case ds 1

40
STATUS PSIKIATRI I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. R Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 37 tahun Status Perkawinan: Sudah menikah, suami meninggal Suku Bangsa : Jawa Pendidikan : SMP Pekerjaan : Sudah tidak bekerja, pernah bekerja sebagai pelayan dan pengamen Agama : Islam Alamat : Kp Cemplang Baru II.RIWAYAT PSIKIATRIK (autoanamnesis) A. Keluhan utama: Telanjang-telanjang B. Keluhan tambahan: 1. Mendengar suara-suara yang mengingatkan dia 2. Menganggap dirinya nabi yang dapat menyembuhkan orang 3. Melihat kolam renang saat berada di panti C. Riwayat Gangguan Sekarang: Sebelas hari yang lalu pasien diantar petugas panti karena petugas panti melihat pasien mulai suka telanjang di 1

Upload: bernardus-mario-vito

Post on 25-Dec-2015

222 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

sfa

TRANSCRIPT

Page 1: Case DS 1

STATUS PSIKIATRI

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. R

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 37 tahun

Status Perkawinan: Sudah menikah, suami meninggal

Suku Bangsa : Jawa

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Sudah tidak bekerja, pernah bekerja sebagai pelayan dan pengamen

Agama : Islam

Alamat : Kp Cemplang Baru

II. RIWAYAT PSIKIATRIK (autoanamnesis)

A. Keluhan utama: Telanjang-telanjang

B. Keluhan tambahan:

1. Mendengar suara-suara yang mengingatkan dia

2. Menganggap dirinya nabi yang dapat menyembuhkan orang

3. Melihat kolam renang saat berada di panti

C. Riwayat Gangguan Sekarang:

Sebelas hari yang lalu pasien diantar petugas panti karena petugas panti melihat

pasien mulai suka telanjang di pantinya. Saat diwawancara pasien mengatakan bahwa

dirinya melihat kolam renang sehingga pasien segera melepas pakaiannya untuk

berenang.

Selain itu, pasien juga mendengar suara-suara yang memperingatkan dia. Suara-

suara yang muncul menurut pasien seperti suara ibunya yang sudah tidak ada yang

memperingatkan dia akan suatu musibah. Pasien juga meyakini bahwa orang-orang

sekitarnya tidak mempercayai dirinya akan musibah tersebut. Suara-suara itu juga

1

Page 2: Case DS 1

memberi tahu pasien bahwa dia adalah orang terpilih yang dapat menyembuhkan orang

yang sakit.

Pasien jadi sering marah-marah kepada orang di sekitarnya. Pasien marah-marah

tanpa sebab yang jelas. Kata-kata yang dikeluarkan pasien tidak jelas dan tidak

menyambung. Semua ini dialami pasien setelah pasien tidak minum obat secara rutin.

Karena pasien merasa bosan minum obat yang tidak jelas sampai kapan harus tetap

meminum obat tersebut meskipun kadang-kadang gejala suara-suara tersebut masih ada.

D. Riwayat Gangguan Sebelumnya

1. Riwayat Gangguan Psikiatrik

Pada tahun 2006 saat pasien berusia 29 tahun pasien pernah dirawat di

rumah sakit jiwa di Bogor. Menurut pasien, pasien dibawa ke rumah sakit jiwa

oleh adiknya karena pasien tidak mau makan, banyak bicara, dan kurang tidur

karena pasien tidak merasa mengantuk dan merasa tidak lelah beraktivitas terus..

Menurut pasien hal ini disebabkan karena suami pasien meninggalkannya dengan

banyak hutang. Pasien merasa lebih tenang setelah pasiennya meninggalkannya

karena suaminya berbohong tentang penghasilannya dan sering membawa wanita

lain ke rumahnya. Pasien dirawat selama 3 bulan dan setelah itu pasien diijinkan

pulang. Pasien juga mendengar suara-suara yang menurut pasien seperti suara

ibunya yang mengingatkan akan terjadinya suatu musibah seperti tsunami di Aceh

dan memberitahukan bahwa ia dapat menyembuhkan orang sakit. Pasien juga

sering melihat sosok yang menurut pasien menyerupai nabi.

Pada tahun 2007, usia 30 tahun, keluhan muncul kembali karena pasien

jarang minum obat karena pasien bekerja di pinggir jalan dan lupa membawa

obat. Pasien bekerja mengamen sembunyi-sembunyi dan yang mengetahui hanya

adiknya yang laki-laki. Kemudian pasien dirawat di rumah sakit jiwa di Bogor.

Pada tahun 2008, usia 31 tahun, gejala yang sama muncul kembali namun

Pasien sering dibilang orang gila oleh orang-orang yang ditemuinya di jalan.

Pasien dirawat kembali sebentar dan diperbolehkan pulang.

Pada tahun 2012, usia 35 tahun pasien ditangkap satpol pp. Menurut

pasien, pasien tersasar dan tidak membawa ktp sehingga satpol pp membawanya

2

Page 3: Case DS 1

ke panti. Pasien juga mengaku sering melihat kolam renang sehingga pasien

sering telanjang di tempat umum. Semenjak itu pasien dibawa ke panti dan

tinggal di panti.

2. Riwayat Gangguan Medik

Riwayat gangguan medik tidak ditemukan.

3. Riwayat Penggunaan Zat

Pasien sering merokok namun tidak pernah menggunakan zat-zat psikoaktif

lainnya maupun alkohol.

