borang etik rezki
DESCRIPTION
internshipTRANSCRIPT
PORTOFOLIO KASUS ETIK
KASUS ETIK
OLEH
dr. Rezki Pratama Sadeli
PENDAMPING
dr. Yulfi Aneta
RSUD KOTA PARIMAN
2014
1
Portofolio
No. ID dan Nama Peserta : dr. Rezki Pratama Sadeli
Nama Wahana : RSUD Pariaman
Topik : Kasus Etik
Tanggal (kasus) : 26 November 2014
Nama : dr A
Tanggal Presentasi : 11 Desember 2014
Nama Pendamping : dr. Yulfi Aneta
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Pariaman
Objektif Presentasi : Keilmuan
Bahan Bahasan : Kasus
Cara Membahas : Presentasi dan diskusi
PENDAHULUAN
2
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam bentuk
Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh penguasa
pada waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk
sumpah dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah
sumpah Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan
kewajiban-kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct
bagi dokter.
World Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 menghasilkan
sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran
Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban
terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran
Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Internasional.
Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-
prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat
keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu
keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam
perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi
pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics)
dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan
memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter, seperti
autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak
membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence
(melakukan tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan
yang memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme
(pengabdian profesi).
Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip moral
kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan
memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan,
dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical
ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari
3
pembuatan keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum
tentu dapat mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para
seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan
etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga
MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain
itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di
dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan
di tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit
(Makersi).
Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya” akan
membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi
dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih
berat seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang
kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK
setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi)
kedokteran.
Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan keluhuran ilmu
kedokteran, disusunlah Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik Kedokteran Indonesia
yang terbaru ditetapkan dari hasil Mukernas Etik Kedokteran III tahun 2001 sebagai
pedoman etik bagi dokter dalam menjalankan profesi kedokteran.
Kode Etik Kedokteran Indonesia diuraikan dalam pasal-pasal berikut :
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar
profesi yang tertinggi
Pasal 3
4
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik
hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan
pasien
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang
dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknik dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang dan
penghormatan atas martabat manusia
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan
berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam
menangani pasien
Pasal 7c
5
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi makhluk insane
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh, baik
fisik maupun psikososial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang
sebenar-benarnya
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya
serta masyarakat, harus saling menghormati
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien ia wajib merujuk pasien kepada
dokter yang mempunyai keahlian dalam bidang tersebut
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah
laainnya
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya terhadap seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia
Pasal 13
6
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain beredia dan mampu memberikannya
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawatnya, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/kesehatan
Untuk menetapkan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Kedokteran, dibutuhkan
pedoman penegakan disiplin profesi kedokteran. Konsil Kedokteran Indonesia telah
menetapkan pedoman tersebut pada tahun 2006. Pada pedoman penegakan disiplin profesi
kedokteran, yang merupakan bentuk pelanggaran disiplin kedokteran adalah :
1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.
2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki kompetensi
sesuai.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki
kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki
kompetesi dan kewenangan yang sesuai, atau tidak melakukan pemberitahuan perihal
penggantian tersebut.
7
5. Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental
sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien.
6. Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau
tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau pemaaf yang sah sehingga dapat
membahayakan pasien.
7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan pasien.
8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai kepada pasien atau
keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran.
9. Melakukan tindakan medic tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga
dekat atau wali atau pengampunya.
10. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medic, sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi.
11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak
sesuai dengan ketentuan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
dan etika profesi.
12. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan
sendiri dan atau keluarganya.
13. Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan atau keterampilan
atau teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara praktik kedokteran yang
layak.
14. Melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan menggunakan manusia
sebagai subjek penelitian, tanpa memperoleh persetujuan etik dari lembaga yang
diakui pemerintah.
15. Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak
membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan
mampu melakukannya.
16. Menolak atau menghentikan tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang
layak dan sah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika
profesi.
17. Membuka rahasia kedokteran, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan atau etika profesi.
8
18. Membuat keterangan medic yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang
diketahuinya secara benar dan patut. Berkaitan dengan KODEKI pasal 7.
19. Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan atau eksekusi
hukuman mati.
20. Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, NAPZA, yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan atau etika profesi.
21. Melakukan pelecehan sexual, tindakan intimidasi, atau tindakan kekerasan kepada
pasien di tempat praktik.
22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya.
23. Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk atau meminta pemeriksaan atau
memberikan resep obat/alat kesehatan.
24. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan yang
dimiliki, baik lisan ataupun tulisan yang tidak benar/menyesatkan.
