blok 25 kresna skenario 4

24
Pendahuluan Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan adalah terjadinya pendarahan. Pendarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan muda sering dikaitkan dengan kejadian abortus, misscarriage, early pregnancy loss. Pendarahan yang terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua terutama setelah melewati trimester III disebut pendarahan antepartum. Pendarahan pada kehamilan muda dikenal beberapa istilah sesuai dengan pertimbangan masing-masing, tetapi setiap kali kita melihat terjadinya pendarahan pada kehamilan, kita harus selalu berpikir tentang akibat dari pendarahan ini yang menyebabkan kegagalan kelangsungan kehamilan itu sendiri. Pada makalah ini, akan dibahas mengenai beberapa batasan tentang peristiwa yang ditandai dengan pendarahan pada kehamilan muda. Anamnesis Secara rutin ditanyakan urutan ; sudah menikah atau belum, paritas, siklus haid (menarke, siklus teratur atau tidak, lama haid, banyaknya darah saat haid, disertai nyeri atau tidak, HPHT), penyakit yang pernah diderita, terutama kelainan ginekologik serta pengobatannya dan operasi yang dialami. Pada riwayat obstetrik perlu diketahui riwayat kehamilan sebelumnya apakah keguguran (sengaja atau spontan, banyaknya pendarahan dan apakah telah kuretase), persalinan (normal atau dengan operasi), bagaimana keadaan anaknya.

Upload: adriancyusuf

Post on 30-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

partus

TRANSCRIPT

Page 1: Blok 25 Kresna Skenario 4

Pendahuluan

Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan adalah terjadinya pendarahan.

Pendarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan muda sering dikaitkan

dengan kejadian abortus, misscarriage, early pregnancy loss. Pendarahan yang terjadi pada

umur kehamilan yang lebih tua terutama setelah melewati trimester III disebut pendarahan

antepartum.

Pendarahan pada kehamilan muda dikenal beberapa istilah sesuai dengan

pertimbangan masing-masing, tetapi setiap kali kita melihat terjadinya pendarahan pada

kehamilan, kita harus selalu berpikir tentang akibat dari pendarahan ini yang menyebabkan

kegagalan kelangsungan kehamilan itu sendiri.

Pada makalah ini, akan dibahas mengenai beberapa batasan tentang peristiwa yang

ditandai dengan pendarahan pada kehamilan muda.

Anamnesis

Secara rutin ditanyakan urutan ; sudah menikah atau belum, paritas, siklus haid

(menarke, siklus teratur atau tidak, lama haid, banyaknya darah saat haid, disertai nyeri atau

tidak, HPHT), penyakit yang pernah diderita, terutama kelainan ginekologik serta

pengobatannya dan operasi yang dialami.

Pada riwayat obstetrik perlu diketahui riwayat kehamilan sebelumnya apakah

keguguran (sengaja atau spontan, banyaknya pendarahan dan apakah telah kuretase),

persalinan (normal atau dengan operasi), bagaimana keadaan anaknya.

Selain itu perlu ditanyakan riwayat pendarahan abnormal, fluor albus (leukorea), rasa

nyeri, miksi, dan defekasi.buku biru

Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan Payudara

Hiperpigmentasi areola dan papila mamma, pembesaran kelenjar-kelenjar montgomery

dan dapat dikeluarkan kolostrum merupakan tanda-tanda kehamilan.

2. Pemeriksaan dengan spekulum

Pemeriksaan dinding vagina (rugae vaginalis, sinoma, fluor albus) dan portio servisis

uteri (bulat, terbelah melintang, mudah berdarah, erotio, peradangan, polip, tumor atau

ulkus).

3. Pemeriksaan bimanual

Page 2: Blok 25 Kresna Skenario 4

Perabaan korpus uteri dilakukan dengan jari dimasukkan sedalam-dalamnya. Harus

diperhatikan letak, bentuk, besar dan konsistensi, permukaan dan gerakannya.

