calon case

49
BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal Rongga hidung atau kavum nasi adalah rongga yang berbentuk terowongan dari depan ke belakang yang dipisahkan oleh septum di bagian tengah menjadi rongga hidung kanan dan kiri. Lobang hidung depan disebut nares anterior dan lobang hidung belakang disebut nares posterior ( khoana ) yang memisahkan rongga hidung dengan nasofaring. Di dinding lateral rongga hidung terdapat 3 tonjolan tulang yang dilapisi mukosa yaitu konka superior, media dan inferor. Celah yang terdapat diantara konka-konka tersebut atau lebih tepat ruang diantara konka tersebut dengan dinding lateral rongga hidung disebut meatus yaitu meatus superior, media dan inferior. 5 Sinus paransal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangan 3

Upload: annisa-lenggogeni

Post on 05-Dec-2015

229 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

THT

TRANSCRIPT

BAB 11

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal

Rongga hidung atau kavum nasi adalah rongga yang berbentuk terowongan

dari depan ke belakang yang dipisahkan oleh septum di bagian tengah menjadi

rongga hidung kanan dan kiri. Lobang hidung depan disebut nares anterior dan

lobang hidung belakang disebut nares posterior ( khoana ) yang memisahkan rongga

hidung dengan nasofaring. Di dinding lateral rongga hidung terdapat 3 tonjolan

tulang yang dilapisi mukosa yaitu konka superior, media dan inferor. Celah yang

terdapat diantara konka-konka tersebut atau lebih tepat ruang diantara konka tersebut

dengan dinding lateral rongga hidung disebut meatus yaitu meatus superior, media

dan inferior.5

Sinus paransal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit

dideskripsi karena bentuknya sangan bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang

sinus paranasal mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus

etmoid,dan sinus sphenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan merupakan

hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala , sehingga berbentuk rongga di dalam tulang.

Semua sinus mempunyai muara ( ostium ) ke dalam rongga hidung.6

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius

terdapat muara-muara dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Di

daerah yang sempit ini terdapat prosessus uncinatus, infundibulum, hiatus

semilunaris, recessus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior. Daerah yang

3

sempit dan rumit ini disebut kompleks osteomeatal ( KOM ) yang merupakan factor

utama patogenesa tejadinya sinusitis.5,6

Mukosa hidung dan sinus paranasal terdiri dari epitel torak berlapis semu

bersilia dan diatasnya terdapat sel-sel goblet yang menghasilkan lendir. Sekresi dari

sel-sel goblet dan kelenjar ini membentuk selimut mukosa,. Diatas permukaan

mukosa terdapat silia yang di rongga hidung bergerak secara teratur kea rah

nasofaring dan dari rongga sinus kearah ostium dari sinus tersebut. Silia dan selimut

mukosa ini berfungsi sebagai proteksi dan melembabkan udara inspirasi yang disebut

sebagai system mukosilier. Sinus dari kelompok anterior dailirkan ke naso faringdi

bagian depan muara tuba eustakius sedang sinus grup posterior dialirkan ke

nasofaring di bagian posterosuperior tuba eustakius.5

4

2.2 Definisi

Sinusitis atau istilah yang seharusnya rinosinusitis adalah penyakit inflamasi

mukosa yang melapisi hidung dan sinus paranasal. Bila mengenai beberapa sinus

disebut multisinus, sedangkan bila mengenai semua sinus disebut pansinusitis. Sesuai

anatomi yang terkena , dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid,

sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid.6

Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksilaris dan sinusitis etmoid,

sinuisitis frontal dan sinusitis etmoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus maksila dan

sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus sphenoid belum.

Sinus maksila merupakan sinus yang paling sering terinfeksi karena:

1. Merupakan sinus paranasal yang terbesar

2. Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran secret

( drenase ) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia.

3. Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi ( prosessus alveolaris )

sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila’ostium sinus

maksila terletak di meatus medius , disekitar hiatus semilunaris ynag

sempit sehingga mudah tersumbat.

2.3 Klasifikasi

Konsensus intersional yang merupakan hasil intersional Conference On

Sinus Disease 1993 dan telah disepakati untuk dipakai di Indonesia, mendefinisikan

sinusitis akut dan kronis lebih berdasarkan pada patofisiologi daripada pembagian

waktu yang ketat berdasarkan lamanya penyakit .1

5

Sinusitis diklasifikasikan sebagai sinusitis akut jika periode infeksinya

sembuh dengan terapi medikamentosa , tanpa terjadi kerusakan mukosa. Sinusitis

akut rekuren didefinisikan sebagai episode akut yang berulangyang dapat sembuh

dengan terapi medikamentosa saja sehingga tidak terdapat kerusakan mukosa yang

irreversible. Sinusitis kronis adalah penyakit yang tidak dapat sembuh dengan terapi

medikamentosa saja. Hal yang merupakan paradigmabaru dari consensus

internasional ini adalah, baik pada sinusitis akut maupun kronis,jika obstruksi ostium

dihilangkan dan terjadi aerasi yang adekuat dari sinus-sinus yang menderita maka

mukosa yang telah rusak dapat kembali mengalami regenerasi.5

Untuk kepentingan praktis, kriteria untuk sinusitis akut dan kronis pada

penderita dewasa dan anak berdasarkan gambaran klinik dapat dilihatpada tabel 1

Tabel 1. criteria sinusitis akut dan kronik pada anak dan dewasa menurut

Internasional Confrence on Sinus Disease 1993.

