case ds 1
DESCRIPTION
sfaTRANSCRIPT
STATUS PSIKIATRI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 37 tahun
Status Perkawinan: Sudah menikah, suami meninggal
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Sudah tidak bekerja, pernah bekerja sebagai pelayan dan pengamen
Agama : Islam
Alamat : Kp Cemplang Baru
II. RIWAYAT PSIKIATRIK (autoanamnesis)
A. Keluhan utama: Telanjang-telanjang
B. Keluhan tambahan:
1. Mendengar suara-suara yang mengingatkan dia
2. Menganggap dirinya nabi yang dapat menyembuhkan orang
3. Melihat kolam renang saat berada di panti
C. Riwayat Gangguan Sekarang:
Sebelas hari yang lalu pasien diantar petugas panti karena petugas panti melihat
pasien mulai suka telanjang di pantinya. Saat diwawancara pasien mengatakan bahwa
dirinya melihat kolam renang sehingga pasien segera melepas pakaiannya untuk
berenang.
Selain itu, pasien juga mendengar suara-suara yang memperingatkan dia. Suara-
suara yang muncul menurut pasien seperti suara ibunya yang sudah tidak ada yang
memperingatkan dia akan suatu musibah. Pasien juga meyakini bahwa orang-orang
sekitarnya tidak mempercayai dirinya akan musibah tersebut. Suara-suara itu juga
1
memberi tahu pasien bahwa dia adalah orang terpilih yang dapat menyembuhkan orang
yang sakit.
Pasien jadi sering marah-marah kepada orang di sekitarnya. Pasien marah-marah
tanpa sebab yang jelas. Kata-kata yang dikeluarkan pasien tidak jelas dan tidak
menyambung. Semua ini dialami pasien setelah pasien tidak minum obat secara rutin.
Karena pasien merasa bosan minum obat yang tidak jelas sampai kapan harus tetap
meminum obat tersebut meskipun kadang-kadang gejala suara-suara tersebut masih ada.
D. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Gangguan Psikiatrik
Pada tahun 2006 saat pasien berusia 29 tahun pasien pernah dirawat di
rumah sakit jiwa di Bogor. Menurut pasien, pasien dibawa ke rumah sakit jiwa
oleh adiknya karena pasien tidak mau makan, banyak bicara, dan kurang tidur
karena pasien tidak merasa mengantuk dan merasa tidak lelah beraktivitas terus..
Menurut pasien hal ini disebabkan karena suami pasien meninggalkannya dengan
banyak hutang. Pasien merasa lebih tenang setelah pasiennya meninggalkannya
karena suaminya berbohong tentang penghasilannya dan sering membawa wanita
lain ke rumahnya. Pasien dirawat selama 3 bulan dan setelah itu pasien diijinkan
pulang. Pasien juga mendengar suara-suara yang menurut pasien seperti suara
ibunya yang mengingatkan akan terjadinya suatu musibah seperti tsunami di Aceh
dan memberitahukan bahwa ia dapat menyembuhkan orang sakit. Pasien juga
sering melihat sosok yang menurut pasien menyerupai nabi.
Pada tahun 2007, usia 30 tahun, keluhan muncul kembali karena pasien
jarang minum obat karena pasien bekerja di pinggir jalan dan lupa membawa
obat. Pasien bekerja mengamen sembunyi-sembunyi dan yang mengetahui hanya
adiknya yang laki-laki. Kemudian pasien dirawat di rumah sakit jiwa di Bogor.
Pada tahun 2008, usia 31 tahun, gejala yang sama muncul kembali namun
Pasien sering dibilang orang gila oleh orang-orang yang ditemuinya di jalan.
Pasien dirawat kembali sebentar dan diperbolehkan pulang.
Pada tahun 2012, usia 35 tahun pasien ditangkap satpol pp. Menurut
pasien, pasien tersasar dan tidak membawa ktp sehingga satpol pp membawanya
2
ke panti. Pasien juga mengaku sering melihat kolam renang sehingga pasien
sering telanjang di tempat umum. Semenjak itu pasien dibawa ke panti dan
tinggal di panti.
2. Riwayat Gangguan Medik
Riwayat gangguan medik tidak ditemukan.
3. Riwayat Penggunaan Zat
Pasien sering merokok namun tidak pernah menggunakan zat-zat psikoaktif
lainnya maupun alkohol.
Grafik Perjalanan Penyakit
2006 2007 2008 2012 2014
Onset 29 30 31 35 37
Stresor Pasien ditinggal oleh suaminya dan memiliki hutang
Pasien jarang minum obat
Pasien jarang minum obat dan sering dihina orang gila oleh orang sekitarnya
Pasien ditangkap satpol pp karena tersasar dan tidak membawa identitas
Pasien sudah merasa bosan minum obat dan minum tidak teratur.