4. Perabaan vagina dan dasar panggul

Diperiksa apakah intoitus vagina dan vagina sempit atau luas, dinding vagina licin atau

kasar bergaris-garis melintang (rugae vaginalis), teraba polip, tumor, benda asing, lubang

(fistula).

5. Perabaan serviks

Perhatikan kemana menghadapnya, bentuknya bulat atau terbelah melintang, besar dan

konsistensinya, apakah agak turun kebawah, apakah kanalis servikalis dapat dilalui

jari.buku biru

Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan pemeriksaan darah ; kadar Hb untuk perempuan yang pucat setelah

mengalami pendarahan, hamil dan persangkaan kehamilan ekstrauterin terganggu. Jumlah

leukosit dan LED untuk proses peradangan.

Pemeriksaan air seni ; Pemeriksaan Galli Mainini atau Urinary Chorionic

Gonadotrophin (UCG) untuk persangkaan kehamilan muda, mola hidatidosa dan

koriokarsinoma.

Pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, hati dan sebagainya hanya dilakukan apabila

ada indikasi.

Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan

mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan

ukuran biometri janin / kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan

HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan disamping ada tidaknya

hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis. Pemeriksaan USG dapat

dilakukan baik secara transabdominal maupun transvaginal. Pada USG transabdominal

jangan lupa pasien harus tahan kencing terlebih dahulu untuk mendapatkan acoustic window

yang baik agar rincian hasil USG dapat jelas.

Pemeriksaan Kuldosentesis atau pungsi Douglas diperlukan untuk memastikan

terkumpulnya darah dalam rongga peritoneum dan sekaligus untuk membedakan dari abses

Douglas. Apabila 1 pungsi menghasilkan darah tua (biasanya kehamilan ektopik terganggu)

segera lakukan laparotomi. biru

Working diagnosis

Page 3: Blok 25 Kresna Skenario 4

Abortus

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup

di luar kandungan. Sebagai batasan adalah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin

kurang dari 500 gram. buku merah

Epidemiologi

Berdasarkan kejadian yang diketahui, 15-20% merupakan abortus spontan atau

kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2

keguguran yang berurutan, dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran

yang berurutan.

Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian

abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Hal ini dikarenakan tingginya angka

chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi.

Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya fungsi

sperma dan oosit). Pada 1988, Wilcox dan kawan-kawan melakukan studi terhadap 221

perempuan yang diikuti selama 707 siklus haid total. Didapatkan total 198 kehamilan, dimana

43 (22%) perempuan mengalami abortus sebelum saat haid berikutnya.

Kejadian abortus habitualis sekitar 3-5%. Dari beberapa studi menunjukkan bahwa

setelah 1 kali abortus spontan, pasangan mempunyai resiko 15% untuk mengalami keguguran

lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, resiko nya akan meningkat 25%. Beberapa studi

meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 abortus berurutan adalah 30-45%. buku merah

Patofisiologi

Pada permulaan abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis diikuti oleh nekrosis

jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau

seluruhnya sehingga menjadi benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus

berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 3 minggu hasil

konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena vili korialis belum menembus desidua

secara mendalam.

Pada kehamilan antara 8 – 14 minggu vili korialis menembus desidua lebih dalam

sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang tidak dapat menyebabkan

banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang mula-mula

dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin disusul beberapa waktu kemudian plasenta

Page 4: Blok 25 Kresna Skenario 4

(seperti proses persalinan). Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan

lengkap.

Etiologi

Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus

yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus. Abortus

provokatus ini dibagi 2 kelompok, yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus

provokatus kriminalis. Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk

menyelamatkan ibu. buku merah

Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari 1

penyebab. Penyebab terbanyak di antaranya adalah faktor genetik, kelainan kongenital uterus,

autoimun, defek fase luteal, infeksi, hematologik dan lingkungan.