KRITERIA SINUSITIS AKUT SINUSIIS KRONIK

Dewasa Anak Dewasa Anak

1. lama gejala dan tanda <8mgg <12 mgg ≥ 8 mgg ≥12mgg

2. Jumlah Episode <4X/thn <6x/thn ≥4x/thn ≥6x/thn

Serangan akut,masing2

Berlangsung minimal

10 hari

3.Reversibilitas mukosa Dapat sembuh sempurna tidak dapat sembuh sempurna

Dengan medikamentosa dengan medikamentosa

6

2.3 Etiologi

Faktor-faktor fisik, kimia, saraf hormonal atau emosional dapat

mempengaruhi mukosa hidung yang selanjutnya mempengaruhi mukosa sinus.

Defisiensi nutrisi, kelelahan, kesegaran fisik yang menurun dan penyakit sistemik

juga penting dalam etiologi sinusitis. 2 Sebagai factor predisposisi lain ialah

lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering yang dapat menyebabkan perubahan

pada mukosa serta kerusakan silia.6

Penyebab sinusitis akut adalah;

1. rhinitis akut

2. infeksi faring seperti faringitis, adenoitis, tonsillitis akut

3. infeksi gigi rahang atas M1,M2,M3 serta P1 dan P2 ( dentogen)

4. berenang dan menyelam

5. trauma, dapat menyebabka perdarahan mukosa sinus paranasal

6. barotraumas dapat menyebabkan nekrosis mukosa

Streptococcus Pneumonia, Hemophillus Influenzae, Moraxella catarhalis

merupakan bakteri pathogen yang ditemukan pada hamper 70% penderita sinusitis

akut. Infeksi virus juga berperan dalam sinusitis akut. Adanya kelaina sinus

ditemukan pada 87% pasien yang menderita rhinitis yang disebabkan oleh virus.

Komplikasi bakteri pada rhinitis yang disebabkan oleh virus ditemukan pada 2%

kasus.7

Bakteri-Bakter penyebab sinusitis kronis antara lain pneumococcus,

streptococcs, stafilococcus, hemophilus influenza, kuman gram positif anaerob,

klebsiela, batang gram negative, streptococcus pneumonia, streptococcuc hemoliticus,

7

pseudomonas. Golongan jamur dari spesies candida, aspergilus juga dilaporkan

sebagai penyebab sinusitis.2

Kondisi dan factor yang berperan pada sinusitis kronik diantaranya 7,8,9,10

1. kelainan anatomi yang mempengaruhi komples osteomeatal seperti septum

deviasi, konka bulosa, deviasi prosesus uncinatus

2. rhinitis alergi : alergi sebagai factor predisposisi dari sinusitis dimana terjadi

edema mukosa dan hiper sekresi, keadaan ini akan menimbulkan

penyumbatan muara sinus mengakibatkan stasis secret. Hal ini sebagai

medium infeksi yang pada akhirnya menimbulkan sinusitis kronik.

3. Nasal polip, nasal polip dapat menekan komplek osteometal sehingga

menyebabkan terjadinya sinusitis kronis. Polip mengakibatkan terjadinya

kerusakan silia sehingga terjadi penurunan produksi dan aliran mucus

akibatnya terjadi stasis yang berlanjut menjadi sinusitis. Timbu;nya polip

nasal biasanya dihubungkan dengan adanya inflamasi kronik dari rongga

hidung.

4. pengobatan infeksi akut yang tidak sempurna.

5. factor hormonal seperti kehamilan, pubertas dimana gangguan hormonal dapat

mebgakibatkan terjadinya edema mukosa.

2.5 Patogenesis

Sinusitis terjadi karena sumbatan pada kompleks osteomeatal tempat

bermuaranya sinus di daerah meatus medius. Akibat sumbatan di osteomeatal ini

maka rongga sinus akan kekurangan oksigen. Anoksia dalam rongga sinus ini

8

berakibat mukosa sinus hipoksia dan menjadi edema yang memperberat sumbatan di

ostium sinus. Edema mukosa dan sumbatan ostium ini menyebabka sistem mukosilier

untuk mengeluarkan secret jadi terganggu sehingga cairan akan menumpuk dalam

rongga sinus yang akibatnya mudah terjadi infeksi oleh bakteri sehingga terjadi

sinusitis akut bakteri. Apabila tidak diobati atau pengobatan tidak tepat maka

penyakit dapat berlangsung terus dan bila berlangsung lebih dari 8 minggu sudah

terjadi perubahan patologis yang irreversibel pada mukosa sinus disebut sebagai

sinusitis kronik.5

2.6 Diagnosa

Tanda dan gejala sinusitis dibagi menjadi dua kelompok yaitu gejala mayor

dan minor.

