bladder pain syndrome campbell
DESCRIPTION
urologiTRANSCRIPT
TAHUN DEFINISI REFERENSI1887 Skene: inflamasi yang menghancurkan membrane mucus
sebagian atau seluruhnya dan meluas ke lapisan ototSkene, 1887
1915 Hunner: bentuk unik dari ulkus kandung kemih yang diagnosisnya bergantung pada resistensi terhadap semua bentuk penanganan biasa pada pasien dengan gejala spasme kandung kemih
Hunner, 1915
1951 Bourque: pasien yang menderita secara kronik karena kandung kemihnya; daksud kami adalah mereka yang sangat menderita, bukan hanya secara periodic, namun juga secara konstan, yang harus berkemih setiap jam, siang dan malam, mengalami nyeri setiap kali berkemih
Bourque, 1951
1978 Messing dan Stamey: gejala non-spesifik dan sangat subjektif berupa urgensi, dan frekuensi berkemih yang terus menerus disertai nyeri yang berkurang dengan berkemih ketika dihubungkan dengan glomerulasi saat distensi kandung kemih di bawah pengaruh anestesi
Messing dan Stamey, 1978
1990 Revisi Kriteria NIDDK: nyeri yang dihubungan dengan urgensi berkemih, dan glomerulasi atau ulkus Hunner pada sistoskopi dalam pengaruh anestesi, pada pasien dengan gejala yang bertahan 9 bulan atau lebih, dengan minimal 8x berkemih saat siang, 1x berkemih sat malam, dan kapasitas kandung kemih < 350 ml
Weln et al, 1990
1997 Kriteria inklusi Database NIDDK Sistitis Interstisial: urgensi atau frekuensi yang tidak dapat dijelaskan (7 kali atau lebih per hari) atau nyeri pelvis selama minimal 6 bulan, sementara tidak ada sebab lain yang dapat diidentifkasi
Simon et al, 1997
2008 European Society for Study of Interstitial Cystitis: nyeri pelvis kronik (>6 bulan), tekanan, atau rasa tidak nyaman yang berhubungan dengan kandung kemih disertai dengan minimal satu gejala urinary lainnya seperti urgensi persisten untuk berkemih atau peningkatan frekuensi miksi. Penyebab lain harus di-eksklusi
Van de Merwe et al, 2009
2009 Japanese Urological Society: penyakit kandung kemih yang didiagnosis dari 3 kondisi: (1) gejala traktus urinarius distal seperti sering berkemih, hipersensitivitas kandung kemih, atau nyeri kandung kemih, (2) patologi kandung kemih yang dibuktikan secara endoskopi dengan adanya ulkus Hunner dan atau perdarahan mukosa setelah distensi berlebihan, dan (3) eksklusi terhadap penyakit lainnya seperti malignansi, infeksi, atau calculi di traktus urinarius
Homma et al, 2009
2009 Konsensus pertemuan Society for urodynamics and female urology informal international dialogue: perasaan tidak menyenangkan (nyeri, tekanan, ketidaknyamanan) yang dinilai berhubungan dengan kandung kemih, yang dihubungkan dengan gejala traktus urinarius distal yang berlangsung selama
Hanno dan Dmochowski, 2009
lebih dari 6 minggu, dan terbukti tidak terdapat infeksi atau penyebab lain yang dapat diidentifikasi
TABEL 12.1
Definisi Sindrom Nyeri Kandung Kemih dalam 1 abad terakhir
Tabel 12.2
Kriteria Diagnostik Sistitis Interstisial menurut National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK)
Untuk dapat didiagnosis menderita sistitis interstisial, pada pasien harus ditemukan glomerulasi pada pemeriksaan sitoskopi atau ulkus Hunner klasik, dan harus ada nyeri yang dihubungkan dengan kandung kemih atau urgensi berkemih. Pemeriksaan untuk glomerulasi harus dilakukan setelah distensi traktur urinarius hingga mencapai 80-100cm H2O di bawah pengaruh anestesi selama 1-2 menit. Kandung kemih dapat didistensikan sampai 2 kali sebelum evaluasi. Glomerulasi yang terjadi harus difus, terdapat pada minimal 3 kuadran kandung kemih – dan harus terdapat minimal 10 glomerulasi per kuadran. Glomerulasi harus muncul di luar jalur sitoskop (untuk mengeliminasi artefak yang berasal dari kontak dengan instrument). Keberadaan salah satu hal di bawah ini mencoret diagnosis sistitis interstisial:
