case b.docx

38
Presentasi Kasus I PRIMIGRAVIDA DENGAN JANIN LETAK SUNGSANG DENGAN ANOMALI KONGENITAL MULTIPEL DAN PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT YANG DITERMINASI PERVAGINAM Penyaji dr. Aswin Boy Pratama Pembimbing dr. H. Nuswil Bernolian, SpOG(K) Pemandu dr. H. Iskandar Zulqarnain, SpOG(K) Pembahas dr. Darlin Forbes dr. Fitri Yulianti dr. Nana Nurmila

Upload: achmadi-sulistyo-nugroho

Post on 16-Aug-2015

259 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: case B.docx

Presentasi Kasus I

PRIMIGRAVIDA DENGAN JANIN LETAK SUNGSANG DENGAN ANOMALI KONGENITAL MULTIPEL

DAN PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT YANG DITERMINASI PERVAGINAM

Penyajidr. Aswin Boy Pratama

Pembimbingdr. H. Nuswil Bernolian, SpOG(K)

Pemandudr. H. Iskandar Zulqarnain, SpOG(K)

Pembahasdr. Darlin Forbesdr. Fitri Yuliantidr. Nana Nurmila

BAGIAN/DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RUMAH SAKIT Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANGDipresentasikan hari Sabtu, 04 Oktober 2014, pukul 09.30 WIB

Page 2: case B.docx

I. REKAM MEDIS

A. Anamnesis

Autoanamnesis

1. Identifikasi

Nama : Ny. E

Med.Rec/Reg : 846466/14025211

Umur : 24 tahun

Suku bangsa : Sumatera

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Dusun IV Kel. Sejangko I, Kec. Rantau Panjang

MRS : 19 September 2014 pukul 07.05 WIB

2. Riwayat Perkawinan

Kawin 1 kali, lama 1 tahun

3. Riwayat Reproduksi

Menars 12 tahun, lama haid 6 hari, siklus haid teratur, hari pertama haid

terakhir lupa

4. Riwayat kehamilan/melahirkan

1. Hamil ini

5. Riwayat penyakit dahulu :

Disangkal

6. Riwayat gizi/sosial ekonomi:

Sedang

Page 3: case B.docx

7. Anamnesis Khusus

Keluhan utama : Mau melahirkan dengan anak letak sungsang

Riwayat perjalanan penyakit :

± 1 hari SMRS os mengeluh perut mules yang menjalar ke pinggang hilang

timbul makin lama makin sering dan kuat (+), Riwayat keluar darah lendir

(+), riwayat keluar air-air (-). Os lalu ke bidan dan dikatakan mau melahirkan

dengan anak letak sungsang, lalu os disarankan ke RSMH. Selama hamil os

mengaku sering kontrol ke bidan desa dan disarankan untuk pemeriksaan

USG. Kemudian os melakukan pemeriksaan USG 1x di dokter umum saat

usia kehamilan memasuki usia 9 bulan dan dikatakan kehamilan letak

sungsang dengan kondisi janin dalam keadaan baik. Os mengaku hamil cukup

bulan dan gerakan anak masih dirasakan.

B. Pemeriksaan Fisik

1. Status Present

a. Keadaan umum

Kesadaran : Kompos mentis

Tipe badan : Asthenikus

Berat badan : 49 kg

Tinggi badan : 158 cm

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,8°C

b. Keadaan khusus

Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Page 4: case B.docx

Leher : Tekanan vena jugularis tidak meningkat,

massa tidak ada

Toraks : Jantung: murmur tidak ada, gallop tidak ada,

Paru-paru: sonor, vesikuler normal, ronkhi

tidak ada, wheezing tidak ada

Abdomen : Lihat status obstetri

Ekstremitas : Edema pretibia -/-, varises tidak ada, refleks

fisiologis +/+, refleks patologis -/-

2. Pemeriksaan obstetri

Pada pemeriksaan obstetri saat masuk rumah sakit tanggal 19 September

2014 pukul 07.05 WIB didapatkan :

- Pemeriksaan luar: tinggi fundus uteri 3 jari bawah prosesus xyphoideus

(29 cm), letak janin memanjang, punggung di kanan, terbawah bokong,

ω, atas spina, his 2x/10’/25”, denyut jantung janin 146x/menit, teratur,

taksiran berat badan janin 2635 gram

- Pemeriksaan dalam: porsio lunak, anterior, pendataran 100%,

pembukaan 3cm, terbawah bokong, HI-II, ketuban (+), penunjuk sakrum

kanan depan

- Pemeriksaan panggul: promontorium tak teraba, konjugata diagonalis >

13 cm, konjugata vera > 11,5 cm, linea innominata teraba 1/3-1/3,

sakrum konkaf, spina iskiadika tak menonjol, arkus pubis > 90o, dinding

samping lurus, kesan panggul luas.