Gejala mayor berupa :

1. nyeri atau rasa penuh daerah muka

2. hidung tersumbat

3. nasal discharge/purulen di rongga hidung atau pada rhinoskopi posterior

4. hiposmia atau anosmia

5. demam ( pada sinusitis akut )

gejala minor :

1. sakit kepala

2. demam ( diluar sinusitis akut)

3. nafas bau ( halithosis )

4. lesu /fatigue

9

5. nyeri pada gigi

6. batuk

7. nyeri dan rasa penuh pada telinga.

Apabila ditemukan dua gejala mayor atau lebih atau ditemukan satu gejala

mayor dan dua atau lebih gejala minor dapat didiagnosis sinusitis. Demam atau hanya

nyeri di daerah muka saja tanpa gejala lain bukan diabnosis sinusitis akut. akan tetapi

bila gejala bertambah berat setelah lima hari atau menetap sampai 10 hari atau gejala

diluar dari gejala yang biasa ditemukan pada infeksi virus maka dapat

dipertimbangkan sebagai sinusitis akut bakter.5

Diagnosa sinusitis akut pada dewasa1,3 :

Anamnesis

Riwayat rinore purulen yang berlangsung lebih dari 7 hari, merupakan keluhan yang

paling sering dan paling menonjol pada sinusitis akut. keluha ini dapat disertai

keluhan lain seperti sumbatan hidung, nyeri atau rasa tekanan pada muka, nyeri

kepala, ingus belakang hidung, batuk, anosmia atau hiposmia, nyeri gigi, nyeri telinga

dan serangan mengi ( wheezing) yang meningat pada penderita asma.

Rhinoskopi anterior

Rinoskopi anterior merupakan pemeriksaan rutin untuk melihat tanda patognomonis,

yaitu secret purulen di meatus medius atau superior, atau pada rinoskopi posterior

tampak adanya secret purulen di nasofaring ( post nasal drip )

10

Nasoendoskopi

Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan untuk menilai kondisi kavum nasi

hingga ke nasofaring. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan dengan jelas keadaan

dinding lateral hidung.

Foto polos sinus paranasal

Pemeriksaan foto polos sinus bukan prosedur rutin, hanya dianjurkan pada kasus

tertentu, misalnya :

- sinusitis akut dengan tanda dan gejala berat

- tidak ada perbaikan setelah terapi medikamentosa optimal

- diduga ada cairan dala sinus maksila yang memerlukan tindakan irigasi

- evaluasi terapi

- alasan medikolegal

tomografi computer dan MRI

pemeriksaan tomografi computer tidak dianjurkan pada sinusitis akut, kecuali ada

kecurigaan komplikasi orbita atau intracranial. Pemeriksaan MRI hanya dilakukan

pada kecurigaan komplikasi intra cranial.

Diagnosis sinuisitis kronis pada dewasa

Anamnesis

Riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan dua

criteria mayor atau satu criteria mayor ditambah dua kritera minor dari kumpulan

gejala dan tanda menurut internasional Consensus on sinus disease 1993. keluhan

11

sinusitis kronik seringkali tidak khas dan ringan bahkan kadangkala tanpa keluhan

dan baru diketahui karena mengalami beberapa episode serngan akut.

Rhinoskopi anterior

Terlihat adanya secret purulen di meatus medius atau meatus superior. Mungkin

terlihat adanya polip menyertai sinusitis kronis.

Nasoendoskopi

Pemeriksaan ini sangat dianjurkan karena dapat menunjukkan kelainan yang tidak

terlihat dengan rhinoskopi anterior, misalnya secret purulen minimal di meatus

medius atau superior, polip kecil, ostium assesorius, edema prosessus uncinatus,

konka bulosa, konka paradoksikal, spina septum dll.

Pemeriksaan foto polos sinus

Dapat dilakukan mengingat biayanya murah, cepat dan tidak invasive meskipun

hanya dapat mengevaluasi kelainan di sinus paranasal yang besar.

Pemeriksaan CT Scan

Dianjurkan dibuat untuk pasien sinusitis kronik yang tidak ada perbaikan dengan

terapi medikamentosa. Untuk menghemat biaya, cukup potpngan koronal tanpa

kontras. Dengan potongan ini sudah dapat diketahui dengan jelas perluasan penyakit

di dalam rongga sinus dan adanya kelainan di kompleks osteomeatal. Sebaiknya

pemeriksaan CT scan dilakukan setelah pemberian antibiotic yang adekuat, agar

proses inflamasi pada mukosa di eliminasi sehingga kelainan anatomis dapat terlihat

dengan jelas.