Kapasitas kandung kemih > 350 ml pada pemeriksaan sistometri menggunakan gas atau media pengisi cair
Ketiadaan urgensi intens untuk berkemih saat kandung kemih diisi 100 ml gas atau 150 ml cairan pengisi
Adanya kontraksi involunter fasik kandung kemih pada pemeriksaan sistometri Gejala berlangsung selama < 9 bulan Ketiadaan nokturia Gejala berkurang dengan pemberian agen antimicrobial, agen antiseptic saluran kemih,
obat antikolinergik, dan obat antispasmodic Frekuensi berkemih < 8 kali per hari saat terbangun Diagnosis sistitis atau prostatitis bakteri dalam 3 bulan terakhir Calculi ureter atau kandung kemih Herpes genital aktif Kanker Rahim, cervix, vagina, atau uretra Diverticulum uretra Sistitis siklofosfamid atau sistitis kimia tipe lain Sistitis tuberkulosa Sistitis radiasi Tumor jinak atau ganas kandung kemih Vaginitis
Usia di bawah 18 tahun
Tabel 12.3
Kriteria Eligibilitas Studi Interstitial Cystitis database (ICDB)
1. Informed consent diberikan untuk studi2. Bersedia menjalani sistoskopi di bawah pengaruh anaestesi umum atau regional saat
diperlukan sesuai indikasi selama studi3. Berusia minimal 18 tahun4. Memiliki gejala urgensi atau frekuensi atau nyeri saat berkemih selama lebih dari 6 bulan5. Berkemih minimal 7 kali per hari atau terdapat urgensi atau nyeri berkemih6. Tidak ada riwayat tuberkulosa traktus genitourinarius7. Tidak ada riwayat kanker uretra8. Tidak ada riwayat malignansi kandung kemih, dysplasia atau karsinoma-in-situ kandung
kemih9. Tidak ada riwayat kanker prostat untuk pria10. Tidak ada kejadian kanker ovarium, vagina, atau serviks dalam 3 tahun terakhir11. Tidak ada infeksi vaginitis atau Trichomonas atau infeksi jamur di traktus genitourinarius12. Tidak ada sistitis bakteri dalam 3 bulan terakhir13. Tidak ada herpes aktif dalam 3 bulan terakhir14. Tidak menerima terapi antimikroba untuk infeksi traktus urinarius dalam 3 bulan terakhir15. Belum pernah menerima pengobatan siklofosfamid16. Tidak ada sistitis radiasi17. Tidak ada disfungsi neurogenic kandung kemih18. Tidak ada obstruksi jalan keluar kandung kemih (ditentukan melalui pemeriksaan
urodinamik)19. Tidak ada prostatitis bakteri untuk pria dalam 6 bulan terakhir20. Tidak ada batu saluran kemih dalam 3 bulan terakhir21. Tidak ada urethritis dalam 3 bulan terakhir22. Tidak pernah menjalani dilatasi uretra, sistometrogram, sistoskopi di bawah anestesi, atau
biopsy kandung kemih dalam 3 bulan terakhir23. Tidak pernah menjalani sistoplasti augmentasi, sistektomi, sistolisis, atau neuroektomi24. Tidak mengalami striktur uretra yang kurang dari 12 Fr
Tabel 12.7
Nyeri Non-Nosiseptif : Fitur Klinis
1. Deskripsi nyeri tidak sebanding dengan derjat patologi jaringan, atau tidak tampak patologi jaringan
2. Stimuli yang memberikan rasa nyeri yang lebih hebat dibandingkan yang diharapkan terjadi (hiperalgesia)
3. Stimuli yang biasanya tidak membuat nyeri akan membuat nyeri (alodinia)4. Keparahan nyeri melebih dari apa yang diharapkan berdasarkan lokasi patologi jaringan
Table 12.8
International Consultation on incontinence 2009 : Diagnosis Sindrom Nyeri kandung kemih
Anamnesis:
Anamnesis harus memasukkan data berikut
1. Riwayat operasi daerah pelvis2. Riwayat infeksi traktus urinarius3. Riwayat berkemih dan penyakit urologi4. Lokasi nyeri pelvis dan hubungannya dengan pengisian/pengosongan kandung kemih5. Onset, karakteristik, dn korelasi nyeri dengan kejadian lain6. Riwayat radiasi di pelvis7. Penyakit ajutoimun8. Sindrom lain( IBS, fibromyalgia, kelelahan kronik)