Usia kehamilan saat terjadinya abortus dapat memberi gambaran tentang

penyebabnya. buku merah

1. Faktor pertumbuhan konsepsi

Pertumbuhan zygote yang abnormal dari fetus sering menyebabkan abortus spontan. Hal

penelitian dari 1000 abortus 40 % disebabkan karena ovum yang patologis atau

menghilang dan yang 50-60 % abortus spontan terjadi adanya kelainan kromosome pada

konsepsinya

Faktor lingkungan, endometrim belum siap untuk menerima implantasi hasil konsepsi

Gizi ibu yang kurang sehingga ibu anemia

Pengaruh dari luar, hasil konsepsi terpengaruh dari obat radiasi menyebabkan

pertumbuhan hasil konsepsi terganggu

2. Faktor plasenta

Infeksi pada vili korialis menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu

Gangguan perdarahan darah plasenta karena penyakit hipertensi

3. Penyakit ibu

Penyakit infeksi, pneumonia, typus abdominalis, malaria, sipilis, toksin, bakteri virus dan

plasmodium dapat masuk ke janin melalui plasenta sehingga menyebabkan kematian

janin dan kemudian terjadilah abortus

Page 5: Blok 25 Kresna Skenario 4

Kelainan endokrin : kekurangan sekresi hormone progresteron dari korpus luteum, karena

progresteron mempertahankan desidua sehingga defisiensi relatif secara teoritis

mengganggu nutrisi konsepsi dan dengan demikian mengakibatkan kematian

Malnutrisi yang berat merupakan faktor predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus

Keracunan, tembaga, nikotin, alkohol

4. Kelainan genitalia ibu

Kongenital anomaly (hipoplasia uteri, uterus)

Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksia uteri

Tidak sempurnanya persiapan uterus untuk menanti nidasi dari ovum yang sudah dibuahi

seperti endometritis

Uterus yang cepat meregang (kehamilan ganda)

Serviks inkompetensi

5. Trauma fisik

Kecelakaan lalu lintas, jatuh, hubungan seksual.

Manifestasi klinik

Dikenal berbagai macam abortus sesuai dengan gejala, tanda, dan proses patologi

yang terjadi :

1. Abortus Iminens

Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai dengan

pendarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam

kandungan. Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan pendarahan

pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit

atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali pendarahan pervaginam. Ostium uteri masih

tertutup, besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan, dan tes kehamilan urin masih

positif.

2. Abortus Insipiens

Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan

ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam

proses pengeluaran. Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,

pendarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan.

Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes urin kehamilan masih positif.

Page 6: Blok 25 Kresna Skenario 4

Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur

kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak

normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada

tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.

3. Abortus Kompletus

Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20

minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan,

osteum uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga pendarahan sedikit. Besar uterus

tidak sesuai dengan umur kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila

pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif

sampai 7-10 hari setelah abortus.

4. Abortus Inkompletus

Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.

Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat

janin kurang dari 500 gram. Sebagian hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana

pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum

uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Pendarahan biasanya masih terjadi,

jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit, tergantung pada jaringan yang tersisa, yang

menyebabkan placental site masih terbuka sehingga pendarahan berjalan terus. Pasien dapat

jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi

dikeluarkan.

Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar

uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di

kavum uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.

Komplikasi

Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi dan

syok.

Missed Abortion

Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan

sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam

kandungan. Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa-apa kecuali

merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas

14 – 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda

Page 7: Blok 25 Kresna Skenario 4

kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang. Kadangkala missed abortion diawali

dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti.

Pada pemeriksaan tes urin biasanya negatif setelah satu minggu dari terhentinya pertumbuhan

kehamilan. Pada USG didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil dan

bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila

missed abortion sudah berlangsung lebih dari 4 minggu, harus diperhatikan kemungkinan

terjadinya gangguan penjendalan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu

diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.

Abortus Habitualis

Abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Penderita abortus

habitualis pada umumnya tidak sulit untuk menjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya

berakhir dengan keguguran / abortus secara berturut-turut. Penyebabnya selain faktor

anatomis, banyak yang mengaitkannya dengan reaksi imunologik, yaitu kegagalan reaksi

terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen

ini rendah atau tidak ada, maka akan terjadi abortus.

