bk anak luar biasa
DESCRIPTION
TugasTRANSCRIPT
BIMBINGAN KONSELINGANAK LUAR BIASA
OLEH :
KELOMPOK
I Made Sumadiyasa 1011011103
Luh Putu Ayu Widyaningsih
1011011110
Putu Aryawan 1011011116
Ni Wayan Rumiani
1011011117
I Kadek Jeri Sastrawan
1011011122
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2012
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur kita panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, yang telah melimpahkan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
sesuai dengan rencananya. Makalah ini berjudul “Bimbingan Konseling Anak Luar Biasa”
Walaupun demikian, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak, agar untuk
makalah yang kami buat selanjutnya dapat disempurnakan dan mencapai hasil yang optimal,
namun kami tetap mengharapkan agar makalah ini dapat memberi manfaaat bagi seluruh
pembaca baik dalam pembangunan ilmu maupun dalam penyerapan informasi.
Kami sangat berharap agar nantinya makalah yang kami buat dengan sederhana ini
dapat menambah wawasan para pembaca dari segala aspek apapun, dan kami pula memohon
maaf sebesar besarnya jika ada kesalahan – kesalahan dalam makalah ini, karena tidak ada
manusia yang sempurna.
Om Santhi, Santhi, Santhi, Om
Singaraja, Oktober 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar ............................................................................................ i
Daftar Isi...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………... 2
1.3 Tujuan …………………………………………………………….. 2
1.4 Manfaat …………………………………………………………… 2
1.5 Metode Penulisan ………………………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian anak berkebutuhan Khusus dan anak luar
biasa…………………........................................................................ 3
2.2 Landasan perkembangan pendidikan anak luar biasa……................. 4
2.3 Klasifikasi anak luar biasa.................................................................. 9
2.4 Sejarah perkembangan pendidikan anak luar biasa ……................. 11
2.5 Least Restrictive Environment (LRE)................................................ 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………….. 13
3.2 Saran-saran ………………………………………………………… 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Bimbingan konseling sebagai salah satu profesi dalam bidang kependidikan
merupakan sebuah bantuan atau layanan yang disediakan untuk membantu orang-
orang, baik dalam mengatasi masalah pribadi, belajar, social maupun karirnya.
Bimbingan konseling tidak hanya difungsikan untuk mengatasi suatu masalah semata,
tetapi bimbingan konseling juga difungsikan untuk mencegah terjadinya suatu
masalah, dan juga mengembangkan potensi-potensi yang terdapat dalam diri
seseorang.
Untuk menjadi seorang ahli dalam bidang bimbingan konseling, tentu tidaklah
mudah seperti apa yang kita pikirkan. Keahlian hanya dapat diperoleh dari
serangkaian pendidikan, pelatihan yang panjang dan terprogram. Sehingga diperoleh
keahlian dan pengalaman-pengalaman yang mumpuni dalam bidang ini. Pengalaman
tentunya harus diprioritaskan saat berada pada masa pendidikan. Agar pada saat itu
pula para calon pengampu profesi bimbingan konseling bisa langsung mereview
kembali kesesuaian antar teori yang didapat dengan keadaan yang terjadi dilapangan.
Hal ini dikarenakan saat terjun dilapangan tidak selamanya kita akan bertemu dengan
orang-orang atau anak-anak sesuai dengan yang kita inginkan dan bisa jadi kita akan
bertemu dengan orang-orang yang tidak seperti biasanya seperti anak yang mengelami
kesulitan dalam belajar, anak yang terlalu nakal dll. Supaya kita tidak salah tafsir
terhadap anak yang demikian maka kita perlu mempelajari disiplin ilmu tentang
Bimbingan Konseling Anak Luar Biasa yang mempelajari dan membahas secara luas
tentang hal tersebut.
Oleh karena itulah pada makalah ini kami mencoba sedikit menguraikan
pengenalan awal terkait dengan Anak Luar Biasa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan anak luar biasa dan anak berkebutuhan khusus?