Grafik Perjalanan Penyakit

2006 2007 2008 2012 2014

Onset 29 30 31 35 37

Stresor Pasien ditinggal oleh suaminya dan memiliki hutang

Pasien jarang minum obat

Pasien jarang minum obat dan sering dihina orang gila oleh orang sekitarnya

Pasien ditangkap satpol pp karena tersasar dan tidak membawa identitas

Pasien sudah merasa bosan minum obat dan minum tidak teratur.

Klinis - Mood - Mood - Mood hipertim - Mood - Mood

3

Page 4: Case DS 1

hipertim

- Afek

terbatas

- Perilaku

banyak

bicara, tidak

merasa

mengantuk,

energi yang

meluap-luap

- Halusinasi

auditorik

dan visual

- Waham

kebesaran

hipertim

- Afek

terbatas

- Perilaku

banyak

bicara, tidak

merasa

mengantuk,

energi yang

meluap-luap

- Halusinasi

auditorik

dan visual

- Waham

kebesaran

- Afek terbatas

- Perilaku

banyak bicara,

tidak merasa

mengantuk,

energi yang

meluap-luap

- Halusinasi

auditorik dan

visual

- Waham

kebesaran

hipertim

- Afek terbatas

- Perilaku

banyak bicara,

tidak merasa

mengantuk,

energi yang

meluap-luap

- Halusinasi

auditorik dan

visual

- Waham

kebesaran

hipertim

- Afek

terbatas

- Perilaku

banyak

bicara, tidak

merasa

mengantuk,

energi yang

meluap-luap

- Halusinasi

auditorik dan

visual

- Waham

kebesaran

Terapi Berobat ke RS

Berobat ke RS

Berobat ke RS Berobat ke RS - Scabimite sekali pakai- Loratadin 1x1- Asam salisilat +Fuson sekali pakai- Injeksi seftriaxon dosis tunggal- Frimania 200mg 2x11/2- Hexymer 2mg 3x1- Risperidone 2mg 2x1- Clozapin 2,5mg 1x1

4

Page 5: Case DS 1

Efek

samping

- - - - -

Lama terapi

3 bulan 3 bulan 4 tahun(tidak rutin)

2 tahun (tidak rutin)

Saat ini

- Interaksi

sosial

- Perawatan

diri

- Fungsi

sosial

↓↓

↓↓

↓↓

↓↓

↓↓

↓↓

↓↓

↓↓

↓↓

↓↓↓

↓↓↓

↓↓↓

E. Riwayat Perkembangan Pribadi

1. Riwayat Prenatal dan Perinatal

Riwayat kelahiran pasien tidak diketahui. Pasien tinggal bersama keluarganya.

2. Riwayat Masa Kanak Awal

Pasien tinggal bersama keluarganya. Riwayat perkembangan pasien di rumah

tidak diketahui.

3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan

Pasien memiliki banyak teman sebaya di sekolahnya. Pasien mengaku tidak

memilki masalah dengan temannya dan tidak pernah tidak naik kelas.

4. Riwayat Masa Remaja

Pasien memiliki banyak teman bermain. Selain di sekolah pasien juga sering pergi

berkumpul dengan teman sekampungnya. Pasien mulai mencoba merokok.

5. Riwayat Masa Dewasa

a. Riwayat Pendidikan

Pasien mengikuti jenjang pendidikan hingga SMP dan tuntas. Pasien tidak

pernah tinggal kelas sebelumnya. Pasien berhenti sekolah karena masalah

biaya dan memilih untuk mulai bekerja.

b. Riwayat Pekerjaan

5

Page 6: Case DS 1

Pasien pernah bekerja sebagai pelayan di sebuah cafe. Pasien bekerja sejak

tahun 1992 sampai tahun 2000. Kadang pasien juga bernyanyi di panggung

cafe. Setelah menikah pasien tidak bekerja lagi dan mulai mengamen sejak

ditinggal suami yaitu pada tahun 2005.

c. Riwayat Perkawinan / Berpacaran / Berpasangan

Pasien menikah tahun 2000 dan suaminya meninggal karena sakit pada tahun

2005. Pasien belum menikah atau berpacaran lagi semenjak 2005.

d. Riwayat Agama / Kehidupan Beragama

Pasien beragama Islam, tetapi jarang shalat dan pergi ke masjid.

e. Aktivitas Sosial

Pasien sering berinteraksi dengan teman sekolahnya. Pasien sering bepergian

bersama teman-temannya. Teman-temannya menyukai pasien.

f. Riwayat Pelanggaran Hukum

Pasien tidak pernah memiliki riwayat pelanggaran hukum sebelumnya.

g. Riwayat Militer

Pasien mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan dan pembelajaran

mengenai militer.

F. Situasi Kehidupan Sekarang

Pasien tinggal di panti dan mengikuti aktivitas rutin di panti.

G. Riwayat Psikoseksual

Pasien pernah berhubungan seksual sebelumnya baik dengan suami juga dengan

pelanggan dan pasien menyukai lawan jenis.

6

Page 7: Case DS 1

H. Riwayat Keluarga

I. Mimpi, Fantasi dan Nilai-nilai

Harapan pasien saat ini adalah ingin bisa sembuh dan kembali menjalani hidup normal

seperti orang pada umumnya.

III. STATUS MENTAL (Pemeriksaan tanggal 4 Desember 2014)

A. DESKRIPSI UMUM

1. Penampilan :

Pasien perempuan, berpenampilan sesuai usia, berpakaian rapi tetapi perawatan diri

buruk.

2. Perilaku dan aktivitas psikomotor :

Pasien tampak tenang saat diwawancarai. Pasien melakukan kontak mata dengan

pewawancara.