Pemeriksaan Fisik:
Pemeriksaan fisik harus menekankan:
1. Berdiri: kifosis, bekas luka, hernia2. Terlentng: abduksi dan aduksi panggul, area hiperestetik3. Wanita: pemeriksaan vagina dengan pemetaan nyeri daerah vulva, palpasi kandung
kemih, uretra, otot levator dan aduktor dasar pelvis lewat vagina,4. Pria: rectal touché dengan pmetaan nyeri region anal-skrotal, dan palpasi kandung kemih,
prostat, otot levator dan aduktor dasar pelvis, serta isi skrotum
Pemeriksaan Laboratorium:
1. Urinalisa2. Kultur urin
3. Sitology urin
Evaluasi gejala:
1. Diari berkemih2. Skor gejala dan masalah O’leary-Sant 3. Skala analog visual untuk nyeri dalam 24 jam terakhir
Urodinamik
Sistoskopi dengan atau tanpa hidrodistensi di bawah lindungan anestesi (tidak wajib)
Biopsi kandung kemih (tidak wajib)
Tabel 12.10
Penyakit yang dapat tersamar sebagai Bladder Pain Syndrome
Diferensial Diagnosis Dikonfirmasi atau dieksklusi denganCarcinoma dan carcinoma in situ Sistoskopi dan biopsyInfeksi oleh:Bakteri usus Kultur rutinChlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Mycoplasma genitalium, Corynebacterium urealyticum, Candida sp. , Mycobacterium tuberculosis
Kultur khususDipstick, jika steril, kultur khusus untuk Mycobacterium tuberculosis
Herpes simplex dan human papilloma virus (HPV)
Pemeriksaan fisik
Radiasi AnamnesisKemoterapi, termasuk imunoterapi dengan siklofosfamid
Anamnesis
Terapi anti-inflamasi dengan asam tiaprofenac AnamnesisObstruksi leher kandung kemih dan obstruksi neurogenik
Uroflowmetri dan ultrasonografi
Batu kandung kemih Imaging atau sistoskopiBatu ureter distal Anamnesis dan/atau hematuria, imaging
traktus urinarius atas (CT-scan atau IVP)Diverticulum uretra Anamnesis dan pemeriksaan fisikProlaps urogenital Anamnesis dan pemeriksaan fisikEndometriosis Anamnesis dan pemeriksaan fisikKandidiasis vagina Anamnesis dan pemeriksaan fisikKanker servix, Rahim, dan ovarium Pemeriksaan fisikRetensi urin Volume urin residual post-miksi yang diukur
dengan USGKandung kemih over-reaktif Anamnesis dan urodinamikKanker prostat Pemeriksaan fisik dan PSAObstruksi prostat jinak (BPH) Uroflowmetri dan pemeriksaan tekanan-aliran
urinProstatitis bakteri kronik Anamensis, pemeriksaan fisik, kulturProstatitis non-bakterial kronik Anamnesis, pemeriksaan fisik, kulturTerjepitnya n. pudendus Anamnesis, pemeriksaan fisik, blok saraf
membuktikan diagnosisNyeri otot dasar pelvis Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Tabel 12-11
Daftar makanan yang perlu dihindari sesuai rekomendasi Asosisi Sistitis interstisial
Susu/Produk susu: keju tua, krim asam, yogurt, coklat
Sayuran: kacang fava, kacang lima, bawang Bombay, tahu, kacang kedelai, tomat
Buah-buahan: apel, apricot, alpukat, pisang, cantaloupes, buah sitrus (jeruk, lemon, dll), kranberi, anggur, persik, nanas, plum, delima, rhubarb, stroberi, dan jus yang berasal dari buah-buahan tersebut
Karbohidrat dan Biji-bijian: roti rye, roti sourdough
Daging dan ikan: daging dan ikan yang berumur, dikalengkan, diawetkan, diproses, atau diasap, kacang-kacangan (nuts)
Minuman: minuman beralkohol termasuk bird an anggur, minuman bersoda, kopi, teh, jus buah
Bumbu-bumbu: mayones, saus tomat, mustard, salsa, kecap, miso, saus salad, cuka, masakan pedas (Meksiko, India, Thai, Cina)
Bahan pengawet dan aditif: benzyl alcohol, asam sitrat, monosodium glutamate, pemanis artifisial, pngawet, bahan artifisial, pewarna makanan
Lain-lain: tembakau, kafein, pil diet, “junk foods”, “obat-obat rekreasi”, obat alergi yang mengandung efedrin atau pseudoefedrin, vitamin tertentu
Tabel 12 – 13