12

Pungsi sinus maxilla

Tindakan pungsi sinus maksila dapat dianjurkan sebagai alat diagnostic untuk

mengetahut adanya secret di dalam sinus maksila dan jika diperlukan untuk

pemeriksaan kultur dan resistensi.

Sinoskopi

Dapat dilakukan untuk melihat kondisi antrum sinus maksila. Pemeriksaan ini

menggunakan endoskop yang di masukkan melalui pungsi di meatus inferior atau

fossa kanina. Di lihat apakah ada secret, jaringan polip atau jamur didalam rongga

sinus maksila, serta bagaiman keadaan mukosanya apakah kemungkinan kelainannya

masih reversible atau sudah irreversibel

2.7 Penatalaksanaan

Terapi sinusitis akut pada dewasa

1. antibiotik pada sinusitis akut

a. antibiotic lini pertama. Sebagai antibiotik empiric lini pertama

dianjurkan pemberian amoksisilin 3x500mg atau kotrimoksazol

2x480mg. meskipun amoksisilin tidak mempunyai kepekaan terhadap

B-laktamase tetapi terbukti masih efektif pada kebanyakan kasus

sinusitis akut dan merupakan antibiotic yang paling aman. Karenanya

pemantauan cukup 2x24 jam, jika tidak ada perbaikan dapat diganti

dengan antibiotic lini kedua.

b. Antibiotic lini kedua mempunyai kepekaan terhadap beta laktamase

yaitu amoksisilin klavulanat 3x500 mg atau ampisilin sulbaktam atau

13

sefalosporin generasi kedua. Antibiotic alternative adalah golongan

makrolid. Tidak tertutup kemungkinan untuk langsung memberikan

antibiotic lini kedua tanpa melalui lini pertama pada seragan akut

berulang atau jika didasarkan pengalaman setempat amoksisilin

terbukti tidak efektif. Jika ada perbaikan antibiotic diteruskan sampai

mencukupi 10-14 hari. Jika tidak ada perbaikan maka perlu dilakukan

pemeriksaan fotopolos atau tomografi computer dan atau

nasoendoskopi. Jika ada kelainan, pasien dapat didiagnosis sebagsi

sinusitis akut beeulang atau kronikdan lakukan penatalaksaan seperi

sinusitis kronik. Jika tidak ada kelainan maka diagnosis sebaiknya

dievaluasi kembali misalnya dengan melakukan pemeriksaan alergi

secara komprehensif atau pemeriksaan kultur dan pungsi sinus

mkasila.

2. terapi tambahan pada sinusitis akut

pada sinusitis akut terapi tambahn yang penting adalah dekongestan oral yang

dapt disertai preparat topical terutama pada sumbatan hidung berat. Pada

pasien atpoi dapat diberi antihistamin. Mukolitik , inhalasi uap dan

pengobatan simptomatis lain dapat juga diberikan.

Terapi sinusitis kronik1

Pada sinusitis kronis, sebetulnya peran bakteri diragukan dan kegunaan terapi

medikamentosa juga terbatas. Obstruksi sinus yang menetap lebih berperan dan inilah

14

yang harys diperbaiki. Meskipun tidak memegang peranan penting, antibiotic dapat

diberikan sebagai terapi awal.

a. pilihan antibiotic harus mencakup B-laktamase seperti pada terapi sinusitis

akut lini kedua, yaitu amoksisilin klavulanat atau ampisilin sulbaktam,

sefalosporin generasi kedua.jika ada perbaikan antibiotic diteruskan sampai

mencukupi 10-14 hari atau lebih jika diperlukan.

b. Jika tidak ada perbaikan dapat dipilihh antibotika alternative seperti

makrolid ,golongan kuinlon atau yang sesuai dengan hasil kultur resistensi.

Jika ada bakteri anaerob dapat diberi metronidazol

c. Jika dengan antibiotika alternative tidak ada perbaikan , maka evaluasi

kembali apakah ada factor predisposisi yang belum terdiagnosis dengan

pemeriksaan nasoendoskopi, sinuskopi dan irigasi sinus maksila serta

pemeriksaan tomografi computer. Jika dari hasil pemeriksaan ditemukan

adanya obstruksi KOM maka penatalaksanaan selanjutunya adalah tindakan

operasi.

d. Jika pada pemeriksaan tidak ada obstruksi KOM, maka carilah alur diagnosis

yang lain.