3. Sikap terhadap pemeriksa :

Pasien bersikap kooperatif dan terbuka terhadap pemeriksa

B. MOOD DAN AFEK

Mood : Eutimik

Afek : Afek sesuai

Keserasian : Serasi

C. PEMBICARAAN

Pasien bicara spontan, artikulasi cukup jelas, lancar, dan menjawab sesuai pertanyaan

7

Page 8: Case DS 1

D. GANGGUAN PERSEPSI

Ilusi : Tidak ditemukan

Halusinasi : Auditorik (mendengar suara yang memperingatkan dirinya)

Visual (melihat kolam renang dan nabi)

Depersonalisasi : Tidak ditemukan

Derealisasi : Tidak ditemukan

E. PIKIRAN

1. Proses pikir / bentuk pikiran: Koheren

2. Isi pikiran :

Preokupasi : Tidak ditemukan

Obsesi : Tidak ditemukan

Waham : Waham kebesaran (merasa dirinya nabi)

Ide bunuh diri : Tidak ditemukan

F. SENSORIUM DAN KOGNISI

1. Kesiagaan dan taraf kesadaran: Baik (compos mentis)

2. Orientasi:

Waktu : Tidak terganggu (pasien mengetahui hari dan tanggal saat wawancara)

Tempat : Tidak terganggu (pasien mengetahui sedang berada dimana)

Orang : Tidak terganggu(pasien dapat mengenali dokter muda)

3. Ingatan:

Jangka panjang : Tidak terganggu (pasien dapat mengingat masa kecilnya)

Jangka menengah: Tidak terganggu (pasien ingat kegiatan menari bersama di panti 3

bulan yang lalu)

Jangka pendek : Tidak terganggu (pasien ingat apa yang dilakukan dan apa yang

dimakan pada pagi hari)

Segera : Tidak terganggu (pasien ingat nama dokter muda yang sedang

berkunjung setelah berkenalan)

4. Konsentrasi dan perhatian:

Normal (pasien dapat menghitung 100 dikurang 7, menyebut 5 benda dari huruf k)

8

Page 9: Case DS 1

5. Kemampuan membaca dan menulis:

Tidak terganggu (pasien mampu menulis nama dan membaca huruf yang ditulis oleh

dokter muda)

6. Kemampuan visuospasial:

Tidak terganggu (pasien mampu menggambar jam dan menyalin gambar pentagon)

7. Pikiran abstrak:

Tidak terganggu (pasien mampu memahami peribahasa)

8. Inteligensi dan daya informasi:

Baik (pasien mampu berhitung, membaca, berbahasa)

G. PENGENDALIAN IMPULS

Pengendalian impuls terkendali.

H. DAYA NILAI DAN TILIKAN

Daya nilai baik

Tilikan 3 (pasien menyadari dirinya sakit namun menyalahkan faktor eksternal yaitu

suaminya yang tidak dapat membahagiakan)

I. TARAF DAPAT DIPERCAYA

Secara keseluruhan pembicaraan pasien dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

A. Status internus

Keadaan Umum : tampak tenang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernafasan : 16x/menit

Suhu : 36,00C

Tinggi badan : 157 cm

Berat badan : 59 kg

9

Page 10: Case DS 1

Kepala : normocephali

Mata :konjungitva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor

3mm/3mm, reflex cahaya langsung dan tidak langsung +/+.

Hidung : septum nasi di tengah, secret -/-

Mulut : mukosa oral basah

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Thoraks Pulmo :

I : Simetris dalam keadaan statis maupun dinamis

P : Stem fremitus kanan = kiri

P : Sonor pada kedua lapangan paru

A : Suara nafas Vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Thoraks Cor :

I : Iktus cordis tidak nampak

P : Iktus cordis tidak teraba

P : Batas atas : ICS III

Batas kanan : Linea parasternal dextra

Batas kiri : Linea midklavikularis sinistra

A : Bunyi jantung 1 & 2 reguler, murmur -, gallop -

Abdomen :

I : Datar

A :BU 8 x/menit

P : Supel, nyeri tekan -, organomegali -

P : Timpani pada seluruh kuadran

Kulit : Turgor baik, pucat -, sianosis -, terdapat lesi kulit pada daerah

tangan dan kaki berupa skuama, erosi, ekskoriasi, likenifikasi

Ekstremitas : CRT <2s, akral hangat, edema -/-, tremor -/-

Motorik : Normotonus, koordinasi baik

Refleks : Refleks fisiologis +/+/+/+, refleks patologis -/-

Kelainan khusus : Skabies

10

Page 11: Case DS 1

B. Status neurologik

GCS : E4V5M6

Pemeriksaan saraf kranial : kesan dalam batas normal

Rangsang Meningeal : Tidak ada

Refleks : Fisiologis +/+/+/+

Patologis -/-

Motorik dan sensorik : Dalam batas normal

Otonom : Dalam batas normal

C. Test psikologik, neurologik, laboratorium sesuai indikasi

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi

Leukosit 9.8 ribu/mm3 3.6-11

Eritrosit 4.6 juta/mm3 4.4-5.9

Hemoglobin 13.4 g/dl 11.7-15.5

Hematokrit 42.1 % 35-47

MCV 89.4 Fl 80-100

MCH 28.5 Pg 26-34

MCHC 33.6 g/dl 32-36

Trombosit 350 ribu/mm3 150-400

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Anamnesis

Pasien wanita berusia 37 tahun dibawa ke RSKD Duren Sawit 11 hari yang lalu karena

petugas panti melihat pasien mulai telanjang-telanjang dan suka menciumi teman sesama

jenisnya. Pasien juga suka marah-marah dan bicara tidak jelas. Pasien memiliki halusinasi

visual, halusinasi auditorik. Pasien jadi banyak bicara, waktu tidur berkurang, suka marah-

marah kalau dilarang melakukan sesuatu seperti merokok. Semua ini dialami pasien setelah

pasien tidak minum obat secara rutin. Karena menurut pasien walaupun sudah minum obat,

gejala pasien masih tidak membaik. Keluhan ini pernah dialami pasien dari tahun 2006 saat