Panduan Umum mengenai Penggunaan Opioid pada Nyeri Urogenital Kronik /Non-Akut
1. Semua terapi lain yang masuk akal telah dicoba dan gagal2. Keputusan untuk memulai terapi opioid jangka panjang harus dibuat oleh spesialis yang
terlatih dan dikonsultasikan dengan dokter keluarga pasien3. Jika ada riwayat atau kecurigaan penyalahgunaan obat, psikiater atau psikolog yang ahli
dalam manajemen nyeri harus dilibatkan4. Dosis harus dihitung secara hati-hati dengan titrasi5. Pasien harus menyadari dan jika mungkin memberikan persetujuan tertulis bahwa:
a. Obat opioid termasuk obat keras dan dapat menyebabkan ketagihan dan ketergantungan
b. Obat opioid hanya akan diresepkan dari satu sumberc. Obat akan diresepkan untuk periode tertentu dan obat tidak akan diresepkan lagi
samapai periode tersebut telah habisd. Pasien akan diperiksa urinnya secara acak dan mendadak, dan mungkin akan
diperiksa darahnya untuk memastikan obat opioid digunakan sesuai dosis yang telah ditentukan, dan bahwa tidak ada obat lain yang dikonsumsi di luar apa yang telah diresepkan
e. Perilaku agresif yang tidak pantas untuk meminta obat tersebut tidak akan diterima
f. Penggunaan obat tersebut akan dievaluasi oleh dokter spesialis minimal setahun sekali
g. Pasien dapat diminta menghadiri pemeriksaan psikiatrik atau psikologish. Kegagalan pasien untuk mematuhi semua aturan di atas dapat mengakibatkan
pasien dirujuk ke pusat rehabilitasi untuk ketergantungan obat, dan penghentian penggunaan analgesic opioid untuk terapi
6. Morfin digunakan sebagai obat lini pertama, kecuali jika ada kontra-indikasi untuk penggunaan morfin atau ada indikasi khusus untuk obat lain. Obat diresepkan dalam bentuk lepas lamabat, ataau lepas dimodifikasi. Preparasi short-acting (masa aksi pendek) tidak disarankan dan harus dihindari sebisa mungkin. Dosis parenteral juga tidak disarankan dan harus dihindari bila memungkinkan.
Tabel 12-15
Instrumen gejala Universitas Winsconsin
Skor: 1-6 0: tidak sama sekali 6 : sangat banyak terjadi
Gejala;
1. Rasa tidak nyaman di kandung kemih2. Nyeri kandung kemih3. Neri pelvis lain4. Sakit kepala5. Nyeri punggung6. Pusing7. Perasaan tercekik8. Nyeri dada9. Bunyi berdenging di telinga10. Bangun malam hari untuk ke kamar mandi11. Nyeri sendi12. Pembengkakan di tumit13. Kongesti hidung14. Flu15. Keram di perut16. Rasa baal atau kesemutan di jari-jari tangan dan kaki17. Mual18. Sering ke kamar mandi saat bangun19. Bintik buta atau penglihatan kabur20. Jantung berdebar-debar21. Sulit tidur oleh karena gejala kandung kemih22. Sakiit tenggorokan23. Urgensi untuk berkemih24. Batuk25. Perassan terbakar di kandung kemih
Tabel 12-19
Prinsip manajemen dari International Consultation on Incontinence, 2008
DefinisiBladder Pain Syndrome (dalam ketiadaan definisi yang disetujui semua pihak definisi dari
ESSIC diberikan dengan modifikasi yang dibuat oleh Society for Urodynamics and Female Urology / SUFU)ESSIC: nyeri pelvis kronis, tekanan, atau perasaan tidak nyaman yang berlangsung lebih dari 6 bulan, yang dinilai berhubungan dengan kandung kemih, yang disertai dengan minimal 1 gejala urinaria lainnya seperti urgensi atau frekuensi berkemih. Penyakit lain yang mungkin harus dieksklusidefinisi Konsensus menurut konferensi ingternasional SUFU (Asia, eropa, Amerika Utara), yang diselenggarakan di Miami, Florida pada februari 2008: perasaan yang tidak menyenangkan (nyeri, tekanan, ketidaknyamanan) yang dirasa terkait dengan kandung krmih, dihubungkan dengan gejala dari traktus urinarius bawah, yang berlangsung lebih dari 6 minggu, tanpa adanya infeksi atau sebab lain yang dapat diidentifikasi.