Terapi operatif

Sinusitis kronik yang tidak sembuh setelah pengobatan medikamentosa

adekuat dan optimal serta adanya obstruksi KOM merupakan indikasi tindakan

bedah. Beberapa macam tindakan bedah mulai dari antrostomi meatus inferior,

Caldwel-luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi sinus frontal dan bedah

sinus endoskopik fungsional dapat dilaksanakan.1

15

Bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF) atau functional endoskopic

sinus surgery ( FESS ) merupakan langkah maju dalam bedah sinus. Bedah sinus

endoskopik fungsional adalah teknik operasi pada sinus dan paranasal dengan

menggunakan endoskop yang bertujuan memulihkan mucociliary clearance dalam

sinus. Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks osteomeatal

yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drenase sinus

dapat lancer kembali melalui ostium alamiah, jaringan normal tetap berfungsi dan

kelainan dalam sinus akan sembuh dengan sendirinya.1,3

Keuntungan dari teknik BSEF adalah penggunaan endoskop dengan

pencahayaan yang sangat terng sehingga saat operasi kita dapat melihat lebih jelas

dan rinci adanya kelainan patologik di rongga-rongga sinus. Jaringan patologik dapat

diangkat tanpa melukai jaringan normal dan ostium sinus yang tersumbat diperlebar.

Dengan demikian diagnosis lebih dini dan akurat dan operasi lebih bersih/ teliti,

sehingga memberikan hasil yang optimal. Pasien juga diuntunglkan karena

morbiditas pasca operasi yang minimal. Penggunaan endoskopi juga menghasilkan

lapang pandang operasi yang lebih luas dan jelas yang akan menurunkan komplikasi

bedah.1,3

Kontra indikasi BSEF 3

1. osteitis atau osteomielitis tulang frontalyang disertai

pembentukan sekuester

2. pasca operasi radikal dengan rongga sinus yang mengecil

3. penderita yang hipertensi malgna, diabetes mellitus, kelainan

hemostasis yang tidak terkontrol oleh dokter spesialis yang sesuai.

16

Bedah sinus konvensional tidak memperhatikan usaha pemilihan drenase

dan ventilasi sinus melelui ostium alamiah. Namun dengan berkembangnya

pengetahuan patogenesis sinusitis, maka berkembang pula modifikasi bedah sinus

konvensional misalnya operasi Caldwel-Luc yang hanya mengangkat jaringan

patoloik dan meninggalkan jaringan normal agar tetap berfungsi dan melakukan

antrostomi meatus medius sehingga dernase dapat pulih kembali melalui jalan alami.1

2.8 Komplikasi sinusitis.

1. Komplikasi Orbita 6,11

menjadi penyebab yang paling sering dari infeksi orbita ( mencapai 85%). Hal ini

disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata ( orbita ). Yang

paling sering ialah sinusitis etmoid kemudian sinusitis frontal dan maksila.

Penyebara infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkotuinatum. Kelainan yang

dapt timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbita

dan selanjutnya terjadi trombosis sinus kavernosus.

2.Komplikasi intracranial

Dapat berupa meningitis, abses ekstadural atau subdural, abses otak da trombosis

sinus cavernosus.

3.Kelainan paru

Beberapa pasien sinusitis juga mempunyai riwayat asma. Adanya sinusitis maka

akaan memperberat asma yang dideritanya.

17

4. Osteomielitis

paling sering tinbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak.

Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral

5. Kelainan vaskular

Arteri dan sinus kavernosus adalah pembuluh darah yang berada dekat sinus

sphenoid, sehingga bila terjadi komplikasi maka akan timbul aneurisma atau infeksi

akan menyebar melalui pembuluh darah ke ronngga cranial.

18

BAB III

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Djoenir

Umur : 79 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku Bangsa : Minang

Alamat : Desa Talang Rajo Pelang Lengayang, Pesisir Selatan

ANAMNESIS

Seorang pasien laki-laki berumur 79 tahun di rawat di Bangsal THT RS. DR.

M Djamil Padang sejak tanggal 22 Agustus 2007 dengan :

Keluhan Utama :

Hidung sebelah kiri tersumbat total sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :

Hidung sebelah kiri tersumbat total sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit.

Awalnya tersumbat sebagian sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit,

semakin lama hidung terasa semakin tersumbat sampai sekarang tersumbat total

dan dirasakan terus menerus serta tidak dipengaruhi oleh posisi, cuaca, dan

makanan.

19

Gangguan penciuman pada hidung sebelah kiri sejak 6 bulan sebelum masuk

rumah sakit.

Suara berubah menjadi agak sengau sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit.

Pasien sering terbangun ketika sedang tidur karena tiba-tiba merasa sesak dan

sukar bernafas sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat sering bersin-bersin di pagi hari, gali gato, serta alergi makanan dan

obat-obatan tidak ada.

Riwayat rasa nyeri di daerah muka dan keluar darah dari hidung tidak ada.

Gangguan pendengaran, suara berdenging, rasa pusing berputar, nyeri dalam

telinga dan keluar cairan dari dalam telinga tidak ada.