- Skor Zatuchni Andros :

Masa gestasi ≤ 37 minggu = 2

Taksiran berat janin ≤ 3175g = 2

Pembukaan 3cm = 1

Total = 5

3. Pemeriksaan Penunjang

Page 5: case B.docx

USG IRD (WHO)

Tampak JTH presentasi bokong Biometri Janin :

o BPD : 93,2mmo HC : 328mmo AC : 320mmo FL : 59,8mmo EFW: 2335g

Ketuban cukup SP 3,0 cm Plasenta di fundus, kalsifikasi (+) Defleksi (-) Lilitan tali pusat (-)

K/ Hamil 37 minggu janin tunggal hidup presentasi bokong

Laboratorium 19.09.14 pukul 11.21 WIB

Darah RutinHb : 13,7 g% (12 – 18 g%)Leukosit : 15.300/mm3 (5000 – 10.000 mm3)Trombosit : 261.000/mm3 (200.000 – 500.000/mm3)Eritrosit : 3.040.000/ mm3 (4.200.000-4.870.000/ mm3)Hematokrit : 39% (38-44%)Basofil : 0 (0-1%)Eosinofil : 1 (1-6%)Netrofil batang : 0 (2-6%)Netrofil segmen : 80 (50-70%)Limfosit : 12 (25-40%)

Monosit : 7 (2-8%)

C. Diagnosa kerja

G1P0A0 hamil 37 minggu inpartu kala I fase laten janin tunggal hidup

presentasi bokong

D. Prognosis

Ibu : dubia

Janin : dubia

E . Terapi

Page 6: case B.docx

- Observasi Tanda Vital, His, Denyut Jantung Janin

- IVFD RL gtt xx/menit

- Rencana partus pervaginam

- Rencana USG konfirmasi

- Evaluasi ~ partograf WHO modifikasi (fase aktif)

G. FOLLOW UP

19.09.1408.00 WIB

IRD

Kel : Mau melahirkanSt Present :KU : sedang TD : 110/70 mmHgSens : CM N : 90 x/mnt RR : 20x/mnt T : 36,20CSt Obstetri :PL : tifut 3 jari bawah procesus. xhypoideus

(29cm), letak janin memanjang, punggung di kanan, terbawah bokong, ω, atas spina, his 3x/10’/30”, DJJ 156x/menit, teratur, taksiran berat janin 2635g

VT: porsio lunak, anterior, pendataran 100%, pembukaan 4cm, terbawah bokong, HII, sakrum kanan depan

D/ G1P0A0 hamil 37 minggu inpartu kala I fase aktif janin tunggal hidup presentasi bokong

Terapi :- Observasi Tanda Vital, His,

Denyut Jantung Janin- IVFD RL gtt xx/menit- Rencana partus pervaginam- Rencana USG konfirmasi- Evaluasi ~ partograf WHO

modifikasi

19.09.1411.20 WIB

dr. Aswin Boy

Kel : Mau melahirkanSt Present :KU : sedang TD : 110/70 mmHgSens : CM N : 88 x/mnt RR : 20x/mnt T : 36,40CSt Obstetri :PL :tifut 3 jari bawah procesus xhypoideus

(29cm), letak janin memanjang, punggung di kanan, terbawah bokong, ω, bawah spina, his 4x/10’/40”, DJJ 156x/menit, teratur, taksiran berat janin 2635g

VT: porsio tak teraba, pembukaan lengkap, terbawah bokong, HIII, sakrum kanan lintang

D/ G1P0A0 hamil 37 minggu inpartu kala II

Terapi :- Pimpin persalinan- Kosongkan kandung kemih

Page 7: case B.docx

janin tunggal hidup presentasi bokong

dr. Aswin Boy Laporan Persalinan

Tanggal 19 September 2014Pukul 11.20 WIB Parturient tampak ingin mengedan kuat

Dx/G1P0A0 hamil 37 minggu inpartu kala II Presentasi Bokong

T/ Pimpin persalinan Episiotomi mediolateral

Pukul 11.35WIB Lahir dengan Ekstraksi partial neonatus hidup, BB 2000 g, PB 40 cm, AS 1/0 FT SGA dengan anomali kongenital multiple (Macrocephali, polidaktili, Disorder of sex development, Congenital talipes equano varus)

Lingkar kepala bayi = ± 38,8cmPukul11.40WIB Plasenta lahir lengkap, BP 330g, PTP 35cm, Ø16x17cm Dengan kalsifikasi grade I, lilitan tali pusat (-) Perdarahan aktif (+) Dilakukan eksplorasi:

Discontinuitas jaringan (-) perluasan luka episiotomi (-) laserasi porsio arah pukul 06.00 ± 4cm dengan

perdarahan aktif dilakukan penjahitan laserasi dan penjahitan episiotomi

19.09.1416.00 WIB

dr. Aswin Boy

Kel : Habis melahirkanSt Present :KU : sedang TD : 100/70 mmHgSens : CM N : 92 x/mnt RR : 22x/mnt T : 36,20CSt Obstetri :PL : tifut 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif (-) terpasang tampon intravagina, luka episiotomi tenangD/ P1A0 post partum ekstraksi partial + post hecting laserasi porsio

Terapi : Observasi TVI dan

perdarahan IVFD 2 line:

1. RL + Oxitocyn 20 IU gtt xx/menit

2. RL gtt xxx/mnt Kateter mentap cek I/O Cek lab DR Inj. Ceftriaxon 2x1 g iv Inf. Metronidazole 3x1 fls Inj Transamin 3x1amp Lactulac syr 3x1 C Tampon padat intravagina