2. Apa saja landasan perkembangan pendidikan anak luar biasa?
3. Bagaimana klasifikasi anak luar biasa?
4. Bagaimana sejarah perkembangan pendidikan anak luar biasa?
5. Apa yang dimaksud dengan Least Restrictive Environment (LRE)?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk dapat memahami pengertian anak luar biasa dan anak berkebutuhan khusus
2. Untuk dapat memahami landasan perkembangan pendidikan anak luar biasa.
3. Untuk dapat memahami klasifikasi anak luar biasa.
4. Untuk dapat memahami sejarah perkembangan pendidikan anak luar biasa.
5. Untuk dapat memahami Least Restrictive Environment (LRE)
1.4 Manfaat
1. Mampu memahami anak luar biasa dan anak berkebutuhan khusus.
2. Mampu memahami landasan perkembangan pendidikan anak luar biasa.
3. Mampu memahami klasifikasi anak luar biasa.
4. Mampu memahami sejarah perkembangan pendidikan anak luar biasa.
5. Mampu memahami Least Restrictive Environment (LRE)
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus dan Anak Luar Biasa
A. Anak berkebutuhan khusus
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara
lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar,
gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain
bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat . Karena
karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan
pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka,
contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi
tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak
berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai
dengan kekhususannya masing-masing.
Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan
secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan
(retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak
pada umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari
kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan Handicap. Menurut World
Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai
berikut:
1. Disability : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari
impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau
masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
2. Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau
struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
3. Handicap : Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment
atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang
normal pada individu.
B. Pengertian Anak Luar Biasa
Anak luar biasa masih merupakan istilah yang dipergunakan sampai saat
ini, meskipun secara perundangang dan wacana yang berkembang dewasa ini
peristilahan tersebut nampaknya perlu ditinjau kembali.
Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) yang
terbaru, peristilahan Pendidikan Luar Biasa telah diganti dengan Pendidikan
Khusus. Ini mengandung konsekuensi terhadap penggunaan istilah baik
kelembagaan maupun subyek peserta didik. Demikian pula halnya dengan
wacana yang berkembang secara intenasional tentang peristilahan anak luar
biasa, yang dewasa ini sering disebut dengan istilah special needs educational
children atau anak dengan kebutuhan pendidikan khusus.
Anak luar biasa diartikan sebagai anak yang memiliki kelainan fisik,
mental, emosi, sosial atau gabungan dari kelainan tersebut yang sifatnya
sedemikian rupa sehingga memerlukan layanan pendidikan secara khusus.
Sehingga bisa diambil konsep dasar yang bisa dikategorikan sebagai anak luar
biasa yaitu :
Anak yang membutuhkan pendidikan dan layanan khusus untuk
mengoptimalkan potensi kemanusiannya secara utuh akibat adanya perbedaan
kondisi dengan kebanyakan anak lainnya
Perbedaannya meliputi: ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, fisik dan
neuromuskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi,
ataupun kombinasi 2 atau lebih dari berbagai hal tersebut
2. Landasan Perkembangan Pendidikan Anak Luar Biasa
1. Pengertian pendidikan luar biasa
Pendidikan Luar Biasa adalah merupakan pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses penbelajaran karena kelainan
fisik, emosional, mental social, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa.
Selain itu pendidikan luar biasa juga berarti pembebelajaran Yng di rancang
khususnya untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari anak kelainan
fisik.pendidikan luar biasa akan sesuai apabila kebutuhan siswa tidak dapat di
akomodasikan dalam program pendidikan umum.secara singkat pendidikan luar
biasa adalah program pembelajaran yang di siapkan untuk memenh kebutuhan
unik dari individu siswa.contohnya adalah seorang anak yang kurang dalam
pengelihatan memerlikan buku yan hurufnya diperbesar.