Riwayat sakit tenggorokan, rasa tersumbat di leher, nyeri dan sukar menelan tidak

ada.

Pasien telah berobat ke dokter umum, diberi 3 macam obat makan yang tidak

diketahui namanya, namun keluhan tidak berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien sudah pernah operasi hidung 2 tahun yang lalu di RS. DR. M Djamil

Padang akibat keluhan hidung sebelah kiri tersumbat juga. Setelah operasi pasien

dirawat selama 3 hari, pulang dalam keadaan baik, dapat obat makan selama 3

hari, dan pasien tidak pernah kontrol lagi ke rumah sakit.

Pasien sudah dikenal menderita hipertensi sejak 2 tahun yang lalu, kontrol tidak

teratur ke puskesmas.

Riwayat Penyakit Keluarga :

20

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

Tidak ada anggota keluarga yang sering bersin-bersin di pagi hari, gali gato, serta

alergi makanan dan obat-obatan.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan.

Pasien adalah seorang pensiunan tentara.

Pasien merokok sejak umur 17 tahun, banyaknya 1-2 bungkus/hari.

Kebiasaan minum alkohol disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Composmentis cooperatif

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Frekuensi nadi : 90 x/menit

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Suhu : 37,10C

Pemeriksaan Sistemik

Kepala : tidak ada kelainan

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Paru

Inspeksi : simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis

Palpasi : fremitus kiri = kanan

21

Perkusi : sonor kiri = kanan

Auskultasi : suara nafas vesikuler normal, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : ictus tidak terlihat

Palpasi : ictus terba 1 jari medial LMCS RIC V, tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (–)

Abdomen

Inspeksi : tidak tampak membuncit

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : tympani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Extremitas : edem -/-

Status Lokalis THT

Telinga

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Daun telinga

Kel kongenital Tidak ada Tidak adaTrauma Tidak ada Tidak adaRadang Tidak ada Tidak adaKel. Metabolik Tidak ada Tidak adaNyeri tarik Tidak ada Tidak adaNyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada

Diding liang telinga

Cukup lapang (N)Cukup lapang (N) Cukup lapang(N)

SempitHiperemi Tidak Tidak Edema Tidak ada Tidak adaMassa Tidak ada Tidak ada

Sekret/serumenBau Tidak ada Tidak adaWarna Tidak ada Tidak ada

22

Jumlah Tidak ada Tidak adaJenis Tidak ada Tidak ada

Membran timpani

Utuh

Warna putih putih Reflek cahaya (+), arah jam 5 (+), arah jam 7Bulging Tidak ada Tidak adaRetraksi Tidak ada Tidak adaAtrofi Tidak Tidak

PerforasiJumlah perforasi Tidak ada Tidak adaJenis Tidak ada Tidak adaKwadran Tidak ada Tidak adaPinggir Tidak ada Tidak ada

Gambar

Mastoid

Tanda radang Tidak ada Tidak adaFistel Tidak ada Tidak adaSikatrik Tidak ada Tidak adaNyeri tekan Tidak ada Tidak adaNyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Tes garpu talaRinne (+) (+)Schwabach Sama dengan

pemeriksaSama dengan

pemeriksaWeber Tidak ada lateralisasi Kesimpulan Pendengaran

normalPendengaran

normalAudiometri

Tidak dilakukan

Hidung

23

PemeriksaanKelainan Dektra Sinistra

Hidung luar

Deformitas Tidak ada Tidak adaKelainan kongenital Tidak ada Tidak adaTrauma Tidak ada Tidak adaRadang Tidak ada Tidak adaMassa Tidak ada Tidak ada

Sinus paranasal

PemeriksaanDekstra Sinistra

Nyeri tekan Tidak ada Tidak adaNyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Rinoskopi Anterior

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Vestibulum Vibrise Ada Ada Radang Tidak ada Tidak ada

Cavum nasiCukup lapang (N)

Cukup lapang (N) Sukar dinilaiSempitLapang

Sekret

Lokasi Tidak ada Tidak adaJenis - -Jumlah - -Bau - -

Konka inferior Ukuran Eutrofi EutrofiWarna Merah muda Merah mudaPermukaan Licin LicinEdema Tidak ada Tidak bisa dinilai

Konka media Ukuran Eutrofi SuWarna Merah muda -Permukaan Licin -Edema Tidak ada -

Cukup lurus/deviasi

Cukup lurus Cukup lurus

24

SeptumPermukaan licin licinWarna Merah muda Merah muda Spina Tidak ada Tidak adaKrista Tidak ada Tidak adaAbses Tidak ada Tidak adaPerforasi Tidak ada Tidak ada

Massa

Lokasi Tidak ada Meatus media, menutupi kavum

nasiBentuk Tidak ada Bulat lonjongUkuran - 2 x 2 cmPermukaan - licinWarna - putihKonsistensi - lunakMudah digoyang - mudahPengaruh vasokonstriktor