11

Page 12: Case DS 1

pasien berusia 29 tahun dan berulang lagi pada tahun 2007, 2008, 2012 dan 2014. Pasien

mengatakan hal ini disebabkan karena ditinggal suami pasien dan hutang yang banyak akibat

suaminya.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik secara umum dan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan.

Status Mental

Pada pemeriksaan status mental ditemukan:

Deskripsi umum :

o Penampilan: perempuan, sesuai usia, kebersihan diri buruk

o Perilaku dan aktivitas psikomotor: tenang

o Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif

Pembicaran : spontan, lancar, jelas, menjawab sesuai pertanyaan.

Mood: eutimik ; Afek: normal ; Keserasian: serasi

Gangguan persepsi: halusinasi auditorik dan visual

Gangguan pikir : waham kebesaran

Sensorium dan kognisi : tidak ada kelainan

Pengendalian impuls : baik

Daya nilai realita: baik

Tilikan: derajat 3.

VI. FORMULASI DIAGNOSTIK

Pada pasien ditemukan sindrom atau pola perilaku atau psikologi yang bermakna secara klinis

yang menimbulkan penderitaan (distress) dan hendaya (disability) dalam fungsi pekerjaan dan

aktivitas kehidupannya sehari-hari untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu

dapat disimpulkan bahwa adanya gangguan jiwa pada pasien yang sesuai dengan definisi

gangguan jiwa yang tercantum dalam PPDGJ III.

a) Diagnosis aksis I

Pada pemeriksaan status generalis dan neurologis didapatkan keadaan pasien yang

compos mentis, tidak terapat kelainan fisik, tidak ada riwayat trauma, sehingga

kita dapat menyingkirkan diagnosis gangguan mental organik (F0)

12

Page 13: Case DS 1

Pada anamnesis tidak didapatkan adanya riwayat penggunaan NAPZA pada

pasien, hanya saja pasien merupakan perokok tetapi tidak memenuhi kriteria

gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan nikotin, sehingga diagnosis

gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan NAPZA (F1) dapat

disingkirkan.

Menurut PPDGJ III, kasus ini dapat digolongkan sebagai F25 skizoafektif,

karena :

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia :

o Halusinasi auditorik : pasien mendengar suara-suara yang

memperingatkan dirinya akan suatu musibah.

o Halusinasi visual : pasien melihat kolam renang di jalan dan

melihat sosok seperti nabi

o Waham kebesaran : pasien meyakini dirinya adalah nabi yang

dapat menyembuhkan

Disertai adanya gangguan afektif yang sama-sama menonjol pada saat

bersamaan

Memenuhi kriteria diagnosis F25.0 skizoafektif tipe manik karena :

o Memenuhi kriteria umum skizofrenia

o Afek meningkat secara menonjol ditambah dengan iritabilitas

o Skizoafektif tipe manik yang berulang

b) Diagnosis aksis II

Menurut hasil wawancara, tidak ditemukan adanya gangguan kepribadian dan

tidak ada retardasi mental.

c) Diagnosis aksis III

Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain didapatkan pasien menderita

skabies.

d) Diagnosis aksis IV

Pasien memiliki masalah sosial yang muncul karena pasien sering diejek gila pada

saat usia 30 tahun.

13

Page 14: Case DS 1

e) Diagnosis aksis V

Highest GAF level past year : 65

Pasien minum obat sejak tahun 2008 jadi ada waktu-waktu dimana gejala

skizofrenia tersebut tidak muncul dan pasien dapat beraktivitas seperti biasa.

Current GAF : 45

Gejala skizofrenia kambuh kembali menyebabkan gangguan dalam interaksi

sosial.

VII. EVALUASI MULTI AKSIAL

Aksis I : Skizofrenia tak terinci episodik dengan kemunduran progresif (F.20.31)

Aksis II : Tidak ada gangguan kepribadian dan tidak ada retardasi mental

Aksis III : Skabies

Aksis IV : Dihina gila oleh orang sekitar

Aksis V : GAF current: 45

GAF highest level past year: 65

VIII. DAFTAR MASALAH

1. Organobiologik

Sakit kronis, berkelanjutan

2. Psikologik

Gejala psikotik

o Gejala (+) : halusinasi visual, halusinasi auditorik, waham kebesaran

Kepatuhan minum obat buruk

3. Lingkungan dan sosial

Keluarga : orang tua pasien sudah tidak ada dan yang mengetahui soal pasien

hanya adiknya yang laki-laki

Masyarakat : pasien mengalami stigma dan diskriminasi

14

Page 15: Case DS 1

IX. PROGNOSIS

Quo ad Vitam : bonam

Quo ad Functionam : dubia ad malam

Quo ad Sanactionam : dubia ad malam

X. RENCANA PENATALAKSANAAN

1. Terapi Non Farmakologis

a. Memberikan edukasi kepada pasien mengenai penyakitnya serta perjalanan

penyakitnya yang mengharuskan pasien minum obat terus-menerus

b. Memotivasi pasien untuk memahami manfaat minum obat secara rutin

c. Memperbaiki fungsi sosial pasien

2. Terapi Farmakologis

a. - Loratadin 10 mg 1x1 p.o

b. - Frimania 200mg 2x11/2 p.o

c. - Risperidone 2mg 2x1 p.o

XI. FOLLOW UP

Pantau gejala-gejala psikis yang ada

Pantau kemungkinan munculnya efek samping terutama gejala ekstrapiramidal

15

Page 16: Case DS 1

XII. DISKUSI

1. Menilai tilikan pasien karena dari wawancara pasien mengetahui dirinya sakit dan harus

minum obat, saat ini pasien sedih karena tidak sembuh-sembuh sehingga bosan minum

