case ckd

15
2.2.4 MANIFESTASI KLINIS Pada PGK setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, dan kondisi lain yang mendasari. Manifestasi yang terjadi pada PGK antara lain terjadi pada sistem kardio vaskuler, dermatologi, gastro intestinal, neurologis, pulmoner, muskuloskletal dan psiko-sosial diantaranya adalah 9 : 1. Kardiovaskuler : a. Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron. b. Gagal jantung kongestif. c. Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih. 2. Dermatologi seperti pruritus, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit. 3. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual sampai dengan terjadinya muntah. 4. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang. 5. Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan dangkal, kusmol, sampai terjadinya edema pulmonal. 6. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium dan pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsiferon. 1

Upload: wahyu-t-n-sejagat

Post on 15-Apr-2016

217 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

chhronic kidney disease

TRANSCRIPT

Page 1: case ckd

2.2.4 MANIFESTASI KLINIS

Pada PGK setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan

menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala tergantung pada bagian

dan tingkat kerusakan ginjal, dan kondisi lain yang mendasari. Manifestasi yang terjadi pada

PGK antara lain terjadi pada sistem kardio vaskuler, dermatologi, gastro intestinal,

neurologis, pulmoner, muskuloskletal dan psiko-sosial diantaranya adalah9 :

1. Kardiovaskuler :

a. Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem

renin angiotensin aldosteron.

b. Gagal jantung kongestif.

c. Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.

2. Dermatologi seperti pruritus, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit.

3. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual sampai dengan

terjadinya muntah.

4. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu

berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.

5. Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan dangkal, kusmol, sampai

terjadinya edema pulmonal.

6. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium dan

pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsiferon.

7. Psiko sosial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan diri sampai pada harga diri

rendah (HDR), ansietas pada penyakit dan kematian.

2.2.5 PENDEKATAN DIAGNOSTIK

A. Anamnesis

Pada anamnesis dapat dicari gambaran klinis yang mungkin terjadi pada pasien gagal ginjal.

Diawali dengan keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit pasien sehingga ditemukan

faktor-faktor risiko pada pasien. Dari gambaran klinis adalah sesuai dengan penyakit yang

mendasari misalnya diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemia, lupus

eritematosus sistemik dan sebagainya. Yang kedua yaitu sindrom uremia yang terdiri dari lemah,

letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus,

uremic frost, perikarditis, kejang-kejang, sampai koma. Dan yang ketiga adalah gejala komplikasi

antara lain hipertensi, anemia, osteodistropi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan

keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida).1,9

1

Page 2: case ckd

B. Temuan Laboratorium

Gambaran laboratorium pada penyakit ginjal kronik meliputi 1) berdasarkan penyakit yang

mendasarinya. 2) penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan serum kreatinin,

dan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang dihitung dengan rumus Kockcroft-Gault. Kadar

serum kreatinin saja tidak dapat digunakan untuk menentukan fungsi ginjal. 3) kelainan biokimia

darah meliputi kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia,

hiponatremia, hipo atau hiperkloremia, hiperfospatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik dan 4)

Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, dan cast.1,9

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada penyakit gagal ginjal kronis meliputi 1) foto polos abdomen

dimana dapat ditemukan gambaran batu radio-opak, 2) ultrasonografi abdomen biasanya

menunjukkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu

ginjal, kista, massa, kalsifikasi, 3) pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering

tidak bisa melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran efek toksik yang dapat merusak

ginjal lebih lanjut.1

2.2.6 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi: 1) terapi spesifik terhadap penyakit

dasarnya, 2) pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid, 3) memperlambat progresi perburukan

fungsi ginjal, 4) memperkecil risiko kardiovaskuler dan 5) pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

serta 6) terapi pengganti ginjal. Penatalaksanaan pasien penyakit ginjal kronis dapat disesuaikan

dengan derajat LFGnya.1

Deraja

t

LFG

(ml/min/1,73m2)Rencana Tatalaksana

1 >90Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi perburukan

fungsi ginjal, memperkecil resiko kardiovaskular

2 60-89 Menghambat perburukan fungsi ginjal

3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 <15 Terapi pengganti ginjal

2

Page 3: case ckd

Tabel 5. Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai Derajatnya1

A. Terapi Konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara

progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin uremia, memperbaiki

metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit1.

1) Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi

toksin uremia. Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya

hiperfiltrasi glomerulus. Cara untuk memperlambat perburukannya adalah dengan

pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan protein dimulai pada LFG kurang atau

sama dengan 60 ml/menit, sedangkan diatas nilai tersebut pembatasan asupan protein tidak

dianjurkan. Protein yang diberikan adalah 0,6-0,8gr/kgbb/hari.1 Hal ini penting karena

mengingat kelebihan protein dalam tubuh tidak disimpan dalam tubuh seperti lemak dan

karbohidrat melainkan dipecah menjadi urea dan nitrogen yang terutama diekskresikan

oleh ginjal. Selain itu, ion hidrogen, fospat, sulfat dan ion anorganik lainnya juga

diekskresikan lewat ginjal. Oleh karena itu pemberian diet tinggi protein pada pasien PGK

akan mengakibatkan penimbunan subtansi nitrogen yang menimbulkan manifestasi klinis

yang disebut uremia. Masalah penting lainnya adalah diet tinggi protein akan

mengakibatkan perubahan hemodinamika ginjal berupa peningkatan aliran darah dan

tekanan intraglomerular (interglomerular hyperfiltration) yang akan mempercepat

perburukan fungsi ginjal. Pembatasan fungsi ginjal juga bermanfaat untuk mencegah

hiperfospatemia mengingat protein dan fospat berasal dari sumber yang sama.

2) Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk PGK harus adekuat dengan tujuan

utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi

dan memelihara status gizi. Jumlah kalori yang dibutuhkan sebesar 30-35 kkal/kgbb/hari.1

3) Kebutuhan cairan

Pembatasan asupan air pada pasien PGK sangat perlu dilakukan untuk mencegah

terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskular. Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat

seimbang dengan air yang keluar, baik melalui urin maupun insensible water loss. Air

3

Page 4: case ckd

yang masuk adalah sejumlah urin yang keluar ditambah insensible water loss (sekitar 500-

800ml/hari).1

4) Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan

penyakit ginjal dasar (underlying renal disease). Elektrolit yang harus diawasi terutama

adalah kalium dan natrium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemia akan

membuat aritmia yang fatal. Oleh karena itu pemberian obat-obatan yang mengandung

kalium harus dibatasi termasuk makanan (sayuran dan buah). Jumlah kalium yang optimal

adalah 3,5-5,5 Meq/Lt. Tujuan pengurangan asupan natrium adalah untuk mengendalikan

hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang diberikan adalah sesuai dengan derajat

hipertensi dan edema yang terjadi.1

B. Terapi Spesifik

Waktu yang paling tepat untuk mengobati penyakit dasar adalah ketika laju filtrasi

glomerulus masih normal, ukuran ginjal pada pemeriksaan foto abdomen belum mengecil,

sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Jika LFG sudah menurun 20-30% nya terapi

penyakit dasar sudah tidak bermanfaat.1

C. Terapi Penyakit Komorbid

Faktor-faktor komorbid yang memperburuk keadaan pasien contohnya gangguan

keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi

traktus urinarius, obat-obatan nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas

penyakit dasarnya. Maka dari itu penting sekali untuk mengikuti atau mencatat kecepatan

penurunan LFG pada pasien panyakit ginjal kronik. Melalui pemantauan ini dapat diketahui

kondisi komorbid yang memperburuk keadaan pasien.1

D. Terapi Simptomatik

1) Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus diperhatikan. Untuk mencegah dan mengobati asidosis

metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) dapat

dipertimbangkan diberikan intravena bila pH < 7,35 atau serum bikarbonat < 20 mmol/L.1

2) Anemia

Penyebab utama terjadinya anemia pada PGK adalah defisiensi eritropoietin namun

dapat juga terjadi karena hal lain.1Hal lain yang ikut berperan misalnya defisiensi besi,

kehilangan darah (misalnya pendarahan saluran cerna, hematuria), masa hidup eritrosit