Pedidikan luar biasa merupakan salah satu komponen dalam salah satu system
pemberian layanan yang kompleks dalam memebantu individu untuk mencapai
potensinya secara maksimal.pendidikan luar biasa di ibaratkan sebagai sebuah
kendaraan dimana siswa penyandang cacat,meskipun berada di sekolah
umum,diberi garansi untuk mendapatkanpendidikan yang secara khusus di
rancang untuk membantu mereka mencapai potensi yang maksimal.pendidikan
luar biasa tidak di batasi oleh tempat umum pemikiran kontemporer
menyarankan bahwa layanan sebaiknya diberikan dilngkungan yang lebih alami
dan normal yang sesuai dengan kebutuhan anak.individu-individu penyandag
cacat hendaknya dipandang sebagai individu yang sama bukannya berbeda dari
teman –teman sebaya lainnya dan yang harus di ingat bahwa pandanglah mereka
sebagai pribadi bukan kecacatannya.
2. Landasan
Ada empat landasan yang menjadi dasar dalam perkembangan pendidikan anak
luar biasa diantaranya :
a. Landasan Idiil dan Filosofis
Pendidikan umumnya mencerminkan pandangan atau filsafat hidup
suatu masyarakat. Masyarakat jerman di bawah kepemimpinan hitler,
misalnya, filsafat politik Nazi memandang eksistensi manusia adalah untuk
kesejahteraan negara. Oleh karena itu pendidikan diarahkan untuk
membentuk individu-individu yang berguna bagi negara. Dibawah filsafat
hidup semacam itu pendidikan bagi anak yang menyandang ketunaan
menjadi kurang diperhatikan.
Dibawah pandangan demokrasi liberal seperti di Amerika Serikat,
eksistensi manusia adalah untuk mencapai kesejahteraan individual. Oleh
karena itu, pendidikan diorganisasikan terutama untuk mencapai tujuan
akhir eksistensi manusia semacam itu. Dalam masyarakat yang menganut
paham demokrasi liberal, semua manusia dipandang sebagai ciptaan yang
sama. Meskipun pandangan ini menurut Kirk sudah tidak populer lagi, tetap
masih memiliki arti penting untuk pendidikan dalam suatu masyarakat
demokratis. Meskipun pandangan tersebut telah digunakan oleh para pendiri
negara Amerika Serikat untuk menandai adanya kesamaan manusia,
pandangan tersebut telah diinterpretasikan sebagai kesamaan untuk
memperoleh kesempatan pendidikan. Dengan demikian, setiap anak apakah
anak tergolong normal atau luar biasa, berhak memperoleh bantuan dalam
pendidikan untuk mengaktualisasikan potensi-potensi kemanusiaannya.
implikasi dari pandangan itu pula, sekolah-sekolah telah dimodifikasi
dengan menyediakan program-program bagi anak luar biasa di sekolah-
sekolah reguler. Di sekolah-sekolah reguler pada saat ini telah disusun
bukan hanya untuk kepentingan anak-anak normal tetapi juga untuk anank-
anak luar biasa.
Di negara yang menganut filsafat pancasila pendidikan
diorganisasikan untuk mencapai tujuan akhir mencapai eksistensi manusia,
yaitu manusia pancasilais sejati. Tujuan tersebut selaras dengan dasar
negara Republik Indonesia, yaitu (1) ketuhanan yang maha esa, (2)
kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) persatuan indonesia, (4) kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
/perwakilan, dan (5) keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
b. Landasan Yuridis Formal
Seperti yang dikemukakan dalam UUD 1945, bahwa salah satu dari
tujuan pembentukan negara indonesia adalah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Salah satu usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
adalah melalui pendidikan. Dalam UUD 1945 Bab XIII Pasal 31 Ayat (1)
dinyatakan bahawa ”Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”
dan pada ayat (2) dinyatakan bahwa “pemerintah mengusahakan dan
menyelenggrakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan
undang-undang”. Berdasakan UUD 1945 tersebut maka pada hakikatnya
tidak terdapat perbedaan hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran
antara warga negara yang normal dengan warga negara yang tergolong luar
biasa, termasuk yang tergolong cacat.