Laboratorium 19.09.14 pukul 23.40 WIB Darah Rutin

Hb : 9,2 g% (12 – 18 g%)Leukosit : 20.300/mm3 (5000 – 10.000 mm3)Trombosit : 182.000/mm3 (200.000 – 500.000/mm3)Eritrosit : 3.040.000/ mm3 (4.200.000-4.870.000/ mm3)Hematokrit : 27% (38-44%)Basofil : 0 (0-1%)Eosinofil : 0 (1-6%)

Page 8: case B.docx

Netrofil batang : 0 (2-6%)Netrofil segmen : 84 (50-70%)Limfosit : 9 (25-40%)

Monosit : 7 (2-8%)

20.09.1408.00 WIB

dr. Aswin Boy

Kel : (-)St Present :KU : sedang TD : 120/70 mmHgSens : CM N : 90 x/mnt RR : 22x/mnt T : 36,50CSt Obstetri :PL : tifut 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif (-), luka episiotomi tenang, lokia rubra (+)D/ P1A0 post partum ekstraksi partial + post hecting laserasi porsio hari ke – 1 + anemia sedang

Terapi : Observasi TVI dan

perdarahan IVFD RL gtt xx/menit Bebat payudara Perawatan luka episiotomi

P/S Vulva hihiene P/S Inj. Ceftriaxon 2x1 g iv Inf. Metronidazole 3x1 fls Lactulac syr 3x1 C Bromokriptin 2x1 tab

21.09.1408.00 WIBdr. Mariana

Kel : (-)St Present :KU : sedang TD : 120/70 mmHgSens : CM N : 80 x/mnt RR : 20x/mnt T : 36,60CSt Obstetri :PL : tifut 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif (-), vulva tenang, luka episiotomi tenang, lokia rubra (+)D/ P1A0 post partum ekstraksi partial + post hecting laserasi porsio hari ke – 2 + anemia sedang

Terapi : Observasi TVI dan

perdarahan IVFD RL gtt xx/menit Bebat payudara Perawatan luka episiotomi

P/S Vulva higiene P/S Inj. Ceftriaxon 2x1 g iv Lactulac syr 3x1 C Bromokriptin 2x1 tab

II. PERMASALAHAN

A. Mengapa anomali kongenital multipel tidak terdeteksi melalui pemeriksaan

USG?

B. Mengapa pada kasus ini janin yang dilahirkan meninggal?

III. ANALISA KASUS

Page 9: case B.docx

A. Mengapa anomali kongenital multipel tidak terdeteksi melalui

pemeriksaan USG?

Pada pemeriksaan USG anomali kongenital dapat dibagi menjadi dua bagian

besar yaitu:

1. Kelainan mayor, kelainan antomis jelas terlihat dari USG dan

mempunyai kepentingan medis, pembedahan serta kosmetik dengan

pengaruh pada kesakitan dan kematian (missal; hidrosefalus dan

anensefalus)

2. Kelainan minor, kelainan yang tidak mempunyai arti medis,

pembedahan dan kosmetik yang serius dan tidak berpengaruh pada

harapan hidup dan gaya hidup (missal; hernia umbilikalis dan

mikropenis)1,2,3.

Pembagian lain menurut WHO:

1. Letal (misal; anensefalus)

2. Berat; kelainan yang jika intervensi medis tidak dilakukan akan

mmenyebabkan kematian

3. Ringan; kelainan yang memerlukan intervensi medis namun harapan

hidup tetap baik (missal;undescensus testis)3.

Pada kasus ini didapati anomali kongenital multipel pada janin yang

dilahirkan yaitu macrocephaly, disorder of sex development (DSD),

polidactili, dan congenital talipes equinovarus (CTEV). Dari keempat

kelainan kongenital yang ditemukan, 3 diantaranya adalah kelainan minor dan

salah satunya adalah kelainan mayor namun tidak letal. Dapat diartikan

kelainan kongenital pada janin yang dilahirkan bersifat tidak letal atau

mematikan.

Makrosefali didefinisikan sebagai ukuran lingkar kepala (head

circumference) 3 kali lebih besar dari standar deviasi rata-rata usia dan jenis

kelamin. Kelainan kongenital ini jarang terjadi dan penyebabnya masih belum

diketahui. Makrosefali dikaitkan dengan berbagai kondisi sebagai berikut;

Page 10: case B.docx

beningn familial macrosefali, sporadic macrosefali, neurofibromatosis,

cerebral gigantisme, achondroplasia, dll. Pada pemeriksaan dengan USG

makrosefali dicurigai bila dalam pengukuran lingkar kepala (head

circumference) 3 kali lebih besar dari standar deviasi berdasarkan rata-rata

untuk usia kehamilan tanpa adanya gambaran hidrosefalus atau massa

intrakranial. Benign familial macrosefali jarang sekali terdiagnosa didalam

uterus. Dalam sebuah laporan kasus ditemukan ukuran lungkar kepala

abnormal pada usia gestasi 32 minggu, dan ukuran tetap tidak mengalami

penambahan hingga usia gestasi mencapai 39 minggu. Sebagai parameter

perkembangan kehamilan, penambahan ukuran lingkar kepala meningkat

secara proporsional bersamaan biometri fetus lainnya5.