obat. Meskipun beberapa kali halusinasi dan waham masih muncul tetapi saat

pemeriksaan pasien dapat menilai realita dengan baik. Sehingga kami memberikan nilai

tilikan 3.

2. Menentukan terapi farmakologi karena pasien sudah sakit kronis. Dosis yang diberikan

adalah dosis minimal yang akan dipertahankan sebagai dosis pemeliharaan. Pasien

sudah sakit kronis dan sudah lama minum obat antipsikotik maka kami pertimbangkan

triheksifenidil jika muncul efek ekstrapiramidalnya.

3. Pemberian loratadine tetap diberikan karena pasien masih suka mengeluhkan gatal yang

diakibatkan skabiesnya.

16

Page 17: Case DS 1

Landasan teori

Gangguan skizoafektif memiliki gejala skizofrenia dan gangguan mood.

Gangguan tersebut harus terjadi secara bersamaan atau selang beberapa hari. Menurut

PPDGJ III kriteria diagnosis untuk skizoafektif sebagai berikut :

Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif

adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang

bersamaan, atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu

episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsukuensi dari ini,

episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode

manik atau depresif.

Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan

gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.

Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah

mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi

Paska-skizofrenia).

Beberapa pasien dapat mengalami episode psikotik berulang, baik berjenis

manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2).

Pasien lain mengalami satu atau 2 episode skizoafektif terselip di antara

episode manik atau depresif (F30-F33).

Kriteria diagnosis untuk gangguan skizoafektif tipe manik adalah:

Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik yang

tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode

skizoafektif tipe manik.

Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang

tidak begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan

yang memuncak.

Skizofrenia adalah sindrom klinis dengan psikopatologi yang bervariasi, termasuk

di dalamnya gangguan kognisi, emosi, persepsi, dan aspek perilaku lainnya. Manifestasi

dari gangguan-gangguan ini dideskripsikan secara berbeda pada masing-masing pasien

dan berbeda pula seiring perjalanan penyakit, namun efek dari gangguan ini selalu berat,

17

Page 18: Case DS 1

dan biasanya jangka waktunya lama. Skizofrenia secara merata ditemukan pada wanita

dan pria. Namun onset pada pria biasanya lebih awal pada pria dibandingkan wanita,

dengan puncak onset pada usia 10-25 tahun. Pada wanita, terdapat penyebaran usia yang

bimodal, yaitu puncak onset pada usia 25-35 tahun dan usia pertengahan (>40 tahun).

Gangguan skizofrenia biasanya bertahan sampai seumur hidup, serta dapat menyerang

orang dari berbagai kelas sosial.

Penyebab dari gangguan skizofrenia tidak diketahui. Beberapa studi menunjukkan

bahwa faktor genetik memegang peranan dalam terjadinya gangguan skizofrenia.

Pada pasien ditemukan gejala klinis gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik

dan visual. Persepsi adalah proses memindahkan stimulasi fisik menjadi informasi

psikologis; proses mental dimana stimulasi sensoris dibawa ke kesadaran. Sedangkan,

halusinasi merupakan persepsi sensoris yang palsu yang tidak berkaitan dengan stimuli

eksternal yang nyata; pengalaman perseptif yang terjadi tanpa stimulus eksternal. Untuk

dikatakan sebagai halusinasi, pasien harus dalam keadaan sensorium yang jernih, tidak saat

tertidur atau ketika bangun tidur. Terdapat berbagai jenis halusinasi yaitu antara lain

halusinasi dengar (auditorik), halusinasi visual, halusinasi cium (olfaktoris), halusinasi

kecap (gustatorik), dan halusinasi raba (taktil). Pasien mengatakan bahwa pasien dapat

mendengar suara bisikan di telinganya yang menyuruh pasien untuk selalu berhati-hati.

Hal ini merupakan halusinasi auditorik. Halusinasi yang paling sering pada skizofrenia

adalah halusinasi auditorik, namun tidak menutup kemungkinan juga halusinasi dapat

terjadi pada modalitas sensori lainnya.

Berdasarkan PPDGJ III, diagnosis pasien ini adalah F20.31 Skizofrenia Tak

Terinci dengan kemunduran progresif. Pedoman diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ

III yaitu:

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya 2 gejala

atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas)

a. – “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema

dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya

sama, namun kualitasnya berbeda; atau

18

Page 19: Case DS 1

- “thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar

masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar

oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan

- “thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang

lain atau umum mengetahuinya;

b. – “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar; atau

- “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar; atau

- “delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan

pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya” = secara jelas

merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau

penginderaan khusus)

- “delusional perception” = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang

bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

c. Halusinasi auditorik

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

perilaku pasien, atau

- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di antara

berbagai suara yang berbicara), atau

- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh

d. Waham-waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal

keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di

atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau

berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

2. Atau paling sedikitnya dua gejala di bawah ini yang harus ada secara jelas

a. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik

oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa

kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan

19

Page 20: Case DS 1

(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama

berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;

b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak

relevan, atau neologisme;

c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi

tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativism, mutisme,

dan stupor;

d. Gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan

respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya

kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

3. Adapun gejala-gejala tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu

bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).