Salah satu penyebab yang sering dijumpai adalah inkompetensia serviks, yaitu

keadaan dimana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk bertahan menutup setelah

kehamilan melewati trimester pertama, dimana ostium serviks akan membuka tanpa disertai

rasa mules / kontraksi rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering

disebabkan oleh trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha

pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis

servikalis sudah melebar.

Penatalaksanaan

Pada abortus iminens, pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada informed

consent yang diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan tersebut, maka

pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. Penderita diminta untuk

melakukan tirah baring sampai pendarahan berhenti. Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak

berkontraksi atau diberi tambahan hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah

terjadinya abortus. Obat-obatan ini walaupun secara statistik kegunaannya tidak bermakna,

tetapi efek psikologis kepada penderita sangat menguntungkan. Penderita boleh dipulangkan

setelah tidak terjadi pendarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu

sampai kurang lebih 2 minggu.

Page 8: Blok 25 Kresna Skenario 4

Pada abortus insipiens, pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan

umum dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan

evakuasi / pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan kuretase bila pendarahan banyak. Pada

umur kehamilan di atas 12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi telur angsa, tindakan

evakuasi dan kuretase harus hati-hati, kalau perlu dilakukan evakuasi dengan cara digital

yang kemudian disusul dengan tindakan kuretase sambil diberikan uterotonika. Hal ini perlu

untuk mencegah terjadinya perforasi pada dinding uterus. Pasca tindakan perlu perbaikan

keadaan umum, pemberian uterotonika dan antibiotika profilaksis.

Pada abortus kompletus, pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus

ataupun pengobatan. Biasanya hanya perlu diberikan roboransia atau hematenik bila keadaan

pasien memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan.

Pada abortus inkompletus, pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian

terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian

disiapkan untuk kuretase. Bila terjadi pendarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan

pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya

kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan pendarahan

bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase. Tindakan kuretase harus dilakukan

secara hati-hati sesuai dengan keadaan umum ibu dan besarnya uterus. Tindakan yang

dianjurkan adalah dengan karet vakum menggunakan kanula dari plastik. Pasca tindakan

perlu diberikan uterotonika parenteral ataupun per oral dan antibiotika.

Pada missed abortion, pengelolaan tindakan operasi dan kuretase dapat menimbulkan

komplikasi pendarahan atau tidak bersihnya evakuasi / kuretase dalam sekali tindakan. Faktor

penderita perlu diperhatikan, karena penderika umumnya merasa gelisah setelah tahu

kehamilannya tidak tumbuh atau mati. Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan

evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila

serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari 20

minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi

terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis. Beberapa

cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infus intravena cairan oksitosin dimulai

dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5% tetesan 20 tetes/menit dan dapat diulangi

sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya

retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian

induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil

keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.

Page 9: Blok 25 Kresna Skenario 4

Prognosis

Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar

hormon HCG pada urin dengan cara melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa

pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin masih positif keduanya, maka

prognosis nya baik. Bila pengenceran 1/10 hasilnya negatif maka prognosisnya dubia ad

malam.

Pencegahan

Seperti sudah diketahui bahwa keguguran pastinya ditandai dengan adanya

pendarahan. Maka dari itu setiap ibu hamil disarankan, jika mengalami pendarahan sedikit

atau banyak harus segera menghubungi dokter agar segera bisa ditangani.

Bila disebabkan infeksi, dokter akan mengobati infeksinya lebih dahulu. Jika infeksi

sudah dipastikan sembuh, ibu tersebut baru diperbolehkan hamil kembali. Jika keguguran

akibat mulut rahim yang lemah, maka pada kehamilan berikutnya akan dilakukan tindakan

operasi pengikatan mulut rahim.

Yang sebaiknya dilakukan dan perhatikan setelah keguguran adalah mencari faktor-

faktor yang menjadi penyebab terjadinya keguguran. Sedapat mungkin dihindari agar tidak

terjadi keguguran berulang pada kehamilan berikutnya.

Perhatikan asupan gizi, khususnya zat-zat gizi yang penting untuk membantu

mempersiapkan kehamilan dan membantu proses tumbuh-kembang janin kelak. Misalnya,

memenuhi kebutuhan asupan asam folat sebanyak 400 mikrogram setiap hari.