Pada kasus ini, makrosefali dikatakan sebagai kelainan kongenital mayor

namun tidak letal, seperti dijelaskan sebelumnya bahwa kelainan kongenital

mayor akan tampak jelas pada pemeriksaan USG. Namun pada kasus ini

pemeriksaan USG tidak mencurigai adanya kelainan kongenital berupa

makrosefali. Hal ini dimungkinkan makrosefali pada kasus ini adalah tipe

benign familial yang sulit terdiagnosa didalam uterus. Faktor lain yang dapat

menyebabkan tidak tergambarnya kelainan kongenital dapat disebabkan oleh

faktor alat dan keterampilan pemeriksa. Faktor alat dimungkinkan oleh

kondisi, teknologi maupun kelayakan.

Tabel 1. Kondisi yang berkaitan dengan makrosefali

Benign familial macrocephaly

Sporadic macrocephaly

Neurofibromatosis

Cerebral gigantism (sotos syndrome)

Achondroplasia

Page 11: case B.docx

Osteogenesis imperfecta

Beckwith-Wiedeman syndrome

Neurocutaneus syndrome

Bannayan-Riley-Ruvalcaba syndrome

Meaver syndrome

Unilateral macrocephaly

Sumber Bianchi5

Anomali kongenital lain yang ditemukan pada kasus ini dikategorikan

kelainan minor, pertama yaitu disorder of sex development atau sering dikenal

dengan ambiguous genitalia. Meskipun genotif fetus sudah ditentukan sejak

masa konsepsi, namun jenis kelamin belum dapat dibedakan hingga usia

kehamilan 6-7 minggu. Pemeriksaan USG pada kasus ambiguous genitalia

lebih akurat pada pria. Sedangkan pada wanita sering terjadi kesalahan dalam

interpretasi hasil pemeriksaan diakibatkan clitoromegaly. Ketika janin dalam

rahim adalah pria maka testis bersama skrotum dapat diidentifikasi setelah

usia 28 minggu. Sedangkan pada wanita dapat terlihat gambaran berupa labia

mayora, labia minora dan klitoris5. Pada kasus ini juga tidak terdeteksi adanya

kelainan kongenital pada kelamin. Kelainan minor umumnya mengikuti

dengan adanya kelainan mayor.

Page 12: case B.docx

Gambar 1. Ambiguous genitalia pada fetus usia kehamilan 20 minggu

Sumber. Bianchi5

Gambar 2. Ambiguous genitalia pada fetus usia kehamilan 27 minggu

Sumber. Bianchi5

Page 13: case B.docx

Kelainan kongenital lain yaitu congenital talipes equano varus (CTEV)

dan polidactili. Kelainan kongenital minor lainnya yang tidak terdeteksi dari

pemeriksaan USG. Pada kasus polidactili, identifikasi phalanges sudah dapat

dilakukan pada usia kehamilan 13 minggu dengan USG transabdominal dan

usia 11 minggu dengan USG transvaginal5,6.

Gambar 2. Gambaran USG pada Polidaktili

Sumber. Bianchi5

Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 7,6 juta bayi lahir setiap tahun

dengan kelainan bawaan dan sekitar 90% terdapat di Negara dengan

penghasilan sedang atau rendah. Kelainan bawaan mayor terjadi sekitar 3%

dari bayi yang lahir hidup dan 50% dari kelainan ini sudah diketahui sejak

baru lahir, sedangkan sisanya baru tampak nyata pada masa anak dan dewasa.

Kelainan ini mempunyai peran besar pada tingginya angka kematian bayi,

disampinng morbiiditas pada anak dan dewasa4,5,6.

Page 14: case B.docx

Penelitian Parmar, dkk (2010) di Entebbe, Uganda menunjukkan proporsi

kelainan kongenital lebih tinggi pada anak laki-laki (8%; 99 dari 1.224)

daripada anak perempuan (7%; 81 dari 1.141), akan tetapi tidak ada perbedaan

secara signifikan (p = 0,4).6 Di Urmia, Iran (2008), kejadian kelainan

kongenital lebih tinggi pada perempuan (1,99%; 139 dari 6.979) dibandingkan

laki-laki bayi baru lahir (1,68%; 120 dari 7.137), namun perbedaan itu tidak

signifikan secara statistik (p = 0,65).34 Di Sir T Hospital, Gujarat (Januari

2006 – Juni 2007) menunjukkan kejadian kongenital secara signifikan lebih

tinggi (6,1%) pada ibu yang berusia >30 tahun dibandingkan dengan

kelompok usia muda.

Belum banyak data yang menggambarkan besarnya kejadian kelainan

kongenital di Indonesia. Laporan dari beberapa rumah sakit pendidikan di

Indonesia yang dapat dikumpulkan rata-rata 3,72%. Diagnose kelainan

kongenital 63,18% didiagnosa setelah bayi lahir, 21,25% untra natal, dan

11,81% antenatal. Bayi dengan kelainan kongenital 30,15% lahir mati,

13,38% mengalami kematian neonatal dan 31,49% pulang dengan

perkembangan selanjutnya tidak diikuti5,6.

