kejadian luar biasa (klb)

Upload: christopher-shaw

Post on 13-Oct-2015

75 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Implementasi otonomisasi daerah menuntut suatu kemampuan daerah untuk menyelesaikan masalah-masalah kesehatan yang timbul di daerahnya sendiri. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan melakukan identifikasi masalah-masalah kesehatan, menentukan prioritas masalah dan melakukan upaya penanggulangannya melalui kegiatan surveilans epidemiologi.

Untuk melakukan kegiatan surveilans epidemiologi, hal-hal yang perlu diperhatian antara lain keadaan sumber daya manusia, tersedianya sarana, dan dana operasional serta komitmen dari pimpinan atau unit penyelenggara. Rekomendasi yang dirumuskan oleh tim surveilans epidemilogi setelah melakukan kajian-kajian merupakan dasar penetapan upaya penanggulangan yang dilakuan oleh para pengambil keputusan sehingga sasaran dan tujuan program kesehatan dapat tercapai secara efektif dan efisien.Lingkup kegiatan surveilans epidemiologi adalah melakukan kegiatan rutin yaitu pengumpulan, penyajian, analisis data kesakitan dan kematian penyakit-penyakit yang diamati termasuk dalam keadaan khusus misalnya terjadinya bencana. Kegiatan lainnya yaitu penanggulangan KLB yang meliputi kegiatan SKD-KLB dan penyelidikan KLB penyakit-penyakit menular dan keracunan makanan.

Beberapa penyakit yang pernah terjadi KLB seringkali menjadi prioritas pengamatan dalam kegiatan surveilans epidemiologi misalnya Diare, DBD, malaria, hepatitis, AFP, campak, Diptheria, tetanus neontorium termasuk keracunan makanan.

Untuk membantu kesamaan pemahaman terhadap konsep, pengertian dan pelaksanaan kegiatan surveilans epidemiologi perlu disusun petunjuk teknis pelaksanaan kegiatannya sehingga program-program kesehatan yang dilaksanakan merupakan suatu kebutuhn dari masyarakat itu sendiri sebagai upaya penanggulangan masalah-masalah kesehatan.

BAB II

KEJADIAN LUAR BIASA

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di indonesia untuk mengklasifikasikan peristiw merebaknya s uatu wabah penyakit.

Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa mengacu pada Keputusan Dirjen No. 451/91 tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Menurut aturan ini, suatu kejadian dinyatakan luart biasa jika ada unsur :

Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal

Peningkatan kejadian penyakit / kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)

Peningkatan kejadian penyakit / kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun)

Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.

Dalam dunia kesehatan mungkin anda pernak mendengar akan istilh yang satu ini. Secara umum, dapat kita katakana bahwa Kejadian Luar Biasa juga merupakan suatu wabah yang menarik perhatian umum dan disertai ketakutan atau kehebohan dalam masyarakat.

Kejadian Luar Biasa (KLB) ini sering dikatakan identik dengan penyakit infeksi menular. Mengapa? Karena hanya dengan infeksi (biasanya oleh virus atau bakteri), metode penyebarannya sangat meluas hanya dalam waktu yang singkat. Namun ternyata, lingkup KLB tidak hanya sebatas pada penyakit infeksi menular saja, ada tiga kategori penyakit yang masuk dalam KLB, yaitu : Penyakit menular : misalnya Flu burung (Avian Influenza)

Penyakit tidak menular : misalnya gizi buruk, keracunan makanan, keracunan pestisida

Kejadian bencana alam yang disetai dengan wabah penyakit : misalnya bencana alam banjir yang menimbulkan penyakit Leptospirosis (penyakut kencing tikus)

Bahkan apabila tidak ditangani dengan segera, penyakit dalam kategori KLB ini dapat menimbulkan kematian. Maka, tidaklah heran apabila KLB selalu mendapat perhatian khusus bagi setiap negara. Status KLB ini tentunya tidak secara sembarangan dikeluarkan oleh pemerintah atau instansi kesehatan. Kejadian Luar Biasa telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Permenkes tersebut mendefinisikan KLB sebagai :

Timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan (morbiditas) atau kematian (mortalitas) yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

Namun ternyata, apabila kita perhatikan kembali, menentukan status Kejadian Luar Biasa menurut definisinya saja tentunya kurang tepat. Kalau kita hanya mengacu pada definisi, bisakah kita sebut penyakit flu biasa (common cold) yang terjadi pada suatu kampong sebagai KLB juga? Oleh karena itu, diperlukan adanya kriteria Kejadian Luar Biasa.Kriteria tentang KLB ini mengacu pada Keputusan Dirjen No. 451/91, tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Berdasarkan kriteria tersebut, suatu kejadian dapat dinyatakan luar biasa apabila :

Muncul suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal. Peningkatan kejadian penyalit / kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut (jam, hari, minggu) menurut jenis penyakitnya.

Peningkatan kejadian penyakit / kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periose sebelumnya.

Jumlah penderita baru daam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.

Nah, sekarang bagaimana caranya pemerintah pusat dapat mengetahui tau mendeteksi suatu kejadian sebagai kejadian luar biasa? Caranya adalah dengan mekanisme pelaporan yang baik, rutin, dan terkoordinasi yang ditampilkan dalam bagan di bawah ini :

BAB III

KEGIATAN SKD-KLB DAN PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI BEBERAPA PENYAKIT MENULAR

1. Surveilens Epidmiologi Diare

a. SKD KLB

Bila ditemukan penderita diare dengan dehidrasi berat dan ditemukannya penderita diare dewasa lebih banyak dari pada anak-anak, maka dilakukan kewaspadaan dini terhadap KLB, SKD-KLB diare dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut :

1) Pengumpulan data a) Data kesakitan

Data yang dikumpulkan yaitu semua penderita diare yang berasal dari register harian Puskesas, Pustu, RS, pelayanan swasta. Diare adalah gejala penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (lebij dari 3 kali sehari), disertai denagn perubahan bentuk dan konsistensi tinja penderita. Data kesakitan diare diamati tiap minggu.b) Data hasil surveilens air bersihc) Data jumlah sumber dan pengguna air bersih

d) Data Tempat Pengelola Makanan (TPM) dan Tempat Tempat Umum (TTU)

e) Data status gizi masyarakat

f) Data demografi yaitu data yang menjelaskan tentang kondisi kepadatan penduduk, jumlah penduduk per golongan umur, kemudahan transportasi serta jumlah sekolah dan TTU. Data ini penting untuk melihat resiko penularan.2) Pengolahan data a) Memeriksa kebenaran data kasus diare yang tercatat berasal dari pelayanan Puskesmas, RS, Pustu, pelayanan kesehatan swasta agar tidak ada laporan ganda dan kesalahan pencatatan.b) Memisahkan data kasus yang berasal dai luar wilayah, desa/kelurahan, kabupaten/kota.c) Secara rutin data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan peta penyebaran per penyakit. Pengolahan data dapat menggunakan SIG (Sistim Informasi Geografi)-PPM, Epi Info, Microsoft excel, dll.d) Membuat grafik mingguan dan grafik pola maksimal dan minimal yang mencakup data kasus diare 5 tahunan.

e) Membuat peta grafik curah hujan tahunan sehingga dapat untuk menentukan berapa lama musim kemarau.f) Membuat peta sumber-sumber air bersih.

