case anemia gravis

14
Anemia Anemia Definisi Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count). Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup sampai kepada label anemia tetapi harus ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Kriteria diagnosis anemia Definisi anemia bervariasi sesuai jenis kelamin dan usia. Definisi yang paling umum digunakan adalah berdasarkan Centers for Disease Control (CDC) dan World Health Organization (WHO). 1

Upload: bernardus-mario-vito

Post on 18-Dec-2015

60 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

igogh

TRANSCRIPT

AnemiaAnemia

Definisi

Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count).

Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup sampai kepada label anemia tetapi harus ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut.

Kriteria diagnosis anemia

Definisi anemia bervariasi sesuai jenis kelamin dan usia. Definisi yang paling umum digunakan adalah berdasarkan Centers for Disease Control (CDC) dan World Health Organization (WHO).

Etiologi dan klasifikasi anemia

Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang, perdarahan, proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya. Klasifikasi untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Anemia dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu anemia hipokromik mikrositer (MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg), anemia normokromik normositer (MCV 80 95 fl dan MCH 27 34 pg) dan anemia makrositer (MCV > 95 fl).

Klasifikasi anemia menurut etiopatogenesis

A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang 1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit

a. Anemia defisiensi besi

b. Anemia defisiensi asam folat

c. Anemia defisiensi vitamin B12

2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi

a. Anemia akibat penyakit kronik

b. Anemia sideroblastik

3. Kerusakan sumsum tulang

a. Anemia aplastik

b. Anemia mieloptisik

c. Anemia pada keganasan hematologi

d. Anemia diseritropoietik

e. Anemia pada sindrom mielodisplastik

4. Anemia akibat kekurangan eritropoietin : anemia pada gagal ginjal kronik.

B. Anemia akibat hemoragi1. Anemia pasca perdarahan akut

2. Anemia akibat perdarahan kronik

C. Anemia hemolitik1. Anemia hemolitik intrakorpuskular

a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)

b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : anemia defisiensi G6PD

c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) : thalassemia dan hemoglobinopati struktural (HbS, HbE)

2. Anemia hemolitik ektrakorpuskuler

a. Anemia hemolitik autoimun

b. Anemia hemolitik mikroangiopatik

D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks.

Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi

1. Anemia hipokromik mikrositera. Anemia defisiensi besi

b. Thalassemia mayor

c. Anemia akibat penyakit kronik

d. Anemia sideroblastik

2. Anemia normokromik normositera. Anemia pasca perdarahan akut

b. Anemia aplastik

c. Anemia hemolitik didapat

d. Anemia akibat penyakit kronik

e. Anemia pada gagal ginjal kronik

f. Anemia pada sindrom mielodisplastik

f. Anemia pada keganasan hematologik

3. Anemia makrositera. Bentuk megaloblastik

1. anemia defisiensi asam folat

2. anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

b. Bentuk non-megaloblastik

1. anemia pada penyakit hati kronik

2. Anemia pada hipotiroidisme

3. Anemia pada sindrom mielodisplastik

Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi merupakan bentuk dari defisiensi nutrisi yang paling umum diseluruh dunia. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas kerja dewasa dna dampak pada perkembangan motorik dan mental pada anak dan remaja. Terdapat bukti bahwa defisiensi besi tanpa anemia mempengaruhi kognitif pada remaja wanita dan menyebabkan fatigue pada wanita dewasa. Anemia defisiensi besi dapat mempengaruhi fungsi visual dan auditorik dan kerkorelasi lemah dengan perkembangan kognitif yang buruk pada anak.

Prevalensi

Prevalensi anemia defisiensi besi bervariasi tergantung usia, jenis kelamin dan ras. Di Indonesia, memberikan gambaran prevalen

Metabolisme besi

Besi merupakan elemen yang kritis dalam fungsi semua sel, meskipun jumlah besi yang dibutuhkan oleh jaringan individu bervariasi selama perkembangan individu. Pada waktu yang sama, tubuh harus melindungi dirinya dari besi bebas yang sangat toksik dan berperan dalam reaksi kimia yang membentuk radikal bebas seperti O2- atau OH-.