- Tidak dilakukan

Gambar

Rinoskopi Posterior

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

KoanaCukup lapang (N)SempitLapang

Cukup lapang Tertutup massa

MukosaWarna Merah muda Merah mudaEdem Tidak TidakJaringan granulasi Tidak ada Tidak ada

Konka inferiorUkuran

EutrofiTidak dapat

dinilaiWarna Merah muda -Permukaan Licin -Edem Tidak -

Adenoid Ada/tidak Tidak TidakMuara tuba eustachius

Tertutup sekret Tidak TidakEdem mukosa Tidak Tidak

25

Massa

Lokasi Tidak ada nasofaringUkuran - 2 x 2 cmBentuk - Bulat lonjongPermukaan - licin

Post Nasal Drip Ada/tidak Tidak ada Tidak adaJenis Tidak ada Tidak ada

Gambar

Orofaring dan mulut

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Palatum mole + Arkus Faring

Simetris/tidak Simetris SimetrisWarna Merah muda Merah mudaEdem Tidak TidakBercak/eksudat Tidak ada Tidak ada

Dinding faring Warna Merah muda Merah mudaPermukaan Licin Licin

Tonsil

Ukuran T1 T1

Warna Merah muda Merah mudaPermukaan Licin LicinMuara kripti Tidak melebar Tidak melebarDetritus Tidak ada Tidak adaEksudat Tidak ada Tidak adaPerlengketan dengan pilar

Tidak ada Tidak ada

PeritonsilWarna Merah muda Merah mudaEdema Tidak TidakAbses Tidak ada Tidak ada

Tumor

Lokasi Tidak ada Tidak adaBentuk - -Ukuran - -Permukaan - -Konsistensi - -

Gigi Karies/Radiks An odontiaWarna Merah mudaBentuk Normal

26

Lidah Deviasi Tidak adaMassa Tidak ada

Gambar

Laringiskopi Indirek

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Epiglotis

Bentuk Seperti kubah Seperti kubahWarna Merah muda Merah mudaEdema Tidak TidakPinggir rata/tidak rata RataMassa Tidak ada Tidak ada

AriteniodWarna Merah muda Merah mudaEdema Tidak TidakMassa Tidak ada Tidak adaGerakan Baik Baik

Ventrikular bandWarna Merah muda Merah mudaEdema Tidak TidakMassa Tidak ada Tidak ada

Plica vokalisWarna putih putihGerakan Simetris SimetrisPingir medial Rata RataMassa Tidak ada Tidak ada

Subglotis/trakea Massa Tidak ada Tidak adaSekret Tidak ada Tidak ada

Sinus piriformis Massa Tidak ada Tidak adaSekret Tidak ada Tidak ada

Valekula Massa Tidak ada Tidak adaSekret ( jenisnya ) Tidak ada Tidak ada

27

Gambar

Pemeriksaan Kelenjar getah bening leher

Inspeksi : tidak tampak adanya tanda-tanda pembesaran kelenjar getah bening

submental, submandibula, dan regio colli

Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening

Pemeriksaan laboratorium :

Hb : 14,6 gr%

Leukosit : 8.900/ mm3

Trombosit : 233.000/mm3

LED : 65 mm/1 jam

Hitung jenis : 0/2/1/68/25/4

PT : 9,9 dt

APTT : 39,3 dt

Pemeriksaan Penunjang :

Hasil CT Scan Sinus paranasalis potongan axial dan coronal :

Tampak massa berdensitas isodens di sinus maksilaris kiri yang meluas ke sinus

etmoid, kavum nasi, sinus sphenoid, dan anterior nasofaring kiri disertai destruksi

tulang daerah sinus maksilaris.

Kesan : tumor sinus nasal kiri

RESUME

28

1. Anamnesis

Pasien laki-laki, umur 79 tahun dengan keluhan hidung sebelah kiri

tersumbat total sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit, dirasakan terus

menerus, tidak dipengaruhi oleh posisi, cuaca, dan makanan. Suara berubah

menjadi agak sengau dan penciuman terganggu. Riwayat operasi hidung 2 tahun

yang lalu dengan keluhan yang sama.

2. Pemeriksaan fisik

Hidung

Rinoskopi anterior : tampak massa di meatus media sinistra, menutupi kavum

nasi, bentuk bulat lonjong, berwarna putih, ukuran 2 x 2 cm, permukaan

licin, konsistensi lunak, mudah digoyang.

Rinoskopi posterior : tampak massa di nasofaring kiri, menutupi koana,

bentuk bulat lonjong, ukuran 2 x 2 cm, permukaan licin.

3. Diagnosis Kerja : Polip antrokoanal sinistra

4. Diagnosis Tambahan : -

5. Diagnosis Banding : Papiloma

6. Pemeriksaan Anjuran

- Roentgen foto sinus para nasal posisi Waters dan lateral.