Terapkan gaya hidup sehat, misalnya dengan melakukan olahraga secara teratur, dan

memenuhi kebutuhan tubuh untuk istirahat (jangan terlalu lelah).

http://www.hennyfaridah.name/2011/07/keguguran-tindakan-pencegahan-pasca.html

Henny FM Harahap, juli 2011

Differential Diagnosis

1. Mola Hidatidosa

Kehamilan mola hidatidosa adalah suatu kondisi tidak normal dari plasenta akibat

kesalahan pertemuan ovum dan sperma sewaktu fertilisasi. Mola hidatidosa adalah penyakit

neoplasma yang jinak berasal dari kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon

plasenta dan disertai dengan degenerasi kristik villi dan perubahan hidropik sehingga tampak

membengkak, edomatous, dan vaksikuler (Benigna).

Page 10: Blok 25 Kresna Skenario 4

Rahim menjadi lunak dan berkembang lebih cepat dari usia kehamilan yang normal,

tidak dijumpai adanya janin, dan rongga rahim hanya terisi oleh jaringan seperti buah anggur.

Kehamilan mola hidatidosa disebut juga dengan kehamilan anggur.

Patofisiologi Kehamilan Mola Hidatidosa

Penyakit trofoblastik gestasional (GTD) terjadi ketika diferensiasi sel normal dalam

blastokis berhenti dan sel trofoblastik berpoliferasi. Poliferasi trofoblas mengakibatkan

peningkatan kadar HCG. Mola hidatidosa komplit terjadi ketika ovum tidak mengandung

kromosom dan sperma mereplikasi kromosomnya sendiri ke dalam zigot abnormal.

Gambaran mikroskopik kehamilan mola hidatidosa antara lain proliferasi trofoblas,

degenerasi hidopik dari stroma villi, serta terlambatnya pembuluh darah dan stroma.

Klasifikasi Kehamilan Mola Hidatidosa

1. Mola hidatidosa lengkap

Mola hidatidosa lengkap apabila vili hidropik, tidak ada janin dan membran, kromosom

maternal haploid dan paternal 2 haploid.

2. Mola hidatidosa parsial

Mola hidatidosa parsial apabila janin tidak teridentifikasi, campuran villi hidropik dan

normal, kromosom paternal diploid.

3. Mola hidatidosa invasif

Mola hidatidosa invasif apabila korioadenoma destruen, menginvasi miometrium,

terdiagnosis 6 bulan pasca evakuasi mola.

Etiologi Kehamilan Mola Hidatidosa

Penyebab kehamilan mola hidatidosa antara lain faktor ovum, imunoselektif trofoblas,

sosio ekonomi rendah, paritas tinggi, umur hamil ibu di atas 45 tahun, kekurangan protein,

infeksi virus dan faktor kromosom.

Tanda dan Gejala Kehamilan Mola Hidatidosa

Kebanyakan wanita dengan kehamilan mola juga mengalami reaksi kehamilan seperti

wanita hamil normal. Wanita dengan GTD mengalami perdarahan bercak coklat gelap pada

akhir trimester pertama. Hipertensi dan hiperemesis akibat kehamilan sebelum umur

kehamilan 20 minggu. Inspeksi pada muka dan badan tampak pucat kekuning-kuningan atau

disebut muka mola (mola face). Pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran uterus lebih besar

Page 11: Blok 25 Kresna Skenario 4

dari usia kehamilan, tidak ditemukan ballotemen dan denyut jantung janin, keluar jaringan

mola. Kadar hCG tinggi dan tiroksin plasma juga mengalami peningkatan. Pemeriksaan USG

terdapat gambaran vesikular (badai salju) dan tidak terlihat janin.