Klinis - Mood - Mood - Mood hipertim - Mood - Mood
3
hipertim
- Afek
terbatas
- Perilaku
banyak
bicara, tidak
merasa
mengantuk,
energi yang
meluap-luap
- Halusinasi
auditorik
dan visual
- Waham
kebesaran
hipertim
- Afek
terbatas
- Perilaku
banyak
bicara, tidak
merasa
mengantuk,
energi yang
meluap-luap
- Halusinasi
auditorik
dan visual
- Waham
kebesaran
- Afek terbatas
- Perilaku
banyak bicara,
tidak merasa
mengantuk,
energi yang
meluap-luap
- Halusinasi
auditorik dan
visual
- Waham
kebesaran
hipertim
- Afek terbatas
- Perilaku
banyak bicara,
tidak merasa
mengantuk,
energi yang
meluap-luap
- Halusinasi
auditorik dan
visual
- Waham
kebesaran
hipertim
- Afek
terbatas
- Perilaku
banyak
bicara, tidak
merasa
mengantuk,
energi yang
meluap-luap
- Halusinasi
auditorik dan
visual
- Waham
kebesaran
Terapi Berobat ke RS
Berobat ke RS
Berobat ke RS Berobat ke RS - Scabimite sekali pakai- Loratadin 1x1- Asam salisilat +Fuson sekali pakai- Injeksi seftriaxon dosis tunggal- Frimania 200mg 2x11/2- Hexymer 2mg 3x1- Risperidone 2mg 2x1- Clozapin 2,5mg 1x1
4
Efek
samping
- - - - -
Lama terapi
3 bulan 3 bulan 4 tahun(tidak rutin)
2 tahun (tidak rutin)
Saat ini
- Interaksi
sosial
- Perawatan
diri
- Fungsi
sosial
↓↓
↓↓
↓↓
↓↓
↓↓
↓↓
↓↓
↓↓
↓↓
↓↓↓
↓↓↓
↓↓↓
↓
↓
↓
E. Riwayat Perkembangan Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Riwayat kelahiran pasien tidak diketahui. Pasien tinggal bersama keluarganya.
2. Riwayat Masa Kanak Awal
Pasien tinggal bersama keluarganya. Riwayat perkembangan pasien di rumah
tidak diketahui.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan
Pasien memiliki banyak teman sebaya di sekolahnya. Pasien mengaku tidak
memilki masalah dengan temannya dan tidak pernah tidak naik kelas.
4. Riwayat Masa Remaja
Pasien memiliki banyak teman bermain. Selain di sekolah pasien juga sering pergi
berkumpul dengan teman sekampungnya. Pasien mulai mencoba merokok.
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pendidikan
Pasien mengikuti jenjang pendidikan hingga SMP dan tuntas. Pasien tidak
pernah tinggal kelas sebelumnya. Pasien berhenti sekolah karena masalah
biaya dan memilih untuk mulai bekerja.
b. Riwayat Pekerjaan
5
Pasien pernah bekerja sebagai pelayan di sebuah cafe. Pasien bekerja sejak
tahun 1992 sampai tahun 2000. Kadang pasien juga bernyanyi di panggung
cafe. Setelah menikah pasien tidak bekerja lagi dan mulai mengamen sejak
ditinggal suami yaitu pada tahun 2005.
c. Riwayat Perkawinan / Berpacaran / Berpasangan
Pasien menikah tahun 2000 dan suaminya meninggal karena sakit pada tahun
2005. Pasien belum menikah atau berpacaran lagi semenjak 2005.
d. Riwayat Agama / Kehidupan Beragama
Pasien beragama Islam, tetapi jarang shalat dan pergi ke masjid.
e. Aktivitas Sosial
Pasien sering berinteraksi dengan teman sekolahnya. Pasien sering bepergian
bersama teman-temannya. Teman-temannya menyukai pasien.
f. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah memiliki riwayat pelanggaran hukum sebelumnya.
g. Riwayat Militer
Pasien mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan dan pembelajaran
mengenai militer.
F. Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien tinggal di panti dan mengikuti aktivitas rutin di panti.
G. Riwayat Psikoseksual
Pasien pernah berhubungan seksual sebelumnya baik dengan suami juga dengan
pelanggan dan pasien menyukai lawan jenis.
6
H. Riwayat Keluarga
I. Mimpi, Fantasi dan Nilai-nilai
Harapan pasien saat ini adalah ingin bisa sembuh dan kembali menjalani hidup normal
seperti orang pada umumnya.
III. STATUS MENTAL (Pemeriksaan tanggal 4 Desember 2014)
A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan :
Pasien perempuan, berpenampilan sesuai usia, berpakaian rapi tetapi perawatan diri
buruk.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor :
Pasien tampak tenang saat diwawancarai. Pasien melakukan kontak mata dengan
pewawancara.
