktor predisposisi seperti Chrohn Disease, keganasan, divertikulitis.4-6

III. Patofisiologi

Manifestasi dari fistula bergantung pada struktur mana yang terlibat. Drainase

yang berasal dari fistula enterokutaneous menyebabkan iritasi kulit dan ekskoriasi.

Kehilangan isi luminal, terutama dari hasil fistula yang berasal dari usus halus

bagian proksimal menyebabkan dehidrasi, kelainan elektrolit dan kekurangan gizi.

Fistula mempunyai potensi untuk menutup secara spontan. Faktor yang

menghambat penutupan secara spontan yaitu kekurangan gizi, radang pada usus,

kanker, radiasi, obtruksi usus bagian distal, benda asing, high ouput, saluran

fistula yang pendek (<2cm), dan epitelisasi dari saluran fistula.4

IV. Gejala / Manifestasi Klinik

Gejala awal dari fistula enterokutaneous adalah demam post operasi,

leukositosis, prolonged ileus, rasa tidak nyaman pada abdomen, dan infeksi pada luka.

Diagnosis menjadi jelas bila didapatkan drainase material usus pada luka di

abdomen.4

V. Pemeriksaan Penunjang7

Pemeriksaan penunjang pada kasus fistula yaitu sebagai berikut:

a. Test methylen blue

Test ini digunakan untuk mengkonfirmasi keberadaan fistula

enterokutaneous dan kebocoran segmen usus. Tehnik ini kurang mampu untuk

mengetahui fungsi anatomi dan jarang digunakan pada praktek.

24

b. USG

USG dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya abses dan

penimbunan cairan pada saluran fistula

c. Fistulogram

Tehnik ini menggunakan water soluble kontras. Kontras disuntikkan

melalui pembukaan eksternal, kemudian melakukan foto x-ray. Dengan

menggunakan tehnik pemeriksaan ini, dapat diketahui berbagai hal yaitu : Sumber

fistula, jalur fistula, ada-tidaknya kontinuitas usus, ada-tidaknya obstruksi di

bagian distal, keadaan usus yang berdekatan dengan fistula (striktur, inflamasi)

dan ada-tidaknya abses yang berhubungan dengan fistula.

d. Barium enema

Pemeriksaan ini menggunakan kontras, untuk mengevaluasi lambung, usus

halus, dan kolon. Tujuannya untuk mengetahui penyebab timbulnya fistula seperti

penyakit divertikula, penyakit Crohn's, dan neoplasma

e. CT scan

VI. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan fistula enterokutaneous dapat dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu

stabilization, investigation, decision making, definitive therapy, dan healing.

1. Stabilization

Tahap ini dibagi menjadi 5 yaitu: identification, resuscitation, control of sepsis,

nutritional support, control of fistula drainage

a. Identification

Pada tahap ini, yang dilakukan adalah mengidentifikasi pasien dengan

fistula enterokutaneous. Pada minggu pertama postoperasi, pasien menunjukkan

tanda-tanda demam dan prolonged ileus serta terbentuk erythema pada luka. Luka

akan terbuka dan terdapat drainase cairan purulen yang terdiri dari cairan usus.

Pasien dapat mengalami malnutrisi yang disebabkan karena sedikit atau tidak

diberikan nutrisi dalam waktu lama. Pasien dapat menjadi dehidrasi, anemis, dan

kadar albumin yang rendah.

b. Resuscitation

Tujuan utama pada tahap ini yaitu pemulihan volume sirkulasi. Pada tahap

ini, pemberian kristaloid dibutuhkan untuk memperbaiki volume sirkulasi.

Transfusi sel darah merah dapat meningkatkan kapasitas pengangkutan oksigen

dan pemberian infuse albumin dapat mengembalikan tekanan onkotik plasma.

25

c. Control of sepsis

Pada tahap ini, melakukan pencegahan terhadap timbulnya sepsis dengan

pemberian obat antibiotik.

d. Nutritional support

Pemberian nutrisi pada pasien dengan fistula enterokutaneous merupakan

komponen kunci penatalaksanaan pada fase stabilization. Fistula enterokutaneous

dapat menimbulkan malnutrisi pada pasien karena intake nutrisi kurang,

hiperkatabolisme akibat sepsis dan banyaknya komponen usus kaya protein yang

keluar melalui fistula. Pasien dengan fistula enterokutaneous membutuhkan kalori

total sebanyak 25-32kcal/kg perhari dengan rasio kalori-nitrogen 150:1 sampai

200:1, protein minimal 1,5g/kg perhari. Jalur pemberian nutrisi ini dilakukan

melalui parenteral. Selain itu, perlu diberikan elektrolit dan vitamin seperti

vitamin C, vitamin B12, zinc, asam folat.

e. Control of fistula drainage

Terdapat berbagai tehnik yang digunakan untuk managemen drainase

fistula yaitu simple gauze dressing, skin barriers, pauches, dan suction catheter.

Selain itu, untuk mencegah terjadinya maserasi pada kulit akibat cairan fistula,

dapat diberikan karaya powder, stomahesive atau glyserin.6 Beberapa penulis

melaporkan keberhasilan menggunakan Vacuum Assisted Closure (VAC) system

untuk penatalaksanaan fistula enterokutaneous. Obat-obatan (Somatostatin,

Octreotide dan H2 Antagonis) dapat juga diberikan untuk menghambat sekresi

asam lambung, sekresi kelenjar pankreas, usus, dan traktus biliaris.