4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna salam mutu keseluruhan

(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior),

bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat

sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri

secara sosial.

Definisi

Skizofrenia adalah suatu sindroma klinis yang beraneka macam, bersifat

mengganggu, dan mempengaruhi kognisi, emosi, persepsi, dan aspek lain dari perilaku

seseorang. Gejala yang ditunjukkan oleh sindroma ini sangat beraneka ragam antar orang

dari waktu ke waktu, namun efeknya selalu berat dan biasanya untuk waktu yang lama.

Kelainan ini biasanya dimulai sebelum usia 25 tahun dan menetap seumur hidup,

mempengaruhi orang tersebut secara personal dan sosial. Baik pasien maupun keluarganya

mengalami penderitaan akibat penyakit ini. Diagnosis skizofrenia harus dilakukan dengan

melihat sejarah psikiatrik secara keseluruhan dengan didukung pemeriksaan mental.

20

Page 21: Case DS 1

Epidemiologi dan faktor resiko

Menurut DSM-IV-TR, insidensi per tahun terjadinya skizofrenia 0,5 sampai 5,0

per 10.000. Di US, prevalensi sekitar 1% dengan perbandingan sama antara pria dan

wanita, namun memiliki perbedaan onset antara keduanya. Pada pria, onset terjadinya

skizofrenia adalah 10-25 tahun, sedangkan pada wanita sekitar usia 25-35 tahun. Hanya 3-

10% wanita memiliki onset skizofrenia saat usia lebih dari 40 tahun. Onset terjadinya

skizofrenia dibawah 10 tahun atau lebih dari 60 tahun sangatlah jarang. Saat onset

skizofrenia lebih dari 45 tahun, maka disebut skizofrenia onset lambat (late onset

schizophrenia). Orang dengan skizofrenia memiliki angka kematian yang lebih tinggi

akibat kecelakaan dan penyebab lain dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia, diantaranya

ialah :

Genetik

Skizofrenia memiliki kecenderungan untuk diturunkan. Keturunan dari derajat

pertama keluarga memiliki kemungkinan 10 kali lebih tinggi untuk terkena

skizofrenia.

Riwayat Kehamilan

Terdapat bukti bahwa malnutrisi prenatal dapat menyebabkan skizofrenia, namun

belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hal ini. Beberapa penelitian mengatakan

bahwa suatu periode kelaparan hebat yang dialami ibu selama perikonsepsional

berhubungan secara signifikan terhadap terjadinya skizofrenia, yaitu meningkatkan 2

kali resiko terjadinya skizofrenia. Suatu penelitian mengatakan bahwa kurangnya

nutrisi saat trimester pertama kehamilan meningkatkan terjadinya abnormalitas pada

otak anak yang berhubungan dnegan terbentuknya skizofrenia. Terhambatnya

perkembangan otak pada trimester pertama karena penyebab lain juga meningkatkan

resiko terjadinya skizofrenia, termasuk terjadinya infeksi saat kehamilan. Beberapa

penelitian mengatakan bahwa skizofrenia dapat terbentuk jika ibu hamil terkena

influenza pada trimester kedua. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya insiden

21

Page 22: Case DS 1

lahirnya anak-anak yang nantinya memiliki skizofrenia yang lahir pada bulan-bulan

tertentu pada musim tertentu di berbagai daerah.

Kecenderungan untuk Menggunakan Obat-obat Terlarang

Orang dengan skizofrenia memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk

mengalami penyalahgunaan obat. Prevalensi terjadinya penyalahgunaan obat pada

sepanjang hidup orang dengan skizofrenia adalah sekitar 50%. Sekitar 90% orang

dnegan skizofrenia memiliki ketergantungan terhadap nikotin. Karena skizofrenia

terjadi saat awal kehidupan, maka kebutuhan untuk perawatan kesehatan, rehabilitasi,

dan lain-lain cukup tinggi. Hal ini bertolak belakang dnegan keadaan mereka yang

kebanyakan berekonomi rendah.

Etiologi

a. Genetik

Terdapat kontribusi genetik terhadap terjadinya skizofrenia yang terlihat dengan

adanya keluarga (baik derajat pertama ataupun derajat kedua) yang terlebih dahulu

mengalami skizofrenia. Pada bayi kembar monozigot, terdapat konkordansi skizofrenia

sekitar 50%.

b. Faktor Biokimia Otak

Dopamin. Hipotesis antara hubungan skizofrenia dengan dopamin adalah pada

pasien skizofrenia, terdapat aktivitas dopaminergik yang terlalu banyak. Kombinasi

jumlah pelepasan dopamin yang terlalu banyak, jumlah reseptor dopamin yang banyak,

dan hipersensitivitas reseptor pada pasien skizofrenia memiliki hubungan dengan

parahnya gejala positif (psikotik) yang dialami pasien.