3. Sikap terhadap pemeriksa :
Pasien bersikap kooperatif dan terbuka terhadap pemeriksa
B. MOOD DAN AFEK
Mood : Eutimik
Afek : Afek sesuai
Keserasian : Serasi
C. PEMBICARAAN
Pasien bicara spontan, artikulasi cukup jelas, lancar, dan menjawab sesuai pertanyaan
7
D. GANGGUAN PERSEPSI
Ilusi : Tidak ditemukan
Halusinasi : Auditorik (mendengar suara yang memperingatkan dirinya)
Visual (melihat kolam renang dan nabi)
Depersonalisasi : Tidak ditemukan
Derealisasi : Tidak ditemukan
E. PIKIRAN
1. Proses pikir / bentuk pikiran: Koheren
2. Isi pikiran :
Preokupasi : Tidak ditemukan
Obsesi : Tidak ditemukan
Waham : Waham kebesaran (merasa dirinya nabi)
Ide bunuh diri : Tidak ditemukan
F. SENSORIUM DAN KOGNISI
1. Kesiagaan dan taraf kesadaran: Baik (compos mentis)
2. Orientasi:
Waktu : Tidak terganggu (pasien mengetahui hari dan tanggal saat wawancara)
Tempat : Tidak terganggu (pasien mengetahui sedang berada dimana)
Orang : Tidak terganggu(pasien dapat mengenali dokter muda)
3. Ingatan:
Jangka panjang : Tidak terganggu (pasien dapat mengingat masa kecilnya)
Jangka menengah: Tidak terganggu (pasien ingat kegiatan menari bersama di panti 3
bulan yang lalu)
Jangka pendek : Tidak terganggu (pasien ingat apa yang dilakukan dan apa yang
dimakan pada pagi hari)
Segera : Tidak terganggu (pasien ingat nama dokter muda yang sedang
berkunjung setelah berkenalan)
4. Konsentrasi dan perhatian:
Normal (pasien dapat menghitung 100 dikurang 7, menyebut 5 benda dari huruf k)
8
5. Kemampuan membaca dan menulis:
Tidak terganggu (pasien mampu menulis nama dan membaca huruf yang ditulis oleh
dokter muda)
6. Kemampuan visuospasial:
Tidak terganggu (pasien mampu menggambar jam dan menyalin gambar pentagon)
7. Pikiran abstrak:
Tidak terganggu (pasien mampu memahami peribahasa)
8. Inteligensi dan daya informasi:
Baik (pasien mampu berhitung, membaca, berbahasa)
G. PENGENDALIAN IMPULS
Pengendalian impuls terkendali.
H. DAYA NILAI DAN TILIKAN
Daya nilai baik
Tilikan 3 (pasien menyadari dirinya sakit namun menyalahkan faktor eksternal yaitu
suaminya yang tidak dapat membahagiakan)
I. TARAF DAPAT DIPERCAYA
Secara keseluruhan pembicaraan pasien dapat dipercaya
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
A. Status internus
Keadaan Umum : tampak tenang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 16x/menit
Suhu : 36,00C
Tinggi badan : 157 cm
Berat badan : 59 kg
9
Kepala : normocephali
Mata :konjungitva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor
3mm/3mm, reflex cahaya langsung dan tidak langsung +/+.
Hidung : septum nasi di tengah, secret -/-
Mulut : mukosa oral basah
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks Pulmo :
I : Simetris dalam keadaan statis maupun dinamis
P : Stem fremitus kanan = kiri
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A : Suara nafas Vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Thoraks Cor :
I : Iktus cordis tidak nampak
P : Iktus cordis tidak teraba
P : Batas atas : ICS III
Batas kanan : Linea parasternal dextra
Batas kiri : Linea midklavikularis sinistra
A : Bunyi jantung 1 & 2 reguler, murmur -, gallop -
Abdomen :
I : Datar
A :BU 8 x/menit
P : Supel, nyeri tekan -, organomegali -
P : Timpani pada seluruh kuadran
Kulit : Turgor baik, pucat -, sianosis -, terdapat lesi kulit pada daerah
tangan dan kaki berupa skuama, erosi, ekskoriasi, likenifikasi
Ekstremitas : CRT <2s, akral hangat, edema -/-, tremor -/-
Motorik : Normotonus, koordinasi baik
Refleks : Refleks fisiologis +/+/+/+, refleks patologis -/-
Kelainan khusus : Skabies
10
B. Status neurologik
GCS : E4V5M6
Pemeriksaan saraf kranial : kesan dalam batas normal
Rangsang Meningeal : Tidak ada
Refleks : Fisiologis +/+/+/+
Patologis -/-
Motorik dan sensorik : Dalam batas normal
Otonom : Dalam batas normal
C. Test psikologik, neurologik, laboratorium sesuai indikasi
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Leukosit 9.8 ribu/mm3 3.6-11
Eritrosit 4.6 juta/mm3 4.4-5.9
Hemoglobin 13.4 g/dl 11.7-15.5
Hematokrit 42.1 % 35-47
MCV 89.4 Fl 80-100
MCH 28.5 Pg 26-34
MCHC 33.6 g/dl 32-36
Trombosit 350 ribu/mm3 150-400
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Anamnesis
Pasien wanita berusia 37 tahun dibawa ke RSKD Duren Sawit 11 hari yang lalu karena
petugas panti melihat pasien mulai telanjang-telanjang dan suka menciumi teman sesama
jenisnya. Pasien juga suka marah-marah dan bicara tidak jelas. Pasien memiliki halusinasi
visual, halusinasi auditorik. Pasien jadi banyak bicara, waktu tidur berkurang, suka marah-
marah kalau dilarang melakukan sesuatu seperti merokok. Semua ini dialami pasien setelah
pasien tidak minum obat secara rutin. Karena menurut pasien walaupun sudah minum obat,
gejala pasien masih tidak membaik. Keluhan ini pernah dialami pasien dari tahun 2006 saat
11
pasien berusia 29 tahun dan berulang lagi pada tahun 2007, 2008, 2012 dan 2014. Pasien
mengatakan hal ini disebabkan karena ditinggal suami pasien dan hutang yang banyak akibat
suaminya.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik secara umum dan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan.