g) Membuat peta daerah rawan diare. Pemetaan Daerah Rawan untuk menentukan potensial KLB, berdasarkan insident diare, pernah tidaknya terjadi KLB diare, adanya rumber air bersih, hasil pemeriksaan fisik atau kimia dari air besih.h) Membuat grafik kecenderungan situasi penyakit. Data ini dibuat berdasarkan jumlah kasus diare per tahun kemudian dibuat grafik sehingga dapat diketahui kecenderungan situasi penyakit dari tahun ke tahun. Kecenderungan Situasi Penyakit untuk menentukan trend penyakit

3) Analisis dan interpretasiData yang sudah diolah selanjutnya dilakukan analisis dan interpretasi dalam kajian epidemiologi oleh tim surveilens epidemiologi dimasing-masing tingkatan. Analisis dilakukan minimal dengan menginterpretasikan grafik, tabel, peta sesuai dengan informasi yang ingin disampaikan. Data dari laporan mingguan W2 dianalisis menjadi grafik mingguan W2. Grafik ini bisa digunakan sebagai alat SKD-KLB selain itu grafik pola maksimal dan minimal mencakup data 5 tahun juga dapat digunakan untuk memantau situasi kasus diare. Kemudian melakukan analisis penyakit menurut waktu, orang dan tempat dan selanjutnya membandingkan situasi penyakit dengan faktor-faktor determinan timbulnya penyakit diare dan upaya program berupa target atau sasaran, serta membandingkan dengan informasi yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian atau dari tinjauan kepustakaan.

Tahap akhir dari analisis adalah merumuskan tindaka lanjut kegiatan yang sudah dilaksanakan dan merencanakan tindakan korektif yang direkomendasikan berdasarkan analisis masalah yang timbul. Beberapa rekomendasi yang dapat diajukan yaitu :a) Pemberian pengobatan

b) Perbaikan sanitasi lingkungan

c) Penyuluhan

d) Pendistribusian air bersih untuk masyarakat

4) Penyebarluasan informasi dan penyusunan rekomendasi Tujuan dari penyebaran informasi yaitu untuk memberikan rekomendasi tindakan korektif sebagai tindak lanjut bagi program terkait yang disampaikan pada para pengambil keputusan. Selain itu bertujuan pemberitahuan pada sumber data / pelapor bahwa laporan sudah diterima atau menegur bila laporan terlambat. Mekanisme penyampaian dapat melalui Bulletin Epidemiologi, umpan balik tertulis maupun pada saat melakukan supervisi dan bimbingan teknis. Sasaran penyebaran informasi adalah unit pelapor, lintas program, lintas sektor, kelompok profesi, dll.

b. Penyelidikan Epidemiologi KLB Diare Langkah-langkah penyelidikan epidemiologi KLB Diare adalah sebagai berikut :

1) Menegakkan diagnosa

Definisi operasional diare adalah gejala penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (lebih dari 3 kali sehari), disertai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja penderita.

Definisi operasional kolera adalah diare yang secara klinis ditandai dengan buang air besar mendadak tanpa rasa sakit perut (disertai muntah-muntah), tinja mengucur seperti air (air cucian beras, berbau amis) sehingga dalam waktu singkat tubuh mengalami dehidrasi atau shock. Penegakan diagnosa dilakukan melaui

Rectal swab kemudian dimasukkan kedalm botol Carry and Blair, disimpan dalam suhu kamar dan dikirim secepatnya untuk pemeriksaan V. Cholera.

Muntahan 1-5 cc diambil dari tempat penampungan kemudian dimasukkan kedalam botol alkali pepton, disimpan dalam suhu kamar dan dikirim secepatnya untuk pemeriksaan V. Cholera.

Air yang diduga sumber penularan 200 cc diambil dari tempat yang terlindung dari sinar matahari kemudian dimasukkan ke dalam botol alkali pepton pekat, apabila tidak ada alkali pepton, sampel yang diambil 1 liter disimpan dalam suhu dingin 4o C dikirim secepatnya untuk pemeriksaan V. Cholera.

2) Memastikan KLB Telah terjadi KLB jika memenuhi salah satu kriteria berikut :

Angka kesakitan dan atau kematian di suatu kecamatan, desa/kelurahan menunjukkan kenaikan yang menyolok selama 3 kali waktu observasi berturut-turut (harian atau mingguan).

Jumlah penderita dan atau kematian di suatu kecamatan, desa/kelurahan menunjukkan kenaikan 2 kali atau lebih dalam waktu periode (harian, mingguan, bulanan), dibandingkan dengan angka rata-rata dalam satu tahun yang lalu. Kenaikan menyolok Case Fatality Rate (CFR) di suatu kecamatan, desa/kelurahan dalam waktu 1 bulan dibandingkan dengan CFR bulan yang lalu.

Kenaikan jumlah penderita atau kematian dalam periode waktu (mingguan, bulanan) di suatu kecamatan, desa/kelurahan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun yang lalu. Kejadian diare yang ada dibandingkan dengan nilai ambang batasnya antara lain melalui visualisasi grafik maksimal-minimal.

Khusus KLB tersangka kolera, disamping kriteria diatas berlaku ketentuan sebagai berikut : Daerah endemis, kenaikan menyolok jumlah penderita dengan gejala klinis kolera terutama yang menyerang golongan umur diatas 5 tahun atau dewasa. Daerah bebas, terdapat satu atau lebih penderita atau kematian karena diare dengan gejala klinis kolera dalam satu kecamatan, desa/kelurahan.

Apabila ada satu penderita atau kematian karena diare yang dari pemeriksaan usap duburnya ditemukan V. Cholera.

3) Menggambarkan karakteristik KLB Distribusi kasus diare menurut waktu (harian, mingguan) digambarkan melalui kurva epidemic sehingga dapat menentukan atau memperkirakan sumber atau cara penularan dan mengidentifikasikan waktu paparan atau pencarian kasus awal.

Distribusi kasus diare menurut tempat berupa attack rate dalam spot map.

Distribusi kasus menurut orng dengan melihat attack rate dalam spot kelompok umur.

4) Mengidentifikasikan sumber penyebab dan cara penularan Mengembangkan hipotesa sementara sebagai dasar untuk melaksanakan penyelidikan.

Melakukan pembuktian hipotesa berdasarkan analisa.

5) Mengidentifikasi populasi yang mempunyai peningkatan resiko infeksi

6) Memberikan pelayanan kesehatan sebagai upaya penanggulangan sementara.

7) Menyusun laporan dan rekomendasi penanggulangan Laporan hasil penyelidikan berisi lama KLB, distribusi kasus, hasil analisis dan penyusunan rekomendasi penanggulangan.

Rekomendasi penanggulangan KLB secara rinci dijelaskan kebutuhan dana, tenaga, sarana (logistik) dan bentuk kegiatannya. Beberapa rekomendasi penanggulangan KLB diare yang dapat diajukan :

Pengobatan masal Pencegahan berupa chorinasi, lisolisasi dan penyuluhan, pengawasan TPM dan TTU.

Melakukan kerjasama lintas sektor terutama dengan pengelola air bersih.