Bertolak dari UUD 1945 Bab XIII Pasal 31 Ayat (2) maka
disusunlah UU nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional
atau yang sering disingkat dengan USPN Pasal 8 Ayat (1) dinyatakan bahwa
“ warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak
memperoleh pendidikan luar biasa”. Pada ayat (2) disebutkan bahwa “
warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak
memperoleh perhatian khusus”. Berdasarkan USPN Pasal 8 tersebut maka
turunlah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 yang dalam salah satu
pasalnya , yaitu pasal 4 , menyebutkan bahwa “ bentuk satuan pedidikan
dasar bagi anak berkelainan adalah SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) dan
SLTPLB (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa). Dalam peraturan
pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 pasal 4 disebutkan bahwa bentuk satuan
pendidikan bagi anak berkelainan adalah SMLB (Sekolah Menengah Luar
Biasa).
Berdasarkan USPN pasal 8 Ayat (1) maka turunlah peraturan
pemerintah Nomor 72 tahun 1991 tentang pendidikan luar biasa. Dalam PP
Nomor 72 Tahun 1991 Bab 1 Pasal 1 Ayat (1) dinyatakan bahwa
“pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang khusus diselenggarakan bagi
peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/ atau mental.” Adapun
yang dimaksud dengan peserta didik yang menyandang kelainan fisik
dan/atau mental dijelaskan pada Bab III pasal 3 dari ayat 1 hingga ayat 5
yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut:
1. Jenis kelamin peserta didik terdiri atas kelainan fisik dan/atau mental
atau prilaku.
2. Kelainan fisik meliputi Tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa.
3. Kelainan mental meliputi tunagrahita ringan dan tunagrahita sedang.
4. Kelainan prilaku meliputi tunalaras.
5. Kelainan perserta didika dapat juga berwujud sebagai kelainan ganda.
Adapun tujuan pendidikan luar biasa tertera pada Bab II Pasal 2
yang menyatakan sebagai berikut: “ pendidikan luar biasa bertujuan
membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental
agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai
pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal-
balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat
mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja, mengikuti pendidikan
lanjutan.”
Mengenai bentuk satuan dan lama pendidikan bagi peserta didika
berkelainan tertera pada BAB IV Pasal 4, 5, 6. Pada Pasal 4 dan Pasal 5
dinyatakan bahwa bentuk satuan pendidikan luar biasa dan lama pendidikan
adalah sebagai berikut :
1. Sekolah dasar luar biasa (SDLB) sekurang-kurangnya selama enam tahun.
2. Sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTPLB) sekurang-kurangnya selama tiga
tahun.
3. Sekoalh menengah luar biasa (SMLB) sekurang-kurangnya selama tiga tahun.
Disamping tiga bentuk satuan pendidikan yang dikemukakan diatas
pada pasal 4 juga disebutkan adanya bentuk lain yang ditetapkan oleh
mentri. Pada Pasal 6 dikemukakan bahwa “Pada pendidikan prasekolah,
satuan pendidikan luar biasa dapat diselenggarakan dalam Taman Kanak-
Kanak Luar Biasa (TKLB) yang lama pendidikannya satu sampai tiga tahun.
c. Landasan Religi
semua agama tampaknya sangat menekankan pentingnya pendidikan,
termasuk didalamnya pentingnya pendidikan bagi anak luar biasa. Di
indonesia cukup banyak lembaga-lembaga pendidikan bagi anak luar biasa
yang diselenggarakan atas dasar agama. Tiap-tiap lembaga pendidikan luar
biasa meskipun didirikan atas landasan religi atau agama yang berbeda,
tujuannya adalah sama yaitu berusaha mengaktualisasikan semua potensi
kemanusiaan yang ada pada peserta didik hingga taraf yang optimal secara
terintegrasi.