Status Mental
Pada pemeriksaan status mental ditemukan:
Deskripsi umum :
o Penampilan: perempuan, sesuai usia, kebersihan diri buruk
o Perilaku dan aktivitas psikomotor: tenang
o Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif
Pembicaran : spontan, lancar, jelas, menjawab sesuai pertanyaan.
Mood: eutimik ; Afek: normal ; Keserasian: serasi
Gangguan persepsi: halusinasi auditorik dan visual
Gangguan pikir : waham kebesaran
Sensorium dan kognisi : tidak ada kelainan
Pengendalian impuls : baik
Daya nilai realita: baik
Tilikan: derajat 3.
VI. FORMULASI DIAGNOSTIK
Pada pasien ditemukan sindrom atau pola perilaku atau psikologi yang bermakna secara klinis
yang menimbulkan penderitaan (distress) dan hendaya (disability) dalam fungsi pekerjaan dan
aktivitas kehidupannya sehari-hari untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa adanya gangguan jiwa pada pasien yang sesuai dengan definisi
gangguan jiwa yang tercantum dalam PPDGJ III.
a) Diagnosis aksis I
Pada pemeriksaan status generalis dan neurologis didapatkan keadaan pasien yang
compos mentis, tidak terapat kelainan fisik, tidak ada riwayat trauma, sehingga
kita dapat menyingkirkan diagnosis gangguan mental organik (F0)
12
Pada anamnesis tidak didapatkan adanya riwayat penggunaan NAPZA pada
pasien, hanya saja pasien merupakan perokok tetapi tidak memenuhi kriteria
gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan nikotin, sehingga diagnosis
gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan NAPZA (F1) dapat
disingkirkan.
Menurut PPDGJ III, kasus ini dapat digolongkan sebagai F25 skizoafektif,
karena :
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia :
o Halusinasi auditorik : pasien mendengar suara-suara yang
memperingatkan dirinya akan suatu musibah.
o Halusinasi visual : pasien melihat kolam renang di jalan dan
melihat sosok seperti nabi
o Waham kebesaran : pasien meyakini dirinya adalah nabi yang
dapat menyembuhkan
Disertai adanya gangguan afektif yang sama-sama menonjol pada saat
bersamaan
Memenuhi kriteria diagnosis F25.0 skizoafektif tipe manik karena :
o Memenuhi kriteria umum skizofrenia
o Afek meningkat secara menonjol ditambah dengan iritabilitas
o Skizoafektif tipe manik yang berulang
b) Diagnosis aksis II
Menurut hasil wawancara, tidak ditemukan adanya gangguan kepribadian dan
tidak ada retardasi mental.
c) Diagnosis aksis III
Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain didapatkan pasien menderita
skabies.
d) Diagnosis aksis IV
Pasien memiliki masalah sosial yang muncul karena pasien sering diejek gila pada
saat usia 30 tahun.
13
e) Diagnosis aksis V
Highest GAF level past year : 65
Pasien minum obat sejak tahun 2008 jadi ada waktu-waktu dimana gejala
skizofrenia tersebut tidak muncul dan pasien dapat beraktivitas seperti biasa.
Current GAF : 45
Gejala skizofrenia kambuh kembali menyebabkan gangguan dalam interaksi
sosial.
VII. EVALUASI MULTI AKSIAL
Aksis I : Skizofrenia tak terinci episodik dengan kemunduran progresif (F.20.31)
Aksis II : Tidak ada gangguan kepribadian dan tidak ada retardasi mental
Aksis III : Skabies
Aksis IV : Dihina gila oleh orang sekitar
Aksis V : GAF current: 45
GAF highest level past year: 65
VIII. DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik
Sakit kronis, berkelanjutan
2. Psikologik
Gejala psikotik
o Gejala (+) : halusinasi visual, halusinasi auditorik, waham kebesaran
Kepatuhan minum obat buruk
3. Lingkungan dan sosial
Keluarga : orang tua pasien sudah tidak ada dan yang mengetahui soal pasien
hanya adiknya yang laki-laki
Masyarakat : pasien mengalami stigma dan diskriminasi
14
IX. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Functionam : dubia ad malam
Quo ad Sanactionam : dubia ad malam
X. RENCANA PENATALAKSANAAN
1. Terapi Non Farmakologis
a. Memberikan edukasi kepada pasien mengenai penyakitnya serta perjalanan
penyakitnya yang mengharuskan pasien minum obat terus-menerus
b. Memotivasi pasien untuk memahami manfaat minum obat secara rutin
c. Memperbaiki fungsi sosial pasien
2. Terapi Farmakologis
a. - Loratadin 10 mg 1x1 p.o
b. - Frimania 200mg 2x11/2 p.o
c. - Risperidone 2mg 2x1 p.o
XI. FOLLOW UP
Pantau gejala-gejala psikis yang ada
Pantau kemungkinan munculnya efek samping terutama gejala ekstrapiramidal
15
XII. DISKUSI
1. Menilai tilikan pasien karena dari wawancara pasien mengetahui dirinya sakit dan harus
minum obat, saat ini pasien sedih karena tidak sembuh-sembuh sehingga bosan minum
obat. Meskipun beberapa kali halusinasi dan waham masih muncul tetapi saat
pemeriksaan pasien dapat menilai realita dengan baik. Sehingga kami memberikan nilai
tilikan 3.