2. Surveilens Epidemiologi Demam Berdarah Denguea. SKD KLB Bila ditemuakn satu kasus baru tersangka DBD dimana penderita panas selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas pada suatu desa/kelurahan maka perlu diwaspadai. Selain itu indikator perubahan iklim memasuki musim penghujan dan kemarau juga merupakan hal-hal yang perlu diwaspadai.

Tahapan kegiatan kewaspadaan dini terhadap terjadinya KLB yaitu :

1) Pengumpulan Darta

a) Data kesakitan

Bila ditemukan satu kasus baru selanjutnya dilakukan dengan tindakan kunjungan lapangan untuk memastikan tidak adanya kasus baru lainnya. Variabel data penderita/tersangka DBD kasus baru yang dicatat adalah nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, alamat sekolah/tempat kerja, tanggal mulai sakit, data-data hasil laboratorium. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan dua cara yaitu surveilens aktif dan surveilens pasif. Surveilens aktif dilakukan dengan cara kunjungan petugas surveilens ke unit tertentu (sumber data) seperti RS atau laboratorium. Surveilens pasif berasal dari laporan KDRS dari RS, buku register harian Puskesmas, Pustu atau laporan dari masyarakat.Data kesakitan tersebut dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara mingguan dan bulanan. Untuk mingguan melalui laporan mingguan W2. Laporan W2 merupakan laporan rutin mingguan penyakit-penyakit potensial wabah termasuk zero reporting, yang harus selalu dilaporkan walaupun tidak ada kasus. Untuk data bulanan menggunakan lapran bulanan penemuan kasus DBD (TLB), laporan ini berisi kegiatan penemuan kasus DBD (penderita maupun suspek) yang memuat data identitas kasus, alamat, tanggal sakit atau tanggal dirawat serta gejala klinik dan hasil pemeriksaan serologis. Selanjutnya secara rutin tiap bulan melaporkan melalui SST ke Propinsi.b) Data hasil Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB). Data ini berisi tentang hasil pengamatan terhadap jentik Aedes Aegypty untuk mengetahui kepadatan jentik (HI) dan jenis container uang disenangi nyamuk.c) Data kegiatan penanggulangan fokus di wilayah Puskesmasd) Data hasil Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).

e) Data hasil pelaksanaan abatisasi yang dilakukan oleh Puskesmas

f) Data berisi tentang jumlah bahan yang diterima dan digunakan serta keadaan alat yang baik dan yang rusak.

g) Data demografi yaitu data yang menjelaskan tentang kondisi kepadatan penduduk, jumlah penduduk per golongan umur, kemudahan transportasi serta jumlah sekolah dan TTU. Data ini penting untuk melihat risiko penularan.h) Data Curah Hujan yaitu data yang berisi tentang curah hujan sehingga dapat menentukan perkiraan waktu penularan.1) Pengolahan data a) Memeriksa kebenaran data kasus yang tercatat berasal dari pelayanan Puskesmas, RS, Pustu, pelayanan kesehatan swasta agar tidak ada laporan ganda dan kesalahan pencatatan.

b) Memisahkan data kasus yang berasal dari luar wilayah, desa/kelurahan, kabupaten/kota.

c) Secara rutin data dolah dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan peta penyebaran per penyakit. Pengolahan data dapat menggunakan SIG (Sistim Informasi Geografi)-PPM, Epi Info, Microsoft excel, dll.d) Membuat grafik mingguan dan grafik pola maksimal dan minimal yang mencakup data kasus DBD 5 tahunan.

e) Membuat grafik curah hujan tahunann sehingga dapat untuk menentukan kapan saat mulai musim penghujan, saat peningkatan kepadatan vector dan kapan saat intervensi yang tepat.f) Membuat tabel tentang angka kepadatan jentik (HI, CI dan BI) yang bermanfaat untuk menentukan tingkat kerawatan dan menilai hasil pelaksanaan kegiatan program pemberantasan.

g) Membuat peta daerah rawan DBD. Data ini dibuat secara tahunan dengan variabel jumlah kasus, ketinggian tempat, data prosentase jentik, kepadatan penduduk dan transportasi antar wilayah. Pemetaan Daerah Rawan untuk menentukan potensialitas KLB. Situasi daerah rawan penyakit DBD dalah sebagai berikut : Desa/kelurahan Rawan 1 (Endemis)

Desa/kelurahan dengan ditemukannya kasus DBD dalam kurun waktu 3 tahun terakhir (setiap tahun ditemukan kasus).

Desa/kelurahan Rawan 2 (Sporadis)

Desa/kelurahan dengan ditemukannya kasus DBD dalam kurun waktu 3 tahun terakhir tetapi tidak setiap tahun ditemukan kasus.

Desa/kelurahan Rawan 3 (Potensial)

Desa/kelurahan dimana dalam kurun waktu 3 tahun terakhir tidak ditemukan kasus, berpenduduk padat, transportasi baik dan ramai dan HI : > 5%

Desa/kelurahan Bebas

Tak pernah ada kasus DBD, ketinggian daratan > 1000 m dpl atau ketinggian < 1000 m dpl dengan HI : < 5%

h) Membuat grafik situasi musim penularan. Pembuatan berasarkan jumlah kasus rata-rata perbulan selama 5 tahun, dibuat grafik yang dapat digunakan untuk mengetahui situasi musim penularan.

i) Membuat grafik kecenderungan situasi penyakit. Data ini dibuat berdasarkan jumlah kasus DBD per tahun kemudian dibuat grafik sehingga dapat diketahui kecenderungan situasi penyakit dari tahun ke tahun. Kecenderungan Situasi Penyakit untuk menentukan trend penyakit.2) Analisis dan Interpretasi Data Data yang sudah diolah selanjutnya dilakuan analisis dan interpretasi dalam kajian epidemiologi oleh tim surveilens epidemiologi dimasing-masing tingkatan. Analisis dilakukan terhadap apakah ada peningkatan kasus DBD/tersangka DBD dibandingkan dengan waktu sebelumnya pada tempat yang sama. Selanjutnya mengintepretasikan grafik, tabel, peta sesuai dengan informasi yang ingin disampaikan. Data dari laporan mingguan W2 dianalisis menjadi grafik mingguan W2. Grafik ini bisa digunakan sebagai alat SKD-KLB untuk mengetahui peningkatan kasus yang mengarah kepada KLB selain itu grafik pola maksimal dan minimal mencakup data 5 tahun juga dapat digunakan untuk memantau situasi kasus DBD. Kemudian melakukan analisis penyakit menurut waktu, orang dan tempat. Selain itu melihat hubungan antara situasi penyakit dengan informasi yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian atau dari tinjauan kepustakaan.Tahap akhir dari analisis adalah merumuskan tindak lanjut kegiatan yang sudah dilaksanakan dan merencakan tindakan korektif yang direkomendasikan berdasarkan aalisis masalah yang timbul. Beberapa rekomendasi yang dapat diajukan yaitu :a) Penyemprotan Rumah. Penyemprotan dilakukan secara fogging menggunakan insektisida (Malathion). Penyemprotan rumah dilakukan, bila ditemukan 1 kasus baru DBD dan ditemukan ( 3 orang penderita panas tanpa sebab yang jelas.b) Pelaksanaan pengobatan

c) Perbaikan Sistim Surveilens

Perbaikan sistim surveilens dilakukan bia ditemukan kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaannya setelah diketahui kelemahan tersebut pada saat terjadi KLB.