Bladder Pain Syndrome (BPS)
Nomenklatur
Komunitas ilmiah memilih untuk menggunakan istilah Bladder pain Syndroma (sindroma nyeri kandung kemih) untuk apa yang selama ini disebut sebagai sistitis interstisial. Istilah painful bladder syndrome dihilangkan dari lexicon. Istilah sistitis interstisial mengimplikasikan adanya inflamasi dalam dinding vesika urinaria, yang melibatkan ruang kosong di jaringan vesika urinaria. Istilah ini tidak akurat dalam mendeskripsikan sebagian besar pasien dengan sindrom ini. Istilah painful bladder syndrome, sesuai definisi International Continence Society, terlalu restriktif untuk sindrom klinis yang ada. Jika didefinisikan secara benar, bladder pain syndrome nampaknya sesuai dengan taksonomi dari International Association for the Study of Pain (IASP), dan memfokuskan diri pada kompleks gejala yang sebenarnya daripada apa yang muncul sebagai miskonsepsi berkepanjangan mengenai patologi yang menyebabkannya.
Anamnesis / Penilaian Awal
Pria atau wanita dengan nyeri, tekanan, atau perasaan tidak nyaman yang mereka nilai berhubungan dengan kandung kemih atau setidaknya satu gejala urinaria, seperti frekuensi yang tidak berhubungan langsung dengan input cairan yang banyak, atau urgensi ppersisten untuk berkemih perlu dievaluasi untuk kemungkinana adanya bladder pain syndrome. Keberadaan dari kelainan lain yang berhubungan seperti irritable bowel syndrome (IBS), sindroma kelelahan kronik, dan fibromyalgia di tengah adanya gejala cardinal juga mengarahkan diagnosis. Kelainan ginekologis pada wanita dan gejala lain yang berhubungan dengan penyakit lain yang mungkin harus disingkirkan. Penilaian awal terdiri dari grafik volume-frekuensi, pemeriksaan fisik yang terarah, urinalisa, dan kultur urin. Sitologi urin dan sistoskopi direkomendasikan apabila ada indikasi klinis. Pasien dengan infeksi traktus urinarius harus ditangani dan dinilai kembali. Mereka dengan infeksi traktus urinarius rekuren, sitology urinaria abnormal, dan hematuria dievaluasi dengan teknik
endoskopi dan radiologi yang sesuai, dan hanya jika temuan yang ada tidak dapat menjelaskan gejala yang muncul, pasien akan didiagnosis dengan BPS.
Terapi Awal
Edukasi pasien, manipulasi diet, analgesic yang dijual bebas, dan relaksasi dasar pelvis merupakan terapi awal untuk BPS. Penanganan terhadap nyeri perlu ditangani secara langsung dan pada sebagian pasien perlu dirujuk ke dokter anestesi atau pusat nyeri, bersamaan dengan terapi untuk gejala BPS yang sedang berjalan. Ketika terapi konservatif gagal atau gejala parah dan terapi konservatif dinailai tidak akan sukses, obat oral, terapi intra-vesika, dan terapi fisik dapat diresepkan. Dokter disarankan untuk memulai dengan satu bentuk terapi dan melihat hasil terapi, menambahkan modalitas lainnya sesuai indikasi menurut derajat respon atau ketiadaan respon terhadap terapi. Kesempurnaan dapat menjadi musuh dari yang baik.
Penilaian Sekunder
Jika terapi oral atau intravesikal gagal, atau sebelum memulai terapi tersebut, dapat dipertimbangkan pemeriksaan lain seperti urodinamik, pemeriksaan radiologi pelvis, dan sistoskopi vesika dengan distensi vesika atau biopsy vesika di bawah anestesi. Penemuan over-reaktivitas vesika mengarahkan dokter untuk mencoba terapi anti-muskarinik. Pnemuan lesi Hunner mengarahkan dokter untuk melakukan terapi reseksi trans-uretra ( TUR) atau fulgurasi lesi. Distensi itu sendiri dapat bersifat terapeutik pada 30-50% pasien, meski perbaikan kondisi hanya berlangsung selama beberapa bulan saja.
BPS refrakter
Pasien dengan gejala persisten yang tidak dapat diterima meski sudah diterapi secara oral dan intravesikal merupakan kandidat untuk modalitas terapi yang lebih agresif. Banyak dari terapi tersebut yang idealnya diberikan sebagai bagian dari sebuah percobaan klinis. Tearpi tersebut antara lain neuroodulasi, botulinum toxin intradetrusor, atau obat-obatan baru lainnya. Pada tahap ini, kebanyakan pasien akan tertolong dengan keahlian dari dokter anestesi atau klinik nyeri. Langkah terakhir terapi umumnya adalah sejenis pembedahan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fungsional vesika urinaria atau mengalihkan aliran urin. Pengalihan aliran urin dengan atau tanpa sistektomi sudah dipakai sebagai alternative terakhir dengan hasil yang baik pada pasien tertentu. Sistoplasti augmentasi atau substitusi nampaknya kurang efektif dan lebih rentan terhadap rekurensi atau nyeri kronis pada penelitaian sebelumnya.