2. Investigation

Pada tahap ini, dilakukan investigasi terhadap sumber dan jalur fistula.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu:

a. Test methylen blue

b. USG

c. Fistulogram

d. Barium enema

e. CT scan

3. Decision

Fistula enterokutaneous dapat menutup secara spontan dalam 4-6 minggu

pada pasien dengan pemberian nutrisi adekuat dan terbebas dari sepsis. Penutupan

spontan dapat terjadi pada sekitar 30% kasus. Fistula yang terdapat pada lambung,

26

ileum, dan ligamentum of Treiz memiliki kemampuan yang rendah untuk menutup

secara spontan. Hal ini berlaku juga pada fistula dengan keadaan terdapat abses

besar, traktus fistula yang pendek, striktur usus, diskontinuitas usus, dan obstruksi

distal. Pada kasus-kasus tersebut, apabila fistula tidak menutup (output tidak

berkurang) setelah 4 minggu, maka dapat direncanakan untuk melakukan operasi

reseksi. Pada rencana melakukan tidakan operasi, ahli bedah harus

mempertimbangkan untuk menjaga keseimbangan nutrisi dengan memberikan

nutrisi secara adekuat, kemungkinan terjadinya penutupan spontan dan tehnik-

tehnik operasi yang akan digunakan.

4. Definitive therapy

Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien dengan fistula

enterokutaneous yang tidak dapat menutup secara spontan adalah tindakan yang

tepat. Sebelumnya, pasien harus dalam kondisi nutrisi yang optimal dan terbebas

dari sepsis.

Pada saat operasi, abdomen dibuka menggunakan insisi baru. Insisi secara

transversal pada abdomen di daerah yang terbebas dari perlekatan. Tujuan

tindakan operasi selanjutnya adalah membebaskan usus sampai rektum dari

ligamentum Treiz. Kemudian melakukan eksplorasi pada usus untuk menemukan

seluruh abses dan sumber obstruksi untuk mencegah kegagalan dalam melakukan

anastomosis.

Pada saat isolasi segmen usus yang mengandung fistula, reseksi pada

segmen tersebut merupakan tindakan yang tepat. Pada kasus-kasus yang berat,

dapat digunakan tehnik exteriorization, bypass, Roux-en-Y drainase, dan serosal

patches. Namun tindakan- tindakan tersebut tidak menjamin hasil yang optimal.

Berbagai kreasi seperti two-layer, interrupted, end-to-end anastomosis

menggunakan segmen usus yang sehat dapat meningkatkan kemungikan

anastomosis yang aman.

5. Healing

Penutupan fistula secara spontan ataupun operasi, pemberian nutrisi harus

terus dilakukan untuk menjamin pemeliharaan kontinuitas usus dan penutupan

dinding abdomen. Tahap penyembuhan (terutama pada kasus postoperasi) ini

27

membutuhkan keseimbangan nitrogen, pemberian kalori dan protein yang adekuat

untuk meningkatkan proses penyembuhan dan penutupan luka.4

VII. Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh fistula enterokutaneous, yaitu sepsis,

malnutrisi, serta berkurangnya elektrolit dan cairan tubuh. Fistula dapat menimbulkan

abses lokal, infeksi jaringan, peritonitis hingga sepsis. Selain itu, fistula

enterokutaneous dapat meningkatkan pengeluaran isi usus yang kaya akan protein dan

cairan tubuh serta elektrolit sehingga dapat menimbulkan malnutrisi dan

berkurangnya kadar elektrolit dan cairan tubuh. Pemberian nutrisi parenteral (TPN)

sangat diperlukan, karena TPN dapat meningkatkan penutupan fistula secara spontan.

Pada pasien yang membutuhkan penutupan fistula dengan operasi, TPN dapat

meningkatkan status nutrisi sehingga dapat mempertahankan kontinuitas usus dengan

cara meningkatkan proses penyembuhan luka dan meningkatkan sistem imun.

VIII. Prognosis

Fistula enterokutaneous dapat menyebabkan mortalitas sebesar 10-15%, lebih

banyak disebabkan karena sepsis. Namun, sebanyak 50% kasus fistula dapat menutup

secara spontan. Faktor-faktor yang dapat menghambat penutupan spontan fistula yaitu

FRIEND (Foreign body didalam traktus fistula, Radiasi enteritis, Infeksi/inflamasi

pada sumber fistula, Epithelisasi pada traktus fistula, Neoplasma pada sumber fistula,

Distal obstruction pada usus). Tindakan pembedahan dapat menyebabkan lebih dari

50% morbiditas pada pasien dan 10% dapat kambuh kembali.4

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard S. Anatomi Klinik. Ed. 6. Jakarta : EGC, 2006. hlm. 223-39.

2. Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia. Ed. 6. Jakarta : EGC, 2011. hlm. 675-93.

3. Dorland. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC, 2010. hlm. 830.

4. Charles F, Bronicardi et al. Schwartz Principle of Surgery. Intestinal Fistula.

McGraw Hill : 2009. p. 997-8.

5. Bailey & Love’s. Short Practice of Surgery. 25th ed. p. 1184-5.

6. Sabiston, David C. Textbook of Surgery : the biological basis of modern surgical

practice. 19th ed. Canada. 2009.

7. Stein D. Intestinal Fistulas. Available at : http://emedicine.medscape.

com/article/179444-diagnosis. 2008.

29