d. landasan Empirik
sebagai suatu disiplin ilmua yang otonom, ortopedagogik melakukan
penelitian-penelitian empirik, yang hasilnya digunakan sebagai landasan
tindakan-tindakan ortopedagogis. Meskipun demikian banyak hasil
penelitian empirik dari disiplin ilmu lain yang dapat digunakan sebagai
landasan tindakan ortopedagogik. Hasil-hasil penelitian tersebut umumnya
berasal dari ilmu kedokteran, psikologi, sosiologi, dan biologi atau yang
biasa disebut ilmu-ilmu penunjang ortopedagogik. Pemakaian hasil-hasil
penelitian empirik semacam itu tidak mengurangi otonomi suatu disiplin
ilmu karena masing-masing memiliki asumsi dan obyek telaah yang
berbeda-beda. Hasil penelitian biologi tentang struktur otak anak berbakat
misalnya, dapat digunakan dalam tindakan ortopedagogis tentang
bagaimana memberikan pelayanan pendidikan bagi anak luar biasa jenis
autisme tersebut. Dengan demikian hasil-hasil penelitian empirik, baik yang
dilakukan oleh ilmuan ortopedagogik maupun ilmuan dari disiplin-disiplin
ilmu lain yang menunjang ortopedagogik, dapat digunakan sebagai landasan
tindakann ortopedagogis.
3. Klasifikasi Anak Luar Biasa
Tujuan dilakukannya klasifikasi anak luar biasa bukan untuk memisahkan
mereka dari anak normal tetapi hanya untuk keperluan pembelajaran. Pendidikan bagi
anak luar biasa tidak selalu harus memisahkan anak luar biasa dari pergaulan mereka
dengan anak-anak normal. Pendidkan yang memisahkan anak luar biasa dari
pergaulannya dengan anak-anak normal hendaknya sedapat mungkin dihindari dan
hanya dilakukan jika keadaan sangat memaksa. Klasifikasi anak luar biasa hendaknya
juga memperhatikan kemungkinan terjadinya pemberian cap atau label yang negatif
terhadap anak luar biasa, terutama yang tergolong penyandang ketunaan. Pemberian
label yang negatif terhadap anak luar biasa dapat berakibat negatif pula bagi
perkembangan kepribadian anak luar biasa yang bersangkutan. Bagaimanapun kondisi
anak luar biasa, terutama yang tergolong cacat, hendaknya tetap dipandang sebagai
anak yang memerlukan pendidikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangan semua potensi kemanusiaannya. Klasifikasi anak luar biasa akan
bermanfaat bagi anak luar biasa jika disadari bahwa klasifikasi tersebut semata-mata
hanya untuk kegiatan pembelajaran bukan untuk keperluan pendidikan.
Untuk keperluan pembelajaran Kirk dan Gallagher (1979) mengklasifikasikan
anak luar biasa ke dalam lima kelompok yaitu :
1. Kelainan mental : anak yang memiliki kapasitas intelektual luar biasa tinggi dan
anak yang lamban dalam belajar.
2. Kelainan sensoris : anak dengan kerusakan pendengaran; dan anak dengan
kerusakan penglihatan.
3. Ganguan komunikasi : anak kesulitan belajar; dan anak gangguan dalam
berbicara dan bahasa.
4. Ganguan prilaku : anak gangguan emosional; dan anak ketidaksesuaian prilaku
sosial atau tunalaras.