Kelainan kongenital 30% dapat disebabkan oleh:

1. Kelainan genetik (congenital malformation atau chromosomal anomaly)

2. Multifaktorial karena interaksi antara faktor genetic dan lingkungan

(30%), dan sisanya tidak diketahui penyebabnya. Kelainan multifaktorial

disebabkan oleh teratogen yaitu segala faktor atau bahan yang

menyebabkan kelainan struktur atau fungsi, gangguan pertumbuhan dan

kematian embryo atau janin5,6.

Pengelolaan kelainan bawaan di suatu rumah sakit ditentukan oleh

beberapa kondisi antara lain; prevalensi dan jenis kelainan bawaan di daerah

tersebut, etiologi, fasilitas yang ada, pengetahuan dan kehirauan pengelola,

dan pendidikanmasyarakat5,6.

Page 15: case B.docx

Langkah yang perlu diperhatikan:

1. Faktor risiko

1.1. Ibu hamil dengan umur lebih dari 35 tahun

1.2. Riwayat keturunan

1.3. Penderita diabetes mellitus

1.4. Tercemar bahan teratogen saat kehamilan

1.5. Pertumbuhan janin abnormal

1.6. Janin ganda5,6.

2. Skrining

Beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk skirining adalah:

2.1. Maternal serum skrining (MSS), pemeriksaan serum darah ibu pada

kehamilan 16 minggu (15-20 minggu) dilakukan untuk mengetahui

adanya down syndrome sebesar 75%, Trisomi 18 sebesar 60-80% dan

NTD lebih dari 80% dengan melakukan treeple screening yaitu

memeriksa alpha-feto-protein (AFP), human-chorionic gonadotropin

(hCG), unconjugated estriol (uEs).

2.2. Pemeriksaan genetic, seperti Thalassemia, Trisomi 21, Trisomi 18

2.3. Pemeriksaan laboratorium, seperti antibodi TORCH

2.4. USG pada kehamilan 20-22 minggu5,6.

Sebagian besar kelainan bawaan tidak dapat dicegah sampai saat ini, akan

tetapi masih ada kemungkinan yang dapat dicegah.

1. Pencegahan primer

1.1. menghindari tercemar dengan bahan-bahan teratogen

1.2. Pemberian Asam Folat

1.3. Vaksinasi Rubella

1.4. Menghindari rokok dan minuman

1.5. Kontrol DM pada kehamilan

1.6. Pencegahan pertumbuhan janin terhambat5,6.

Page 16: case B.docx

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis prenatal.

Pemeriksaan prenatal perlu keterampilan khusus sehingga tidak semua dokter

spesialis dapat melakukannya. Diagnosis prenatal dilakukan dengan USG

pada usia kehamilan 11-13 minggu untuk neural tubes, sedangkan untuk

mengetahui kelainan kongenital mayor pada kehamilan 20-22 minggu5,6..

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :

1. Pemeriksaan non invasif;

Pemeriksaan dengan menggunakan USG. Adapun temuan yang berkaitan

dengan kelainan bawaan;

1.1. Oligohidramnion atau polihidramnion

1.2. Pertumbuhan janin terhambat

1.3. Kelainan bentuk janin

1.4. Ukuran biometri janin abnormal

1.5. Arteri umbilikalis tunggal

1.6. Aktifitas biofisik janin berkurang5,6.

2. Pemeriksaan invasif

Amniosintesis; dilakukan untuk karyotiping janin, peningkatan AFP pada

NTD, kematangan paru-paru janin dan spektometri bilirubin pada

aloimunisasi darah merah. Fluorescent in situ hybridization (FISH), dapat

diaplikasikan pada amniosintesis dan CVS, untuk mengetahui adanya

aneuploidi kromosom 21,18,13,X,Y5,6.

1. Chorionic Villous Sampling (CVS), pada kehamilan 10-12 minggu,

dilakukan sitogenik dan pemeriksaan DNA janin.

2. Fetal Blood Sampling; dilakukan untuk tes diagnostic dari rapid karyotype,

alloimunization, infeksi janin,. autoimmunization.

3. Fetal Organ Biopsy (hati, otot dan kulit); pada beberapa penyakit yang

dapat didiagnosis dengan cara ini seperti muscular dystrophy dengan biopsi

otot.

Page 17: case B.docx

Penanganan kelainan bawaan secara umum dapat dilakukan:

1. Apabila janin tidak dapat hidup setelah dilahirkan, maka harus diakhiri atau

diterminasi.

2. Apabila janin dapat diterapi jika lahir cukup bulan, maka harus ditunggu

kehamilannya hingga cukup bulan.

3. Bila dicurigai akan terjadi hambatan atau distosia pada proses persalinan,

seksio sesaria adalah pilihan.

4. Apabila kelainan akan bertambah parah bila kehamilan ditunggu, maka

harus diterminasi lebih awal.

5. Pencegahan berkembangnya kelainan intrauterine, dilakukan terapi

intrauterine5,6.

Terapi janin intrauterine telah banyak dilakukan dibeberapa Negara dengan

hasil yang memuaskan. Terapi ini dilakukan untuk beberapa kelainan

bawaan yang berupa kelainan anatomi. Untuk operasi ini harus

dipertimbangkan keuntungan, jenis kelainan jelas secara USG, jika

dibiarkan jelas akan menyebabkan morbiditas dan mortalitas intrauterine

atau pada masa perinatal. Operasi intrauterine yang sudah cukup banyak

berhasil adalah operasi neural tube defect, hernia diaphragmatica, eksisi

congenital cystic adenomatoid malformation atau teratoma5,6.