2. Menentukan terapi farmakologi karena pasien sudah sakit kronis. Dosis yang diberikan
adalah dosis minimal yang akan dipertahankan sebagai dosis pemeliharaan. Pasien
sudah sakit kronis dan sudah lama minum obat antipsikotik maka kami pertimbangkan
triheksifenidil jika muncul efek ekstrapiramidalnya.
3. Pemberian loratadine tetap diberikan karena pasien masih suka mengeluhkan gatal yang
diakibatkan skabiesnya.
16
Landasan teori
Gangguan skizoafektif memiliki gejala skizofrenia dan gangguan mood.
Gangguan tersebut harus terjadi secara bersamaan atau selang beberapa hari. Menurut
PPDGJ III kriteria diagnosis untuk skizoafektif sebagai berikut :
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan, atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu
episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsukuensi dari ini,
episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode
manik atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan
gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.
Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi
Paska-skizofrenia).
Beberapa pasien dapat mengalami episode psikotik berulang, baik berjenis
manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2).
Pasien lain mengalami satu atau 2 episode skizoafektif terselip di antara
episode manik atau depresif (F30-F33).
Kriteria diagnosis untuk gangguan skizoafektif tipe manik adalah:
Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik yang
tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode
skizoafektif tipe manik.
Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang
tidak begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan
yang memuncak.
Skizofrenia adalah sindrom klinis dengan psikopatologi yang bervariasi, termasuk
di dalamnya gangguan kognisi, emosi, persepsi, dan aspek perilaku lainnya. Manifestasi
dari gangguan-gangguan ini dideskripsikan secara berbeda pada masing-masing pasien
dan berbeda pula seiring perjalanan penyakit, namun efek dari gangguan ini selalu berat,
17
dan biasanya jangka waktunya lama. Skizofrenia secara merata ditemukan pada wanita
dan pria. Namun onset pada pria biasanya lebih awal pada pria dibandingkan wanita,
dengan puncak onset pada usia 10-25 tahun. Pada wanita, terdapat penyebaran usia yang
bimodal, yaitu puncak onset pada usia 25-35 tahun dan usia pertengahan (>40 tahun).
Gangguan skizofrenia biasanya bertahan sampai seumur hidup, serta dapat menyerang
orang dari berbagai kelas sosial.
Penyebab dari gangguan skizofrenia tidak diketahui. Beberapa studi menunjukkan
bahwa faktor genetik memegang peranan dalam terjadinya gangguan skizofrenia.
Pada pasien ditemukan gejala klinis gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik
dan visual. Persepsi adalah proses memindahkan stimulasi fisik menjadi informasi
psikologis; proses mental dimana stimulasi sensoris dibawa ke kesadaran. Sedangkan,
halusinasi merupakan persepsi sensoris yang palsu yang tidak berkaitan dengan stimuli
eksternal yang nyata; pengalaman perseptif yang terjadi tanpa stimulus eksternal. Untuk
dikatakan sebagai halusinasi, pasien harus dalam keadaan sensorium yang jernih, tidak saat
tertidur atau ketika bangun tidur. Terdapat berbagai jenis halusinasi yaitu antara lain
halusinasi dengar (auditorik), halusinasi visual, halusinasi cium (olfaktoris), halusinasi
kecap (gustatorik), dan halusinasi raba (taktil). Pasien mengatakan bahwa pasien dapat
mendengar suara bisikan di telinganya yang menyuruh pasien untuk selalu berhati-hati.
Hal ini merupakan halusinasi auditorik. Halusinasi yang paling sering pada skizofrenia
adalah halusinasi auditorik, namun tidak menutup kemungkinan juga halusinasi dapat
terjadi pada modalitas sensori lainnya.
Berdasarkan PPDGJ III, diagnosis pasien ini adalah F20.31 Skizofrenia Tak
Terinci dengan kemunduran progresif. Pedoman diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ
III yaitu:
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya 2 gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas)
a. – “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda; atau
18
- “thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar
oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
- “thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya;
b. – “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya” = secara jelas
merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus)
- “delusional perception” = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
c. Halusinasi auditorik
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di antara
berbagai suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
d. Waham-waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
2. Atau paling sedikitnya dua gejala di bawah ini yang harus ada secara jelas
a. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
19
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativism, mutisme,
dan stupor;
d. Gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
3. Adapun gejala-gejala tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna salam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat
sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri
secara sosial.
Definisi
Skizofrenia adalah suatu sindroma klinis yang beraneka macam, bersifat
mengganggu, dan mempengaruhi kognisi, emosi, persepsi, dan aspek lain dari perilaku
seseorang. Gejala yang ditunjukkan oleh sindroma ini sangat beraneka ragam antar orang
dari waktu ke waktu, namun efeknya selalu berat dan biasanya untuk waktu yang lama.