d) Pencegahan Kontak dengan Vektor

Pencegahan kontak ini bisa dilakukan dengan menggunakan obat anti nyamuk, repellent, dll.

e) Pemberantasan Breeding Palces dan Resting Palces (PSN)

Pemberantasan BP & RP dilakukan dengan 3M (menutup, menguras, dan mengubur)

f) Perbaikan lingkungan

g) Penyuluhan untuk PSN

3) Penyebaran informasi dan penyusunan rekomendasi Tujuan dari penyebaran informasi yaitu pemberitahuan pada sumber data/pelapor bahwa pelapor sudah diterima atau menegur bila laporan terlambat. Mekanisme penyampaian dapat melalui Bulletin Epidemiologi, umpan balik tertulis maupun pada saat melakukan supervisi dan bimbingan teknis. Sasaran penyebaran informasi adalah unit pelapor, lintas program, lintas sektor, kelompok profesi, dll. Selain itu bertujuan untuk memberikan rekomendasi tindakan korektif sebagai tidak lanjut bagi program terkait yang disampaikan pada para pengambilan keputusan.b. Penyelidikan Epidemiologi KLB DBD

1) Definisi operasional KLB DBD adalah

a) Timbulnya/adanya kasus atau kematian karena DBD di suatu kecamatan, Puskesmas atau desa/kelurahan yang pada tahun sebelumnya tidak ditemukan / dilaporkan adanya kasus DBD.

b) Terjadinya peningkatan jumlah kasus DBD baru atau kematian DBD pada suatu wilayah selain kurun waktu 3 minggu atau lebih berturut-turut.

c) Terjadinya peningkatan kasus baru DBD dua kali atau lebih dibandingkan dengan minggu yang sama pada periode waktu tahun sebelumnya disuatu desa atau puskesmas.

2) Pelaksanaan penyelidikan epidemiologi

Penyelidikan epidemiologi dilakukan bila dari hasil penggunaan SKD-KLB atau PWS mingguan kasus DBD ditemukan indikasi adanya peningkatan kasus atau kematian dan penyelidikan pra KLB menunjukkan terjadinya KLB. Selain itu adanya laporan peningkatan kasus atau kematian DBD dari masyarakat.3) Langkah-langkah penyelidikan a) Puskesmas Melakukan penyelidikan awal untuk memastikan benar tidaknya telah terjadi KLB DBD dengan cara :

Melakukan review register atau data mingguan untuk melihat kemungkinan adanya kasus pada desa KLB. Mengunjungi lokasi KLB dan melakukan penyelidikan kasus dari rumah ke rumah yang dilaporkan ada kasus dan memberikan pengobatan seperlunya. Diagnosa DBD berdasarkan laboratorium Bila hasil penyelidikan menunjukkan adanya KLB (sesuai dengan definisi operasional KLB DBD), segera mengirim laporan W-1 ke Dinas Kesehatan Kab/Kota. Selanjutnya dilakukan penyelidikan epidemiologi KLB bersama tim kabupaten/kota atau tim propinsi maupun pusuat apabila diperlukan.

b) Dinas Kabupaten/Kota atau Propinsi Melakukan kajian data kasus DBD yang ada di Puskesmas atau RS dan kajian mingguan di Kabupaten/Kota dan tentukan Puskesmas mana yang memberikan kontribusi besar peningkatan jumlah kasus DBD disuatu Kabupaten/Kota.

Melakukan penyelidikan lebih lanjut dengan melakukan pelacakan kasus ke lapangan dimulai dari kasus indeks dan pencarian kasus tambahan. Melakukan pemeriksaan jentik

Mengumpulkan data hasil program

Membuat laporan hasil penyelidikan. Laporan hasil penyelidikan berisi lamanya peristiwa KLB, daerah KLB, distribusi kasus menurut waktu, orang dan tempat, ada paparan program faktor-faktor determinan, sebab-sebab kematian dan masalah program yang ditemukan dan terakhir adanya rekomendasi untuk rencana penanggulangannya. Perencanaan penanggulangan meliputi perhitungan jumlah populasi dan luasnya wilayah yang beresiko terjadi penularan, perincian dana, sarana (logistik) dan tenaga yang dibutuhkan untuk melakukan : Pengobatan penderita

Abatisasi massal

Penyemprotan

PSN

Penyuluhan

3. Surveilens Epidemiologi Hepatitis Akut a. SKD KLB

Bila ditemukan adanya peningkatan jumlah kasus Hepatisis akut maka dilakukan kegiatan dalam rangka kewaspadaan dini yaitu :

1) Pengumpulan data

Data kesakitan

Bila ditemukan satu kasus baru selanjutnya dilakuakn dengan tindakan kunjungan lapangan untuk memastikan tidak adanya kasus baru lainnya. Variabel data penderita/tersangka Hepatitis kasus baru yang dicatat adalah nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, alamat sekolah/alamat kerja, tanggal mulai sakit, data-data cara laboratorium. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan dua cara yaitu surveilens aktif dan surveilens pasif. Surveilens aktif dilakukan dengan cara kunjungan petugas surveilens ke unit tertentu (sumber data) seperti RS atau laboratorium. Surveilens pasif berasal dari laporan KDRS dari RS, buku register harian puskesmas, Pustu atau laporan dari masyarakat.Data kesakitan tersebut dilaporakan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/kota secara mingguan dan bulanan. Untuk mingguan melalui laporan mingguan W2. Laporan W2 merupakan laporan rutin mingguan penyakit-penyakit potensial wabah termasuk zero reporting, yang harus selalu dilaporkan walaupun tidak ada kasus. Untuk data bulanan menggunakan laporan bulanan penemuan kasus laporan ini berisi kegiatan penemuan kasus hepatitis (penderita maupun suspek) yang memuat data indentitas kasus, alamat, tanggal sakit dan tanggal dirawat serta gejala klinik dan hasil pemeriksaan serologis. Selanjutnya secara rutin tiap bulan melaporkan melalui SST ke propinsi. Data surveilens air bersih Data dari unit transfusi darah

2) Pengolahan data a) Memeriksa kebenartan data kasus yang tercatat berasal dari peayanan Puskesmas, RS, Pustu, pelayanan kesehatan swasta agar tidak ada laporan ganda dan kesalahan pencatatan.

b) Memisahkan data kasus yang berasal dari luar wilayah, desa/kelurahan, kabupaten/kota.

c) Secara rutin data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan peta penyebaran per penyakit. Pengolahan data dapat menggunakan SIG (Sistim Informasi Geografi)-PPM, Epi Info, Microsoft excel, dll.

d) Membuat grafik mingguan dan grafik pola maksimal dan minimal yang mencakup data kasus hepatitis 5 tahunan.