B. Mengapa janin yang dilahirkan dapat meninggal?

Persalinan bokong sekitar 3-4% dari seluruh total persalinan. Insiden semakin

menurun dengan bertambahnya usia kehamilan. Morbiditas dan mortalitas

perinatal diakibatkan penyulit persalinan secara pervaginam pada presentasi

bokong semakin tinggi bila dibandingkan dengan presentasi belakang kepala.

Penyebab morbiditas dan mortalitas terbanyak adalah persalinan preterm,

kelainan kongenital dan trauma saat persalinan.

Risiko persalinan dengan presentasi bokong antara lain:

1. Prolaps tali pusat (terutama pada presentasi kaki)

Page 18: case B.docx

2. After-coming head yang terjebak oleh dilatasi cerviks yang belum

sempurna (pada bayi preterm dan CPD)

3. Trauma akibat ekstensi kepala7,8.

Penatalaksanaan persalinan pada presentasi bokong dilakukan dengan 2

cara yaitu pervaginam dan perabdominam.

I. Persalinan pervaginam pada letak sungsang menjadi pilihan bila memenuhi

kriteria sebagai berikut:

1. Wanita yang didiagnosa dengan presentasi bokong dan telah

dikonfirmasi dengan pemeriksaan ultrasonografi mengenai tipe

presentasi bokong, pertumbuhan dan berat janin, defleksi kepala serta

ukuran diameter kepala dalam batas normal.

2. Kontraindikasi persalinan pervaginam tidak ditemukan:

Tali pusat menumbung

Pertumbuhan janin terhambat atau makrosomia

Secara klinis panggul sempit

Anomali kongenital yang tak cakap pervaginam

3. Persalinan pervaginam direkomendasikan ketika estimasi berat janin

antara 2500 – 4000 g 9,10-11.

II. Persalinan perabdominam

Pemilihan persalinan perbadominam harus dipikirkan keuntungan dan

kerugian yang didapatkan oleh ibu dan bayi. Sectio cesaria dilakukan harus

sesuai indikasi. Berikut adalah indikasi untuk dilakukannya sectio cesaria

pada presentasi bokong, meliputi indikasi absolut dan indikasi relatif:

2.1. Indikasi absolut

2.1.1. Panggul sempit

2.1.2. Makrosomia

2.1.3. Plasenta Previa

Page 19: case B.docx

2.1.4. Tumor atau kelainan pada uterus

2.1.5. Deformitas pelvis

2.2. Indikasi relatif

2.2.1. Pertumbuhan Janin Terhambat

2.2.2. Bekas Sectio cesaria

2.2.3. Defleksi kepala

2.2.4. Curiga panggul sempit

2.2.5. Presentasi kaki

2.2.6. Usia gestasi < 34 minggu12,13.

Pada kasus ini, tatalaksana dilakukan persalinan pervaginam. Anomali

kongenital multipel pada janin intrauterine dengan diantaranya adalah

makrosefali menjadi pertimbangan utama untuk menentukan jenis persalinan.

Mengacu penjelasan di atas, janin yang terdeteksi dengan kelainan kongenital

dengan kemungkinan besar terjadi distosia atau hambatan dalam persalinan

pervaginam, maka tatalaksana dengan sectio cesaria adalah pilihan yang

tepat11,12,13.

Komplikasi yang dapat terjadi pada persalinan presentasi bokong yang

ditatalaksanai secara pervaginam meliputi:

1. Komplikasi Janin

1.1. Anoksia Melahirkan

Kompresi tali pusat dan prolaps dapat dikaitkan dengan persalinan

presentasi bokong, terutama presentasi bokong murni (5%) dan

bokong kaki (15%).3 Ini karena ketidakmampuan bagian terkemuka

untuk mengisi pelvis maternal, baik karena prematuritas atau buruknya

penempatan bagian terkemuka pada serviks, sehingga tali pusat

mungkin prolaps dibawah level bokong. Presentasi bokong murni

(paha difleksikan terhadap perut) membuat kontur bagian terkemuka,

Page 20: case B.docx

yang menyesuaikan lebih baik terhadap panggul ibu dan biasanya

sesuai dengan serviks

1.2. Trauma Persalinan

Insidens trauma persalinan selama kelahiran bokong pervaginam

adalah 6,7%, sebanyak 13 kali dari presentasi kepala (0,51 per 1000

kelahiran). Jenis cedera perinatal dilaporkan pada kelahiran bokong

termasuk robeknya tentorium serebelum, sefalhematom, disrupsi

medulla spinalis, brakial palsi, fraktur tulang panjang, dan ruptur otot

sternokleidomastoid. Kelahiran bokong pervaginam juga merupakan

penyebab utama cedera pada kelenjar adrenal janin, hati, anus,

genitalia, spina, sendi pinggul, nervus skiatik, dan otot lengan, kaki

dan punggung. Faktor yang menyebabkan kesulitan kelahiran bokong

pervaginam termasuk serviks yang berdilatasi sebagian, lengan yang

tersangkut unilateral ataupun bilateral, dan defleksi kepala. Jenis

prosedur persalinan yang digunakan juga dapat mempengaruhi luaran

neonatus13,14.