Kelainan ini biasanya dimulai sebelum usia 25 tahun dan menetap seumur hidup,
mempengaruhi orang tersebut secara personal dan sosial. Baik pasien maupun keluarganya
mengalami penderitaan akibat penyakit ini. Diagnosis skizofrenia harus dilakukan dengan
melihat sejarah psikiatrik secara keseluruhan dengan didukung pemeriksaan mental.
20
Epidemiologi dan faktor resiko
Menurut DSM-IV-TR, insidensi per tahun terjadinya skizofrenia 0,5 sampai 5,0
per 10.000. Di US, prevalensi sekitar 1% dengan perbandingan sama antara pria dan
wanita, namun memiliki perbedaan onset antara keduanya. Pada pria, onset terjadinya
skizofrenia adalah 10-25 tahun, sedangkan pada wanita sekitar usia 25-35 tahun. Hanya 3-
10% wanita memiliki onset skizofrenia saat usia lebih dari 40 tahun. Onset terjadinya
skizofrenia dibawah 10 tahun atau lebih dari 60 tahun sangatlah jarang. Saat onset
skizofrenia lebih dari 45 tahun, maka disebut skizofrenia onset lambat (late onset
schizophrenia). Orang dengan skizofrenia memiliki angka kematian yang lebih tinggi
akibat kecelakaan dan penyebab lain dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia, diantaranya
ialah :
Genetik
Skizofrenia memiliki kecenderungan untuk diturunkan. Keturunan dari derajat
pertama keluarga memiliki kemungkinan 10 kali lebih tinggi untuk terkena
skizofrenia.
Riwayat Kehamilan
Terdapat bukti bahwa malnutrisi prenatal dapat menyebabkan skizofrenia, namun
belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hal ini. Beberapa penelitian mengatakan
bahwa suatu periode kelaparan hebat yang dialami ibu selama perikonsepsional
berhubungan secara signifikan terhadap terjadinya skizofrenia, yaitu meningkatkan 2
kali resiko terjadinya skizofrenia. Suatu penelitian mengatakan bahwa kurangnya
nutrisi saat trimester pertama kehamilan meningkatkan terjadinya abnormalitas pada
otak anak yang berhubungan dnegan terbentuknya skizofrenia. Terhambatnya
perkembangan otak pada trimester pertama karena penyebab lain juga meningkatkan
resiko terjadinya skizofrenia, termasuk terjadinya infeksi saat kehamilan. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa skizofrenia dapat terbentuk jika ibu hamil terkena
influenza pada trimester kedua. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya insiden
21
lahirnya anak-anak yang nantinya memiliki skizofrenia yang lahir pada bulan-bulan
tertentu pada musim tertentu di berbagai daerah.
Kecenderungan untuk Menggunakan Obat-obat Terlarang
Orang dengan skizofrenia memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk
mengalami penyalahgunaan obat. Prevalensi terjadinya penyalahgunaan obat pada
sepanjang hidup orang dengan skizofrenia adalah sekitar 50%. Sekitar 90% orang
dnegan skizofrenia memiliki ketergantungan terhadap nikotin. Karena skizofrenia
terjadi saat awal kehidupan, maka kebutuhan untuk perawatan kesehatan, rehabilitasi,
dan lain-lain cukup tinggi. Hal ini bertolak belakang dnegan keadaan mereka yang
kebanyakan berekonomi rendah.
Etiologi
a. Genetik
Terdapat kontribusi genetik terhadap terjadinya skizofrenia yang terlihat dengan
adanya keluarga (baik derajat pertama ataupun derajat kedua) yang terlebih dahulu
mengalami skizofrenia. Pada bayi kembar monozigot, terdapat konkordansi skizofrenia
sekitar 50%.
b. Faktor Biokimia Otak
Dopamin. Hipotesis antara hubungan skizofrenia dengan dopamin adalah pada
pasien skizofrenia, terdapat aktivitas dopaminergik yang terlalu banyak. Kombinasi
jumlah pelepasan dopamin yang terlalu banyak, jumlah reseptor dopamin yang banyak,
dan hipersensitivitas reseptor pada pasien skizofrenia memiliki hubungan dengan
parahnya gejala positif (psikotik) yang dialami pasien.
Neurotransmiter lain yang berhubungan dengan skizofrenia adalah serotonin,
norepinefrin, GABA, neuropeptida (seperti substansi P dan neurotensin) yang
berhubungan dengan neurotransmiter, glutamat, asetilkolin, dan nikotin.
c. Neuropatologi
22
Kelainan otak yang terjadi pada pasien dnegan skizofrenia terletak pada sistem
limbik, ganglia basalis, termasuk kelainan pada kimia otak di korteks serebral, talamus,
dan batang otak. Pada pasien skizofrenia terdapat pengurangan massa otak yang
merupakan akibat dari berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps yang memediasi fungsi
otak.
d. Teori Psikoanalitik
Postulasi yang dikatakan oleh Sigmund Freud menyatakan bahwa skizofrenia
berasal dari fiksasi developmental yang terjadi terlebih dahulu saat pembentukan dan
perkembangan neurosis. Fiksasi ini menyebabkan gangguan pada perkembangan ego
dimana ego berhubungan dengan interpretasi terhadap kenyataan dan kontrol terhadap
dorongan dalam diri sehingga pada orang dengan skizofrenia, terdapat kelainan pada
kemampuan dirinya mengontrol dorongan seks dan lain-lain. Margaret Mahler
mengatakan bahwa pada pasien dengan skizofrenia, terdapat distorsi terhadap hubungan
ibu dan anak.