5. Tunaganda atau cacat berat , meliputi macam-macam kombinasi kecacatan :
tunanetra dengan tunagrahita, dll
Klasifikasi lain untuk keperluan pembelajaran dikemukakan oleh Dembo (1981)
yaitu:
1. Tunagrahita (mental reterdation)
2. Berkesulitan belajar (learning disabilities)
3. Gangguan prilaku dan gangguan emosi (behavior disorders)
4. Gangguan bicara dan bahasa (speech and leangue disorders)
5. Kerusakan pendengaran (hearing impairments)
6. Kerusakan penglihatan (visual impairments)
7. Kerusakan fisik dan gangguan kesehatan (physical and other health
impairments)
8. Cacat berat atau cacat ganda (severe and multiple handicaps)
9. Berkecerdasan luar biasa tinggi atau berbakat (gifted and talented)
Berbeda dari klasifikasi anak luar biasa yang dikemukakan oleh Kirk dan
Gallagher maupun Dembo, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa mengemukakan klasifikasi sebagai
berikut:
1. Kelainan Fisik
a) Tunanetra
b) Tunarungu
c) Tunadaksa
2. Kelainan Mental
a) Tunagrahita ringan
b) Tunagrahita sedang
3. Kelainan prilaku meliputi tunalaras
4. Kelainan ganda
4. Sejarah perkembangan pendidikan anak luar biasa
Para ahli sejarah pendidikan biasanya menggambarkan mulainya pendidikan
luar biasa pada akhir abad kedelapan belas atau awal abad kesembilan belas.Di
Indonesia sejarah perkembangan luar biasa dimulai ketika belanda masuk keindonesia,
(1596-1942) mereka memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi
barat.Untuk pendidikan bagi anak-anak penyandang cacat di buka lembaga –lembaga
khusus.lembaga pertama untuk pendidikan anak tuna netra grahita tahun1927 dan
untuk tuna runggu tahun 1930.ketiganya terletak dikota bandung.
Tujuh tahun setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah RI mengundang-
undangkan yang pertama mengenai pendidikan .Mengenai anak-anak yang
mempunyai kelainan fisik atau mental ,undang-undang itu menyebutkan pendidikan
dan pengajaran luar biasa diberikan dengan khusus untuk mereka yang membutuhkan
(pasl 6 ayat 2) dan untuk itu anak-anak tersebut pasal 8 yang mengatakan:semua anak-
anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan sudah berumur 8 tahun di wajibkan
belajar di sekolah sedikitnya 6 tahun.dengan di berlakukannya undang-undang
tersebut maka sekolah-sekolah baru yang khusus bagi anak-anak penyandang
cacat.termasuk untuk anak tuna daksa dan tuna laras ,sekolah ini disebut sekolah luar
biasa(SLB).
Sebagian berdasarkan urutan sejarah berdirinya SLB pertama untuk masing-
masing kategori kecacatan SLB itu di kelompokkan menjadi :
(1) SLB bagian A untuk anak tuna netra
(2) SLB bagian B untuk anak tuna rungu
(3) SLB bagian C untuk anak tuna Grahita
(4) SLB bagian D untuk anak tuna daksa
(5) SLB bagian E untuk anak tuna laras
(6) dan SLB bagian F untuk anak cacat ganda
Konsep pendidikan terpadu di perkenalkan di Indonesia pada tahun 1978 yang
bertujuan khusus untuk anak tuna netra.
5. LRE (LEAST RESTRICTIVE ENVIRONMENT)
Least Restrictive Environment (LRE), adalah salah satu bentuk layanan
pendidikan bagi anak luar biasa yang dimaksudkan agar sedapat mungkin tidak
dipisahkan dengan lingkungan kelas, rumah, keluarga, dan masyarakat biasa/normal.
Lingkungan yang sedapat mungkin tak membatasi dalam memberikan pendikan kepada
setiap anak. Seorang siswa harus merefleksikan bahwa siswa itu dididik dalam
lingkungan yang sedapat mungkin tidak membatasi kebutuhan-kebutuhannya. Kemudian
pendekatan yang direkomendasikan untuk mencapainya beralih dari mainstreaming
(pengarusutamaan, memasukkan anak-anak dengan kebutuhan-kebutuhan khusus di
beberapa kelas pendidikan regular), ke integrasi (memasukkan anak-anak dengan
kebutuhan-kebutuhan khusus ke dalam struktur-struktur kelas yang sudah ada, yang
cocok untuk mereka), lalu ke inklusi (merestrukturasikan setting pendidikan untuk
membangun perasaanikut memiliki pada semua anak).