Komplikasi Kehamilan Mola Hidatidosa

Perdarahan hebat sampai syok, perdarahan berulang, anemia, infeksi sekunder,

perforasi karena tindakan dan keganasan, dan keganasan apabila terjadi mola destruens/

koriokarsinoma

Penatalaksanaan Kehamilan Mola Hidatidosa

Prinsip penatalaksanaan kehamilan mola hidatidosa adalah evakuasi dan evaluasi. Jika

perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, maka atasi syok dan perbaiki keadaan umum

terlebih dahulu. Kuretase dilakukan setelah diagnosis dapat ditegakkan secara pasti.

Pemeriksaan dan pemantauan kadar HCG pasca kuretase perlu dilakukan mengingat

kemungkinan terjadi keganasan. Penundaan kehamilan sampai 6 bulan setelah kadar β-hCG

normal, dan pemberian kemoterapi pada mola hidatidosa dengan resiko tinggi.

2. Kehamilan Ektopik Terganggu

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/ melekatnya

buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim Sedangkan yang

disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang

mengalami abortus ruptur pada dinding tuba

Pembagian menurut lokasi:

a. Kehamilan ektopik tuba: pars interstisialis, isthmus, ampulla, infundibulum, fimbria.

b.Kehamilan ektopik uterus: kanalis servikalis, divertikulum, kornu, tanduk rudimenter.

c.Kehamilan ektopik ovarium:

d.Kehamilan ektopik intraligamenter

e.Kehamilan ektopik abdominal

f.Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus

Etiologi Kehamilan Ektopik Terganggu

Semua faktor yang menghambat migrasi embrio ke kavum uteri menyebabkan

seorang ibu semakin rentan untuk menderita kehamilan ektopik, yaitu :

a. Faktor dalam lumen tuba:

Page 12: Blok 25 Kresna Skenario 4

Endosalpingitis, menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba

Hipoplasia uteri, dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok

Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna

b. Faktor pada dinding tuba:

Endometriosis, sehingga memudahkan terjadinya implantasi di tuba

Divertikel tuba kongenital, menyebabkan retensi ovum.

c. Faktor di luar dinding tuba:

Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba

Tumor yang menekan dinding tuba

Pelvic Inflammatory Disease (PID)

d. Faktor lain:

Hamil saat berusia lebih dari 35 tahun, Fertilisasi in vitro, penggunaan Alat Kontrasepsi

Dalam Rahim (AKDR), Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, Infertilitas, Mioma

uteri, Hidrosalping (Rachimhadhi, 2005).

Patofisiologi Kehamilan Ektopik Terganggu

Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi

tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen,

serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba

maupun secara interkolumnar.

Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping

yang relatif sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian diresorbsi. Pada

implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi

kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut

pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan

miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut. Selanjutnya, hasil

konsepsi berkembang, dan perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi

trofoblas.

Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami hipertrofi

akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti

tanda Hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometrium pun berubah menjadi desidua,

meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik,

Page 13: Blok 25 Kresna Skenario 4

intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuol. Perubahan selular demikian disebut

sebagai reaksi Arias-Stella.

Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya

kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan terkompromi. Kemungkinan-

kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah: hasil konsepsi mati dini dan

diresorbsi, abortus ke dalam lumen tuba, dan ruptur dinding tuba.

Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris,

sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica. Pada abortus tuba, bila

pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka perdarahan akan terus

berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba

akan membesar dan kebiruan (hematosalping), dan darah akan mengalir melalui ostium tuba

ke dalam rongga abdomen hingga berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel

retrouterina.

Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal, karena pars

isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di pars interstitialis ruptur

terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang

lebih akomodatif, sehingga sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai

kehamilan intrauterin biasa.

Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal karena

suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu kehamilan pars

interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas tertinggi. Kerusakan yang

melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga histerektomi pun diindikasikan.

Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars interstitialis,

dapat terjadi secara spontan maupun akibat trauma ringan, seperti koitus dan pemeriksaan

vaginal. Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, masih terbungkus selaput

amnion dan dengan plasenta yang masih utuh, maka kehamilan dapat berlanjut di rongga

abdomen. Untuk memenuhi kebutuhan janin, plasenta dari tuba akan meluaskan

implantasinya ke jaringan sekitarnya, seperti uterus, usus dan ligamen (Rachimhadhi, 2005).