Mayoritas besi pada mamalia adalah membawa oksigen sebagai bagian dari hemoglobin. Oksigen juga diikat oleh mioglobin otot. Besi merupakan elemen kritis pada enzim yang mengandung elemen besi (sistem sitokrom pada mitokondria). Tanpa besi, sel kehilangan kapasitas mereka untuk mengangkut elektron dan metabolisme energi. Pada sel erithroid, sintesis hemoglobin terganggu menyebabkan anemia dan berkurangnya deliveri oksigen ke jaringan.

Siklus besi pada manusia

Absorpsi besi dari diet atau dilepaskan dari simpanan sirkulasi dari simpanan di plasma terikat pada transferrin, merupakan protein transport besi. Transferin merupakan glikoprotein bilobus dengan dua sisi pengikat besi. Transferin membawa besi dengan 2 bentuk, yaitu monoferric (1 besi atom) atau diferric (2 atom besi). Pergantian transferrin bound iron sangat cepat, sekitar 60 90 menit. Karena hampir semua besi ditransport oleh transferin ditransportasikan ke sumsum tulang, clearance time dari transferrin bound iron dari sirkulasi dipengaruhi oleh level besi plasma dan aktivitas sumsum tulang. Ketika eritropoiesis terstimulasi, kebutuhan akan besi meningkat dan clearance time besi dari sirkulasi menurun. Dengan supresi eritropoiesis, level plasma besi meningkat dan waktu paruh clearance time memanjang beberapa jam.

Kompleks besi-transferin bersirkulasi di plasma hingga berinteraksi dengan reseptor transferin spesifik pada permukaan sumsum sel eritroid. Transferin diferric memiliki afinitias paling tinggi terhadap reseptor transferin, apotransferin (tidak membawa besi) memiliki afinitias yang sangat kecil. Sel yang memiliki jumlah reseptor transferin yang paling besar adalah eritroblast yang sedang berkembang. Didalam sel eritroid, kelebihan jumlah besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin terikat kepada protein apoferritin membentuk ferritin.

Pada individu normal, rata rata waktu hidup sel darah merah adalah 120 hari. Pada akhir masa hidupnya, sel darah merah dikenali oleh sel di sistem retikuloendotelial (RE) dan mengalami fagositosis. Dalam sel RE, hemoglobin yang berasal dari sel darah merah dirusak, globin dan protein lainnya dikembalikan kepada pool asam amino, besi digunakan kembali untuk eritropoiesis. Pada anemia hemolitik ekstravaskuler, destruksi sel darah merah meningkat, tetapi besi digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin. Sebaliknya pada hemolisis intravaskuler atau anemia karena perdarahan, produksi sel darah merah terbatas pada jumlah besi yang dapat dimobilisasi dari simpanan.

Pada anemia karena perdarahan atau hemolisis, terjadi peningkatan kebutuhan besi, sedangkan pada kondisi inflamasi menganggu pelepasan besi dari simpanan dan menyebabkan penurunan yang cepat pada serum besi.

Stadium defisiensi besi

Progresi defisiensi besi dapat dibagi menjadi 3 stadium. Stadium pertama merupakan negative iron balance, dimana kebutuhan besi melebihi kemampuan tubuh untuk menyerap besi dari diet. Stadium ini hasil dari berbagai mekanisme fisiologis, termasuk perdarahan, hamil, pertumbuhan yang cepat pada remaja atau intake besi yang tidak adekuat. Perdarahan lebih dari 10 20ml sel darah merah perhari lebih besar dari jumlah besi yang dapat diserap dari diet normal. Pada keadaan ini defisit besi harus dibantu oleh mobilisasi besi dari simpanan retikuloendotelial. Selama periode ini, simpanan besi dicerminkan oleh level serum ferritin atau pewarnaan besi pada bone marrow aspiration menurun. Selama masih terdapat simpanan besi dan dapat dimobilisasi, serum besi, total iron binding capacity (TIBC), dan level protoporphyrin sel darah merah tetap dalam batas normal. Pada stadium ini, morfologi sel darah merah tetap normal.

Ketika simpanan besi mulai mengalami deplesi, serum besi mulai turun. Secara bertahap meningkatnya TIBC dan juga level protoporphyrin sel darah merah. Dengan definisi, simpanan besi pada sumsum tulang tidak ada ketika level serum ferritin