3) Analisis data Data yang sudah diolah selanjutnya dilakukan analisis dan interpretasi dalam kajian epidemiologi oleh tim surveilens epidemiologi dimasing-masing tingkatan. Analisis dilakukan minimal terhadap adanya peningkatan kasus Hepatitis/tersangka hepatitis.Langlah umum dalam melakukan analisis data dengan mengintropetasikan grafik, tabel, peta sesuai dengan informasi yang ingin disampaikan. Data dari laporan mingguan W2 dianalisis menjadi grafik mingguan W2. Grafik ini bisa digunakan sebagai alat SKD-KLB untuk mengetahui peningkatan kasus yang mengarah kepada KLB selain itu grafik pola maksimal dan minimal mencakup data 5 tahun juga dapat digunakan untuk memantau situasi kasus Hepatitis. Kemudian melakukan analisis penyakit menurut waktu, orang dan tempat dan selanjutnya membandingkan situasi penyakit menurut dengan faktor-faktor determinan timbulnya penyakit Hepatisis dan upaya program berupa target atau sasaran, serta membandingkan dengan informasi berupa target atau sasaran, serta membandingkan dengan informasi yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian tau dari tinjauan kepustakaan.Tahap akhir dari analisis adalah merumuskan tindak lanjut kegiatan yang sudah dilaksanakan dan merencanakan tindakan korektif yang direkomendasikan berdasarkan analisis masalah yang timbul. Beberapa rekomendasi yang dapat diajukan yaitu :

a) Peningkatan pengawasan sanitasi tempat pengolahan makananb) Pemeriksaan berkala terhadap pekerja di tempat-tempat pengolahan makanan dan minuman

c) Pelayanan pengobatan

d) Perbaikan sistim surveilans. Perbaikan sistim surveilans dilakukan bila ditemukan kelemahan-kelemahan tersebut pada saat terjadi KLBe) Penyuluhan masyarakat terutama tentang penggunaan air bersih dan sanitasi lingkungan4) Penyebarluasan data dan penyusunan rekomendasi Tujuan dari penyebaran informasi yaitu pemberitahuan pada sumber data/pelapor bahwa laporan sudah diterima atau menegur bila laporan terlambat. Mekanisme penyampaian dapat melalui Bulletin Epidemiologi, umpan balik tertulis maupun pada aat melakukan supervisi dan bimbingan teknis. Sasaran penyebaran informasi adalh unit pelapor, lintas program, lintas sektor, kelompok profesi, dll. Selain itu bertujuan untuk memberikan rekomendasi tindakan korektif sebagai tindak lanjut bagi program terkait yang disampaikan pada para pengambil keputusan.b. Penyelidikan Epidemiologi KLB1) Menegakkan diagnosa

Definisi operasional kasus hepatitis adalah semua penderita dengan gejala satu atau lebih seperti perubahan warna air kencing (warna teh), demam, mual, muntah, mata dan kulit kuning dan nyeri perut.

Hepatitis adalah penyakit sistematik akut yang disebabkan oleh beberapa jenis virus. Hepatitis dibagi menjadi A, B, C, D, dan E. secara klinis dan patologi kelimanya sukar dibedakan tetapi dengan memperhatikan lamanya masa inkubasi dan cara terjadinya penularan kelima Hepatitis masih dapat dikenal perbedaannya.

Tabel 2 Pola Epidemiologi Penyakit Hepatitis

PENYAKITGEJALA KLINISPOPULASI BERESIKOCARA PENULARANMASA INKUBASI

Hepatitis A Mendadak

Demam

Tidak enak badan

Nafsu makan turun

Mual

Nyeri perut

Kulit kuning

Urine warna gelap

Feses berubah warna

Fungsi hati ada perubahan

Anoreksia Semua Orang Dari orang ke orang, makanan dan minuman yang terkontaminasi

Melalui transfusi darah 15-50 hari (28-30 hari)

Heptitis B Demam ringan

Nyeri perut

Mual muntah

Nyeri sendi

Kuning

Bisa spi chinosis Semua golongan umur Parenteral melalui skarifikasi

Peralatan toilet

Jarum suntik

Transfusi darah

Produk daran yang terkontaminasi 45-160 hari (2-3 bulan)

Hepatitis C Mual muntah

Nyeri sendi

Kuning

Anoreksia

Sakit perur Semua golongan umur Darah dan plasma yang mencemari syringe 2 minggu 6 bulan (6-9 minggu)

Hepatitis D Mendadak

Demam

Nyeri sendi

Mual

Nyeri perut

Anoreksia Semua golongan umur Darah dan cairan beku yang terkontaminasi Jarum suntik

Hubunagn seks 2-10 minggu pada simpase

Hepatitis E Mendadak

Demam

Tidak enak badan

Nafsu makan hilang

Mual

Nyeri perut

Kulit kuning

Urine warna gelap

Fungsi hati ada perubahan Semua golongan umur

Simpanse Air yang terkontaminasi

Dari orang ke orang dengan fecal oral 64 hari (rata-rata 26-42 hari)

2) Memastikan KLB Kriteria penentuan KLB Hepatitis adalah :

a) Timbulnya / adanya kasus atau kematian karena Hepatitis di suatu Kecamatan, Puskesmas atau desa/keluarhan yang pada tahun sebelumnya tidak ditemukan/dilaporkan adanya kasus Heptitis.

b) Terjadinya peningkatan jumlah kasus Hepatitis baru atau kematian Hepatitis pada suatu wilayah selama kurun waktu 3 minggu atau lebih berturut-turut.

c) Terjadinya peningkatan kasus baru Hepatitis dua kali atau lebih dibandingkan dengan minggu yang sama pada periode waktu tahun sebelumnya disuatu desa atau puskesmas.

3) Mengidentifikasi kasus dan mendeskripsikan kasus berdasarkan waktu, orang dan tempat. Kasus yang dideskripsikan selain yang ditemukan orang dan tempat. Kasus yang dideskripsikan selain yang ditemukan termasuk juga kasus-kasus tambahan yang ditemukan di lokasi KLB.4) Mengidentifikasi sumber dan cara penularan. Identifikasi dilakuakn dengan memeriksa tempat-tempat yang diduga sebagai sumber penularan misalnya TPM, sumber-sumber air, tempat-tempat penjual makanan.

5) Melakukan upaya penanggulangan sementara misalnya dengan pemberian obat-obatan simptomatik.

6) Melaporkan hasil penyelidikan dan penyusunan rekomendasi penanggulangan KLB. Laporan hasil penyelidikan berisi lamanya peristiwa KLB, daerah KLB, distribusi kasus menurut waktu, orang dan tempat, ada paparan faktot-faktor determinan atau sumber dan cara penularan, sebab-sebab kematian, masalah program yang ditemukan dan terakhir adanya rekomendasi untuk rencana penanggulangannya. Perencanaan penanggulangan meliputi perhitungan jumlah populasi dan luasnya wilayah yang beresiko terjadi penularan, perincian dana, sarana (logistik) dan tenaga yang dibutuhkan untuk melakukan pengobatan.4. Surveilens Epidemiologi Diptheria a. SKD KLB

Bila ditemukan satu kasus Diptheria dan masih adanya desa/kelurahan dengan cakupan imunisasi DPT-3 < 90% perlu diwaspadai terjadi KLB. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam kewaspadaan dini KLB Diptheria adalah sebagai berikut :

1) Pengumpulan data

Data kesakitan yang dikumpulkan juga termasuk data kesakitan hasil kunjungan terhadap kontak penderita. Gunakan form Dip-1

Data cakupan imunisasi DPT 1-3

Data status gizi bayi dan balita

2) Pengolahan data

Sebelum diolah, periksa kebenaran dat kasus yang tercatat berasal dari pelayanan Puskesmas, RS, Pustu, pelayanan kesehatan swasta agar tidak ada laporan ganda dan kesalahan pencatatan.

Memisahkan data kasus yang berasal dari luar wilayah, desa/kelurahan, kabupaten/kota.