Teori ini mengatakan bahwa gejala yang ditunjukkan oleh pasien dengan
skizofrenia merupakan simbol tertentu yang terjadi pada dirinya. Sebagai contoh, fantasi
bahwa bumi akan segera berakhir menandakan baha dunia internal pasien tersebut telah
rusak. Perasaan inferior digantikan oleh delusi kemegahan dan sejenisnya. Halusinasi
merupakan objek pengganti keadaan dimana pasien tidak dapat meraih kenyataan
tersebut ataupun menggambarkan ketakutan yang ada dalam diri pasien tersebut.
Sedangkan delusi, menggambarkan gambaran baru yang dikehendaki pasien terhadap
kenyataan yang dia hadapi saat itu guna memberi ketenangan dan mengurangi rasa
takut pasien.
e. Teori Belajar
Pada teori ini, hubungan interpersonal yang buruk pada pasien dengan skizofrenia
terbentuk karena model yang buruk saat dia masih kanak-kanak.
f. Dinamika Keluarga
23
Pasien dengan hubungan yang buruk antara anak dan ibunya memiliki resiko
memiliki skizofrenia 6x lebih tinggi daripada orang pada umumnya.
1. Double Bind
Konsep ini mengatakan bahwa terdapat konflik pendapat orang tua
terhadap perilaku, tindakan, dan perasaan anak. Contoh dari kasus ini adalah
seorang anak yang diminta ibunya untuk membagi-bagikan kue miliknya kepada
teman-temannya, namun melarang anaknya untuk memberikan kue yang terlalu
banyak kepada teman-temannya tersebut.
2. Perpecahan Keluarga dan Keluarga yang Tidak Sejalan
Contoh dari kasus ini adalah suatu keluarga dengan salah satu orang
tuanya sangat dekat dengan seorang anak yang memiliki jenis kelamin yang
berbeda. Pada keluarga yang tidak sejalan, terdapat pertentangan antar kedua
orang tua yang menyebabkan tekanan pada anak sehingga nantinya akan timbul
suatu skizofrenia.
3. Keluarga dengan Pseudomutual dan Pseudohostile
Pada keluarga ini, ekspresi yang ditunjukkan adalah marah yang terjadi
secara pura-pura, atau pembicaraan dengan nada marah yang ditujukan untuk
pembicaraan biasa. Saat pasien keluar dan berkomunikasi dengan orang lain,
masalah barulah timbul. Verbal pasien tidak diterima dan tidak sesuai dengan
verbal yang dipakai di masyarakat luas.
4. Emosi
Orang tua atau pengasuh pasien mengkritik berlebihan, memusuhi, dan
terlalu ikut campur dalam kehidupan pasien. Beberapa penelitian mengatakan
bahwa keluarga dengan ciri-ciri seperti ini memiliki rata-rata kekambuhan yang
tinggi pada pasien dengan skizofrenia.
Klasifikasi dan manifestasinya
24
Tipe skizofrenia dibagi menjadi 5 tipe, yaitu:
a. Paranoid
Tipe ini memiliki ciri khas berupa preokupasi dengan satu atau lebih delusi atau
halusinasi auditorik yang begitu sering. Delusi yang khas yang biasa terjadi pada pasien
skizofrenia paranoid adalah delusi persekusi, yaitu merasa dirinya dianiaya atau delusi
kebesaran. Dapat juga ditemukan delusi dikendalikan, yakni merasa dirinya tidak dapat
melawan suatu perintah atau merasa dikendalikan. Pasien skizofrenia paranoid biasanya
mulai menderita skizofrenia pada usia lebih tua daripada skizofrenia katatonik sehingga
kemampuan untuk hidup lebih baik. Untuk mental, respons emosi dan perilaku
cenderung tidak terganggu jika dibandingkan dengan skizofrenia jenis lain. Ciri khas
pasien skizofrenia paranoid adalah selalu merasa tertekan, seperti dijagai, diperdaya,
dan terkadang bersikap bermusuhan atau agresif, namun pengendalian dirinya masih
baik sehingga masih dapat bersosialisasi di lingkungan. Intelegensia tidak terganggu.
b. Disorganisasi/H e bef r enik
Ciri khas pada tipe disorganisasi atau hebefrenik adalah regresi yang mencolok
pada perkembangan primitif, tidak dapat dihambat, dan perilaku yang tidak
terorganisasi dan tanpa adanya gejala pada kriteria katatonik. Onset, usia15-25 tahun.