25. Ketergantungan pada narkotika, NAPZA, alcohol, serta zat adiktif lainnya.
26. Berpraktik dengan meggunakan STR/SIP yang tidak sah.
27. Ketidak jujuran dalam menentukan jasa medic.
28. Tidak memberikan informasi, dokumen, dan alat bukti lainnya yang diperlukan
MKDKI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.
Sanksi terhadap disiplin tersebut ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal 69 ayat 3, yaitu :
1. Pemberian peringatan tertulis.
2. Rekomendasi pencabutan STR/SIP. Pencabutan dapat dilakukan minimal 1 tahun,
maksimal selama-lamanya.
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di Institusi pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi. Dapat berupa pendidikan formal, atau berupa pelatihan atau
magang di Institusi pendidikan kedokteran minimal 3 bulan atau maksimal 1 tahun.
4. Pada kasus- kasus pelanggaran etikolegal, diberikan hukuman sesuai peraturan
kepegawaian yang berlaku dan diproses ke pengadilan
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam K, Hadad T, Rafly A, dkk. 2007. Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang
Baik di Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia
2. Hanafiah, Jusuf, dkk. 1999. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, edisi 3. Jakarta:
EGC
3. http://astaqauliyah.com/2006/12/04. Etika kedokteran indonesia dan penanganan
pelanggaran etika di Indonesia
10
Borang Portofolio Kasus Etik
No. ID dan Nama Peserta dr. Rezki Pratama SadeliNo. ID dan Nama Wahana RSUD Kota PariamanTopik Kasus EtikTanggal (kasus) 26 November 2014Nama dr. A No. RM -
Tanggal Presentasi 11 Desember 2014
Pendamping dr. Yulfi Aneta
Tempat Presentasi Ruang Komite Medik RSUD PariamanObjektif Presentasi
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
Deskripsi dr. A melakukan pelanggaran etik kedokteran Tujuan Mengetahui jenis pelanggaran etik kedokteran beserta sanksinya
Bahan Bahasan
□ Tinjauan Pustaka
□ Riset□ Kasus
□ Audit
Cara Membahas
□ Diskusi□ Presentasi dan Diskusi
□ E-mail □ Pos
Data Nama : Pasien X No. Registrasi : Nama RS : RSUD Kota Pariaman Telp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
Seorang pasien X di rawat di bangsal A oleh dokter A. Setelah dilakukan pemeriksaan labor dan
roentgen, dokter A menemukan penyakit di bidang B. Dokter A tidak mengonsulkan pasien ke
dokter B, karena dokter A berpendapat, kalau pasien X di konsulkan ke dokter B, pasien ini akan
dipindah rawatkan ke bangsal B,sehingga jasa medik dokter A dari rawatan pasien X akan berkurang
Daftar Pustaka : 1. Adam K, Hadad T, Rafly A, dkk. 2007. Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang Baik di
Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia
2. Hanafiah, Jusuf, dkk. 1999. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, edisi 3. Jakarta: EGC
3. http://astaqauliyah.com/2006/12/04. Etika kedokteran indonesia dan penanganan pelanggaran
etika di Indonesia
Hasil Pembelajaran :1. Mengetahui dan memahami kode etik kedokteran Indonesia.
11
2. Mengetahui sanksi pelanggaran kode etik kedokteran Indonesia.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. KasusSeorang pasien X di rawat di bangsal A oleh dokter A. Setelah dilakukan pemeriksaan
labor dan roentgen, dokter A menemukan penyakit di bidang B. Dokter A tidak
mengonsulkan pasien ke dokter B, karena dokter A berpendapat, kalau pasien X di
konsulkan ke dokter B, pasien ini akan dipindah rawatkan ke bangsal B,sehingga jasa
medik dokter A dari rawatan pasien X akan berkurang
2. Pembahasan Kasus
Berdasarkan Kode Etik Kedokteran Indonesia, dokter A melanggar pasal 7, (pasal 7b)
yakni seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya dalam menangani pasien. Selain itu juga melanggar pasal 7c yaitu Seorang
dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan
lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.
Tindakan dokter A tersebut juga melanggar pedoman disiplin yang diterapkan Konsil
Kedokteran Indonesia tahun 2006 point 2, dimana seorang dokter harus merujuk pasien
apabila tidak sesuai dengan kompetensinya ke dokter yang berkompeten. Tindakan yang
dilakukan oleh dokter A ini telah menyebabkan kerugian pada pasien x, karena tidak
penatalaksanaan yang adekuat.
Untuk kasus etik, dokter A hanya mendapat sanksi moral. Untuk kasus disiplin profesi,
apabila terjadi pengaduan, dokter A dapat diproses oleh Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia (MKDKI) dan apabila dinyatakan bersalah dapat dijatuhi sanksi.
12