Secara rutin data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan peta penyebaran per penyakit. Pengolahan data dapat menggunakan SIG (Sistim Informasi Geografi)-PPM, Epi Info, Microsoft excel, dll.

Membuat grafik mingguan dan grafik pola maksinal dan minimal yang mencakup data kasus hepatitis 5 tahunan.

3) Analisis data Data yang sudah diolah selanjutnya dilakukan analisis dan interpretasi dalam kajian epidemiologi oleh tim surveilens epidemiologi dimasing-masing tingkatan. Langkah umum dalam melakukan analisis data dengan menginterpretasikan grafik, tabel, peta kasus Diptheria sesuai dengan informasi yang ingin disampaikan. Data dari laporan mingguan W2 dianalisis menjadi grafik mingguan W2. Grafik ini bisa digunakan sebagai alat SKD-KLB untuk mengetahui peningkatan yang mengarah kepada KLB yaitu memantau situasi kasus Diptheria. Kemudian melakukan analisis penyakit menurut waktu, orang dan tempat dan selanjutnya timbulnya penyakit Diptheria dan upaya program berupa target atau sasaran, serta membandingkan dengan informasi yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian atau dari tinjauan kepustakaan.Tahap akhir dari analisis adalah merumuskan tindak lanjut kegiatan yang sudah dilaksanakan dan merencakan tindakan korektif yang direkomendasikan berdasarkan analisis masalah yang timbul. Beberapa rekomendasi yang dapat diajukan yaitu : Pemberian pengobatan propilaksis pada kontak penderita dengan antibiotik Erytromicin 1000 mg/hari selama 7 hari (untuk dewasa) Peningkatan gizi bayi dan balita

Peningkatan kepada ibu bayi dan balita

Pencapaian cakupan imunisasi DPT 1-3 yang merata seluruh desa/kelurahan.

4) Penyebarluasan informasi dan penyusunan rekomendasi Memberikan umpan balik ada unit pelapor untuk kelengkapan data. Upaya advokasi dan koordinasi kegiatan hasil kajian SKD-KLB.b. Penyelidikan Epidemiologi KLB 1) Persiapan penyelidikan

Dalam persipan selain menyiapkan rencana kerja, kebutuhan sarana (logistik), tenaga dan dana operasional juga termasuk kegiatan konfirmasi awal yang dilakukan oleh petugas Puskesmas.

2) Menetapkan diagnosis

Diagnosis diphtheria ditegakkan melalui adanya gejala klinis yang timbul dan ditunjang pemeriksaan laboratoirum.

3) Penetapan KLBa) Timbulnya / adanya kasus atau kematian karena Hepatitis di suatu kecamatan, puskesmas atau desa/kelurahan yang pada tahun sebelumnya tidak ditemukan/dilaporkan adanya kasus Diptheri.b) Terjadinya peningkatan jumlah kasus Diptheria baru atau kematian Diptheria pada suatu wilayah selama kurun waktu 3 minggu atau lebih berturut-turut.c) Terjadinya peningkatan kasus baru Diptheria dua kali atau lebih dibandingkan dengan minggu yang sama pada periode waktu tahun sebelumnya disuatu desa atau puskesmas.

4) Mengidentifikasi kasus dan mendeskripsikan kasus menurut waktu, orang dan tempat.5) Mengidentifikasi keadaan penyebab KLB

6) Merumuskan rekomendasi cara penggulangan dan pengendalian KLB Rekomendasi yang dapat diajukan antara lain :

Pemberian pengobatan profilaksis pada kontak penderita Peningkatan cakupan imunisasi DPT 1-3 sehingga merata pada semua desa/kelurahan sekitar KLB

Peningkatan status gizi bayi dan balita

7) Menyusun laporan hasil kegiatan yang berisi, lama KLB, deskripsi penderita menurut waktu, orang dan tempat, pembahasan penyebab KLB, permasalahan yang timbul dalam melaksanakan program imunisasi, perbaikan gizi, sistim surveilens dan kesimpulan serta rekomendasi upaya penanggulangan dan pengendalian KLB Diptheria.5. Surveilens Epidemiologi Malaria 1) Jenis data yang dikumpulkan

a) Data Penderita Malaria Data yang dikumpulkan adalah kumlah kasus positif, kasus bayi dengan parasit P. Falciparum serta kasus indigenous per bulan / per desa. Data ini bisa diambil dari berbagai sumber, antara lain register harian Puskesmas, RS, JMD (Juru Malaria Desa), dll. Data kegiatan penemuan penderita malaria dilakukan secara ACD dan PCD (Active Case Detection dan Pasive Case Detection) serta kegiatan lain seperti :

Penyelidikan Epidemiologi (PE) : dilakukan saat terjadi KLB, terhadap seluruh penghuni rumah dimana terdapat penderita malaria dan seluruh penghuni 4 rumah disekeliling rumah penderita.

Mass Fever Survey (MFS) : Kegiatan pengambikan spesimen darah terhadap penduduk dengan gejala demam menggigil, demam dan sakit kepala atau keduanya. Bila hasil pemeriksaannya positif maka diberikan pengobatan radikal. Tujuan dari MFS adalah konfirmasi pencarian dan pengobatan penderita. Surveilans Migrasi (SM) : dilaksanakan di desa rawan dan fokus yang banyak dikunjungi penduduk dari tempat yang endemis malaria atau penduduk setempat yang baru kembali dari daerah endemis malaria.

ACD biasanya dilakukan oleh petugas JMD dan PCD biasanya dilakukan oleh fasilitas kesehatan (Puskesmas, Pustu, RS dan Laboratorium)b) Data Jenis Parasit Data yang dikumpulkan disini adalah jenis-jenis plasmodium (parasit) yang ditemukan, diantaranya P. vivax, P. falciparum (bentuk ring atau gamet) dan Mix (campuran keduanya) Banyaknya P. falciparum dalam bentuk ring menunjukkan bahwa penemuan kasus masih dini. Bila ditemukan jenis P. falciparum dalam bentuk gamet (>30%) menunjukkan bahwa penemuan kasus kurang cepat (terlambat)

Data dicatat dalam buku harian petugas malaria

c) Data Pengobatan Pada pengobatan Presumtif digunakan obat Chloroquin dan Primaquin sedang untuk pengobatan Radikal menggunakan obat Chloroquin Primaquin dan Fansidar. Data ini penting untuk perencanaan kebutuhan dan sisa stock obat.

d) Data Status Penularan

Ada 3 kemungkinan status penularan malaria yang ditemukan, yaitu: Indigenous :penularan setempat

Import :penularan di luar daerah

Relaps :kasus lama yang kambuh kembali

e) Data Pengawasan Pengobatan Pengawasan pengobatan perlu dilakukan untuk mengetahui kemungkinan adanya resistensi obat terhadap P. falciparum walaupun sudah diberikan pengobatan radikal dengan baik dan benar. Data ini penting untuk memberikan rekomendasi perlunya penelitian test resistensi terhadap P. falciparum.f) Data Pemeriksaan Lab Data dikumpulkan dari Laboratorium untuk memonitor kemampuan kerja mikroskopis dalm memeriksa spesimen darah (SD). Data ini berisi jumlah SD yang diperiksa dan prosentase SD yang belum diperiksa setiap akhir bulan. Batas toleransi sisa SD yang belum diperiksa pada akhir bulan sebaiknya tidak lebih dari 1/8 jumlah SD yang diterima (12,5%).