Pasien ini biasanya aktif namun tanpa tujuan. Kemampuan berpikirnya lemah dan
kontak terhadap realitas juga kurang baik. Pasien sering tertawa tanpa alasan yang jelas
(giggling).
c. Katatonik
Ciri khas: dapat terjadi stupor, negativisme, kekakuan, kegirangan, atau
membentuk postur tertentu. Biasanya pasien menunjukkan perubahan yang cepat
diantara kegirangan yang ekstim dan stupor. Gejala lain yang tampak termasuk
stereotipik, manerisme, dan fleksibilitas yang mudah dipengaruhi. Mutisme sering
terjadi. Saat terjadi kegirangan tiba-tiba, harus diperhatikan bahaya melukai diri sendiri.
Pasien biasa mengalami malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, dan luka karena melukai
diri sendiri.
25
d. T ak terinci
Pasien tipe ini tidak dapat digolongkan tipe lainnya sehingga digolongkan sebagai
tipe tidak terdiferensiasi.
e. Residual
Karakteristik tipe ini, menurut DSM-IV-TR adalah adanya kelainan skizofrenik
yang terus menerus tanpa adanya gejala yang lengkap untuk menandakan skizofrenia
yang aktif jenis tertentu. Gejala tersebut termasuk emosi yang tumpul, perilaku aneh
yang eksentrik, pemikiran yang tidak logis, asosiasi longgar. Saat delusi dan halusinasi
muncul dampaknya tidak nyata.
Tatalaksana
Antipsikotik tetap menjadi pilihan utama bagi pasien dengan skizofrenia.
Walaupun demikian, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa intervensi psikososial
seperti psikoterapi dapat meningkatkan perbaikan klinis. Pasien skizofrenia akan
mengalami perbaikan klinis lebih baik jika diberikan terapi antipsikosis dan psikoterapi
bersama-sama, ketimbang hanya salah satu terapi saja.
Perawatan di rumah sakit diindikasikan untuk kepentingan diagnosis,
menstabilisasi pasien, dan untuk keselamatan pasien bila terdapat gagasan bunuh diri, juga
bila terdapat gangguan perilaku termasuk ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
dasar (makan, perawatan diri, berpakaian, dsb). Perawatan singkat di rumah sakit selama 4-
6 minggu sama efektifnya dengan perawatan jangka panjang.
Prinsip pengobatan pasien dengan skizofrenia pada saat akut ialah dengan
pemberian obat-obatan untuk mengurangi gejalanya (symtomps remissions) dan untuk
menenangkan pasien. Dapat digunakan obat-obat dari golongan antipsikotik dan
benzodiazepin contohnya; haloperidol, olanzapine, fluphenazine, ziprazidone, atau
lorazepam. Umumnya rute pemberian yang digunakan ialah intramuskular, terutama pada
pasien agitasi efeknya lebih cepat untuk menenangkan pasien. Fase pengobatan ini
berlangsung kurang lebih selama 4-8 minggu. Setelahnya dilanjutkan dengan fase
stabilisasi dan pemeliharaan (maintenance). Tujuan dari fase ini ialah untuk mencegah
terjadinya kekambuhan dan meningkatkan fungsi hidup mereka. Data menunjukkan bahwa
26
16-23% pasien dalam pengobatan dan 53-72% pasien tanpa pengobatan, mungkin
mengalami kekambuhan dalam 1 tahun. Pemberhentian medikasi tanpa instruksi yang
sesuai meningkatkan resiko kekambuhan hingga 5 kali lipat. Secara umum
direkomendasikan pada pasien dengan episode pertama diterapi 1-2 tahun. Pada pasien
dengan episode kedua, pengobatan diteruskan sampai 5 tahun. Sedangkan bagi pasien
dengan multi-episode, beberapa ahli menganjurkan pengobatan seumur hidup.
Farmakoterapi yang sangat efektif terhadap skizofrenia ialah clozapine. Sekitar
70% pasien yang mendapatkan terapi ini akan membaik. Namun sayangnya obat ini
memiliki resiko efek samping yaitu agranulocytosis sehingga penggunaannya dibatasi
untuk pasien-pasien yang kurang responsif terhadap terapi antipsikotik lain terutama diluar
negeri.
Pemberian antipsikotik memiliki efek samping yang juga harus diperhatikan.
Extrapyramidal symtomps (EPS) merupakan salah satu efek samping yang umum
ditemukan dan dapat menimbulkan gangguan kepada pasien dalam pengobatan dengan
antipsikosis. Bila terjadi hal demikian dapat dilakukan penurunan dosis antipsikotik atau
ditambahkan obat anti-Parkinson contohnya trihexyphenidyl. Namun perlu diperhatikan
juga bahwa pemberian THP juga memiliki efek samping bila berlebih, diantaranya ialah
pandangan buram, mulut kering, konstipasi, dan terkadang gangguan memori. Oleh karena
itu penting untuk mem-follow-up pasien untuk mengetahui perkembangan gejalanya.
Prognosis
Lebih dari 50% pasien memiliki prognosis yang kurang baik, dengan berulang
kali dirawat di rumah sakit, kekambuhan gejala, episode gangguan mood yang berat dan
percobaan bunuh diri. Namun demikian, tidak semua kasus memiliki prognosis yang sama.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi prognosis sehingga menjadi lebih baik.
27