Pada kasus ini komplikasi yang terjadi pada janin yaitu asfiksia berat

yang diakibatkan proses persalinan yang sulit dan memakan waktu yang

cukup lama. Morbiditas pada bayi menjadi meningkat hingga

mengakibatkan kematian perinatal. Hasil luaran janin yang buruk dengan

AFGAR skor 1/0 FTSGA. Proses persalinan berlangsung dalam waktu 15

menit, sedangkan standar baku yang ditetapkan pada persalinan bokong

adalah kurang dari 8 menit.proses persalinan dilakukan dengan cara

ekstraksi parsial dimana pada proses pengeluaran kepala berlangsung

cukup lam dan dapat dikatakan sebagai after-coming head yang terjebak.

Penatalaksanaan pada kasus after-coming head yang terjebak dapat

dilakukan dengan penarikan menggunakan forceps piper. Dimana badan

janin diangkat menggunakan handuk atau doek untuk memudahkan

Page 21: case B.docx

pemasangan sendok forceps. Dilakukan tarikan ringan dengan asisten

menekan suprapubik. Pada kasus ini tidak tersedia alat forceps dalam

menolong persalinan. Sehingga dapat dikatakan kelengkapan alat dalam

pertolongan persalinan bokong sangat penting terutama forceps piper

sebagai antisipasi terjadinya after-coming head15.

After-coming head yang terperangkap akibat dilatasi cerviks yang

belum lengkap tidak memungkinkan untuk melahirkan aftercoming head,

biasanya terjadinya pada bayi yang kecil (preterm). Penatalaksanaan pada

kasus ini dapat dilakukan dengan mendorong serviks ke dalam diselipkan

diantara kepala janin. jika tindakan tersebut tidak berhasil dapat dilakukan

dengan insisi Dǘhrseen pada serviks15.

2. Komplikasi Maternal

Hal yang paling mengkhawatirkan dari ibu adalah laserasi jalan lahir.

Manuver intrauterin, terutama pada ibu dengan segmen bawah rahim yang

tipis, atau persalinan bokong dengan aftercoming head melalui serviks

yang tidak berdilatasi sempurna, dapat menyebabkan ruptur uteri, laserasi

servik dan dinding vagina, atau keduanya. Manipulasi yang demikian juga

dapat menyebabkann perluasan luka episiotomi dan robekan perineum

yang dalam. Akibat dari semua manipulasi manual di dalam jalan lahir

tersebut, resiko untuk terjadi infeksi semakin meningkat14,15.

Pada kasus ini komplikasi yang terjadi pada ibu yaitu laserasi jalan lahir,

berupa laserasi porsio pada arah pukul 06.00 yang mengakibatkan perdarahan

aktif paska persalinan. Komplikasi pada ibu dapat segera teratasi dengan

penjahitan laserasi disertai dengan resusitasi cairan untuk antisispasi

perdarahan massif.

Pada kasus ini juga didapatkan pertumbuhan janin terhambat. Bayi yang

dilahirkan didapati berat badan 2000 gram dengan usia kehamilan cukup

bulan. Pertumbuhan janin terhambat ditegakkan apabila pada pemeriksaan

Page 22: case B.docx

FETAL GROWTH RESTRICTION

Placental factor :

placental mosaicsm

abnormal placentation

uterine abnormality

chronic placental

abruption

Extrinsic :

Cigarette smoking

Alkohol / cocaine

viral infection

Fetal :

Chromosomal (trisomy 18,13, 21)

Mendelian single gen disorder

Congenital structural abnormalities

Other syndromes

Maternal :

Hypertension

Preeclampsia

APS

Trombhophilia

USG perkiraan berat badan janin berada dibawah 10 persentil dari usia

kehamilan atau lebih kecil dari yang seharusnya. Pada umunya janin tersebut

memiliki tubuh yang kecil dan risiko kecacatan atau kematian bayi16.

Kejadian pertumbuhan janin terhambat bervariasi, berkisar 4-8% pada

Negara maju dan 6-30% pada Negara berkembang. Hal ini perlu menjadi

perhatian karena besarnya kecacatan dan kematian yang terjadi akibat PJT16.

Pada umumnya 75% janin dengan PJT memiliki proporsi tubuh yang

kecil, 15-25% terjadi karena insufisiensi uteroplasenta, 5-10% terjadi karena

infeksi selama kehamilan atau kecacatan bawaan. Penyebab terjadinya PJT

antara lain digambarkan dalam skema berikut16.

Gambar 2. Skema penyebab pertumbuhan janin terhambat

Sumber. Resnik’s16

Page 23: case B.docx

Beberapa keadaan dimana janin dengan PJT harus dilahirkan:

1. Janin dengan kromosom normal dengan usia kehamilan lebih dari 36

minggu lengkap

2. Oligohidramnion pada kehamilan 36 minggu atau lebih

3. Deselerasi lambat berulang pada usia kehamilan berapapun

4. Tidak terdapat partumbuhan pada pemeriksaan USG dalam jangka waktu 3

minggu16.