g) Data Time LapseTimes Lapse adalah jarak waktu antara pengambilan darah dan pengobatan radikal. Waktu ini tidak boleh > 7 hari, dimaksudkan untuk menghindari terjadinya gametosit yang siap ditularkan kepada orang lain (menjadi sumber penularan).

h) Data Vektor

Data vektor diperoleh dari hasil survey rutin (pada pos penangkapan tetap) dan survey sesaat. Data yang diperoleh diantaranya adalah : Pengamatan nyamuk dewasa

Penangkapan nyamuk umpan orang sepanjang malam di dalam rumah (UD = umpan dalam) dan diluar rumah (UL = umpan luar)

Penangkapan nyamuk istirahat di kandang (ST = sekitar ternal)

Penangkapan nyamuk di rumah (RD = resting dalam)

Jumlah nyamuk yang menggigit per jam per orang baik umpan luar maupun umpan dalam disebut Man Biting Rate (MBR)

Jumlah nyamik yang ditangkap per orang per jam disebut Man Hour Density (MHD)

Penangkapan nyamuk dengan perangkap (Ligthrap)

Pengamatan Parous rate untuk umur nyamuk guna mengetahui potensial tidaknya nyamuk seagai vektor. Survey jentik untuk mendapatkan tempat perindukan dan fluktuasi kepadatan musiman Data dibuat dalam bentuk pet tempat perindukan dan grafik kepadatan vektor.

Uji resistensi nyamuk vektor malaria terhadap insektisida yang digunakan atau akan digunakan di daerah tersebut.

i) Data KAP Penduduk Data ini diperoleh dari hasil survey dengan menggunakan kuesioner KAP. Pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat terhadap kejadian malaria bermanfaat dalam memberikan intervensi dengan tepat untuk pencegahan dan penanggulangan KLB.

j) Data Lingkungan Data ini diperoleh dari hasil survey lingkungan dengan menggunakan kuesioner survey lingkunagn kemudian dibuat dalam bentuk peta (Mapping) letak tempat perindukan vektor. Tujuan utama pengumpulan data lingkunagn adalah untuk intervensi dengan cara mengubah lingkungan sehingga tidak cocok untuk tempat perindukan nyamuk atau tempat istirahatnya di alam.k) Data Curah Hujan Data bulanan curah hujan/hari hujan 3 tahun terkhir di wilayah Puskesmas.

Sumber data berasal dari Dinas pertanian Tanaman Pangan.

Data ini bermanfaat untuk mempredikasi situasi kepadatn vektor yang berhubungan dengan curah hujan utamanya dengan tempat perindukan.

2) Sumber Dataa) Masyarakat

Data ini berupa informasi secara lisan atau tertulis baik yang berasal dari masyarakat biasa maupun pamong.b) Sarana kesehatan (PKM, RS, Pustu, Polindes, dll)Data mengenai penderita ini bisa diperoleh dari Puskesmas, RS Negeri / swasta, puskesmas pembantu maupun polindes dan institusi lain yang melaksanakan kegiatan penanggulangan malaria seperti Lembaga Penelitian, LSM.

c) Laboratorium

Data hasil pemeriksaan SD diperoleh dari laboratorium puskesmas maupun rumah sakit.

3) Cara Pengumpulan Data Berbagai macam cara pengumpulan data dalam kegiatan SE malaria antara lain :

a) Pengamatan Rutin

Active Case Detection dalah kegiatan penemuan penderita secara aktif yang dilakukan oleh petugas malaria desa (JMD/PMD) dengan sasaran semua penderita malaria klinis (demam menggigil secara berkala dan sakit kepala). Kegiatan-kegiatan JMD dalam ACD diantaranya adalah :

Kunjungan rumah setiap hari kerja sesuai wilayah kerja dan jadual kerjanya dan mengisi buku sensus kunjungan rumah. Pengambilan sediaan darah terhadap setiap penderita malaria klinis yang ditemukan dan memberikan pengobatan klinis.

Mencatat dan menyerahkan sediaan darah yang diambil ke Puskesmas wilayah kerjanya atau ke KJMD (Kepala JMD). Melakukan pengambilan SD (spesimen darah) follow up pada penderita yang mendapat pengobatan radikal (sesuai petunjuk KJMD).

Mencatat penerimaan dan pengeluaran obat anti malaria.

KJMD membawa SD hasil kerja JMD ke Puskesmas untuk diwarnai dan diperiksa oleh mikroskopis di Puskesmas.

Apabila hasilnya positif maka Petugas Malaria Puskesmas membeikan data tersebut dan memberikan pengobatan radikal terhadap penderita tersebut.

Melakukan PE (penyelidikan epidemiologi) untuk mengetahui asal penularan penderita dan melakukan survey kontak dengan pengambilan sediaan dari penghuni 4 rumah sekitarnya (kurang lebih 20 orang).

Memberitahu setiap penderita yang positif agar di follow up pada kunjungan berikutnya, jadwalnya adalah Pf di follow up hari ke 7, ke 28 sesudah pengoabatan radikal. Pv di follow up hari ke 7, ke 28 dan 3 bulan sesudah pengobatan radikal. Mendistribusikan bahan dan peralatan kepada JMD membuat catatan hasil surveilans JMD.

Melaporkan pengobatan radikal secara mingguan dan hasil-hasil surveilans malaria per desa secara bulanan. Pelaporan bulanan oleh Puskesms ke kabuaten, dari kabupaten ke propinsi dan oleh propinsi ke pusat. Passive Case Detection adalah kegiatan penemuan penderita malaria yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan baik yang akut maupun yang kronis dan penderita yang gagal obat. Pelaporan bulanan oleh puskesmas ke kabupaten/kota dengan menggunakan PUJBB. Dari kabupaten ke propinsi dengan menggunakan dengan form KAJBB, dan oleh propinsi ke pusat dengan form Pr.9a. (laporan tahunan / PRJBB) Dari puskesmas ke kabupaten, semua penderita klinis dan hasil pemeriksaan SD dilaporkan dalam LB1 dan LB3.

Kemampuan mendiagnosa pada petugas dimonitor berdasarkan SPR (Slide Positive Rate). SPR yang rendah menunjukkan diagnosa klinis yang tidak tepat.b) Survey Mass Fever Survey (MFS)

Kegiatan pengambilan SD terhadap semua penderita demam yang diikuti dengan pemberian pengobatan klinis, dilakukan untuk 2 macam tujuan, antara lain :

Menkonfirmasi bahwa desa yang kasusnya Nola tau rendah benar-benar telah mempunyai tingkat transmisi yang rendah.

Mengintensifkan pencarian dan pengobatan penderita agar reservoir parasit di masyarakat dapat dikurangi.

Kegiatan dilakukan pada saat puncak fluktuasi kasus malaria (untuk konfirmasi) dan sebelum puncak fluktuasi kasus malaria (untuk mencegah KLB). MFS khusus dilakukan bila pada pemantauan SKD bulanan ada kecenderungan kenaikan penderita di desa focus dengan kriteria : ditemukan 1 kasus indigenous bayi dan MOPI (Month Parasite Incidence) kumulatif 2 bulan berturut-turut 3 atau 2 kali dari bulan sebelumya.