4

Page 5: case ckd

yang pendek akibat adanya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang

oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia

dimualai saat kadar hemoglobin kurang atau sama dengan 10 g % atau hematokrit kuang

atau sama dengan 30 g% meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi/serum iron,

total iron binding capacity, serum feritin), mencari sumber pendarahan, morfologi

eritrosit, kemungkinan adanya pendarahan, dan sebagainya. Jika penyebabnya karena

defisiensi EPO, pemberian EPO merupakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian

eritropoietin (EPO) status besi harus selalu mendapat perhatian karena EPO memerlukan

zat besi dalam mekanisme kerjanya. Transfusi darah misalnya Packed Red Cell (PRC)

merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Transfusi mulai

diberikan pada pasien dengan keadaan anemia berat < 6 gr/dL yang nampak secara klinis

memberatkan pasien, pasien dengan gagal jantung, pasien dalam kehamilan trimester

ketiga, dan pasien yang akan mendapatkan tindakan operatif. Terapi pemberian transfusi

darah harus hati-hati dan teliti karena jika tidak teliti dapat menimbulkan kelebihan cairan

tubuh, hiperkalemia, dan perburukan fungsi ginjal.1

3) Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada

PGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari PGK.

Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus.

Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan

simtomatik. Keluhan mual dan muntah dapat diberikan metoklopramid pada pasien.1

4) Hipertensi

Pengendalian tekanan darah merupakan hal yang penting dalam pencegahan dan

terapi pada gagal ginjal kronik. Pengendalian tekanan darah juga telah ditunjukkan

memberi efek perlindungan yang besar, baik terhadap ginjal, renoproteksi maupun

terhadap organ kardiovaskuler. Makin rendah tekanan darah yang dicapai, makin baik pula

renoproteksi.

Pengelolaan tekanan darah dilakukan dengan dua cara, yaitu non-farmakologis dan

famakologis. Terapi non-farmakologis adalah melalui modifikasi gaya hidup antara lain

menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok, serta

mengurangi konsumsi garam. Harus diingat bahwa untuk mencapai target ini tidak mudah.

Sering harus memakai kombinasi berbagai jenis obat dengan berbagai efek samping dan

harga obat yang kadang sulit dijangkau pasien. Hal terpenting yang perlu diperhatikan

5

Page 6: case ckd

adalah tercapainya tekanan darah yang ditargetkan apapun jenis obat yag dicapai. Akan

tetapi karena Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) dan Angiotensin

Reseptor blocker (ARB), dikenal mempunyai efek antiprotein uric maupun renoproteksi

yang baik, maka selalu disukai pemakaian obat-obatan ini sebagai awal pengobatan

hipertensi pada pasien penyakit gagal ginjal kronik. Pada pasien hipertensi dengan

mikroalbuminuria atau makroalbuminuria, ACE inhibitor dan ARB merupakan terapi

utama yang paling dianjurkan. Jika salah satu tidak dapat diterima atau memberikan hasil

yang kurang maksimal maka dapat dianjurkan penggunaan Non Dihydropyridine

Calcium–Channel Blockers (NDCCBs).1

5) Kelainan sistem kardiovaskular

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler merupakan hal yang penting

mengingat 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh komplikasi

kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk dalam terapi kardiovaskuler adalah pengendalian

tekanan darah, pengendalian gula darah, dislipidemia, pengendalian anemia,

hiperfospatemia, dan terrapi terhadapi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.1

6) Mengatasi CKD-MBD

Penatalaksanaan CKD-MBD dapat dilaksanakan dengan mengatasi hiperfospatemia

dan pemberian hormon kalsitriol (1,25 (OH)2D3). Mengatasi hiperfospatemia dapat

dilakukan dengan pembatasan asupan fospat (600-800mg/hari) dan pemberian pengikat

fospat seperti garam kalsium, aluminium hidroksida, garam magnesium dan kalsium asetat

untuk mengikat fospat di saluran cerna. Tujuan pemberiannya adalah untuk mengikat

fospat dan kalsium di saluran cerna. Pemberian hormon kalsitriol tidak digunakan begitu

luas karena dikawatirkan mengakibatkan penumpukan kalsium karbonat di jaringan dan

menyebabkan penekanan berlebihan pada kelenjar paratiroid. Maka dari itu pemberiannya

dibatasi pada pasien dengan kadar fospat darah normal dan kadar PTH > 2,5 kali normal.1

E. Terapi P engganti G injal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada

LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis

peritoneal, dan transplantasi ginjal.1

6

Page 7: case ckd

1) Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik uremia, dan

malnutrisi. Terdapat 2 indikasi dalam terapi dialisis yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.

Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati uremik,

bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,

muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.

Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia

berat.1

2) Dialisis peritoneal (DP)

Indikasi medik CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis), yaitu (1)pasien anak-

anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), (2)pasien-pasien yang telah menderita penyakit

sistem kardiovaskular, (3)pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila

dilakukan hemodialisis, (4)kesulitan pembuatan AV shunting, (5)pasien dengan stroke, (6)pasien

GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan (7)pasien nefropati diabetik

disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat

intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat perawatan

ginjal.1

3) Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).

Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,

sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah.

b) Kualitas hidup normal kembali.

c) Masa hidup (survival rate) lebih lama.

d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif

untuk mencegah reaksi penolakan tubuh terhadap ginjal donor.

2.2.6 Komplikasi

Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita PGK akan mengalami beberapa

komplikasi. Komplikasi dari PGK menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006)

antara lain adalah1 :

7

Page 8: case ckd

1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme dan masukan diit

berlebih.

2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi ureum dan dialisis

yang tidak adekuat.

3. Anemia akibat penurunan eritropoietin.

4. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang

rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat

peningkatan nitrogen dan ion anorganik.

5. sindroma uremik akibat ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit, asam basa,

retensi nitrogen, metabolisme lain, gangguan hormonal.

6. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.

7. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.

8. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

PROGNOSIS

Prognosis pasien dengan PGK menurut data epidemiologi menunjukkan bahwa PGK

sering menyebabkan kematian. Tingkat kematian secara keseluruhan meningkat oleh karena

penurunan fungsi ginjal. Penyebab utama kematian pada pasien dengan PGK adalah penyakit

jantung. Hal ini lebih sering karena perkembangan PGK ke tahap 5.

Sementara terapi transplantasi ginjal dapat mempertahankan kondisi pasien dan

memperpanjang kehidupan dan kualitas hidup. Transplantasi ginjal dapat meningkatkan

kelangsungan hidup pasien dengan PGK stadium 5 secara signifikan bila dibandingkan

dengan terapi pilihan lain. Namun, hal ini dapat meningkatkan mortalitas jangka pendek. Hal

ini lebih sering terjadi akibat komplikasi dari operasi transplantasi ginjal tersebut. Pilihan

terapi lain seperti home hemodialysis menunjukkan peningkatan kehidupan dan kualitas

hidup dibandingkan dengan hemodialisis secara konvensional (3 kali dalam seminggu) dan

peritoneal dialysis.

8

Page 9: case ckd

DAFTAR PUSTAKA

1. Suyono, S., 2009.Penyakit Ginjal Kronik. In: Ketut suwitra, Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam, 1035-49.

2. Roesma, J. Masa depan hipertensi dan PGK: Adakah harapan?. dalam: Lubis, H.R., et

al (eds). Hipertensi dan Ginjal. Medan: USU Press;2008:133-9.

3. Prodjosudjadi, W. Glomerulonefritis. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,

Marcellus, S.K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi keempat.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2006:527-30.

4. PERNEFR. 2011. Naskah lengkap & abstrak makalah bebas, The 11th national

congress of InaSN & Annual meeting of nephrology 201.

5. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: EGC;2011:591-3.

6. Kindangen, Ardhi, 2006. Penyakit Gagal Ginjal, Retrieved November 9th 2010, from

http://digiboxnet.wordpress.com/2010/06/06/penyakit-gagal-ginjal/i.

7. Adam, 2011, Medikal Images, Retrieved Januari 18, 2011, from

http://www.adamimages.com/Illustration/SearchResult/1/kidney

8. Syaefudin, Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa keperawatan, Ester M ed, edisi

ketiga, EGC: Jakarta;2006.

9. Smeltzer, Suzanne, Bare BG. (2001). Buku ajar keperawatan medical bedah. Jakarta:

EGC

10. Chung, R. T., Podolsky, D. K., 2011. Harrison’s Principles of Internal Medicine:

Azotemia and urinary abnormalities.18th editing, New York: McGraw-Hill.

Harrison's Online Chapter 44.

11. Hruska KA, Mathew S, Lund R, pratt R. Kidney International: Hyperphosphatemia of

Chronic Kidney Disease.USA:ISN.2008:74:148-157

9