Sedangkan pada usia kehamilan kurang dari 36 minggu, persalinan harus

dipikirkan pada keadaan berikut ini:

1. Tidak terdapat partumbuhan pada pemeriksaan USG dalam jangka waktu 3

minggu dan memilik paru-paru yang matang

2. Anhidramnion pada kehamilan 30 minggu atau lebih

3. Terdapat AEDF (Absent umbilical artery end diastolic flow) dan REDF

(reversed umbilical artery end diastolic flow)

4. Pola denyut jantung yang abnormal menetap16.

Gambar 3. Kurva perkembangan janin intrauterineSumber. Resnick’s16

Page 24: case B.docx

IV. SIMPULAN

1. Pemeriksaan USG tidak mencurigai adanya kelainan kongenital berupa

makrosefali. Hal ini dimungkinkan makrosefali pada kasus ini adalah tipe

benign familialmacrosecali yang sulit terdiagnosa didalam uterus. Faktor lain

yang dapat menyebabkan tidak tergambarnya kelainan kongenital dapat

disebabkan oleh faktor alat dan keterampilan pemeriksa. Selain kelainan

kongenital, kasus ini juga menunjukkan adanya pertumbuhan janin yang

terhambat. Berat badan bayi setelah lahir hanya 200 gram pada usia

kehamilan yang cukup bulan.

2. Pada kasus ini komplikasi yang terjadi pada janin yaitu asfiksia berat yang

diakibatkan proses persalinan yang sulit dan memakan waktu yang cukup

lama. Morbiditas pada bayi menjadi meningkat hingga mengakibatkan

kematian perinatal. Hasil luaran janin yang buruk dengan AFGAR skor 1/0

FTSGA. Proses persalinan berlangsung dalam waktu 15 menit, sedangkan

standar baku yang ditetapkan pada persalinan bokong adalah kurang dari 8

menit.proses persalinan dilakukan dengan cara ekstraksi parsial dimana pada

proses pengeluaran kepala berlangsung cukup lam dan dapat dikatakan

sebagai after-coming head yang terjebak

3. Pada kasus ini komplikasi yang terjadi pada ibu yaitu laserasi jalan lahir,

berupa laserasi porsio pada arah pukul 06.00 yang mengakibatkan perdarahan

aktif paska persalinan. Komplikasi pada ibu dapat segera teratasi dengan

hecting laserasi disertai dengan resusitasi cairan untuk antisispasi perdarahan

yang massif.

Page 25: case B.docx

V. RUJUKAN

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Breech presentation and delivery. Williams obstetrics. 23rd ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc; 2010: 527-543.

2. Kish K, Collea JV. Malpresentastion and cord prolapse. In: Decherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. Current diagnosis and treatment: obstetric and gynecology. New York: McGraw-Hill Companies Inc; 2010:342-352.

3. Komar A. Bunga Rampai Obstetri. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang; 2004:25-30.

4. Bianchi DW, Crombleholme TM, D’Alton ME, Malone FD. Fetology: diagnosis and management of the fetal patient. 2nd ed. New York. Mc Graw Hill. 2010;II:J;714

5. Bianchi DW, Crombleholme TM, D’Alton ME, Malone FD. Fetology: diagnosis and management of the fetal patient. 2nd ed. New York. Mc Graw Hill. 2010;II:147.

6. Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Panduan Pengelolaan Kelaian Bawaan di Indonesia. 20067. Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan. Cetakan kedelapan. Bina

Pustaka Sarwono Prawiharjo. Jakarta: 2010; 104-121.8. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Kelainan Janin pada

Penyakit yang Diwariskan dan yang Didapatkan. Obstetri Williams. Edisi 21.EGC. Jakarta;2001:1044-1083.

9. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. RCOG Green Top Guidelines: The Management of Breech Presentation, Guideline no. 20. London: RCOG, 2001.

10.Goffinet F, Carayol M, Foidart JM, Alexander S, Uzan S, Subtil D, et al. Is planned vaginal delivery for breech presentation at term still an option? Results of an observational prospective survey in France and Belgium. Am J Obstet Gynaecol 2006;194:1002–11.

11.Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin. Dalam: Martohoesodo S, Hariadi R. Ilmu kebidanan. Edisi ketiga. Cetakan ketujuh. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta; 2005: 606-622.

12.De Leeuw JP, Verhoeven ATM, Schutte JM, Zwart J, van Roosmalen J. The end of vaginal breech delivery (letter). Br J Obstet Gynaecol. 2007;114:373–4.

13.Burke G. The end of vaginal breech delivery. Br J Obstet Gynaecol. 2006;113:969–72.14.Ketut G. Skor Zatuchni Andros dalam Menentukan Keberhasilan Persalinan Sungsang Genap

Bulan. Obstetri dan Ginekologi Universitas Diponegoro.Tesis. Semarang. 1999.15. Ghosh Mk. Breech Presentation: evaluation of management. J Reprod Med. 2005; 50:108-16.16.Creasy K, Resnik R, Lams JD, Lockwood CJ, Moore TR, Greene MF. Maternal-Fetal

Medicine;principles and practice. 7th ed. Elsevier Sounders: Philadelphia, 2014.