Neurotransmiter lain yang berhubungan dengan skizofrenia adalah serotonin,

norepinefrin, GABA, neuropeptida (seperti substansi P dan neurotensin) yang

berhubungan dengan neurotransmiter, glutamat, asetilkolin, dan nikotin.

c. Neuropatologi

22

Page 23: Case DS 1

Kelainan otak yang terjadi pada pasien dnegan skizofrenia terletak pada sistem

limbik, ganglia basalis, termasuk kelainan pada kimia otak di korteks serebral, talamus,

dan batang otak. Pada pasien skizofrenia terdapat pengurangan massa otak yang

merupakan akibat dari berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps yang memediasi fungsi

otak.

d. Teori Psikoanalitik

Postulasi yang dikatakan oleh Sigmund Freud menyatakan bahwa skizofrenia

berasal dari fiksasi developmental yang terjadi terlebih dahulu saat pembentukan dan

perkembangan neurosis. Fiksasi ini menyebabkan gangguan pada perkembangan ego

dimana ego berhubungan dengan interpretasi terhadap kenyataan dan kontrol terhadap

dorongan dalam diri sehingga pada orang dengan skizofrenia, terdapat kelainan pada

kemampuan dirinya mengontrol dorongan seks dan lain-lain. Margaret Mahler

mengatakan bahwa pada pasien dengan skizofrenia, terdapat distorsi terhadap hubungan

ibu dan anak.

Teori ini mengatakan bahwa gejala yang ditunjukkan oleh pasien dengan

skizofrenia merupakan simbol tertentu yang terjadi pada dirinya. Sebagai contoh, fantasi

bahwa bumi akan segera berakhir menandakan baha dunia internal pasien tersebut telah

rusak. Perasaan inferior digantikan oleh delusi kemegahan dan sejenisnya. Halusinasi

merupakan objek pengganti keadaan dimana pasien tidak dapat meraih kenyataan

tersebut ataupun menggambarkan ketakutan yang ada dalam diri pasien tersebut.

Sedangkan delusi, menggambarkan gambaran baru yang dikehendaki pasien terhadap

kenyataan yang dia hadapi saat itu guna memberi ketenangan dan mengurangi rasa

takut pasien.

e. Teori Belajar

Pada teori ini, hubungan interpersonal yang buruk pada pasien dengan skizofrenia

terbentuk karena model yang buruk saat dia masih kanak-kanak.

f. Dinamika Keluarga

23

Page 24: Case DS 1

Pasien dengan hubungan yang buruk antara anak dan ibunya memiliki resiko

memiliki skizofrenia 6x lebih tinggi daripada orang pada umumnya.

1. Double Bind

Konsep ini mengatakan bahwa terdapat konflik pendapat orang tua

terhadap perilaku, tindakan, dan perasaan anak. Contoh dari kasus ini adalah

seorang anak yang diminta ibunya untuk membagi-bagikan kue miliknya kepada

teman-temannya, namun melarang anaknya untuk memberikan kue yang terlalu

banyak kepada teman-temannya tersebut.

2. Perpecahan Keluarga dan Keluarga yang Tidak Sejalan

Contoh dari kasus ini adalah suatu keluarga dengan salah satu orang

tuanya sangat dekat dengan seorang anak yang memiliki jenis kelamin yang

berbeda. Pada keluarga yang tidak sejalan, terdapat pertentangan antar kedua

orang tua yang menyebabkan tekanan pada anak sehingga nantinya akan timbul

suatu skizofrenia.

3. Keluarga dengan Pseudomutual dan Pseudohostile

Pada keluarga ini, ekspresi yang ditunjukkan adalah marah yang terjadi

secara pura-pura, atau pembicaraan dengan nada marah yang ditujukan untuk

pembicaraan biasa. Saat pasien keluar dan berkomunikasi dengan orang lain,

masalah barulah timbul. Verbal pasien tidak diterima dan tidak sesuai dengan

verbal yang dipakai di masyarakat luas.

4. Emosi

Orang tua atau pengasuh pasien mengkritik berlebihan, memusuhi, dan

terlalu ikut campur dalam kehidupan pasien. Beberapa penelitian mengatakan

bahwa keluarga dengan ciri-ciri seperti ini memiliki rata-rata kekambuhan yang

tinggi pada pasien dengan skizofrenia.

Klasifikasi dan manifestasinya

24

Page 25: Case DS 1

Tipe skizofrenia dibagi menjadi 5 tipe, yaitu:

a. Paranoid

Tipe ini memiliki ciri khas berupa preokupasi dengan satu atau lebih delusi atau

halusinasi auditorik yang begitu sering. Delusi yang khas yang biasa terjadi pada pasien

skizofrenia paranoid adalah delusi persekusi, yaitu merasa dirinya dianiaya atau delusi

kebesaran. Dapat juga ditemukan delusi dikendalikan, yakni merasa dirinya tidak dapat

melawan suatu perintah atau merasa dikendalikan. Pasien skizofrenia paranoid biasanya

mulai menderita skizofrenia pada usia lebih tua daripada skizofrenia katatonik sehingga

kemampuan untuk hidup lebih baik. Untuk mental, respons emosi dan perilaku

cenderung tidak terganggu jika dibandingkan dengan skizofrenia jenis lain. Ciri khas

pasien skizofrenia paranoid adalah selalu merasa tertekan, seperti dijagai, diperdaya,

dan terkadang bersikap bermusuhan atau agresif, namun pengendalian dirinya masih

baik sehingga masih dapat bersosialisasi di lingkungan. Intelegensia tidak terganggu.

b. Disorganisasi/H e bef r enik

Ciri khas pada tipe disorganisasi atau hebefrenik adalah regresi yang mencolok

pada perkembangan primitif, tidak dapat dihambat, dan perilaku yang tidak

terorganisasi dan tanpa adanya gejala pada kriteria katatonik. Onset, usia15-25 tahun.