- Biopsi

7. Terapi anjuran: FESS + Caldwell-Luc

8. Prognosis

29

- quo ad vitam : bonam

- quo ad sanam : bonam

10. Nasehat

- Hentikan kebiasaan merokok

FOLLOW UP

Tanggal 23 Agustus 2007

30

A/ : hidung tersumbat (+), sesak nafas (-), demam (-)

PF/ : KU Kesadaran TD Nadi Nafas SuhuSedang CMC 130/90 88x/mnt 20x/mnt 37 0C

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Toraks : paru dan jantung dalam Batas Normal

Abdomen : Dalam Batas Normal

Status Lokalis : stq

Diagnosis Kerja : Polip antrokoanal sinistra

Rencana : FESS + Caldwell-Luc kiri

Pukul 12.00 WIB

Selesai dilakukan: FESS + Caldwell-Luc sinistra

A/ : demam (-), perdarahan (-)

PF/ : KU Kesadaran TD Nadi Nafas SuhuSedang CMC 130/80 88x/mnt 20x/mnt afebris

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Toraks : paru dan jantung dalam Batas Normal

Status lokalis :

Hidung : Terpasang tampon rol KNS, darah (-), rembes (-).

Diagnosis Kerja : Post FESS + Caldwell-Luc sinistra ai Polip antrokoanal sinistra

Instruksi post operasi:

- Awasi vital sign dan perdarahan

- Ceftriaxon 2 X 1 gr (IV)

- Metil prednisolon 3X 500 mg (PO)

31

- Asam mefenamat 3 X 500 mg (PO)

- Minum setelah bising usus (+)

Tanggal 24 Agustus 2007

A/ : demam (-), perdarahan (-)

PF/ : KU Kesadaran TD Nadi Nafas SuhuSedang CMC 130/80 90x/mnt 20x/mnt afebris

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Toraks : paru dan jantung dalam Batas Normal

Abdomen : Bising usus (+) Normal

Status lokalis :

Hidung : Terpasang tampon rol KNS, darah (-), rembes (-).

Diagnosis Kerja : Post FESS + Caldwell-Luc sinistra ai Polip antrokoanal sinistra

hari ke-1

Terapi :

- Ceftriaxon 2 X 1 gr (IV)

- Metil prednisolon 3X 500 mg (PO)

- Asam mefenamat 3 X 500 mg (PO)

Tanggal 27 Agustus 2007

A/ : demam (-), perdarahan (-)

PF/ : KU Kesadaran TD Nadi Nafas SuhuSedang CMC 130/80 88x/mnt 20x/mnt afebris

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Toraks : paru dan jantung dalam Batas Normal

Abdomen : dalam batas normal

32

Status lokalis :

Hidung : Terpasang tampon rol KNS, darah (-), rembes (-).

Diagnosis Kerja : Post FESS + Caldwell-Luc sinistra ai Polip antrokoanal sinistra

hari ke-4

Terapi :

- Ceftriaxon 2 X 1 gr (IV)

- Metil prednisolon 3X 500 mg (PO)

- Asam mefenamat 3 X 500 mg (PO)

BAB IV

33

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasienlaki-laki, 79tahun dengan diagnosis. Polip

antrokoanal sinistra. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan

hidung sebelah kiri tersumbat total sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit,

dirasakan terus menerus, tidak dipengaruhi oleh posisi, cuaca, dan makanan. Suara

berubah menjadi agak sengau dan penciuman terganggu. Riwayat operasi hidung 2

tahun yang lalu dengan keluhan yang sama.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada rinoskopi anterior tampak massa di

meatus media sinistra yang menutupi kavum nasi, bentuk bulat lonjong, berwarna

putih, ukuran 2 x 2 cm, permukaan licin, konsistensi lunak, serta mudah digoyang.

Begitu juga pada rinoskopi posterior tampak massa di nasofaring kiri, menutupi

koana, bentuk bulat lonjong, ukuran 2 x 2 cm, permukaan licin,dan tampak sekret

purulen yang turun ke tenggorok.

Berdasarkan hasil CT Scan sinus paranasalis potongan axial dan coronal

dimana tampak massa berdensitas isodens di sinus maksilaris kiri yang meluas ke

sinus etmoid, kavum nasi, sinus sphenoid, dan anterior nasofaring kiri disertai

destruksi tulang daerah sinus maksilaris yang menunjukan kesan tumor sinus nasal

kiri.

Pada pasien ini dilakukan operasi Functional Endoscopic Sinus Surgery

(FESS) + Caldwell-Luc sinistra dan diberikan terapi post operasi yaitu Ceftriaxon 2 X

34

1 gr (IV), Metil prednisolon 3X 500 mg (PO), danAsam mefenamat 3 X 500 mg

(PO).

35

36