Hasil kegiatan MFS dilaporkan dalam laporan bulanan penemuan penderitac) Survey KAP Kegiatan survey untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap malaria. Kegiatan bertujuan untuk mengetahui faktor risiko penularan malaria di daerah tersebut sehinga intervensi penanggulangan akan lebih terarah. Dilakukan dengan menggunakan kuesioner KAP.

d) Survey lingkungan

Kegiatan survey ini untuk mengetahui kondisi lingkungan yang mempengaruhi adanya penularan malaria setempat. Hal ini dapat dilihat dengan adanya Breeding Places dan Resting Places nyamuk yang dicurigai sebagai vektor. Kegiatan ini menggunakan kuesioner Survey Lingkungan dan bertujuan untuk intervensi pemberantasan vektor.4) Alat pengumpulan Data a) Data Penderita Malaria

Buku Harian Petugas Malaria Register Harian Puskesmasb) Data Jenis Parasit

Buku harian petugas mikroskopis c) Data Status Penularan

Buku Harian Petugas Malaria d) Data Pengobatan

Buku catatan harian petuga malaria Register Harian Puskesmas

e) Data Stock Obat

Buku catatan harian petugas malaria Buku register harian puskesmas

Buku stock obat

f) Data Follow Up Pengobatan

Buku Harian Petugas Malaria g) Data Kegiatan Penemuan Kasus

Buku Harian Petugas Malaria Laporan harian petugas mikroskopis

Register harian puskesmas

h) Data Pemeriksaan Laboratorium

Buku harian petugas Laboratoriumi) Data Times Lapse

Buku Harian Petugas Malaria j) Data Vektor

Catatan harian jurun pemantau vektor k) Data KAP Penduduk

Kuesioner survey KAPl) Data Lingkungan

Kuesioner survey lingkungan5) Komplikasi dan Pengolahan data Data yang dikumpulkan diolah dalam bentuk :

a. Laporan bulanan penemuan penderita malaria puskesmas (Mal.Pu.B)b. Laporan bulanan penemuan penderita malaria puskesmas (Mal.Pu.T)

c. Laporan mingguan W2

d. Laporan bulanan penemuan penderita malaria Kab/Kota (Mal.Ka.B)

e. Laporan tahunan penemuan penderita malaria Kab/Kota (Mal.Ka.T)

f. Laporan SST

g. Laporan bulanan penemuan penderita malaria propinsi (Mal.Pr.B)

h. Laporan tahunan penemuan penderita malaria propinsi (Mal.Pr.T)

i. Laporan rekapitulasi mingguan

6) Analisis Data Data analisis bisa merupakan tabel dan grafik serta peta, diantaranya ;

a) Pemetaan endemisitas malaria per desab) Peta lokasi tempat perindukan vektor (TPV)

c) Grafik pola maksimal dan minimal

d) Grafik curah hujan

e) PWS malaria

f) Bionomik vektor (MHD dan MBR)

g) Perilaku penduduk yang menjadi faktor risiko penularan

7) Interpretasi Data

Interpretasi dari analisis diatas diantaranya adalah :

a) Stratifikasi endemisitas desa sebagai berikut : HCI :API > 5

MCI:API 1 - 5

LCI :API < 1

b) Receptivitas desac) Alat untuk SKD KLB

d) Tingkat penularan

e) Musim penularan

f) Monitoring total kasus

g) Monitoring proporsi jenis penyakit

h) Monitoring ditribusi penderita

i) Monitoring pemakaian obat presumtif

j) Monitoring kemungkinan resistensi obat

k) Monitoring kinerja mikroskopis

l) Monitoring kesalahan pemeriksaan mikroskopis.8) Rekomendasi Untuk mempermudah dalam memberikan rekomendasi dari data hasil analisis, dapat dilihat dari PWS malaria.a) Data penderita malaria (Form PWS malaria tabel A)

Rekomendasi yang dapat diberikan dari data analisis adanya kenaikan jumlah penderita malaria adalah :

Penyemprotan rumah

Pengusulan / pelaksanaan MFS Stratifikasi desa HCI, MCI atau LCI

Stratifikasi desa rawan, fokus rendah dan fokus tinggi

b) Data jenis parasit (Form PWS malaria tabel B1)Rekomendasi yang dapat diberikan dengan diketahuinya jenis parasit yang menginfeksi, diantaranya adalah :

Perbaikan surveilans / perbaikan kerja JMD Penyemprotan

c) Data status penularan (Form PWS malaria tabel B2)Rekomendasi yang dapat diberikan dengan diketahuinya jumlah kasus import atau relaps, diantaranya : Peningkatan kegiatan surveilans migrasi d) Data pengobatan (Form PWS malaria tabel C1)

Rekomendasi yang dapat diberikan setelah diketahui jumlah obat yang digunakan dalam pengobatan klinis dan radikal, diantaranya :

Monitoring dan perencanaan obat e) Data pengawasan pengobatan (Form PWS tabel C2)

Monitoring pelaksanaan pengobatan dan follow up pengobatan radikal terhadap kasus positif falciparum untuk mengetahui kemungkinan terjadinya resistensi sehingga rekomendasi yang dapat diberikan diantaranya :

Pengusulan kegiatan tes resistensi obat f) Data kegiatan penemuan kasus (Form PWS malaria tabel C3)

Data analisis jumlah kasus positif yang ditemukan baik secara ACD maupun PCD setiap bulan sehingag diketahui SPR (Slide Positive Rate) dapat memberikan rekomendasi sebagai berikut :

Peningkatan kegiatan ACD dan PCD

Peningkatan aktifitas JMD/PMDg) Data pemeriksaan laboratorium (Form PWS malaria tabel C4)

Jumlah SD yang diperiksa dan prosentase SD yang belum diperiksa akhir bulan bisa diberikan rekomendasi sebagai berikut :

Percepatan proses pemeriksaan SD oleh mikroskopis Kemungkinan penambahan atau peningkatan ketrampilan petugas mikroskopis

h) Data times lapse (Form PWS malaria tabel C5)

Dengan diketahuinya Time Lapse penanganan kasus per bulan, dapat direkomendasikan untuk menjaga time lapse

i) Data KAP penduduk (kuesioner survey KAP)Data survey KAP penduduk khususnya dalam masalah penanggulangan malaria bisa memberikan rekomendasi sebagai berikut :

Contact preventation

Penyuluh pencegahan dan penanggulangan penyakit malaria

j) Data entomologi (Form survey entomologi)

Data entomologi yang dikumpulkan baik dari hasil survey sesaat maupun survey rutin dapat memberikan rekomedasi untuk penyemprotan / pemberantasan nyamuk dewasak) Data lingkungan (kuesioner survey lingkungan)

Data hasil survey lingkungan bertujuan mengetahui letak / breeding places dan resting places dan saat kepadatan jentik dapat memberikan rekomendasi pemberantasan breeding palces dan resting places.9) Penyebarluasan Informasi a. Umpan Balik

b. Laporan Bulltein

PUSAT

DEP KES RI

DINKES PROP

PROPINSI

SUDIN KESMAS

KOTAMADYA

PUSKESMAS KEC

KECAMATAN

PUSKESMAS KEL

KELURAHAN

MASYARAKAT

JALUR LAPORAN

35