Pasien ini biasanya aktif namun tanpa tujuan. Kemampuan berpikirnya lemah dan

kontak terhadap realitas juga kurang baik. Pasien sering tertawa tanpa alasan yang jelas

(giggling).

c. Katatonik

Ciri khas: dapat terjadi stupor, negativisme, kekakuan, kegirangan, atau

membentuk postur tertentu. Biasanya pasien menunjukkan perubahan yang cepat

diantara kegirangan yang ekstim dan stupor. Gejala lain yang tampak termasuk

stereotipik, manerisme, dan fleksibilitas yang mudah dipengaruhi. Mutisme sering

terjadi. Saat terjadi kegirangan tiba-tiba, harus diperhatikan bahaya melukai diri sendiri.

Pasien biasa mengalami malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, dan luka karena melukai

diri sendiri.

25

Page 26: Case DS 1

d. T ak terinci

Pasien tipe ini tidak dapat digolongkan tipe lainnya sehingga digolongkan sebagai

tipe tidak terdiferensiasi.

e. Residual

Karakteristik tipe ini, menurut DSM-IV-TR adalah adanya kelainan skizofrenik

yang terus menerus tanpa adanya gejala yang lengkap untuk menandakan skizofrenia

yang aktif jenis tertentu. Gejala tersebut termasuk emosi yang tumpul, perilaku aneh

yang eksentrik, pemikiran yang tidak logis, asosiasi longgar. Saat delusi dan halusinasi

muncul dampaknya tidak nyata.

Tatalaksana

Antipsikotik tetap menjadi pilihan utama bagi pasien dengan skizofrenia.

Walaupun demikian, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa intervensi psikososial

seperti psikoterapi dapat meningkatkan perbaikan klinis. Pasien skizofrenia akan

mengalami perbaikan klinis lebih baik jika diberikan terapi antipsikosis dan psikoterapi

bersama-sama, ketimbang hanya salah satu terapi saja.

Perawatan di rumah sakit diindikasikan untuk kepentingan diagnosis,

menstabilisasi pasien, dan untuk keselamatan pasien bila terdapat gagasan bunuh diri, juga

bila terdapat gangguan perilaku termasuk ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas

dasar (makan, perawatan diri, berpakaian, dsb). Perawatan singkat di rumah sakit selama 4-

6 minggu sama efektifnya dengan perawatan jangka panjang.

Prinsip pengobatan pasien dengan skizofrenia pada saat akut ialah dengan

pemberian obat-obatan untuk mengurangi gejalanya (symtomps remissions) dan untuk

menenangkan pasien. Dapat digunakan obat-obat dari golongan antipsikotik dan

benzodiazepin contohnya; haloperidol, olanzapine, fluphenazine, ziprazidone, atau

lorazepam. Umumnya rute pemberian yang digunakan ialah intramuskular, terutama pada

pasien agitasi efeknya lebih cepat untuk menenangkan pasien. Fase pengobatan ini

berlangsung kurang lebih selama 4-8 minggu. Setelahnya dilanjutkan dengan fase

stabilisasi dan pemeliharaan (maintenance). Tujuan dari fase ini ialah untuk mencegah

terjadinya kekambuhan dan meningkatkan fungsi hidup mereka. Data menunjukkan bahwa

26

Page 27: Case DS 1

16-23% pasien dalam pengobatan dan 53-72% pasien tanpa pengobatan, mungkin

mengalami kekambuhan dalam 1 tahun. Pemberhentian medikasi tanpa instruksi yang

sesuai meningkatkan resiko kekambuhan hingga 5 kali lipat. Secara umum

direkomendasikan pada pasien dengan episode pertama diterapi 1-2 tahun. Pada pasien

dengan episode kedua, pengobatan diteruskan sampai 5 tahun. Sedangkan bagi pasien

dengan multi-episode, beberapa ahli menganjurkan pengobatan seumur hidup.

Farmakoterapi yang sangat efektif terhadap skizofrenia ialah clozapine. Sekitar

70% pasien yang mendapatkan terapi ini akan membaik. Namun sayangnya obat ini

memiliki resiko efek samping yaitu agranulocytosis sehingga penggunaannya dibatasi

untuk pasien-pasien yang kurang responsif terhadap terapi antipsikotik lain terutama diluar

negeri.

Pemberian antipsikotik memiliki efek samping yang juga harus diperhatikan.

Extrapyramidal symtomps (EPS) merupakan salah satu efek samping yang umum

ditemukan dan dapat menimbulkan gangguan kepada pasien dalam pengobatan dengan

antipsikosis. Bila terjadi hal demikian dapat dilakukan penurunan dosis antipsikotik atau

ditambahkan obat anti-Parkinson contohnya trihexyphenidyl. Namun perlu diperhatikan

juga bahwa pemberian THP juga memiliki efek samping bila berlebih, diantaranya ialah

pandangan buram, mulut kering, konstipasi, dan terkadang gangguan memori. Oleh karena

itu penting untuk mem-follow-up pasien untuk mengetahui perkembangan gejalanya.

Prognosis

Lebih dari 50% pasien memiliki prognosis yang kurang baik, dengan berulang

kali dirawat di rumah sakit, kekambuhan gejala, episode gangguan mood yang berat dan

percobaan bunuh diri. Namun demikian, tidak semua kasus memiliki prognosis yang sama.

Beberapa faktor dapat mempengaruhi prognosis sehingga menjadi lebih baik.

27