Dalam Individual With Disability Edducation Act (IDEA) anak yang mempunyai
ketidakmampuan harus dididik dalam lingkungan dengan restriksi minimal (Least
Restrictive Environment). Lingkungan ini adalah lingkungan dengan seting semirip
mungkin dengan seting tempat mendidik anak yang tidak menderita ketidakmampuan.
Sebuah studi menemukan bahwa prestasi akademik dari anak yang mengalami gangguan
belajar akan mendapatkan manfaat dari sekolah inklusi. Akan tetapi beberapa ahli
percaya program yang terpisah dapat lebih efektif dan tepat bagi anak penderita
gangguan belajar (Martin & terman 1996 dalam Santrock, 2010)
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hal yang diantaranya adalah:
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus
yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain:
tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan
prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.
Konsep dasar yang bisa dikategorikan sebagai anak luar biasa yaitu :
Anak yang membutuhkan pendidikan dan layanan khusus untuk
mengoptimalkan potensi kemanusiannya secara utuh akibat adanya perbedaan
kondisi dengan kebanyakan anak lainnya
Perbedaannya meliputi: ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, fisik dan
neuromuskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi,
ataupun kombinasi 2 atau lebih dari berbagai hal tersebut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1991 tentang
Pendidikan Luar Biasa mengemukakan klasifikasi sebagai berikut:
5. Kelainan Fisik
d) Tunanetra
e) Tunarungu
f) Tunadaksa
6. Kelainan Mental
c) Tunagrahita ringan
d) Tunagrahita sedang
7. Kelainan prilaku meliputi tunalaras
8. Kelainan ganda
Urutan sejarah berdirinya SLB pertama untuk masing-masing kategori
kecacatan SLB itu di kelompokkan menjadi :
(1) SLB bagian A untuk anak tuna netra
(2) SLB bagian B untuk anak tuna rungu
(3) SLB bagian C untuk anak tuna Grahita
(4) SLB bagian D untuk anak tuna daksa
(5) SLB bagian E untuk anak tuna laras
(6) dan SLB bagian F untuk anak cacat ganda
Least Restrictive Environment (LRE), adalah salah satu bentuk layanan
pendidikan bagi anak luar biasa yang dimaksudkan agar sedapat mungkin tidak
dipisahkan dengan lingkungan kelas, rumah, keluarga, dan masyarakat
biasa/normal. Lingkungan yang sedapat mungkin tak membatasi dalam
memberikan pendikan kepada setiap anak.
3.2 SARAN
Mengingat sebegitu beragamnya kepribadian yang ada pada manusia yang
kemungkinan pasti akan dihadapi oleh konselor, maka setiap konselor di sekolah
ataupun di lembaga – lembaga lain hendaknya mampu memahami hal tersebut
dengan baik dan dapat menghargai perbedaan – perbedaan sifat dan permasalan
yang konseli alami agar pelayanan bimbingan dan konseling itu dapat berjalan
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrachman, muljono & Sudjadi S.. (1994). “Pendidikan Luar Biasa Umum”.Jakarta:
Departemen Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Indonesia.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus)
(http://smanj.sch.id/index.php/arsip-tulisan-bebas/40-artikel/115-pendidikan-inklusi-
pendidikan-terhadap-anak-berkebutuhan-khusus)
(http://08-046haa.blogspot.com/2012/05/anak-luar-biasa-anak-berkebutuhan.html)
(http://fenti-yesi.blogspot.com/2011/03/sejarah-pendidikan-luar-biasa.html)
http://yulia-putri.blogspot.com/2010/04/pengertian-anak-berkebutuhan-khusus.html
http://zaifbio.wordpress.com/2010/01/14/pendidikan-anak-luar-biasa/
http://dalamkatakata.blogspot.com/2012/04/slb-sebagai-tembok-bagi-perkembangan.html