Manifestasi klinis Kehamilan Ektopik Terganggu

Trias gejala dan tanda dari kehamilan ektopik adalah riwayat keterlambatan haid atau

amenorrhea yang diikuti perdarahan abnormal (60-80%), nyeri abdominal atau pelvik (95%).

Biasanya kehamilan ektopik baru dapat ditegakkan pada usia kehamilan 6 – 8 minggu saat

timbulnya gejala tersebut di atas. Gejala lain yang muncul biasanya sama seperti gejala pada

Page 14: Blok 25 Kresna Skenario 4

kehamilan muda, seperti mual, rasa penuh pada payudara, lemah, nyeri bahu, dan

dispareunia. Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan pelvic tenderness, pembesaran

uterus dan massa adneksa. (Saifiddin, 2002; Cunningham et al, 2005).

Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik Terganggu

a. Penatalaksanaan Medis

Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas jaringan

dan sel hasil konsepsi. Tindakan konservativ medik dilakukan dengan pemberian

methotrexate. Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi

keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate

akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik,

methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan terminasi

kehamilan tersebut.

Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki syarat-syarat berikut

ini: 1) keadaan hemodinamik yang stabil dan tidak ada tanda robekan dari tuba, 2) tidak ada

aktivitas jantung janin, 3) diagnosis ditegakkan tanpa memerlukan laparaskopi, 4) diameter

massa ektopik < 3,5 cm, 5) kadar tertinggi β-hCG < 15.000mIU/ ml, 6) harus ada informed

consent dan mampu mengikuti follow up, serta 7) tidak memiliki kontraindikasi terhadap

pemberian methotrexate.

b. Penatalaksanaan Bedah

Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba

yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik

terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin.

Pembedahan yang dapat dilakukan : Salpingostomi, Salpingotomi, Salpingektomi dan

Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi

Prognosis Kehamilan Ektopik Terganggu

a. Bagi kehamilan berikutnya

Umumnya penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba atau pasca penyakit

radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga setelah pernah mengalami kehamilan ektopik

pada tuba satu sisi, kemungkinan pasien akan mengalami kehamilan ektopik lagi pada

tuba sisi yang lain.

b. Bagi ibu

Page 15: Blok 25 Kresna Skenario 4

Bila diagnosis cepat ditegakkan umumnya prognosis baik, terutama bila cukup

penyediaan darah dan fasilitas operasi serta narkose (Moechtar, 1998).

DAFTAR PUSTAKA

1. Chalik, TMA. 2004. Kehamilan Ektopik. Dalam: Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Edisi I.

Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi

Indonesia.

2. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF. 2005. Kehamilan Ektopik. Dalam: Obstetri

William. Edisi XVIII. Jakarta: EGC.

3. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2001. Kehamilan Ektopik. Dalam: Kapita Selekta

Kedokteran Jilid I. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius.

4. Moechtar R. 1998. Kelainan Letak Kehamilan (Kehamialan Ektopik). Dalam: Sinopsis

Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis. Edisi II. Jakarta: Penerbit Buku

kedokteran EGC.

5. Prawirohardjo S. 2005. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam: Ilmu

Kandungan. Edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo

6. Rachimhadhi T. 2005. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi I.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo

7. Saifiddin AB. 2002. Kehamilan Ektopik Terganngu. Dalam: Buku Panduan Praktis

Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi I. Editor: Affandi B, Waspodo B. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

8. Wibowo B. 2007. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo,

Referensi

Errol, Norwitz. 2006. At Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: erlangga. Hlm: 70-71

Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika. Hlm: 47.

Linda, Walsh. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC. Hlm: 452-453

Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hlm: 238-243.

Scoot, James. 2002. Danforth Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika.

Hlm: 525-533.

Image, biomedicum.ut.ee.

Page 16: Blok 25 Kresna Skenario 4

http://www.lusa.web.id/kehamilan-mola-hidatidosa-mola-hydatidosa/ May 16, 2012